Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk N dan K

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea maysL.)

TERHADAP PEMBERIAN PUPUK N DAN K

SKRIPSI

Oleh :

ABDURRAHMAN PANDIA 080307006

PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea maysL.)

TERHADAP PEMBERIAN PUPUK N DAN K

SKRIPSI

Oleh :

ABDURRAHMAN PANDIA 080307006

PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk N dan K Nama : Abdurrahman Pandia

NIM : 080307006

Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

(Ir. Mbue Kata Bangun, MP) (Ir. Hasmawi Hasyim, MS

Ketua Anggota

)

Mengetahui :

(Ir. T. Sabrina, M.Sc

Ketua Program Studi Agroekoteknologi )


(4)

ABSTRAK

Abdurrahman Pandia : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa

Varietas Jagung Terhadap Pemupukan N dan K, dibimbing oleh

Ir. Mbue Kata Bangun, MP dan Ir. Hasmawi Hasyim, MS.

Penggunaan Central Composite Roatable Design (CCRD) untuk menentukan tanggap permukaan respons produksi pada jagung belum banyak diteliti, untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di UPT BBI Tanjung Selamat, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, pada Mei 2012 - Agustus 2012 menggunakan rancangan acak kelompok tidak lengkap faktorial dengan dua ulangan yaitu varietas (Bisma dan SHS-4) dan Pupuk (N dan K dengan dosis ditentukan dari CCRD). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah daun diatas tongkol, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, umur panen, laju pengisian biji, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, bobot 100 biji dan produksi pipilan kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur panen dan produksi pipilan kering. Pupuk berpengaruh nyata terhadap produksi pipilan kering. Interaksi pupuk dan varietas berpengaruh nyata pada produksi pipilan kering.


(5)

ABSTRACT

Abdurrahman Pandia : Growth Response and Yield Some Varieties of Maize To Fertilization of N and K, supervised by Ir. Mbue Kata Bangun, MP And Ir. Hasmawi Hasyim, MS.

The use of Central Composite Rotatable Design (CCRD) to determine the response surface yield at maize not yet a lot of checked, for that an research have been conducted in UPT BBI TanjungSelamat, Regency of Deli Serdang, Province of North Sumatra with the land height ± 25 m above sea level, at May 2012 - August 2012 using incomplete randomized block design with two replicationsusing two varieties(Bisma and SHS-4) and Fertilizer (N and K with the dose determined from CCRD). Parameters measured were:plant height, the number of leaf, the number of leaf above cob, tasselling age, silking age, harvesting age, the rate seed filling,cob lenght, cob diameter, the number of line per cob, the number of seed per cob, weight 100 seeds and production of dry seeds.

The resultsshowed that the varieties significantlydiffrent in maize height,the number of leafs, harvesting age and dry seeds production. Fertilizersigificantly affects production of dry seeds.Interactionfactor significantly affects production of dry seeds.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulisdilahirkan di Perbaji pada tanggal 6 September 1990, dari Ayah Muhammad Nasir, SH dan Ibu Nurlela Br Tarigan, BA. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan dasar penulis dimulai pada tahun 1996 di SDN 050304 Perbaji-Selandi, Karo dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan ke SMP N 1 Tiganderket, Karo dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA N 2 Kabanjahe, Karo dan lulus tahun 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan tahun 2008 melalui jalur Pemanduan minat dan Prestasi (PMP). Pada Program Studi Agroekoteknologi, minat Pemuliaan Tanaman.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Sockfin Indonesia di Desa Bangun Bandar, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dari bulan Juli sampai Agustus 2011.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung

(Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk N dan K”, yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Mbue Kata Bangun, MP dan Bapak Ir. Hasmawi Hasyim, MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk Bibik Mahlis Br Tarigan, S.Pd dan keluarga, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staff pengajar dan pegawai di Program Studi Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat


(8)

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, emoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan kemajuan dunia pertanian.

Medan, Oktober 2012


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYATHIDUP ... iii

KATAPENGANTAR ... iv

DAFTARISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTARLAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung ... 7

Syarat Tumbuh ... 12

Iklim ... 12

Tanah ... 13

Varietas ... 15

Pemupukan ... 17

Pupuk N ... 19

Pupuk K ... 21

Rancangan Komposit Pusat Terputarkan (CCRD) ... 23

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

Bahan dan Alat ... 25

Metode Penelitian ... 26

PELAKSANAAN PEENELITIAN Persiapan Lahan ... 28

Persiapan Media Tanam ... 28

Penanaman ... 28

Pengaplikasian Pupuk N dan K ... 28

Pemeliharaan Tanaman ... 28


(10)

Penyiraman ... 29

Penyiangan ... 29

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 29

Panen ... 29

Pengeringan dan Pemipilan ... 29

Pengamatan Parameter ... 30

Tinggi Tanaman (cm) ... 30

Jumlah daun diatas tongkol (helai) ... 30

Umur Keluar Bunga Jantan (HST) ... 30

Umur Keluar Bunga Betina (HST) ... 30

Umur Panen ... 31

Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 31

Panjang Tongkol (cm) ... 31

Diameter Tongkol (cm) ... 31

Jumlah baris per Tongkol (baris) ... 31

Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 31

Bobot 100 biji Kering Per Sampel (g) ... 31

Produksi Pipilan Kering Per Sampel (g) ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman (cm) ... 32

Jumlah Daun (helai) ... 34

Jumlah daun diatas tongkol (helai) ... 36

Umur Keluar Bunga Jantan (HST) ... 38

Umur Keluar Bunga Betina (HST) ... 40

Umur Panen ... 42

Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 44

Panjang Tongkol (cm) ... 46

Diameter Tongkol (cm) ... 48

Jumlah baris per Tongkol (baris) ... 50

Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 52

Bobot 100 biji (g) ... 54

Produksi Pipilan Kering Per Sampel (g) ... 56

Karakter Berbeda Nyata ... 59

Karakter Belum Berbeda Nyata ... 60

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 62

Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Dosis Pupuk N dan K metode CCRD ... 26

2. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2-8 MST ... 33

3. Rataan jumlah daun (helai) 2-8 MST ... 35

4. Rataan jumlah daun di atas tongkol (helai) ... 37

5. Rataan Umur Keluar Bunga Jantan (hari) ... 39

6. Rataan Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 41

7. Rataan Umur Panen (hari) ... 43

8. Rataan Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 45

9. Rataan Panjang Tongkol (cm) ... 47

10.Rataan Diameter Tongkol (mm) ... 49

11.Rataan Jumlah Baris per Tongkol (baris)... 51

12.Rataan Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 52

13.Rataan Bobot 100 biji (g) ... 54


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi jagung varietas Bisma ... 67

2. Deskripsi jagung varietas SHS-11 ... 68

3. Bagan penelitian ... 69

4. Jadwal kegiatan penelitian ... 70

5. Tabel Pengamatan data dan Estimasi Kuadarat tengah RAK ... 71

6. Sandi Perlakuan CCRD 2 Faktor ... 72

7. Prosedur Pendugaan Permukaan respons produksi jagung ... 73

8. Data pengamatan tinggi tanaman 2 HST (cm) ... 74

9. Sidik ragam tinggi tanaman 2 HST ... 74

10.Data pengamatan tinggi tanaman 4 HST (cm) ... 75

11.Sidik ragam tinggi tanaman 4 HST ... 75

12.Data pengamatan tinggi tanaman 6 HST ... 76

13.Sidik ragam tinggi tanaman 6 HST ... 76

14.Data pengamatan tinggi tanaman 8 HST ... 77

15.Sidik ragam tinggi tanaman 8 HST ... 77

16.Data pengamatan jumlah daun 2 HST (helai) ... 78

17.Sidik ragam jumlah daun 2 HST ... 78

18.Data pengamatan jumlah daun 4 HST (helai) ... 79

19.Sidik ragam jumlah daun 4 HST ... 79

20.Data pengamatan jumlah daun 6 HST (helai) ... 80

21.Sidik ragam jumlah daun 6 HST ... 80

22.Data pengamatan jumlah daun 8 HST (helai) ... 81

23.Sidik ragam jumlah daun 8 HST ... 81

24.Data pengamatan jumlah daun di atas tongkol (helai) ... 82

25.Sidik Ragam jumlah daun di atas tongkol ... 82

26.Data Pengamatan umur Keluar bunga Jantan (hari) ... 83

27.Sidik ragam Umur Keluar Bunga Jantan ... 83

28.Data pengamatan Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 84

29.Sidik ragam Umur Keluar Bunga Betina ... 84

30.Data pengamatan umur panen (hari) ... 85

31.Sidik ragam umur panen ... 85

32.Data pengamatan panjang tongkol (cm) ... 86

33.Sidik ragam panjang tongkol ... 86

34.Data pengamatan diameter tongkol (mm) ... 87

35.Sidik ragam diameter tongkol ... 87

36.Data pengamatan jumlah baris per tongkol (baris) ... 88

37.Sidik ragam jumlah baris per tongkol ... 88

38.Data pengamatan jumlah biji per tongkol (biji) ... 89

39.Sidik ragam jumlah biji per tongkol... 89

40.Data pengamatan bobot 100 biji kering(g)... 90

41.Sidik ragam bobot 100 biji kering ... 90

42.Data pengamatan produksi pipilan kering(g) ... 91


(13)

44.Prosedur Analisis data untuk CCRD Peubah produksi ... 92

45.Gambar tongkol jagung per sampel ... 98

46.Gambar tongkol jagung per sampel ... 99


(14)

ABSTRAK

Abdurrahman Pandia : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa

Varietas Jagung Terhadap Pemupukan N dan K, dibimbing oleh

Ir. Mbue Kata Bangun, MP dan Ir. Hasmawi Hasyim, MS.

