Kedudukan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka Dalam Hukum Tata Negara di Indonesia

KEDUDUKAN NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI)
ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN GERAKAN ACEH MERDEKA DALAM
HUKUM TATA NEGARA DI INDONESIA
DISERTASI
Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Di bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A(K)
Untuk Dipertahankan Dihadapan Sidang Terbuka Senat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

CAKRA ARBAS
NIM. 128101004 / S3 HK

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

2015

KEDUDUKAN NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI)
ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN GERAKAN ACEH MERDEKA DALAM
HUKUM TATA NEGARA DI INDONESIA
DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Di bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A(K)
Untuk Dipertahankan Dihadapan Sidang Terbuka Senat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

CAKRA ARBAS
NIM. 128101004 / S3 HK


PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

KEDUDUKAN NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI)
ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN GERAKAN ACEH MERDEKA DALAM
HUKUM TATA NEGARA DI INDONESIA
Cakra Arbas1
Husni Jalil2
Suhaidi3
Faisal Akbar Nasution4
ABSTRAK
Hans Kelsen menyatakan bahwa sumber hukum (Rechtsbron) dengan
sendirinya selalu berupa hukum, dimana norma hukum “yang lebih tinggi” dalam
hubungan dengan norma hukum “yang lebih rendah”, atau metode pembentukan
suatu norma “yang lebih rendah” yang ditentukan oleh norma “yang lebih tinggi”.
Praktik ketatanegaraan di Indonesia, memposisikan Pancasila sebagai sumber dari

segala sumber hukum, selanjutnya dijabarkan dalam bentuk jenis dan hierarki yang
berlaku. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menyatakan bahwa jenis dan hierarki terdiri atas UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Aceh sebagai salah satu
daerah otonom dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam praktik
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, secara berulang-ulang tidak hanya
memposisikan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sesuai UndangUndang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
akan tetapi juga memposisikan MoU Helsinki sebagai salah satu sumber hukum. Hal
inilah yang perlu diteliti, (1) Mengapa Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan
Aceh Merdeka menyepakati lahirnya suatu Nota Kesepahaman (MoU Helsinki)
Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka ? (2) Bagaimana
Kedudukan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka dalam ranah Hukum Tata Negara Republik
Indonesia ? (3) Mengapa Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka dalam implementasinya menjadi cita
hukum (Rechtsidee) dalam perkembangan politik hukum di Provinsi Aceh ?
Metode penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif, dan
menerapkan penelitian preskriptif. Menggunakan pendekatan penelitian yuridis
1

2
3
4

Pegawai Negeri Sipil, pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang.
Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh.
Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dosen pada Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan.

i

normatif, historis, non yuridis (aspek politis), futuristik. Sumber data yaitu data
sekunder, terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan. Analisis data
dilakukan dengan analisis kualitatif, proses analisa data selain menggunakan data
hukum juga dimungkinkan untuk menggunakan data-data non hukum.
Hasil penelitian ini menunjukkan kesimpulan bahwa (1) Pemerintah Republik
Indonesia dan GAM menyepakati lahirnya Nota Kesepahaman (MoU Helsinki)
Antara Pemerintah Republik Indonesia dan GAM, hal ini memiliki beberapa
landasan, yaitu: a. Landasan Filosofis, yakni Pancasila, b. Landasan Yuridis, yakni

TAP MPR No. VI/MPR/2002, c. Landasan Politis, yakni political will Susilo
Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, d. Peristiwa Bencana Alam, yakni Gempa dan
Tsunami Tahun 2004. (2) Kedudukan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) dalam
ranah Hukum Tata Negara, dapat diposisikan sebagai sumber hukum materil, akan
tetapi MoU Helsinki tidak mempunyai bentuk-bentuk dalam sumber hukum formal,
sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan Hukum Internasional,
Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) tidak dapat diposisikan sebagai bentuk dari
perjanjian internasional, karena salah satu pihak (GAM) tidak memenuhi unsur-unsur
dalam subjek hukum internasional. (3) Adanya stakeholder yang acapkali
memposisikan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) sebagai rechtsidee, khususnya
dalam perkembangan politik hukum melalui Peraturan Perundang-undangan, hal ini
disebabkan oleh faktor adanya perbedaan interpretasi norma yang tertuang dalam
Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh. Pada sisi yang lain, adanya ketergoncangan paradigma
(shock of paradigma ) diantara stakeholder yang berkepentingan di Aceh, hal ini
dilatarbelakangi akibat adanya keterlambatan dari Pemerintah Republik Indonesia
untuk mengimplementasikan seluruh norma yang telah diamanatkan dalam UndangUndang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Hasil penelitian ini merekomendasikan sebagai berikut: (1) Pemerintah
Republik Indonesia dalam waktu sesingkat-singkatnya segera untuk

mengimplementasikan berbagai peraturan organik dari Undang-Undang No. 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, (2) Stakeholder yang berkepentingan di
Aceh dalam menyelenggarakan Pemerintahan di Aceh, harus bersikap paradigmatic.
Khususnya memposisikan rechtsidee sebagai paradigma filosofis, sistem hukum
nasional sebagai paradigma yuridis, dan self government sebagai paradigma politis,
(3) Stakeholder di Aceh yang memiliki kewenangan secara langsung dalam proses
pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam membentuk berbagai macam
Peraturan Perundang-undangan agar sesuai, taat, dan patuh pada asas dan teori
pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik.
Kata Kunci : MoU

Helsinki,

Hukum

Tata

ii

Negara,


Hukum

Internasional

THE POSITION OF THE MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
(HELSINKI MoU) BETWEEN THE GOVERNMENT OF
THE REPUBLIC INDONESIA AND THE FREE ACEH MOVEMENT
IN THE INDONESIAN CONSTITUTIONAL LAW
Cakra Arbas1
Husni Jalil2
Suhaidi3
Faisal Akbar Nasution4
ABSTRACT
Hans Kelsen states that legal source (Rechtsbron) is usually a law in which a
legal norm “is higher” than “a low legal norm,” or, a low establishment of a norm is
determined by a “higher norm.” The practice in constitutional in Indonesia positions
Pancasila as the source of all legal sources and is simplified in the form of the
prevailing types and hierarchies. Law No. 12/2011 on the Establishment of Legal
Provisions states that the types and hierarchies consist of the 1945 Constitution of

the Republic of Indonesia, the Ruling of the People’s Consultative Assembly,
Law/Regulation in Lieu of Law, Government Regulations, Presidential Regulations,
and Provincial District/Town Government Regulations. Aceh as one of the regional
Autonomies in the context of the Unitary State of the Republic of Indonesia, in
practicing the organizing of regional government, repeatedly stated that it did not
only position the type and hierarchy of legal provisions according to Law No.
13/2011 on the Establishment of Legal Provisions but also positioned Helsinki MoU
as one of the legal sources. The problems of the research were as follows: 1) why the
Indonesian Government and the Acehnese Freedom Movement agreed on the
Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) between the Indonesian Government
and the Acehnese Freedom Movement, 2) how about the position of the Memorandum
of Understanding (Helsinki MoU) between the Indonesian Government and the
Acehnese Freedom Movement in the domain of the Indonesian Constitutional Law,
and 3) why the implementation of the Memorandum of Understanding (Helsinki
MoU) between the Indonesian Government and the Acehnese Freedom Movement
became a Rechtsidee (legal right idea) in the legal political development in Aceh.

1

Civil Servant, District of Aceh Tamiang.


2

Professor of the Faculty of Law, University of Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh .

3

Professor of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara, Medan.

4

Lecturer of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara, Medan.

iii

The research used judicial normative, prescriptive, non-judicial (political
aspect), and futuristic approaches. The secondary data consisted of primary,
secondary, and tertiary legal materials. The data were analyzed qualitatively, using
both judicial and non-judicial data.
The result of the research showed that 1) the Indonesian government and the

