8
BAB II ROH KUDUS DALAM TEOLOGI KRISTEN
2.1. Pendahuluan
Dalam perjalanan sejarah, terdapat banyak persekutuan Kristiani yang dikenal sebagai Gereja-gereja, yang tidak semuanya percaya secara sama pada Kristus dan Roh. Gereja pun
terdiri dari berbagai denominasi yang memiliki ketidaksamaan corak dan suasana ibadah. Salah satunya dari gerakan Kharismatik di Indonesia yaitu Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil
Kerajaan di Semarang memahami Roh Kudus dalam kaitannya dengan “Minum Roh Kudus”. Penulis akan belajar secara netral untuk mendalami pemaknaan Gereja Jemaat Kristen Indonesia
Injil Kerajaan di Semarang mengenai Minum Roh Kudus. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis akan membahas pemahaman-
pemahaman teologis tentang Roh Kudus yang akan berguna dalam pembahasan ini. Secara khusus tidak ada teori yang menguraikan tentang Minum Roh Kudus. Penulis akan memulai
menjelaskan dari pengertian Gereja, Roh dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Roh Kudus dan perannya di Jemaat mula-mula yang terdiri dari Roh Kudus dan karunia, hubungan
Roh Kudus dan Gereja Jemaat, dan dari keseluruhan penulisan pada Bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan singkat mengenai Roh Kudus.
9
2.2. Pengertian Gereja
Untuk memahami apakah gereja itu, terlebih dahulu perlu dipahami asal mula kata Gereja dan arti kata Gereja. Secara etimologis, kata Igreja Portugis sendiri berkaitan erat
dengan kata Iglesia Spanyol, Eglise Perancis, Church Inggris serta ecclesia Latin yang berasal dari kata kuriakes Yunani, yang berarti milik kepunyaan Tuhan sang Kuryos.
1
Sebutan Alkitab untuk Gereja, dalam Perjanjian Lama memakai dua istilah untuk menunjuk Gereja yaitu
qahal atau kahal yang diturunkan dari akar kata yang sudah tidak dipakai lagi yaitu qal atau kal, yang artinya memanggil, dan edha yang berasal dari kata
ya’dah yang artinya memilih atau menunjuk atau bertemu bersama-sama di satu tempat yang telah ditunjuk. Edha berarti orang-
orang yang berkumpul bersama karena adanya perjanjian sedangkan Qahal berarti perhimpunan dari suatu umat yang dipanggil untuk mendengarkan nasihat-nasihat. Jadi, sering dijumpai kedua
kata ini dipakai bersama menjadi qehal edhah yang artinya “ kumpulan jemaah”.
2
Sebutan Alkitab untuk Gereja, dalam Perjanjian Baru memakai dua kata yang diambil dari Septuaginta untuk menunjuk pada kata Gereja. Kata gereja atau jemaat dalam
bahasa asli Yunani ditulis dengan kata ἐ
ησίᾳ- ekklêsia berasal dari kata
ἐ
=
keluar, dan kata α έω
- kaleô = memanggil, dan kata sunagoge, dari kata sun dan ago yang berarti datang atau berkumpul bersama. Kata sunagoge ini secara ekslusif menunjuk pada arti pertemuan ibadah
orang Yahudi atau juga bisa menunjuk kepada arti bangunan dimana mereka berkumpul untuk beribadah secara umum.
3
Adapun pengertian lain, Istilah ekklêsia
berarti pertemuan atau sidang jemaat; temu, pertemuan. Kata ini umumnya dipakai bagi sidang umum yang dikumpulkan
secara resmi. Sidang seperti ini menjadi ciri khas kota-kota di luar Yudea, di mana Injil
1
Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 2 Yogyakarta: Kanisius, 2004, 209.
2
Louis Berkhof , Teologi Sistematika 5, terj. Yudha Thianto Vol. V; Surabaya: Momentum, 2010, 5.
3
Ibid., 6.
10
diberitakan. Kata ekklêsia lebih mengandung arti pertemuan daripada organisasi atau
masyarakat.
4
Dengan kata ekklêsia,
Alkitab Aleksandria Septuaginta LXX
5
menerjemahkan kata Ibrani qahal, selain mempunyai arti profane tidak sakral yaitu
“perkumpulan” orang berkumpul untuk kepentingan tertentu, juga mempunyai arti religius
yaitu “Umat atau Jemaat” yang berkumpul, karena dipanggil oleh Firman Allah agar keluar dari antara bangsa-bangsa dan
menjadi umat atau jemaat Allah Qahal Yahweh, milik YHWH sendiri.
6
Umat yang dimaksudkan adalah umat Israel yang berkumpul untuk menerima hukum dan ajaran Tuhan.
