PENERAPAN PIDANA BAGI ORANG YANG MENYANYIKAN LAGU YANG BERMUATAN PENGHINAAN

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN PIDANA BAGI ORANG YANG MENYANYIKAN LAGU YANG BERMUATAN PENGHINAAN

Oleh Fadillah usman

Internet menjadi media virtual yang sering digunakan oleh masyarakat untuk mengakses berbagai informasi dan gaya hidup, tetapi kemudahan ini sering disalahgunakan oleh segelintir orang yang menggunakan media internet untuk melakukan kejahatan, seperti halnya penyebaran lagu yang bermuatan penghinaan melalui media online. Hal ini dikarenakan kurangnya pengaduan dari masyarakat akan beredarnya lagu yang bermuatan penghinaan serta kurangnya sumber daya manusia akan kemampuan dan bekal pengetahuan dibidang kejahatan cyber serta kurangnya fasilitas yang dimiliki oleh para penegak hukum.

Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan yang mengambil data-data dari buku-buku, undang-undang, karya ilmiah serta literatur dan studi lapangan, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan metode editing, sistematisasi, serta interpretasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa dalam penerapan pidana bagi orang yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan maupun membantu menyebarkannya ke media internet adalah suatu hal yang kompleks. Teknologi Informasi (IT) adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi (Pasal 1 Ayat (3) UU ITE). Oleh karena itu pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang melakukan penghinaan melalui lagu dapat dikenakan Pasal 207 KUHP (jika lagu penghinaan tersebut ditujukan dan yang diserang kehormatannya adalah Lembaga Negara / badan umum) , Pasal 310 ayat (1) KUHP dan Pasal 532 KUHP (jika yang


(2)

diserang kehormatannya adalah personal/orang), dan dalam hal bagi mereka yang membantu menyebarkan lagu penghinaan tersebut ke media internet dapat dikenakan pula Pasal 27 ayat (1), dan (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, serta Pasal 55 KUHP tentang penyertaan tindak pidana bagi mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan tindak pidana.

Penulis menyarankan perlu kiranya sumber daya penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman) harus memiliki bekal yang memadai dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga penanganan, penegakkan hukum dan perangkat dalam upaya penanggulangan tindak pidana penghinaan melalui lagu baik secara langsung maupun penyebaran lewat media internet, haruslah dilakukan secara menyeluruh yang meliputi berbagai aspek, yaitu aspek manusia, aspek prosedur dan sistem serta perangkat dari peraturan perundang-undangan itu sendiri.


(3)

PENERAPAN PIDANA BAGI ORANG YANG MENYANYIKAN LAGU YANG BERMUATAN PENGHINAAN

Oleh

FADILLAH USMAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

PENERAPAN PIDANA BAGI ORANG YANG MENYANYIKAN LAGU YANG BERMUATAN PENGHINAAN

(Skripsi)

Oleh

FADILLAH USMAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Pengertian Tindak Pidana Penghinaan ... 11

B. Pengaturan Tindak Pidana Penghinaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Serta KUHP. ... 13

C. Penghinaan Melalui Lagu Sebagai Delik Aduan... 17

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 27

B. Sumber dan Jenis Data ... 27

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 28

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 29


(8)

B. Gambaran Umum kasus-kasus Lagu Penghinaan di Indonesia .... 32 C. Penerapan Pidana bagi Orang yang Menyanyikan Lagu

Yang Bermuatan Penghinaan ... 34 D. Penerapan pidana bagi orang yang ikut menyebarkan lagu yang

bermuatan penghinaan melalui media internet ditinjau dari

UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE………. 41

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 51 B. Saran ... 52


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lagu merupakan salah satu bagian dari kehidupan dan perkembangan jiwa manusia. Dalam kenyataannya lagu dapat berperan penting bagi kehidupan manusia saat ini, dari mulai anak-anak, sampai orang tua semuanya menjadikan lagu sebagai sesuatu yang dapat menjadikan hidupnya lebih berwarna. Lagu juga dapat menjadi media yang sangat efektif untuk membantu pola belajar, mengatasi kebosanan, serta dapat berfungsi juga sebagai media menyuarakan aspirasi, tumpahan perasaan dan pendapat, serta pesan moral. Pesatnya perkembangan industri musik dari tahun ke tahun membuat para penikmat lagu semakin ramai sehingga mendorong para seniman musik berlomba-lomba untuk menciptakan karya seni yang dapat diterima oleh masyarakat banyak demi mengejar keuntungan ataupun hanya sekedar mencari sensasi belaka tanpa memperhatikan nilai-nilai norma yang terkandung dalam lagu buatannya.

Banyak lagu-lagu yang sering didengar tidak pantas, berkesan vulgar dan tidak mendidik. Lagu-lagu jenis tersebut banyak didendangkan bukan hanya oleh radio, di angkutan umum dan juga ada dari tetangga yang memperdengarkannya, bahkan bisa di dapatkan dengan mudah di media internet secara gratis. Apalagi bila lagu


(10)

tersebut terdengar dan dihafal serta dilantunkan langsung oleh anak-anak bukan saja yang bertema cinta tetapi juga bertemakan kekerasan bahkan penghinaan.

Secara hukum masyarakat berhak untuk bebas polusi telinga dan pikiran seta mendapatkan kedamaian dalam kehidupan. Berdasarkan Pasal 532 KUHP menyatakan: Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah:

(1). barangsiapa di muka umum menyanyikan lagu-lagu yang melanggar kesusilaan;

(2). barangsiapa di muka umum mengadakan pidato yang melanggar kesusilaan;

(3). barangsiapa di tempat yang terlihat dari jalan umum mengadakan tulisan atau gambaran yang melanggar kesusilaan.