Acehnese Freedom Movement agreed on the Memorandum of Understanding
(Helsinki MoU) between the Indonesian Government and the Acehnese Freedom
Movement which were based on some foundations: a. philosophical foundation
(Pancasila), b. judicial foundation (TAP MPR No. VI/MPR/2002, c. political
foundation (the political will of the President Susilo Bambang Yudhoyono and the
Vice President Jusuf Kalla, and d. natural disaster (the earthquake and tsunami in
2004), 2) the position of the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) in the
domain of the Indonesian Constitutional Law could be positioned as the legal
material source, but Helsinki MoU did not have any forms in formal legal source as it
was stipulated in Law No. 12/2011 on the Establishment of legal provisions. Based
on the International Law, the Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) could
not be positioned as the form of the International agreement because one of the
parties (the Acehnese Freedom Movement) did not meet the elements of the subject of
the international law, and 3) there were some stakeholders who often positioned the
Memorandum of Understanding (Helsinki MoU) as Rechtsidee, especially in the legal
political development through legal provisions. This was because of the factor of the
difference in interpreting the norms embodied in the Memorandum of Understanding
(Helsinki MoU) and in Law No. 11/2006 on Aceh system of government. Besides that,
there was shock of paradigm among the stockholders in Aceh which was caused by
the slowdown of the Indonesian government in implementing all norms which had

been confided by Law No. 11/2006 on Aceh system of government.
It is recommended that 1) the Indonesian government should implement
various organic regulations in Law No. 11/2006 on Aceh system of government as
soon as possible, 2) all stakeholders in Aceh should be pragmatic in running the
government system, especially in positioning Rechtsidee as philosophical paradigm,
national law as judicial paradigm, and self-government as political paradigm, and 3)
all stakeholders in Aceh who have direct authority in the process of establishing legal
provisions to establish legal provisions should comply with the principles and
theories of the establishment of good legal provisions, laws, and regulations.
Keywords: Helsinki MoU, Constitutional Law, International Law

iiii

KATA PENGANTAR
‫بسم ه الر حمن الر حيم‬

Assalamua`alaikum. Wr. Wb.

Segala puji dan syukur dihaturkan atas kehadirat Allah SWT, semoga rahmat,
karunia, dan hidayahnya selalu menyertai kita dalam melangkah di bumi ini. Tidak
lupa pula shalawat teriring salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa ummatnya dari zaman kebodohan hingga ke zaman yang penuh ilmu
pengetahuan. Hal senada juga dihaturkan kepada seluruh keluarga, para sahabat, dan
para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir
zaman.
Disertasi yang berjudul “Kedudukan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki)
Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka Dalam Hukum
Tata Negara di Indonesia” serta baru saja dipertahankan secara akademis, di hadapan
sidang senat terbuka Universitas Sumatera Utara, di bawah wibawa Rektor
Universitas Sumatera Utara, Promotor, Kopromotor, serta Tim Penguji pada hari
yang diridhai oleh Allah SWT, tidak lebih dari segelintir ilmu pengetahuan yang
teramat sedikit, ibarat setetes air ditengah samudera luas atau sebutir pasir ditengah
gurun sahara, jika dibandingkan dengan pengetahuan Allah SWT. Oleh karena itu,
kepada Allah SWT tempat berserah diri dan memohon ampun atas “kedhoifan”

v

selaku hamba sahaya untuk menawarkan sebuah pengetahuan yang mana masih jauh
dari kesempurnaan dan kebenaran Ilahiyah.
Bahwa selama mengikuti pendidikan Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum
Universitas Sumatera Utara, serta dalam rangka menyelesaikan Disertasi telah
menghadapi berbagai tantangan dan hambatan, namun berkat rahmat dan petunjuk
Allah SWT, serta bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak baik langsung maupun
tidak langsung, baik secara moril maupun materil. Allhamdulillah, seluruh tantangan
dan hambatan dapat dirampungkan, hingga pada akhirnya dapat dipertahankan di
bawah wibawa Rektor, Promotor, Kopromotor, Tim Penguji, dan Guru Besar, serta
para undangan yang hadir.
Untuk itu dengan tidak mengurangi kontribusi yang diberikan, serta dengan
segala kerendahan dan ketulusan hati, izinkan pada kesempatan yang mulia ini untuk
menyampaikan rasa hormat, sekaligus ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya:
1.

Kepada Rektor Universitas Sumatera Utara periode 2010 – 2015, yang terhormat
dan terpelajar, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM).,
Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan pada Progam Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Serta kepada Pejabat Rektor
Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Subhilhar, PhD.

2.

Kepada Maha Guru di bidang Hukum Tata Negara, yang terhormat dan
terpelajar, Bapak Prof. Dr. M. Solly Lubis, SH, yang telah memberikan
vi

bimbingan dan arahan dalam memperluas wawasan dengan sangat arif dan
bijaksana. sekaligus telah memperkokoh fondasi Hukum Tata Negara, sehingga
menjadi pengalaman tersendiri yang tentunya sulit untuk dilupakan. Pada
kesempatan yang sama, masih mengingat betul ketika selesai merampungkan
pendidikan pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, dan hendak
melanjutkan pendidikan pada Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, seraya
berpesan “… Cakra, melanjutkan pendidikan ke jenjang S3, tidak sama dengan
melanjutkan sekolah dari jenjang SMP ke jenjang SMA”. Terima kasih Prof, atas

petuah sekaligus arahan dan bimbingannya, yang pada akhirnya bermuara dalam
proses merampungkan sekaligus mempertahankan Disertasi pada sidang yang
mulia ini.
3.

Kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang terhormat dan
terpelajar, Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, yang telah memberi
kesempatan untuk mengikuti dan membina ilmu pengetahuan pada Program
Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.

4.

Kepada yang terhormat dan terpelajar, Bapak Prof. Dr. Husni Jalil, SH, MH,
sebagai Promotor, dengan penuh ketulusan ditengah aktivitas sebagai Pembantu
Rektor II Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Telah bersedia mentransfer ilmu
pengetahuan khususnya di bidang Hukum Tata Negara, dan meluangkan waktu,
baik dalam proses bimbingan maupun ketika berbagai pelaksanaan tahapan
jadwal ujian.
vii

5.

Kepada Ketua Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Kopromotor, yang terhormat dan
terpelajar Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH. Sebagai Ketua Program, telah
banyak memberikan kesempatan dan kemudahan pelayanan akademik, dan
sebagai Kopromotor telah mentransfer ilmu pengetahuan khususnya di bidang
Hukum Internasional.

6.

Kepada yang terhormat dan terpelajar, Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH,
M.Hum, sebagai Kopromotor, telah mentransfer ilmu pengetahuan di bidang
Hukum Tata Negara, sekaligus tanpa jemu telah mengkritisi, baik perihal
substansi maupun penulisan, dan turut memperkaya khazanah keilmuan dalam
rangka menyempurnakan penelitian Disertasi.

7.

Kepada yang terhormat dan terpelajar, Bapak Prof. Dr. Faisal A. Rani, SH,
M.Hum, sebagai Tim Penguji dengan penuh ketulusan ditengah aktivitas sebagai
Dekan Fakutas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Telah bersedia
memberikan masukan yang bersifat konstruktif khususnya di bidang Hukum Tata
Negara, dan telah sudi kiranya meluangkan waktu, khususnya ketika pelaksanaan
berbagai tahapan jadwal ujian.

8.

Kepada Sekretaris Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Tim Penguji, yang
terhormat dan terpelajar Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, MS. Sebagai
Sekretaris Program, telah banyak memberikan kesempatan dan kemudahan

viii

pelayanan akademik, dan sebagai Tim Penguji telah memberikan masukan yang
cukup konstruktif mengenai Ilmu Hukum, sekaligus Filsafat Hukum.
9.

Kepada yang terhormat dan terpelajar, Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS,
sebagai Tim Penguji, telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan
berbagai masukan yang bersifat konstruktif khususnya di bidang Hukum Tata
Negara.

10. Kepada yang terhormat dan terpelajar Bapak dan Ibu Guru Besar, serta para
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Program
Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, yang telah mentransfer ilmu pengetahuan selama
mengikuti pendidikan Program Studi Doktor.
11. Kepada Bupati Aceh Tamiang, Bapak Drs. H. Abdul Latief (periode 2007-2012),
Bapak Hamdan Sati, ST (periode 2012-2017). Kepada Kepala Badan
Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh Tamiang, Bapak
Basyaruddin, SH (periode 2008-2011), Bapak Syamsuri, SE (periode 2014-saat
ini), yang pada keseluruhannya dengan arif dan penuh kebijaksanaan telah
memberikan kesempatan Tugas Belajar, maupun bantuan biaya pendidikan,
hingga diparipurnakannya pendidikan pada jenjang Program Studi Doktor (S3)
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
12. Kepada Rekan-rekan peserta Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan 2012/2013,
Bapak Darmawan, Bapak M. Natsir, Abang T. Rasyidin, Bapak Fathahillah,
Bapak Azwir Agus, Bapak Parameshwara, Bapak Armansyah, Bapak
ix