Maka, Israel sebagai Gereja milik YHWH boleh dipandang sebagai akar Gereja sekarang dan umat kristen perdana memang memandang dirinya mula-mula hanya berdasarkan paham ini,
yang dikumpulkan secara resmi. Dengan menggunakan kata
ekklêsia , Rasul Paulus memandang Gereja atau Jemaat
dengan 2 cara utama:
7
Pertama, yang dimaksudkan Jemaat Allah adalah perhimpunan orang- orang percaya yang dipanggil oleh Allah. Memang tidak jelas apakah pemakaian
ekklêsia secara
Kristiani pada mulanya diambil dari pemakaian non Yahudi atau dari pemakaian Yahudi, namun yang pasti
ekklêsia memiliki sifat khas yaitu “Jemaat Allah”. Contohnya, Jemaat Allah di
Korintus I Kor 1:2, II Kor 1:1 dan Jemaat orang-orang Tesalonika I Tes 1:1. Kedua, Paulus memandang Jemaat atau Gereja sebagai Jemaat yang universal. Pandangan ini dinyatakan secara
tidak langsung dalam beberapa kiasan yang dipakainya, tetapi baru menjadi jelas dalam Surat
4
N Hillyer ed, N Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina KasihOMF, 2008, 332.
5
Septuaginta berasal dari kata Septuagint, dalam bahasa Yunani artinya tujuh puluh. Terjemahan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani yang t
erpenting dikenal sebagai “LXX”. Artinya terjemahan dalam bahasa Yunani yang dikerjakan oleh tujuh puluh ahli.
Gerald O’ Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ, Kamus Teologi, terj I. Suharyo, Pr Yogyakarta: Kanisius, 1996, 293.
6
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, 210.
7
Tom Jacobs, SJ, Gereja Menurut Perjanjian Baru Yogyakarta: Kanisius, 1988, 44.
11
Efesus dan Kolose yang menguraikan kedudukan Kristus sebagai Kepala Jemaat Ef 1:22, Kol 1:18.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka menuntun penulis untuk memahami bahwa pengertian Gereja tidak dapat di pandang secara etimologis saja. Gereja bukan hanya merupakan
orang-orang yang datang, berkumpul, untuk mendengarkan nasihat-nasihat. Secara luas, Gereja merupakan sekumpulan orang-orang yang dipanggil keluar dan diutus oleh Tuhan sendiri untuk
menjadi milik Allah. Gereja disebut sebagai persekutuan orang-orang yang dipanggil oleh Tuhan Yesus, yang percaya kepada Yesus Kristus secara lokal maupun universal.
8
Gereja adalah orang- orang yang telah dipersatukan, dan beriman kepada Kristus. Sehingga menjadi satu kesatuan,
yaitu satu tubuh didalam Kristus.
9
Gereja bukan hanya sebagai bangunan atau gedung, sebagai organisasi atau masyarakat. Gereja lebih mengandung arti pertemuan, sebagai tempat berbakti.
Di dalam melestarikan eksistensinya dan kemanfaatannya bagi masyarakat di sekitarnya, sejarah membuktikan bahwa persekutuan umat percaya lambat laun mengubah
bentuknya dari sekedar suatu perkumpulan belaka menjadi suatu organisasi Gereja yang lebih mapan. Salah satu bukti Gereja bukan hanya sekedar perkumpulan belaka adalah
Gereja sebagai tempat berkumpulnya jemaat untuk beribadah bersama-sama. Di dalam gereja pula terdapat
interaksi dengan sesama. Masing-masing Gereja biasanya memiliki suasana ibadah yang
didukung oleh bentuk liturgi yang berbeda-beda. Meskipun secara teologis bentuk-bentuk ibadah tersebut berangkat dari dasar iman yang sama yakni Yesus Kristus. Apapun konsepnya, pokok
penting dalam memahami Gereja adalah bukan gedungnya, bukan aktivisnya, bukan Pejabatnya.
8
Secara universal Ekklesia mencakup semua orang yang beriman di dalam Kristus, tanpa menyinggung perbedaan waktu dan lokalitas. Secara lokal Ekklesia merupakan Gereja setempat. Gereja yang berkaitan dengan
waktu dan tempat, merupakan sebagian dari Gereja yang kudus dan am.
9
Tom Jacobs, SJ, Gereja Menurut Perjanjian Baru, 46.
12
Yang terpenting adalah Gereja merupakan persekutuan, pertemuan di antara orang-orang percaya, yang mengaku dan berkehendak untuk hidup dari pertolongan Allah melalui Yesus
Kristus dan Roh Kudus.
2.3. Roh dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru