Analisis Teknik Menyanyikan Lagu Melayu Deli Yang Di Lagukan Oleh Ibu Azlina Zainal

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Takari, Muhammad dan Heristina Dewi. 2008. “ Budaya Musik dan Tari

Melayu Sumatera

Utara”. Medan. USU Press.

Takari, Muhammad dan Fadlin Muhammad Dja’far. 2014. “ Ronggeng Dan

Serampang Dua

Belas”. Medan. USU Press.

Sinar, Tengku Luckman. 2012. “Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu”. Medan.

Sinar Budaya Group.

Budaya, Arga. 2014. “ Pengalaman Pembelajaran Musik Melayu di ISI Padang Panjang”.

Institut Seni Indonesia Padang Panjang.

Silitonga, Sansri Nuari. (2011). “Nur’ainun sebagai Penyanyi Melayu

Sumatera Utara:

Biografi dan Analisis Struktur Lagu-lagu Rentak Senandung, Mak Inang dan Lagu Dua

yang Dinyanyikan-Nya”. Medan: Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.


(2)

Purba, Maruli. 2013. “Teknik Permainan dan Struktur Musik Husapi

Simalungun Pada Lagu

Parenjak-enjak Ni Huda Sitajur Yang Disajikan Oleh Arisden Purba di Huta Manik

Saribu Sait Buttu, Kecamatan Pamatang Sidamanik,Kabupaten

Simalungun”. Medan:

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Yanti, Eva Gusmala. 2011. “ Lagu-lagu Zapin ciptaan Zul Alinur: Kajian Terhadap Struktur

Teks dan Melodi “. Medan: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Silahudin, Shafa’atussara. Lagu Melayu Asli : Stilistik Nyanyian Sebagai Wahana Seni Melayu.

Skripsi Sarjana Pengajian Melayu (Seni Persembahan) Akademi Pengajian Melayu di

Universiti Malaya, Kuala Lumpur. Malaysia.

Pusat Pembinaan Bahasa, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Penerbit Balai Pustaka


(3)

DAFTAR WEBSITE

http://rizaldiisipadangpanjang.blogspot.com/2010/08/cengkok-dan-grenek-dalam-biolamelayu.html?m=1


(4)

DAFTAR INFORMAN

DAFTAR INFORMAN

1. NAMA : AZLINA ZAINAL TANGGAL LAHIR : 30 DESEMBER 1959

ALAMAT : JALAN UTAMA NO 65, KOTA MAKSUM 4, KECAMATAN

MEDAN AREA PEKERJAAN : SENIMAN

2. NAMA : DATUK AHMAD FAUZI TANGGAL LAHIR : 1 JUNI 1960

ALAMAT : JALAN GAHARU NO 34 A , MEDAN TIMUR PEKERJAAN : SENIMAN

3. NAMA : Alm. Drs. H. MUHAMMAD SYAH SAID TANGGAL LAHIR : 15 MARET 1953

ALAMAT : JALAN UTAMA NO 65, KOTA MAKSUM 4, KECAMATAN

MEDAN AREA

PEKERJAAN : PENSIUNAN PEGAWAI NEGRI SIPIL

4. NAMA : AGUSTINA SAMOSIR , M.Sn TANGGAL LAHIR : 17 AGUSTUS 1971


(5)

ALAMAT : JALAN ABDUL HAMID NO 54 MEDAN PEKERJAAN : DOSEN PRAKTIK VOKAL DAN GURU VOKAL

5. NAMA : ZULKIFLI LUBIS

ALAMAT : JALAN FLAMBOYAN RAYA NO 52, MEDAN PEKERJAAN : SENIMAN

6. NAMA : ESTER SIMBOLON, S.Sn

ALAMAT : JALAN PADANG NO 103, MEDAN PEKERJAAN : GURU VOKAL DAN SENIMAN


(6)

(7)

BAB III

KEBUDAYAAN MUSIK MELAYU SUMATERA UTARA

3.1 Sejarah perkembangan kebudayaan Musik Melayu Sumatera

Pada budaya Melayu lagu dan tari merupakan bagian dari seni pertunjukan. Istilah seni pertunjukan sering dipadankan dengan istilah seni persembahan. Istilah seni pertunjukan biasanya dipakai dikawasan budaya Melayu di Indonesia sedangkan istilah seni persembahan biasanya dipakai dikawasan Semenanjung Malaysia, Singapura dan Thailand. Seni pertunjukan atau seni persembahan memiliki makna penampilan seniman seni pertunjukan atau persembahan di suatu tempat tertentu serta melakukan komunikasi dengan penonton atau penikmatnya , dengan berdasarkan kepada nilai-nilai budaya yang dianut dan diresapi oleh masyarakat Melayu (Takari dan Dewi,2008:95).

Lagu dan tari pada budaya Melayu di Sumatera Utara mengalami perubahan. Perubahan tersebut dimulai sejak era pra-Islam yang disebut juga dengan era animisme dan dinamisme, kemudian mengalami berlanjut hingga ke masa kebudayaan Hindu, Budha dan Islam. Dari semua pengaruh luar , sejak abad ke 13 hingga kini, Islam menjadi dasar dan pusat peradaban Melayu.

Dalam bidang seni budaya, banyak melahirkan genre-genre kesenian baru seiring dengan perkembangannya yang masif adaktif didunia melayu, Islam yang datang ini tidak mematikan dan memupus hadist kebudayaan era-era sebelumnya. Aktifitas-aktifitas upacara atau yang dikategorikan sebagai adat istiadat dalam


(8)

sistem adat melayu memasukkan unsur-unsur Islam dan Melayu dalam aktifitas upacara, seperti melenggang perut, mandi safar, melepas lancang, upacara tujuh bulan, upacara turun tanah, aktifitas upacara khitan, pernikahan dengan berbagai tahapannya, dll. Dengan demikian, Islam mendapatkan tempat yang paling asas dan memdalam dalam semua sistem budaya masyarakat Melayu (Takari dan Dewi, 2008:97). Sejak abad ke 13, Islam menjadi dasar dan pusat peradaban Melayu, dimana dalam sistem kosmologis Melayu yang pada masa Hindu, dikonsepkan dengan Dewata Mulia Raja dan Sang Hyang, maka setelah masuknya Islam di polarisasikan kedalam konsep Al-Hallik yang Allah S.W.T dan makhluk yang terdiri dari manusia dan alam semesta termasuk alam gaib, jin, setan, bintang, bulan, planet, dan lainya muncullah konsep kekuasaan Tuhan (Rabb) yamg teragung dengan segala kemahakuasaanNya. Pada abad ke-16 sejak dekade ke2, Eropa melalui Portugis dan kemudian disusul Belanda dan Inggris datang melakukan kolonialisasi ke kawasan Nusantara ini. Namun demikian, pertemuan kebudayaan Eropa dengan Melayu melahirkan bentuk kebudayaan akulturatif seperti keroncong, Dondangsayang (Ronggeng atau Joget), musik kombo, band Kerajaan dan sejenisnya yang mengindikasikan adanya percampuran budaya. Bagaimanapun, masyarakat rumpun Melayu di Nusantara ini, banyak juga belajar dari penjajahnya dan dapat membukakan pemikiran scientific bahi perkembangan kebudayaan kawasan ini. Selanjutnya, penulis akan mengkaji secara lebih rinci keberadaan seni budaya Melayu dari masa ke masa.


(9)

3.1.1 Masa Animisme

Masa animisme datang membawa pengaruh kedalam seni pertunjukkan Hindu, Islam, dan Barat yang sebenarnya etnik Melayu telah memiliki konsep tersendiri tentang tangga nada atau ritme, yang berdasarkan penelitian penulis. Etnik Melayu memiliki konsep musik baik yang diteruskan yang disebut bunyi-bunyian apa yang diambil dari barat (Takari dan Dewi, 2008:98). Unsur religi animisme yang terkandung dalam kebudayaan musikal etnik Melayu antar lain dapat dipantau dari penggunaannya pada masyarakat seperti musik dalam wayang kulit dimainkan seusai menuai padi yang digunakan sebagai rasa terimakasih etnik melayu kepada kuasa gaib yang telah menguasai hasil padi yang melimpah ruah. Alat-alat musik ypada teater ini sebelum dipergunakan terlebih dahulu diberi jampi atau mantra yang berciri-ciri animisme. Begitu juga repertoar lagu, seperti lagu bertabuh yang bertujuan menyatakan rasa perdamaian seperti lagu gaib, seperti: hantu, jembalang tanah, jembalang laut, jin, puaka, mambang, dll ( Nasuruddin dalam Takari, 2008:100). Pada era animisme masyarakat Melayu umumnya menumpukkan perhatian kepada keperluan hidup sehari-hari. Mereka meyakini bahwa dialam ini semua benda dikuasai oleh kekuatan gaib. Kemudian mereka melakukan berbagai ritus kepada kekuatan gaib tersebut. Selanjutnya, mereka melakukan enkulturasi budayanya dengan menggunakan mitos dan legenda. Melalui ritual ini, mereka juga telah beraktifitas tari dan teatrikal. Unsur religi animisme, yang terkandung dalam kebudayaan Melayu, dapat dipantau dalam penggunaanya didalam masyarakat seperti dalam pesta panen padi, yang digunakan sebagai rasa terimakasih kepada kuasa gaib yang telah mengkaruniai


(10)

hasil yang melimpah ruah. Upacara lainnya menggunakan unsur musikal dalam aktifitasnya yang berciri khas religi animisme adalah upacara mengambil manisan lebah, musik dan tari menghadap rebab(alat musik lute gesek berleher panjang dengan dua senar/trouhg string long neck lute) yang dipergunakan pada teater makyong dimana berfungsi untuk menghormati rebab yang dianggap mengandung kuasa gaib agar pertunjukan teater tersebut direstui oleh kuasa ini. Hal-hal seperti itu terlihat juga pada lagu senandung pada keperluan seperti memanggil angin, meredakan badai dan lainnya. Dibeberapa kawasan Melayu, terdapat aktifitas musikal, tari dan teater yang dipergunakan untuk upacara jamu laut dan melepas lancang sebagai ucapan terimakasih kepada penguasa laut.

