PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP RESPON FISIOLOGIS BROILER

(1)

PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK

MELALUI AIR MINUM TERHADAP RESPON FISIOLOGIS

BROILER

Oleh

Bomy

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP RESPON FISIOLOGIS BROILER

Oleh Bomy

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kunyit dan temulawak dalam air minum terhadap respon fisiologis broiler dan mengetahui perlakuan yang terbaik terhadap respon fisiologis broiler. Penelitian dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Ayam yang digunakan adalah broiler strain Cobb sebanyak 180 ekor. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah P0 : air minum biasa; P1 : air rebusan kunyit 10 g/600 ml; dan P2 : air rebusan temulawak 10 g/600 ml. Pengambilan sampel respon fisiologis dilakukan sebanyak 10% dari jumlah satuan percobaan. Kemudian data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan taraf nyata 5% dan atau1% (Steel and Torrie, 1993). Peubah yang diamati adalah frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pemberian kunyit dan temulawak pada broiler umur 16 dan 24 hari tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.……….. xi

DAFTAR GAMBAR……….. xiii

I. PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah………. 1

1.2 Tujuan Penelitian……… 3

1.3 Kegunaan Penelitian………...…… 3

1.4 Kerangka Pemikiran……… 3

1.5 Hipotesis……….. 7

II.Tinjauan Pustaka……….. 8

2.1Broiler………. 8

2.2Kunyit……….. 9

2.2.1 Ekologi kunyit………... 9

2.2.2 Manfaat kunyit……… 9

2.2.3 Kandungan kunyit………... 9

2.3Temulawak………. 10

2.3.1 Ekologi temulawak………. 10

2.3.2 Manfaat temulawak………. 10


(6)

2.4 Kurkuminoid……….... 11

2.5 Gambaran Darah……… 12

2.6 Respon Fisiologis Broiler……….. 13

III. METODE PENELITIAN………... 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian……… 16

3.2 Alat dan Bahan Penelitian………. 16

3.2.1 Alat………. 17

3.2.2 Ayam……….. 17

3.2.3 Ransum……….. 18

3.2.4 Air rebusan kunyit dan temulawak……….... 18

3.2.5 Air minum……….. 19

3.2.6 Vaksin dan vitamin………. 20

3.3 Rancangan Penelitian………. 20

3.4 Analisis Data……….. 20

3.5 Pelaksaan Penelitian………... 21

3.5.1 Pola suhu dan kelembaban kandang……… 21

3.5.2 Persiapan kandang………... 21

3.5.3 Pelaksanaan penelitian……….... 22

3.6 Peubah yang Diamati……….. 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 25

4.1 Frekuensi Pernafasan………..………... 25

4.2 Denyut Jantung………..……… 30


(7)

V. SIMPILAN DAN SARAN………. 37

5.1 Simpulan………. 37

5.2 Saran……….... 37

DAFTAR PUSTAKA……….. 38


(8)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena broiler

adalah salah satu komiditi peternakan yang relatif mudah penanganannya dan dapat dimanfaatkan dalam waktu yang relatif singkat.

Broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek, menghasilkan daging berserat lunak, timbunan daging baik, dan dada lebih besar (North and Bell, 1990).

Kondisi lingkungan yang kurang ideal merupakan masalah yang serius dalam penanganan broiler, karena dapat memengaruhi respon fisiologis broiler. Suhu udara di Lampung cukup tinggi berkisar antara 29-- 34oC. Hal ini menjadi masalah yang serius dalam pemeliharaan broiler, karena broiler merupakan hewan homoeterm sehingga membutuhkan zone of normothermic yang ideal pada suhu 18-- 21oC (Aksi Agraris Kanisius, 2003).

Respon fisiologis merupakan suatu kesatuan dari fungsi tubuh dalam upaya mempertahankan kondisi internal agar tetap stabil. Respon fisiologis dipengaruhi


(9)

2 oleh faktor lingkungan yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi internal tubuh

unggas dapat diketahui dengan mengukur frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal. Sistem pengaturan suhu dalam tubuh disebut sistem

termoregulasi. Termoregulasi berkaitan dengan mekanisme homeostatis, dalam hal ini broiler berusaha memelihara keseimbangan respon fisiologisnya

(Sturkie, 1986).

Perbaikan respon fisiologis broiler dapat dilakukan dengan cara memanipulasi manajemen pemeliharaan, salah satunya dengan cara menggunakan suplemen. Suplemenadalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat yang dikemas dalam bentuk kapsul, tablet, bubuk atau cairan yang berfungsi sebagai pelengkap kekurangan zat gizi dalam tubuh. Makanan penunjang ini umumnya terbuat dari bahan-bahan alami yang diracik tanpa tambahan zat-zat kimia, meskipun ada beberapa vitamin tertentu dibuat secara sintetis (Kariyadi, 1998).

Suplemen-suplemen yang ada di pasaran pada saat ini umumnya adalah bahan kimia sintetis yang dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan tubuh. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif bahan alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan untuk menggantikan suplemen yang berasal dari bahan kimia sintetis. Bahan-bahan suplemen alami yang dapat digunakan sebagai pengganti suplemen sintetis yaitu dari jenis tanaman yang mengandung kurkumin.

Kurkumin menjadi pusat perhatian para peneliti yang mempelajari keamanan, sifat antioksidan, antiinflamasi, dan efek hipotermik (Asghari et. al., 2009). Kurkumin ini banyak terkandung pada tanaman rimpang-rimpangan terutama


(10)

3 pada kunyit dan temulawak. Kedua tanaman tersebut jika digunakan sebagai campuran di dalam air minum sehingga diharapkan dapat menjaga keseimbangan respon fisiologis broiler. Alasan-alasan inilah yang mendorong peneliti

merancang penelitian untuk dapat mengetahui respon fisiologis broiler yang dihasilkan dari pemberian kunyit dan temulawak melalui air minum.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

(1) mengetahui pengaruh penggunaan kunyit dan temulawak dalam air minum terhadap respon fisiologis broiler;

(2) mengetahui perlakuan yang terbaik terhadap respon fisiologis broiler.

1.3 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum khususnya peternak tentang manfaat kunyit dan temulawak terhadap respon fisiologis broiler. Selain itu, secara keilmuan penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengaruh pemberian kunyit dan temulawak terhadap respon fisiologis broiler.

