Keaslian Penulisan Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009. 3. Untuk dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penulis lanjutan yang ingin melengkapi secara rinci sisi lain dari Yayasan keagamaan sebagai badan hukum sesuai dengan Undang-undang Yayasan.

E. Keaslian Penulisan

Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, data yang ada dan penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan khususnya pada kepustakaan Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan diketahui bahwa belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “TINJAUAN HUKUM YAYASAN KEAGAMAAN HINDU SIKH DI SUMATERA UTARA SEBAGAI BADAN HUKUM SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 Jo UNDANG- UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004.” Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap masalah-masalah yang diteliti. Sebelum mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka perlu diketahui lebih dahulu mengenai arti teori. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjojo teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan kasual yang logis diantara perubahan variable dalam Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009. bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir frame of thinking dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul didalam bidang tersebut. 12 Teori adalah suatu hal yang digunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses terjadi. 13 Sedangkan menurut M. Solly Lubis, kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis. Selain itu suatu teori harus diuji dengan menghadap pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Berdasarkan penjelasan diatas maka ditarik kesimpulan bahwa kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri yang menjadi kerangka berfikir dari suatu pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori dari penelitian ini dapat digunakan untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul. 14 12 Bintoro Tjokroamidjojo, Mustofa Adidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal. 12. 13 J. J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas. Penyunting oleh M. Hisyam, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203 lihat M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 27 menyebutkan bahwa teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris yang artinya dijelaskan bahwa suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 14 M. Solly Lubis, dikutip dari S. Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 13. Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009. Dalam hal ini fungsi kerangka teori selaras dengan apa yang dinyatakan oleh Sugiyono bahwa teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variable yang akan diteliti. Setara sebagai dasar untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan. 15 1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Untuk mengetahui tentang tinjauan hukum mengenai yayasan keagamaan Hindu Sikh sebagai badan hukum dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan mengenai Yayasan yaitu Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 dan dikaitkan dengan pandangan organ yayasan dalam kegiatan pengurusan yayasan-yayasan dalam kegiatan sehari-hari yang disesuaikan dengan peraturan tersebut. Artinya teori yang timbul dari pembahasan mengenai kedudukan badan hukum tersebut merupakan reaksi atau perbaikan dari teori yang ada sebelumnya. Kaitan teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah karena kemerdekaan berserikat dan berkumpul yang berlandaskan pada Pasal 28 UUD 1945, yaitu; Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Serta Pasal 28 E UUD 1945, yaitu: 15 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Alfa Beta, Bandung, 1983, hal. 200. Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009. 2. Setiap oramg berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. 3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Di Indonesia, istilah yayasan dapat dijumpai dalam beberapa ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, antara lain dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900, Pasal 1680, Pasal 1954 serta dalam Pasal 6 ayat 3, Pasal 236, dan Pasal 890 Reglement op de Rechtsvordering Rv, dengan nama dan penyebutan yang berbeda- beda antara lain stichting, stichtingen, gestichten. Selain yayasan yang dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dalam praktek dikenal juga seperti misalnya Yayasan Tionghoa Chineeshe Stichting dan yayasan dalam bentuk wakaf. 16 Meskipun keberadaan dan sifat badan hukum dari suatu yayasan tidak dapat ditolak, namun demikian perlu diperhatikan juga bahwa keberadaan yayasan dan pengawasan akan kegiatan yayasan tidak pernah berada dalam satu instansi, badan, Didalam rumusan pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata sama sekali tidak ditemukan pengertian dari yayasan, hanya saja dari rumusan Pasal 236 dan Pasal 890 Rv dapat diketahui, bahwa hukum acara yang berlaku untuk orang- orang Belanda waktu itu Hindia Belanda Indonesia mengakui yayasan sebagai suatu Badan Hukum. Hal ini berarti keberadaan yayasan sebagai badan hukum sesungguhnya tidak dapat dibantah atau ditolak, secara formal tersirat status Yayasan sebagai Badan Hukum sejak tahun 1848. 