3.1.2 Masa Hindu

Pertama kali masuknya agama Hindu ke Asia Tenggara diperkirakan sejak akhir abad ke 2 Masehi yang dibawa oleh orang India dan Asia Tenggara. Yang paling utama membawa agama Hindu ialah masyarakat Funan, yang terdapat di sungai Mekong (sekarang di Kamboja) mengadakan perdagangan secara maritim dengan kerajaan di Sumatera pada abad ke 3 Masehi. Selanjutnya pada abad ke 5 dan ke 6 terdapat tulisan tentang kerajaan Sumatera dan Jawa yang dijumpai di China ( Hall dalam Takari, 2008:102). India dengan agama Hindu masuk ke dalam kehidupan etnik Melayu pada abad pertama dan kedua Masehi, yang dibawa oleh para pedagang. Selanjutnya pada abad ke 18 ketika Penang menjadi basis koloni Inggris di Semenanjung Malaya, daerah ini tunduk ke madras di India Selatan. Sehingga banyak pegawai dan serdadu Sepahi India yang bekerja pada


(11)

2008:102). Masuknya unsur Hindu ini juga terdapat pada struktur singgasana kerajaan Melayu, seperti yang dideskripsikan Sheppard sebagai berikut: " The Prince sat cross legged but errect on a low-railed flatform sheltered from the head of the morning sun by three-tiered roof. The flatform rested on broad silken back of a winged of a winged creature, frerredto by Malay public, with cause falimliarty as the bird but graced by court offiacials with traditional title Pertala Indera Maha Sakti- the winged of stead of Sahiva, the King of God (Sheppard, 1987:1)

Dilihat dari strukturnya, musik etnik Melayu banyak juga dipengaruhi oleh musik Hindu. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan raga( dimensi ruang musik India). Dalam musik Melayu dikenal improvisasi atau variasi melodis yang dikenal dengan cengkok, gerenek, patah lagu. Di India sering disebut kampita. Kedua improvisasi ini terkadang memperlihatkan kesamaan konsep, seperti memakai luncuran-luncuran nada berinterval kecil tidak sampai 50 cent. Selain itu, pengaruh musik India pada musik Melayu dapat dilihat pada musik untik memgiringi teater Mendu, seperti materi cerita-cerita dan lagu yang dipergunakan pada kebudayaan Melayu adalah harmonium, tabla dan gendang keling, baya kesi dan lain-lain. Salah satu comtoh genre musik dari budaya Hindu yang di serap etnik Melayu adalah musik chalti, yaitu ensambel yang menggunakan harmonium, biola, dan tabla. Rentak chalti selalu dibawakan olehorkesorkes Melayu sejak dasawarsa lima puluhan diperoleh oleh seniman serba bisa Tan Sri P.Ramlee, dengan filmnya Juwita (1952) dan di Jakarta lenyanyi Said Effendi dalam filmnya Serodja (1955). Selanjutnya pada dasarwarsa enam dan tujuh puluhan abad ke 20, musik ini dikembangkan oleh A. Chalik,


(12)

Husin Bawafie, Hasnah Tahar, dan Elya Alwi Khadam, dan kemudian diikuti oleh Rhoma Irama dan Elvi Sukaesih dan yang lainnya membawakan lagu Melayu rentak dangdut, yang berakar dari musik chalty.

3.1.3 Masa Buddha

Unsur yang lainnya adalah dari budaya Buddha. Seperti disebutkam sebelumnya, kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara telah mengadakan kontak dengan masyarakat Buddha sekitar akhir abad kedua masehi (Hall dan Sheppard dalam Takari, 2008:105). Perdagangan melalui laut terjadi pada abad ketiga masehi. Kemudian padz abad kelima dan keenam deskripsi tentang kerajaan di Sumarera dan Jawa telah di jumpai tulisan-tulisan China.

Adanya hubungan antara orang Buddha dan Mwlayu dpaat dilihat dari tulisan orang China yang beragaman Buddha I-Tsing yamg berjunjung dan menulis tentang Sumatera tahun 671,685, dan 689 Masehi. Dalam tulisannya, beliau mengemukakan tentang suatu negerj yang disebut dengan Mo-Lo-Yeu. Ia tinggal dinegeri selama 2 bulan dalam perjalanannya dari India ke Kerajaan Sriwijaya yaitu kerajaan nasional pertama letaknya di Sumatera Selatan. Kata Mo-Lo-Yeu dalam tulisan ini dapat diidentifokasi sebagai Melayu, yaitu suatu kerajaan yanv berada si Jambi di tepian sungai Batang hari (Hall dalam Takari, 2008:106).

Berbagai unsur Buddha wujud pula dalam seni persembahan Melayu. Misalnya teater menhora yang diperkirakan berasal dari Thailand pada berbagai tarinya mengekspresikan gerakan Buddha. Dalam musik unsur Buddha ini dapat dilihat dari penggunaan alat musik ching (simbal kecil dari Thailand). Begitu juga


(13)

tangga nada anhemitonik pentatonik (lima nada tanpa jarak setengah laras) atau lagu- lagu Melayu yang bertangga nada pentatonik kreatif seperti pada lagu Senanding China, Inang China, Mas merah, Tudung Periuk, dan Lainnya- namun dengan mengalami penyesuaian dengan cita rasa musik Melayu.

3.1.4 Masa Islam

Dari semua pengaruh yang bertapak kuat dalam budaya Melayu adalah peradaban Islam. Islam sendiri merupakan ajaran dalam bentuk Ilahi. Dengan keadaan demikian, ia bukan budaya tetapi wahyu. Para pedagang Arab telah aktif mengadakan hubungan perdagangan dengan orang-orang di Kepulauan Nusantara sejak belum lahir dan turunnya agama Islam dan juga mungkin para nelayan Melayu telah mengadakan hubungan persahabatan dengan orang-orang Arab sebelum datangnya agama Islam. Setelah lahirnya agama Islam di Timur Tengah, agama ini menyebar secara luas di dunia, termasuk ke Gujarat dan daerah Barat Laut India. Islam masuk ke Asia Tenggara diperkirakan dibawa oleh orang-orang Arab atau orang-orang dari India pada abad ke 13. Pada abad tersebut telah muncul kerajaan Islam yang bernama Perlak di Sumatera Utara dan kerajaan Aru di pesisir timur Sumatera Utara pada abad kelima belas (Hill dalam Takari dan Dewi 2008:107).

Pada abad ke-15 dan ke-16 di Pesisir Timur Sumatera Utara terdapat tiga kesultanan Islam yang besar , yaitu : Langkat, Deli dan Serdang. Sejak masuknya Islam ke Indonesia terjadi penyesuaian budaya era animisme dengan era Islam. Pada masa sekarang , mantera-mantera yang berciri khas animisme yang dapat kita lihat melalui teks telah diubah dengan teks yang berciri


(14)

kebudayaan islam seperti kata Bismillahirrahmanirrahiim dan diganti dengan sebutan Allah, abi Muhammad, Nabi Khaidir, Nabi Sulaiman dan lainnya sesuai dengan ajaran –ajaran dalam agama Islam.

Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di dalam kebudayaan Melayu Sumatera Utara , antara lain adalah : zikir, bazanji, marhaban, rodat, ratih, hadrah, nasyid, irama padang pasir dan lainnya. Dalam kebudayaan musik dapat kita lihat juga dipergunakannya alat-alat musik khas budaya Islam , seperti : rebab, biola

(melalui budaya barat), gendang nobat, nafiri, serunai, gambus,’ud, dan lainnya.

Demikian juga dengan konsep musik Islam yang juga diserap oleh etnik Melayu yaitu konsep adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Demikian juga penyerapan unsure musik Islam dalam bentuk gaya-gaya ritmik yang tak terikat ke dalam metrum , terutama dalam melodi-melodi pembuka musik Islam seperti pada

zapin dan nasyid yang dikenal dengan sebutan avaz dalam musik Islam. Setiap

negri Islam mempunyai sejumlah pola ritme dalam teori dan praktik yang secara umum ditulis dan dihubungkan dengan gendang tamburin , dengan menggunakan mnemonic atau onomatopeik dalam proses belajarnya.

3.1.5 Masa Pengaruh Eropa

Budaya Barat masuk ke dalam kehidupan etnik Melayu sejak Portugis menaklukkan Malaka pada tahun 1511. Setelah masuknya portugis maka masyarakat Melayu mengadopsi unsure kebudayaan Barat seperti alat-alat musik antara lain akordion, saksofon, drum trap set, gitar akustik, ukulele, juga alat


(15)

musik elektronik. (Takari dan Dewi 2008:112). Takari dan dewi dalam bukunya

Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara mengatakan bahwa:

Dari hasil penelitian yang dilakukan , dapat dilihat beberapa maqam yang mereka serap

sebagai dasar pengembangan melodi musik-musik Islam, seperti : rast, bayati, husaini, hijaz,

sikahira, ushaq, sama’ani, nilwan, nahawan dan lain-lain. Maqam-maqam inilah yang menjadi dasar pengembangan melodi musik-musik Islam, seperti: nasyid, hadrah, marhaban, barzanji, qasidah dan sejenisnya. Teks lagu-lagunya umumnya berdasar kepada kitab Al-Barzanji dan karya-karya seniman Melayu di kawasan ini. Dalam setiap festival (pesta) budaya Melayu berbagai seni musik Islam ini selalu dipertunjukkan”

3.2 Gambaran Umum Musik Melayu Sumatera Utara

Musik merupakan salah satu media ungkap kesenian yang dibangun dari 2 buah dimensi yaitu dimensi ruang (tangga nada, wilayah nada, nada dasar, interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula melodi, dan lain-lain) dan dimensi waktu (metrum atau birama, nilai not atau panjang pendeknya durasi not, kecepatan dan lain-lain).

3.2.1 Alat Musik

Alat-alat musik Melayu , berdasarkan sistem klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs dan Eric M. Von Hornbostel (1914) dikelompokkan ke dalam 4 klasifikasi, yaitu : idiofon, membranofon, kordofon dan aerofon. Dalam kebudayaan musik Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara , alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi idiofon antara lain: tetawak, gong, calempong, ceracap (kesi) dan gambang. Alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi


(16)

membranofon adalah : gendang ronggeng, gendang rebana (hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka), gedombak, table, dan baya.

Alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi kordofon antara lain : ‘ud, gambus,

biola dan rebab. Alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi aerofon antara lain: akordion, bangsi, seruling, nafiri dan puput batang padi. (Takari dan Dewi,2008:114-115).

Alat-alat musik yang dipergunakan dalam kebudayaan Melayu berciri khas dari alur utama kebudayaannya dan juga menyerap musik dari alur kebudayaan diluar budayanya. Keberadaan alat musik tersebut mengalami proses kesejarahan. Misalnya alat musik yang masuk ke dalam kebudayaan Melayu dari era Pra Islam diantaranya adalah gong, tetawak dan gendang ronggeng. Kemudian setelah masuknya kebudayaan Islam, maka diseraplah alat-alat musik dari kebudayaan

Islam antara lain ‘ud dan gedombak (darabuka). Demikian juga setelah

Kebudayaan Barat masuk ke Nusantara maka diseraplah alat-alat musik dari budaya Barat seperti akordion, biola, saksofon, clarinet, trumpet, drum trap set, gitar akustik dan alat-alat musik elektrik.

Walaupun budaya Melayu banyak mendapat pengaruh unsur budaya Luar namun budaya Melayu masih mempertahankan struktur musik yang khas garapan Melayu dan musik yang masuk dari luar tersebut sudah dianggap menjadi bagian dari musik tradisi Melayu (Takari dan Dewi, 2008:115). Pada masa kini ensemble musik ronggeng yang merupakan ensemble khas budaya musik Melayu sering digantikan dengan format band (orkes) dan kombo Melayu dengan menggunakan alat-alat musik yang berasal dari Barat. Jika dahulu mulanya disajikan musik dan


(17)

permainan keyboard yang dapat menghasilkan berbagai jenis suara alat musik, dapat diprogramkan berbagai lagu dan hanya membutuhkan seorang pemusik.