1.4 Kerangka Pemikiran

Aengwanich and Chinrasri (2002), menyatakan bahwa broiler termasuk golongan hewan berdarah panas (homeoterm) yang suhu tubuhnya diatur dalam suatu batasan yang sesuai. Secara normal, suhu tubuh broiler berkisar mulai dari 41-- 42oC dengan variasi sekitar 1,5oC.


(11)

4 Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi produktivitas ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung suhu dapat memengaruhi sistem homeostatis tubuh, sedangkan secara tidak langsung

berpengaruh terhadap kualitas dan tersedianya pakan (Reksohadiprodjo, 1995).

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki suhu lingkungan yang cukup tinggi, selain itu juga dipengaruhi dengan tingginya nilai kelembaban relatif. Keadaan tersebut memaksa ternak untuk mengaktifkan mekanisme termoregulasi yaitu peningkatan frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.

(Abbas, 2009).

Perubahan suhu lingkungan sangat berpengaruh pada kondisi fisiologis broiler

terutama jumlah sel darah merah dan hemoglobin. Adanya perubahan suhu dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah dalam darah. Menurut Haryono (1978), jumlah sel darah merah berbanding lurus dengan kadar hemoglobin, sehingga penurunan sel darah merah diiringi pula dengan penurunan kadar

hemoglobin. Fungsi utama hemoglobin yaitu mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengangkut karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru.

Penurunan kadar hemoglobin mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen, untuk mengatasi hal tersebut broiler akan meningkatkan denyut jantung untuk

mempercepat sirkulasi darah. Meningkatnya denyut jantung menyebabkan frekuensi nafas menjadi lebih cepat serta dapat mengakibatkan meningkatnya suhu rektal. Hal ini terjadi karena sistem termoregulasi broiler tidak mampu mempertahankan suhu tubuh pada kisaran normal. Oleh karena itu, perlu adanya


(12)

5 suplemen untuk menjaga keseimbangan respon fisiologis broiler supaya tetap stabil.

Suplemen dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu suplemen alami dan sintentis. Suplemen alami adalah hasil ekstrasi langsung dari bahan pangan yang mengandung keunggulan zat gizi atau senyawa tertentu sedangkan suplemen sintetis adalah senyawa kimia yang dibuat sama dengan struktur kimiawi bahan alami (Gunawan, 1999). Oleh karena itu, perlu dicari alternatif bahan alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan untuk menggantikan suplemen yang berasal dari bahan kimia sintetis. Bahan-bahan suplemen alami yang dapat digunakan sebagai penggantisuplemen sintetis yaitu dari jenis tanaman yang mengandung kurkumin. Kurkumin ini banyak terkandung pada tanaman rimpang-rimpangan terutama pada kunyit dan temulawak.

Supriyanto (2004), melaporkan bahwa pemberian air rebusan kunyit dalam air minum sebanyak 10 g/600 ml memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan bobot tubuh dan konsumsi ransum broiler. Tantalo (2009),

menambahkan bahwa penggunaan air seduhan kunyit 10 g/600 ml pada broiler strain Cobb memberikan pengaruh yang nyata lebih baik daripada broilerstrain

Lohmann terhadap pertambahan bobot tubuh, konsumsi ransum, dan konsumsi air

minum.

Pigmen kurkuminoid kunyit terdiri dari beberapa senyawa yaitu kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin, sedangkan pada temulawak hanya terdiri dari dua senyawa yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin


(13)

6 (Sidik et. al., 1992). Struktur kimia senyawa penyusun kurkuminoid dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia senyawa penyusun kurkuminoid (Sidik et. al., 1992)

Keterangan :

A = senyawa kurkumin

B = senyawa desmetoksikurkumin C = senyawa bisdesmetoksikurkumin

Dengan cara membandingkan struktur kimia kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin aktivitas kurkumin memiliki peran yang sinergisme dengan desmetoksikurkumin. Gugusan aktif pada kurkuminoid diduga terletak pada gugus metoksil (CH3) karena pada bisdesmetoksikurkumin, kedua gugus metoksil telah tersubstitusi oleh atom hidrogen (H) (Sidik et. al., 1992).

Afifah dan Lentera (2003), menyatakan bahwa kurkuminoid temulawak tidak mengandung bisdesmetoksikurkumin, sehingga temulawak lebih efektif dibandingkan dengan kunyit. Hal ini disebabkan aktivitas

H3CO

OCH3

OH HO

O O

A

OCH3

OH HO

O O

B

OH HO

O O


(14)

7 bisdesmetoksikurkumin berlawanan atau antagonis dengan aktivitas kerja

kurkumin dan desmetoksikurkumin.

Seiring dengan masuknya kurkumin sebagai hipotermik ke dalam tubuh yang berguna untuk menjaga kestabilan fisiologis broiler dengan cara pemberian air minum rebusan kunyit dan temulawak diharapkan respon fisiologis broiler agar dapat stabil. Mengingat tidak adanya senyawa penyusun kurkuminoid temulawak yang memiliki aktivitas antagonis (bismetoksikurkumin) dengan senyawa

penyusun lainnya, maka pemberian temulawak akan lebih efektif daripada kunyit.

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemberian kunyit dan temulawak melalui air minum memberikan pengaruh positif terhadap respon fisiologis broiler.


(15)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Broiler

Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern dan broiler klasik. Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bobot tubuh pada 28 hari sudah mencapai 1,2 kg. Broiler klasik menggunakan bahan nutrisi pakan untuk mempertahankan hidup (live ability rate), pada broiler

modern disamping untuk mempertahankan hidup, juga untuk penampilan akhir (Unandar, 2003).

Menurut Tarmudji (2004), keunggulan karakteristik broiler menandakan bahwa broiler merupakan strain unggul yang berasal dari daerah subtropis dan produktivitasnya tidak dapat disamakan bila dipelihara di daerah tropis. Faktor lingkungan, genetik, dan manajemen pemeliharaan menjadi penghambat dalam pencapaian produksi, kemudian untuk mencapai pertumbuhan yang optimal usaha yang diperlukan diantaranya dengan pemberian makanan yang bergizi tinggi, perbaikan manajemen dengan pemberian temperatur lingkungan pemeliharaan yang optimal.


