KOMBINASI VERMIKULIT DAN PASIR SEBAGAI MEDIA UNTUK MEMRODUKSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR PADA TANAMAN INANG JAGUNG (Zea mays L.) DAN KUDZU (Pueraria javanica Benth.)

ABSTRAK

KOMBINASI VERMIKULIT DAN PASIR SEBAGAI MEDIA UNTUK
MEMRODUKSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR
PADA TANAMAN INANG JAGUNG (Zea mays L.)
DAN KUDZU (Pueraria javanica Benth.)
Oleh
Lugito

Produksi mikoriza sangat dipengaruhi oleh tanaman inang dan media tanam yang
digunakan. Sehingga, diperlukan adanya penentuan kombinasi media tanam serta
jenis tanaman inang yang digunakan agar mikoriza dapat berkembang dengan baik
dan selanjutnya produksi spora juga dapat meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menentukan jenis tanaman inang yang terbaik
dalam memroduksi FMA, (2) Menentukan media yang paling sesuai untuk
memroduksi FMA, (3) Mengetahui apakah jenis tanaman inang menentukan
kombinasi media tanam yang terbaik untuk memroduksi FMA serta (4) Mengetahui
media tanam terbaik untuk memroduksi FMA pada masing-masing tanaman inang.

Lugito


Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada Bulan Desember 2014 sampai Maret
2015. Penelitian ini diterapkan dalam rancangan perlakuan faktorial (2x6) dengan 5
ulangan. Faktor pertama adalah jenis tanaman inang (T) yaitu jagung (Zea mays L.)
(t1) dan kudzu (Pueraria javanica) (t2). Sedangkan faktor kedua adalah kombinasi
media tanam yaitu vermikulit dan pasir (M) dengan menggunakan perbandingan
volume yaitu : 0% pasir dan 100% vermikulit (m1), 20% pasir dan 80% vermikulit
(m2), 40% pasir dan 60% vermikulit (m3), 60% pasir dan 40% vermikulit (m4), 80%
pasir dan 20% vermikulit (m5) serta 100% pasir dan 0% (m6) vermikulit. Setiap
satuan percobaan diterapkan pada petak percobaan menurut Rancangan Kelompok
Teracak Sempurna (RKTS). Kehomogenan ragam antarperlakuan diuji dengan uji
Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan uji Tukey, pemisahan nilai tengah
dilakukan dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman inang yang paling baik digunakan
dalam memroduksi FMA adalah tanaman inang jagung sedangkan media tanam yang
paling sesuai untuk memroduksi FMA adalah 100% vermikulit dan campuran 20%
pasir dan 80% vermikulit. Jenis tanaman inang tidak menentukan media tanam yang
terbaik dalam memroduksi FMA. Produksi FMA tertinggi terdapat pada media 100%

vermikulit (m1) dan campuran 20% pasir dan 80% vermikulit (m2) yaitu sebanyak
285 spora/25 ml media dan 211 spora/25 ml media.

KOMBINASI VERMIKULIT DAN PASIR SEBAGAI MEDIA UNTUK
MEMRODUKSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR
PADA TANAMAN INANG JAGUNG (Zea mays L.)
DAN KUDZU (Pueraria javanica Benth.)

Oleh
LUGITO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

Judul Skripsi

Kombinasi Vermikulit dan Pasir SebagaiMcdia
untuk Memroduksi Fungi Mikoriza Arbuskular
pada Tanaman Inang Jagung (Zea mays L.) dan
Kudzu (Pueraria j avanica Benth.)

NamaMahasiswa

Lugito

Nomor Pokok Mahasiswa

ttt4r2rr22

Jurusan


Agroteknologi

Fakultas

Pertanian

MEIYYETUJTII
l.KomisiPembimbins

A. SyamsulArif., M.Sc., Ph.D.
NIP 19660304t990t2200r

198503
1 004
NrP 19610419

2. Ketua JurusanAgroteknologi

Dr.Ir Kuswanta F. Hidayat, M.P.

198902 r 002
NrP 19641118

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua

: Ir. Maria Viva Rini, M.Agr.Sc.,*O.@--

Sekretaris

: Ir. M. A. Syamsul Arif,

Penguji

M

BukanPembimbing: Dr. Ir. AgusKaryanto,M.Sc. ( ?U-


ffii:Jiffi
EsgU
l.#j?l.>

"Jffii0r,

. Wan Abbas Zakaria. M.S.

198702
I 001

TanggalLulus {dian Skripsi : 13 Oktober2015

STTRATPERNYATAAI\

Sayayang bertandatangandi bawahini, menyatakanbahwaskripsi sayayang
berjudul, o'Kombinasi Vermikulit dan Pasir SebagaiMedia untuk Memroduksi
Fungi Mikoriza Arbuskular pada Tanaman Inang Jagung (Zea mays L.) dan
Kttdzn.(Pueraria jovanicaBenth.)" merupakanhasil karya sayasendiri dan bukan

hasil karya orang lain. Semuahasil yang tertuangdalamskripsi ini telah mengikuti
kaidahpenulisankarya ilmiah UniversitasLampung. Apabila di kemudianhari
terbukti bahwaskripsi ini merupakanhasil salinanataudibuat oleh orang lain,
maka sayabersediamenerimasanksi denganketentuanakademikyang berlaku.

NP M. I I I 4 I 2 I T Z 2

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarjaya pada tanggal 28 Maret 1993, putra ke 6 dari 6
bersaudara dari pasangan Bapak Sujilo (Rahimahullah) dan Ibu Haryanti.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak – Kanak Pertiwi Bandarjaya pada
tahun 1999, Sekolah Dasar Negeri 3 Bandarjaya pada tahun 2005, Sekolah Menengah
Pertama Negeri 3 Terbanggi Besar pada tahun 2008, dan di Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Seputih Agung pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar
sebagai mahasiswa di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Lampung melalui Jalur Penerimaan Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruaan Tinggi
Negeri (SNMPTN) Undangan Bidik Misi.

