Hubungan Antara Pendidikan, Motivasi Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, MOTIVASI DAN

BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI BADAN

PENGAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

TESIS

Oleh

ELLYANA.S

067024030/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, MOTIVASI DAN

BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI BADAN

PENGAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELLYANA.S

067024030/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, MOTIVASI DAN BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI BADAN PENGAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE.

Nama Mahasiswa : Ellyana. S Nomor Pokok : 067024030

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Drs. Kariono, M.Si) ( Agus Suriadi, S.Sos, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr.Ir.T. Chairun Nisa, B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 02 Juni 2008

Panitia Penguji Tesis :

Ketua : Drs. Kariono, M.Si

Anggota : 1. Drs. Agus Suriadi, M.Si 2. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si 3. Dr. Husni Thamrin Nst, M.Si 4. Subhilhar, MA, Ph.D


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, MOTIVASI DAN

BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI BADAN

PENGAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2008

Ellyana. S


(6)

A B S T R A K

Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe sebagai aparat pengawas internal pemerintah mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan dan pembinaan diseluruh instansi dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe. Institusi pengawasan diharapkan dapat menjadi detektor dini untuk mengetahui terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas dilingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe. Walaupun Badan Pengawasan tidak secara langsung melayani masyarakat namun peran Bawasda sangat diharapkan masyarakat dalam memberikan melakukan pembinaan dan usaha mengurangi praktek-praktek KKN dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja dengan kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe yang berjumlah 31 orang, karena jumlah populasi relatif kecil, maka penulis menggunakan metode total sampling. Metode Analisis Data dengan menggunakan korelasi yaitu model korelasi Product Moment (Pearson), dan Korelasi Ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara pendidikan dengan kinerja Pegawai Bawasda Kota Lhokseumawe adalah tidak signifikan, artinya tingkat pendidikan formal yang bersifat umum tidak berpengaruh secara langsung terhadap pelaksanaan tugas-tugas pengawasan pada Bawasda Kota Lhokseumawe. Hubungan antara motivasi dengan kinerja pada pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe positif dan signifikan, artinya semakin tinggi motivasi pegawai dalam bentuk keberhasilan pelaksanaan tugas (achivement), pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (the work it self), tanggung jawab (responsibilities) dan pengembangan (advancement), maka akan semakin tinggi dan baik kinerja pegawai. Hubungan antara budaya kerja dengan kinerja pada pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah positif dan signifikan, artinya semakin baik budaya kerja maka akan semakin baik pula kinerja pegawai. Pengaruh variabel independen Pendidikan (X1), Motivasi (X2), Budaya Kerja (X3), secara bersama-sama terhadap variabel dependen Kinerja Pegawai (Y) pada Bawasda Kota Lhokseumawe adalah sebesar 42,6 persen, sedangkan sisanya 57,4 persen lainnya dipengaruhi oleh variabel lain seperti faktor kepemimpinan, organisasi dan lingkungan.

Kata-kata Kunci : Badan Pengawas Kota, pendidikan, motivasi, budaya kerja dan kinerja pegawai.


(7)

ABSTRACT

The official of the Municipal Supervisory Board of Lhokseumawe as the internal controlling apparatus of the municipal government have main task to make a control and training throughout the govermental institutions of Lhokseumawe. The controlling institutions are expected to act as early detectors of any discrepancy/distortion in performing their task in the municipal goverment environment of Lhokseumawe. Even though the supervisory board (Bawasda) is significantly expected by the society to make a training and anticipation af any possible corruption, collucion and nepotism (KKN) practices in the municipal goverment environment of Lhokseumawe.

This study intends to know how the correlation of education, motivation and working behaviors the officials performance of the Municipal Supervisory Board in Lhokseumawe. The total population included all the officials, 31 persons. Since total population was relatively small, the writer used total sampling method. The data analisys used correlation mode of Product Moment (paerson) and Multiple Correlation.