Penggunaan Central Composite Roatable Design (CCRD) untuk menentukan tanggap permukaan respons produksi pada jagung belum banyak diteliti, untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di UPT BBI Tanjung Selamat, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, pada Mei 2012 - Agustus 2012 menggunakan rancangan acak kelompok tidak lengkap faktorial dengan dua ulangan yaitu varietas (Bisma dan SHS-4) dan Pupuk (N dan K dengan dosis ditentukan dari CCRD). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah daun diatas tongkol, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, umur panen, laju pengisian biji, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, bobot 100 biji dan produksi pipilan kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur panen dan produksi pipilan kering. Pupuk berpengaruh nyata terhadap produksi pipilan kering. Interaksi pupuk dan varietas berpengaruh nyata pada produksi pipilan kering.


(15)

ABSTRACT

Abdurrahman Pandia : Growth Response and Yield Some Varieties of Maize To Fertilization of N and K, supervised by Ir. Mbue Kata Bangun, MP And Ir. Hasmawi Hasyim, MS.

The use of Central Composite Rotatable Design (CCRD) to determine the response surface yield at maize not yet a lot of checked, for that an research have been conducted in UPT BBI TanjungSelamat, Regency of Deli Serdang, Province of North Sumatra with the land height ± 25 m above sea level, at May 2012 - August 2012 using incomplete randomized block design with two replicationsusing two varieties(Bisma and SHS-4) and Fertilizer (N and K with the dose determined from CCRD). Parameters measured were:plant height, the number of leaf, the number of leaf above cob, tasselling age, silking age, harvesting age, the rate seed filling,cob lenght, cob diameter, the number of line per cob, the number of seed per cob, weight 100 seeds and production of dry seeds.

The resultsshowed that the varieties significantlydiffrent in maize height,the number of leafs, harvesting age and dry seeds production. Fertilizersigificantly affects production of dry seeds.Interactionfactor significantly affects production of dry seeds.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung telah dibudidayakan di Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan) sekitar 8.000-10.000 tahun yang lalu. Bukti genetik, antropologi, dan arkeologi menunjukkan bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah dan dari daerah ini jagung tersebar dan ditanam di seluruh dunia. Jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun1500an dan pada awal tahun 1600an, yang berkembang menjadi tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, Filipina, dan Thailand (Iriany dkk, 2010).

Di Indonesia jagung merupakan makanan pokok kedua setelah padi. Sedangkan berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi. Sebagai bahan makanan, jagung mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah yang besar. Menurut BPS (2010) Kebutuhan jagung dalam negeri pada tahun 2009 cukup besar yaitu 17,66 juta ton pipilan kering per tahun dan diprediksi pada tahun 2010 meningkat menjadi 19,80 juta ton pipilan kering. Untuk memenuhi kebutuhan Nasional, sekitar 600.000 ton diimpor dari negara lain. Melihat begitu pentingnya jagung bagi manusia maka perlu ditingkatkan produksinya (Ermanita dan Firdaus, 2004).

Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan cara memperluas areal panen, meningkatkan produktivitas, mempertahankan stabilitas produksi, menekan senjang hasil, dan menurunkan kehilangan. Selain itu upaya


(17)

peningkatan produktivitas usaha tani jagung sangat bergantung pada kemampuan penyediaan dan penerapan teknologi sistem budidaya yang benar dan sesuai anjuran diantaranya, penggunaan benih (Varietas) bermutu, pengaturan jarak tanam, pengairan, pembrantasan hama dan penyakit, serta penggunaan pupuk . Hal ini mutlak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara, demi menopang pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (Maruapey dan Faesal, 2010).

Secara umum benih varietas unggul jagung dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu benih varietas jagung bersari bebas dan hibrida. Varietas sangat perlu diperhatikan untuk menunjang peningkatan produksi jagung. Selain faktor varietas upaya lain yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi jagung diantaranya memperluas areal penanaman. Bila berhasil menambah areal baru sampai ratusan ribu hektar per tahun maka akan terjadi lonjakan produksi jagung secara nyata di tingkat nasional (Ermanita dan Firdaus, 2004).

Upaya peningkatan produksi jagung melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi selalu diiringi penggunaan pupuk, terutama pupuk anorganik, untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pada prinsipnya, pemupukan dilakukan secara berimbang, sesuai kebutuhan tanaman dengan mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi, dan keuntungan yang memadai bagi petani (Sirappa dan Nasruddin, 2010).

Tujuan utama dari pemberian N adalah untuk meningkatkan hasil bahan kering. Cukupnya N untuk tanaman mendorong pertumbuhan vegetatif bagian di atas tanah, meningkatkan rasio pucuk/akar dan esensial untuk pembentukan buah dan biji. Sebagai suatu anasir esensial asam-asam amino, N dibutuhkan dalam sintesis protein, merupakan 12-19% dari berbagai protein dengan rata-rata sekitar


(18)

16% atas dasar berat. Karena pembentukan biji tergantung pada kadar kritik tertentu dari protein, produksi biji secara nyata berhubungan dengan pasokan N, terutama pada tanaman-tanaman serealia. Unsur N melebihi jumlah total semua unsur mineral esensial lainnya yang berasal dari tanah dalam biji tanaman pertanian yang umum dibudidayakan (Boswell dkk., 1997).

Pemberian pupuk K meningkatkan pertumbuhan tanaman, berat kering akar dan bagian atas tanaman secara linier. Selain itu, semakin meningkat dosis K yang diberikan maka semakin meningkatkan serapan K, sedangkan serapan Ca maksimum dicapai pada dosis pemupukan K sebanyak 131.5 kg K per hektar. (Winarko, 1985).

Adapun pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk urea (45-46% N) dan dan pupuk KCl 80 (52-53% K2O).

Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas tanaman jagung dengan pemberian pupuk N dan K.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respons pemberian pupuk N dan K terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L.).

Hipotesis Penelitian

Respons varietas terhadap pupuk N dan K berbeda.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu

syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(19)

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Steenis (2003), jagung diklasifikasikan dalam Kingdom : Plantae, divisio : Anthophyta, kelas : Monocotyledoneae, ordo : Poales, famili : Poaceae, genus : Zea dan spesies : Zea mays L.

Sistem perakaran jagung terdiri dari akar-akar seminal yang tumbuh ke bawah pada saat biji berkecambah. Akar koronal yang tumbuh ke atas dari jaringan batang setelah plumula muncul dan akar udara (brace) yang tumbuh dari buku-buku diatas pemukaan tanah. Akar udara ini berfungsi dalam assimilasi dan juga sebagai akar pendukung untuk memperkokoh batang terhadap kerebahan (Muhadjir, 1998).

Batang tanaman jagung termasuk herbaceus dan terdiri dari ruas-ruas. Jumlah ruas berkisar antara 6-20 ruas dan tinggi antara 1,5-3 meter diatas permukaan tanah. Ruas batang pendek dan tebal pada bagian bawah dan sebelah atas ruasnya lebih panjang dan tebal kemudian meruncing sampai pada ujung bunga jantan (poros malai). Diameter batang dapat mencapai 3-4 cm (Rubatzky and Yamaguchi, 1995).

Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun.Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim


(21)

sedang (temperate) (Paliwal 2000). Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat, bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul. Berdasarkan letak posisi daun (sudut daun) terdapat dua tipe daun jagung, yaitu tegak (erect) dan menggantung (pendant). Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola helai daun bisa lurus atau bengkok. Daun pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi. Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula (Subekti dkk., 2009).

Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana bunga jantan (staminate) berbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina (pistilate) terletak pada pertengahan batang. Tanaman jagung bersifat protandy

dimana bunga jantan umumnya tumbuh 1-2 hari sebelum munculnya rambut pada bunga betina (Muhadjir, 1998).

Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal diujung tanaman. Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Hampir 95 % dari persariannya berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5 % yang berasal dari serbuk sari tanaman sendiri. Karena itu disebut juga tanaman bersari bebas (Subekti dkk., 2009).

Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati


(22)

dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and Gunsolus 1998).