Pada Tahun 2014, penulis melaksanakan Praktik Umum di Pusat Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia (PPBPI) Bogor, Jawa Barat. Pada Februari
sampai Maret 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Labuhan Makmur, Kecamatan Way Serdang, Kabupaten Mesuji. Penulis pernah
menjadi asisten dosen mata kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah pada tahun 2012 dan
2013, Pengelolaan Kesuburan Tanah pada tahun 2013 dan Teknologi Benih pada
tahun 2014 serta Produksi Tanaman Ubi dan Kacang pada tahun 2014. Pada tahun
2013 penulis menjadi Mentor Fisika Dasar dan Koordinator Filma (Forum Ilmiah

Mahasiswa) Fakultas Pertanian pada tahun 2012-2014. Penulis juga menjadi Tutor
BBQ Fakultas Pertanian. Pada tahun 2013/2014 penulis juga aktif di organisasi
internal kampus yaitu di UKMF FOSI FP dan UKMU Birohmah. Pada tahun
akademik 2014/2015 penulis aktif di MITI-KM(Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog
Indonesia Klaster Mahasiswa) dan IMMPERTI BPW II Sumbagsel (Ikatan
Mahasiswa Muslim Pertanian Indoneisa). Penulis juga aktif di Komunitas Sahabat
Pulau Lampung. Penulis juga pernah menjadi pendamping program Upaya Khusus
(UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (PAJALE) di Kabupaten
Tanggamus dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2015.

Wahai orang – orang yang beriman! Jika kamu menolong agama ALLAH, niscaya
Dia akan menolong mu dan meneguhkan kedudukan mu”

(QS. Muhammad [47]:7)

“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan
berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan ALLAH. Yang demikian itu adalah
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
(QS. AT – Taubah [9]: 41)

“Barang siapa bertakwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan jalan keluar
baginya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka, dan barang siapa
yang bertawakkal kepada Allah maka cukuplah Allah baginya, Sesungguhnya Allah
melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk setiap sesuatu kadarnya”
(Q.S. Ath-Thalaq [65]: 2-3)

Teruntuk:

“Bapak Sujilo (Rahimahulloh) dan Ibu Haryanti yang tersayang”

SANWACANA

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sanjung

agungkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang selalu istiqomah dalam
mensyiarkan ajaran Islam sampai akhir hayatnya. Dengan selesainya skripsi ini,
penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1.

Ibu Ir. Maria Viva Rini, M.Agr.Sc., Ph.D., selaku pembimbing pertama, atas
segala bimbingan, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan studi di
Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung.

2.

Bapak Ir. M. A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing kedua atas
saran dan kritik yang membangun selama penulis melakukan penulisan skripsi.

3.

Bapak Dr. Ir. Agus Karyanto, M.Sc., selaku penguji atas segala saran dan nasehat
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.


4.

Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.

5.

Bapak Dr. Agustiansyah, S.P., M.Si., selaku dosen pemimbing akademik atas
segala bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan studi di
Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung.

6.

Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku ketua Jurusan Agroteknologi.

7.

Kak Robi Maryadi, Kak Solikhin, Kak Yusman Zamzani dan Bapak Suprihatin
Ali, S.Sos, M.Si selaku murobbi atas nasehat, arahan, kritikan dan materi –
materi yang telah diberikan pada penulis.

8.

Kedua Orang tua, kakak dan adik penulis tercinta, terima kasih atas kasih sayang,
doa, dukungan dan perhatian mereka selama ini.

9.

Sahabat-sahabat terbaik “The Great Team of 1415” yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang selalu mendukung penulis agar selalu semangat.

10. Teman-teman dan Teknisi Laboratorium : Mba Anggun Dewi P.S, S.P., Mba
Reta R, S.P. dan Mba Nofri, S.P., Rahmad Saputra, Lita Andryyani, Usnaqul
Efriyani, Anggun Fiolita, Desna Herawati dan Mei Faria atas kebersamaan,
dukungan dan bantuan kepada penulis selama penelitian.
11. Keluarga Besar Agroteknologi Tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014 atas bantuan
dan kebersamaannya.
12. Keluarga besar UKMF FOSI FP 2012/2013 dan 2013/2014 dan Birohmah Unila
2014/2015 serta MITI-KM 2014/2015 yang selalu mengingatkan penulis agar
selalu mendekatkan diri pada Allah SWT.
13. Pihak – pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala bantuan dan
dukungan selama penyelesain skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 26 Oktober 2015
Penulis
Lugito
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Struktur hifa eksternal dalam tanah …………………………………

6

2. Penetrasi FMA pada sel tanaman ……………………………………

18

3. Cara inokulasi spora FMA dan penanaman
tanaman inang ……………………………………………………….

26

4. Tata letak tanaman dan media tanam
(vermikulit dan pasir) di rumah kaca ………………………………..

27

5. Spora FMA yang diproduksi di dalam akar tanaman (jenis Glomus sp.)

41

6. Infeksi akar yang di dominasi oleh munculnya berbagai
bentuk vesikel di dalam akar tanaman jagung (A) dan kudzu (B)…...

42

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Berat jenis dan porositas beberapa media
tumbuh tanaman …………………………………………………...........

20

2. Perlakuan media tanam yang terdiri dari enam
perbandingan volume (v/v) pasir dan vermikulit ……….……………....

24

3. Rekapitulasi analisis ragam data penlitian ………………………….…..

31

4. Pengaruh jenis tanaman inang dan kombinasi
media tanam dalam memroduksi spora …………………………….…...

32

5. Pengaruh interaksi jenis tanaman inang dan kombinasi
media tanam terhadap bobot kering akar tanaman ………..………....….

34

6. Pengaruh jenis tanaman inang dan kombinasi media
tanam terhadap bobot kering tajuk tanaman …………………….......…..

35

7. Pengaruh jenis tanaman inang dan kombinasi media
tanam dalam infeksi akar tanaman ………………………………...…….

36

8. Data jumlah spora FMA pada tanaman Jagung dan
Pueraria javanica (ml) …………………………………………..………

51

9. Data bobot sampel media tanam …………………….……….………..…

52

10. Data jumlah spora FMA pada tanaman Jagung dan
Pueraria javanica (gram) ……………………………….…….…………

53

√ X+0,5

√ X−0,5

dilanjutkan
11. Data transformasi
jumlah spora FMA pada tanaman Jagung dan
Pueraria javanica …………………………………………….…….…….

54

12. Analisis ragam jumlah spora FMA pada tanaman Jagung
dan Pueraria javanica ………………………………………………….....

54

13. Data bobot kering akar tanaman Jagung dan
Pueraria javanica ……………………………………………...……....…..

55

√ X+0,5

√ X−0,5

14. Data transformasi
dilanjutkan
bobot kering akar tanaman Jagung dan
Pueraria javanica ………………………………………………………....

56

15. Analisis ragam bobot kering akar tanaman Jagung dan
Pueraria javanica ………………………………………………………....

56

16. Data bobot kering tajuk tanaman Jagung dan
Pueraria javanica …………………………………………….………..…

57

17. Analisis ragam bobot kering tajuk tanaman Jagung
dan Pueraria javanica …………………………………………...........….

57

18. Data Persen Infeksi akar tanaman Jagung dan
Pueraria javanica ………………………………………………...…..…..

58

19. Analisis ragam persen infeksi akar tanaman Jagung dan
Pueraria javanica ………………………………………………………...

58

20. Hasil analisis media tanam yang digunakan dalam percobaan
kombinasi media tanam dalam memroduksi spora FMA
dengan jenis tanaman yang berbeda ………………………………….…..

