Trauma Periorbital dan Intraorbita dan Rekonstruksinya

(1)

TRAUMA PERIORBITAL DAN INTRAORBITAL DAN

REKONSTRUKSINYA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

HANIFA MARYANI AHMAD NIM : 070600179

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Hanifa Maryani Ahmad Trauma Periorbital dan Intraorbita dan Rekonstruksinya viii + 36 halaman

Mata merupakan bagian yang penting dari wajah dan merupakan daerah yang rentan terkena trauma. Trauma yang terjadi dapat berupa trauma berturan atau trauma tembus


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, Sang Mahahati dan Sang Maha segalanya, sehingga skripsi ini dapat selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat.

1. Suprapti Arnus,drg.,Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM, selaku pembimbing akademik dan kepala

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga memberikan pengarahan kepada penulis sejak awal semester kuliah di FKG USU.

3. Seluruh staf pengajar FKG USU khususnya di Departemen Bedah Mulut dan

Maksilofasial yang telah memberikan ilmu dan bimbingan di bidang kedokteran gigi,semoga Allah memberikan pahala yang tidak terputus.

4. Rasa hormat dan terimakasih yang tiada terhingga kepada kedua orangtua penulis,

Drs.Ahmad Hasaf dan dr. Irma Yanie Basuddin atas semua dukungan yang tiada henti, doa yang selalu terucap disetiap ucapannya, inspirasi terbaik dalam hidup penulis dan semua pengorbanan yang telah dilakukan dan hanya Allah saja yang dapat membalasnya.


(4)

5. Keluarga terdekat penulis, Hj. Nurrahmah Yus, dr. Meilindawaty Basuddin Sp.Pd, drg. Erna Sulistyawati Basuddin Sp.Ort yang menjadi wali, selalu menjaga, memberikan dukungan dan juga nasihat kepada penulis

6. Kakak dan adik penulis drg. Afini Putri Luthfianty, Avina hendarti, Amanda, Chairul Huda Ahmad, Imam Ghazali, Rizki Akbar dan Fauzi yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

7. Teman penulis Frida, Gaby, Tasha, Winda, Dessy, Pascale, Tania, Ami, Ali, Herry, Kak Citra, yang ikut membantu dan memberi semangat kepada penulis.

8. Teman-teman yang mengambil skripsi dibagian Bedah Mulut dan Maksilofasial, teman-teman angkatan 2007, dan orang-orang tak terduga yang selalu memberikan semangat yang tidak dapat disebutkan semuanya.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan,12 Januari 2010 Penulis,

(Hanifa Maryani Ahmad) NIM : 070600179


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………..…… i

HALAMAN PERSETUJUAN ………..………… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

KATA PENGANTAR ……….. iv

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR GAMBAR ……….. viii

BAB I : PENDAHULUAN ………... 1

BAB 2 : ANATOMI 2.1Anatomi Mata ………... 2

2.2Anatomi Pembedahan ……….….... 6

BAB 3 : INJURI PADA MATA 3.1Injuri Pada Jaringan Lunak Mata ………..……...… 9

3.1.1 Laserasi Kelopak Mata ……….... 10

3.1.2 Perdarahan Subkonjungtiva ………...……….. 11

3.1.3 Laserasi Kornea ………..………. 11

3.1.4 Ptosis ………...…. 12

3.1.5 Hifema ……….. 13

3.1.6 Perdarahan Retina dan Detachment ………. 14

3.1.7 Optik Atrofi ……….. 15

3.2Injuri Pada Orbita ………... 16

3.2.1 Enoftalmus…….………... 16

3.2.2 Hipoglobus ………...……… 17

3.2.3 Orbital Distopia ……… 18

BAB 4 : REKONSTRUKSI 4.1 Persiapan dan Pelaksanaan Bedah ………...……….. 20

4.1.1 Pemeriksaan Klinis ………...……….. 20


(6)

4.2 Rekonstruksi Pada Jaringan Lunak Mata

4.2.1 Laserasi Kelopak Mata ………...……. 22

4.2.2 Perdarahan Subkonjungtiva ………...……….. 23

4.2.3 Laserasi Kornea ………..………. 24

4.2.4 Ptosis ……… 24

4.2.5 Hifema ……….. 24

4.2.6 Perdarahan Retina dan Detachment ………... 25

4.2.7 Atrofi Optik ……….……….… 26

4.3 Rekonstruksi Pada Orbita ……….. 30

4.4 Komplikasi ………...…….. 31

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 32


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penampang dari mata ………...………….. 3

Gambar 2. Struktur Periorbita ……….. 4

Gambar 3. Struktur Mata ………...……….. 6

Gambar 4. Struktur Rongga Orbita ……….………. 7

Gambar 5. Tulang Orbita ………...……….. 8

Gambar 6. Laserasi pada kelopak mata bawah ………..…… 10

Gambar 7. Laserasi kelopak mata atas diikuti dengan mata kehitaman ……… 10

Gambar 8. Perdarahan Subkonjungtiva ………... 11

Gambar 9. Laserasi Kornea ………...……… 12

Gambar 10. Atas : Lower Lid Ptosis; Bawah: Upper lid Ptosis ………..………… 13

Gambar 11. Kiri : Hifema sebagian ; Kanan : Hifema penuh ………. 14

Gambar 12. Retinal Hemorrhage ………. 14

Gambar 13. Enoftalmus ………...……… 17

Gambar 14. Hipoglobus ………... 17

Gambar 15. Distopia Orbital ………...……….… 18

Gambar 16. Forced Duction Test …………..………..………. 20

Gambar 17. A. Proyeksi Water’s. B. CT ………. 22

Gambar 18. Penjahitan lapis demi lapis ………...……… 23

Gambar 19. Skleral Buckle. ………. 25


(8)

Gambar 21. a. Insisi subciliary; b. Insisi kelopak mata bawah; c. Insisi infraorbital ……….. 27

Gambar 22. A. Insisi infraorbital. B. Kerusakan dan orbital dasar terlihat ………...…. 28

Gambar 23. Penempatan Dacron-Silastic sheet ………...… 28

Gambar 24. a. Kerusakan dasar orbital; b. Bone graft ………. 29


(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

Mata merupakan bagian yang penting dari wajah, dimana mempunyai hubungan simetrikal yang harmonis yang membentuk suatu gambaran pertama saat kita melihat seseorang.1 Mata sangat rentan terhadap trauma. Jika cedera yang terjadi pada mata tidak ditangani lebih lanjut maka dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah.