Kemasakan fisiologi ditandai oleh pembentukan suatu lapisan pemisah atau lapisan hitam pada tungkai bunga tiap biji. Periode sejak pembungaan sampai kemasakan biji untuk setiap genotif akan sangat bergantung pada suhu, walaupun lingkungan yang tidak menguntungkan dapat mempercepat lapisan hitam. Ukuran biji bergantung pada faktor-faktor yang mengendalikan penyediaan asimilat untuk pengisian biji, jumlah biji yang tumbuh dan batas-batas pertumbuhan biji-bijji individual yang ditentukan secara genetik (Fischer dan Palmer, 1996).

Berdasarkan bentuk dan strukturnya biji jagung dapat diklasifikasikan menjadi Jagung Mutiara (Flint Corn), Zea mays indurate, biji berbentuk bulat licin, mengkilap, dan keras. Varietas lokal jagung di Indonesia umumnya tergolong ke dalam tipe biji mutiara; Jagung Gigi Kuda (Dent Corn), Zea mays indentata, biji tipe dent ini bentuknya besar, pipih, dan berlekuk; Jagung Manis (Sweet Corn), Zea mays saccharata, biji jagung manis pada saat masak keriput dan transparan. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi dibanding jagung normal pada umur 18-22 hari setelah penyerbukan. Sifat ini ditentukan oleh gen sugary (su) yang resesif (Tracy 1994); Jagung Pod, Z. tunicata Sturt adalah jagung yang paling primitif. Jagung pod tidak dibudidayakan secara komersial sehingga tidak banyak dikenal; Jagung Berondong (Pop Corn), Zea mays everta, memiliki biji berukuran kecil. Endosperm biji mengandung pati keras dengan proporsi lebih banyak dan pati lunak dalam jumlah sedikit terletak di tengah endosperm; Jagung Pulut (Waxy Corn), Z. ceritina Kulesh, memiliki


(23)

kandungan pati hampir 100% amilopektin. Adanya gen tunggal waxy (wx) bersifat resesif epistasis yang terletak pada kromosom sembilan mempengaruhi komposisi kimiawi pati, sehingga akumulasi amilosa sangat sedikit (Fergason 1994); Jagung QPM (Quality Protein Maize), memiliki kandungan protein lisin dan triptofan yang tinggi dalam endospermnya. Jagung QPM mengandung gen opaque-2 (o2) bersifat resesif yang mengendalikan produksi lisin dan triptofan; dan Jagung Minyak Tinggi (High-Oil), memiliki biji dengan kandungan minyak lebih dari 6%, sementara sebagian besar jagung berkadar minyak 3,5-5% (Subekti dkk., 2009).

Jagung termasuk tanaman C4 yaitu tanaman ini mempunyai kelebihan

mempunyai aktivitas fotosintesis yang relatif tinggi pada keadaan normal, fotorespirasi yang sangat rendah, transpirasi rendah serta efisiensi dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomis yang sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil (Leonard dan Martin, 1973).

Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung

Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30% (McWilliams dkk., 1999). Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang menembus pericarp, kemudian radikel


(24)

menembus koleoriza. Setelah radikel muncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan kecambah ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptil dan menembus permukaan tanah.

Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah tanam. Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah ke atas permukaan tanah. Setelah perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa fase berikut:

Fase V3-V5(jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18 hari setelah berkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun,

meningkatkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga

jantan (McWilliams dkk., 1999).

Fase V6-V10(jumlah daun terbuka sempurna 6-10)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18 -35 hari setelah berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang meningkat dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol


(25)

dimulai (Lee, 2007). Tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak, karena itu pemupukan pada fase ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliams dkk., 1999).

Fase V11- Vn(jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir 15-18 helai)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering meningkat dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang akibatnya menurunkan hasil (McWilliams et al. 1999; Lee 2007). Kekeringan pada fase ini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).

Fase Tasseling(berbunga jantan)

Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/rambut tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul, di mana pada periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk sari (pollen). Pada fase ini dihasilkan biomas maksimum dari bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing-masing 60-70%, 50%, dan 80-90%.


(26)

Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur (ovule), di mana pembuahan (fertilization) akan berlangsung membentuk bakal biji. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus memanjang hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung sangat sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet, belum terlihat struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir komplit (Lee, 2007).

Fase R2(blister)

Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking, rambut tongkol sudah kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir sempurna, biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh, pati mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air biji sekitar 85%, dan akan menurun terus sampai panen.

Fase R3(masak susu)

Fase ini terbentuk 18-22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam bentuk cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji sangat cepat, warna biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas),


(27)

dan bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan pada fase R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80%.

Fase R4(dough)

Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.

Fase R5

Akan terbentuk 35-42 hari setelah silking.Seluruh biji sudah terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan segera terhenti. Kadar air biji 55%.

Fase R6(masak fisiologis)

Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking. Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (stay-green) yang tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan penyerapan NPK oleh tanaman mencapai masing-masing 100%.


(28)

Syarat Tumbuh Iklim

Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50 °LU dan 50 °LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl.), dengan

curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun

(Dowswell dkk., 1996). Pusat produksi jagung di dunia tersebar di negara tropis dan subtropis. Umur panen jagung sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 m dari permukaan laut, umur panen jagung akan mundur satu hari (Hyene, 1987). Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dpl. berumur 4-5 bulan (Iriany dkk., 2010).

Perkecambahan benih optimum terjadi pada suhu antara 21 oC dan 27 oC dan berlangsung sangat lambat atau gagal berkecambah pada suhu 10 oC hingga 40 oC, tetapi terbaik pada suhu antara 21 oC dan 30 oC. Suhu rendah sangat menghambat pertumbuhan, khususnya setelah mulai tumbuh bunga jantan (tasseling). Suhu yang dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 27–32oC. Hari panas dan suhu malam yang tinggi meningkatkan pertumbuhan secara keseluruhan dan walaupun suhu panas ideal untuk pertumbuhan vegetatif dan tongkol, suhu sedang adalah optimum untuk akumulasi karbohidrat. Hari panjang lebih menguntungkan untuk produksi jumlah daun yang lebih banyak dan produksi karbohidrat yang lebih tinggi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).


(29)

Tanaman jagung selama masa pertumbuhannya membutuhkan 45-60 cm air. Ketersediaan air dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk buatan yang cukup untuk meningkatkan pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk melindungi dari rumput liar dan serangan hama (Dinas Pertanian dan Kehutanan, 2009). Agar tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan curah hujan sekitar 600-1200 mm per tahun yang terdistribusi merata selama musim pertanaman (Kartasapoetra, 1988).

Pertumbuhan tanaman jagung sangat memerlukan sinar matahari. Intensitas sinar matahari sangat penting bagi tanaman, terutama dalam masa pertumbuhan. Sebaiknya tanaman jagung, mendapat sinar matahari langsung. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang maksimal. Selama pertumbuhan jagung, harus mendapat sinar matahari yang cukup. Jika tidak maka akan mempengaruhi langsung pertumbuhannya (Sutoro dkk., 1998).

Tanah

Tanaman jagung dapat ditanam pada lahan kering beriklim basah dan beriklim kering, sawah irigasi dan sawah tadah hujan, toleran terhadap kompetisi pada pola tanam tumpang sari, sesuai untuk pertanian subsistem, pertanian komersial skala kecil, menengah, hingga skala sangat besar. Tanaman jagung akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air (Iriany dkk., 2010).

Jagung dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah. Tanah lempung berpasir sesuai digunakan untuk tanaman yang cepat panen dan tanah lempung berliat sangat sesuai untuk tanaman jagung yang akan dipanen dalam waktu yang lama dan memerlukan proses selanjutnya. Tanaman jagung


(30)

mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik jenis tanah lempung berpasir maupun tanah lempung (Dinas Pertanian dan Kehutanan, 2009).

Jagung di Indonesia kebanyakan ditanam di dataran rendah, baik di tanah tegalan, sawah tadah hujan dan beririgasi, serta sebagian kecil ditanam di dataran tinggi. Tanaman jagung umumnya ditanam pada tanah yang gembur atau subur karena tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada pH tanah berkisar 5,5-6,8. Sedangkan pH yang ideal adalah 6,5. Untuk pertumbuhan tanaman dibutuhkan tanah yang bersifat netral. Tanah yang bersifat asam yaitu angka pH kurang dari 5,5 dapat digunakan apabila telah melakukan pengapuran. Kemasaman tanah biasanya erat sekali hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman (Sutoro dkk., 1998).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai pH untuk pertumbuhan optimum tanaman lebih rendah pada tanah organik daripada tanah mineral. Pertumbuhan kedelai dan jagung pada tanah organik mencapai optimum pada kisaran pH 4,6 sampai 5 (Kamprath dan Foy, 1997).

Menurut Hasibuan (2006), jenis tanah yang dapat ditanamai jagung antara lain andosol (berasal dari gunung berapi), latosol dan grumosol. Pada tanah berstruktur berat (Grumosol) masih dapat di tanami jagung dengan hasil yang baik tetapi perlu pengolahan yang baik serta drainase dan aerasi yang baik. Tanah berstruktur lempung atau liat berdebu (latosol) merupakan jenis tanah terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, dan kaya humus.