Syarifuddin Siba, Bapak Ali Yusran Gea, Bapak Arie Wisnu Gautama, Bapak
Rahmani Dayan, Bapak Abdul Haris Nasution, Bapak Maswandi, Bapak Marisi,
Abang Indra Prasetyo, Ibu Susilawati, Kak Ririn Bidasari, Kak Wessy Trisna,
tidak lupa pula Bapak Fuadi angkatan 2011/2012. Dalam hal ini telah
memberikan semangat dan motivasi dalam mengikuti pendidikan, dan
penyelesaian Disertasi.
13. Kepada Para pegawai/staff pada Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Univeristas Sumatera Utara, yang telah bersedia membantu
dalam memberikan pelayanan akademik, sehingga memperlancar administrasi
selama mengikuti pendidikan, dan penyelesaian Disertasi.

Dari lubuk hati yang paling dalam, izinkan untuk menyampaikan bahwa
Disertasi ini dipersembahkan kepada seluruh keluarga besar, khususnya kedua orang
tua tercinta dan terkasih, Mama (Arnis, SH) dan Papa (Basyaruddin, SH) yang telah
membesarkan, dan mendidik dengan penuh rasa kasih sayang, serta berkat do‟a dan
restu mereka jualah dapat mengikuti pendidikan formal sampai ke jenjang Program
Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, tidak dapat dipungkiri bahwa Mama dan Papa
adalah pelita kehidupan dalam konteks khazanah hukum. Pada kesempatan yang
sama, banyak kisah yang telah kita lalui untuk menempuh seluruh proses pendidikan
ini. Khusus kepada Mama, terima kasih yang tak terhingga dihaturkan, yang mana
telah mempercayakan dan meyakini bahwasanya mampu memparipurnakan
pendidikan sampai ke jenjang Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum. Khusus
x

kepada Papa, hal yang senada juga dihaturkan, disamping itu tentu ada kisah
bagaimana ketika pada suatu masa secara bersama-sama mengumpulkan berbagai
literatur. Pada sisi yang lain, bukan hal yang mudah menempuh pendidikan Program
Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, dan telah banyak melewati jalan yang terjal, terlebih
dengan hiruk pikuk Pemerintahan Daerah, terdengar nada-nada sumbang yang
mendiskreditkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Program Studi Doktor
(S3) Ilmu Hukum, Mama dan Papa jualah yang telah meluangkan waktu menangani
perihal tersebut. Oleh karenanya, melalui tulisan ini sembari berdo‟a dan berharap
agar seluruh usaha yang telah ditempuh dalam rangka menyelesaikan pendidikan
Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, kiranya dapat bermanfaat, berguna, serta
membawa berkah bagi kita semua. Dalam kesempatan ini juga, untaian kata terima
kasih ditujukan kepada adik-adik, Dirga Arbas, SH, dan Etra Arbas, seraya ingin
berpesan untuk sesegera mungkin memparipurnakan pendidikan formal, sekaligus
mengutip pepatah lama: “ibarat lidi jika sebatang, maka ia akan mudah dipatahkan,
tetapi jika lidi ada serumpun, maka ia tidak akan mudah dipatahkan”.

Ucapan terima kasih tidak lupa pula dilantunkan kepada kedua Mertua, Papa
(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) dan mama (Seri Rasmi, SH), yang telah mensupport dan
memotivasi untuk merampungkan pendidikan Program Studi Doktor (S3) Ilmu
Hukum. Hal yang sama juga dihaturkan kepada kakak ipar (Sabtia, SH, M.Kn) dan
abang ipar (Rahmad Effendi Tampubolon, ST), serta adik ipar (Riadhi Al-Hayyan,
SH), yang senantiasa memberi motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan
Disertasi.
xi

The last but not least, kepada pendamping hidup (Novi Aisha, SE, M.Si)

terima kasih telah memahami dan menikmati “lika-liku” perjalanan hidup yang telah
kita jalani, Insya Allah suatu hari nanti Allah SWT akan menempatkan kita pada
derajat yang lebih tinggi. Teruntuk keturunan kita (Charta Arbas), yang telah
menyempurnakan kehidupan kedua orang tua, sekaligus penerus harapan dan cita dari
kedua orang tua, father senantiasa berdo‟a dan berharap, agar kelak “Charta” dapat
memparipurnakan pendidikan formal, dalam rentang usia yang lebih muda, dan
dengan sistem pendidikan yang lebih baik.
Akhirul Kalam, izinkan sekali lagi untuk mengucapkan ribuan terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah disebutkan, maupun yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu dalam Disertasi ini, ucapan terima kasih yang telah dihaturkan
di atas, disertai dengan harapan yang tulus, semoga seluruh bantuan yang telah
diberikan, kiranya dapat menjadi amal ibadah, berguna bagi agama, nusa bangsa dan
negara, serta mendapatkan limpahan rahmat dan karunia dari Allah SWT, Amin ya
Rabbal Alamin.

Wassalamu`alaikum. Wr.Wb.

Medan, April 2015
Hormat

Cakra Arbas
128 101 004

xii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................
ABSTRACT ...........................................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................................
DAFTAR SKEMA ...............................................................................................
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................

i
iii
v
xiii
xvi
xvii
xviii

BAB I

PENDAHULUAN ..............................................................................
A. Latar Belakang ................................................................................
B. Rumusan Masalah .... ......................................................................
C. Tujuan Penelitian ............................................................................
D. Asumsi ...........................................................................................
E. Manfaat Penelitian ..........................................................................
F. Keaslian Penelitian .........................................................................
G. Kerangka Teori dan Konsepsi ........................................................
1. Kerangka Teori ..........................................................................
2. Konsepsi ....................................................................................
H. Metode Penelitian ...........................................................................
1. Jenis Penelitian ..........................................................................
2. Sumber Data ..............................................................................
3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................
4. Analisis Data ..............................................................................
I. Sistematika Penulisan ....................................................................

1
1
23
23
24
26
27
30
30
66
69
69
72
74
74
75

BAB II

NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI) ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN GERAKAN
ACEH MERDEKA ............................................................................
A. Dinamika Peraturan Perundang-undangan Tentang Aceh .............
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Peraturan
Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah .......................
2. Undang-Undang No. 10 Tahun 1948 tentang Pembagian
Sumatera Dalam Tiga Provinsi ..................................................
3. Peraturan Wakil-Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan
Pemerintah No. 8/Des/WKPM Tahun 1949 tentang
Pembentukan Provinsi Aceh ......................................................
4. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Provinsi ...................................................

xiii

78
78
80
82

85
87

5. Undang-Undang No. 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan
Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan
Pembentukan Provinsi Sumatera Utara .....................................
6. Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No.
1/Missi/1959 tentang Penetapan Daerah Swatantra Tingkat I
Aceh Sebagai Daerah Istimewa Aceh ........................................
7. Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh .........................
8. Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam ......................................................
9. Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh ...........................................................................................
B. Interaksi Antara Republik Indonesia dan Aceh ...............................
1. Aceh Sebagai Modal Republik Indonesia ..................................
2. Konflik di Aceh Paska Proklamasi ............................................
a. Peristiwa Cumbok (Periode 1945-1946) .................................
b. Peristiwa Tgk M. Daud Beureueh (Periode 1953 - 1962) .....
c. Peristiwa Hasan Tiro (Periode 1976 - 2005) ..........................
C. Lahirnya Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) ..............................
1. Landasan Filosofis .........................................................................
2. Landasan Yuridis .......................................................................
3. Landasan Politis .........................................................................
4. Peristiwa Bencana Alam ............................................................
BAB III

NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI) PERSPEKTIF
RANAH HUKUM DI INDONESIA ................................................
A. Kehendak Serta Komitmen Pemerintah Republik Indonesia dan
Gerakan Aceh Merdeka Paska Reformasi ......................................
1. Era Pemerintahan B.J. Habibie .................................................
2. Era Pemerintahan Abdurrahman Wahid .....................................
3. Era Pemerintahan Megawati Soekarno Putri .............................
B. Proses Lahirnya Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) ...................
1. Peranan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla Sebagai
Menteri .......................................................................................
2. Peranan Susilo BambangYudhoyono dan Jusuf Kalla Sebagai
Presiden dan Wakil Presiden .....................................................
3. Perundingan Putaran I – Putaran V ...........................................
4. Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) .............
C. Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Dalam Ranah Hukum Tata
Negara di Indonesia ........................................................................
1. Kedudukan Hukum Tata Negara ...............................................
2. Sumber Hukum Materil .............................................................
xiv

89

92
93

97
100
105
109
119
121
138
158
188
189
196
199
204

209
209
209
216
229
242
244
247
250
264
274
275
282

3. Sumber Hukum Formil ..............................................................
D. Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) Dalam Ranah Hukum
Internasional di Indonesia ...............................................................
1. Definisi Hukum Internasional ....................................................
2. Sumber Hukum Internasional ....................................................
3. Subjek Hukum Internasional .....................................................
4. Kedudukan GAM Dalam Hukum Internasional di Indonesia ...
BAB IV

BAB V

NOTA KESEPAHAMAN (MoU HELSINKI) DAN CITA
HUKUM (RECHTSIDEE ) DI PROVINSI ACEH .........................
A. Implikasi Hukum Yang Ditimbulkan Oleh Nota Kesepahaman
(MoU Helsinki) ..............................................................................
1. Amanat Dalam Implementasi Nota Kesepahaman (MoU
Helsinki) ....................................................................................
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh ............................................................................................
3. Interpretasi MoU Helsinki Dalam Undang-Undang No. 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ...................................
B. Perkembangan Politik Hukum di Provinsi Aceh Paska Lahirnya
MoU Helsinki .................................................................................
1. Korelasi Hukum dan Politik Dalam Kehidupan Bernegara .......
2. Idealisme Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ...........
3. Realita Perkembangan Politik Hukum di Aceh .........................
C. Paradigma Menyelenggarakan Pemerintahan Aceh di Masa
Depan ..............................................................................................
1. Cita Hukum (Rechtsidee) Sebagai Paradigma Filososfis ...........
2. Sistem Hukum Nasional Sebagai Paradigma Yuridis ................
3. Otonomi Daerah (Self Government) Sebagai Paradigma Politis

287
292
293
294
300
308

314
314
315
321
335
349
353
357
371
385
388
393
404

KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran ...............................................................................................

411
411
413

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

415

LAMPIRAN ..........................................................................................................

437

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................

447

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1

Kegagalan Penyelesaian Konflik Sebelum Perundingan Helsinki ....

240

Tabel 3.2

Inisiatif Damai Untuk Aceh ..............................................................

273

Tabel 4.1

Amanat Untuk Melahirkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Presiden ............................................................................................. 329

Tabel 4.2

Komparasi Interpretasi Norma Antara MoU Helsinki dan UndangUndang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ................ 344

xvi

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1

Alur Kerangka Teori ......................................................................... 32

Skema 1.2

Rumusan Data dan Kontribusi .......................................................... 75

Skema 2.1

Konstitusi dan Dinamika Peraturan Perundang-undangan Tentang
Aceh .................................................................................................. 79

Skema 2.2

Interaksi Aceh dan Republik Indonesia ............................................ 108

Skema 2.3

Landasan MoU Helsinki ................................................................... 188

Skema 2.4

Abstraksi dan Derivasi Nilai .............................................................

Skema 3.1

Kehendak dan Komitmen Pemerintah Republik Indonesia – GAM
Era Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla ............................ 243

Skema 3.2

Klasifikasi Hukum Tata Negara .......................................................

Skema 4.1

Monitoring dan Evaluasi Dalam Sistem Pembangunan Hukum
Nasional ............................................................................................ 348

Skema 4.2

Hans Nawiasky Tentang Tata Urutan Perjenjangan Norma Hukum

362

Skema 4.3

Teori Perjenjangan Dalam Konteks Indonesia .................................

365

Skema 4.4

Paradigma Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Aceh ..............