Trauma dapat terjadi pada jaringan pinggiran mata (periorbita) dan juga dapat terjadi pada daerah orbita. Trauma pada orbita sangat mungkin mengakibatkan seseorang itu menjadi

buta dan juga mengganggu sistem nervus dari wajah.2 Trauma yang terjadi juga dapat

mengakibatkan fraktur pada orbital.

Trauma pada mata dapat merusak tulang muka dan jaringan lunak sekitarnya.3 Umumnya yang terjadi pada mata adalah cedera benturan dan cedera perforasi (tembus).4 Cedera benturan dapat berupa pukulan atau terkena benda tumpul. Sedangkan cedera perforasi merupakan masuknya benda-benda asing ke dalam mata yang dapat menyebabkan bengkak ataupun perdarahan pada mata. Benda asing yang masuk ke dalam mata, selain susah untuk diambil, mereka juga dapat membuat komplikasi pada mata jika dibiarkan terlalu lama, seperti selulitis orbital, abses orbital, cedera saraf mata dan lain-lain.5.

Sebagai dokter gigi sebaiknya kita dapat memahami tentang antomi,fungsi dan trauma yang terjadi pada mata karena berkaitan erat dengan daerah maksilofasial. Sehingga kedepannya kita dapat mengetahui tindakan penanganan yang sesuai. Karena itu saya tertarik untuk menulis skripsi saya tentang trauma mata, kemungkinan perawatannya dan komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi pasca perawatannya.


(10)

BAB II

ANATOMI

Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, sebaiknya terlebih dahulu dipahami tentang anatomi mata dan anatomi operasinya. Dibawah ini akan dijelaskan tentang anatomi tersebut.

2.1 Anatomi Mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan saraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.8


(11)

Gambar 1: Penampang dari mata. Anonymous. Mengenal

dan merawat mata.

Rongga mata (orbital) bertujuan untuk melindungi bola mata. Bentuk rongga mata adalah piramida empat sisi yang ujungnya berada di foramen optikal.6 terdapat tujuh tulang yang ikut membentuk formasi tulang orbital ini yaitu : maksilari, zigoma, frontal, ethmoidal, lakrima, palatin, dan sfenoid. Tulang-tulang ini membentuk soket untuk bola mata yang memberi tempat untuk masuknya otot-otot mata dan berasosiasi sangat dekat dengan sinus sekitarnya dan fosa kranial. Banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramina, fisura dan kanal dari tulang orbital. 6 Rongga mata juga terdapat kelenjar air mata yang terletak

Periorbita adalah membran periosteal yang menutupi tulang orbital. Pada ujung orbital, periorbita bersatu dengan durameter menutupi saraf optik. Pada bagian depan, periorbita menyambung dengan septum orbital dan periosteum dari tulang fasial. Garis persatuan dari ketiga lapisan pada lingkaran orbita disebut dengan arkus marginalis.


(12)

Kelopak mata berfungsi juga untuk melindungi mata serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.9,17 Kulit dari kelopak mata bagian atas sangatlah tipis sedangkan pada bagian bawah lebih tebal. Kelopak mata terdiri lempengan tarsal yang terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat, serta dilapisi kulit dan dibatasi konjungtiva. Kelopak mata ditutup oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis okuli. 7,8

Gambar 2 : Struktur Periorbita. Knoop KJ, Dennis WR.

Eye trauma.In Harwood-Nuss Clinical Practice of

Emergency Medicine. Lippincott Williams and Wilkins.2005: 945

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak, agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar lakrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar kornea tidak kering.9

Terdapat enam otot penggerak mata, empat diantaranya lurus sementara dua yang lain adalah oblik. Otot lurus terdiri dari otot rektus mata superior, inferior, medial dan lateral. Otot-otot ini menggerakkan mata ke atas, bawah, ke dalam dan ke sisi luar bergantian. Otot-Otot-otot oblik


(13)

adalah otot inferior dan superior. Otot oblik superior menggerakkan mata ke bawah dan ke sisi luar, sementara otot oblik inferior menggerakkan mata ke atas dan juga ke sisi luar.7

Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata. Dinding bola mata terditi atas sklera dan kornea. Isi bola mata terdiri atas uvea, retina dan lensa.9

Sklera membentuk putih mata dan bersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela membran bening yaitu kornea. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus, serta membantu mempertahankan bentuk biji mata. Kornea melindungi struktur halus yang berada di belakangnya serta membantu memfokuskan bayangan pada retina. Kornea tidak mengandung pembuluh darah. 7

Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.9

Iris memiliki celah ditengahnya yang disebut dengan pupil, yang berfungsi sebagai tirai yang melindungi retina serta mengendalikan jumlah cahaya yang masuk ke mata.7

Lensa adalah organ fokus utama yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat menjadi bayangan yang jelas pada mata. 7

Pupil adalah bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris dimana cahaya masuk melaluinya untuk mencapai retina. Pupil yang normal akan berkonstriksi jika terkena cahaya. 7 Pupil midriasis adalah keadaan pupil yang berdilatasi lebih dari 5mm, biasa terjadi karena trauma tumpul pada uvea yang mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter pupil.


(14)

Namun bila trauma mengakibatkan radang pada uvea anterior maka pupil akan berkonstriksi lebih kecil dari 2mm atau pupil miosis.27

Fungsi mata adalah sebagai indera penglihatan dimana mata menerima rangsang cahaya pada retina kemudian dihantarkan ke otak dengan perantara serabut-serabut nervus optikus.7

Gambar 3 : Struktur Mata. Anonymous.

Structure of the eye.<http://ghazwaaldoori.com

/structure ofeye.aspx> ( 23 Desember 2010)

2.2 Anatomi pembedahan

Surgical anatomy atau anatomi pembedahan adalah suatu ilmu yang mempelajari struktur

anatomi dan hubungannya yang dibutuhkan untuk mendapatkan akses yang optimal terhadap daerah operasi yang partikular.10

Dinding medial dari orbit terletak paralel dengan anteroposterior axis dari dinding lateral. Pada bagian posterior, terdapat jarak antara dinding lateral dengan atap yaitu fisura orbital superior yang akan menuntun kedalam fosa kranial tengah. Dinding medial memanjang dari

anterior lacrimal crest ke tulang lakrimal dan orbital plate dari ethmoid. Semakin ke posterior

pada dinding medial akan didapat sfenoid yang tebal yang membungkus saraf optik. Penjajaran tulang dengan kepadatan yang berbeda sepanjang dinding orbita medial akan melindungi foramen optikal dari fraktur yang terjadi.1


(15)

Tulang frontal (atap orbital) berada pada dataran horizontal dan memisahkan orbit dari fosa kranial anterior. Fraktur pada atap orbital dapat menyebabkan enoftalmus tergantung pada arah pergeseran.