59

21. Tabel hasil analisis pH media tanam pasir dan vermikulit …………….…

59

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR GAMBAR ……………………………………..…………...…..

iv

DAFTAR TABEL …………………….………………….………………

vi

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah ………………………….…..……….......

1

1.2 Tujuan Penelitian ………………………………………….…..……….

4

1.3 Landasan Teori ……………………………………………….…..……

5

1.4 Kerangka Pemikiran ………………………………………….…...……

10

1.5 Hipotesis ……………………………………………………..……..…..

13

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mikoriza …………………………………………………..

14

2.2 Pengelompokkan Mikoriza …………………………………….……..

14

2.3 Sifat-sifat FMA …………………………….…………………………

15

2.3.1 Vesikular ………………………………………………..………………..
2.3.2 Arbuskular ……………………………………………..………………...
2.3.3 Spora ………………………………………………………..…………....

15
16
16

2.4 Manfaat Mikoriza …………………………………………….……….

17

2.5 Infektivitas mikoriza pada tanaman ……….………………….……....

18

2.6 Peran Media Tanam ……………………….….…………………........

18

2.7 Vermikulit dan Penggunaannya …………..……………………….….

19

2.8 Pasir…………………………………………………………...…....…..

20

2.9 Morfologi tanaman jagung …………………………………...........…..

21

2.10 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung ………..………………………....….

21

2.11 Pueraria javanica Benth. …………………………………………......

22

III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………….………….…..………...

23

3.2 Bahan dan Alat …………………………………………………….…….

23

3.3 Metode Penelitian …………………………………………………...…..

24

3.4 Pelaksanaan Penelitian …………………………………………....…….

25

3.4.1 Persiapan Media Tanam …………………………………...…...
3.4.2 Penanaman dan Inokulasi Mikoriza ……………………………
3.4.3 Pemeliharaan …………………………………………………...

25
25
27

3.5 Pengamatan ……………………………………………………………..

28

3.5.1 Jumlah Spora …………………………………………………...
3.5.2 Persen Infeksi Akar …………………………………………….
3.5.3 Bobot kering tajuk ………………………………………………
3.5.4 Bobot Kering Akar …………………………….………………..

28
29
30
30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian …..…………………………………………..…………..

31

4.1.1 Jumlah spora ………………………………………………………..…
4.1.2 Bobot kering akar tanaman ……………………………………….....
4.1.3 Bobot kering tajuk …………………………………………………….
4.1.4 Persen infeksi akar ……………………………………………………

32
33
35
36

4.2 Pembahasan ………………………………………………………...…..

37

V. KESIMPULAN …………………...………………………………….....

46

PUSTAKA ACUAN ………………………………………………………..

47

LAMPIRAN ………………………………………………………………...

51

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah
Berbagai upaya perbaikan tanah ultisol yang mendominasi tanah di Indonesia
berupa konservasi tanah dan air secara fisik, kimia, dan biologi telah banyak
dilakukan. Sebagai upaya pelengkap dari usaha-usaha konservasi yang banyak
menarik minat peneliti adalah penggunaan pupuk hayati. Pemanfaatan fungi
mikoriza sebagai pupuk hayati diyakini mampu memperbaiki kondisi tanah dan
yang paling utama meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman.

Mikoriza adalah asosiasi mutualistik antara fungi tertentu dengan akar tanaman
yang membentuk struktur simbiotik. Melalui simbiosis dengan tanaman, mikoriza
berperan penting dalam pertumbuhan tanaman, perlindungan terhadap penyakit,
dan peningkatan kualitas tanah. Mikoriza juga merupakan jenis mikroba tanah
yang mempunyai kontribusi penting dalam kesuburan tanah dengan jalan
meningkatkan kemampuan tanaman dalam penyerapan unsur hara, seperti fosfat
(P), kalsium (Ca), natrium (N), mangan (Mn), kalium (K), magnesium (Mg),
tembaga (Cu), dan air. Hal ini disebabkan karena kolonisasi mikoriza pada akar
tanaman dapat memperluas bidang penyerapan akar dengan adanya hifa eksternal
yang tumbuh dan berkembang melalui bulu–bulu akar tanaman (Talanca, 2010).
Salah satu jenis mikoriza yang banyak dikembangkan adalah Fungi Mikoriza
Arbuskular (FMA). FMA merupakan fungi yang tidak bersekat dan

2

diklasifikasikan dalam Glomeromycota. Fungi Mikoriza Arbuskular memiliki
miselium luar yang longgar yang berfungsi memperluas hifa ke dalam tanah di
luar zona deplesi (Chatterjee et al., 2012). FMA termasuk golongan endomikoriza
merupakan fungi yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Sebagian fungi ini
membentuk vesikular dan arbuskular di dalam jaringan korteks akar tanaman
sehingga disebut juga dengan fungi mikoriza vesikular arbuskular.

FMA merupakan jenis mikoriza yang paling berlimpah pada hampir semua
komunitas terestrial alami dan membentuk asosiasi simbiosis obligat dengan
tumbuhan vascular. FMA mengambil peran dalam proses pemeliharaan ekosistim
dengan cara mendukung kemampuan tanaman dalam berbagai mekanisme;
melindungi tanaman inang dari pathogen tanah dan memperbaiki struktur tanah;
membantu penyerapan air dan nutrisi; meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk
dan pertumbuhan tanaman (Proborini et al., 2013).

Cara yang paling umum dipakai dalam memroduksi inokulan FMA adalah dengan
metode kultur pot yaitu FMA yang telah diketahui keefektifannya diinokulasikan
pada tanaman inang tertentu pada medium padat yang steril (Simanungkalit,
2004).

Menurut Suhardi (1989), media tanam yang baik digunakan dalam memroduksi
FMA adalah yang memiliki tekstur kasar, berpasir, dengan kapasitas tukar kation
yang tinggi yang mampu mengurangi tersedianya P. Selain itu, perlu adanya
pemilihan tanaman inang yang sesuai diantaranya adalah tanaman jagung (Zea
mays L.) dan kudzu (Pueraria javanica).