3.2.2 Rentak

Rentak merupakan salah satu aspek komunikasi bukan lisan dalam seni pertunjukan Melayu yang merupakan jalinan not dengan durasi sedemikian rupa membentuk pola ritme (Takari dan Dewi, 2008:138). Rentak dapat juga memiliki pengertian pola ritme gendang Melayu (Takari dan Dja’far, 2014:164). Rentak -rentak yang terdapat pada budaya seni pertunjukan Melayu antara lain : asli (senandung), inang, lagu dua (joged), zapin, ghazal, hadrah dan lain-lain. Rentak berkaitan erat dengan ekspresi emosi, misalnya rasa gembira diekspresikan oleh rentak joged atau lagu dua, rasa sedih diekspresikan oleh rentak asli atau senandung. Namun dalam tulisan ini, penulis membatasi hanya membahas 4 jenis rentak Melayu yakni rentak asli(senandung), mainang, lagu dua (joged) dan zapin.

3.2.2.1 Rentak Senandung

Rentak senandung merupakan pola ritme pukulan gendang yang memiliki ciri terdiri dari kombinasi tiga buah motif ritme, bertempo lambat ( lebih kurang 60 ketukan setiap menit) dan bermeter delapan. Nilai durasi not (ketukan) yang terdapat di dalam pola ritme rentak senandung adalah not seperempat, not seperdelapan, not tiga perenambelas dan not seperenambelas. Not-not tersebut digabungkan sehingga membentuk kelompok motif ritme yang disebut motif A,B dan B1. Motif A adalah gabungan tiga buah not seperempat dan satu buah not


(18)

dua buah not seperdelapan , satu buah not tiga perenam belas dan satu buah not seperenam belas dan motif ini diawali pada ketukan atas (anacrusik) yang terdapat di dalam ketukan pada hitungan keempat. Motif B1 dibedakan dengan motif B berdasarkan perbedaan nilai not pada akhir not yaitu not seperempat di tempat mana jatuhnya pukulan gong yang mengakhiri siklus pola ritme rentak senandung

ini. (Takari dan Dja’far. 2014:166).

Siklus pola ritme gendang tersebut disertai dengan onomatopeik bunyi gendang yang terdiri dari empat onomatopeik yaitu tak, ding, dang, tung, yang diletakan tepat pada setiap motif ritme. Ritme A diisi dengan onomatopeik

tak-tak-tak-tak, ritme B diisi dengan onomatopeik tung-dang-dang-tung sedangkan

ritme B1 merupakan pengulangan dari motif B hanya saja bunyi tung yang terakhir lebih panjang dari pada bunyi tung yang terdapat pada motif B.

3.2.2.2 Rentak Mak Inang

Pola ritme rentak mak inang terdiri dari empat buah not bernilai seperempat yang terdiri dari empat onomatopeik gendang Melayu yaitu tung, tak, ding, dang. Tempo pada rentak mak inang yaitu antara delapan puluh sampai dengan seratus enam puluh ketukan setiap menit. Jenis meter pada rentak mak inang adalah meter empat.

Motif dasar dari rentak mak inang adalah empat buah not seperempat yang digantungi onomatopeik tung, tak, ding, dang. Keadaan ini berlaku terus berulang-ulang sepanjang lagu. Terdapat aksentuasi pada hitungan satu dan hitungan ke empat. Terdapat variasi yang selalu muncul pada rentak mak inang yaitu singkopasi-singkopasi yang terjadi pada ketukan dalam hitungan tiga dan empat,


(19)

yaitu diletakkan pada ketukan atasnya dengan menggunakan onomatopeik dang yang diberi aksen kuat (forte). Sementara ketukan pada hitungan dua, onomatopeik diganti dari ding menjadi dang.

3.2.2.3 Rentak Joged atau Lagu Dua

Tempo yang umumnya dipakai dalam lagu rentak joged atau lagu dua adalah berkisar antara seratus dua puluh permenit. Terkadang seorang pemain gendang apabila mengiringi sebuah lagu dengan pola irama lagu dua, temponya cenderung bertambah cepat. Hal tersebut merupakan ekspresi dari pemain gendang yang tidak dapat mengontrol kecepatan temponya akibat luapan emosi yang muncul akibat pola ritme saat memainkan gendang.

Pola ritme ini biasanya dipakai untuk mengiringi tari dan tari yang biasanya diiringi oleh rentak ini sangat lincah dan riang. Jika diperhatikan secara seksama,ternyata jenis rentak ini cukup rumit meskipun terdengar sederhana. Hal

tersebut diungkapkan oleh Takari dan Dja’far dalam bukunya Ronggeng dan Serampang dua belas mengatakan bahwa: “Bila pola ritme ini didengar tanpa

memperhatikan kegiatan ritmis yang terjadi di dalamnya seolah-olah pola ritme ini sangat

sederhana. Akan tetapi bila diperhatikan lebih cermat ternyata ritme ini sangat rumit ini sangat

rumit, terutama bila membicarakan jenis meternya. Hal ini sering menghasilkan


(20)

3.2.2.4 Rentak Zapin

Rentak Zapin merupakan salah satu pola ritme gendang Melayu yang berbirama 4. Tempo lagu pada rentak ini yaitu sedang (moderato), cepat (allegro) dan agak cepat (allegroto) (Sinar,2012:93).

Hal penting yang perlu diperhatikan rentak atau pola ritme gendang Melayu ialah dimana saat masuknya permainan gendang pada awal lagu. Tidak ada ketetapan khusus yang menentukan kapan harus masuk gendang pada awal permainan lagu. Namun biasanya dalam rentak senandung, mak inang dan lagu dua gendang biasanya masuk belakangan setelah instrument pembawa melodi (biola, akordion dan instrument pembawa melodi lainnya) terlebih dahulu memainkan melodi untuk memulai lagu yang akan dibwakan. Namun pada rentak patam-patam berlaku ketentuan yang sebaliknya yaitu selalu dimulai dengan gendang lalu disusul oleh alat musik pembawa melodi. Pada pola ritme rentak senandung, gendang dapat masuk pada ketukan ke empat (pada motif B), ketukan keenam atau kedelapan. Pada pola ritme rentak mak inang dan lagu dua gendang tetap dimulai pada ketukan pertama.

3.2.3 Lirik Lagu

Bahasa mempunyai hubungan yang erat dengan nyanyian yang dihasilkan oleh sebuah budaya. Bahasa yang dipergunakan pada lagu-lagu Melayu Sumatera Utara yaitu bahasa Melayu (Indonesia) dan etnik-etnik lain. Pada sistem fonologi bahasa Melayu, biasanya aksentuasi terletak bagian akhir suku kata atau satu suku kata menjelang suku kata akhir. Misalnya kata malam,dendang, kuasa, meninggi, aksennya terdapat pada suku kata lam,dang, sa dan gi. Pada bahasa-bahasa etnik


(21)

lain yang juga digunakan, aksentuasi juga jatuh pada suku kata terakhir. Misalnya kata turang, doli, lilin, kandani, gunungnya, indak, godang, aksentuasi jatuh pada suku kata rang, li, lin, da, nya, ndak, dan dang.

Penggunaan pantun banyak didapati pada lagu-lagu Melayu. Lagu-lagu yang digarap berdasarkan pantun, teksnya selalu berubah terus menerus. Hal ini merupakan ciri khas dan karakteristik khas musik Melayu. Maka dapat kita jumpai untuk lagu yang judulnya sama , oleh penyanyi yang sama jika diulang akan dinyanyikan dengan teks yang berbeda. Lagu-lagu Melayu lebih mengutamakan garapan teks daripada garapan melodi atau instrumentasi. Garapan teks pada lagu Melayu dapat terus menerus berubah- ubah sedangkan melodinya tetap sama. Oleh sebab itu lagu Melayu dapat dimasukkan ke dalam kategori musik logogenik .

Menurut Harun Mat Piah, pantun ialah sejenis puisi pada umumnya, yang terdiri dari : empat baris dalam satu rangkap, empat perkataan sebaris, mempunyai rima akhir a-b-a-b. Setiap rangkap terbagi ke dalam dua unit yaitu pembayang (sampiran) dan maksud (isi). Setiap rangkap mewakili satu ide. Ciri-ciri pantun Melayu dapat dibicarakan dari dua aspek penting, yaitu eksternal dan internal. Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan seluruh ciri-ciri visual yang dapat dilihat dan didengar yaitu: (1) Terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap terdiri dari baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2,4,6,8,10 dan seterusnya, tetapi yang paling umum adalah empat baris (kuatrin). (2) Setiap baris mengandung empat kata dasar. Oleh karena kata dalam bahasa Melayu umumnya dwisuku kata, bila termasuk imbuhan, penanda dan kata-kata


(22)

8-10. Berarti unit yang paling penting ialah kata, sedangkan suku kata adalah aspek sampingan. (3) Adanya klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata. (4) Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu pembayang (sampiran) dan maksud(isi). (5) Adanya skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b dengan sedikit variasi a-a-a-a. (6) Setiap stanza pantun , apakah itu dua, emapat, enam dan seterusnya mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan. Aspek-aspek internal adalah unsure-unsur yang hanya dapat dirasakan secara subjektif berdasar pengalaman dan pemahaman pendengar, termasuk : (1) Penggunaan lambing-lambang yang tertentu berdasarkan tanggapan dan pandangan dunia (world view) masyarakat. (2) Adanya hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud, baik itu hubungan konkrit atau abstrak atau melalui lambing-lambang (Harun Mat piah dalam Takari dan Dewi, 2008: 139-140).


(23)

40 BAB IV

ANALISIS DAN TRANSKRIPSI

Pada bab IV ini penulis akan menuliskan tentang teknik menyanyikan lagu Melayu yang dilagukan oleh informan kunci penulis yakni Ibu Azlina Zainal. Seperti yang sudah penulis tuliskan dalam bab I bahwa lagu Melayu yang akan menjadi sampel dalam bab ini adalah 4 lagu Melayu Deli dengan jenis rentak yang berbeda-beda. Ke empat lagu tersebut antara lain lagu Sri Mersing dengan rentak senandung, lagu Pulau Kampai dengan rentak Mainang, lagu Tanjung Katung dengan rentak Joged dan lagu Zapin kasih dan budi dengan rentak Zapin. Dalam bab ini penulis akan menganalisis keempat lagu Melayu tersebut berdasarkan teori William P. Malm (1977:15) yang di kenal dengan teori weighted scale serta melampirkan transkripsi ke empat lagu tersebut dalam bentuk notasi balok.

4.1 Teknik menyanyikan lagu Melayu Deli yang dilagukan oleh Ibu Azlina Zainal Teknik menyanyikan lagu yang penulis maksud dalam tulisan ini berbeda dengan teknik menyanyikan lagu atau teknik bernyanyi yang biasanya dipelajari dalam lembaga kursus olah vokal. Dalam tulisan ini penulis akan memaparkan apa saja tahap demi tahap yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin mempelajari bagaimana caranya agar dapat menyanyikan lagu Melayu. Setiap tingkat keterampilan dalam menyanyikan lagu Melayu selalu dihubungkan dengan unsur-unsur musikal seperti : melodi, ritem, tempo dan dinamik. Tahap demi tahap yang harus dilakukan untuk dapat menyanyikan lagu Melayu dimulai


(24)

dengan mempelajari melodi lagu, mempelajari lirik lagu, mempelajari rentak lagu dan mempelajari cengkok lagu Melayu.