Anatomi dari dasar orbital adalah rumit dan sangat penting secara bedah. Bentuknya adalah konkaf dari posterior ke orbital rim dan berubah menjadi konvex tepat dibelakang bola mata. Tulang dari dasar orbital adalah paling tipis di daerah groove infraorbital. Pada kanal infraorbital terdapat nervus infraorbital yang keluar dari dasar orbital dan berada pada sinus maksila. Bagian anteromedial dari dasar orbital berada di daerah sinus maksilaris dan merupakan tempat yang sering terjadi orbital blow-out. Gangguan pada bagian latero posterior dari dasar orbital memungkinkan jaringan lemak periorbital keluar ke fosa pterigopalatina. Bila tidak segera ditanggulangi sesaat terjadi injuri akan menjadi penyebab dari enoftalmus. 1

Gambar 4 : Struktur Rongga Orbita. Anonymous. Orbital

cavity anatomy.


(16)

Orbital rim terdiri dari 4 sisi lengkung yang berasal dari tulang frontal, maksila dan zigoma, dan merupakan bagian yang paling resisten terhadap trauma. Orbital rim berfungsi sebagai pedoman terhadap beberapa struktur anatomi intraorbital. Fisura inferior harus didiseksi, memisahkan isi orbital dari nervus infraorbital dan fosa pterigopalatina.

Suplai darah pada retina berasal dari arteri retina sentral. Beberapa pembuluh darah siliari mengelilingi saraf optik pada tempat masuknya, berada pada daerah luar dural menutupi lapisan koroid untuk membentuk pleksus kapiler dibawah retina.

Gambar 5 : Tulang orbita. O’rahilly, Muller, Carpenter, Swenson. Basic Human Anatomy


(17)

BAB III

INJURI PADA MATA

Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak mata dan jaringan lemak retrobular, mata masih sering mendapat trauma dari luar.17 Trauma yang terjadi pada daerah sekitar muka biasanya juga akan mengakibatkan injuri pada jaringan lunak, gigi, tulang maksila, mandibula, zigoma, struktur supraorbital dan juga mata.11 Banyak jenis injuri yang terjadi pada mata dan beberapa diantaranya adalah kelanjutan dari injuri sebelumnya. Ada beberapa trauma yang dapat terjadi pada daerah mata yaitu trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia dan trauma radiasi.17 Trauma yang terjadi dapat menyebabkan fraktur tulang orbita sehingga dapat menyebabkan injuri pada bola mata. Injuri mata karena trauma dapat mengenai jaringan lunaknya dan mengenai orbita. Beberapa kasus yang sering terjadi pada trauma maksilofasial dan juga mengenai mata akan dijelaskan dibawah ini.

3.1 Injuri pada jaringan lunak

Trauma yang terjadi pada mata dapat menyebabkan injuri pada mata yang mengenai jaringan lunak mata. Trauma tumpul dapat berupa benturan ataupun pukulan dimana mata akan mengalami bengkak dan kehitaman dan juga diikuti injuri lain yang mungkin terjadi akibat trauma yang terjadi. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa injuri pada jaringan lunak mata yang dapat terjadi akibat trauma.


(18)

3.1.1 Laserasi Kelopak Mata

Trauma cedera kelopak mata merupakan kejadian yang banyak terjadi, mengingat longgarnya jaringan ikat subkutan pada daerah ini.18

Laserasi kelopak mata adalah sobeknya kelopak mata yang diakibatkan karena trauma dan biasanya diikuti dengan mata yang bengkak dan kehitaman.15 Kelopak mata yang robek dapat terjadi pada kelopak mata atas ataupun bawah dan juga bagian luar dan dalam. Pada trauma kelopak mata diperlukan pemeriksaan yang teliti mengenai luas dan dalamnya luka.18

Gambar 6 : Laserasi pada kelopak mata

bawah. Anonymous. Opthalmic plastic

surgery.

Gambar 7 : Laserasi kelopak mata atas diikuti dengan mata kehitaman. <http://www.tabanm d.com/Photos.html> (23Desember 2010)


(19)

3.1.2 Perdarahan Subkonjungtiva

Perdarahan subkonjungtiva merupakan salah satu akibat trauma maksilofasial yang terjadi pada mata dimana konjungtiva mata akan tampak merah dengan batas tegas yang pada penekanan tidak akan menghilang atau menipis.18 Perdarahan subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah subkonjungtiva seperi arteri subkonjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini dapat terjadi karena trauma tumpul basis kranii.17

Gambar 8 : Perdarahan Subkonjungtiva. Elkinson ME. Subconjuctival hemorrage.

3.1.3 Laserasi Kornea

Laserasi kornea adalah robeknya kornea yang dapat terjadi karena gesekan keras pada epitel kornea karena trauma tumpul maupun trauma tembus.1,17


(20)

Gambar 9 : Laserasi Kornea. Hom R. Bandage contact lens to the rescue. <http:// www.optometric.com/article.aspx?article=7 1786>(20 Januari 2010)

3.1.4 Ptosis

Ptosis adalah keadaan pada mata dimana kelopak mata menjadi turun. Ptosis adalah suatu kondisi yang mempengaruhi otot sekitar mata dan kelopak mata.27 Hal ini terjadi karena kurangnya komunikasi dari nervus yang dikirim ke reseptor yang mengakibatkan mata sayu dimana dapat terjadi pada satu atau dua mata. Pada kasus yang parah, kelopak mata dapat menutupi seluruh pupil sehingga penglihatan pun menjadi terhalang.

Ptosis yang terjadi karena trauma disebabkan oleh injuri pada nervus okulomotor atau tendon yang menghubungkan otot levator ke kelopak mata. 19,27

Gejala yang mungkin ada adalah kesusahan untuk menutup mata dan mata cepat lelah saat membaca. Pada kasus yang parah, perlu tangan untuk mengangkat kelopak mata yang turun ini agar dapar melihat dengan jelas. 19


(21)

Gambar 10 : Atas : Lower Lid Ptosis; Bawah: Upper lid Ptosis. Anonymous. The anopthalmic syndrome.