Varietas


(31)

Teosinte, yang hidup berumpun tahunan, adalah keluarga dekat tanaman jagung. Keduanya memiliki jumlah kromosom yang sama, 2n=20 dan pada umumnya mempunyai morfologi kromosom yang mirip (Simmonds, 1986).

Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh sifat (morfologi, fisiologi, sitilogi, kimia dan lain-lain) yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari yang lainnya. Varietas berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan menjadi varietas hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit. Varietas hibrida dan inbrida dapat memberikan hasil yang maksimal jika unsur hara yang diperlukan tanaman terpenuhi secara baik (Moentono, 1998).

Varietas hibrida adalah varietas yang dibentuk dengan cara penyilangan galur (inbreed line) yang unggul. Galur murni (inbreed line) merupakan strain yang telah mengalami silang dalam (selfing) paling sedikit 5 generasi dengan disertai seleksi pada setiap generasi. Sedangkan varietas sintetik adalah varietas yang dibentuk dari persilangan secara acak sejumlah lini yang terpilih atau klon dari seluruh kemungkinan kombinasi. Lini atau klon yang menyusun varietas sintetik telah dipilih sebelumnya untuk menjamin agar kehilangan pengaruh kejaguran pada generasi-generasi sesudah F1 dapat diperkecil. Penyilangan diantara lini atau klon dari seluruh kemungkinan kombinasi merupakan campuran dari beberapa silang tunggal. Sedangkan varietas komposit adalah keturunan dari persilangan yang tidak diuji daya hasilnya terlebih dahulu (Hasyim, 2011).

Jagung dikembangkan selain produksi tinggi juga tahan terhadap penyakit bulai dan karat daun. Varietas jagung unggul baru tersebut antara lain : Semi-10 dan Bima-I (jagung hibrida), Bisma, Palakka, Sukmaraga dan Lamuru (jagung


(32)

komposit) dengan potensi hasil antara 7-9 ton/ha pipilan kering. Ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan jagung yang setiap tahun meningkat terus sejalan dengan berkembangnya agribisnis peternakan dan bahan baku industri. Dalam rangka mendukung program pengembangan agribisnis jagung untuk mencapai hasil yang maksimal maka diperlukan pengkajian pemupukan NPK baik pada jagung hibrida maupun jagung komposit. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk N, P dan K pada pertumbuhan dan jagung hibrida dan komposit pada lahan kering (Permadi dkk., 2005).

Varietas hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi daripada varietas bersari bebas karena varietas hibrida menggabungkan gen-gen dominan karakter yang diinginkan dari galur-galur penyusunnya dan hibrida mampu memanfaatkan gen aditif dan non aditif. Varietas hibrida memberikan keuntungan yang lebih tinggi bila ditanam pada lahan yang produktivitasnya tinggi (Kartasapoetra, 1988).

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan suatu genotif unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan ( Darliah dkk., 2001).

Varietas menunjuk pada sejumlah individu dalam suatu spesies yang berbeda dalam bentuk dan fungsi fisiologi tertentu dari sejumlah individu lainnya dalam suatu spesies yang sama. penggunaan varietas yang berbeda akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi hasil yang berbeda juga (Kasno dkk. (2005).


(33)

Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotif dan genotif yang sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan atau kedua–duanya. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).

Gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005) .

Gomez dan Gomez (1995) menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Pemupukan


(34)

karenaseringnya digunakan oleh tanaman yang hidup diatas tanah tersebut, bila keadaan seperti ini terus dibiarkan maka tanaman biasanya kekurangan unsur hara sehingga pertumbuhan dan produksi mejadi terganggu. Kekurangan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dapat diatasi dengan pemupukan (Sutoro dkk., 1988).

Pemupukan adalah pemberian bahan-bahan pada tanah agar dapat menambah unsur-unsur atau zat makanan yang diperlukan tanah secara langsung atau tidak langsung. Pemupukan pada umumnya bertujuan untuk memelihara atau memperbaiki kesuburan tanah sehingga tanaman dapat tumbuh lebih cepat, subur dan sehat. Pemupukan dimaksudkan untuk mengganti kehilangan unsur hara pada media atau tanah dan merupakan salah satu usaha yang penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Marvelia dkk., 2006).

Setiap unsur hara mempunyai fungsi tersendiri dan mempengaruhi proses-proses tertentu dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman.Jikaterjadi kekurangan salah satu unsur, maka fungsi tersebut akan terganggu. Secara umum kalium berfungsi menjaga keseimbangan, baik pada nitrogen maupun pada fosfor.Kalium cenderung mengurangi efek buruk akibat pemberian pupuk nitrogen berlebihan dan berpengaruh mencegah kematangan yang dipercepat oleh hara fosfor.Pemupukan hara nitrogen dan fosfor dalam jumlah besar turut memperbesar serapan hara kalium dari dalam tanah. Tanaman dapat menyerap nitrogen dalam jumlah yang berlebihan bila beberapa faktor, misalnya fosfor, kalium dan pasokan air tidak cukup. Pertumbuhan cepat yang disebabkan kelebihan nitrogen memerlukan pasokan yang cukup kebutuhan unsur hara lainnya(Damanik dkk., 2010).


(35)

Pupuk N

Kandungan nitrogen pada tanah bervariasi mulai dari 0,05-1,64%. Kurang 4% dari total nitrogen, tergantung waktu pertumbuhan tanaman dan teknik budidaya, menjadi tersedia untuk tanaman selama beberapa musim (Mongia dan Bandyopadhyay, 1993). Pupuk N terdiri dari pupuk N organik yang terdapat pada pupuk-pupuk organik dan pupuk N anorganik (buatan). Kedua golongan tersebut dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu (1) bentuk organik (2) bentuk nitrat (NO3-) dan (3) bentuk amonia (NH4+), contohnya urea (Damanik dkk., 2010).

Urea mempunyai kadar N tertinggi diantara pupuk N padat. Sejak diperkenalkannya sebagai bahan pupuk, penggunaannya khususnya pada pasar internasional, telah bertumbuh secara cepat. Urea menjadi sumber N utama dunia di awal tahun 1970an dan menjadi nomor tiga terpenting setelah amonia dan larutan N dalam pasar Amerika Serikat menjelang tahun 1980. Dengan 1/3 kadar N dari larutan N berasal dari urea, nilai relatif urea sebagai bahan pupuk lebih penting dari pada yang tampak dari data pasar tersebut (Harre dan White, 1997).

Kebutuhan N internal telah ditaksir untuk beberapa tanaman, kira-kira 12 g N/kg (1,2%) untuk jagung (Stanford dan Hunter, 1973). Taksiran akhir kebutuhan N dapat dibuat dengan mengalikan produksi bahan kering total yang diharapkan dengan kebutuhan N internal. Contoh, jagung mengandung sekitar 50% dari bahan kering totalnya dalam biji sehingga bila hasil yang diharapkan 10 ton metrik/hektar pada kandungan lengas 15,5% akan membutuhkan sekitar 200 kg N per hektar (Boswell dkk., 1997).

Defisiensi N diketahui pertama melalui warna hijau pucat atau hijau-kekuningan, terutama pada rumput-rumputan dan nekrosis prematurdari


(36)

daun-daun yang lebih tua mulai dari pucuk dan menyebar sepanjang tulang daun-daun ke arah leher batang dan tepi daun. Asosiasi dengan pewarnaan hijau ini berkemungkinan disebabkan oleh kenyataan bahwa N bersama dengan Mg merupakan satu dari dua anasir penyusun klorofil yang berasal dari tanah

(C33H72O5N4Mg).Kelebihan N akan memperpanjang periode pertumbuhan,

memperlambat kematangan dan dapat berakibat kerebahan dan kerentanan terhadap penyakit pada tanaman-tanaman tertentu. Tanaman-tanaman biasanya hanya mengambil 30 sampai 70% dari N yang diberikan (Boswell dkk., 1997).

Jagung memerlukan unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro untuk tanaman jagung antara lain nitrogen (N), posfor (P), dan kalium (K). Tanaman jagung sangat membutuhkan pupuk N dengan kadar N-total 0,4%. Selanjutnya jika jagung memberikan respon terhadap pupuk apabila kadar P-tersedia dalam tanah kurang dari 87,32 mg/kg. Sedangkan tanah dengan kadar K-dd kurang dari

0,43 cmol/kg tanah, maka tanaman jagung perlu dipupuk (Nurdin dkk., 2008).

Sebagian besar akar tanaman dalam tanah menyerap N sebagai NO3

-karena konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan NH4+ dan bebas bergerak ke akar tanaman terutama dengan aliran massa. Walaupun NH4+ secara teori lebih efisien karena kurang terpengaruh oleh pelindian dan denitrifikasi, tetapi bentuk NO3- dianggap sebagai pupuk yang lebih aman.Periode pengambilan N terbesar oleh tanaman jagung adalah pada 40-50% kematangan. Akan tetapi kebutuhan akan N untuk tanaman jagung berlanjut sampai mendekati kematangan (Boswell dkk., 1997).