4.1.1 Teknik mempelajari melodi lagu

Untuk dapat menyanyikan sebuah lagu Melayu , hal pertama yang dapat dilakukan adalah mempelajari bagaimana melodi lagu Melayu tersebut dengan terlebih dahulu mendengarkan lagu yang akan dinyanyikan. Tentu akan sulit untuk dapat menyanyikan lagu yang belum pernah didengar sebelumnya. Dalam hal ini mendengar merupakan suatu tahap yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin mempelajari lagu Melayu. Lagu – lagu Melayu yang akan dinyanyikan bisa didengar melalui berbagai jenis media penyimpanan lagu seperti kaset, CD dan DVD. Lagu Melayu juga dapat didengar dalam format lagu mp3 atau pada media jejaring sosial seperti Youtube dan Soundcloud. Namun terkadang dapat dijumpai adanya lagu yang belum pernah direkam dan dipublikasikan ke dalam bentuk media, format lagu ataupun jejaring sosial seperti yang telah penulis paparkan. Atau lagu tersebut direkam dan di publikasikan ke dalam bentuk piringan hitam , disket dan bentuk-bentuk media lain yang sudah sangat sulit dijumpai saat ini karena tidak digunakan lagi oleh masyarakat pada umumnya. Jika hal ini terjadi maka kita dapat meminta seorang penyanyi lagu Melayu yang mengetahui dan menguasai lagu tersebut dengan baik untuk menyanyikannya secara langsung sehingga kita dapat mendengarkan lagu Melayu yang ingin dipelajari. Jika penyanyi lagu Melayu bersedia untuk direkam suaranya saat menyanyikan lagu yang kita minta untuk ia nyanyikan , kita dapat melakukan


(25)

perekaman dalam bentuk audio atau video sehingga kita memiliki rekaman lagu tersebut.

Namun, kemampuan seseorang dalam mengingat tentu berbeda-beda. Dalam hal ini, untuk dapat menguasai melodi lagu Melayu harus mendengarnya secara berulang-ulang hingga benar-benar mengingat seluruh melodi lagu Melayu.

4.1.2 Teknik mempelajari lirik lagu Melayu

Lirik lagu melayu berisi pantun 4 baris yang terdiri dari sampiran dan isi. Menurut wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa informan , lirik lagu Melayu sebagian besar dapat diubah disesuaikan dengan konteksnya. Bagian isi dari pantun merupakan nasihat atau curahan hati dari seseorang yang membuat pantun tersebut. Berikut contoh pantun pada lagu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung dan Zapin Kasih dan Budi:

Sri Mersing Pantun asal:

Sri Mersing lagu Melayu

Dinyanyikan anak tanah seberang Bila kukenang masa yang lalu Air mataku jatuh berlinang Digarap menjadi:

Langitlah cerah awan membiru Angin berhembus menyayukan kalbu Kalaulah nak tahu untung nasibku


(26)

Bagai kaca terhempas ke batu

Pulau Kampai Pantun asal:

Kalau tuan ke Pulau Kampai Belikan saya sibuah duku Niat di hati belumlah sampai

Siang dan malam menanggung rindu Digarap menjadi:

Lama sudah tidak keladang Tinggilah rumput dari lalang Apa saja bias dibilang Karena lidah tidak bertulang

Tanjung Katung Pantun asal:

Tanjung Katung airnya biru, Tempat hendak mencuci muka, Lagi sekampung hatiku rindu, Konon pula jauh di mata. Digarap menjadi:

Antara bilah dengan panai Disitu tampak pulau seberang Antara ulah dengan perangai


(27)

Disitu main fitnah orang

Zapin kasih dan budi Pantun asal:

Kalau menebang si pohon jati Pandan di Jawa saya rebahkan Kalau tak jumpa si jantung hati Alamat badan jadi merana Digarap menjadi:

Tengah hari pergi ke laut Mendapat ikan jantan betina Tidur malam terkejut-kejut Angin berhembus kusangka dia

Menurut Harun Mat Piah dalam Takari , lagu-lagu Melayu yang ada di Sumatera memiliki ciri-ciri pantun yang dapat disisipi oleh kata-kata seperti : ala sayang, sayang, hai, ala hai, abang, bang, tuan, pak ucok, bang ucok, abah, akak, abah. Berikut contoh pantun pada lagu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung dan Zapin kasih dan budi:

Sri Mersing Pantun asal:

Sri Mersing lagu Melayu


(28)

Bila kukenang masa yang lalu Air mataku jatuh berlinang Digarap menjadi:

Sri (lah) Mersing (aduhai sayang) lagu (lah) Melayu Dinyanyikan anak tanah (lah) seberang

(ai) Sri (lah) Mersing lagu (lah) Melayu Dinyanyikan anak tanah (lah) seberang Bila (lah) kukenang (bang oi) masa yang lalu (aduhai sayang) air mataku

(air mataku) jatuh (lah) berlinang

Pulau Kampai Pantun asal:

Kalau tuan ke pulau kampai Belikan saya sibuah duku Niat di hati belum sampai

Siang dan malam menanggung rindu Digarap menjadi:

Kalau (lah) tuan ke pulau kampai (Sayang) Kalau (lah) tuan ke pulau kampai

Belikan saya sibuah duku Belikan saya sibuah duku

Niat di hati belum (lah) sampai (sayang) Niat di hati belum (lah) sampai


(29)

siang dan malam menanggung rindu ai siang dan malam menanggung lah rindu

Tanjung Katung Pantun asal:

Tanjung Katung airnya biru, Tempat hendak mencuci muka, Lagi sekampung hatiku rindu, Konon pula jauh di mata. Digarap menjadi:

Tanjung katung airnya biru

Tempat (lah ) hendak mencuci muka Tanjung katung airnya biru

Tempat hendak mencuci muka Lagi sekampung hatiku rindu Konon(lah) pula jauh di mata

Lagi sekampung hatiku rindu (sayang) Konon pula jauh dimata

Zapin Kasih dan Budi Pantun asal:

Kalau menebang si pohon jati Pandan di Jawa saya rebahkan Kalau tak jumpa si jantung hati


(30)

Alamat badan jadi merana Digarap menjadi:

Kalau menebang

(kalau menebang) si pohon jati Pandan di Jawa

(Pandan di jawa) (aduhai sayang) saya rebahkan Kalau tak jumpa

(kalau tak jumpa) si jantung hati Alamat badan jadi merana Alamat badan jadi merana

4.1.3 Teknik mempelajari rentak lagu Melayu

Ada 4 jenis rentak yang akan dibahas pada skripsi ini antara lain rentak senandung, rentak mainang, rentak joged dan dan rentak zapin. Untuk dapat menyanyikan lagu Melayu, penting untuk mengetahui rentak dari lagu yang akan dinyanyikan. Keempat rentak tersebut sebaiknya dipahami oleh penyanyi untuk mempermudah penyanyi dalam menentukan kapan lagu mulai dinyanyikan. Rentak juga membantu penyanyi untuk mengetahui cepat lambatnya sebuah lagu (tempo) dan karakteristik masing-masing ritem sehingga penyanyi bukan hanya mampu menyanyikan lagu saja tetapi juga dapat mengikuti pola pukulan gendang dan melodi dari permainan alat-alat musik pengiring menurut caranya sendiri , misalnya membayangkan dalam pikiran, mengikutinya dalam hati atau membuat tepukan kecil pada tangan atau kaki. Berikut rentak gendang Melayu yang dituliskan dengan symbol notasi:


(31)

Rentak senandung

Rentak mainang

Rentak joged

Rentak zapin

4.1.4 Teknik mempelajari cengkok dan grenek lagu Melayu

Cengkok dan grenek merupakan suatu teknik pemberian nada hias, terkadang disebut juga dengan bunga melodi yang berfungsi untuk memperindah sebuah melodi lagu. Tanpa hiasan cengkok dan grenek maka melodi itu akan terasa kaku.


(32)

Dalam mempelajari cengkok dan grenek lagu Melayu , penulis harus terlebih dahulu menguasai melodi dari lagu tersebut. Selanjutnya penulis mendengarkan cengkok dan grenek yang dinyanyikan oleh Ibu Azlina kemudian menirukan cengkok dan grenek yang dinyanyikan oleh kedua narasumber tersebut sebagai acuan penulis dalam mempelajari cengkok dan grenek lagu Melayu.

Dalam lagu Melayu ketika ditemukan nada yang memiliki durasi panjang seperti durasi 1½, 2, 2½ dan 3 ketukan. Cengkok merupakan rangkaian melodi yang tersusun dalam bentuk kuartol (4 nada dalam satu ketukan), kuintol ( 5 nada dalam satu ketukan), sektol ( 6 nada dalam satu ketukan) septimol ( 7 nada dalam satu ketukan) dan ada juga yang berbentuk novemol ( 9 nada dalam satu ketukan). Dalam hal ini, cengkok dibuat seindah mungkin sesuai rasa musikal yang dimiliki rasa seseorang yang ingin menyanyikan lagu melayu. Bagi seorang penyanyi, biasanya melodi cengkok tersebut dinyanyikan untuk satu suku kata yang dibawakan dalam bentuk melismatis yaitu menyanyikan satu suku kata dengan banyak nada dalam satu nafas.

Pemakaian cengkok memberikan karakter gaya menyanyikan lagu Melayu yang tepat, artinya bukan berarti permanen atau standart dan bisa berubah, akan tetapi tepat menurut citarasa dan estetika musik Melayu itu sendiri.

Gerenek merupakan sebuah teknik membuat nada hias untuk memperindah melodi lagu. Teknik membuat grenek adalah dengan menggetarkan suara dengan nada rapat.

Prinsip utama yang membedakan cengkok dan grenek adalah pada bentuk lompatan nadanya. Pada cengkok sebuah melodi dapat dimainkan 7 buah nada atau 8 buah nada dalam satu ketukan dengan langkah interval melodi yang


(33)

bervariasi antara second, terts, kuart, kuint dan sebagainya. Akan tetapi , pada melodi grenek, interval nada yang dimainkan hanya berbentuk sekunda Mayor atau sekunda minor, artinya dua buah nada yang dimainkan secara berulang dengan nilai not 1/32 atau 1/64. Agar pengertian cengkok dan grenek yang sudah diuraikan diatas dapat dipahami dengan jelas dalam prakteknya penulis akan memberikan contoh sebagai berikut:

Melodi cengkok seperti yang terdapat pada contoh diatas bias saja diubah menjadi rangkaian nada septimol atau novemol dengan interval nada yang bermacam-macam tergantung rasa musikal yang dimiliki oleh seorang penyanyi Melayu.


(34)

4.2 Analisis Struktur Melodi lagu Melayu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung dan Zapin Kasih dan Budi.