<http://rlbatesmd.blogspot. com/> (23 Desember 2010)

3.1.5 Hifema

Hifema adalah perdarahan didalam ruang anterior yaitu ruang diantara kornea dan iris. Hifema dapat terjadi karena trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.17,18,20,21

Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.17 Penglihatan pasien terganggu/berkurang dan reaksi pupil akan melemah tergantung pada jumlah darah yang menutupinya dan tekanan bola mata yang tinggi, dimana bila tidak dikontrol akan menyebabkan glaukoma.17,18,20

Apabila hifema tidak berkurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata tetap tinggi, dilakukan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah. Hifema biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Tetapi bila terjadi kesukaran dalam penyerapannya, biasanya pada hifema penuh, maka dapat terjadi glaukoma sekunder.1, 18


(22)

Gambar 11 :Kiri : Hifema sebagian ; Kanan : Hifema penuh

3.1.6 Perdarahan Retina dan Detachment

Perdarahan retina terjadi ketika adanya perdarahan abnormal pada pembuluh darah di retina. 23 Perdarahan yang terjadi bervariasi bisa satu atau beberapa dan berbeda posisi dan ukurannya.1 Bila perdarahan luas dan berulang maka pembentukan klot akan memberikan efek permanen pada penglihatan.1

Gambar 12 : Retinal Hemorrhage. Levin AV. Eye findings in shaken baby

syndorome.


(23)

Retinal detachment adalah suatu kondisi dimana retina robek atau terlepas dari lapisan

tempatnya berada dan merupakan masalah serius yang juga dapat terjadi akibat trauma. Bila tidak ditangani dengan segera maka akan berakibat fatal pada penglihatan.24,25 Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan karena adanya selaput yang menutupi pandangan.17,21 Perlu dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi robekan/putusnya retina.21 Retina akan terlihat abu-abu dan pembuluh darah yang seperti terputus-putus pada pemeriksaan funduskopi.17

3.1.7 Optik Atrofi

Atrofi Optik atau sering disebut juga optik neuropati traumatik adalah kompresi atau rusaknya fiber pada saraf optik yang disebabkan oleh trauma tumpul.21,22

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula perdarahan dan udema sekitar saraf optik.17 Injuri langsung pada bola mata atau injuri tidak langsung pada rongga orbita dapat menyebabkan optik atrofi, dimana kerusakan saraf terjadi karena kenaikan tekanan cairan bola mata.1 Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata, ,adanya defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina, gangguan penglihatan warna dan daerah pandang.17, 22 Bila pupil mata yang terkena optik atrofi diberi cahaya maka pupil akan dilatasi yang menunjukkan bahwa terjadi kerusakan saraf sehingga impuls tidak dapat dikirimkan ke otak. 21


(24)

3.2 Injuri Pada Orbita

Trauma tumpul seperti pukulan dapat menyebabkan fraktur didalam dan sekitar orbit, bervariasi dari fraktur zigoma simpel sampai ke injuri komplek kraniofasial yang melibatkan orbital rim dan beberapa dinding orbital.1 Aspek penting pada orbital injuri ini adalah hubungannya dengan bola mata, jaringan periorbital, kelopak mata, sinus, otak dan badan lakrimal.1 Injuri pada orbita terjadi karena trauma tumpul pada daerah fasial yang mengenai bagian orbita sehingga memungkinkan terjadinya fraktur pada dasar orbita.6,11,13,30 Fraktur dasar orbita yang terisolasi tanpa kerusakan pada rima orbital terbagi menjadi dua tipe yaitu fraktur

blow-out dan fraktur blow-in.30 Fraktur blow-out terjadi pada bagian anterior atau medial dari

dasar orbita sehingga dasar orbita runtuh dan lemak orbita akan keluar ke sinus dibawahnya sedangkan fraktur blow-in terjadi pada dinding medial atau superior sehingga dasar orbita naik menekan ke atas.6,14 Berikut ini adalah beberapa injuri dapat yang terjadi pada orbita akibat trauma dan fraktur pada fasial

3.2.1 Enoftalmus

Enoftalmus umumnya merupakan salah satu komplikasi yang terjadi akibat trauma mata karena fraktur blow-out, fraktur zigoma ataupun fraktur muka bagian tengah yang melibatkan orbita.1,26 Enoftalmus akibat trauma ini biasanya diikuti dengan periorbital udema dan diplopia mata.26

Enoftalmus adalah resesi dari bola mata sehingga masuk ke dalam rongga mata dikarenakan relasi perubahan isi rongga orbita dan isinya (bola mata dan jaringan lemak).2,26

Pada saat terjadi trauma sebaiknya langsung ditanggulangi, setidaknya menstabilkan zigoma dengan prosedur standar yang ada. 1


(25)

Gambar 13 : Enoftalmus. Anonymous. Orbital

rekonstruksi.Erlanger Health Sistem.1997:8

3.2.2 Hipoglobus

Hipoglobus adalah keadaan dimana posisi bola mata yang turun didalam orbit sehingga menjadikannya tidak simetris. Hipoglobus juga sering terkait dengan enoftalmus karena bila terjadi enoftalmus akan diikuti pula dengan hipoglobus.28,29

Gambar 14 : Hipoglobus. Lucarelli M. A

63 year-old woman with enoftalmus.


(26)

3.2.3 Distopia Orbital

Distopia orbital adalah perpindahan abnormal dari seluruh rongga orbita dan isinya yang dapat berubah posisi dalam 3 dataran dimensi. Perubahan pada dataran horizontal disebut orbital hipertelorism dan pada dataran vertikal disebut distopia orbita vertikal. Kedua orbital distopia ini pada awalnya adalah akibat kondisi kongenitalnya namun belakangan ini banyak terjadi orbital distopia karena trauma fasial, tumor tulang fasial, dan penyebab iatrogenik dan idiopatik. Namun hanya pada trauma fasial yang berkekuatan besar saja yang dapat menyebabkan perpindahan seluruh rongga orbita ini. 31

Gambar 15 : Distopia Orbital dengan Eksotalmus karena blow-out fraktur. Anonymous. Orbital dystopia.<http://web. unife.it/sezione/cmf/pages_uk/pathologies/ orbital_surgery/dystopia.htm> (24 Des 2010)


(27)

BAB IV

REKONSTRUKSI

Beberapa kelainan mata dapat dengan segera terlihat dengan mata telanjang. Sebagian lagi baru dapat diketahui setelah diperiksa dengan penanganan khusus. Trauma mata yang terjadi sering terjadi dengan derajat keparahan yang berbeda-beda sehingga untuk mengetahui dengan pasti kelainan yang ditimbulkan perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat dimulai dengan meng-anamnese pasien.18,30

Selain anamnese diperlukan juga pemeriksaan subjektif dan objektif.18 Diperlukan pemeriksaan yang cermat pada daerah wajah bagian atas untuk melihat adanya laserasi dan udema.30

Tidak semua injuri pada mata memerlukan tindakan operasi, kadang kala hanya memerlukan teknik penjahitan sederhana ataupun penggunaan obat saja.