(16)

9

2.2 Kunyit

2.2.1 Ekologi kunyit

Menurut Taryono (2001), kunyit merupakan tanaman berbatang semu yang tumbuh tegak dengan tinggi 28 -- 85 cm, lebar 10 -- 25 cm, dan batang berwarna hijau kekuningan. Batang semu, tegak, dan berbentuk bulat. Setiap berdaun tiga sampai delapan helai, panjang tangkai hingga pangkal daun beserta pelepah daun sampai 70 cm. Helaian daun tunggal berbentuk lanset memanjang dengan ujung dan pangkal runcing. Daun keseluruhan berwarna hijau dan ukuran panjang 20 -- 40 cm dan lebar 8 -- 12,5 cm.

2.2.2 Manfaat kunyit

Jitoe et. al., (1992), melaporkan bahwa aktivitas antioksidan dari kunyit lebih kuat daripada jenis rempah-rempah atau tanaman obat lain kelompok jahe-jahean (Zingiberance) serta aktivitas antioksidan dari tiga jenis kurkuminoid (kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin) masing-masing adalah 20,9 dan 8,0 kali lebih kuat daripada alfa tokoferol.

Kurkumin dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormon glukokortikoid sehingga meningkatkan jumlah leukosit khususnya heterofil dalam sirkulasi darah yang berkaitan erat dengan respon fisiologis (Antony et. al., 1999).

2.2.3 Kandungan kunyit

Kandungan utama kunyit adalah kurkumin dan minyak atsiri berfungsi untuk pengobatan. Kandungan bahan kimia yang sangat berguna adalah kurkumin yaitu


(17)

10 diarilhatanoid yang memberi warna kuning. Kandungan kimianya adalah

tumeron, zingiberen yang berfungsi sebagai anti bakteria, anti oksidan dan anti inflamasi (anti radang) serta minyak pati yang terdiri dari turmerol, kanfer, kurkumin, dan lain-lain. Adapun komponen kimia kunyit menurut Purwanti (2008) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen kimia kunyit

Komponen Hasil Analisa

Kadar air (%) Bahan kering (%) Abu (%)

Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Energi (kal) Minyak atsiri (%) Kurkumin (%) 12,90 -- 11,13 8,67 8,08 12,60 4283 1,30 -- 6,00 3 -- 4

Sumber : Purwanti (2008)

2.3 Temulawak

2.3.1 Ekologi temulawak

Rimpang induk temulawak berbentuk bulat seperti telur dan berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan yang bagian dalamnya berwarna jingga kecokelatan (Afifah dan Lentera, 2003).

2.3.2 Manfaat temulawak

Temulawak berkhasiat sebagai obat yang mampu mengobati berbagai penyakit kelainan pada hati, kantong empedu, dan pankreas. Di samping itu, temulawak juga dapat menambah nafsu makan, menurunkan kadar kolesterol dalam darah,


(18)

11 meningkatkan sistem imunitas dalam tubuh, berkhasiat antibakteri, anti inflamasi, dan anti oksidan (Rostiana dan Raharjo, 2003).

Pemberian infus temulawak menunjukkan penurunan suhu pada tubuh mencit percobaan (Pudji et. al., 1988). Penelitian Yamazaki et. al., (1987; 1988), menunjukkan bahwa ekstrak metanol rimpang temulawak mempunyai efek penurunan suhu pada rektal tikus percobaan. Selanjutnya dibuktikan bahwa germakron diidentifikasi sebagai zat aktif dalam rimpang temulawak yang menyebabkan efek hipotermik tersebut.

2.3.3 Kandungan temulawak

Sidik et. al., (1995), menyatakan bahwa kadar seluruh fraksi kandungan bioaktif pada temulawak tersebut bervariasi diantaranya pati (48 -- 59,64%), kurkuminoid (1,6 -- 2,2%), dan minyak atsiri (1,48 -- 1,63%). Komponen kurkuminoid terdiri dari dua senyawa yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin.

2.4 Kurkuminoid

Kurkuminoid adalah komponen yang memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan kunyit. Kurkuminoid larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida. Kurkuminoid tidak larut dalam air dan dietil eter. Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan bersifat toksik (Sidik et. al., 1995). Zat ini berkhasiat menetralkan racun, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, antibakteri, dan sebagai antioksidan penangkal senyawa-senyawa radikal bebas yang berbahaya (Suwiyah, 2005).


(19)

12 Sidik et. al., (1995), menyatakan bahwa senyawa kurkuminoid pada temulawak terdiri dari dua komponen senyawa kurkuminoid yaitu kurkumin dan

demetoksikurkumin. Lain halnya dengan kunyit mengandung kurkuminoid yang terdiri dari tiga komponen senyawa turunan kurkuminoid yaitu senyawa

kurkumin, demetoksikurkumin, serta bisdemetoksikurkumin.

2.5 Gambaran Darah

Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

pencernaan ke jaringan tubuh, membawa kembali produk sisa metabolisme sel ke organ eksternal, mengalirkan oksigen ke dalam sel tubuh dan mengeluarkan karbondioksida dari sel tubuh, dan membantu membawa hormon yang dihasilkan kelenjar endokrin ke seluruh bagian tubuh (Hartono et. al., 2002).

Hemoglobin adalah senyawa organik yang komplek dan terdiri dari empat pigmen forpirin merah (heme) yang masing-masing mengandung iron dan globin yang merupakan protein globural dan terdiri dari empat asam amino. Hemoglobin bergabung dengan oksigen di dalam paru-paru yang kemudian terbentuk

oksihemoglobin yang selanjutnya melepaskan oksigen ke sel-sel jaringan di dalam tubuh (Frandson, 1992). Fungsi dari hemoglobin adalah mengangkut karbon dioksida dari jaringan, mengambil oksigen dari paru-paru, memelihara

keseimbangan asam-basa, dan merupakan sumber bilirubin. Jumlah hemoglobin di dalam darah dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, keadaan fisik, cuaca, tekanan udara, penyakit, dan jumlah sel darah merah. Kadar hemoglobin


(20)

13 merah maka akan semakin tinggi pula kadar hemoglobin dalam sel darah merah tersebut (Haryono, 1978).

2.6 Respon Fisiologis Broiler

Respon fisiologis merupakan suatu kesatuan dari fungsi tubuh dalam upaya mempertahankan kondisi internal agar tetap stabil. Respon fisiologis dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi internal tubuh unggas dapat diketahui dengan mengukur frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.

Unggas seluruhnya termasuk golongan hewan homeoterm yaitu hewan yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya relatif tetap dalam kisaran normal terhadap suhu lingkungan yang berubah-ubah. Sistem pengaturan suhu dalam tubuh ini disebut sitem termoregulasi. Termoregulasi berkaitan dengan mekanisme homeostatis, dalam hal ini unggas berusaha memelihara keseimbangan (Sturkie, 1986).

Menurut Suprijatna et. al., (2005), broiler adalah vertebrata berdarah panas dengan tingkat metabolisme tinggi. DOC memiliki suhu tubuh 39oC. Secara bertahap, suhu tubuh anak ayam meningkat setelah hari ke- 4 sampai hari ke- 10 dicapai suhu normal maksimal. Suhu tubuh ayam dewasa rata-rata 40-- 40,5oC. Suhu tubuh ayam meningkat sampai sore, kemudian sampai tengah malam.

Menurut Webster and Wilson (1980), suhu tubuh ternak adalah suhu darah yang meninggalkan jantung dan suhu rektal pada umumnya 0,1-- 0,3oC lebih rendah dari suhu tubuh. Bartolomew (1977), menyatakan bahwa suhu tubuh normal


(21)

14 adalah panas tubuh yang berada dalam zona thermonetral pada saat aktivitas tubuh terendah. Adapun kisaran normal fisiologis broiler dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kisaran normal fisiologis broiler

Respon Fisiologis Kisaran Normal

Respirasi 18 -- 23 (kali/menit)

Denyut jantung 250 -- 470 (kali/menit)

Suhu rektal 41,5-- 41,9oC

Sumber : Frandson (1992) dan Smith (1998)

Respirasi adalah semua proses kimia maupun fisika dimana organisme melakukan pertukaran udara dengan lingkungannya. Respirasi menyangkut dua proses yaitu respirasi eksteral dan respirasi internal. Terjadinya pergerakan karbon dioksida ke dalam udara alveolar ini disebut respirasi eksternal. Respirasi internal dapat terjadi apabila oksigen berdifusi ke dalam darah. Respirasi eksternal tergantung pada pergerakan udara kedalam paru-paru (Frandson, 1992).

Kasip (1995), menambahkan bahwa respirasi berfungsi sebagai parameter yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui fungsi organ-organ tubuh bekerja secara normal. Pengukuran terhadap parameter terhadap fisiologis yang biasa dilakukan di lapangan tanpa alat-alat laboratorium adalah pengukuran frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.

Denyut jantung merupakan gelombang yang terjadi akibat naiknya tekanan sistole

mulai dari jantung dan kemudian menjalar sepanjang arteri dan kapiler. Fraksi khusus hewan besar kurang dibanding hewan kecil karena metabolisme pada


(22)

15 hewan yang bertubuh kecil semakin tinggi. Faktor yang memengaruhi denyut jantung adalah temperatur lingkungan, pakan, aktifitas, dan tidur (Ganong, 1983).

Temperatur rektal digunakan sebagai ukuran temperatur suhu tubuh karena pada suhu rektum merupakan suhu yang optimal. Hewan homeoterm sudah

mempunyai pengatur panas tubuh yang telah berkembangbiak. Temperatur rektal pada ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu temperatur lingkungan, aktivitas, pakan, minuman, dan pencernaan. Produksi panas oleh tubuh secara tidak

langsung bergantung pada makanan yang diperolehnya dan banyaknya persediaan makanan dalam saluran pencernaan. Temperatur tubuh pada unggas berkisar antara 39 -- 41ºC. Pada suhu kurang dari 80ºF, pembuangan panas tubuh dilakukan dengan radiasi, konveksi, konduksi, dan seluruh permukaan tubuh ayam. Temperatur udara lingkungan lebih dari 80ºF. Pembuangan panas

dilakukan dengan penguapan air lewat saluran pernafasan yang dilakukan secara cepat (Yuwanta, 2000).


(23)

16

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. thermometer digital;

2. steteskop;

3. counter number;

4. thermohigrometer;

5. brooder (pemanas);

6. hand sprayer, 2 buah;

7. chick feeder tray (tempat ransum baki) yang digunakan untuk ayam umur

1 -- 14 hari, 18 buah;

8. hanging feeder (tempat ransum gantung) yang digunakan untuk ayam umur


(24)

17 9. tempat air minum berbentuk tabung, 18 buah;

10. bambu untuk membuat sekat-sekat pada kandang; 11. sekam dan koran bekas sebagai alas;

12. plastik terpal untuk tirai; 13. bak air, 3 buah;

14. timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,01 g sebanyak 2 buah yang digunakan untuk menimbang day old chick (DOC);

15. timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 g sebanyak 2 buah yang digunakan untuk menimbang ayam dan ransum;

16. timbangan elektrik, 1 buah;

17. socorex untuk melakukan vaksinasi;

18. kompor dan panci digunakan untuk membuat air rebusan kunyit dan temulawak;

19. blander untuk menghaluskan kunyit dan temulawak;

20. gelas ukur kapasitas 1 liter untuk mengukur jumlah air dalam pembuatan air rebusan kunyit dan dan temulawak;

21. pisau dan plastik;

22. alat tulis dan kertas untuk mencatat data yang diperoleh.

3.2.2 Ayam

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah broiler jantan umur 1 hari sampai dengan umur 27 hari sebanyak 180 ekor. Strain ayam yang digunakan adalah strainCobb produksi PT. Super Unggas Jaya.


(25)

18 3.2.3 Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum broiler komersial HP 611 MC (umur 1 -- 7 hari), HP 611 (umur 8 -- 21 hari), dan HP 612

(umur 22 -- 27 hari) yang diperoleh dari PT. Charoen Pokhpand Indonesia Tbk. Kandungan nutrisi ransum yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan nutisi ransum HP 611 MC, HP 611, dan HP 612

Kandungan Nutrisi HP 611 MC HP 611 HP 612

Energi (kkal/kg) 3050 -- 3150 3050 -- 3150 3150 -- 3250

Air (%) 13 13 13

Protein (%) 22 -- 23 22 -- 23 20 -- 21

Lemak (%) 5 5 5

Serat (%) 5 5 5

Abu (%) 7 7 7

Kalsium (%) 0,90 0,90 0,90

Phospor (%) 0,60 0,60 0,60

Sumber : PT. Charoen Pokphand Indonesia dan Vista Grain (2013)

3.2.4 Air rebusan kunyit dan temulawak

Penelitian ini menggunakan air rebusan kunyit dan temulawak yang di blander

(masing-masing 10 g), kemudian direbus secara terpisah dengan menggunakan air sebanyak 1 liter. Air rebusan tersebut diproses pada malam hari yang kemudian diberikan dalam keadaan dingin pada pagi hari. Cara pembuatan air rebusan kunyit dan temulawak adalah sebagai berikut :

1. mengambil rimpang kunyit dan temulawak sesuai kebutuhan;

2. mencuci bersih kunyit dan temulawak menggunakan air bersih, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan;


(26)

19 3. menimbang kunyit dan temulawak masing-masing 10 g, kemudian

memasukkannya ke dalam blander untuk dihaluskan;

4. kunyit dan temulawak masing-masing direbus ke dalam 1 liter air biasa sampai tersisa 600 ml;

5. air rebusan kunyit dan temulawak diberikan pada pagi hari (Sujatmiko, 2006).

3.2.5 Air minum

Air minum untuk ternak pada penelitian ini diberikan secara ad libitum baik air minum biasa (kontrol) maupun air minum yang diberi perlakuan. Air minum yang diberikan terdiri dari tiga macam yaitu :

P0 = air minum biasa

P1 = air rebusan kunyit 10 g/600 ml (16,67 g/l) P2 = air rebusan temulawak 10 g/600 ml (16,67 g/l)

Pemberian perlakuan dilakukan secara berselang dengan intensitas pemberian 2 hari perlakuan dan 1 hari tanpa perlakuan (Tantalo, 2009). Jadwal pemberian perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Minggu ke-

Hari ke-

1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4 5

Keterangan : = waktu pemberian air minum biasa

= waktu pemberian air rebusan kunyit dan temulawak

Gambar 2. Jadwal pemberian perlakuan


(27)

20 3.2.6 Vaksin dan vitamin

Pada saat pemeliharaan broiler, pemberian vaksin merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk meningkatkan sistem imun terhadap suatu penyakit, sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. Vaksin yang diberikan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Vaksin yang diberikan

Vaksin Cara Pemberian Waktu Pemberian

ND V4HR

Vaksin ND AI Inaktif (suntik) IBDM

Vaksin ND L

Spray

Subkutan leher Minum

Minum

Hari ke- 1 Hari ke- 6 Hari ke- 11 Hari ke- 18

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Setiap ulangan terdiri dari sepuluh satuan percobaan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah P0 (air minum biasa), P1 (air rebusan kunyit; 10 g/600 ml (16,67 g/l)), dan P2 (air rebusan temulawak; 10 g/600 ml (16,67 g/l)) (Tantalo, 2009).

3.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan taraf nyata 5% dan atau 1% (Steel and Torrie, 1993).


(28)

21

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Pola suhu dan kelembaban kandang

Waktu pengambilan data ditentukan dengan cara melihat suhu dan kelembaban yang ekstrim selama sehari dan didapatkan suhu ekstrim pada pukul berkisar antara 13.00 -- 14.00 WIB (Gambar 3).

3.5.2 Persiapan kandang

Kandang dibersihkan 1 minggu sebelum DOC datang (chick in), kemudian didesinfeksi menggunakan desinfektan. Tahapannya meliputi :

1. membuat kandang dari bambu dengan ukuran 1 x 1 x 0,8 m sebanyak 18 petak;

2. mencuci lantai kandang dengan menggunakan air dan disikat; 3. mencuci peralatan kandang seperti feed tray dan tempat minum; 4. memasang tirai kandang;

5. mengapur dinding, tiang, dan lantai kandang; 6. menyemprot kandang dengan desinfektan;

7. setelah kering, lantai kandang kemudian ditaburi dengan sekam setebal 5 -- 10 cm;

8. memasang koran sebagai alas di atas sekam yang telah ditaburkan; 9. memasang brooder (pemanas) di kandang;

10. membuat area brooding dan memberi sekat untuk membagi area brooding


(29)

22 3.5.3 Pelaksanaan penelitian

DOC yang telah tiba kemudian sexing untuk memisahkan antara jantan dan betina, 180 DOC jantan hasil sexing ditimbang dengan menggunakan timbangan kapasitas 2 kg. DOC yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam dalam area

brooding selama 5 hari. Kemudian DOCdiberi minum air yang telah dicampur elektrolit untuk menggantikan energi yang hilang dan mengurangi stres akibat perjalanan. SelanjutnyaDOC diberi pakan secara ad libitum dan air minum sesuai dengan perlakuan. Setelah 5 hari, broiler kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam petak-petak kandang. Setiap petak kandang terdiri dari 10 ekor ayam. Pada petak kandang diberi nomor perlakuan untuk memudahkan pelaksanaan penelitian.

Lampu penerangan mulai dihidupkan pada pukul 17.00 WIB sampai pukul 06.00 WIB. Ransum diberikan pada pukul 06.00 WIB, 12.00 WIB, 18.00 WIB, dan 24.00 WIB, sedangkan air minum diberikan pada pukul 07.00 WIB hari sesuai dengan jadwal pemberian perlakuan. Pengukuran konsumsi air minum dilakukan setiap hari pada pukul 06.00 WIB, sedangkan konsumsi ransum dilakukan pengukuran setiap minggunya. Penimbangan ayam dilakukan setiap minggu untuk mengetahui pertambahan bobot tubuhnya.

Vaksinasi yang diberikan terdiri dari vaksin AI, IBD, dan ND. Vaksin ND diberikan saat ayam berumur 1 hari, 6 hari, dan 18 hari melalui spray, subkutan leher, dan minum. Vaksin AI berikan saat ayam berumur 6 hari secara subkutan di leher. Vaksin IBD diberikan saat ayam berumur 11 hari melalui air minum.


(30)

23 Pengukuran suhu dan kelembaban kandang dilakukan setiap hari yaitu pada pukul 06.00 WIB, 12.00 WIB, 18.00 WIB, dan 24.00 WIB sebagai data penunjang. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermohigrometer yang dilakukan pada bagian tengah kandang yang digantung sejajar dengan tinggi petak-petak kandang.