3

Pemilihan tanaman inang yang tepat perlu diperhatikan karena adanya interaksi
antara tanaman inang, jenis FMA, komposisi media dan iklim selama
pertumbuhannya. FMA dalam asosiasinya mempunyai kisaran inang yang sangat
luas, tetapi tingkat efektivitasnya berbeda. Beberapa jenis FMA tertentu
menunjukkan spesifikasi untuk memilih dan berasosiasi dengan suatu jenis
tanaman inang tertentu (Husna, 2004). Hoeksema et al. (2010) melaporkan
bahwa tanaman C4 cenderung lebih responsif terhadap infeksi FMA daripada
tanaman C3. Sebagai contoh, Pueraria javanica merupakan salah satu jenis
tanaman C3 sehingga lebih tahan terhadap kelembaban dan suhu rendah
dibandingkan dengan Sorghum ataupun jagung yang tergolong dalam kelompok
tanaman C4 yang cenderung menghendaki radiasi (intensitas) panas yang cukup
lama. Tanaman jagung serta Pueraria javanica dan zeolit merupakan tanaman
inang dan media tanam yang baik untuk FMA (Sulistyaningsih, 2003).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu dilakukan
suatu pendekatan berupa pengkayaan (enrichment) media tanam dengan tujuan
untuk meningkatkan produksi FMA. Salah satu media tanam yang dapat
digunakan untuk meningkatkan produksi inokulan mikoriza ini adalah vermikulit.
Vermikulit adalah media yang mengandung senyawa kalium dan magnesium.
Media ini mampu memegang banyak air dan membantu dalam drainase dan aerasi
tanah, meskipun kurang tahan lama dari beberapa media lain, seperti pasir dan
perlit (Hussain et al., 2014). Vermikulit termasuk phyllosilikat atau grup silikat
dari mineral-mineral yang dapat merangsang pertumbuhan maksimum akar.
Apabila vermikulit dicampur dengan tanah berpasir akan mengakibatkan tanah
pasir tersebut dapat menahan air dan udara yang dibutuhkan tanaman. Vermikulit

4

juga bersifat sangat ringan, mudah untuk ditangani dan bercampur dengan tanah,
gambut, pupuk, pestisida dan herbisida. Melalui sifat-sifat tersebut, pendekatan
yang diharapkan yaitu FMA mampu merespon media vermikulit sehingga
produksi FMA dapat meningkat.

Berdasarkan latar belakang dan masalah di atas, maka dilaksanakan suatu penelitian
untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan berikut.

1. Jenis tanaman inang manakah yang terbaik dalam memroduksi FMA?
2. Media manakah yang paling sesuai untuk memroduksi FMA?
3. Apakah jenis tanaman inang menentukan kombinasi media tanam yang terbaik
untuk memroduksi FMA?
4. Media tanam manakah yang menghasilkan produksi spora FMA tertinggi
untuk masing-masing tanaman inang?

1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan
penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Menentukan jenis tanaman inang yang terbaik dalam memroduksi FMA.
2. Menentukan media yang paling sesuai untuk memroduksi FMA.
3. Mengetahui jenis tanaman inang menentukan kombinasi media tanam yang
terbaik untuk memroduksi FMA.
4. Mengetahui media tanam yang menghasilkan produksi spora FMA tertinggi
untuk masing-masing tanaman inang.

5

1.3 Landasan Teori
Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah
dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut.

Penyediaan inokulum FMA dalam jumlah besar selalu menjadi kendala utama
dalam pemanfaatan FMA sebagai pupuk hayati di lapangan. Penyebab sulitnya
penyediaan FMA dalam jumlah banyak adalah karena fungi ini belum dapat
ditumbuhkan dalam kultur buatan. Salah satu cara perbanyakan FMA yang
banyak dilakukan adalah dengan menggunakan kultur pot (Suhardi, 1989).

Fungi Mikoriza Arbuskular membentuk spora di dalam tanah dan dapat
berkembang baik jika berasosiasi dengan tanaman inang. Asosiasi dimulai saat
hifa di dalam tanah merespons akar diikuti pertumbuhan hifa, membangun suatu
kontak dan tumbuh di sepanjang permukaan akar. Penetrasi akar dimulai dengan
pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal. Hifa eksternal
ini berasal dari spora yang berkecambah ataupun akar tanaman yang sudah
terinfeksi. Hifa FMA akan masuk ke dalam akar menembus atau melalui celah
antar sel epidermis, kemudian hifa aseptat akan tersebar baik secara interseluler
maupun intraseluler di dalam sel korteks sepanjang akar. Kadang terbentuk
jaringan hifa yang rumit di dalam sel-sel kortikal luar. Setelah proses-proses
tersebut berlangsung, selanjutnya terbentuk arbuskula, vesikel, dan akhirnya spora
(Brundrett et al., 1996).

Pada sistim perakaran yang terinfeksi fungi mikoriza akan muncul hifa eksternal
yang menyebar di sekitar rhizosfer dan berfungsi sebagai alat absorbsi unsur hara
dan air. Hifa eksternal ini berfungsi untuk memperluas sistim perakaran tanaman

6

yang digunakan untuk menyerap unsur hara dan air serta mampu melarutkan
fosfat dalam tanah yang semula berada dalam bentuk yang tidak dapat diserap
oleh akar tanaman (Brundrret, 2004).

Selain itu, hifa eksternal juga berfungsi untuk menghasilkan spora. Struktur hifa
eksternal dalam tanah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur hifa eksternal dalam tanah (Brundrret, 2004).
Proses infeksi akar oleh FMA dimulai dengan perkecambahan spora
menghasilkan hifa yang masuk ke dalam sel epidermis akar dan selanjutnya
berkembang secara interseluler dan intraseluler. Hifa intraseluler dapat
menembus sel korteks akar dan membentuk hifa gelung (arbuskular) di dalam sel
setelah hifa mengalami percabangan dikotomi berkali-kali dan akhirnya menjadi
masa protoplasma berbutir-butir dan bercampur dengan protoplasma sel inang.
Arbuskular berfungsi sebagai tempat terjadinya transfer hara dua arah antara fungi
dan inang (Harley dan Smith, 1983).

7

Faktor biotik dan abiotik dapat mempengaruhi perkembangan dan penyebaran
endomikoriza di alam (Smith dan Read, 1997). Faktor lingkungan abiotik
mencakup faktor fisika-kimia antara lain: periode musim, perbedaan tempat, suhu,
tekstur tanah, intensitas cahaya, kadar air tanah, bahan organik, dan ketersediaan
hara-mineral tanah (Sieverding, 1991). Faktor lingkungan biotik adalah
mikroorganisme tanah dan tanaman inang (Smith dan Read, 2008).