Operasi dilakukan jika trauma yang terjadi menyebabkan fraktur zigoma atau fraktur bagian atas wajah diikuti dengan trauma fasial yang terjadi pada mata, struktur intrakranial dan sinus paranasal.3


(28)

4.1 Persiapan Pelaksanaan Bedah 4.1.1 Pemeriksaan Klinis

Pasien dengan trauma fasial akan mengeluh sakit dengan pembengkakan periorbital dan ekimosis.3,16 Evaluasi yang cermat dilakukan pada daerah fasial dan kepala untuk melihat tanda-tanda telah terjadinya trauma termasuk laserasi, abrasi, kontusi dan hematoma.11 Ketajaman penglihatan, pergerakan bola mata, posisi bola mata, dan reaksi pupil terhadap cahaya juga harus diperiksa dengan cermat.11 Pergerakan bola mata yang abnormal ataupun pergerakan terbatas pada otot mata mengindikasikan masalah pada sistem saraf akibat fraktur pada orbital.11

Metode yang dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya keterbatasan pergerakan bola mata adalah traction test atau the forced duction test.3,27 Tes ini dilakukan dengan memberikan beberap tetes 4% cocaine yang diaplikasikan pada konjungtiva untuk beberapa menit, kemudian konjungtiva atau limbus dijepit dengan penjepit dan digerak-gerakkan perlahan untuk membandingkan keterbatasan pergerakan dengan pergerakan mata normal.3 Bila tidak terdapat tahanan berarti pergerakan yang terganggu diakibatkan otot paresis sedangkan bila ada berarti tahanan berasal dari tarikan.27

Gambar 16 : Forced duction test. Pasien menunjukkan

pergerakan bola mata ke atas yang terbatas. Fonseca RJ. Oral

and maxillofacial trauma. Vol 3. United State of America. WB


(29)

Selain itu, harus dilakukan juga pemeriksaan kesehatan tubuh secara keseluruhan termasuk diantaranya adalah tekanan darah, denyut nadi dan kecepatan pernafasan.11,16

4.1.2 Pemeriksaan Radiografi

Setelah pemeriksaan yang cermat pada daerah trauma diperlukan pemeriksaan ronsen foto untuk memberikan informasi tambahan tentang injuri fasial yang terjadi sehingga diagnosa dan perawatan dapat ditegakkan.1,11 Pada beberapa kasus trauma yang parah, diperlukan pemeriksaan tulang belakang dan juga leher untuk memastikan apakah terkena trauma atau tidak. Ronsen foto penting dilakukan untuk memeriksa secara akurat keparahan trauma yang terjadi. Pemeriksaan ronsen foto juga harus dapat dilihat dari beberapa sudut pandang sehingga akan memberikan informasi yang akurat juga.11

Computed Tomography digunakan untuk mengevaluasi injuri akibat trauma tumpul ataupun penetrasi trauma dan juga melihat lokasi jelas jika ada benda asing pada daerah orbital. CT dapat menvisualisasikan jaringan lunak sekitar mata dengan sangat baik. Selain itu sebagai tambahan dapat digunakan plain radiography, CT scan 3-D, atau MRI. Dapat pula digunakan proyeksi Water’s yang bisa memvisualisasikan atap orbital dan dasar orbital dengan jelas yang berguna pada kasus fraktur blow-out.6


(30)

Gambar 17 : A.Proyeksi Water’s. Frakturs dasar orbita dengan tanda herniasi dari periorbita inferior dan level udara pada sinus kiri. B. CT. terlihat

penurunan dasar orbital. Fonseca RJ. Oral and maxillofacial trauma. Vol 3. United State of America. WB Saunders Company. 1991: 213

4.2 Rekonstruksi pada jaringan lunak mata 4.2.1 Laserasi kelopak mata

Laserasi kelopak mata harus diperiksa secara keseluruhan untuk melihat apakah sistem lakrimal, urat tendon dan otot levatornya terkena.6 Laserasi kelopak mata harus diperiksa dengan teliti mengenai luas dan dalamnya luka yang terjadi.18 Antibiotik dan profilaksis tetanus diberikan sesuai kebutuhan kemudian luka yang ada dibersihkan.6

Laserasi kelopak mata dengan kehilangan jaringan yang sedikit dapat dilakukan

cantholysis lateral sehingga pergerakan kelopak mata secara lateral dapat meningkat.15 Laserasi

kelopak mata dengan kehilangan jaringan yang banyak memerlukan tindakan prosedur operasi rekonstruksi mayor.1,15


(31)

Robekan atau sayatan kedalam kelopak mata harus ditutup selapis demi selapis termasuk konjungtiva, dataran tarsal, lid margin, otot orbikularis dan kulit.6 Menjahit luka secara asal-asalan bisa mengakibatkan terjadinya lekukan pada pinggir kelopak mata.4

Gambar 23 : Penjahitan lapis demi lapis. American academy of opthalmology. Types of laceration.<http:// www.gossmanmd.com/goss_articles/Focal%20Points% 20Management%20of%20Eyelid%20Trauma%20Pt%2 0II.pdf> (24 Des 2010)

4.2.2 Perdarahan Subkonjungtiva

Pemeriksaan funduskopi adalah perlu bagi setiap pasien dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma. Pengobatan dini adalah dengan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.1,17,18


(32)

4.2.3 Laserasi kornea

Epitel yang terkelupas sebaiknya dilepas. Pasien diberi anastesi lokal untuk mengurangi rasa sakit.1 Untuk mencegah infeksi bakteri dapat diberikan antibiotika seperti kloramfenikol dan sulfasetamid tetes mata kemudian untuk mempercepat penyembuhan sebaiknya mata ditutup dan diperban selama 24 jam.1,17

4.2.4 Ptosis

Pada operasi ptosis, otot levator dieratkan agar dapat menaikkan kelopak mata pada posisi sebenarnya. Pada kasus ptosis yang parah, otot levator sangat lemah sehingga operasi sling dilakukan agar fungsi untuk menaikkan kelopak mata diberikan kepada otot dahi.19

