Definisi Operasional POLIGAMI DAN PASAL 279 TENTANG KEJAHATAN ASAL-

4. Teknik pengumpulan data. Dalam penelitian kepustakaan ini, pengumpulan data dilakukan penulis melalui teknik dokumentasi. Dengan teknik ini, penulis melakukan penelaahan bacaan yang sesuai dengan objek penelitian yakni hukum poligami tanpa ijin dalam pasal 279 KUHP. 5. Metode analisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan menggunakan pola pikir deduktif yakni dengan mengungkapkan ketentuan dalam hukum positif, kemudian menjelaskan hukum poligami tanpa ijin istri, serta kemudian analisis hukum pidana Islam terhadap pasal 279 KUHP tindak pidana pernikahan.

J. Sistematika Penulisan

Penelitian ini membutuhkan pembahasan yang sistematis agar lebih mudah dalam memahami dan penulisan skripsi. Oleh karena itu, penulis akan menyusun penelitian ini ke dalam 5 lima bab pembahasan. Adapun sistematika pembahasan tersebut secara umum adalah sebagai berikut : Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Dalam bab ini, deskripsi awal yang menjadi titik tolak penelitian akan dijelaskan. Selain itu, yang paling penting adalah rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini setelah melihat latar belakangnya. Bab kedua kajian teori tentang hukuman takzir dalam hukum pidana Islam. Selanjutnya menjabarkan tentang pengertian jarimah takzir dilanjutkan dengan dasar hukum takzir, tujuan sanksi takzir, ruang lingkum dan pembagian takzir, hukum sanksi takzir dan macam macam sanksi takzir. Bab ini sebagai landasan teori dalam menganalisis objek permasalan dalam tulisan ini. Bab ketiga, data yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri atas penjelasan secara umum poligami di Indonesia beserta pengertian dan syarat- syarat poligami di Indonesia menurut hukum positif sekaligus membahas tentang penjelasan pasal 279 kitab Undang-undang hukum pidana. Bab keempat, berupa pembahasan ketentuan hukum kitab Undang- undang hukum pidana pasal 279 tentang kejahatan terhadap asal-usul pernikahan. Bab ini merupakan analisis analisis sanksi hukum pidana Islam dalam pasal 279 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang kejahatan terhadap asal usul dan perkawinan,. Bab kelima, berupa penutup yang berisi tentang kesimpulan dari penelitian ini dan saran-saran. 20 BAB II HUKUMAN TAKZIR DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian Takzir Dalam bahasa arab Ta’zir adalah bentuk mashdar dari kata َ زَع ََر - َ زْعَ ي َ ر yang secara etimologis berarti َ د رلا َ عَْماَو , yaitu menolak dan mencegah. Kata kata ini memiliki arti َ َرَصَن menolong atau menguatkan.Hal ini seperti firman Allah berikut.  ْ  ْ  ْ  ْ  ْ  ْ  ْ   “supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan agamaNya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” QS. AL-Fath 48:9 Kata ta’zir dalam ayat ini juga berarti ْ َُناَعَاَوْ َُرَ قَوَوْ َُم ظَع ُْاَوَ قَو , yaitu membesarkan, memperhatikan, membantu, dan menguatkan agama Allah. Sementara itu Al-Fayyumi dalam Al-Misbah Al-Munir yang dikutip M. Nurul Irfan dan Masyarofah dalam buku Fiqh Jinayah mengatakan bahwa takzir adalah pengajaran dan tidak termasuk dalam kelompok had. Begitu pula dengan beberapa definisi takzir dibawah ini: 20 21 Takzir ialah pengajaran yang tidak sampai pada ketentuan had syar’i, seperti pengajaran terhadap seseorang yang mencaci-maki pihak lain tetapi bukan menuduh orang lain berbuat zina. Dalam definisi ini terdapat kalimat tidak sampai pada ketentuan had syar’i. Hal ini sesuai dengan pernyataan Al-Fayyumi dalam definisi di atas, yaitu takzir adalah pengajaran dan tidak termasuk dalam kelompok had. Dengan demikian takzir tidak termasuk dalam katagori hukuman hudud. Namun, bukan berarti tidak lebih keras dari hudud, bahkan sangat mungkin berupa hukuman mati 1 Dari definisi tersebut, jelaslah bahwa takzir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’, melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penetapannya maupun pelaksanaannya. Dikalangan fuqaha, jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan dengan jarimah takzir. Jadi, istilah takzirbisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga untuk jarimah tindak pidana. Dalam menentukan hukuman takzir, penguasa hanya menetapkan hukuman secara global saja. Artinya, pembuat undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing takzir, melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya. Dengan demikian, ciri khas dari jarimah takzir itu adalah sebagai berikut: 1 M. Nurul Irfan dan Masyarofah, Fiqh Jinayah, Jakarta : Amzah ,2013 . 137.