Menurut Hasibuan (2006), hampir semua jenis pupuk kecuali bila memperoleh perlakuan tertentu, berpotensi menciptakan residu yang bereaksi


(37)

masam di tanah. Hal ini terutama disebabkan oleh pembawa N, terutama bersifat ammonia. Pengaruh utama yang diperlihatkan oleh ion-ion NH4+ adalah bila

ion-ion dinitrifikasikan. Bila ion-ion-ion-ion dioksidasikan akan berpotensi menambah keasaman tanah, seperti pada reaksi NH4++ 2O2 2H+ +NO3- + H2O.

Hasil penelitian pada tanaman jagung yang diberi N, P, dan K dapat meningkatkan bobot biji sehingga benih lebih tahan disimpan. Kalium juga meningkatkan integritas memberan sel dan kulit biji, sehingga dapat menurunkan kapasitas absorpsi air dan kelarutan gula dalam biji, karena itu benih lebih tahan disimpan. Pada umumnya pupuk N dapat meningkatkan produksi jagung. Pada awal pertumbuhannya akumulasi N dalam tanaman relatif lambat dan setelah tanaman berumur 4 minggu akumulasi N berlangsung sangat cepat. Pada saat pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengabsorbsi N sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil jagung yang baik, unsur hara N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan tersebut (Komalasari dan Fauziah, 2009).

Pupuk Kalium

Kalium diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan akar, sehingga mampu menyerap hara dan air yang lebih banyak dan pada saat terjadi kekeringan atau cekaman air tanaman sudah cukup kuat karena cukup banyak cadangan karbohidrat sebagai sumber energi. Baker dan Weatherley (1969) menyatakan bahwa kalium berperan dalam pengambilan air oleh akar tanaman. Unsur ini mengatur pergerakan air dari sel akar ke jaringan silem. Pemupukan kalium yang diyakini mampu mendorong terbentuknya senyawa-senyawa seperti prolin bebas, asam absisat (ABA), dan karbohidrat yang merupakan indikator toleransi tanaman


(38)

(toleransi-fisiologi) terhadap cekaman air sehingga pengaruh yang merugikan pada kondisi ini dapat dikurangi (Mapegau, 2006).

Pemberian pupuk K meningkatkan pertumbuhan tanaman, berat kering akar dan bagian atas tanaman secara linier. Selain itu, semakin meningkat dosis K yang diberikan maka semakin meningkatkan serapan K, sedangkan serapan Ca maksimum dicapai pada dosis pemupukan K sebanyak 131.5 kg K per hektar. Pengaruh dosis K tidak berpengaruh nyata terhadap serapan Mg bagian atas tanaman jagung. Nisbah K/Ca, K/Mg, dan K/Ca+Mg meningkat terus dengan semakin banyak dosis K yang diberikan, sejalan dengan serapan K oleh tanaman (Winarko, 1985).

Kalium dibutuhkan oleh tanaman jagung dalam jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan hara N dan P. Pada fase pembungaan, akumulasi hara K telah mencapai 60-75% dari seluruh kebutuhannya. Kekurangan hara K pada tanaman jagung sering terlihat gejalanya pada fase sebelum pembungaan. Tanaman jagung yang kekurangan K memperlihatkan pinggiran dan ujung daun menjadi bewarna kuning hingga menjadi kering. Gejala kekurangan K ini pertama terlihat pada daun bagian bawah. Dalam keadaan yang lebih parah daun tersebut akan kering dan mati. Apabila batang tanaman disayat, akan terlihat warna kecoklatan yang terdapat pada ruas (bukunya). Kekurangan K juga berpengaruh terhadap pembentukan tongkol. Ujung tongkol bagian atas tidak penuhberisi oleh biji serta biji jagung tidak melekat secara kuat pada tongkolnya (Sutoro dkk., 1998).

Damanik dkk. (2010) menyatakan pada tanah yang masam ketersediaan Al, Mn, Cu, Zn dan Fe menjadi tinggi sehingga dapat terjadi keracunan pada


(39)

tanaman jagung, fiksasi P meningkat sehingga menjadi kurang tersedia, K terjerap dalam kompleks pertukaran kation tanah.

Rancangan Komposit Pusat Terputarkan [Central Composite Rotatable Design (CCRD)]

Satu tujuan perlakuan dalam percobaan pupuk adalah untuk menyediakan bukti mengenai ada atau tidaknya pengaruh pupuk dan jika ada, berapa besaran dari pengaruh tersebut. Akan tetapi sering perlakuan digunakan untuk menyediakan suatu taksiran permukaan tanggap. Mengingat adanya dua tujuan ini perlakuan harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat menaksir secara paling baik pengaruh pupuk atau permukaan tanggap.

Terdapat suatu kelas rancangan faktorial tak lengkap yang dikembangkan terutama untuk menggali permukaan tanggap polinomial untuk dua peubah terkontrol atau lebih. Rancangan untuk menggali permukaan order kedua cukup memadai untuk evaluasi tanggap pupuk. Rancangan permukaan tanggap mempunyai keunggulan dibandingkan dengan faktorial lengkap dalam hal lebih sedikitnya bahan percobaan yang diperlukan. Koefisien model tanggap ditaksir dengan tingkat kecermatan yang sama atau bahkan lebih besar (yang dinyatakan atas dasar tiap pengamatan) dari pada yang ditaksir faktorial lengkap.

Pada dasarnya rancangan permukaan tanggap sering mengandung dua bentuk geometri seperti kubus dan oktahedran yang mempunyai titik pusat yang sama, sehingga timbul istilah rancangan komposit.

Box dan Hunter (1957) memperkenalkan konsep suatu rancangan permukaan tanggap yang mempunyai suatu “fungsi varians berbentuk bola”yang berarti bahwa varians taksiran tanggap pada suatu titik tertentu mempunyai suatu


(40)

nilai yang tergantung hanya pada jarak titik tersebut dari pusat rancangan dan

tidak pada arahnya. Rancangan seperti ini disebut rancangan dapat diputar

karena rancangan tersebut tidak peka terhadap rotasi dalam kaitannya dengan sumbu-sumbu koordinat aslinya.

Cochran dan Cox (1957) membuat jarak sumbu yang memberikan keterputaran dan jumlah titik-titik pusat yang memberikan varians yang seragam untuk berbagai jumlah peubah terkontrol yang digunakan dalam hubungannya dengan rancangan baku tertentu. Hader dkk. (1957) memberikan suatu deskripsi dari rancangan percobaan dan metode statistik untuk mencirikan suatu permukaan tanggap bagi suatu perangkat data dari suatu percobaan biologi.

Suatu pendekatan yang berbeda dan bersifat intuitif terhadap pemeliharaan faktorial tak lengkap dalam penelitian pupuk telah diterapkan selama beberapa tahun terakhir. Cady dan Laird (1973) menjelaskan sejumlah faktorial tak lengkap yang berbeda yang tidak akan dikelompokkan sebagai rancangan permukaan tanggap komposit, tetapi yang memberikan suatu eksplorasi yang baik atas lingkup permukaan tanggap. Salah satunya yang mempunyai ciri ruang yang diinginkan, galat bias yang rendah dan galat varians yang rendah dan yang telah digunakan para peneliti di Amerika Latin adalah rancangan perlakuan 13 yang dikembangkan terpilih dari suatu faktorial 5x5.

Sebagai perbandingan dari faktorial lengkap dua faktor masing-masing lima taraf maka terdapat 25 kombinasi, sedangkan CCRD hanya menawarkan 13 kombinasi tidak lengkap tetapi masih dapat menduga error sedangkan faktorial lengkap harus memerlukan ulangan paling sedikit 2 ulangan (Nelson dkk., 1985).


(41)

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan UPT Balai Benih Induk Palawija, Tanjung Selamat, Deli Serdang, Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2012 sampai dengan Agustus 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung varietas Bisma (komposit) dan varietas SHS-11 (hibrida) sebagai objek yang akan diamati, tanah top soil sebagai media tanam, pupuk (SP36, KCl dan Urea) sebagai pupuk perlakuan dalam percobaan, insektisida untuk mengendalikan serangan hama, fungisida untuk mengendalikan serangan jamur (bulai), air untuk menyiram tanaman serta bahan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai pengolah tanah, meteran sebagai alat pengukur tinggi tanaman sampel, gembor sebagai alat penyiram tanaman, papan perlakuan sebagai penanda perlakuan pada tanaman, pacak sampel sebagai penanda sampel percobaan, timbangan analitik untuk menimbang pupuk N dan K serta menimbang bobot 100 biji dan produksi per sampel, plastik sebagai tempat biji pipilan, jangka sorong untuk mengukur diameter tongkol, polybag sebagai tempat media tanam serta alat lain yang mendukung proses penelitian ini.