The result of the study showed that the correlation between education and officials performances of the Municipal Supervisory Board of Lhokseumawe was not significant, meaning that the formal education rate ini general has not direct effect on the performance of supervisory/controlling tasks by the officials. The correlaton between motivation and performance was significantly positive, it mean that, the higher is motivation in achievement, recognation, and the work it self, responsibility and advancement, the better is the official performance. The correlaton beetween working behaviors and the officials performances of the Municipal Supervisory Board was significantly posititive, meaning that someone who good in working behavior also good in his performance. The independent variabels Educations (X1), Motivation (X2), Working Ethics (X3) simultaneously has a larger effect (42,6%) o the dependent variabel Performance (Y) of the Supervisory Board of Lhokseumawe whereas the remaining (57,4%) was influenced by other variables such as leadership, organization and environment. Keywords : Municipal Supervisory Board, education, motivation, working ethics


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis sanjungkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai suatu syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini berjudul “Hubungan antara Pendidikan, Motivasi dan Budaya Kerja dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe”. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik yang secara langsung membimbing penulisan tesis ini maupun secara tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Walikota Lhokseumawe, atas izin belajar yang diberikan kepada penulis

2. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, Sp. Ak. Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B.MSc. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan.

5. Bapak Drs. Kariono, MSi, sebagai Ketua Komisi Pembimbing. yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Drs. Agus Suriadi, MSi, Sekretaris Program sekaligus sebagai anggota Komisi Pembimbing, yang dengan kesabarannya memberikan bimbingan pada penulis.

7. Bapak Kepala Badan Pengawas Kota Lhokseumawe.

8. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Pengajar Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu serta kelancaran dalam proses penyusunan dan penyelesaian Tesis.

Terimakasih pula kepada kedua orang tua, suami, seluruh keluarga yang tidak pernah putus mengalirkan do’a dan memompakan semangat demi


(9)

keberhasilan dan kesuksesan penulis serta teman-teman di Magister Studi Pembangunan.

Semoga segala bantuan mereka menjadi amal sholeh dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT dan kiranya tetap mendapat taufik dan rahmat Allah Subhanahu wata`ala, Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Juni 2008

ELLYANA. S NIM: 067024030


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

Nama : Ellyana. S, SE

Tempat / Tgl Lahir : Lhokseumawe, 25 Juni 1973

Alamat : Jl. Nyak Adam Kamil No. 13 Lhokseumawe Telp Rumah / HP : ( 0645) 43683 / 085260024899

Jabatan : Kasubbag Ekonomi pada Bagian Ekonomi dan Pembangunan Setdako Lhokseumawe

Pangkat / Gol Ruang : Penata Muda Tk. I / III b

Asal Instansi : Pemerintah Kota Lhokseumawe

Alamat Kantor : Jl. Merdeka I No.2 Kota Lhokseumawe

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri 5 Lhokseumawe 1979 - 1985 2. SMP Negeri 1 Lhokseumawe 1985 - 1988 3. SMA Negeri 1 Lhokseumawe 1988 - 1991 4. Ekonomi Akuntansi, UII Yogyakarta 1991 - 1996

III. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada Bawasda Kota Lhokseumawe Tahun 2002

2. Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Bawasda Kota Lhokseumawe Tahun 2003 s/d 2007

3. Kasubbag Ekonomi pada Bagian Ekonomi dan Pembangunan Setdako Lhokseumawe Tahun 2008 s/d sekarang


(11)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK……… i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI...……….. vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN……… xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Manfaat Penelitian... 8

1.5. Hipotesis Penelitian... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja... 11

2.1.1 Pengertian Kinerja... 11

2.1.2 Teori Atribusi Kausal... 12

2.2. Pendidikan... 14

2.3. Motivasi... 14

2.3.1. Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg... 18

2.4. Budaya kerja... 23

2.4.1. Terbentuknya Budaya Kerja... 24

2.4.2. Perilaku dan sikap budaya positif... 25

2.4.3. Perilaku dan sikap budaya negatif... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 27

3.1. Jenis Penelitian... 27

3.2. Definisi Konsep... 27

3.3. Operasionalisasi Variabel... 27


(12)