Pengambilan sampel respon fisiologis dilakukan ketika broiler berumur 16 dan 24 hari. Waktu pengambilan sampel dilakukan pada suhu ekstrim pukul

13.00 -- 14.00 WIB (Gambar 3). Sampel respon fisiologis akan diambil sebanyak 10% dari jumlah unit percobaan (18 sampel). Pengamatan terhadap respon fisiologis broiler meliputi frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.

3.6 Peubah yang Diamati

3.6.1 Frekuensi pernafasan

Pengamatan frekuensi pernafasan broiler dilakukan pada umur 16 dan 24 hari diukur pada pukul 13.00 -- 14.00 WIB dengan cara mengamati dari gerakan

thorax broiler selama 1 menit kemudian dicatat hasilnya. Alat yang digunakan adalah counter number dan stopwatch (Zhou dan Yamamoto, 1997).

3.6.2 Denyut jantung

Pengamatan denyut jantung broiler dilakukan pada umur 16 dan 24 hari diukur pada pukul 13.00 -- 14.00 WIB dengan cara menempelkan stetoskop pada bagian dada broiler, sehingga terdengar denyut jantungnya selama 1 menit kemudian


(31)

24 dicatat hasilnya. Alat yang digunakan adalah stetoskop,counter number, dan

stopwatch.

3.6.3 Suhu rektal

Pengamatan suhu rektal broiler dilakukan pada umur 16 dan 24 hari diukur pada pukul 13.00 -- 14.00 WIB dengan thermometer digital. Thermometer digital

dimasukkan ke dalam rektum sedalam ±1/3 bagian thermometer sampai berbunyi dan dicatat hasilnya.


(32)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian kunyit dan temulawak pada broiler umur 16 dan 24 hari tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.

5.2 Saran

Diharapkan ada penelitian lanjutan tentang tingkat konsentrasi kunyit dan

temulawak serta pola pemberiannya untuk meningkatkan respon fisiologis broiler.


(33)

38

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. 2009. Fisiologis Pertumbuhan Ternak. Universitas Andalas. Padang Aengwanich, W. and O. Chinrasri. 2002. Effect of Heat Stress on Body

Temperature and Hematological Parameters in Male Layers. Thai. J. Physiol. Sci. 15 : 27 -- 33

Afifah, E. dan T. Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak : Rimpang Penyembuhan Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta

Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke- 18. Kanisius. Jakarta

Antony, S., R. Kuttan, and G. Kuttan. 1999. Immunomodulatory Activity of Curcumin. Immunol Invest. Sci. 28 : 291 -- 303

Aruoma, O.I. 1999. Free Radicals, Antioxidants and International Nutrition. Asia Pacific. J. Clin.Nutr. 8 : 53 -- 63

Asghari, G.A., Mostajeran, and M. Shebli. 2009. Curcuminoid and Essential Oil Components of Turmeric at Different Stages of Growth Cultivated in School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Isfahan University of Medical Sciences. Isfahan. Iran

Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand Reinnold Co. New York

Bartholomew, G.A. 1977. Homeostatis in The Desert Environment Homeostatis and Feedback Mechanism. Cambridge University Press. Cambridge

Bligh. 1985. Thermalphsiology. In: Yousef, M.K. Stress Physiology in Livestock. Vol. III. CRC. Yogyakarta

Borges, S.A., F.A.V. Da Silva, A. Maiorka, D.M. Hooge, and K.R. Cummings. 2004. Effects of Diet and Cyclic Daily Heat Stress on Electrolyte, Nitrogen and WaterIntake, Excretion and Retention by Colostomized Male Broiler Chickens. J. Poult. Sci. 3 (5) : 313 -- 321


(34)

39 Charles, D.R. 1981. Practical Ventilation and Temperature Control for Poultry, in Environmental Aspects of Housing for Animal Production. by J.A. Clark. University of Nottingham

Esmay, M. L. 1978. Principles of Animal Enviroment. Avi Publishing Company. Wesport

Fahrurozi, N. 2013. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Temulawak Melalui Air Minum Terhadap Gambaran Darah Pada Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Farrel, D.J. 1979. Pengaruh dari Suhu Tinggi Terhadap Kemampuan Biologis dari Unggas. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan I. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Ternak. Ciawi. Bogor

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Ganong, W.F. 1983. Review of Medical Physiology. San Fransisco

Gunawan, S. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengaman Sosial. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Guyton, A.C . 1983 . Fisiologi Kedokteran. Edisi 5. EGC. Jakarta

Hartono, M., S. Suharyati, dan P.E. Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Haryadi. 1995. Pengaruh Amonia Terhadap Kesehatan Hewan. Poultry Indonesia, Majalah Ekonomi Indonesia dan Teknologi Perunggasan Populer. GPPU. Jakarta

Haryono, B. 1978. Hematologi Klinik. Bagian Kimia Medik Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Jitoe, A.T., I.G.P. Masuda, D.N. Tengah, I.W. Suprapta, N. Gara, and Nakatani. 1992. Antioxidant Activity of Tropical Ginger Extracts Analysis of The

Contained Curcuminoids. J. Agric Food Chem. Sci. 40 : 1337 -- 1340

Kariyadi. 1998. Suplemen Untuk Siapa? http://www.indomedia.com. Diakses tanggal 19 April 2013

Kasip, L.M. 1995. Kemampuan Kerja, Dinamika Fisiologis, dan Metabolit Darah Sapi Bali Betina Dalam Mengolah Lahan Pertanian Berdasarkan Lebar Mata Bajak. Tesis S2. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta

Miller, J.K, E.B.Slebodzinska and F.C. Madsen. 1993. Oxidative Stress, Antioxidant, and Animal Function. J. Dairy. Sci. 76 : 2812 -- 2823


(35)

40 Naseem, M.T., S. Yunus, Z. Iqbal Ch., A. Ghafoor, A. Aslam, and S. Akhter. 2005. Effect of Pottasium Choride and Sodium Bicarbonate Supplem entation on Thermotolerance of Broiler Exposed to Heat Stress. Int. J. Poult. Sci.