Pada faktor abiotik, perbedaan musim atau waktu (temporal) dan tempat (spatial)
dapat mempengarui persentasi kolonisasi hifa, pembentukan arbuskular,vesikel
endomikoriza pada akar-akar inangnya (Proborini, 1998; Reddy et al., 1998).
Menurut Oehl et al. (2006), eksplorasi spora dan jenis-jenis endomikoriza pada
tanah dan rhizosfer tanaman inang yang dilakukan pada waktu atau musim yang
berbeda akan memperlihatkan keberadaan atau kerapatan jumlah spora dan jenisjenis endomikoriza yang berbeda karena keberadaan jenis-jenis mikoriza di alam
sangat dipengaruhi oleh perbedaan musim, temperatur yang ekstrim (minus 5 oC
atau diatas 40 oC), banyak sedikitnya curah hujan dan tekstur tanah pada daerah
tersebut.

Perkembangan dan aktivitas fungi kelompok endomikoriza dipengaruhi oleh suhu
lingkungan. Menurut Smith et al. (2010), aktivitas dan perkecambahan spora
endomikoriza di daerah tropis relatif lebih tinggi dibandingkan daerah sub-tropis
karena daerah tropis memiliki kisaran suhu rata-rata diatas 28 0C dan
endomikoriza relatif lebih tahan pada suhu yang cukup tinggi (30 -38 0C).

8

Menurut Widiastuti ( 2004), pada tanah dengan kondisi pH rendah ( keadaan
asam) dapat menghambat hifa eksternal endomikoriza untuk dapat mengabsorbsi
P yang penting untuk germinasi spora mikoriza.

Intensitas cahaya yang tinggi, kekurangan nitrogen ataupun fosfor pada
level/konsentrasi sedang juga akan meningkatkan jumlah karbohidrat di dalam
akar sehingga tanaman lebih peka terhadap kolonisasi endomikoriza. Prosentase
kolonisasi yang tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan
rendah (Smith et al., 2010).

Jenis tanaman inang yang umum digunakan untuk memperbanyak spora adalah
tanaman semusim karena cepat tumbuh dan menghasilkan banyak akar serabut
dibanding tanaman perenial sehingga perbanyakan endomikoriza tidak
membutuhkan waktu lama (Widiastuti, 2004). Tanaman semusim seperti jagung
dan Shorgum merupakan inang sangat kompatibel dengan endomikoriza
(Simanungkalit, 2003; Hapsoh, 2008,) sehingga tanaman jagung dan shorgum
merupakan inang yang digunakan untuk perbanyakan spora endomikoriza
(Widiastuti, 2004).

Jenis tanaman yang berbeda akan menunjukkan reaksi yang berlainan terhadap
infeksi mikoriza dan secara tak langsung mempengaruhi perkembangan infeksi
dan kolonisasi fungi mikoriza yang selanjutnya akan memengaruhi produksi
spora. Perbedaan reaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh aras kepekaan tanaman
terhadap infeksi dan sifat ketergantungan tanaman pada mikoriza dalam serapan
hara terutama di tanah yang kekurangan P. Kedua sifat tersebut ada kaitannya

9

dengan tipe perakaran dan keadaan fisiologi atau perkembangan tanaman
(Sieverding, 1991).

Tanaman jagung merupakan inang yang cukup baik untuk perkembangan hifa
mikoriza, karena jagung mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih cepat, daya
adaptasi tinggi terutama di lahan kering, serta sistim perakaran yang banyak
(Sofyan, 2005).

Pueraria javanica merupakan tanaman penutup tanah dengan batang melilit atau
merambat. Tanaman ini memiliki perakaran yang dalam dan mampu membentuk
umbi, diameter pangkal batang bias mencapi 6 cm. Tanaman ini dimanfaatkan
sebagai tanaman pencegah erosi, sumber pupuk hijau, pemberantas alang-alang
dan pakan ternak (Purwanto, 2007).

Selain itu, pemilihan media tanam dalam produksi inokulum FMA juga
merupakan salah satu aspek paling penting dalam memperbanyak FMA (Menge,
1984). Menurut Suhardi (1989), media tanam yang baik digunakan adalah yang
memiliki tekstur kasar dan berpasir serta memiliki kapasitas tukar kation yang
tinggi yang mampu mengurangi tersedianya P.

Pasir telah digunakan secara luas sebagai media perakaran stek karena media ini
relatif murah, mudah tersedia dan bersih. Pasir tidak menyimpan kelembaban
sehingga membutuhkan frekuensi penyiraman yang lebih tinggi. Penggunaan
tunggal tanpa campuran dengan media lain membuatnya sangat kasar sehingga
tidak memberikan hasil yang baik (Hartmann dan Kester, 1983).

10

Vermikulit adalah media anorganik steril yang dihasilkan dari pemananasan
kepingan-kepingan mika serta mengandung kalium. Vermikulit dapat menyerap
cairan seperti herbisida, dan insektisida, yang kemudian dapat diangkut sebagai
padatan yang mengalir bebas (Harben dan Kuzvart, 1996). Pada sistim budidaya
tanaman, vermikulit memiliki sifat yang sangat baik untuk meningkatkan aerasi
tanah sementara tetap mempertahankan kelembaban dan nutrisi untuk akar dan
pertumbuhan maksimum. Vermikulit juga mengandung unsur seperti amonium,
kalium, kalsium dan magnesium sehingga dapat terus tersedia bagi pertumbuhan
tanaman.

1.4 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka
pemikiran untuk memberi penjelasan teoretis terhadap perumusan masalah.

Spora yang terdapat dalam inokulum FMA yang diaplikasikan ke tanaman inang
akan berkecambah dan mengeluarkan hifa yang kemudian masuk ke akar apabila
kondisi di daerah rhizosfer sesuai atau cocok bagi FMA. Kondisi di daerah
rhizosfer ditentukan oleh tanaman inang yang berhubungan dengan jumlah serta
jenis eksudat yang dikeluarkan akar tanaman.

Pada keadaan tidak adanya tanaman inang, hifa yang terbentuk dari spora sebelum
bersimbiosis berhenti tumbuh dan akhirnya mati. Jika ada akar tanaman inang,
fungi melalui hifanya akan kontak dengan tanaman inang dan memulai proses
simbiotik. Fungi menyempurnakan proses morfogenesis kompleks dengan
memroduksi hifa intraseluler, vesikula dan arbuskular. Hifa fungi akan

11

berkembang dalam jaringan korteks akar, bercabang-cabang diantara sel korteks
dan sebagian masuk ke dalam sel korteks. Hifa yang masuk ke dalam sel terus
bercabang secara dikotomi disebut sebagai arbuskular, sementara hifa yang
berkembang pada ruang antar sel ada yang menggelembung membentuk vesikular
yang berisi cadangan makanan berupa lemak dan dapat dipergunakan untuk
perkembangan FMA.

Selain berkembang di dalam akar, hifa juga ada yang berkembang di luar akar.
Hifa ini berfungsi untuk menyerap unsur hara dari tanah kemudian
ditranslokasikan melalui arbuskular yang merupakan tempat pertukaran unsur
hara dari FMA dengan senyawa organik yang bersumber dari tanaman inang.
Hifa di luar juga berfungsi sebagai organ reproduksi untuk menghasilkan spora.
Jenis tanaman yang berbeda akan menunjukkan reaksi yang berlainan terhadap
infeksi mikoriza dan secara tak langsung mempengaruhi perkembangan infeksi
dan kolonisasi fungi mikoriza yang selanjutnya akan memengaruhi produksi
spora. Perbedaan reaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh aras kepekaan tanaman
terhadap infeksi dan sifat ketergantungan tanaman pada mikoriza dalam serapan
hara terutama di tanah yang kekurangan P. Kedua sifat tersebut ada kaitannya
dengan tipe perakaran dan keadaan fisiologi atau perkembangan tanaman. Selain
itu juga keberhasilan infeksi mikoriza tergantung terhadap tanaman yang memiliki
perakaran yang banyak.

Tanaman jagung cenderung memiliki perakaran yang banyak dan berumur pendek
(± 3 bulan). Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan kelompok tanaman
penutup tanah atau LCC yaitu Pueraria javanica yang memiliki perakaran yang

12

cenderung lebih pendek dan berumur lebih panjang serta tidak sebanyak
kelompok tanaman graminae. Sehingga pendekatan morfologis ini dapat merujuk
bahwa semakin banyak dan luas perakaran tanaman inang maka daya infeksi
FMA akan semakin besar.

Selain itu, keefektifan perkembangan infeksi FMA juga ditentukan dengan jenis
media tanam yang digunakan. Media tanam yang baik adalah yang memiliki
tekstur kasar, berpasir, dengan kapasitas tukar kation yang tinggi yang mampu
mengurangi tersedianya fosfor (P). Jenis dan sifat media tanam berperan dalam
ketersediaan unsur hara dan air sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman. Perbedaan karakteristik media adalah dalam hal kandungan unsur
hara dan daya mengikat air yang tercermin pada porositas, kelembaban, dan
aerasi. Beberapa media tanam yang dapat digunakan adalah pasir dan vermikulit.
Pasir banyak digunakan secara luas sebagai media perbanyakan FMA karena
media ini relatif memiliki porositas yang tinggi. Akan tetapi pasir tidak
menyimpan kelembaban sehingga membutuhkan frekuensi penyiraman yang lebih
tinggi. Sehingga penggunaan tunggal tanpa campuran dengan media lain
membuatnya sangat kasar sehingga tidak memberikan hasil yang baik.

Vermikulit merupakan salah satu media tanam yang memiliki kemampuan
kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi, terutama dalam keadaan padat dan saat
basah. Vermikulit mampu menyerap air dalam jumlah banyak dengan cepat serta
mudah dikeringkan secara cepat. Sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan
volume, drainase dan aerasi dari media perakaran. Akan tetapi media ini memiliki
harga yang mahal.

13

Adanya perbedaan jenis dan sifat menurut keunggulan masing-masing media
tanam, kombinasi atau pencampuran dari masing-masing media tanam merupakan
metode yang tepat untuk menentukan kombinasi yang terbaik dalam mendukung
produksi FMA dan pertumbuhan tanaman inang. Diharapkan jenis media tanam
akan mampu mempercepat infeksi FMA pada perakaran tanaman inang jagung
dan kudzu.

Secara umum harga pasir cenderung lebih murah dibandingkan dengan vermikulit
yang lebih mahal akan tetapi memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini jelas
berbeda karena melihat dari komposisi penyusun serta bahan pembentuk masingmasing partikel. Sehingga, perlu adanya penelitian yang berkaitan dengan
menentukan kombinasi yang terbaik dari pasir dan vermikulit dalam memroduksi
mikoriza agar menjadi lebih efisien.

1.5 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang sudah dibuat, maka
dapat tentukan hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Tanaman jagung merupakan tanaman inang yang lebih baik dalam
memroduksi FMA.
2. Media tanam terbaik yang mampu memroduksi FMA terdapat pada vermikulit
100%.
3. Kombinasi media tanam yang terbaik untuk memroduksi FMA ditentukan
oleh jenis tanaman inang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Mikoriza
Mikoriza berasal dari bahasa Yunani yang secara harfiah berarti “fungi akar”
(mykos = miko= fungi dan rhiza = akar ) atau “fungi tanah” karena hifa dan
sporanya selalu berada di tanah terutama di areal rhizosfer tanaman (Mikola,
1980; Smith and Read, 1997). Asosiasi antara fungi mikoriza dengan tanaman
inang merupakan hubungan simbiosis mutualisme (Simanungkalit, 2003;
Brundrett et al., 2008). Simbiosis tersebut bermanfaat bagi keduanya, yaitu fungi
mikoriza memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dan
Karbon (C) dari tumbuhan, sebaliknya fungi melalui hifa eksternal yang
terdistribusi di dalam tanah dapat menyalurkan air, mineral dan hara tanah untuk
membantu aktivitas metabolisme tumbuhan inangnya (Brundrett et al., 2008;
Smith et al., 2010).

2.2. Pengelompokkan FMA
Berdasarkan struktur dan cara fungi menginfeksi akar, mikoriza dapat
dikelompokkan ke dalam tiga tipe yaitu ektomikoriza, endomikoriza dan
ektendomikoriza. Jenis ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang
terkena infeksi membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa
menjorok ke luar dan berfungsi sebagai alat yang efektif dalam menyerap unsur

15

hara dan air. Hifa fungi tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang di
antara dinding-dinding sel jaringan korteks membentuk struktur seperti pada
jaringan hartiq. Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) tergolong ke dalam tipe
endomikoriza yaitu memiliki jaringan hifa yang masuk kedalam sel korteks akar
dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesikular dan
sistim percabangan hifa yang disebut arbuskul. Sedangkan ektendomikoriza
merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya
antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq. Hifa dapat
menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya
terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini
sangat terbatas (Brundrett, 2004).