Operasi dapat dilakukan dengan anastesi lokal maupun anastesi umum. Dalam pemberian anastesi ini diperlukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh sehingga mengurangi resiko operasi.19

4.2.5 Hifema

Pengobatan dapat dilakukan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi penyulit glaukoma. Bila hifema tidak hilang sempurna maka pasien sebaiknya dirujuk.17

Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dapat dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh yang setelah 5 hari tidak berkurang.17 Parasentesis dilakukan dengan membuat insisi kornea 2mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik. Luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.17


(33)

4.2.6 Perdarahan Retina dan Detachment

Jika perdarahan tidak hilang maka dapat digunakan terapi laser untuk menghilangkan pembuluh darah yang rusak pada retina. Namun bila perdarahan yang terjadi karena diabetes atau hipertensi maka sebaiknya kondisi yang terkait tersebut dapat dikontrol terlebih dahulu kemudian dapat digunakan terapi laser. Untuk perdarahan yang sudah dangat parah dibutuhkan tindakan operasi.23

Jika retina sudah terlepas (detach) diperlukan tindakan operasi untuk memperbaikinya. Pada beberapa kasus digunakan teknik Scleral Buckle dimana plastik silikon ditempatkan pada bagian luar dari mata sehingga mendorong bagian belakang meta ke retina. Kemudian laser atau

cryopexy digunakan untuk menutup luka robeknya.24,25

Gambar 19 : Skleral Buckle. Anonymous. Retinal detachment repair.

Pada kasus yang lebih parah dapat menggunakan teknik Vitrektomi dimana cairan vitreous dikeluarkan menggunakan alat kemudian retina dikembalikan keposisi awal.24,25


(34)

Gambar 20 : Teknik Vitrektomi. Anonymous.

Vitrectomy

4.2.7 Atrofi Optik

Perawatan yang dilakukan untuk kasus ini adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah pemberian steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.17

4.3 Rekontruksi Orbita

Enoftalmus, orbital distopia dan hipoglobus sering terkait satu sama lain dan merupakan hasil dari terjadinya trauma mata ketika terjadinya benturan seperti pada blow-out fraktur. Rusaknya rongga orbita (fraktur dasar orbita) memungkinkan terjadinya enoftalmus ini. Atas dasar inilah tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki enoftalmus adalah dengan memperbaiki rongga orbita itu sendiri dengan tindakan operasi. Sebaiknya operasi dilakukan dalam waktu 2 minggu setelah terjadinya trauma.


(35)

merupakan teknik standard untuk pendekatan ke orbital dasar dan juga karena dapat digunakan kapan pun setelah injuri, walaupun masih terdapat bengkak dan kebiruan.30

Insisi infraorbital dilakukan tepat di atas infraorbital rim. Insisi harus berada di daerah jaringan kelopak mata bukan jaringan bagian pipi. Fraktur yang terjadi harus dipalpasi untuk memastikan posisinya kemudian insisi dilakukan di daerah fraktur tadi.30,32 Posisi dari kelenjar air mata harus diperhatikan saat insisi dilakukan ke arah medial-akhir dari rim.32

Insisi Infraorbital Bawah

Gambar 21 : a. Insisi subsiliari atau blefaroplasti; b. Insisi kelopak mata bawah; c. Insisi infraorbital. Fonseca RJ, Walker RV. Oral and maxillofasial trauma.US.WB Saunders Company. vol 1. 1991: 463-468

Otot orbikularis di diseksi untuk mengakses tepi infraorbital, kemudian jaringan lunak diretraksi ke atas sehingga periosteum dapat terlihat jelas. Diseksi diteruskan bertahap sampai ke jaringan subperiosteal untuk memperlihatkan orbital dasar dan isi dari orbital di retraksi ke atas dengan hati-hati menggunakan copper strip.30 Harus dapat dipastikan bahwa semua jaringan lemak orbita telah dikeluarkan dari sinus maksila sebelum graft diletakkan. Tekanan dan posisi bola mata harus di cek untuk memastikan tidak terjadinya eksoftalmus karena perdarahan.


(36)

Gambar 22 : A. Insisi infraorbital. Tampak insisi yang bertahap B. Kerusakan dan orbital dasar terlihat. Pemasangan retraktor yang mengangkat jaringan. Bowerman J. Surgical repair of upper central face injuri and the orbital floor. In : Keith DA eds. Atlas of oral and

maxillofasial surgery.US..WB Saunders Company 1992: 39-56

Bila kerusakan yang terjadi kecil dan pinggir tulang orbita yang masih lengkap maka dapat digunakan Dacron-diperkuat dengan Silastic sheet yang dipotong sesuai dengan bentuk kerusakan dan harus di tempatkan tanpa tekanan didalam tepi infraorbital. 3

Gambar 23 : Penempatan Dacron-Silastic sheet dan dijahitkan pada margin infraorbital dengan pendekatan subciliary. Bowerman J. Surgical repair of upper central face injuri and the orbital floor. In : Keith DA eds. Atlas of oral


(37)

Bila kerusakan besar harus diperbaiki dengan bone graft yang diambil dari bagian dalam dari krista iliaka. Rekontruksi pada tepi infraorbital juga diperlukan, graft yang sesuai juga dapat digunakan untuk rekonstruksi orbital rim dan dasar orbital secara berkesinambungan dengan memperluas graft yang diambil dari bagian dalam untuk menyertakan bagian dalam dari krista iliaka. Bone graft dan lembar Silastic dijahit ke tepi infraorbital. Dapat digunakan prolene atau jahitan nilon.30

Gambar 24 : a. Kerusakan dasar orbital yang terlihat melalui insisi infraorbital; b. Bone graft dari bagian dalam krista iliac yang dijahitkan in situ via pendekatan infraorbital. Bowerman J. Surgical repair of upper central face injuri and the orbital floor. In : Keith DA eds. Atlas of oral and maxillofasial surgery.US..WB Saunders Company 1992: 39-5


(38)

Orbital Distopia

Pada orbital distopia diperlukan tindakan bedah yang signifikan karena tindakan bedah yang menyangkut tulang. Kranioplasti, osteotomi Le Fort III, osteotomi orbital atau kraniotomi dapat digunakan tergantung dari tipe fraktur dan luasnya.

Gambar 25 : Ilustrasi daerah operasi orbital dystopia. Nomachi T, Imai K, Yamada A, Fujimoto T, Fuji M, Miyamoto S. Our method of correcting

vertical orbital dystopia.<http://asps.

confex.com/asps/2003am/techprogram/p aper_3030. htm> (24 Des 2010)


(39)

4.4 Komplikasi

Komplikasi yang dapat disebabkan oleh operasi orbital bisa terjadi saat operasi berlangsung ataupun setelah operasi.