Pasal 315 KUHP lebih spesifik menjelaskan:

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Saat ini banyak temui lagu-lagu yang bermuatan penghinaan terhadap orang maupun lembaga negara. dibawah ini adalah contoh kasus penghinaan terhadap polisi melalui sebuah lagu yang dilakukan oleh grup musik punk Uncle Band. Kasus penghinaan polisi ini berawal saat pementasan musik aliran punk di Gedung Kesenian Gede Manik Singaraja, Sabtu (17/6) malam lalu. Ada vokalis dua grup musik masing-masing Uncle Punk dari Lombok dan Rubbish dari


(11)

vulgar dan menghina polisi seperti “polisi-polisi, apa maumu. Kami melanggar

sedikit ditilang, melanggar sedikit uang hilang”. Lirik lagu yang dinyanyikan

vokalis Uncle Punk lebih keras lagi dengan menyebut polisi semuanya anjing. Tak pelak, usai pentas kedua vokalis punk itu diamankan ke Mapolres Buleleng. Setelah dilakukan pemeriksaan, tersangkanya vokalis grup Uncle Punk.1

Contoh kasus yang kedua, gara-gara Lirik lagu Gosip Jalanan, kelompok musik SLANK mendapat kecaman dari DPR. Lirik lagu yang mendukung gerakan anti korupsi tersebut dianggap menghina lembaga terhormat tersebut. dan kini DPR tengah mempersiapkan bahan-bahan gugatan kepada SLANK. Salah satu penggalan lirik lagu Gosip Jalanan yang membuat anggota DPR marah berbunyi

“Mau tau gak mafia di Senayan? Kerjanya tukang buat peraturan bikin UUD ujung-ujungnya duit”. Penggalan lirik lagu tersebut menyakiti lembaga DPR, kata Wakil Ketua BK, Gayus Lumbuun, seperti yang diberitakan Suara Karya online

dan beberapa media massa online. “ini grup komersil, bukan LSM. Kalau menjual, memojokkan seseorang itu ada hukumnya. Seluruh bangsa di Negara ini, kehormatan ada digedung ini. Ini rumah rakyat.2

Serta contoh kasus lagu penghinaan yang terakhir adalah lagu berdurasi 5 menit 2 detik yang jelas-jelas merupakan bentuk penghinaan terhadap kepercayaan Tuhannya menyebar melalui handphone pelajar mahasiswa dan masyarakat luas. Lagu yang berlirikkan penghinaan terhadap Agama Kristen, Budha, dan Hindu tersebut disinyalir dinyanyikan oleh band lokal dari daerah Bandung ini dikenal dengan band Dajjal. di tempat terpisah, menyikapi lagu yang beredar luas

1

Lihat http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16364/seputar-somasi-terhadap-iklan-polisi-lagi-tidur

2


(12)

beraroma SARA dan terkesan menciptakan konflik dan memecah belah kerukunan beragama, Pendeta Resort Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Resort Padang Bulan Medan, Pdt SMS Simanjuntak, STH menghimbau agar masyarakat jangan terpancing, terutama umat Nasrani.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Penerapan pidana orang yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah penerapan pidana bagi orang yang menyanyikan lagu yang mengandung unsur penghinaan?

b. Bagaimanakah penerapan pidana bagi orang yang ikut menyebarkan lagu yang bermuatan penghinaan di media internet jika ditinjau dari UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pembahasan masalah skripsi ini dibatasi ruang lingkup penelitian dalam ruang lingkup bidang ilmu hukum pidana berkaitan dengan hukum pidana dan upaya penanggulangan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mendapatkan data dalam menjawab permasalahan dengan ruang lingkup penelitian tentang bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi orang yang


(13)

menyanyikan lagu bermuatan penghinaan, serta pertanggungjawaban pidana bagi orang yang ikut penyebarkan lagu yang bermuatan penghinaan di media internet ditinjau dari UU ITE, penelitian ini akan dilakukan dengan lingkup penelitian di wilayah hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah :

a. Untuk dapat mengetahui penerapanan pidana bagi orang yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan tersebut jika ditinjau dari KUHP.

b. Untuk mengetahui penerapanan pidana bagi orang yang ikut menyebarkan lagu yang bermuatan penghinaan di media internet jika ditinjau dari UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penulisan ini adalah: a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penulisan ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pidana khususnya yang berhubungan dengan Tindak Pidana pencemaran nama baik atau penghinaan.


(14)

b. Kegunaan Praktis

Hasil penulisan yang berbentuk skripsi ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dalam memperdalam dan mengembangkan ilmu hukum khususnya ilmu hukum pidana dan menambah informasi bagi pihak-pihak yang tertarik untuk mengadakan penelitian lanjutan tentang tindak pidana pencemaran nama baik ataupun penghinaan, serta sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana hukum pada Universitas Lampung.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.3

Tindak Pidana Penghinaan ataupun pencemaran nama baik yang dalam hal ini merupakan tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal - Pasal yakni: Pasal-Pasal 315, 532 KUHP. Pasal-Pasal - Pasal-Pasal 27 Ayat 1 dan Ayat 3 UU ITE. Berlaku ketentuan-ketentuan di bawah ini:

1. Pasal 207 KUHP:

Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

3 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986.


(15)

2. Pasal 315 KUHP

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling

banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

3. Pasal 532 KUHP

Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah:

(1) Barangsiapa di muka umum menyanyikan lagu-lagu yang melanggar kesusilaan.

4. Pasal 27 Ayat 1 UU ITE

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

5. Pasal 27 Ayat 3 UU ITE

(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

6. Pasal 28 Ayat 2 UU ITE

(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama. Ras, dan antargolongan (SARA).

7. Pasal 55 KUHP

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan.


