BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah telah memberikan arah perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Setiap daerah
diberi kewenangan dan dituntut untuk meningkatkan kemandirian daerah baik
dalam hal keuangan maupun kualitas sumber daya manusianya. Kewenangan ini
juga diberikan pada Daerah Nanggroe Aceh Darussalam yang mempunyai Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Aceh, yang
mempunyai konsekwensi kemandirian dalam pengaturan sumber-sumber daya daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani
yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah daerah berupaya untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya aparatur disegala bidang karena peran
sumber daya manusia pada masa kini akan menjadi penentu bagi keberhasilan pembangunan. Peningkatan sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan
kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Lembaga Administrasi Negara 2000:3 mendifinisikan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatanprogram
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan
kepada pihak-pihak tertentu sehingga dapat diperoleh informasi tentang tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu
Ellyana S.:Hubungan Antara Pendidikan, Motivasi Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository © 2008
organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu
instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama dan tugas pokok instansi
sebagai bahan untuk perencanaan serta untuk menentukan tingkat keberhasilan persentasi pencapaian misi instansi.
Berdasarkan konsep perubahan, suatu organisasi yang mengadakan perubahan akan membawa organisasi pada situasi yang lain dari sebelumnya.
Perubahan yang terjadi dapat memperkuat atau memperlemah kehidupan organisasi, perubahan dalam organisasi ini melibatkan sumber daya manusia yang
berperan dalam peningkatan kinerja organisasi Alford, 1998. Kinerja dipergunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara
periodik mengenai efektifitas operasional suatu organisasi berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Peningkatan kinerja dalam
suatu organisasi juga sangat dipengaruhi oleh motivasi kerja. Menurut Siagian 1997:7 motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada
bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan iklas untuk mencapai tujuan. Timbulnya motivasi pada diri seseorang ditentukan oleh adanya
kebutuhan hidup baik kebutuhan primer maupun kehidupan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat bekerja dan dapat
meningkatkan kinerjanya. Kinerja juga sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang miliki oleh
pegawaikaryawan. Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Republik
Ellyana S.:Hubungan Antara Pendidikan, Motivasi Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository © 2008
Indonesia No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya yang akan datang. Tingkat pendidikan yang tinggi menunjang dalam pencapaian kinerja pegawai
karena pendidikan yang rendah menyebabkan pegawai sulit menyerap berbagai informasi yang berhubungan dengan kegiatannya, semakin tinggi pendidikan
maka semakin efisien ia dalam bekerja Sedarmayanti 2003:33. Selain motivasi dan pendidikan, kinerja pegawai atau karyawan juga
sangat dipengaruhi budaya kerja. Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi
motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani Kepmenpan Nomor : 25KEPM.PAN042002.
Kuatnya budaya kerja akan terlihat dari bagaimana pegawai memandang budaya kerja sehingga berpengaruh terhadap perilaku yang digambarkan antara lain
memiliki motivasi, dedikasi, kreatifitas, kemampuan dan komitmen yang tinggi. Semakin kuat budaya kerja, semakin tinggi komitmen dan kemampuan yang
dirasakan pegawai. Makin banyak pegawai yang menerima nilai-nilai makin tinggi kemampuan dan komitmen mereka pada nilai-nilai itu dan semakin kuat
budaya tersebut Robbins, 1996 : 292. Tantangan yang cukup komplek adalah bagaimana mengubah budaya
kerja lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai budaya kerja baru pada seluruh pegawai atas dasar keinginannya secara sukarela. Orang tidak akan
berubah dengan sendirinya kalau tidak secara sukarela karena selama ini banyak
Ellyana S.:Hubungan Antara Pendidikan, Motivasi Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository © 2008
para pemimpin dan aparatur negara bukan hanya sulit berubah tapi juga sering mengabaikan nilai-nilai moral dan budaya kerjanya. Menurut pakar ekonomi dari
Unsyiah Nanggroe Aceh Darussalam, Dr. Islahuddin dan Dr. Nazamuddin bahwa Budaya kerja yang ditampilkan dinas dan badan ditingkat Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dalam beberapa tahun ini belum baik. Perubahan fundamental disegala sektor yang menjadi visi dan misi Gubernur hanya bisa tercapai apabila
dinas dan badan mengubah budaya kerja yang lama menjadi budaya yang berdisiplin tinggi, cepat tanggap dalam bertindak, serta tidak KKN Harian
Serambi Indonesia, Senin tanggal 08 Oktober 2007 . Kota Lhokseumawe merupakan daerah yang sedang tumbuh dan
berkembang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terbentuk dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2001 pada tanggal 01 Juni 2001. Badan
pengawasan merupakan salah satu instansi yang berada di bawah Pemerintahan
Daerah Kota Lhokseumawe. Pengawasan merupakan salah satu fungsi
manajemen yang dapat diartikan sebagai kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa pekerjaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe sebagai aparat
pengawas internal pemerintah mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan dan pembinaan diseluruh instansi dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe.