3.3.1.1. Variabel Terikat... 28

3.3.1.2. Variabel Bebas... 29

3.4. Populasi dan Sampel... 31

3.5. Teknik Pengumpulan Data... 32

3.6. Lokasi Penelitian... 32

3.7. Analisis Data... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 34

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian... 34

4.2. Tugas Pokok dan Fungsi Bawasda... 35

4.3. Deskripsi Responden... 39

4.4. Variabel Penelitian... 41

4.4.1. Kinerja Pegawai... 41

4.4.1.1. Kualitas kerja... 42

4.4.1.2. Kuantitas kerja... 44

4.4.1.3. Pengetahuan... 47

4.4.1.4. Keandalan... 51

4.4.1.5. Kehadiran... 54

4.4.1.6. Kerjasama... 55

4.4.2. Motivasi... 59

4.4.2.1. Keberhasilan Pelaksanaan Tugas... 60

4.4.2.2 Pengakuan... 63

4.4.2.3. Pekerjaan Itu Sendiri... 67

4.4.2.4. Tanggung Jawab... 69

4.4.2.5. Pengembangan... 72

4.4.3. Budaya Kerja ... 73

4.4.3.1. Inovasi... 74

4.4.3.2. Perilaku Disiplin dan Jujur... 75

4.4.3.3. Perilaku Tegas dan Percaya Diri... 78

4.5. Analisa Data... 81

4.5.1. Pengujian Hipotesis... 81

4.5.2. Analisis Korelasi Pearson ( Product Moment)... 82

4.5.3. Analisis Korelasi Ganda dan Koefisien Determinasi.. 84

4.6. Pembahasan... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 93

5.1. Kesimpulan... 93

5.2 Saran-saran... 94

DAFTAR PUSTAKA... 95


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Target dan Realisasi PKPT... 6

2. Teori Atribusi Kausal... 12

3. Teori Motivasi Dua Faktor Frederick Herzberg... 19

4 Indikator dan Sub Indikator Kinerja... 28

5. Indikator dan Sub Indikator Motivasi... 29

6. Indikator dan Sub Indikator Budaya Kerja... 30

7. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin…..………. 39

8. Distribusi Jawaban Responden Menurut Jabatan………... 40

9. Distribusi Jawaban Responden Menurut Tingkat Pendidikan ….. 40

10. Distribusi Jawaban Responden Menurut Tingkat Umur…….…. 41

11. Pendapat Responden Tentang Jawaban Dalam Melaksanakan Tugas Jarang Melakukan Kesalahan ………... 42

12. Pendapat Responden Tentang Menyelesaikan Tugas Lebih Cepat Dari Target ………... 42

13. Pendapat Responden Tentang Memahami Dan Menguasai Tugas Pokok………. ... 43

14 Pendapat Responden Tentang Kemampuan Untuk Melaksanakan Tugas-Tugas Baru……….…... 44

15. Pendapat Responden Tentang PKPT Bawasda Setiap Tahun Tercapai………... 44

16. Pendapat Responden Tentang NHP Diselesaikan Tepat Waktu... 45

17. Pendapat Responden Tentang LHP Diselesaikan Tepat Waktu ... 45

18. Pendapat Responden Pelaksanaan Expose Tepat Waktu…... 46

19. Pendapat Responden Tentang Sering Diminta Pertimbangan Oleh Pimpinan……….... 47


(14)

20. Pendapat Responden Tentang Kemampuan Melakukan Pemeriksaan Di Bidang Keuangan………... 47 21. Pendapat Responden Tentang Kemampuan Mengerjakan.

NHP dan LHP Sendiri... 48 22. Pendapat Responden Tentang Menikmati Jika Diberi

Tanggung Jawab Lebih Besar………... 49 23. Pendapat Responden Tentang Memahami Visi,

Misi Dan Tujuan Organisasi ………... 49 24. Pendapat Responden Tentang Mengetahui

Jumlah Target PKPT Setiap Tahun………... 50 25. Pendapat Responden Tentang Mempunyai Kemam-

puan Bekerja Secara Proaktif, Kreatif Dan Inovatif ……… 51

26. Pendapat Responden Tentang Mampu Dalam Membuat

Keputusan Yang Tepat ………... 51 27. Pendapat Responden Tentang Kesediaan Melaksanakan

Tugas Diluar Jam Kerja / lembur………... 52 28. Pendapat Responden Tentang Berusaha Meningkatkan

Kualitas Kerja Dan Evaluasi Diri………... 53 29. Pendapat Responden Tentang Selalu Mematuhi

Peraturan Yang Ditetapkan Pimpinan………. 53 30. Pendapat Responden Tentang Selalu Hadir di

Kantor Tepat Waktu……….... 54 31. Pendapat Responden Tentang Hadir Tepat

Waktu Saat Melakukan Pemeriksaan. ………... 55 32. Pendapat Responden Tentang Kerja Sama Antar Pegawai