(42)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktor I : Varietas Tanaman Jagung dengan 2 varietas yaitu :

V1 : Varietas Bisma (Jagung Nonhibrida)

V2 : Varietas SHS-11 (Jagung Hibrida)

Faktor II : Pupuk N dan K, dosisnya ditentukan dengan menggunakan rancangan Central Composite Rotatable Design (CCRD) dalam Cochran dan Cox (1957) yaitu :

Tabel 1. Dosis pupuk N dan K yang ditentukan dari metode CCRD.

No. Sandi Dosis Pupuk (g/tanaman)

X1 X2 N K

1 -1 -1 0,8 0,4

2 +1 -1 4,4 0,4

3 -1 +1 0,8 2,2

4 +1 +1 4,4 2,2

5 -√2 0 0 1,3

6 +√2 0 5,2 1,3

7 0 -√2 2,6 0

8 0 +√2 2,6 2,6

9 0 0 2,6 1,3

10 0 0 2,6 1,3

11 0 0 2,6 1,3

12 0 0 2,6 1,3

13 0 0 2,6 1,3

Jumlah kombinasi perlakuan : 26

Jumlah ulangan : 2

Jumlah sampel per polybag : 1 Jumlah Tanaman per polybag : 1 Jumlah polybag per plot : 2


(43)

Jumlah tanaman seluruhnya : 104

Data yang diperoleh dan dikumpulkan, dianalisis dengan sidik ragam dengan menggunakan model linear sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi+ αj+ βk+ (αβ)jk+ εijk

i=1,2; j=1,2 ; k=1,2,...,13 dimana :

Yijk : Hasil pengamatan pada ulangan ke-i, varietas ke-j dan pemberian pupuk

taraf ke-k.

µ : Nilai tengah rata-rata

ρi : Pengaruh ulangan ke-i.

α j : Pengaruh varietas ke-j

βk : Pengaruh pemberian pupuk pada taraf ke-k

(αβ)jk : Pengaruh interaksi varietas ke-j dan pupuk pada taraf ke-k

εijk : Pengaruh error dari ulangan ke-i,varietas ke-j dan dosis pupuk ke-k.

Apabila pengaruh perlakuan berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) atau uji Tukey (Bangun, 1991).

Untuk menganalisis pengaruh pupuk N dan K terhadap produksi pada kedua varietas digunakan permukaan respons dengan model :

Y = b0 + b1N + b2P + b11N2 + b22P2 + b12NP

dengan :

Y : produksi

b0 : konstanta

b1, b11 : koefisien regresi dari N


(44)

(45)

BAB IV

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Areal pertanaman diukur dan dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tumbuhan lain. Kemudian digemburkan dan dibuat plot percobaan dengan ukuran 1m x 1 m. Parit drainase dibuat dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm dengan jumlah plot sebanyak56.

Persiapan Media Tanam

Wadah tanam yang digunakan adalah polybag yang berukuran 10 kg. Polybag diisi dengan tanah top soil sebagai media tanam.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan membuat 3 lubang tanam sedalam 3 cm dalam satu polybag dan dimasukkan satu benih jagung per lubang tanam, kemudian ditutup dengan tanah top soil.

Pemupukan

Aplikasi pupuk N diberikan dua kali yaitu 1/3bagian pada saat tanam, dan 2/3 bagian pada saat tanaman berumur 28 HST, sedangkan pengaplikasian pupuk P dan K dilakukan pada saat tanam.

Pemeliharaan Tanaman Penjarangan

Penjarangan dilakukan apabila dalam 1 polybag tumbuh lebih dari 1 tanaman. Penjarangan dilakukan dengan cara memotong batang tanaman sehingga


(46)

dalam satu polybag hanya terdapat 1 tanaman. Dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari dan selanjutnya dikurangi bila keadaan tanah masih basah dan lembab. Pada hari turun hujan, penyiraman tidak dilakukan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan menghindari persaingan antara gulma dan tanaman. Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu, dengan mencabut langsung gulma danuntuk membersihkan gulma di luar polybag digunakan cangkul. Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Tanaman yang terserang hama dan penyakit disemprot dengan insektisida dan fungisida sesuai dosis anjuran sebanyak dua kali selama penelitian ini berlangsung.

Panen

Pemanenan dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria panennya yaitu sebagian besar daun dan kelobot telah menguning, rambut tongkol telah bewarna hitam, bijinya keras, kering dan mengkilat. Cara pemanenannya dilakukan dengan mengupas kelobot lalu memetik tongkolnya.

Pengeringan dan Pemipilan

Setelah panen, dilakukan pengeringan tongkol jagung selama ± 4 hari hingga kering angin. Setelah kering dilakukan pemipilan dengan tangan.


(47)

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Diukur mulai dari pangkal batangsampai dengan daun tertinggi tanaman dengan menggunakan meteran, pengukuran tinggi tanaman ini dimulai pada saat tanaman berumur 2 MST dengan interval pengukuran 2 minggu dan dihentikan saat bunga jantan mulai muncul (Fase Tasseling) pada 8 MST.

Jumlah Daun (helai)

Dilakukan dengan menghitung seluruh daun yang telah membuka sempurna. Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap dua minggu sejak tanaman berumur 2 MST hingga fase taselling (8 MST).

Jumlah daun diatas tongkol (helai)

Ditentukan dengan menghitung seluruh daun yang berada di atas tongkol utama pada masing-masing sampel. Dihitung saat keluarnya bunga betina.

Umur Keluar Bunga Jantan (HST)

Dihitung pada saat bunga jantan muncul pada setiap tanaman. Kriteria yang digunakan adalah munculnya daun bendera pembungkus malai. Pengamatan dilakukan setiap hari setelah bunga jantan pertama keluar hingga seluruh tanaman sampel berbunga.

Umur Keluar Bunga Betina (HST)

Dihitung pada saat bunga betina muncul pada setiap tanaman. Kriteria yang digunakan adalah munculnya rambut (silk). Pengamatan dilakukan setiap


(48)

hari setelah rambut bunga betina pertama keluar hingga seluruh tanaman sampel berbunga.

Umur Panen (hari)

Dihitung mulai dari penanaman sampai dilakukan pemanenan pada setiap tanaman.

Laju Pengisian Biji (g/hari)

Dihitung dengan membagi bobot biji setiap tongkol dengan selisih umur panen dengan umur keluar rambut. Secara matematis ditulis

LPB = berat biji (g)

umur panen (hari )− umur keluar rambut (hari )

Panjang Tongkol (cm)

Diukur mulai dari pangkal tongkol sampai ujung tongkol yang berisi biji setelah kelobot dikelupas.

Diameter Tongkol (cm)

Dihitung pada bagian tengah tongkol terbesar setelah kelobot dikelupas.

Jumlah baris per Tongkol (baris)

Dihitung pada setiap sampel dengan cara menghitung jumlah baris biji yang terdapat pada tongkol tersebut.

Jumlah Biji per Tongkol (biji)

Dihitung pada semua tongkol dari tanaman sampel.

Bobot 100 biji Kering Per Sampel (g)

Diukur per sampel setelah bijijagung kering angin.

Produksi Pipilan Kering Per Sampel (g)


(49)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisis data secara statistik pada lampiran 9-46 diperoleh bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah tinggi tanaman 2 dan 4 minggu setelah tanam (MST), jumlah daun 2 dan 4 MST, umur panen, jumlah baris per tongkol dan produksi pipilan kering per sampel. Varietas belum berbeda nyata terhadap peubah umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah biji per tongkol dan bobot 100 biji. Sedangkan pupuk berpengaruh nyata untuk peubah produksi pipilan kering per sampel. Interaksi Varietas dan Pupuk berpengaruh nyata pada peubah produksi pipilan kering per sampel.

Tinggi Tanaman (cm)

Dari data pengamatan dan hasil sidik ragam pada lampiran 9-16 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 dan 4 MST, sedangkan pupuk dan interaksi belum berbeda nyata.

Rataan tinggi tanaman 2-8 MST dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 di bawah ini, pada 8 MST, diketahui bahwa varietas Bisma lebih tinggi dari varietas SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 3,3 cm. Varietas Bisma yang mempunyai nilai tinggi tanaman tertinggi (198,9 cm) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (158,7 cm) ) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis


(50)

1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) Varietas SHS-4 yang mempunyai nilai tinggi tanaman tertinggi (199,6 cm) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 4,4 g/tanaman (512 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0,4 g/tanaman (44 kg KCl per hektar) dan terendah (129,8 cm) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0 g/tanaman . Hal ini berarti pada 8 MST peranan K lebih banyak dibandingkan N dan P. Pemberian N dengan dosis g/tanaman ( kg Urea per hektar) dan K dengan dosis g/tanaman ( kg KCl per hektar) sesuai dosis anjuran memberikan tinggi tanaman tertinggi pada varietas Bisma pada 8 MST.

Tabel 2. Rataan tinggi tanaman 2-8 MST.