Berkurang atau hilangnya penglihatan merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat daya tarik berlebih pada bola mata dan nervus optik, perdarahan, atau kontusi nervus optik yang akan menyebabkan kenaikan tekanan bola mata dan injuri iskemik pada saraf mata.3

Komplikasi lainnya adalah kerusakan otot extraocular, ptosis, neuroparalytic keratopati, perubahan pada pupil, kerusakan retina (retinal detachment), infeksi, hipoestesia dari kening, keratitis sicca dan kebocoran cairan cerebrospinal.3

Namun komplikasi dapat dikurangi dengan evaluasi sebelum operasi yang akurat, memilih pendekatan yang sesuai, mendapatkan penampakan jelas daerah trauma, manipulasi jaringan dengan hati-hati, menjaga hemostasis tetap stabil dan konsultasi dengan dokter spesialis.3


(40)

KESIMPULAN

Trauma yang mengenai mata baik itu periorbital maupun intraorbital merupakan keadaan yang gawat darurat jika pasien mengalami penurunan dalam penglihatannya. Trauma dapat terjadi karena benda tumpul, benda tajam ataupun bahan kimia. Umumnya trauma yang terjadi pada mata diikuti dengan beberapa komplikasi yang terjadi. Bila pasien terkena trauma pada wajah seperti habis dipukul maka kemungkinan mata mengalami kehitaman diikuti abses pada sekitar trauma kadang kala juga akan terlihat enoftalmus, proptosis atau lebih parah akan terjadi distopia orbital.

Trauma mata yang disebut diatas ditanggulangi dengan operasi mata dimana operasi ini juga merupakan aspek dari operasi maksilofasial. Operasi harus dilakukan dengan rencana yang cermat dan hati-hati sehingga hasil yang didapatkan akan baik. Walaupun sebagai dokter gigi tidak dapat melakukan operasi mata, namun dapat melakukan tindakan kegawatdaruratan untuk mengurangi penderitaan pasien. Dengan melihat tanda-tanda yang telah dijelaskan, seorang dokter gigi dapat menyimpulkan apakah telah terjadi fraktur pada daerah maksilofasial dan menyebabkan komplikasi pada mata atau tidak. Namun diperlukan juga pemeriksaan penunjang lainnya untuk lebih memastikan diagnosa yang akan dibuat.


(41)

DAFTAR RUJUKAN

1. Stassen LFA, Kerawala CJ. Periorbital trauma and intraorbital trauma and orbital reconstruction In: Booth PW, Schendel SA, Hausamen J-E eds. Maxillofacial

surgery,Vol 1(2). China. Churchill Livingstone, 2007 :205-222

2. Kontio R. Reconstruction of orbital wall fracture an experimental and clinical study. Disertasi academic.Helsinki. Dept of Oral and Maxillofacial Surgery,University of Helsinki.2005: 8-9

3. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantur LB. Orbit, eyelids, and lacrimal system. San Fransisco. American Academy of Opthalmology.2007 : 10-20, 97-121

4. Hollwich F. Ed. Waliban, Hariono B. Oftalmologi : 387-407

5. Lee JA, Lee HY. A Case of retained wooden foreign body in orbit. Department of Opthalmology. Korean J Opthalmol.2002.Vol 16:114-118.

6. Fonseca RJ. Oral and maxillofacial trauma. Vol 3. United State of America. WB Saunders Company. 1991: 205-223

7. Pearce EC.. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Alih bahasa: Handoyono SM. Jakarta. PT Gramedia.2009 :314-324

8. Anonymous. Anatomi mata

9. Afyudin M. Anatomi dan fisiologi mata.

(27 November

2010)

10.Anonymous.


(42)

11.Ochs MW, Tucker MR. Management of facial fractures. In : Tucker MR, Ellis E, Hupp JR eds. Oral and maxillofacial surgery. (5). China. Mosby Elsevier 2008: 493-495 12.Edsel Ing. Laceration, eyelid.

<http://emedicine.medscape.com/article/1212531-overview> (23 November 2010)

13.Bandyopadhyay CTK, Sapru BBL. Management of an isolated blow-out fractures. MJAFI. 2004; 60: 392-394

14.Rowe NL, Killey HC. Fractures of the facial skeleton. London. E&S Livingstone.(2).1970 : 308,320

15.Kanski JJ. Clinical ophthalmology. Elsevier.2007 : 847-855

16.Bailey JS, Goldwasser MS. Management of zygomatic complex fractures. In : Miloro M eds. Peterson’s principles of oral and maxillofacial surgery. Vol 1 (2). London. BC Decker Inc.2004. 445-460

17.Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta. Balai penerbit FKUI. 1997. 2-13, 266-268

18.Radjamin T, Akmam SM, Marsetio M, dkk. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan

mahasiswa kedokteran. Jakarta. Airlangga. 156-157

19.American society of opthalmic plastic and reconstructitive surgery. Ptosis-eyelid that

drop

20.Bedinghaus T. Hyphema is blood in the eye. About.com vision.

21.Spoor TC. Ophthalmologic trauma In : McSwain NE, Kerstein MD eds. Evaluation and


(43)

22.Cleveland Clinic. Optic Atrophy.

Desember 2010)

23.Kitchen REC. Understanding retinal hemorrhage.

Desember 2010)

24.Garodia V. Retinal detachment. Visitech.

25.Canadian Sociece Opthamologist. Retinal

detachment

26.Chung CF, Lai JSM. Enophthalmos caused by an orbital venous malformation.

Hongkong Med J 2009; 15: 299-300

27.Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Balai penerbit FKUI. Jakarta.2008; 30-2,53,263-4,268-9 28.Kayhanian H, Craig HB, Rose g, Lund VJ. Spontaneous silent syndrome (imploding

antrum syndrome), case series of 16 patients.

(24 Desember 2010)

29.Illner A, Davidson HC, Harnsberger HR, Hoffman J. The silent sinus syndrome, clinical

and radiographic finding. AJR 2002; 178:503-506

30.Bowerman J. Surgical repair of upper central face injury and the orbital floor. In : Keith DA eds. Atlas of oral and maxillofacial surgery.US..WB Saunders Company 1992: 39-56


(44)

31.Thaller SR, Bradley JP, Garri JI. Craniofacial Surgery.