Saat Bekerja Sangat Baik ... .. 56 33. Pendapat Responden Tentang Ketua Tim Melaksanakan

Pembagian Tugas Tim Dengan Baik……….…... 56 34. Pendapat Responden Tentang Ketua Tim Memberikan


(15)

35. Pendapat Responden Tentang Teman Sejawat

Selalu Membantu Menyelesaikan pekerjaan/tugas……….... 58 36. Pendapat Responden Tentang Pemeriksa Dapat

Bekerja Sama Secara Profesional Pada Saat Pemeriksaan……. 58 37. Pendapat Responden Tentang Menyelesaikan

Tugas Tanpa Diminta Oleh Pimpinan ……….... .. 60 38. Pendapat Responden Tentang Dapat Menyelesaikan

Pekerjaan Sesuai Dengan Target Yang Telah Ditentukan……. 60

39. Pendapat Responden Tentang Pimpinan

Menerima Gagasan Positif Dari Bawahan ………... 61 40. Pendapat Responden Tentang Pimpinan Memberikan

Kebebasan Kepada Pegawai Untuk Berkarya ... 61 41. Pendapat Responden Tentang Pimpinan

Memberikan Kesempatan Mengeluarkan Pendapat/Ide…... 62 42. Pendapat Responden Tentang Pimpinan

Memberikan Pujian Bagi Pegawai Yang Berprestasi…………. 63 43. Pendapat Responden Tentang Adanya Penilaian Yang

Obyektif Dalam Mengukur Prestasi Kerja Pegawai……… 64 44. Pendapat Responden Tentang Pimpinan

Memberi Hadiah Kepada Pegawai Yang Berprestasi………... 64 45. Pendapat Responden Tentang Pemberian

Promosi Dilakukan Berdasarkan Prestasi Kerja ……….…... 65 46. Pendapat Responden Tentang Pemeriksa

Keuangan Memperoleh Materi Yang Lebih Besar………….... 66 47. Pendapat Responden Tentang Menyukai Jika

Diberi Pekerjaan-Pekerjaan Baru Yang Menantang………... 67 48. Pendapat Responden Tentang Berani Mengambil Resiko

Untuk Memperoleh Hasil Kerja Yang Optimal………. 67

49. Pendapat Responden Tentang Adanya


(16)

50. Pendapat Responden Tentang Pembagian

Tupoksi Sesuai Dengan Ilmu/Keahlian Yang Dimiliki……... 68 51. Pendapat Responden Tentang Pimpinan Memberikan Kepada

Kepercayaan Pegawai Dalam Bekerja………. 69 52. Pendapat Responden Tentang Anggota Tim melaksanakan

Tugas Sesuai Yang Ditetapkan Oleh Ketua Tim……… 70 53. Pendapat Responden Tentang Pimpinan Memberikan

Kesempatan Bagi Pegawai Untuk Memperbaiki Kesalahan…. 70 54. Pendapat Responden Tentang Pimpinan Menndorong Pegawai

Agar Menyelesaikan Tugas Tepat Waktu…... 71 55. Pendapat Responden Tentang Pimpinan Memberikan

Sanksi Kepada Pegawai Tanpa Membedakan Jabatan……... 71 56. Pendapat Responden Tentang Pegawai Yang

Berprestasi Akan Memperoleh Promosi Dari Pimpinan………. 72 57. Pendapat Responden Tentang Pemberian Kesempatan

Mengikuti Pendidikan/ Pelatihan Diberikan Secara Adil………. 73

58. Pendapat Responden Mempelajari teknologi

Dan Pengetahuan Untaj Meningkatkan Kineja…... 74 59. Pendapat Responden Tentang Mampu Mengetik

Laporan Dengan Program Komputer……….... 75 60. Pendapat Responden Tentang Tetap Bekerja

Walaupun Pimpinan Keluar Daerah………... 76 61. Pendapat Responden Tentang Hadir Tepat

Waktu Saat Pimpinan Tidak Berada Di Kantor, ………... 77 62. Pendapat Responden Tentang Tetap Bekerja Sesuai Target

Walaupun Tanpa Pengawasan Pimpinan …………... 77

63. Pendapat Responden Tentang Selalu minta

Izin apabila ada kegiatan diluar kantor ……….. 78 64. Pendapat Responden Tentang Selalu Pulang Kerja