2.3 Sifat-sifat FMA
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) tergolong ke dalam tipe endomikoriza dan
mampu membentuk organ-organ khusus yaitu arbuskul, vesikular dan spora.

2.3.1 Vesikular
Vesikular merupakan struktur fungi yang berasal dari pembengkakan hifa internal,
berbentuk bulat telur yang berukuran 30-50 μm-sampai 80-100 μm dan berisi
banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpan cadangan makanan
dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk
mempertahankan kehidupan fungi. Jika suplai metabolik dari tanaman inang
berkurang, maka cadangan makanan itu akan digunakan oleh fungi sehingga
versikular mengalami degenerasi. Tipe FMA yang bervesikular memiliki fungsi
yang paling menonjol dari tipe fungi mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan

16

karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman,
sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan ketahanan tanaman
(Brundrett, 2004).
2.3.2 Arbuskular
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) di dalam akar membentuk struktur khusus
yang disebut arbuskular. Arbuskular merupakan hifa yang bercabang halus yang
dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai
pohon di dalam sel inang. Struktur ini mulai terbentuk 2-3 hari setelah infeksi,
dimulai dengan penetrasi cabang hifa lateral yang dibentuk oleh ekstraseluler dan
intraseluler ke dalam dinding sel inang (Brundrett, 2004).

Arbuskular merupakan percabangan hifa yang masuk ke dalam sel tanaman inang.
Dengan bertambahnya umur, arbuskular akan berubah menjadi suatu struktur
yang menggumpal dan cabang-cabang pada arbuskular tidak dapat dibedakan lagi.
Pada akar yang telah dikolonisasi oleh FMA dapat dilihat berbagai arbuskular
dewasa yang dibentuk berdasarkan umur dan letaknya. Arbuskular dewasa
terletak dekat pada sumber unit kolonisasi tersebut (Pattimahu, 2004).

2.3.3 Spora
Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara
tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis funginya.
Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung pada lingkungan seperti pH,
temperatur dan kelembaban tanah. Spora dapat hidup di dalam tanah sampai
beberapa tahun. Namun untuk perkembangan, FMA memerlukan tanaman inang.

17

Spora dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum digunakan lagi (Mosse,
1981). Ukuran spora fungi yaitu sekitar >35 sampai >500 μm. Karena ukurannya
yang cukup besar, maka spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah
dengan menyaringnya (Simanungkalit, 2004).
2.4 Manfaat Mikoriza
Sebagai mikroorganisme tanah, fungi mikoriza menjadi kunci dalam memfasilitasi
penyerapan unsur hara oleh tanaman (Suharno dan Sufati, 2009; Upadhayaya et
al., 2010). Peran mikoriza adalah membantu penyerapan unsur hara tanaman,
peningkatan pertumbuhan dan hasil produk tanaman. Mikoriza meningkatkan
pertumbuhan tanaman pada tingkat kesuburan tanah yang rendah, lahan
terdegradasi dan membantu memperluas fungsi perakaran dalam memperoleh
nutrisi (Garg dan Chandel 2010). Secara khusus, fungi mikoriza berperan penting
dalam meningkatkan penyerapan ion dengan tingkat mobilitas rendah, seperti
fosfat (PO43-) dan amonium (NH4+) (Suharno dan Santosa 2005) dan unsur hara
tanah yang relatif immobil lain seperti belerang (S), tembaga (Cu) dan juga Boron
(B). Mikoriza juga meningkatkan luas permukaan kontak dengan tanah, sehingga
meningkatkan daerah penyerapan akar hingga 47 kali lipat. Mikoriza tidak hanya
meningkatkan laju transfer nutrisi di akar tanaman inang, tetapi juga
meningkatkan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik (Smith dan Read,
2008). Mikoriza mampu membantu mempertahankan stabilitas pertumbuhan
tanaman pada kondisi tercemar (Khan, 2005).

18

2.5 Infektivitas mikoriza pada inang tanaman
Infektivitas diartikan sebagai daya fungi untuk menginfeksi dan mengkoloni akar
tanaman. Infektifitas dalam hal ini dinyatakan sebagai proporsi akar tanaman yang
terinfeksi (Nuhamara, 1994). Infektivitas mikoriza dipengaruhi spesies fungi,
tanaman inang, interaksi mikrobial, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi
antara fungi mikoriza yang disebut sebagai faktor biotik, dan faktor lingkungan
tanah yang disebut sebagai faktor abiotik (Solaiman dan Hirata, 1995). Proses
penetrasi FMA pada tanaman disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Penetrasi FMA pada sel tanaman (Dewi, 2007).

2.6 Peran Media Tanam
Media tanam merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting untuk
pertumbuhan agar tanaman mendapat unsur hara dan air. Media tanam yang
memenuhi syarat sangat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Jenis dan sifat media tanam berperan dalam ketersediaan unsur hara dan air
sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Perbedaan

19

karakteristik media adalah dalam hal kandungan unsur hara dan daya mengikat air
yang tercermin pada porositas, kelembaban, dan aerasi (Hardjanti, 2005).
Menurut Suhardi (1989), media tanam yang baik digunakan adalah yang memiliki
tekstur kasar, berpasir, dengan kapasitas tukar kation yang tinggi yang mampu
mengurangi tersedianya fosfor (P).
2.7 Vermikulit dan penggunaannya
Vermikulit adalah media anorganik steril yang dihasilkan dari pemananasan
kepingan-kepingan mika serta mengandung kalium. Vermikulit dapat
menurunkan berat jenis, dan meningkatkan daya serap air jika digunakan sebagai
campuran media tanaman sehingga mudah diserap oleh akar tanaman. Vermikulit
tersusun dari oksida-oksida Si, Al, Mg, sebagai pembentuk utamanya. Media
vermikulit juga memberikan kapasitas daya memegang air yang kuat dan
memberikan beberapa nutrisi hara yang dibutuhkan tanaman seperti magnesium
dan kalium. Media vermikulit ini mempunyai pH antara 6,5 – 7 dan steril
(Niemiera, 2007). Media ini mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi
sehingga media ini dapat mempertahankan hara, memperbaiki aerasi dan tidak
meminta penyiraman yang sering. Vermikulit berguna dalam membantu sistim
perakaran dengan cepat dan penetrasi sehingga memudahkan akar dalam
menyerap nutrisi hara.