4 (11) : 891 -- 895

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Van Nostrand Rainhold. New York

Okolwski, A. 2005. Patho-Physiology of Heart Failure in Broiler Chikens : Structural Biochemical and Molecular Symposium : Metabolic and

Cardoivasculer in Poultry Nutrisional and Physiological Aspects. J. Poult. Sci. 142

PT. Charoen Pokphand Indonesia. 2013. Pakan Komplit Butiran Masa Awal Ayam Pedaging. Lampung

PT. Vista Grain. 2013. Pakan Komplit Butiran Masa Akhir Ayam Pedaging. Lampung

Pudji, A., B. Dzulkarnain, Nuratmi, dan Budi. 1988. Toksisitas Akut (LD50) dan Pengaruh Beberapa Tanaman Obat Terhadap Mencit Putih. Cermin Dunia

Kedokteran. 53 : 44 -- 47

Purwanti, S. 2008. Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak, dan Status Kesehatan Broiler. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE. Yogyakarta

Rostiana dan Raharjo. 2003. Standar Prosedur Operasional Budidaya Temulawak. http:// typecat.com. Diakses tanggal 30 Desember 2012

Sidik, M.W., Mulyono, dan A. Muhtadi. 1992. Temulawak (Curcuma

Xanthorriza Roxb). Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica. Jakarta

. 1995. Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb). Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica. Jakarta

Smith, B.J. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Cobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan. Cetakan I. Balai Pustaka. Jakarta


(36)

41 Steel, C.J. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Gramedia. Jakarta

Sturkie, P.D. 1986. Avian Physiology. Third Edition. Spinger Verlag. New York

Sujatmiko, W. 2006. Pengaruh Level Pemberian Kombinasi Air Rebusan Kunyit dan Daun Sirih Melalui Air Minum Terhadap Retensi Bahan Kering, Bahan Organik, dan Kecernaan Lemak Pada Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sumaryadi, M.Y. dan I. Budiman. 1986. Fisiologi Guna Laksana Lingkungan. Diktat Fakultas Peternakan. Unsud. Purwokerto

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta

Supriyanto, A. 2004. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Daun Sirih serta Kombinasinya Melalui Air Minum Terhadap Pertumbuhan Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Suwiyah, A. 2005. Pengaruh Perlakuan Bahan dan Jenis Pelarut Yang Digunakan Pada Pembuatan Temulawak Instan Terhadap Rendaman dan Mutunya. Skripsi. IPB. Bogor

Tantalo, S. 2009. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler Yang Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Tarmudji. 2004. Mendeteksi Munculnya Ayam Kerdil. Tabloid Sinar Tani (7 Juli 2004). Jakarta

Unandar, T. 2003. Ada Apa dengan Broiler. Makalah disampaikan dalam temu Plasma Pintar. Bandar Lampung

Venkatesan, P., M.K. Unnikrishnan, and S.M. Kumar. 2003. Effect Of Curcumin Analogues On Oxidation Of Haemoglobin and Lysis Of Erythrocytes. J. Sci. 84 : 74 -- 78

Webster and Wilson. 1980. Breed Differences in Heat Tolerance of Day Old Baby Chick. J. Poult. Sci. 3 (1) : 25

Yamazaki, Mikio, Maebayashi, Yukio, Iwase, Nobuhisa, Kaneko, and Toshiyuki. 1987. Studies on Pharmacologically Active Principles From Indonesian Crude Drugs. I. Principle Prolonging Pentobarbital Induced Sleeping Time From Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Chemical and Pharmaceutical Bulletin. Sci. 35 (8) : 3298 -- 3300


(37)

42 Yamazaki, Mikio, Maebayashi, Yukio, Iwase, Nobuhisa, Kaneko, and Toshiyuki. 1988. Studies on Pharmacologically Active Principles From Indonesian Crude Drugs. II. Principle Prolonging Pentobarbital Induced Sleeping Time Fom

Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Chemical and Pharmaceutical Bulletin. Sci. 36 (6): 2070 -- 2074

Yoshikawa, T. and Y. Naito. 2002. What Is Oxidative Stress ?. J. Maj. 45 : 271 -- 276

Yuwanta, T. 2000. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta

Zhou, W.T. and S. Yamamoto. 1997. Effect of Environmentel Temperatur and Heat Production Due to Food Intake on Abdominal Temperatur, Shank Skin Temperatur and Respiration Rate of Broiler. J. Diary. Sci. 38 : 107 --114


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian kunyit dan temulawak pada broiler umur 16 dan 24 hari tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.

5.2 Saran

Diharapkan ada penelitian lanjutan tentang tingkat konsentrasi kunyit dan

temulawak serta pola pemberiannya untuk meningkatkan respon fisiologis broiler.


(2)

38

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. 2009. Fisiologis Pertumbuhan Ternak. Universitas Andalas. Padang Aengwanich, W. and O. Chinrasri. 2002. Effect of Heat Stress on Body

Temperature and Hematological Parameters in Male Layers. Thai. J. Physiol. Sci. 15 : 27 -- 33

Afifah, E. dan T. Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak : Rimpang Penyembuhan Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta

Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke- 18. Kanisius. Jakarta

Antony, S., R. Kuttan, and G. Kuttan. 1999. Immunomodulatory Activity of Curcumin. Immunol Invest. Sci. 28 : 291 -- 303

Aruoma, O.I. 1999. Free Radicals, Antioxidants and International Nutrition. Asia Pacific. J. Clin.Nutr. 8 : 53 -- 63

Asghari, G.A., Mostajeran, and M. Shebli. 2009. Curcuminoid and Essential Oil Components of Turmeric at Different Stages of Growth Cultivated in School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Isfahan University of Medical Sciences. Isfahan. Iran

Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand Reinnold Co. New York

Bartholomew, G.A. 1977. Homeostatis in The Desert Environment Homeostatis and Feedback Mechanism. Cambridge University Press. Cambridge

Bligh. 1985. Thermalphsiology. In: Yousef, M.K. Stress Physiology in Livestock. Vol. III. CRC. Yogyakarta

Borges, S.A., F.A.V. Da Silva, A. Maiorka, D.M. Hooge, and K.R. Cummings. 2004. Effects of Diet and Cyclic Daily Heat Stress on Electrolyte, Nitrogen and WaterIntake, Excretion and Retention by Colostomized Male Broiler Chickens. J. Poult. Sci. 3 (5) : 313 -- 321


(3)

39 Charles, D.R. 1981. Practical Ventilation and Temperature Control for Poultry, in Environmental Aspects of Housing for Animal Production. by J.A. Clark. University of Nottingham

Esmay, M. L. 1978. Principles of Animal Enviroment. Avi Publishing Company. Wesport

Fahrurozi, N. 2013. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Temulawak Melalui Air Minum Terhadap Gambaran Darah Pada Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Farrel, D.J. 1979. Pengaruh dari Suhu Tinggi Terhadap Kemampuan Biologis dari Unggas. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan I. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Ternak. Ciawi. Bogor