Perlakuan Tinggi Tanaman

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

Varietas

V1 (Bisma) 35,8a 64,8a 107,6 174,2

V2 (SHS-4) 28,8b 55,6b 101,0 170,9

Pupuk

1 32,8 61,4 95,7 167,6

2 34,7 65,5 121,4 188,0

3 30,8 57,9 102,1 165,2

4 32,2 60,1 110,0 173,4

5 33,3 59,0 97,3 170,1

6 35,9 74,5 120,4 175,5

7 33,0 54,9 91,4 150,0

8 32,1 57,6 99,6 162,8

9 31,1 56,2 100,4 188,3

10 29,5 60,0 107,3 172,3

11 29,7 52,6 99,0 170,3

12 32,1 61,8 109,9 177,3

13 32,7 61,1 102,0 182,3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Dari Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi menjadi belum berbeda nyata pada karakter tinggi tanaman 6 dan 8 MST. Hal ini


(51)

dapat dilihat dari nilai tinggi tanaman Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Dalam faktor kesuburan tanah diduga tanah yang digunakan di dalam polybag tidak seragam kesuburannya, sehingga di satu sisi pengaruh pupuk sebenarnya nyata pada suatu individu jagung tetapi di lain pihak karena diduga tanahnya padat atau jenis mineral liat tanahnya yang berbeda pada individu lain menyebabkan pengaruh pupuk menjadi kabur dan akhirnya muncul karakter yang tidak semestinya akibat dari kekurangan atau kelebihan unsur hara baik yang berasal dari pupuk atau sediaan tanah tersebut. Dengan demikian pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksinya menjadi sangat kecil dan memunculkan karakter yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Jumlah Daun (helai)

Dari hasil sidik ragam pada lampiran 17-24 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah jumlah daun pada 2 MST dan 4 MST. Sedangkan Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata terhadap peubah jumlah daun.

Rataan jumlah daun 2-8 MST dapat dilihat pada tabel 3.


(52)

jumlah daun lebih banyak dari varietas SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 0,2 helai. Varietas Bisma yang mempunyai nilai rataan jumlah daun tertinggi (15,5 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 5,2 g/tanaman (600 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (14,0 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang mempunyai nilai jumlah daun tertinggi (15,5 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (14,0 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0 g/tanaman.

Tabel 3. Rataan Jumlah Daun 2-8 MST

Perlakuan Jumlah Daun

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

Varietas

V1 (Bisma) 2,6a 5,8a 8,3 14,6

V2 (SHS-4) 2,0b 5,3b 7,8 14,4

Pupuk

1 2,0 5,0 7,3 14,0

2 2,3 5,8 8,5 14,8

3 2,3 5,1 7,9 14,5

4 2,3 5,5 8,3 14,6

5 2,5 5,8 7,5 14,3

6 2,5 5,5 9,0 15,0

7 2,0 5,4 7,6 14,0

8 2,3 5,8 7,9 14,5

9 2,5 5,3 8,0 14,5

10 2,6 6,0 8,4 14,5

11 2,3 5,3 8,4 14,5

12 2,4 5,6 8,6 14,5

13 2,5 5,6 8,0 15,3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.


(53)

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi menjadi belum berbeda nyata pada karakter jumlah daun 6 dan 8 MST. Hal ini dapat dilihat dari nilai jumlah daun Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Dalam faktor kesuburan tanah diduga tanah yang digunakan di dalam polybag tidak seragam kesuburannya, sehingga di satu sisi pengaruh pupuk sebenarnya nyata pada suatu individu jagung tetapi di lain pihak karena diduga tanahnya padat atau jenis mineral liat tanahnya yang berbeda pada individu lain menyebabkan pengaruh pupuk menjadi kabur dan akhirnya muncul karakter yang tidak semestinya akibat dari kekurangan atau kelebihan unsur hara baik yang berasal dari pupuk atau sediaan tanah tersebut. Dengan demikian pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksinya menjadi sangat kecil dan memunculkan karakter yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Jumlah Daun diatas tongkol (helai)

Dari hasil sidik ragam pada lampiran 24 dapat dilihat bahwa varietas dan pupuk belum berbeda nyata terhadap peubah jumlah daun di atas tongkol.


(54)

Dari Tabel 4 di bawah ini dapat dilihat bahwa Bisma mempunyai jumlah daun di atas tongkol yang sama banyak dengan SHS-4. Varietas Bisma yang mempunyai nilai rataan jumlah daun di atas tongkol tertinggi (7 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 dan 4,4 g/tanaman (300 dan 512 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (6 helai) ) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang mempunyai nilai jumlah daun diatas tongkol tertinggi (7 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (6 helai) terdapat pada pemberian pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).

Tabel 4. Rataan Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4)

1 6,0 6,0 6,0

2 7,0 6,5 6,8

3 6,5 7,0 6,8

4 7,0 6,3 6,6

5 6,0 6,5 6,3

6 6,5 6,5 6,5

7 6,0 6,0 6,0

8 6,0 7,0 6,5

9 6,5 6,5 6,5

10 6,5 6,5 6,5

11 7,0 6,0 6,5

12 7,0 6,0 6,5

13 7,0 7,5 7,3

Rataan 6,5 6,5 6,5

Dari Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata pada karakter jumlah daun di atas tongkol. Hal ini dapat dilihat dari nilai jumlah daun di atas tongkol Varietas Bisma dan SHS-4 yang


(55)

hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Salah satu faktor kesuburan tanah yang menyebabkan pengaruk pupuk menjadi kabur adalah perbedaan nilai kemasaman tanah (pH). Damanik dkk. (2010) menyatakan pada tanah yang masam ketersediaan Al, Mn, Cu, Zn dan Fe menjadi tinggi sehingga dapat terjadi keracunan pada tanaman jagung, fiksasi P meningkat sehingga menjadi kurang tersedia, K terjerap dalam kompleks pertukaran kation tanah. Diduga karena faktor pH tidak seragam maka ketersediaan unsur hara, terutama hara makro menjadi tidak seimbang sehingga pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksi menjadi tidak berbeda nyata karena pengaruh perlakuan menjadi kecil. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Umur Keluar bunga Jantan (hari)

Dari hasil sidik ragam pada lampiran 26 dapat dilihat bahwa varietas dan Pupuk serta Interaksi belum berbeda nyata terhadap peubah umur keluar bunga jantan.

Rataan umur keluar bunga jantan dapat dilihat pada Tabel 5.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa bunga jantan Bisma lebih cepat keluar dari pada bunga jantan SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 1,27 hari.


(56)

Varietas Bisma yang paling cepat berbunga (53,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan yang paling lama berbunga (59 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang paling cepat berbunga (54,8 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K 0 g/tanaman dan yang paling lama berbunga (58,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).

Tabel 5. Rataan Umur Keluar Bunga Jantan (hari).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4)

1 57,5 56,3 56,9

2 55,5 57,5 56,5

3 55,8 55,8 55,8

4 54,5 56,5 55,5

5 59,0 56,3 57,6

6 54,0 55,0 54,5

7 55,0 54,8 54,9

8 57,5 57,3 57,4

9 55,5 58,5 57,0

10 53,5 56,8 55,1

11 55,8 57,5 56,6

12 56,8 58,0 57,4

13 57,0 56,8 56,9

Rataan 55,9 56,7 56,3

Dari Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata pada karakter umur berbunga jantan. Hal ini dapat dilihat dari nilai umur keluar bunga jantan Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa


(57)

sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Dalam faktor kesuburan tanah diduga tanah yang digunakan di dalam polybag tidak seragam kesuburannya, sehingga di satu sisi pengaruh pupuk sebenarnya nyata pada suatu individu jagung tetapi di lain pihak karena diduga tanahnya padat atau jenis mineral liat tanahnya yang berbeda pada individu lain menyebabkan pengaruh pupuk menjadi kabur dan akhirnya muncul karakter yang tidak semestinya akibat dari kekurangan atau kelebihan unsur hara baik yang berasal dari pupuk atau sediaan tanah tersebut. Dengan demikian pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksinya menjadi sangat kecil dan memunculkan karakter yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Umur Keluar Bunga Betina (hari)

Dari hasil sidik ragam pada lampiran 28 dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata terhadap peubah umur keluar bunga betina.

Rataan Umur keluar bunga betina dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6 di bawah dapat dilihat bahwa bunga betina Bisma dan SHS-4 sama umur keluar bunga betinanya. Varietas Bisma yang paling cepat berbunga (56,8 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman ( 150 kg


(58)

KCl per hektar) dan yang paling lama berbunga (62 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang paling cepat berbunga (56,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 5,2 g/tanaman (600 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0 g/tanaman dan yang pang lama berbunga (61,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).