16 Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 2. Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009. departemen, atau lembaga yang berwenang. Dengan demikian, yayasan yang bergerak dalam kegiatan pendidikan berada di bawah pengawasan Departemen Pendidikan Nasional, yayasan yang bergerak dalam kegiatan sosial berada di bawah koordinasi Departemen Sosial, sedangkan yayasan yang bergerak dalam kegiatan kesehatan ada dalam kewenangan Departemen Kesehatan, dan yayasan dalam bidang keagamaan berada di bawah Departemen Agama, dengan segala persyaratannya. Ini berarti sesungguhnya tidak pernah adanya keseragaman dalam pengaturan, persyaratan dan pengurusan yayasan. 17 17 Ibid, hal. 3. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan ini keberadaannya diharapkan dapat menciptakan selain keseragaman tetapi juga kepastian hukum mengenai sifat badan hukum, keberadaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pengelolaan yayasan, penggabungan yayasan, hingga pembubaran yayasan tersebut. Disamping itu keberadaan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 menginginkan dihapusnya sisi negatif masa lalu mengenai yayasan. Keinginan Undang-undang Yayasan yang hendak menghilangkan peyalahgunaan yayasan supaya benar-benar dapat mencapai tujuan dalam bidang sosial kemasyarakatan, keagamaan serta kemanusiaan senantiasa melaksanakan melalui ketentuan dalam pasal-pasal dari Undang-undang Yayasan antara lain : Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009. 1. Yayasan merupakan suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan serta tidak mempunyai anggota, hal ini berarti aset yang dimiliki secara khusus hanya boleh digunakan untuk kepentingan tujuan yayasan dan bukan peruntukan bagi orang perorangan yang terlibat dalam yayasan. 2. Yayasan tidaklah diperbolehkan membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus, maupun pengawas yayasan. Dengan perkataan lain, kesemua ini adalah pekerja sukarela tanpa boleh menerima imbalan uang apapun. Bahkan sebagai organ yayasan, mereka terikat dengan ketentuan yang mewajibkan bahwa yayasan membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan dalam rangka menjalankan tugas yayasan. 3. Meskipun yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya harus sesuai dengan maksud tujuan yayasan, nama pembina, pengurus, dan pengawas yayasan tidak boleh merangkap sebagai direksi, pengurus, komisaris, ataupun pengawas dari badan usaha tersebut. 18 4. Pembina selaku organ yayasan memiliki wewenang yang tinggi karena dapat mengangkat serta memberhentikan pengurus dan pengawas. Hal tersebut berguna untuk membatasi kewenangan tersebut, pembina tidak dibenarkan merangkap menjadi pengurus dan ataupun pengawas. 18 AB. Sutanto, dkk, Reformasi Yayasan, Perspektif Hukum dan Manajemen, Andi, Yogyakarta, 2002, hal. 1. Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009. 5. Pengalihanpembagian kekayaan yayasan baik langsung maupun tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan ataupun pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap yayasan, merupakan tindak pidana. 19 Menurut isi Pasal 11 ayat 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 ditegaskan bahwa yayasan baru memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pendirian yayasan harus dilakukan dengan akta notaris yang memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu. Pasal 1 dari Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor C- 26.HT.01.10, Tahun 2004 menentukan bahwa akta pendirian yayasan adalah akta yang dibuat dihadapan notaris yang berisi keterangan mengenai identitas dan kesepakatan para pihak untuk mendirikan yayasan beserta anggaran dasarnya. Notaris yang membuat akte pendirian yayasan harus bertanggung jawab penuh terhadap materi akta yang telah dibuat dihadapannya. Dengan demikian maka pelanggaran atas bentuk akta pendirian tersebut mengakibatkan bukan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, akan tetapi mengakibatkan perbuatan hukum tersebut batal demi hukum karena persyaratan mutlak pendirian yayasan dan diwajibkan oleh undang-undang dengan akte notaris. 19 Ibid. Jagjit Singh : Tinjauan Hukum Yayasan Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, 2009.

2. Konsepsi

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

7 121 117

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

1 41 100

Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Kekayaan Yayasan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

0 60 257

Analisis Hukum Prinsip Transparansi Pengelolaan Kegiatan Usaha Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Studi Pada Yayasan Prof. Dr. H. Kadirun Yahya)

1 56 132

Konsekuensi Hukum Yayasan Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

0 29 152

Suatu Tinjauan Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Oleh Yayasan AFTA sebagai Badan Hukum.

0 0 6

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM DALAM PRAKTEK SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2OO1 PADA YAYASAN BINA SEJAHTERA PADANG.

0 3 6

Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 11

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 39

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 26