20

Berat jenis dan porositas beberapa media tumbuh tanaman disajikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1. Berat jenis dan porositas beberapa media tumbuh tanaman.
Substrat
Light peat
Dark peat
Vermiculite
Perlite
Rockwool
Expanded clay
Pumice

Berat jenis (kg/m3)
60-100
100-150
90-150
80-120
80-90
600-900
650-900

Porositas total (% v/v)
90-95
85-90
90-95
85-90
94-97
85-90
65-75

Sumber: (Pardossi et al., 2011).
2.8 Pasir
Pasir merupakan tanah yang berukuran antara 2 mm-50 μm. Pasir mempunyai
luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara.
Selain itu, pasir juga mempunyai tekstur yang kasar sangat jelas, tidak melekat,
dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan (Hardjowigeno, 1992). Pasir telah
digunakan secara luas sebagai media perakaran stek karena media ini relatif
murah, mudah tersedia dan bersih. Pasir tidak menyimpan kelembaban sehingga
membutuhkan frekuensi penyiraman yang lebih tinggi. Penggunaan tunggal tanpa
campuran dengan media lain membuatnya sangat kasar sehingga tidak
memberikan hasil yang baik (Hartmann dan Kester, 1983).

Menurut Subiksa (2005), golongan pasir mencakup semua tanah yang pasirnya
meliputi 70% atau lebih dari berat tanah itu. Sifat tanah semacam ini mencirikan
sifat pasirnya. Lain halnya dengan golongan tanah yang lebih berat dan lebih
lekat yang menunjukkan sifat kelempungan. Dua kelas khusus tersebut adalah
pasir dan pasir guludan. Pasir memiliki KTK 2-4meq/100g. Menurut Pattimahu

21

(2004), pasir mempunyai kemampuan menahan air yang rendah dan daya
pelulusan air yang besar. Hal ini karena ruang-ruang di antara butir-butir besar
sehingga drainase dapat berjalan dengan lancar dan lalu lintas berjalan dengan
baik.
2.9 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Jagung
Tanaman jagung berakar serabut, menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang
sekitar 25 cm. Penyebarannya pada lapisan bawah tanah. Batang berwarna hijau
sampai keunguan, berbentuk bulat dengan penampang melintang 2 – 2,5 cm.
Tinggi tanaman bervariasi antara 125 cm – 250 cm. Batang berbuku-buku yang
dibatasi oleh ruas. Daun terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun
memanjang dengan ujung daun meruncing. Antara pelepah daun dan helaian
daun dibatasi oleh spicula yang berguna untuk menghalangi masuknya air hujan
atau embun ke dalam pelepah daun. Bunga jagung berumah satu, dimana bunga
jantan terpisah dengan bunga betina. Bunga jantan terdapat pada ujung tanaman
dan bunga betina pada ketiak daun. Bunga betina berbentuk gada, putih panjang
yang disebut rambut jagung. Biji tersusun rapi pada tongkol.

2.10 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Menurut AAK (2000), tanaman jagung menghendaki daerah yang beriklim
subtropis/tropis, dengan suhu berkisar 25oC – 27oC. Jagung dapat ditanam di
Indonesia dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang mempunyai
ketinggian antara 1.000 – 1.800 m di atas permukaan laut. Macam tanah yang
dapat ditanami jagung adalah tanah andosol, latosol, grumosol, tanah berpasir
dengan pH optimal 5,5 – 6,5. Tanaman jagung menurut Rukmana (1997)

22

sebaiknya ditanam di tempat terbuka karena tanaman jagung membutuhkan
penyinaran matahari penuh. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah
antara 100 mm – 200 mm/bulan. Curah hujan paling optimum adalah sekitar 100
mm – 125 mm/bulan dengan distribusi yang merata. Oleh karena itu, tanaman
jagung cenderung cocok ditanam di daerah yang beriklim kering.

Tanaman jagung sebagai tanaman C4 beradaptasi pada kondisi lingkungan dengan
intensitas radiasi surya tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan
rendah dengan cahaya disertai suhu yang tinggi, serta kesuburan tanah yang relatif
rendah (Subandi et al., 1988). Sifat-sifat menguntungkan dari jagung sebagai
tanaman C4 antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relalif linggi,
fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air.

2.11 Pueraria javanica Benth.
Pueraria javanica Benth. merupakan tanaman penutup tanah dengan batang
melilit atau merambat. Tanaman ini mempunyai panjang sulur sekitar 1-3 m,
membentuk akar yang dalam pada tiap bukunya bila tumbuh menjalar, dapat
tumbuh pada tanah yang miskin hara dan tahan terhadap naungan yang ringan
maupun penyinaran penuh (Skerman, 1977). Menurut Rukmana (2005), setiap
buku dapat memiliki banyak cabang dan dapat membentuk hamparan dengan
ketinggian mencapai 60-75 cm. Pueraria javanica mempunyai daun majemuk
dengan tiga helai anak daun per tangkai. Daun muda dari tanaman ini ditutupi
bulu berwarna cokelat. Tanaman ini memiliki bunga seperti kupu-kupu berwarna
ungu kebiru-biruan. Polong tanaman ini pipih sedikit melengkung dengan
panjang kurang dari 10 cm.

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Tanaman
Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret
2015.

3.2 Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mikroskop stereo dan
majemuk, kaca preparat, cawan petri, pinset spora, timbangan elektrik, oven
listrik, cover glass, dan saringan mikro (ukuran 250 μm, 150 μm dan 45 μm).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini anatara lain inokulum FMA
campuran jenis Glomus sp., Gigaspora sp.dan Entrophospora sp. yang didapatkan
dari Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila, vermikulit
yaitu kelompok silikat atau phyllosilikat (Mg1.8Fe2+0.9Al4.3SiO10(OH)2•4(H2O)
yang bertekstur kasar serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah
(Tabel hasil analisis terlampir), pasir, air, larutan aquadest, pupuk NPK, larutan
KOH 10%, HCl 1%, glycerol dan trypan blue 0,05%.

24

3.3 Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis, penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial (2x6)
dengan 5 ulangan. Faktor pertama adalah jenis tanaman inang (T) yaitu jagung
(Zea mays L.) (t1) dan kudzu (Pueraria javanica) (t2). Sedangkan faktor kedua
adalah kombinasi media tanam yaitu vermikulit dan pasir (M) dengan
menggunakan perbandingan volume seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Perlakuan media tanam