2010)

32.Fonseca RJ, Walker RV. Oral and maxillofacial trauma.US.WB Saunders Company. vol 1. 1991: 463-468


(1)

4.4 Komplikasi

Komplikasi yang dapat disebabkan oleh operasi orbital bisa terjadi saat operasi berlangsung ataupun setelah operasi.

Berkurang atau hilangnya penglihatan merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat daya tarik berlebih pada bola mata dan nervus optik, perdarahan, atau kontusi nervus optik yang akan menyebabkan kenaikan tekanan bola mata dan injuri iskemik pada saraf mata.3

Komplikasi lainnya adalah kerusakan otot extraocular, ptosis, neuroparalytic keratopati, perubahan pada pupil, kerusakan retina (retinal detachment), infeksi, hipoestesia dari kening, keratitis sicca dan kebocoran cairan cerebrospinal.3

Namun komplikasi dapat dikurangi dengan evaluasi sebelum operasi yang akurat, memilih pendekatan yang sesuai, mendapatkan penampakan jelas daerah trauma, manipulasi jaringan dengan hati-hati, menjaga hemostasis tetap stabil dan konsultasi dengan dokter spesialis.3


(2)

KESIMPULAN

Trauma yang mengenai mata baik itu periorbital maupun intraorbital merupakan keadaan yang gawat darurat jika pasien mengalami penurunan dalam penglihatannya. Trauma dapat terjadi karena benda tumpul, benda tajam ataupun bahan kimia. Umumnya trauma yang terjadi pada mata diikuti dengan beberapa komplikasi yang terjadi. Bila pasien terkena trauma pada wajah seperti habis dipukul maka kemungkinan mata mengalami kehitaman diikuti abses pada sekitar trauma kadang kala juga akan terlihat enoftalmus, proptosis atau lebih parah akan terjadi distopia orbital.

Trauma mata yang disebut diatas ditanggulangi dengan operasi mata dimana operasi ini juga merupakan aspek dari operasi maksilofasial. Operasi harus dilakukan dengan rencana yang cermat dan hati-hati sehingga hasil yang didapatkan akan baik. Walaupun sebagai dokter gigi tidak dapat melakukan operasi mata, namun dapat melakukan tindakan kegawatdaruratan untuk mengurangi penderitaan pasien. Dengan melihat tanda-tanda yang telah dijelaskan, seorang dokter gigi dapat menyimpulkan apakah telah terjadi fraktur pada daerah maksilofasial dan menyebabkan komplikasi pada mata atau tidak. Namun diperlukan juga pemeriksaan penunjang lainnya untuk lebih memastikan diagnosa yang akan dibuat.


(3)

DAFTAR RUJUKAN

1. Stassen LFA, Kerawala CJ. Periorbital trauma and intraorbital trauma and orbital reconstruction In: Booth PW, Schendel SA, Hausamen J-E eds. Maxillofacial

surgery,Vol 1(2). China. Churchill Livingstone, 2007 :205-222

2. Kontio R. Reconstruction of orbital wall fracture an experimental and clinical study. Disertasi academic.Helsinki. Dept of Oral and Maxillofacial Surgery,University of Helsinki.2005: 8-9

3. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantur LB. Orbit, eyelids, and lacrimal system. San Fransisco. American Academy of Opthalmology.2007 : 10-20, 97-121

4. Hollwich F. Ed. Waliban, Hariono B. Oftalmologi : 387-407

5. Lee JA, Lee HY. A Case of retained wooden foreign body in orbit. Department of Opthalmology. Korean J Opthalmol.2002.Vol 16:114-118.

6. Fonseca RJ. Oral and maxillofacial trauma. Vol 3. United State of America. WB Saunders Company. 1991: 205-223

7. Pearce EC.. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Alih bahasa: Handoyono SM. Jakarta. PT Gramedia.2009 :314-324

8. Anonymous. Anatomi mata

9. Afyudin M. Anatomi dan fisiologi mata.

(27 November


(4)

11.Ochs MW, Tucker MR. Management of facial fractures. In : Tucker MR, Ellis E, Hupp JR eds. Oral and maxillofacial surgery. (5). China. Mosby Elsevier 2008: 493-495 12.Edsel Ing. Laceration, eyelid.

<http://emedicine.medscape.com/article/1212531-overview> (23 November 2010)

13.Bandyopadhyay CTK, Sapru BBL. Management of an isolated blow-out fractures. MJAFI. 2004; 60: 392-394

14.Rowe NL, Killey HC. Fractures of the facial skeleton. London. E&S Livingstone.(2).1970 : 308,320

15.Kanski JJ. Clinical ophthalmology. Elsevier.2007 : 847-855

16.Bailey JS, Goldwasser MS. Management of zygomatic complex fractures. In : Miloro M eds. Peterson’s principles of oral and maxillofacial surgery. Vol 1 (2). London. BC Decker Inc.2004. 445-460

17.Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta. Balai penerbit FKUI. 1997. 2-13, 266-268

18.Radjamin T, Akmam SM, Marsetio M, dkk. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan

mahasiswa kedokteran. Jakarta. Airlangga. 156-157

19.American society of opthalmic plastic and reconstructitive surgery. Ptosis-eyelid that

drop

20.Bedinghaus T. Hyphema is blood in the eye. About.com vision.

21.Spoor TC. Ophthalmologic trauma In : McSwain NE, Kerstein MD eds. Evaluation and


(5)

22.Cleveland Clinic. Optic Atrophy.

Desember 2010)

23.Kitchen REC. Understanding retinal hemorrhage.

Desember 2010)

24.Garodia V. Retinal detachment. Visitech.

25.Canadian Sociece Opthamologist. Retinal

detachment

26.Chung CF, Lai JSM. Enophthalmos caused by an orbital venous malformation.

Hongkong Med J 2009; 15: 299-300

27.Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Balai penerbit FKUI. Jakarta.2008; 30-2,53,263-4,268-9 28.Kayhanian H, Craig HB, Rose g, Lund VJ. Spontaneous silent syndrome (imploding

antrum syndrome), case series of 16 patients.

(24 Desember 2010)

29.Illner A, Davidson HC, Harnsberger HR, Hoffman J. The silent sinus syndrome, clinical

and radiographic finding. AJR 2002; 178:503-506


(6)

31.Thaller SR, Bradley JP, Garri JI. Craniofacial Surgery.

2010)

32.Fonseca RJ, Walker RV. Oral and maxillofacial trauma.US.WB Saunders Company. vol 1. 1991: 463-468