Untuk menganalisa sebuah musik, diperlukan transkripsi untuk menggambarkan atau memvisualisasikan bunyi yang diteliti ke dalam tulisan yang menggunakan simbol-simbol yang dapat dilihat untuk dipahami. Dalam menganalisis struktur melodi penulis menggunakan teori William P. Malm (1977:15) yang di kenal dengan teori weighted scale untuk menganalisis struktur

melodi (nyanyian), yang membahas scale (tangga nada), nada dasar, range

(wilayah nada), frequency of notes (jumlah nada-nada), prevalent interval (interval yang dipakai), cadence patterns (pola-pola kadensa), melodic formula (formula melodi), dan contour (kontur). Penulis juga melakukan pendekatan seperti yang ditawarkan Nettl (1963:89), yaitu: (1) menganalisa dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan (2) menuliskan apa yang kita dengar itu di atas kertas, dan kemudian mendeskripsikan apa yang kita lihat itu. Dalam hal ini penulis hanya akan menganalisa nyanyian, yaitu lagu Melayu sebagai nyanyian vocal,bagaimana nada-nadanya, interval yang di pakai, bagaimana irama nyanyian itu.

4.2.1 Notasi dan lirik lagu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung dan Zapin Kasih dan Budi


(35)

(36)

(37)

(38)

Sri Mersing lagu Melayu

Dinyanyikan anak tanah seberang Bila kukenang masa yang lalu Air mataku jatuhlah berlinang

Sedari kecil dilahirkan ibu Ibuku memberi nasihat padaku

Baiklah yang baik tingkah dan lakumu Handai dan taulan sayang padamu

Langitlah cerah awan membiru Angin berhembus menyayukan kalbu Kalaulah nak tahu untung nasibku Bagai kaca terhempas ke batu


(39)

(40)

Kalau tuan ke Pulau Kampai Belikan saya sibuah duku Niat di hati belum sampai

Siang dan malam menanggung rindu

Pulau pinang laut keliling

Tempat memancing ikan tenggiri Di angin lalu pesan kukirim Rindu kutanggung seorang diri

Lama sudah tidak ke ladang Tinggilah rumput dari lalang Apa saja bisa dibilang Karena lidah tidak bertulang

Anak dara duduk termenung Sambil menyusun sibunga rampai Maksud hati nak menunggu Apalah daya tangan tak sampai


(41)

(42)

(43)

Lirik lagu Tanjung Katung:

Tanjung katung airnya biru Tempat nak dara mencuci muka Lagi sekampung hatiku rindu Kononlah pula jauh dimata

Tanjung katung airnya tenang Tempat nak dara mencuci kain Tompat jatuh lagi kukenang Kononlah pula tempat bermain

Tanjung katung pantainya lebar Ambil pasir di pohon lawas Senyum tunduk hati berdebar Apakah itu isyarat cinta

Burung elang tinggi terbangnya Hendak bersarang di kayu jati Walau belum berdebar lama Tapi sudah memikat hati

Tanjung katung tempat tamasya Muda-mudi bersukaria


(44)

Walau tuan jauh dimata Namun di hati tak dapat lupa


(45)

Lirik lagu Zapin kasih dan budi:

Kalau menebang si pohon jati Pandan di Jawa saya rebahkan Kalau tak jumpa si jantung hati Alamat badan jadi merana

Tengah hari pergi ke laut Mendapat ikan jantan betina Tidur malam terkejut-kejut Angin berhembus kusangka dia

Terbang merpati dua sekawan Hinggaplah mari di pohon sena Kalau hati sudah tertawan Makan tak sedap tidur tak lena

4.2.2 Analisis Struktur Melodi Lagu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung dan Zapin Kasih dan Budi

4.2.2.1 Tangga Nada (scale)

Dalam pengertian yang sederhana, tangga nada dalam musik bisa diartikan sebagai satu set atau satu kumpulan not musik yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang baku sehingga memberikan nuansa atau karakter tertentu.


(46)

Aturan baku tersebut berupa interval atau jarak antara satu not dengan not yang lain. Ada berbagai macam tangga nada di dalam musik, masing-masing memiliki aturan baku sebagai ciri yang membedakan antara tangga nada yang satu dengan tangga nada yang lain. Penulis menyusun semua nada-nada yang terdapat dalam nyanyian tersebut. Penulis mengurutkan tangga nada dari nada terendah hingga nada tertingi termasuk nada oktaf jika ada ke dalam garis paranada.

Berikut adalah tangga nada dari masing-masing lagu: a. Sri Mersing

b. Pulau Kampai

c. Tanjung Katung

d. Zapin Kasih dan Budi

4.2.2.2 Wilayah Nada (Range)


(47)

tersebut ke dalam garis paranada, maka didapatlah range tersebut. Wilayah nadanya dari masing-masing lagu adalah sebagai berikut:

a. Sri Mersing

A D’

b. Pulau Kampai

G G’

c. Tanjung Katung

A B’ d. Zapin Kasih dan Budi

B B’

4.2.2.3 Nada Dasar (Pitch Center)

Dalam menentukan nada dasar, penulis berpedoman kepada rekaman yang ada,

penulis mendengarkan rekaman dari lagu tersebut dan mencocokkan dengan bantuan alat musik keyboard. Nada dasar pada masing- masing lagu adalah: Sri


(48)

Mersing bernada dasar A minor, Pulau Kampai bernada dasar A, Tanjung Katung A minor , Zapin Kasih dan Budi bernada dasar E minor.

4.2.2.4 Formula Melodik (Melodic Formula)

Bentuk juga dapat dibagi menjadi 5 menurut pendapat Malm (Malm dalam Takari 1993 : 14-15), yaitu:

1. Repetitive, yaitu bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan.

2. Ireratif, yaitu suatu bentuk nyanyian yang menggunakan formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian.

3. Reverting, yaitu suatu bentuk nyanyian apabila di dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan melodis.

4. Strofic, yaitu apabila bentuk nyanyian diulang dengan formalitas yang sama namun menggunakan teks yang baru.

5. Progressive, yaitu apabila bentuk nyanyian selalu berubah dengan menggunakan materi melodi yang selalu baru.

Tabel 4.1 Formula Melodi

JUDUL LAGU FORMULA MELODI

Sri Mersing Stropic dan progressive

Pulau Kampai Repetitif dan stropic

Tanjung Katung Stropic dan progressive


(49)

4.2.2.5 Interval (Prevalent Interval)

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lainnya (Manoff 1991 : 50). Penulis memisah interval pada lagu tersebut dengan interval naik dan interval turun. Berikut adalah interval pada masing-masing lagu.

Tabel 4.2

Interval Lagu Sri Mersing

Interval Posisi Jumlah

Prime Perfect 168

Prime Augmented 2

Sekunda Mayor 36

Sekunda Minor 18

Sekunda Augmented 1

Terts Mayor 3

Terts Minor 12

Kwart Perfect 3

Kwart Augmented 2

Kwint Diminis 1

Septa minor 1

Tabel 4.3

Interval Lagu Pulau Kampai

Interval Posisi Jumlah

Prime Perfect 62

Prime Diminis 5

Sekunda Mayor 18

Sekunda Minor 7

Sekunda Augmented 2

Terts Mayor 4

Terts Minor 3

Terts Augmented 2

Kwart Diminis 1

Kwint Diminis 2

Tabel 4.4

Interval Lagu Tanjung Kantung


(50)

Prime Perfect 66

Prime Augmented 28

Prime Diminis 2

Sekunda Mayor 37

Sekunda Minor 23

Terts Mayor 16

Terts Minor 11

Sekta Mayor 2

Septim Minor 1

Tabel 4.5

Interval Lagu Zapin Kasih dan Budi

Interval Posisi Jumlah

Prime Perfect 31

Sekunda Mayor 4

Sekunda Minor 16

Terts Mayor 7

Terts Minor 18

4.2.2.6 Pemakaian Nada/Jumlah Nada (Frequency of Notes)

Jumlah nada dapat dilihat dari banyaknya pemakaian nada yang dipakai dalam sebuah komposisi. Penulis menyusun jumlah nada yang dipakai dalam lagu sesuai dengan tangga nada yang telah dibuat sebelumnya. Dapat dilihat dari gambar garis paranada berikut.

a. Sri Mersing

7 15 13 35 64 37 2 33 6 3


(51)

2 23 11 7 16 38

27 7

c. Tanjung Katung

8 4 7 23 47 35 19

d. Zapin Kasih dan Budi

8 4 10 19 7 10 2

4.2.2.7 Pola Kadensa (Cadence Pattern)

Pola kadensa merupakan nada yang digunakan pada tiap-tiap birama terakhir dalam satu garis paranada. Berikut adalah Pola Kadensa dari masing-masing lagu:

a. Sri Mersing Frasa 1

Frasa 2

Frasa 3


(52)

Frasa 5

Frasa 6

Frasa 7

b. Pulau Kampai Frasa 1

Frasa 2

Frasa 3

Frasa 4

Frasa 5

c. Tanjung Katung Frasa 1


(53)

Frasa 2

Frasa 3

Frasa 4

Frasa 5

Frasa 6

Frasa 7

Frasa 8

Frasa 9

d. Zapin Kasih dan Budi Frasa 1


(54)

Frasa 3

Frasa 4

4.2.2.8 Kontur (Contour)

Kontur dapat diartikan alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik garis. Menurut Malm, ada beberapa jenis kontur (Malm dalam Jonson 2000: 76). Jenis-jenis tersebut antara lain:

1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnnya naik dari nada rendah ke nada yang lebih tinggi, seperti gambar :

2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke nada yang rendah, seperti gambar :

3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah.

Begitu juga sebaliknya, seperti gambar :

4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti gambar :


(55)

intervalnya terbatas, seperti gambar:

Untuk lebih jelasnya, penulis akan menggambarkan bentuk kontur sesuai nada pada garis paranada.

a. Sri Mersing

Frasa 5

b. Pulau Kampai

Frasa 3

c. Tanjung Katung

Frasa 5

d. Zapin Kasih dan Budi


(56)

(57)

BAB V

PENUTUP

5.1KESIMPULAN

Dari keseluruhan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lagu Melayu dapat dipelajari secara tradisi lisan. Dalam mempelajari lagu Melayu juga terdapat beberapa teknik yang harus dipelajari secara tahap demi tahap oleh seseorang yang ingin mempelajari lagu Melayu. Teknik tersebut antara lain teknik mempelajari melodi lagu, teknik mempelajari lirik lagu, teknik mempelajari rentak lagu dan teknik mempelajari cengkok dan grenek lagu.

Dalam teknik mempelajari melodi lagu hal paling utama yang harus dilakukan adalah mendengarkan lagu yang dinyanyikan penyanyi Melayu, baik melalui berbagai jenis media penyimpanan lagu seperti kaset, CD dan DVD. Lagu Melayu juga dapat didengar dalam format lagu mp3 atau pada media jejaring sosial seperti Youtube dan Soundcloud atau dengan meminta seorang penyanyi mennyanyikan lagu untuk dapat didengarkan. Penulis mengamati bahwa mempelajari melodi lagu secara keseluruhan sangat penting karena jika tidak mengetahui melodi lagu tentu akan sulit menyanyikan lagu karena penyanyi tentu tidak mengetahui harus menyanyikan melodi apa.