(16)

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan member kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

(2) terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

1. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah itu4

a. Penerapan pidana adalah sebagai suatu perbuatan menerapkan untuk mencapai tujuan tertentu demi membayar pembalasan yang akan di terima pelaku dari seseorang yang telah di rugikan atas tindak pidana yang dilakukannya.5

b. Menyanyikan adalah merupakan kegiatan dimana kita mengeluarkan suara secara beraturan dan berirama baik diiringi oleh iringan musik ataupun tanpa iringan musik.6

4

Soejono Soekanto. Op. Cit., hlm.32

5

S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Jakarta, Alumni Ahaem-Peteheam,1996, hlm.245

6 Jamalus, Panduan pengajaran buku pengajaran musik melalui pengalaman musik, Jakarta,


(17)

c. Lagu adalah gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan.7

d. Penghinaan adalah suatu perbuatan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang terang supaya diketahui umum.8

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka sistematika penulisannya sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, permasalahan, dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, serta menguraikan tentang sistematika penulisan.

II. TINJUAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang pertanggungjawaban pidana bagi orang yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan dalam perspektif KUHP dan UU ITE, sebagai landasan dalam pembahasannya diuraikan pula pengertian Pertanggungjawaban, pidana, menyanyikan, lagu, dan Penghinaan.

7

Lihat id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia_bahasa_indonesia

8

Pasal 310 KUHP (barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal, yang dimaksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam


(18)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap akhir berupa analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan tentang berbagai hal yang terkait dengan permasalahan dalam skripsi ini, akan dijelaskan bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi orang yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan jika dilihat dari perspektif KUHP dan UU ITE, serta bagaimana pemulihan nama baik orang yang diserang kehormatannya tersebut.

V. PENUTUP


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana Penghinaan

Kebebasan berekspresi telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya dalam Pasal 28 E dan 28 F, namun pembatasan terhadap kebebasan ini telah terbangun dalam tradisi panjang melalui beragam putusan pengadilan dan produk legislasi khususnya KUHP dan produk legislasi baru yang dihasilkan pasca reformasi 1998. Salah satu pembatasan hak asasi manusia yang penting diketahui adalah pembatasan yang diperkenalkan dalam Pasal 28 J UUD 1945 yang kemudian menjadi dasar untuk membatasi kebebasan yang telah diakui dan dijamin dalam UUD 1945.

Penghinaan sudah lama menjadi bagian dari hukum pidana dan hukum perdata Indonesia, karena pada dasarnya Indonesia mewarisi sistem hukum yang berlaku pada masa Hindia Belanda. Hukum Penghinaan di Indonesia pada dasarnya diatur dalam dua kelompok besar yaitu kelompok hukum pidana dan kelompok hukum perdata. Kelompok hukum pidana diatur dalam KUHP dan beberapa UU lain yang juga memuat ketentuan beberapa pasalnya.


(20)

KUHP menjelaskan, secara umum Penghinaan diatur dalam Bab XVI dan dikelompokkan menjadi 7 bagian yakni, menista, fitnah, penghinaan ringan, penghinaan terhadap pegawai negeri, pengaduan fitnah, persangkaan palsu, dan penistaan terhadap orang mati. Selain itu, di dalam KUHP juga terdapat bentuk-bentuk penghinaan yang lebih khusus seperti Penghinaan terhadap Presiden/Wakil Presiden, penghinaan terhadap Negara, Penghinaan terhadap Badan/Kekuasaan Umum, penghinaan terhadap Golongan, penghinaan (Menista) terhadap Agama.1

Ketentuan Penghinaan dalam KUHP sejak 1998 Pemerintah dan DPR juga memperkenalkan berbagai UU baru yang memuat ketentuan-ketentuan Penghinaan yang pada dasarnya serupa dengan yang telah ada dalam KUHP, namun juga diatur kembali dalam UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Dalam KUHPerdata juga mengatur ketentuan Penghinaan, ini dikelompokkan dalam Buku Ketiga tentang Perikatan, dalam bab III secara umum Penghinaan menurut KUHPerdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPdt, sementara ketentuan Penghinaan secara Khusus diatur dalam Pasal 1372 sampai dengan 1380 KUHPdt.

KUHPdt juga tidak dikenal pembedaan atau bentuk-bentuk khusus atas penghinaan seperti dalam KUHP. Ketentuan Penghinaan di dalam KUHPerdata secara umum ditujukan untuk meminta ganti rugi berdasarkan ketentuan Pasal 1373 KUHPdt. Jadi, dalam praktiknya seseorang yang merasa terhina dapat melakukan penuntutan secara pidana dan melakukan Penggabungan Perkara untuk

1 Lihat


(21)

meminta ganti kerugian secara Perdata, atau secara terpisah melakukan penuntutan Pidana dan melakukan gugatan perdata, atau memilih salah satunya.

Ketentuan Penghinaan dalam KUHP sejak 1998 pemerintah dan DPR juga memperkenalkan berbagai UU baru yang memuat ketentuan Penghinaan yang pada dasarnya serupa dengan yang telah ada dalam KUHP. Khusus untuk pengguna internet, ancaman pidana yang dirumuskan melalui Pasal 27 Ayat (3) jo Pasal 45 UU No.11 Tahun 2008 telah menjadi detterent effect yang ampuh bagi para pengguna internet, karena untuk pertama kalinya dalam perkara penghinaan seseorang bisa ditahan karena melakukan tindak pidana penghinaan di internet.2

B. Pengaturan Tindak Pidana Penghinaan Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta KUHP.

Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah prilaku dan pola hidup masyarakat secara global. Perkembangan teknologi informasi telah pula menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, budaya, ekonomi dan pola penegakan hukum yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.3

Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan undang-undang yang ditunggu implementasinya

2

Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi No 16/PUU-IX/2011 hal 28 di http://bit.ly/Hzos5r

3


(22)

baik oleh dunia teknologi informasi, masyarakat umum, maupun pemerintah. Beberapa alternatif model pengaturan dalam UU ITE yaitu model pengaturan yang berpijak pada pemilahan materi hukum secara ketat sehingga regulasi yang dibuat bersifat sangat sempit dan spesifik pada sektor tertentu saja serta model pengaturan yang bersifat komprhensif dalam arti materi muatan yang diatur mencakup hal yang lebih luas disesuaikan dengan kebutuhan yang saat ini terjadi sehingga dalam regulasi tersebut akan tercakup aspek hukum perdata materil, hukum acara perdata dan pidana, hukum pembuktian, dan hukum pidana.4 Yang terjadi apabila seorang yang melakukan tindak pidana penghinaan melalui lagu yang dengan sengaja mengunggahnya ke media internet, dapat dikenakan pasal 27 UU ITE.

Tindak Pidana Penghinaan dalam UU ITE (Pasal 27 Ayat (3) merumuskan:

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik”

Tindak pidana tersebut di atas diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kemudian kasus penghinaan terhadap penguasa atau badan umum, seperti pada kasus konser yang menyanyikan lagu Penghinaan terhadap institusi Polri, Penghinaan dalam Pasal 207 KUHP telah mengaturnya:

Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia,

4 Abdul Wahid dan Muhammad Latib,

Kejahatan Mayaantara(cybercrime), Bandung, PT.Rafika Aditama, 2005. hlm. 86


(23)

diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Sebuah contoh lain, lagu yang tenar di dunia internet yang bermuatan penghinaan dan penistaan terhadap Agama di Indonesia dirumuskan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yakni:

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama. Ras, dan antargolongan (SARA).

Tindak Pidana Penghinaan dalam Pasal 315 KUHP merumuskan:

Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan

kepadanya, diancam karena penghinaan ringan”. Tindak pidana tersebut di atas diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 532 KUHP juga merumuskan mengenai lagu-lagu yang melanggar kesusilaan:

Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah:

1. Barangsiapa di muka umum menyanyikan lagu-lagu yang melanggar kesusilaan.

Penghinaan lisan dalam KUHP (Pasal 310 Ayat (1) :

“Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang

dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.


(24)

R. Soesilo menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum menurut Pasal 310 Ayat (1)

KUHP, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu” dengan maksud tuduhan itu akan tersiar

(diketahui orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang dapat dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzinah, dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan. Tuduhan tersebut harus dilakukan dengan lisan, apabila dilakukan dengan tulisan atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan menista dengan surat dan dikenakan Pasal 310 Ayat (2) KUHP.5

KUHP sendiri tidak dijelaskan apakah yang dimaksud dengan penghinaan secara lisan. Apakah hanya dengan perkataan lisan atau bisa juga dengan menyanyikan lagu yang mengandung penghinaan. Mudzakkir menyatakan Ancaman pidana 5 tahun atau ancaman pidana di dalam tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan itu menjadi rancu ketika orang mempertimbangkan supaya bisa ditahan dan beberapa pasal tertentu naiknya menjadi 5 tahun Alasannya bukan alasan justice-nya maksimum 5 tahun, tetapi lebih pada alasan agar supaya yang bersangkutan bisa ditahan.6

Mengenai hal ini, kita dapat merujuk pada kasus yang terjadi pada pertengahan 2006, sebagaimana pernah diungkit sekilas dalam artikel yang berjudul Seputar Somasi Terhadap Iklan Polisi (Lagi) Tidur. Para anggota band lokal Bali ditangkap dan diadili dengan tuduhan penghinaan terhadap polisi. Teguh Setiabudi dan Sofyan Hadi, kedua penyanyi itu, diringkus setelah menyanyikan

5

R.Soesilo, Buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentar-komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, hlm. 14

6


(25)

lagu berjudul anjing dalam suatu konser. Mereka diseret ke pengadilan dan akhirnya dihukum percobaan satu tahun penjara.7

Meskipun UU ITE dan KUHP tidak menjelaskan tentang tindak pidana Pencemaran Nama baik dan Penghinaan melalui sebuah lagu, tetapi pasal-pasal tersebut di atas tetap saja dapat menjerat pelaku yang membuat lagu penghinaan maupun yang menyanyikannya tersebut meskipun mereka menyebarkan ataupun tidak menyebarkan melalui internet.

Pasal 55 KUHP telah menjelaskan:

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Jadi, tindak pidana penghinaan melalui lagu yang dilakukan oleh seseorang baik dengan sengaja melakukan, ataupun yang menyuruh melakukan dan turut melakukan tindak pidana penghinaan tersebut tetap dapat dipidana.

C. Penghinaan Melalui Lagu Merupakan Delik Aduan

Istilah delik aduan (klacht delict), ditinjau dari arti kata klacht atau pengaduan berarti tindak pidana yang hanya dapat dilakukan penuntutan setelah adanya

7 Lihat http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16364/seputar-somasi-terhadap-iklan-


(26)

laporan dengan permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap orang atau terhadap orang tertentu.

Pada delik aduan, jaksa hanya akan melakukan penuntutan apabila telah ada pengaduan dari orang yang menderita, dirugikan oleh kejahatan tersebut. Pengaturan delik aduan tidak terdapat dalam Buku ke I KUHP, tetapi dijumpai secara tersebar di dalam Buku ke II. Tiap-tiap delik yang oleh pembuat undang-undang dijadikan delik aduan, menyatakan hal itu secara tersendiri, dan dalam ketentuan yang dimaksud sekaligus juga ditunjukan siapa-siapa yang berhak mengajukan pengaduan tersebut.8

Pasal 319 KUHP berbunyi sebagai berikut:

“Penghinaan yang boleh dihukum menurut bab ini tidak dituntut melainkan atas pengaduan orang yang terhadapnya kejahatan itu dilakukan, kecuali dalam hal tersebut pada Pasal 316”9

Untuk menentukan adanya penghinaan atau pencemaran nama baik, konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami.10

Sedangkan, konteks berperan untuk memberikan nilai obyektif terhadap konten. Pemahaman akan konteks mencakup gambaran mengenai suasana hati korban dan pelaku, maksud dan tujuan pelaku dalam mendiseminasi informasi, serta kepentingan-kepentingan yang ada di dalam pendiseminasian (penyebarluasan, ed.) konten. Oleh karena itu, untuk memahami konteks, mungkin diperlukan pendapat ahli, seperti ahli bahasa, ahli psikologi, dan ahli komunikasi.

8

Lihat http://boyloy.wordpress.com/2012/04/07/delik-aduan/

9

Leden Marpaung, Op. Cit. hlm. 97

10 Lihat


(27)

KUHP mengatur dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan. Tidak adanya ketentuan yang tegas bahwa Pasal 27 Ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan kerap dipermasalahkan dalam menerapkan ketentuan ini. Akan tetapi, dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 mengenai konstitusionalitas Pasal 27 Ayat (3) UU ITE telah ada penegasan bahwa Pasal 27 Ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan. Dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi Butir [3.17.1] dijelaskan.11

Bahwa terlepas dari pertimbangan Mahkamah yang telah diuraikan dalam paragraf terdahulu, keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 Ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, sehingga juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan.

Delik aduan dibagi dalam dua jenis :

Delik aduan absolut (absolute klacht delict)

Tresna menyatakan delik aduan absolut adalah tiap-tiap kejahatan yang dilakukan, yang hanya akan dapat diadakan penuntutan oleh penuntut umum apabila telah diterima aduan dari yang berhak mengadukannya. Pompe mengemungkakan delik aduan absolut adalah delik yang pada dasarnya, adanya suatu pengaduan itu

11


(28)

merupakan voorwaarde van vervolgbaarheir atau merupakan syarat agar pelakunya dapat dituntut.12

Mr. M.H.Titraamidjaja mengutarakan antara lain sebagai berikut:

“…..suatu pengaduan ialah suatu pernyataan tegas dari orang yang berhak untuk

mengadu bahwa ia menghendaki penuntutan orang yang telah melakukan

pelanggaran pidana itu”

Mr.M.H.Tirtaamidjaja menyatakan bahwa memang telah dapat membentuk

pengertian tentang “pengaduan”tetapi belum tepat betul karena pernyataan

tersebut belum jelas apakah lisan atau tertulis, akan sulit mempergunakan karena tanggal pengajuan maupun waktu untuk mencabut akan sulit menentukan.

demikian maka suatu pengaduan adalah pernyataan tertulis orang yang berhak untuk mengadu bahwa ia menghendaki penuntutan pelaku suatu pelanggaran/tindak pidana.

“Orang yang berhak mengadu” jika yang menderita atau korban kejahatan suatu

tindak pidana, sudah dewasa maka tidak menimbulkan permasalahan karena korban itulah yang berhak mengadu. Masalah timbul, jika korban suatu tindak pidana aduan, belum dewasa. Hal ini diatur oleh Pasal 72 KUHP dan Pasal 73 KUHP.

Pasal 72 KUHP merumuskan:

“(1) Selama orang yang terhadapnya dilakukan kejahatan yang hanya boleh

dituntut atas pengaduan, umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum dewasa atau selama itu dibawah pengampuan yang disebabkan oleh

12


(29)

hal lain daripada keborosan,maka wakilnya yang sah dalam perkara perdata yang berhak mengadu.

(2)Jika wakilnya itu tidak ada atau ia sendiri yang harus diadukan maka penuntutan dapat dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau wali pengampun atau majelis yang menjalankan kewajiban wali atau seorang keluarga sedarah dalam turunan yang lurus, atau pada ketiadaan keluarga sedarah itu atas pengaduan keluarga dalam turunan yang menyimpang

sampai derajat ketiga”13 .

Kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam jenis delik aduan absolut seperti :

(1) Kejahatan penghinaan (Pasal 310 s/d 319 KUHP), kecuali penghinaan yang dilakukan oleh seseoarang terhadap seseorang pejabat pemerintah, yang waktu diadakan penghinaan tersebut dalam berdinas resmi. Si penghina dapat dituntut oleh jaksa tanpa menunggu aduan dari pejabat yang dihina.

(2) Kejahatan-kejahatan susila (Pasal 284, Pasal 287, Pasal 293 dan Pasal 332 KUHP).

(3) Kejahatan membuka rahasia (Pasal 322 KUHP)

Delik aduan relatif (relatieve klacht delict)

Delik aduan relatif adalah kejahatan-kejahatan yang dilakukan, yang sebenarnya bukan merupakan kejahatan aduan, tetapi khusus terhadap hal-hal tertentu, justru diperlukan sebagai delik aduan. Menurut Pompe, delik aduan relatif adalah delik dimana adanya suatu pengaduan itu hanyalah merupakan suatu voorwaarde van vervolgbaarheir atau suatu syarat untuk dapat menuntut pelakunya, yaitu

13


(30)

bilamana antara orang yang bersalah dengan orang yang dirugikan itu terdapat suatu hubungan yang bersifat khusus.14

Tetapi, berbeda dengan kasus penghinaan terhadap Personal, kasus penghinaan terhadap Presiden, Wakil Presiden, dan Instansi Negara, termasuk dalam delik biasa, artinya aparat hukum bisa berinisiatif melakukan penyidikan dan pengusutan tanpa harus ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Logika dari ketentuan ini adalah presiden, wakil presiden, dan instansi negara adalah simbol negara yang harus dijaga martabatnya. Selain itu, posisi jabatannya tidak memungkinkan mereka bertindak sebagai pengadu.

Tindak pidana terhadap kehormatan yang diatur oleh Pasal 316 KUHP dan tindak pidana terhadap kehormatan khusus (Penghinaan khusus), tidak termasuk tindak pidana aduan sehingga tidak memerlukan pengaduan. Dengan perkataan lain, hal-hal tersebut adalah tindak pidana biasa.15

Dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat tindak pidana adalah asas kesalahan.”

Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. larangan ditujukan kepada perbuatan (suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.