(17)

65. Pendapat Responden Tentang Pemeriksa Tidak Boleh

Meminta Uang Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Temuan… .. 79

66. Pendapat Responden Tentang Berani Bersikap

Tegas Apabila Itu Benar………... 79 67. Pendapat Responden Tentang Distribusi Siap Mengerjakan

Pekerjaan Yang Diserahkan Pimpinan………... 80 68. Pendapat Responden Tentang Berani Mengambil

Keputusan Penting Dalam Menyelesaikan Pekerjaan………….. 80 69. Penafsiran Koefisien Korelasi………... 83 70. Hubungan antar Variabel Penelitian Berdasarkan Korelasi Pearson ( Product Moment)... 83


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Hipotesis Penelitian... 9

2. Struktur Organisasi... 116

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian... 97

2. Perhitungan SPSS... 104

3. Korelasi... 114


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah telah memberikan arah perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Setiap daerah diberi kewenangan dan dituntut untuk meningkatkan kemandirian daerah baik dalam hal keuangan maupun kualitas sumber daya manusianya. Kewenangan ini juga diberikan pada Daerah Nanggroe Aceh Darussalam yang mempunyai Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Aceh, yang mempunyai konsekwensi kemandirian dalam pengaturan sumber-sumber daya daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah daerah berupaya untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya aparatur disegala bidang karena peran sumber daya manusia pada masa kini akan menjadi penentu bagi keberhasilan pembangunan. Peningkatan sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Lembaga Administrasi Negara (2000:3) mendifinisikan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi.

Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu sehingga dapat diperoleh informasi tentang tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu


(20)

organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama dan tugas pokok instansi sebagai bahan untuk perencanaan serta untuk menentukan tingkat keberhasilan (persentasi pencapaian misi) instansi.

Berdasarkan konsep perubahan, suatu organisasi yang mengadakan perubahan akan membawa organisasi pada situasi yang lain dari sebelumnya. Perubahan yang terjadi dapat memperkuat atau memperlemah kehidupan organisasi, perubahan dalam organisasi ini melibatkan sumber daya manusia yang berperan dalam peningkatan kinerja organisasi (Alford, 1998).

Kinerja dipergunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai efektifitas operasional suatu organisasi berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Peningkatan kinerja dalam suatu organisasi juga sangat dipengaruhi oleh motivasi kerja. Menurut Siagian (1997:7) motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan iklas untuk mencapai tujuan. Timbulnya motivasi pada diri seseorang ditentukan oleh adanya kebutuhan hidup baik kebutuhan primer maupun kehidupan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat bekerja dan dapat meningkatkan kinerjanya.

Kinerja juga sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang miliki oleh pegawai/karyawan. Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Republik


(21)

Indonesia No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya yang akan datang. Tingkat pendidikan yang tinggi menunjang dalam pencapaian kinerja pegawai karena pendidikan yang rendah menyebabkan pegawai sulit menyerap berbagai informasi yang berhubungan dengan kegiatannya, semakin tinggi pendidikan maka semakin efisien ia dalam bekerja ( Sedarmayanti 2003:33).

Selain motivasi dan pendidikan, kinerja pegawai atau karyawan juga sangat dipengaruhi budaya kerja. Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani (Kepmenpan Nomor : 25/KEP/M.PAN/04/2002). Kuatnya budaya kerja akan terlihat dari bagaimana pegawai memandang budaya kerja sehingga berpengaruh terhadap perilaku yang digambarkan antara lain memiliki motivasi, dedikasi, kreatifitas, kemampuan dan komitmen yang tinggi. Semakin kuat budaya kerja, semakin tinggi komitmen dan kemampuan yang dirasakan pegawai. Makin banyak pegawai yang menerima nilai-nilai makin tinggi kemampuan dan komitmen mereka pada nilai-nilai itu dan semakin kuat budaya tersebut ( Robbins, 1996 : 292).