Dalam teknik mempelajari lirik lagu ada dua teknik penting yang diamati oleh penulis yaitu bahwa dalam menyanyikan lagu Melayu lirik lagu dapat diubah sesuai dengan konteksnya. Hal kedua adalah bahwa lagu Melayu dapat


(58)

disisipkan kata-kata seperti aduhai, sayang, bang oi, nak oi, hai, lah, mak, dan lain-lain.

Selanjutnya dalam teknik mempelajari rentak lagu Melayu, rentak lagu Melayu sebaiknya dipahami oleh penyanyi untuk mempermudah penyanyi dalam menentukan kapan lagu mulai dinyanyikan. Rentak juga membantu penyanyi untuk mengetahui cepat lambatnya sebuah lagu (tempo) dan karakteristik masing-masing ritem sehingga penyanyi bukan hanya mampu menyanyikan lagu saja tetapi juga dapat mengikuti pola pukulan gendang dan melodi dari permainan alat-alat musik pengiring menurut caranya sendiri , misalnya membayangkan dalam pikiran, mengikutinya dalam hati atau membuat tepukan kecil pada tangan atau kaki.

Dalam teknik mempelajari cengkok dan grenek lagu Melayu hal penting yang penulis amati dalam mempelajari cengkok dan grenek adalah bahwa seorang penyanyi harus memahami apa karakteristik masing-masing dari cengkok dan grenek. Penempatan cengkok dan grenek dalam lagu yaitu pada bagian lagu yang memiliki durasi panjang seperti durasi 1½, 2, 2½ dan 3 ketukan. Dalam hal ini, cengkok dan grenek dibuat seindah mungkin sesuai rasa musikal yang dimiliki rasa seseorang yang ingin menyanyikan lagu melayu. Bagi seorang penyanyi, biasanya melodi cengkok dan grenek tersebut dinyanyikan untuk satu suku kata yang dibawakan dalam bentuk melismatis yaitu menyanyikan satu suku kata dengan banyak nada dalam satu nafas.


(59)

5.2SARAN

Tulisan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan baik dari teknik penulisan terutama cara penyampaian informasi yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu dibutuhkan perbaikan-perbaikan guna menyempurnakan tulisan ini. Di harapkan kepada penulis yang ingin mengidentifikasi musik Melayu khususnya lagu Melayu untuk lebih lagi menganalisis lagu Melayu terutama teknik menyanyikannya.

Penulis juga mengharapkan kepada pelaku-pelaku seni khususnya orang Melayu untuk mencari tau lebih banyak lagi tentang tradisi Melayu, karena hal itulah yang menjadi ciri khas orang Melayu. Kepedulian pemerintah dan orangtua untuk memperkenalkan kekayaan budaya Melayu kepada generasi muda juga sangat diharapkan guna terus melesarikan budaya Melayu.


(60)

BAB II

BIOGRAFI IBU AZLINA ZAINAL DALAM KONTEKS

BUDAYA MELAYU

2.1 Pengertian Biografi

Biografi secara sederhana dapat dikatakan riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat namun dapat juga berupa sebuah buku. Perbedaannya adalah biografi singkat hanya memaparkan fakta-fakta tentang kehidupan seseorang dan peran pentingnya sedangkan biografi yang panjang berisi informasi-informasi penting tentang kehidupan seseorang namun dikisahkan dengan lebih lengkap dan dituliskan dengan gaya bercerita yang baik.

Melalui biografi kita akan mengetahui perjalanan hidup seseorang, tindakan serta perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seseorang, baik yang terkenal maupun yang tidak terkenal. Biografi juga bias menceritakan tokoh sejarah atau orang yang masih hidup. Biasanya biografi ditulis secara kronologis.

Dalam penulisan biografi diperlukan bahan-bahan utama dan pendukung. Bahan-bahan utama dapat berupa surat-surat, buku harian, atau kliping Koran. Bahan-Bahan-bahan pendukung dapat berupa biografi lain dan buku-buku referensi atau sejarah.

2.2 Biografi Ibu Azlina Zainal

Semua Uraian di bawah ini didapatkan oleh penulis dari hasil wawancara secara langsung dengan Ibu Azlina Zainal serta keluarga dan kerabat beliau.

Ibu Azlina Zainal lahir pada tanggal 30 Desember 1959 di Bandar Selamat. Beliau merupakan anak ke 7 dari 13 bersaudara. Beliau menikah dengan Bapak drs. H.


(61)

merupakan sekretaris Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia sejak tahun 2010. Ibu Azlina Zainal memiliki satu orang anak yang bernama Muhammad Ihsan (Wawancara penulis dengan Ibu Azlina Zainal 26 Mei 2015)

2.2.1 Latar Belakang Keluarga

Ibu Azlina Zainal lahir dari keluarga yang sama sekali tidak memiliki latar belakang seni. Ibu Azlina merupakan Putri dari Bapak Zainal dan Ibu Hj. Saibatul Islamiyah Nasution. Namun sebelum menikah dengan ayah beliau, ibu beliau telah menikah sebelumnya dan dikaruniai 5 orang anak. Ayah dan Ibu beliau merupakan pedagang di sebuah pasar tradisional. Beliau merupakan anak ke 7 dari 13 bersaudara yaitu: (1) Khairuddin Lubis, (2) Khairiyah Lubis, (3) Khairul Amri Lubis, (4) Nasriyah Lubis, (5) Khadijah Lubis, (6) Zulkifli Zainal, (7) Azlina Zainal, (8) Zaini Zainal, (9) Zainah Zainal , (10) Zailani Zainal, (11) Zulfahri Zainal, (12) Zainab Zainal.


(62)

Dari ke 13 bersaudara tersebut hanya Ibu Azlina yang menggeluti profesi sebagai penyanyi. Beliau juga tidak tau mengapa hal tersebut bias terjadi. Beliau hanya menuturkan “mungkin sudah bakat yang Allah karuniakan untuk saya sehingga saya bias

bernyanyi sejak kecil”. Selain itu sejak kecil beliau dan saudara-saudaranya tidak pernah

mendapatkan pendidikan seni. Rasa ketertarikan beliau terhadap musik lah yang membuat beliau mau belajar dan mengembangkan bakat bernyanyi yang ada dalam dirinya.

2.2.2 Latar Belakang Pendidikan

Ibu Azlina Zainal mendapat pendidikan sekolah dasar di SD Alhidayah Bandar Selamat selama 6 tahun. Kemudian Beliau melanjutkan pendidikannya di Pendidikan Guru Agama (PGA) Negri di Pancing selama 6 Tahun. PGA merupakan pendidikan akhir beliau. Beliau mengatakan bahwa Ia tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi karena faktor ekonomi sehingga beliau harus rela pendidikannya berhenti sampai di tingkat tersebut. Sejak kecil Beliau juga tidak pernah mengikuti kursus apapun. Pada saat beliau berumur 22 tahun beliau mendapatkan pelajaran ilmu musik, olah vokal serta benyanyi lagu Melayu dari Ibu Hj. Dahlia Kasim Sinar, pimpinan LIA GRUP.

2.2.3 Latar Belakang Pengalaman Bernyanyi

Ibu Azlina Zainal sejak kecil sangat suka bernyanyi. Beliau tertarik untuk bernyanyi setelah mendengarkan lagu-lagu dari radio. Pada waktu beliau masih kecil, orangtua beliau tidak memiliki radio dan televisi. Hanya sedikit orang yang memiliki radio dan televisi pada saat itu. Jadi beliau hanya dapat mendengarkan lagu dari radio atau televisi milik tetangga atau warga yang memiliki radio dan televisi yang dekat dengan rumah beliau. Dari radio dan televisi beliau menghafal dan mempelajari lagu-lagu termasuk lagu Melayu dan lagu irama padang pasir. Kebetulan lingkungan tempat beliau


(63)

budaya Melayu walaupun beliau bukan merupakan keturunan etnis Melayu. Namun menurut pengakuan beliau, karena kecintaan dan ketertarikan beliau terhadap Lagu Melayu, beliau menjadi lebih mahir menyanyikan lagu Melayu dibandingkan lagu Mandailing dan lagu Aceh.

Sejak kecil beliau tidak pernah mendapatkan pendidikan musik. Beliau hanya belajar sendiri secara otodidak. Beliau senang memperhatikan,mendengar dan menghafal lagu kemudian Beliau nyanyikan dirumah. Latar belakang agama beliau sejak kecil yaitu Islam membuat beliau sering melihat dan mengikuti kegiatan pengajian. Hal tersebut membuat beliau menyukai dan mampu menyanyikan lagu-lagu nasyid dan lagu irama padang pasir. Karena kemampuan beliau dalam bernasyid, beliau sering diminta untuk bernasyid di acara pengajian bahkan di radio. Selain itu, beliau juga pernah mendapatkan juara dalam perlombaan Nasyid.

Awal beliau memulai karir musik adalah ketika beliau diminta untuk bergabung dengan grup El-Surayya yang dibentuk oleh Bapak Ahmad Baki. Beliau diminta untuk bergabung oleh Bapak Ahmad Baki setelah kemampuan beliau dalam menyanyikan lagu irama padang pasir dilihat oleh Bapak Ahmad Baki di salah satu acara di TVRI. Ibu Azlina bergabung dengan grup tersebut selama kurang lebih 3 tahun. Rupanya, saat bernyanyi dengan Grup El-Surayya, bakat Ibu Azlina dilihat oleh seorang produser rekaman lagu bernama Bapak Djulfan. Lalu Ibu Azlina ditawarkan untuk rekaman lagu Padang pasir. Pada saat rekaman tersebut, ibu Azlina berkenalan dengan salah seorang penyanyi lagu Melayu yaitu Ibu Leyla Hasyim. Mereka bersama-sama bernyanyi dalam rekaman tersebut. Kaset rekaman tersebut merupakan rekaman pertama Ibu Azlina.


(64)

Setelah berkenalan dengan Ibu Leyla Hasyim, proses rekaman di studio membuat mereka menjadi cukup dekat. Kedekatan mereka tersebut mendorong mereka untuk membuat grup vocal trio. Grup tersebut beranggotakan Ibu Azlina Zainal, Ibu Leyla Hasyim dan Bapak Syaiful Amri. Karena Ibu Azlina telah memiliki grup yang baru akhirnya beliau memutuskan untuk keluar dari Grup El-Surayya. Namun . Lalu Ibu Azlina mendengar berita di radio dan televise mengenai pemilihan Bintang Radio dan televisi. Beliau katakana bahwa beliau tertarik untuk mengikuti perlombaan tersebut. Namun beliau merasa kurang percaya diri karena beliau tidak memiliki pakaian yang pantas untuk mengikuti perlombaan. Kemudian beliau bercerita mengenai hal tersebut kepada Ibu Leyla Hasyim yang merupakan sahabat beliau. Ibu Leyla ternyata sangat mendukung beliau untuk mengikuti perlombaan tersebut. Beliau dipinjamkan pakaian dan didandani oleh Ibu Leyla Hasyim. Beliau sangat terharu akan hal tersebut dan sampai sekarang tidak bias melupakan jasa Ibu Leyla Hasyim. Namun, sebelum perlombaan dimulai para peserta dilatih terlebih dahulu oleh para pelatih sebelum peserta yang mengikuti perlombaan bertanding. Pada saat kegiatan latihan tersebut, ternyata Ibu Azlina


(65)

diperhatikan kemampuan nya oleh Ibu Dahlia Kasim Sinar, seorang pemimpin Grup teater Melayu yang benama LIA grup. Ibu Hj. Dahlia Kasim Sinar , selaku pimpinan LIA Grup, tertarik untuk mengajak Ibu Azlina bergabung di LIA Grup karena beliau melihat bakat yang ada dalam diri Ibu Azlina saat menjadi peserta dalam pemilihan Bintang Radio dan Televisi Sumut dan Ibu Azlina berhasil mendapatkan juara pertama. Ibu Azlina bersedia menerima tawaran untuk dididik terlebih dahulu oleh Ibu Dahlia Kasim Sinar. Selama bergabung di LIA grup, Ibu Azlina sering menginap di rumah Ibu Dahlia Kasim Sinar. Beliau diajarkan banyak hal mengenai teori musik, teknik vocal, lagu Melayu , dan ketekunan untuk berlatih. Hal tersebut membuat Ibu Azlina semakin baik lagi dalam hal bernyanyi khususnya lagu Melayu. Selain pendidikan musik yang didapatkan dari Ibu Dahlia Kasim Sinar, beliau juga mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman berharga lewat berbagai pertunjukan yang Beliau tampilkan bersama LIA grup yang beranggotakan 5 orang penyanyi dan banyak penari. Para penyanyi di LIA grup antara lain Ibu Azlina Zainal, Vivi, Zulham Jais, Darmansyah dan Tengku Syafik. Mereka diundang ke berbagai acara baik di dalam negri maupun di luar negri. Selama 5 tahun Ibu Azlina bergabung dengan LIA grup hingga akhirnya grup ini bubar karena Ibu Dahlia Kasim Sinar sakit kemudian pindah ke Jakarta.


(66)

(67)

Setelah LIA grup bubar akhirnya Ibu Azlina kembali bergabung dengan grup El-Surraya yang pada saat itu dipimpin oleh Bapak Syamsul Bahri anak dari pimpinan sebelumnya yaitu Bapak Ahmad Baki. El-Surraya merupakan grup terakhir yang dimasuki oleh ibu Azlina hingga akhirnya Ibu Azlina memutuskan untuk berdiri sendiri tanpa grup hingga saat ini. Beliau mengungkapkan bahwa selama bergabung di grup-grup tersebut, disitulah beliau mendapatkan banyak sekali pelajaran dan pengalaman berharga yang dapat dijadikan beliau modal menjadi seorang penyanyi. Banyak pengalaman berharga yang tidak dapat dibeli dan didapatkan disekolah manapun. Beliau bersyukur sekali memiliki kesempatan untuk dapat bergabung dalam grup-grup tersebut. Namun karena beliau melihat sangat sulit menemukan partner grup dank arena kesibukan berumah tangga akhirnya beliau tidak lagi bergabung dalam grup apapun. Namun karena beliau memiliki relasi yang baik dan sudah cukup dikenal oleh beberapa kalangan masyarakat, hingga saat ini beliau masih sering bernyanyi dalam berbagai acara atau kegiatan. Bahkan terkadang seminggu dua hingga tiga kali beliau dapat tampil pada acara yang berbeda. Hal itu menyebabkan beliau tidak kehilangan mata pencahariannya sebagai


(68)

seorang penyanyi dan beliau juga dapat terus mengasah kemampuan beliau dalam bernyanyi.


(69)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Etnomusikologi merupakan sebuah disiplin ilmu yang merupakan fusi dari musikologi dan antropologi (etnologi). Secara eksplisit apa itu etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan manusia, didefinisikan oleh Merriam, sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies have been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).1

1Dalam aplikasi disiplin etnomusikologi di Indonesia dan dunia, terdapat sebuah buku yang terus populer sampai sekarang ini, dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para


(70)

2

Apa yang di kemukakan oleh Merriam seperti kutipan di atas, bahwa para pakar atau ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, yaitu musikologi dan antropologi. Selanjutnya dalam memfungsikan kedua disiplin ini, akan menimbulkan kemungkinan-kemungkinan munculnya masalah besar dalam rangka menggabungkan kedua disiplin itu. Oleh karena itu setiap etnomusikolog akan berada dalam fokus keahlian ilmu pada salah satu bidangnya saja, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.

Etnomusikologi seperti yang di uraikan oleh Merriam tersebut menekankan perhatian pada dua aspek. Yang pertama adalah fungsi musik dalam kebudayaan manusia yang mendukungnya. Ini berkaitan dengan konteks musik tersebut digunakan dalam masyarakat, dan bagaimana kontribusi tersebut dalam masyarakat pendukungnya. Yang kedua adalah struktur musik itu sendiri, yang memiliki hukum-hukum internalnya, yang bisa saja berbeda antara satu musik dengan musik lain, antara budaya musik etnik yang satu dengan yang lainnya.

Sesuai dengan penjelasan Merrtiam tentang etnomusikologi tersebut di atas, maka sangatlah relevan mengkaji tentang teknik menyanyikan lagu Melayu. Penulis tertarik untuk menulis tentang hal tersebut karena rasa ingin tahu penulis tentang bagaimana cara menyanyikan lagu Melayu. Penulis memperhatikan bahwa dalam menyanyikan lagu Melayu ada beberapa ciri pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang berciri khas etnomusikologis.


(71)

3

khas yang dikenal dengan istilah cengkok, gerenek dan patah lagu. Lagu Melayu juga memiliki konsep tentang pola ritme pukulan gendang yang disebut rentak. Rentak Melayu di antaranya ialah asli, inang, lagu dua (joget), zapin, ghazal, hadrah dan lainnya (Takari, 2008). Namun dalam tulisan ini hanya 4 jenis rentak yang akan dibahas yakni rentak asli,inang, joget (lagu dua) dan zapin. Selanjutnya yang menarik dari lagu Melayu ialah teks lagu Melayu yang dapat terus menerus berubah dengan melodi yang sama atau hampir sama (Takari,2008). Selain itu penulis juga tertarik untuk menulis tentang teknik menyanyikan lagu Melayu karena teknik menyanyikan lagu Melayu yang merupakan teknik belajar dengan tradisi oral sehingga berbeda dengan teknik bernyanyi Barat atau yang ada di berbagai lembaga kursus. Untuk mendukung tulisan ini, penulis memilih ibu Azlina Zainal sebagai narasumber. Alasan penulis memilih Ibu Azlina Zainal, selain berdasarkan rekomendasi dari Beberapa dosen penulis di Jurusan Etnomusikologi USU, Ibu Azlina juga merupakan seorang penyanyi lagu Melayu yang masih yang masih sering mendapatkan pekerjaan bernyanyi di berbagai acara hingga saat ini. Selain itu beliau juga memiliki beberapa rekaman Lagu Melayu. Dari hasil wawancara penulis dengan beliau, Ibu Azlina dahulu juga beberapa kali pernah mendapatkan peringkat pertama kontes Lagu Melayu di tingkat Medan, Sumatera dan Asia Tenggara. Dahulu beliau juga pernah bergabung dengan beberapa grup trio dan grup pertunjukan Teater Melayu sebagai penyanyi. Grup tersebut antara lain El-Surraya, grup Patria dan Lia Grup.


(72)

4

Hal-hal di atas tersebut yang menjadi dasar penulis sehingga memilihnya menjadi tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Dengan demikian penulis memberi judul Analisis teknik menyanyikan lagu Melayu Deli yang di lagukan oleh Ibu Azlina Zainal

.

1.2Batasan Permasalahan

Karena banyak nya jumlah lagu Melayu Deli yang ada, maka dalam Tulisan ini penulis hanya akan membahas 4 lagu yang akan penulis bahas dalam teknik menyanyikan lagu Melayu. Keempat lagu tersebut antara lain Lagu Sri

Mersing, Tanjung Katung, Mak Inang Pulau Kampai, dan Zapin Laksmana Raja di Laut.

1.3 Pokok Permasalahan

Adapun pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah Bagaimana teknik menyanyikan lagu Melayu yang dilagukan oleh Ibu Azlina Zainal?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana teknik menyanyikan lagu Melayu


(73)

5

1. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para pembaca untuk mengetahui dan menambah wawasan terkait teknik menyanyikan lagu Melayu

2. Menambah referensi bagi peneliti berikutnya tentang pokok bahasan yang berkaitan dan berhubungan dengan judul tulisan ini

3. Memberikan dokumentasi dan data tambahan mengenai teknik bernyanyi khususnya tentang teknik menyanyikan lagu Melayu yang bisa dipakai sebagai masukan bagi Departemen Etnomusikologi.

1.5 Konsep dan Teori

1.5.1 Konsep

Untuk memberi pemahaman yang terarah dan terspesifikasi tentang topik yang dibahas maka penulisan ini menggunakan beberapa konsep. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka tahun 1991, konsep adalah rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Analisa adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

Teknik adalah cara (kepandaian dsb) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni. Bernyanyi mengeluarkan suara bernada; berlagu (dengan lirik atau tidak)


(74)

6

Lagu merupakan gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan.

Melayu menurut Tengku H. Muhammad Lah Husni (1986) adalah golongan bangsa yang menyatukan dirinya dalam perbauran ikatan perkawinan antar suku bangsa memakai adat resam bahasa Melayu secara sadar dan berkelanjutan. Melayu juga dapat disimpulkan dalam tiga bidang yaitu: (a) Dalam arti luas merupakan rumpun ras Melayu yang meliputi daerah Indonesia , Malaysia, Filipina, Malagasi, Muang Thai, dan sebagian dari pulau-pulau di lautan teduh lain-lain. (b) dalam arti pertengahan bangsa Indonesia yang terdiri dari beribu suku bangsa , berhimpun dalam satu kesatuan daerah berperintahan sendiri meliputi bekas Nederlands – Indie dahulu. (c) Dalam arti sempit suku bangsa Melayu khusus yang berdiam di dataran rendah Sumatera Utara bagian Timur dan daerah pantai lainnya yang dinamakan juga Melayu pesisir.