14 http://boyloy.wordpress.com/2012/04/07/delik-aduan/ 15


(31)

Unsur tindak pidana dan kesalahan (kesengajaan) adalah unsur yang sentral dalam hukum pidana. Unsur perbuatan pidana terletak dalam lapangan objektif yang diikuti oleh unsur sifat melawan hukum, merupakan unsur subjektif yang adanya kesalahan (kesengajaan dan kealpaan).

Moeljatno menyimpulkan bahwa untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi (faktor perasaan/kehendak), adapun menurut Moeljatno unsur-unsur tindak pidana adalah:

1. Kesengajaan (dolus) & Kealpaan (culpa)

a. Kesengajaan (dolus)

Ada dua teori yang berkaitan dengan pengertian “sengaja”, yaitu teori kehendak

dan teori pengetahuan atau membayangkan.

- Menurut teori kehendak, sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang.

- Menurut teori pengetahuan atau teori membayangkan, manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat karena manusia hanya dapat menginginkan,

mengharapkan atau membayangkan adanya suatu akibat. Adalah “sengaja”

apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena suatu tindakan dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu telah dibuat.16

16


(32)

Dalam ilmu hukum pidana dibedakan tiga macam sengaja, yaitu :

Sengaja sebagai maksud (opzet als oogmerk), definisi sengaja sebagai dimaksud adalah apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya. Dengan kata lain, jika pembuat sebelumnya sudah mengetahui bahwa akibat perbuatannya tidak akan terjadi maka sudah tentu ia tidak akan pernah mengetahui perbuatannya.

b. Kealpaan (culpa)

Yang dimaksud dengan kealpaan adalah terdakwa tidak bermaksud melanggar larangan undang-undang, tetapi ia tidak mengindahkan larangan itu. Ia alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatan tersebut. jadi, dalam kealpaan terdakwa kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang.

Moeljatno mengatakan kealpaan itu mengandung dua syarat, yaitu tidak mengadakan penduga-penduga sebagaimana diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.17

Kealpaan ditinjau dari sudut kesadaran si pembuat maka kealpaan tersebut dapat dibedakan atas dua yaitu :

1) Kealpaan yang disadari (bewuste schuld) Kealpaan yang disadari terjadi apabila si pembuat dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya. Meskipun ia telah berusaha untuk mengadakan pencegahan supaya tidak timbul akibat itu.

17


(33)

2) Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld) Kealpaan yang tidak disadari terjadi apabila si pembuat tidak membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya, tetapi seharusnya ia dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan suatu akibat tersebut.

Salah satu ciri dari hampir semua sistem hukum adalah perbuatan pidana yang dilakukan selalu dikaitkan pada keadaan-keadaan yang telah dilakukan selalu dikaitkan pada keadaan tertentu dari mentalnya. Keadaan tertentu ini dalam bentuk negatif dirumuskan orang sebagai kondisi-kondisi memaafkan. Maksudnya adalah dirumuskan dengan menyebutkan keadaan-keadaan sebagai alasan-alasan menghapuskan pengenaan pidana.18

Dalam hukum pidana dikenal pula doktrins mens rea. Yang dimaksud dengan doktrin ini singkatnya adalah bahwa adanya unsur subjektif.19

Berdasarkan pada doktrin ini pula maka suatu peradilan pidana dapat melibatkan penyelidikan-penyelidikan terhadap kesehatan jiwa tertuduh, terhadap apa yang ia ketahui, yakini, atau duga sebelumnya, atau terhadap persoalan-persoalan sekitar apakah dia diancam atau dihasut untuk melakukan perbuatan pidana itu, atau apakah dia telah dihalangi oleh suatu penyakit ataupun ketidaksadaran atau pengawasan terhadap dirinya atau badannya. Doktrin ini disebut sebagai dasar dari hukum pidana, sebabnya adalah oleh karena suatu yang berkaitan dengan keadaan-keadaan mental dari tersangka dan hubungan antara keadaan-keadaan

18 Moljatno, Asas-asas Hukum Pidana , Cetakan Kedua, Jakarta: Bina Aksara, 1984, hlm. 54 19


(34)

mental itu dengan perbuatan yang dilakukan adalah sedemikian rupa sehingga orang itu dicela karenanya.

Lady Wootton mengatakan bahwa jika tujuan dari hukum pidana adalah untuk mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan yang dapat merusak masyarakat, dan bukanlah untuk membalas kejahatan yang telah dilakukan pembuat di masa yang lampau maka doktrin yang berlaku secara konvensional ini telah menempatkan

mens rea di tempat yang salah. Menurut dia mens rea itu hanya penting setelah penghukuman, sebagai suatu petunjuk tentang ukuran-ukuran apakah yang akan diambil untuk mencegah terulangnya kembali perbuatan yang terlarang itu. Menurutnya adalah tidak logis, untuk menjadikan mens rea bagian daripada itu terhadap tindakan-tindakan yang harus diterimanya, jika tujuan dari hukum pidana adalah pencegahan.20

20


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

a. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, bahan-bahan bacaan literatur peraturan perundang-undangan yang menunjang dan berhubungan sebagai penelaahan hukum terhadap kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian hukum tertulis. Penelitian normatif dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, dasar hukum dan konsep-konsep hukum.

b. Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengadakan penelitian di lapangan terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui permasalahan yang berhubungan dengan penelitian.

B. Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui dua sumber yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.


(36)

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian lapangan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini yang dilakukan pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yaitu antara lain meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

b. Bahan hukum sekunder yaitu meliputi buku-buku, literatur, dan karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain meliputi karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, surat kabar, kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang cirri-cirinya dapat diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berhubungan langsung dengan masalah dalam penulisan skripsi ini. Penentuan responden pada penulisan ini menggunakan metode pengambilan sampel secara purposive sampling yang berarti bahwa dalam penentuan sampel disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan dianggap telah mewakili populasi terhadap masalah yang


(37)

akan diteliti.1 Sesuai dengan metode penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti secara hirarki sebagaimana tersebut diatas maka narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang 2. Dosen Fakultas Hukum bagian Hukum Pidana UNILA : 1 orang 3. Dosen Fakultas Hukum bagian Hukum Perdata UNILA : 1 orang +

Jumlah : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi kepustakaan digunakan untuk memperoleh data sekunder, dilakukan melalui serangkaian kegiatan dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip literatur-literatur, perundang-undangan, dokumen, dan pendapat sarjana dan ahli hukum yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

b. Studi lapangan guna memperoleh data primer dilakukan dengan cara wawancara dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya.2

2. Pengolahan Data

1

Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES, 2000, hlm. 152

2 Abdulkadir Muhammad,

Hukum dan Penelitian hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2004 hlm. 171


(38)

Data yang diperoleh akan dilakukan pengolahan melalui tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapannya, kejelasannya, dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

b. Interpretasi data, yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikan data serta mendeskripsikannya dalam bentuk uraian untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.

c. Sistematisasi data, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, artinya menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat (deskriptif). Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik tolak dari analisis yuridis empiris, yang pendalamannya dilengkapi dengan analisis normatif dan analisis komparatif dengan mengunakan bahan-bahan hukum primer. Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan secara induktif, yaitu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum sehingga kesimpulan tersebut dapat memberikan saran.3

3 Lihat


(39)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di kemukakan, maka penulis akan memberikan kesimpulan sebagai hasil pembahasan tentang penerapan pidana orang yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan yaitu:

1. Pasal yang dapat diterapkan bagi pelaku yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan yakni Pasal 207 KUHP (jika yang dihina dan diserang kehormatannya adalah Lembaga Negara), Pasal 310 Ayat (1) KUHP, dan Pasal 532 KUHP, serta Pasal 27 Ayat (1), dan (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik jika pelaku tersebut menyebarkan lagu yang bermuatan penghinaan itu ke media internet, tetapi berbeda halnya jika lagu penghinaan tersebut ditujukan untuk menghina dan menista agama, adalah dapat dikenakan yakni Pasal 156a KUHP dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 45 Ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tersebut. Dalam hal tindak pidana penghinaan melalui lagu ini digunakan delik aduan, jika objek yang diserang kehormatannya adalah personal/orang, akan tetapi apabila yang di hina kehormatannya adalah badan umum atau pejabat yang sedang dalam keadaan tugas, maka yang digunakan adalah delik


(40)

hukum dapat langsung menindaklanjutinya. Untuk dapat menetapkan dan menjatuhkan pidana dan Pasal berapakah yang dikenakan kepadanya, serta apakah orang tersebut bersalah atau tidaknya Hakim dapat menilai dari surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.

2. Pelaku yang membantu menyebarkan lagu yang mengandung unsur penghinaan, maka terhadapnya dapat diterapkan pula Pasal 55 KUHP yang sebagaimana mengatur tentang penyertaan tindak pidana, dalam hal ini mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan tindak pidana.

B. Saran

Saran yang diberikan penulis berkaitan dengan Penerapan pidana bagi orang yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan sebagai berikut :

1. Sebaiknya dalam sistem hukum pidana di Indonesia, khususnya mengenai tindak pidana penghinaan seharusnya ada perubahan, yakni jangan lagi memakai delik aduan sebagai dasar bagi penegak hukum untuk menangkap pelaku, tetapi harus memakai delik biasa, agar suatu saat jika terjadi kembali tindak pidana penghinaan melalui lagu ini penegak hukum dapat langsung mengambil tindakan dan jangan menunggu laporan dari pihak yang merasa dirugikan. Dan harus ada aksi yang kongkret dari Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik maupun para penegak hukum di Indonesia, seperti dengan mengadakan sosialisasi tentang UU ITE, pemahaman, dan membentuk


(41)

ITE dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan yang menjadi permasalahan dalam penegakkan hukum di Indonesia adalah adanya kecenderungan dari masyarakat untuk tidak mau melaporkan terjadinya kasus tindak pidana penghinaan melalui lagu tersebut baik secara langsung maupun yang berkembang dimedia internet.

2. Bagi masyarakat hendaknya bersama-sama membantu upaya pemerintah dengan cara menjaga perilaku saat bergaul di dunia maya, sehingga sebaiknya gunakan media internet sebagai sarana bergaul dan berinteraksi yang positif serta bagi aparat penegak hukum, khususnya polisi sebaiknya dibekali dengan lebih materi-materi tentang kejahatan cyber yang saat ini makin berkembang. Sumber daya manusia yang kompeten dibidang IT diharapkan mampu mengurangi terjadinya tindak pidana melalui internet serta perlu adanya fasilitas dan sarana yang memadai untuk digunakan penegak hukum dalam mengungkap kasus kejahatan melalui dunia maya ini.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Jamalus. 1988. Panduan Pengajaran buku Pengajaran musik melalui pengalaman musik. Proyek pengembangan Lembaga Pendidikan. Jakarta

Juhaya S. Praja dan Ahmad Syihabuddin. 1982. Delik Agama Dalam Hukum Indonesia. Penerbit Angkasa. Bandung.

Marpaung, Leden. 2000. Tindak Pidana Terhadap Kehormatan. Rajawali Pers. Jakarta.

Moljatno. 1984. Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Sianturi. S.R, 1996. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya. Alumni Ahaem-Peteheam. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 2000. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.

Soekanto, Soejono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press.

Jakarta.

Wahid, Abdul dan Muhammad Latib. 2005. Kejahatan Mayaantara(cybercrime). PT. Rafika Aditama. Bandung.

Widyapramono. 1998. Kejahatan di bidang Komputer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).


(43)

http://boyloy.wordpress.com/2012/04/07/delik-aduan/

http://icjrid.files.wordpress.com/2012/12/analisis-terhadap-situasi-hukum-penghinaan-di-indonesia.pdf

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16364/seputar-somasi-terhadap-iklan-polisi-lagi-tidur

http://warungcyber.web.id/?p=205

id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia_bahasa_indonesia


(1)

30

Data yang diperoleh akan dilakukan pengolahan melalui tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali

mengenai kelengkapannya, kejelasannya, dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

b. Interpretasi data, yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikan

data serta mendeskripsikannya dalam bentuk uraian untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.

c. Sistematisasi data, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan

pokok permasalahan sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, artinya menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat (deskriptif). Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik tolak dari analisis yuridis empiris, yang pendalamannya dilengkapi dengan analisis normatif dan analisis komparatif dengan mengunakan bahan-bahan hukum primer. Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan secara induktif, yaitu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum sehingga kesimpulan tersebut dapat memberikan saran.3

3 Lihat


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di kemukakan, maka penulis akan memberikan kesimpulan sebagai hasil pembahasan tentang penerapan pidana orang yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan yaitu:

1. Pasal yang dapat diterapkan bagi pelaku yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan yakni Pasal 207 KUHP (jika yang dihina dan diserang kehormatannya adalah Lembaga Negara), Pasal 310 Ayat (1) KUHP, dan Pasal 532 KUHP, serta Pasal 27 Ayat (1), dan (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik jika pelaku tersebut menyebarkan lagu yang bermuatan penghinaan itu ke media internet, tetapi berbeda halnya jika lagu penghinaan tersebut ditujukan untuk menghina dan menista agama, adalah dapat dikenakan yakni Pasal 156a KUHP dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 45 Ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tersebut. Dalam hal tindak pidana penghinaan melalui lagu ini digunakan delik aduan, jika objek yang diserang kehormatannya adalah personal/orang, akan tetapi apabila yang di hina kehormatannya adalah badan umum atau pejabat yang sedang dalam keadaan tugas, maka yang digunakan adalah delik


(3)

52

biasa, tanpa harus adanya laporan pengaduan dari pihak korban, penegak hukum dapat langsung menindaklanjutinya. Untuk dapat menetapkan dan menjatuhkan pidana dan Pasal berapakah yang dikenakan kepadanya, serta apakah orang tersebut bersalah atau tidaknya Hakim dapat menilai dari surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.

2. Pelaku yang membantu menyebarkan lagu yang mengandung unsur penghinaan, maka terhadapnya dapat diterapkan pula Pasal 55 KUHP yang sebagaimana mengatur tentang penyertaan tindak pidana, dalam hal ini mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan tindak pidana.

B. Saran

Saran yang diberikan penulis berkaitan dengan Penerapan pidana bagi orang yang menyanyikan lagu yang bermuatan penghinaan sebagai berikut :

1. Sebaiknya dalam sistem hukum pidana di Indonesia, khususnya mengenai tindak pidana penghinaan seharusnya ada perubahan, yakni jangan lagi memakai delik aduan sebagai dasar bagi penegak hukum untuk menangkap pelaku, tetapi harus memakai delik biasa, agar suatu saat jika terjadi kembali tindak pidana penghinaan melalui lagu ini penegak hukum dapat langsung mengambil tindakan dan jangan menunggu laporan dari pihak yang merasa dirugikan. Dan harus ada aksi yang kongkret dari Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik maupun para penegak hukum di Indonesia, seperti dengan mengadakan sosialisasi tentang UU ITE, pemahaman, dan membentuk


(4)

53

perangkat-perangkat peraturan hukum lain yang berkaitan dengan tindak pidan ITE dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan yang menjadi permasalahan dalam penegakkan hukum di Indonesia adalah adanya kecenderungan dari masyarakat untuk tidak mau melaporkan terjadinya kasus tindak pidana penghinaan melalui lagu tersebut baik secara langsung maupun yang berkembang dimedia internet.

2. Bagi masyarakat hendaknya bersama-sama membantu upaya pemerintah dengan cara menjaga perilaku saat bergaul di dunia maya, sehingga sebaiknya gunakan media internet sebagai sarana bergaul dan berinteraksi yang positif serta bagi aparat penegak hukum, khususnya polisi sebaiknya dibekali dengan lebih materi-materi tentang kejahatan cyber yang saat ini makin berkembang. Sumber daya manusia yang kompeten dibidang IT diharapkan mampu mengurangi terjadinya tindak pidana melalui internet serta perlu adanya fasilitas dan sarana yang memadai untuk digunakan penegak hukum dalam mengungkap kasus kejahatan melalui dunia maya ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Jamalus. 1988. Panduan Pengajaran buku Pengajaran musik melalui pengalaman

musik. Proyek pengembangan Lembaga Pendidikan. Jakarta

Juhaya S. Praja dan Ahmad Syihabuddin. 1982. Delik Agama Dalam Hukum

Indonesia. Penerbit Angkasa. Bandung.

Marpaung, Leden. 2000. Tindak Pidana Terhadap Kehormatan. Rajawali Pers. Jakarta.

Moljatno. 1984. Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Sianturi. S.R, 1996. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya. Alumni Ahaem-Peteheam. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 2000. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.

Soekanto, Soejono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Wahid, Abdul dan Muhammad Latib. 2005. Kejahatan Mayaantara(cybercrime). PT. Rafika Aditama. Bandung.

Widyapramono. 1998. Kejahatan di bidang Komputer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).


(6)

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/it520aa5d4cedab/pencemaran-nama-baik-di-media-sosial,-delik-biasa-atau-aduan

http://boyloy.wordpress.com/2012/04/07/delik-aduan/

http://icjrid.files.wordpress.com/2012/12/analisis-terhadap-situasi-hukum-penghinaan-di-indonesia.pdf

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16364/seputar-somasi-terhadap-iklan-polisi-lagi-tidur

http://warungcyber.web.id/?p=205

id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia_bahasa_indonesia