Institusi pengawasan diharapkan dapat menjadi detektor dini untuk mengetahui terjadinya penyimpangan dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe.
Walaupun Badan Pengawasan tidak secara langsung melayani masyarakat namun
Ellyana S.:Hubungan Antara Pendidikan, Motivasi Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository © 2008
peran Bawasda sangat diharapkan didalam melakukan pembinaan dan usaha mengurangi praktek-praktek KKN dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe
Dalam melaksanakan fungsinya Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe melakukan pemeriksaan yang terdiri dari beberapa jenis antara lain:
1. Pemeriksaan Reguler
Pemeriksaan yang dilaksanakan secara berkala sesuai dengan program kerja pemeriksaan tahunan PKPT yang telah disahkan oleh Walikota.
2. Pemeriksaan Khusus.
Pemeriksaan yang dilakukan atas dasar perintah Kepala Daerah terhadap unit kerja yang dianggap perlu dilakukan pemeriksaan karena diduga ada
penyimpangan. 3. Pemeriksaan
Kasus Pemeriksaan yang dilakukan atas dasar laporan dan pengaduan masyarakat
terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur atau pemerintah.
Visi Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah menjadi Badan
Pengawasan dengan aparatur yang profesional dalam melaksanakan tugas. Sedangkan misi Bawasko Lhokseumawe dalam DASK Bawasda Kota
Lhokseumawe tahun 2006 adalah : 1. Meningkatkan kinerja dan kualitas serta sumber daya aparatur di bidang
pengawasan. 2. Menyusun dan melaksanakan program kerja pemeriksaan reguler,
pemeriksaan khusus dan kasus.
Ellyana S.:Hubungan Antara Pendidikan, Motivasi Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository © 2008
3. Meningkatkan prasarana dan sarana untuk mendukung pelaksanaan pengawasan dalam rangka pelayanan prima.
4. Meningkatkan koordinasi pelayanan dengan instansi terkait. Dari visi dan misi Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe terlihat
harapan Bawasda untuk meningkatkan kinerja dan kualitas sumber daya aparaturnya di bidang pengawasan. Permasalahan yang terjadi pada Badan
Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut : 1. Program Kerja Pemeriksaan Tahunan PKPT tidak tercapai sejak tahun 2004
sampai dengan tahun 2007. PKPT merupakan pemeriksaan regulertugas pokok Bawasda Kota Lhokseumawe yang telah disahkan Walikota setiap
tahunnya. Pencapaian PKPT dalam empat tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Target dan Realisasi PKPT Tahun Target PKPT Realisasi
2004 27 15 2005 30 20
2006 32 28 2007 37 21
Sumber : Kantor Bawasda Kota Lhoksemawe, 2008
PKPT yang tidak tercapai mengakibatkan program pengawasan pada instansi yang telah ditargetkan tidak terlaksana dan memungkinkan adanya instansi
yang luput dari pemeriksaan. 2. Pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan LHP tidak tepat waktu.
Waktu yang ditargetkan untuk menyelesaikan LHP adalah 15 hari setelah melakukan pemeriksaan namun kenyataannya penyelesaian LHP
membutuhkan waktu 6 sampai dengan 7 minggu setelah pemeriksaan.
Ellyana S.:Hubungan Antara Pendidikan, Motivasi Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe, 2008.
USU e-Repository © 2008
Keterlambatan penyelesaian laporan akan mengurangi nilai atau mamfaat dari laporan, seperti yang tercantum dalam Norma Pemeriksaan Aparat
Pengawasan Fungsional Pemerintah No. SE-117K1985 bagian kedua yang menyatakan “ Laporan pemeriksaan harus dibuat segera setelah pekerjaan
pemeriksaan dan disampaikan kepada yang berkepentingan tepat pada waktunya”. Laporan pemeriksaan harus diselesaikan dan disampaikan tepat
waktu agar informasi yang terkandung didalamnya dapat bermamfaat sepenuhnya dan dapat menghindari dari kejadian yang merugikan seperti
tidak hemat, tidak taat dan sebagainya. 3. Pelaksanaan
monitoring hasil
pemeriksaan tidak tepat waktu Rendahnya kinerja pegawai Bawasda berdampak pada tidak tercapainya
tujuan organisasi. Kondisi tersebut mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tentang apa yang menyebabkan pencapaian kinerja pegawai Bawasda
rendah dengan mengangkat judul “ Hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe”.
Dalam penelitian ini menjelaskan apakah terdapat hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja terhadap rendahnya kinerja pegawai Bawasda Kota
Lhokseumawe, sehingga diharapkan dapat dilakukan perubahan untuk meningkatkan produktifitas kerja pegawai dan tercapainya visi Bawasda.
1.2. Perumusan Masalah