1.5.2 Teori

Teori adalah pedoman sebagai landasan untuk menguraikan topik-topik pembahasan suatu objek penelitian. Secara umum, proses belajar musik tradisional merupakan oral tradition (tradisi lisan), begitu juga dengan lagu Melayu yang merupakan lagu tradisional masyarakat Melayu. Penulis mendapatkan bahwa teori yang dikemukakan oleh George List dalam “Discussion of K.P. Wachsman’s paper,” Journal of the Folklore Institue ,


(75)

7

mengatakan bahwa apa yang dimaksud dengan musik tradisional? Musik tradisional adalah musik yang mempunyai dua ciri : musik tersebut diwariskan dan disajikan dengan hafalan bukan dengan menggunakan tulisan, dan musik itu selalu hidup, dimana suatu pertunjukan selalu berbeda dengan pertunjukan sebelumnya.Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa tradisi lisan merupakan salah satu proses belajar yang digunakan dalam mempelajari lagu tradisional, yaitu dengan cara melihat,mendengar,meniru dan menghafal. Dengan demikian, teori ini mendukung tulisan penulis tentang teknik menyanyikan lagu melayu yang menggunakan tradisi lisan.

Peneliti juga memakai teori yang dikemukakan oleh Mantle Hood yaitu: “The Concept of bimusicality as a way of scholary presentation of the music of other cultures, and active performance and even composition idiom of another culture as a way of learning the essentials of its musical style and behavior.

Teori ini bermanfaat bagi penulis yaitu bahwa peneliti mempelajari dan memainkan musik dari kebudayaan yang sedang diteliti. Hal ini dapat memudahkan penulis dalam melihat teknik menyanyikan lagu Melayu.

Penulis juga akan memakai Teori biografi. Teori biografi digunakan untuk menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang. Biografi merupakan sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berupa beberapa baris kalimat saja namun bias juga berupa lebih dari satu buku. Biografi dapat bercerita tentang kehidupan seseorang,baik yang terkenal


(76)

8

maupun yang tidak terkenal dan orang yang masih hidup atau yang sudah meninggal.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan di dalam penelitan ini adalah metode penelitian kualitatif analitis, yaitu menjelaskan dan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik menyanyikan lagu Melayu Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata (bisa lisan untuk penelitian agama, social, budaya, filsafat), catatan-catatan yang berhubungan dengan makna, nilai serta pengertian. Penulis juga mengacu pada disiplin etnomusikologi seperti yang di sarankan Curt Sachs dan Nettl (1964:62) yaitu penelitian etnomusikologi di bagi dalam dua jenis pekerjaan yakni kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (deks work). Penulis akan melakukan wawancara dengan objek yang akan diteliti untuk dapat memahami dan mendapatkan data tentang teknik menyanyikan lagu Melayu.

Pada tahap awal, penulis akan melakukan studi kepustakaan dengan mencari dan membaca data sekunder ataupun data yang sudah dituangkan kedalam tulisan seperti artikel, skripsi, maupun buku-buku yang berhubungan dengan kajian penulis yang berguna sebagai landasan untuk melakukan penelitian.

Langkah berikutnya penulis akan melakukan wawancara kepada informan kunci yaitu Ibu Azlina Zainal dan beberapa informan-informan


(77)

9

lainnya. Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan penulis lalu menganalisa data-data yang dikumpulkan tahap demi tahap.

Penulis dalam setiap melakukan wawancara akan langsung merekam semua perbincangan dengan alat perekam suara , mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan serta melakukan pemotretan jika diperlukan. Penulis juga akan merekam suara Ibu Azlina saat menyanyikan lagu Melayu lalu penulis akan mendengarkan dan memutar ulang hasil rekaman untuk mentranskripsikan lagu kedalam bentuk notasi Barat. Dari hasil transkripsi penulis akan menganalisis notasi tersebut.

1.6.1 Studi Kepustakaan

Untuk mendukung data pokok yang diperoleh dari lapangan dengan melakukan observasi langsung dan mengadakan wawancara langsung dengan informan, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan baik dari artikel, skripsi, maupun buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian untuk mendapatkan teori –teori yang relevan untuk menjawab pokok


(78)

10

permasalahan . Beberapa bahan tertulis yang penulis gunakan sebagai sumber hingga saat ini adalah :

Muhammad Takari dan Heristina Dewi dalam bukunya “ Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara”. Medan 2008. Tulisan ini dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang Lagu Melayu.

Muhammad Takari dan Fadlin Muhammad Dja’far dalam bukunya “ Ronggeng Dan Serampang Dua Belas”. Medan 2014. Tulisan ini dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang rentak Melayu.

Sansri Nuari Silitonga “Nur’ainun sebagai Penyanyi Melayu Sumatera Utara: Biografi dan Analisis Struktur Lagu-lagu Rentak Senandung, Mak Inang dan Lagu Dua yang Dinyanyikan-Nya”. Skripsi tersebut dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang lagu Melayu dan penulis akan mengambil teori biografi dari skripsi tersebut.

Maruli Purba “Teknik Permainan dan Struktur Musik Husapi Simalungun Pada Lagu Parenjak-enjak Ni Huda Sitajur Yang Disajikan Oleh Arisden Purba di Huta Manik Saribu Sait Buttu, Kecamatan Pamatang Sidamanik,Kabupaten

Simalungun”. Penulis akan mengambil teori oral tradition dan teori

bimusicality dari skripsi tersebut.

1.6.2 Penelitian Lapangan 1.6.2.1 Observasi


(79)

11

Satori (2009: 105) mengemukakan bahwa observasi adalah pengamatan langsung terhadapa objek untuk mengetahui keberadaan objek , situasi, kondisi, konteks, ruang beserta maknanya dalam upaya pengumpulan data penelitian.

Observasi yang penulis lakukan dalam upacara perkawinan adat suku Jawa dimana dalam hal ini penulis sebagai asisten penyedia jasa foto pernikahan sehingga dapat sekaligus mengumpulkan dengan cara memotret setiap ritual demi ritual prosesi upacara perkawinan, mulai dari jalannya upacara, sarana yang dipergunakan, pelaku upacara, dan masalah-masalah lain yang relevan dengan pokok permasalahan.

1.6.2.2 Wawancara

Wawancara yang penulis lakukan dalam penelitian terdiri dari dua kategori, yaitu wawancara terencana dan wawancara tak terencana. Wawancara terencana telah memiliki format pertanyaan yang di susun dengan sistematis sebelum melakukan wawancara, sedangkan wawancara tak terncana merupakan wawancara yang tidak memiliki format atau daftar pertanyaan yang telah di susun sebelumnya. Terkadang wawancara tak terencana bisa muncul dalam wawancara yang telah terencanakan, hal tersebut di sebabkan karena pengetahuan penulis maupun daya ingat penulis yang terganggu oleh situasi dan kondisi. Dalam kegiatan wawancara penulis menggunakan media rekam berupa tablet Samsung Galaxy Note untuk kemudian data yang didapat dalam wawancara disaring dalam proses kerja laboratorium.


(1)

PENGESAHAN

Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

FAKULTAS ILMU BUDAYA USU DEKAN

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001

Panitia Ujian:

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Fadlin, M.A. ( )

4. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si ( )


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus karena atas kasih setia dan kebaikannya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ ANALISIS TEKNIK MENYANYIKAN LAGU MELAYU DELI YANG DILAGUKAN OLEH IBU AZLINA ZAINAL”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pembelajaran selama 4 tahun belajar di Etnomusikologi. Selama proses penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak pengetahuan , pengalaman , bimbingan dan arahan dari Bapak Drs. Muhammad Takari M.Hum, Ph.D. sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Fadlin, M.A. sebagai pembimbing II. Terima kasih kepada kedua dosen pembimbing yang selama ini telah member dukungan , arahan, semangat serta kesabaran untuk memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada dosen-dosen Etnomusikologi Ibu Arifninetrirosa, SST, M.A. selaku dosen pembimbing akademik, Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A.,Ph.D., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd., Bapak Kumalo Tarigan, M.A., Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Bapak Drs. Setia Dermawan ,Purba M.Si., Ibu Dra. Rithaony Hutajulu M.A., dan Ibu Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si. dan dosen-dosen praktik musik terkhusus Dt. Ahmad Fauzi yang banyak memberikan ilmu dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kedua orangtua ku yang sangat kucintai dan kusayangi atas kesabaran,didikan,pengertian dan kasih sayang yang


(3)

tak pernah habis-habisnya sehingga senantiasa memotivasi penulis untuk belajar , berjuang dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga kepada abangku Eros dan adikku Pretty, Oliv dan Jeje yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Azlina Zainal dan Bapak Alm. H. Muhammad Syah Said selaku informan penulis. Terimakasih untuk setiap pelajaran yang Ibu dan bapak berikan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, walaupun Bapak tidak sempat mendapat kabar sukacita telah selesainya skripsi ini karena telah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini namun jasa Bapak akan tetap terkenang di hati penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pimpinan dan rekan-rekan instruktur di lembaga kursus Yopi Music School dan Concerto Music School serta seluruh orangtua murid dan murid-murid penulis serta guruku Miss Agustina Samosir yang selalu memberikan semangat dan memaklumi beberapa pergantian jadwal mengajar dan les selama proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu Gembala GPdI Ekklesia Indrapura dan GPdI maranatha Medan atas doa dan bimbingan rohani yang diberikan kepada penulis. Terimakasih juga untuk seluruh teman-temanku MARS Youth GPdI Maranatha Medan yaitu Kak Koya, Kak Kezia, Baba, Ricky, Yudi, Bang Rival, Gledis, Sari, Roland, Yopi, Bryan, Lasma,Ardy, Andreas, anak-anak MTC khususnya Vokal dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih teman-teman, kalian adalah motivasiku dan semangatku untuk berani maju dan menyelesaikan skripsi ini.


(4)

Terimakasih untuk sahabat-sahabatku yang luar biasa berjasa dalam pengerjaan skripsi ini, Titi, Stephanie, Adji, Sopandu dan kak Vera. Terimakasih juga untuk teman-teman Etnomusikologi 2011, kakak dan abang alumni, senior serta adik-adik junior di Etnomusikologi USU.

Terimakasih untuk sahabatku-sahabatku “nenek” Valen dan Karin yang selalu setia sejak SMA dan teman-teman KOMPAS, terimakasih juga Vera dan Monmon, kak Tasya, kak Vera, kak Fitri dan Freddy. Terimakasih untuk kesetiaan ,doa dan semangat yang kalian berikan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk Ibu Adri dan Ibu Wawa yang selalu memberikan bantuan kepada penulis dalam pengurusan berkas-berkas kuliah. Terimakasih kepada seluruh informan yang telah memberikan berbagai informasi dan pelajaran kepada penulis. Demikian juga kepada seluruh pihak yang turut berperan memberikan bantuan kepada penulis, kiranya Tuhan membalaskan kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata, penulis memohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Semoga hasil penelitian ini member kontribusi pada disiplin Etnomusikologi dan memperkaya catatan kebudayaan Melayu.


(5)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul : Analisis Teknik Menyanyikan Lagu Melayu yang Dilagukan Oleh Ibu Azlina Zainal. Tulisan ini mengkaji tentang bagaimana teknik menyanyikan lagu Melayu yang dipelajari secara tradisi lisan secara tahap demi tahap. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah teknik menyanyikan lagu Melayu. Dengan metode deskriptif- analitis, peneliti membahas aspek apa saja yang penting untuk dipelajari dalam menyanyikan lagu Melayu dan apa saja tahapan penting yang harus diketahui. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lagu Melayu dapat dipelajari secara tradisi lisan.


(6)