388

xvii

190

280

DAFTAR SINGKATAN

AAF

: Asean Aceh Fertilizer

ABRI

: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

ACSTF

: Acehnese Civil Society Task Force

AM

: Aceh Merdeka

AMD

: ABRI Masuk Desa

AMM

: Aceh Monitoring Mission

API

: Angkatan Pemuda Indonesia

APRI

: Angkatan Perang Republik Indonesia

APRIS

: Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat

ASNLF

: Acheh Sumatera National Liberation Front

BFO

: Bijeenkomst voor Federaal Overleg

BKR

: Badan Keamanan Rakyat

BPI

: Barisan Pemuda Indonesia

BPK

: Barisan Penjaga Keamanan

CMI

: Crisis Management Initiative

COHA

: Cease of Hostilities Agreement

CoSA

: Commision on Security Arrangements

DI/TII

: Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia

DKI Jakarta

: Daerah Khusus Ibukota Jakarta

DPA

: Dewan Pertimbangan Agung

DPD

: Dewan Perwakilan Daerah

DPR

: Dewan Perwakilan Rakyat

DPRA

: Dewan Perwakilan Rakyat Aceh

DPRD

: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPRK

: Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota

DKS

: Dewan Kawasan Sabang

DOM

: Daerah Operasi Militer
xviii

FAME

: Free Acheh Movement Europe

FH

: Fakultas Hukum

FMPRA

: Front Mahasiswa Pendukung Referendum Aceh

GAM

: Gerakan Aceh Merdeka

GBHN

: Garis Besar Haluan Negara

GPLHT

: Gerakan Pengacau Liar Hasan Tiro

GPK

: Gerakan Pengacau Keamanan

HAM

: Hak Asasi Manusia

HDC

: Henry Dunant Centre

ICRC

: International committee on the red cross

Inpres

: Instruksi Presiden

INGO

: International non government organization

KDMA

: Komando Daerah Militer Aceh

KIP

: Komisi Independen Pemilihan

KKR

: Komite Kebenaran Rekonsiliasi

KMB

: Konferensi Meja Bundar

KNI

: Komite Nasional Indonesia

KNIL

: Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger

KNPI

: Komite Nasional Pemuda Indonesia

KPA

: Komite Peralihan Aceh

KPU

: Komisi Pemilihan Umum

KUHP

: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

LIPI

: Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia

LSM

: Lembaga Swadaya Masyarakat

Menkumham

: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

MKRA

: Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh

MoU

: Memorandum of Understanding

MP

: Majelis Pemerintahan

MPR

: Majelis Permusyawaratan Rakyat
xix

MPRS

: Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara

NAD

: Nanggroe Aceh Darusalam

NBA

: Negara Bagian Aceh

NGO

: Non Government Organization

NIS

: Negara Indonesia Serikat

NIT

: Negara Indonesia Timur

NKRI

: Negara Kesatuan Republik Indonesia

PBB

: Perserikatan Bangsa-Bangsa

PDRI

: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

Penpres

: Penetapan Presiden

PESINDO

: Persatuan Indonesia

Perda

: Peraturan Daerah

PIM

: Pupuk Iskandar Muda

PKI

: Partai Komunis Indonesia

PLO

: Palestine Liberation Organization

PNS

: Pegawai Negeri Sipil

PP

: Peraturan Pemerintah

PPKI

: Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

PPRM

: Pasukan Penindak Rusuh Masa

PRI

: Pemuda Republik Indonesia

PUSA

: Persatuan Ulama Seluruh Aceh

RI

: Republik Indonesia

RIS

: Republik Indonesia Serikat

RPI

: Republik Persatuan Indonesia

RPP

: Rancangan Peraturan Pemerintah

RRI

: Radio Republik Indonesia

RUU

: Rancangan Undang-Undang

SAF

: Svenska Acheh Forening

SDA

: Sumber Daya Alam
xx

SIRA

: Sentral Informasi Referendum Aceh

SIRA RAKAN

: Sidang Raya Rakyat Aceh Untuk Kedamaian

SK

: Surat Keputusan

SKPK

: Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota

SU-MPR

: Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum

SWAPO

: South West Africa People’s

TAP MPR

: Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

TKR

: Tentara Keamanan Rakyat

TNI

: Tentara Nasional Indonesia

TRI

: Tentara Republik Indonesia

UNDP

: UN Development Program

UNPO

: Unrepresented Nations and Peoples Organization

USAID

: US Agency for International Development

UU

: Undang-Undang

UUD

: Undang-Undang Dasar

UUPA

: Undang-Undang Pemerintahan Aceh

xxi