Tabel 6. Rataan Umur Keluar Bunga Betina (hari).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4)

1 60,5 58,5 59,5

2 58,5 59,5 59,0

3 59,3 58,3 58,8

4 57,5 58,5 58,0

5 62,0 58,3 60,1

6 57,0 56,5 56,8

7 57,5 57,3 57,4

8 60,5 59,3 59,9

9 58,5 61,5 60,0

10 56,8 59,0 57,9

11 59,0 60,5 59,8

12 59,8 60,8 60,3

13 60,0 59,5 59,8

Rataan 58,9 59,0 59,0

Dari Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata pada karakter umur berbunga betina. Hal ini dapat dilihat dari nilai umur keluar bunga betina Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya


(59)

matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Salah satu faktor kesuburan tanah yang menyebabkan pengaruk pupuk menjadi kabur adalah perbedaan nilai kemasaman tanah (pH). Damanik dkk. (2010) menyatakan pada tanah yang masam ketersediaan Al, Mn, Cu, Zn dan Fe menjadi tinggi sehingga dapat terjadi keracunan pada tanaman jagung, fiksasi P meningkat sehingga menjadi kurang tersedia, K terjerap dalam kompleks pertukaran kation tanah. Diduga karena faktor pH tidak seragam maka ketersediaan unsur hara, terutama hara makro menjadi tidak seimbang sehingga pengaruh Varietas, Pupuk dan interaksi menjadi tidak berbeda nyata karena pengaruh perlakuan menjadi kecil. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Umur Panen

Dari analisis sidik ragam pada lampiran 30 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap peubah umur panen sedangkan Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata.

Rataan umur panen dapat dilihat pada Tabel 7.

Dari Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa Bisma lebih cepat panen dari pada SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 6,04 hari. Varietas Bisma yang paling cepat panen (92,8 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan yang paling lama panen (98 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman


(60)

(150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 yang paling cepat panen (98,5 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 5,2 g/tanaman (600 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 0 g/tanaman dan yang paling lama panen (103,8 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).

Tabel 7. Rataan Umur Panen (hari).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4)

1 96,5 100,5 98,5

2 94,5 101,5 98,0

3 95,3 100,3 97,8

4 93,5 100,5 97,0

5 98,0 100,3 99,1

6 93,0 98,5 95,8

7 93,5 99,3 96,4

8 96,5 101,3 98,9

9 94,5 103,5 99,0

10 92,8 101,0 96,9

11 95,0 102,5 98,8

12 95,8 102,8 99,3

13 96,0 101,5 98,8

Rataan 95,0a 101,0b 98,00

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Dari Tabel 7 di atas daat dilihat bahwa varietas Bisma dan SHS-4 mempunyai karakter umur panen yang berbeda nyata. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor genotif dalam pada kedua varietas lebih dominan terhadap faktor lingkungan tumbuhnya atau faktor lingkungan tumbuh seperti cahaya mata hari, suhu udara, curah hujan, kelembaban relatif (RH) dan suhu tanah sesuai untuk perkembangan faktor genotif. Hal ini sesuai pernyataan Allard (2005) yang menyatakan bahwa gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan


(61)

berkembangnya suatu karakter terkecuali bila mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada.

Laju Pengisian Biji (g/hari)

Hasil sidik ragam pada lampiran 32 dapat dilihat bahwa Varietas dan Pupuk belum berbeda nyata terhadap peubah laju pengisian biji sedangkan interaksi sudah berbeda nyata.

Rataan laju pengisian biji dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.

Dari Tabel 8 di bawah dapat dilihat bahwa laju pengisian biji varietas Bisma lebih cepat dari pada varietas SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 0, 36 g/hari. Varietas Bisma dengan laju pengisian biji tertinggi (4,4 g/hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (2,5 g/hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar). Varietas SHS-4 dengan laju pengisian biji tertinggi (4,1 g/hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 2,6 g/tanaman (300 kg Urea per hektar) dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar) dan terendah (2,3 g/hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk N dengan dosis 0 g/tanaman dan K dengan dosis 1,3 g/tanaman (150 kg KCl per hektar).


(62)

Tabel 8. Rataan Laju Pengisian Biji (g/hari).

Pupuk Varietas Rataan

V1(Bisma) V2(SHS-4)

1 2,8 2,5 2,7

2 3,1 2,4 2,7

3 3,2 2,5 2,9

4 3,9 3,3 3,6

5 2,5 2,3 2,4

6 3,2 2,9 3,1

7 3,0 2,5 2,7

8 4,1 3,7 3,9

9 3,0 3,7 3,4

10 3,1 3,5 3,3

11 4,4 3,2 3,8

12 3,5 4,1 3,8

13 4,4 4,0 4,2

Rataan 3,4 3,1 3,3

Dari Tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa Varietas, Pupuk dan interaksi belum berbeda nyata pada karakter laju pengisian biji. Hal ini dapat dilihat dari nilai laju pengisian biji Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Salah satu faktor kesuburan tanah yang menyebabkan pengaruk pupuk menjadi kabur adalah perbedaan nilai kemasaman tanah (pH). Damanik dkk. (2010) menyatakan pada


(1)

(-9,96 x -4,22) – (3,61 x -10,81)

X1= 81,05/100,23

X1= 0,81

Untuk X2 :

(-26,84 x -10,81) – (-9,96 x 3,61)

X2 = 326,1/100,23

X2 = 3,25

X1 = (N - 300)√2/300 0,81 = (N - 300)√2/300 N = 300 + (0,81 x 300)/√2 Nmax = 300 + 171,83

Nmax = 471,83 kg/ha

Dari hasil perhitungan prosedur analisis CCRD dalam penelitian ini diperoleh dosis Pupuk maksimum untuk varietas Bisma yaitu 471,83 kg/ha Urea dan 494,71 kg/ha KCl.

Varietas SHS-4

Persamaan Regresinya :

YSHS-4 = 155,16 + 9,26X1 + 12,10X2 - 25,53X12 - 13,99X22 + 9,21X1X2

Produksi akan mencapai maksimum saat ∂y/∂x = 0 maka saat ∂y/∂x1 = 0 menyebabkan nilai X2 konstan, sehingga:

∂y/∂x1 = b1 + 2b11X1 + b12X2 = 0 2b11 -b1

b12 -b2 4b11b22 – (b12)2 X2 =

113,26 – 13,03

26,84 -9,96 3 61 -10 81

4(-13,42)(-2,11)– (3,61)2

113,26 – 13,03 =

X1

X2 =

X2 =

X2 = (K - 150)√2/150

3,25 = (K - 150)√2/150

K = 150 + (3,25 x 150)/√2

Kmax = 150 + 344,71 dan


(2)

b1 + 2b11X1 + b12X2 = 0

9,26 + 2(-25,53)X1 + 9,21X2=0

-50,06X1 + 9,21X2 = -9,26...(1)

Saat∂y/∂x2 = 0, nilai X1 konstan, sehingga: ∂y/∂x2 = b2 + 2b22X2 + b12X1 = 0

b2 + 2b22X2 + b12X1 = 0

12,10 + 2(-13,99)X2 + 9,21X1=0

9,21X1 – 27,98X2 = -12,10...(2)

Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh : -50,06X1 – 9,21X2 = -9,26

9,21X1 – 27,98X2 = -12,10

Untuk mencari nilai X1 dan X2 hanya dapat dilakukan dengan menggunakan matriks sebagai berikut :

= =

= =

(-9,26 x -29,98) – (9,21 x -12,10)

X1= (259,09 + 111,44)/1343,84

X1= 0,28

2b11 b12 b12 2b22

X1 X2

-b1 -b2

-9,26 9,21 -12,10 -29,98

X1 X2

-9,26 -12,10 -b1 b12

-b2 2b22 4b11b22 – (b12)2 X1 =

-9,26 9,21 -12 10 -29 98

4(-25,53)(-13,99) – (9,21)2

1428,66 – 84,82 X1 =

= X1


(3)

Untuk X2 :

(-50,06 x -12,10) – (-9,26 x 9,21)

X2 = (605,73 + 85,28)/1343,84

X2 = 0,51

X1 = (N - 300)√2/300 0,28 = (N - 300)√2/300

N = (300 + (0,81 x 300))/√2 Nmax = 300 + 58,49

Nmax = 358,49 kg/ha

Dari hasil perhitungan prosedur analisis CCRD dalam penelitian ini diperoleh dosis Pupuk maksimum untuk varietas SHS-4 yaitu 358,49 kg/ha Urea dan 204,09 kg/ha KCl.

Uji-t Tabel Koefisien Regresi

Varietas Koefisien Regresi Nilai Uji-t t-tabel

V1(Bisma) b1 1,382 2,132

b2 1,499

b11 -1,553

b22 -0,244

b12 0,317

V2(SHS-4) b1 1,901

b2 2,484*

b11 -4,372*

b22 -2,396*

b12 1,195

2b11 -b1 b12 -b2 4b11b22 – (b12)2 X2 =

-50,06 -9,26 9 21 -12 10

4(-25,53)(-13,99) – (9,21)2

1428,66 – 84,82 X2 =

X2 =

X2 = (K - 150)√2/150

0,51 = (K - 150)√2/150

K = 150 + ((0,51 x 150)/√2)

Kmax = 150 + 54,09 dan


(4)

(5)

(6)