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Ganong, W.F. 1983. Review of Medical Physiology. San Fransisco

Gunawan, S. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengaman Sosial. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Guyton, A.C . 1983 . Fisiologi Kedokteran. Edisi 5. EGC. Jakarta

Hartono, M., S. Suharyati, dan P.E. Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Haryadi. 1995. Pengaruh Amonia Terhadap Kesehatan Hewan. Poultry Indonesia, Majalah Ekonomi Indonesia dan Teknologi Perunggasan Populer. GPPU. Jakarta

Haryono, B. 1978. Hematologi Klinik. Bagian Kimia Medik Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Jitoe, A.T., I.G.P. Masuda, D.N. Tengah, I.W. Suprapta, N. Gara, and Nakatani. 1992. Antioxidant Activity of Tropical Ginger Extracts Analysis of The

Contained Curcuminoids. J. Agric Food Chem. Sci. 40 : 1337 -- 1340

Kariyadi. 1998. Suplemen Untuk Siapa? http://www.indomedia.com. Diakses tanggal 19 April 2013

Kasip, L.M. 1995. Kemampuan Kerja, Dinamika Fisiologis, dan Metabolit Darah Sapi Bali Betina Dalam Mengolah Lahan Pertanian Berdasarkan Lebar Mata Bajak. Tesis S2. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta

Miller, J.K, E.B.Slebodzinska and F.C. Madsen. 1993. Oxidative Stress, Antioxidant, and Animal Function. J. Dairy. Sci. 76 : 2812 -- 2823


(4)

40 Naseem, M.T., S. Yunus, Z. Iqbal Ch., A. Ghafoor, A. Aslam, and S. Akhter. 2005. Effect of Pottasium Choride and Sodium Bicarbonate Supplem entation on Thermotolerance of Broiler Exposed to Heat Stress. Int. J. Poult. Sci.

4 (11) : 891 -- 895

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Van Nostrand Rainhold. New York

Okolwski, A. 2005. Patho-Physiology of Heart Failure in Broiler Chikens : Structural Biochemical and Molecular Symposium : Metabolic and

Cardoivasculer in Poultry Nutrisional and Physiological Aspects. J. Poult. Sci. 142

PT. Charoen Pokphand Indonesia. 2013. Pakan Komplit Butiran Masa Awal Ayam Pedaging. Lampung

PT. Vista Grain. 2013. Pakan Komplit Butiran Masa Akhir Ayam Pedaging. Lampung

Pudji, A., B. Dzulkarnain, Nuratmi, dan Budi. 1988. Toksisitas Akut (LD50) dan Pengaruh Beberapa Tanaman Obat Terhadap Mencit Putih. Cermin Dunia

Kedokteran. 53 : 44 -- 47

Purwanti, S. 2008. Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak, dan Status Kesehatan Broiler. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE. Yogyakarta

Rostiana dan Raharjo. 2003. Standar Prosedur Operasional Budidaya Temulawak. http:// typecat.com. Diakses tanggal 30 Desember 2012

Sidik, M.W., Mulyono, dan A. Muhtadi. 1992. Temulawak (Curcuma

Xanthorriza Roxb). Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica. Jakarta

. 1995. Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb). Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica. Jakarta

Smith, B.J. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Cobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan. Cetakan I. Balai Pustaka. Jakarta


(5)

41 Steel, C.J. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Gramedia. Jakarta

Sturkie, P.D. 1986. Avian Physiology. Third Edition. Spinger Verlag. New York

Sujatmiko, W. 2006. Pengaruh Level Pemberian Kombinasi Air Rebusan Kunyit dan Daun Sirih Melalui Air Minum Terhadap Retensi Bahan Kering, Bahan Organik, dan Kecernaan Lemak Pada Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sumaryadi, M.Y. dan I. Budiman. 1986. Fisiologi Guna Laksana Lingkungan. Diktat Fakultas Peternakan. Unsud. Purwokerto

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta

Supriyanto, A. 2004. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Daun Sirih serta Kombinasinya Melalui Air Minum Terhadap Pertumbuhan Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Suwiyah, A. 2005. Pengaruh Perlakuan Bahan dan Jenis Pelarut Yang Digunakan Pada Pembuatan Temulawak Instan Terhadap Rendaman dan Mutunya. Skripsi. IPB. Bogor

Tantalo, S. 2009. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler Yang Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Tarmudji. 2004. Mendeteksi Munculnya Ayam Kerdil. Tabloid Sinar Tani (7 Juli 2004). Jakarta

Unandar, T. 2003. Ada Apa dengan Broiler. Makalah disampaikan dalam temu Plasma Pintar. Bandar Lampung

Venkatesan, P., M.K. Unnikrishnan, and S.M. Kumar. 2003. Effect Of Curcumin Analogues On Oxidation Of Haemoglobin and Lysis Of Erythrocytes. J. Sci. 84 : 74 -- 78

Webster and Wilson. 1980. Breed Differences in Heat Tolerance of Day Old Baby Chick. J. Poult. Sci. 3 (1) : 25

Yamazaki, Mikio, Maebayashi, Yukio, Iwase, Nobuhisa, Kaneko, and Toshiyuki. 1987. Studies on Pharmacologically Active Principles From Indonesian Crude Drugs. I. Principle Prolonging Pentobarbital Induced Sleeping Time From Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Chemical and Pharmaceutical Bulletin. Sci. 35 (8) : 3298 -- 3300


(6)

42 Yamazaki, Mikio, Maebayashi, Yukio, Iwase, Nobuhisa, Kaneko, and Toshiyuki. 1988. Studies on Pharmacologically Active Principles From Indonesian Crude Drugs. II. Principle Prolonging Pentobarbital Induced Sleeping Time Fom

Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Chemical and Pharmaceutical Bulletin. Sci. 36 (6): 2070 -- 2074

Yoshikawa, T. and Y. Naito. 2002. What Is Oxidative Stress ?. J. Maj. 45 : 271 -- 276

Yuwanta, T. 2000. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta

Zhou, W.T. and S. Yamamoto. 1997. Effect of Environmentel Temperatur and Heat Production Due to Food Intake on Abdominal Temperatur, Shank Skin Temperatur and Respiration Rate of Broiler. J. Diary. Sci. 38 : 107 --114