Tantangan yang cukup komplek adalah bagaimana mengubah budaya kerja lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai budaya kerja baru pada seluruh pegawai atas dasar keinginannya secara sukarela. Orang tidak akan berubah dengan sendirinya kalau tidak secara sukarela karena selama ini banyak


(22)

para pemimpin dan aparatur negara bukan hanya sulit berubah tapi juga sering mengabaikan nilai-nilai moral dan budaya kerjanya. Menurut pakar ekonomi dari Unsyiah Nanggroe Aceh Darussalam, Dr. Islahuddin dan Dr. Nazamuddin bahwa Budaya kerja yang ditampilkan dinas dan badan ditingkat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam beberapa tahun ini belum baik. Perubahan fundamental disegala sektor yang menjadi visi dan misi Gubernur hanya bisa tercapai apabila dinas dan badan mengubah budaya kerja yang lama menjadi budaya yang berdisiplin tinggi, cepat tanggap dalam bertindak, serta tidak KKN ( Harian Serambi Indonesia, Senin tanggal 08 Oktober 2007) .

Kota Lhokseumawe merupakan daerah yang sedang tumbuh dan berkembang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terbentuk dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2001 pada tanggal 01 Juni 2001. Badan pengawasan merupakan salah satu instansi yang berada di bawah Pemerintahan Daerah Kota Lhokseumawe. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dapat diartikan sebagai kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa pekerjaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe sebagai aparat pengawas internal pemerintah mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan dan pembinaan diseluruh instansi dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe. Institusi pengawasan diharapkan dapat menjadi detektor dini untuk mengetahui terjadinya penyimpangan dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe. Walaupun Badan Pengawasan tidak secara langsung melayani masyarakat namun


(23)

peran Bawasda sangat diharapkan didalam melakukan pembinaan dan usaha mengurangi praktek-praktek KKN dilingkungan pemerintah Kota Lhokseumawe Dalam melaksanakan fungsinya Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe melakukan pemeriksaan yang terdiri dari beberapa jenis antara lain:

1. Pemeriksaan Reguler

Pemeriksaan yang dilaksanakan secara berkala sesuai dengan program kerja pemeriksaan tahunan (PKPT) yang telah disahkan oleh Walikota.

2. Pemeriksaan Khusus.

Pemeriksaan yang dilakukan atas dasar perintah Kepala Daerah terhadap unit kerja yang dianggap perlu dilakukan pemeriksaan karena diduga ada penyimpangan.

3. Pemeriksaan Kasus

Pemeriksaan yang dilakukan atas dasar laporan dan pengaduan masyarakat terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur atau pemerintah. Visi Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah menjadi Badan Pengawasan dengan aparatur yang profesional dalam melaksanakan tugas. Sedangkan misi Bawasko Lhokseumawe dalam DASK Bawasda Kota Lhokseumawe tahun 2006 adalah :

1. Meningkatkan kinerja dan kualitas serta sumber daya aparatur di bidang pengawasan.

2. Menyusun dan melaksanakan program kerja pemeriksaan reguler, pemeriksaan khusus dan kasus.


(24)

3. Meningkatkan prasarana dan sarana untuk mendukung pelaksanaan pengawasan dalam rangka pelayanan prima.

4. Meningkatkan koordinasi pelayanan dengan instansi terkait.

Dari visi dan misi Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe terlihat harapan Bawasda untuk meningkatkan kinerja dan kualitas sumber daya aparaturnya di bidang pengawasan. Permasalahan yang terjadi pada Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut :

1. Program Kerja Pemeriksaan Tahunan (PKPT) tidak tercapai sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. PKPT merupakan pemeriksaan reguler/tugas pokok Bawasda Kota Lhokseumawe yang telah disahkan Walikota setiap tahunnya. Pencapaian PKPT dalam empat tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Target dan Realisasi PKPT

Tahun Target PKPT Realisasi 2004 27 15 2005 30 20 2006 32 28 2007 37 21

Sumber : Kantor Bawasda Kota Lhoksemawe, 2008

PKPT yang tidak tercapai mengakibatkan program pengawasan pada instansi yang telah ditargetkan tidak terlaksana dan memungkinkan adanya instansi yang luput dari pemeriksaan.

2. Pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tidak tepat waktu.

Waktu yang ditargetkan untuk menyelesaikan LHP adalah 15 hari setelah melakukan pemeriksaan namun kenyataannya penyelesaian LHP membutuhkan waktu 6 sampai dengan 7 minggu setelah pemeriksaan.


(25)

Keterlambatan penyelesaian laporan akan mengurangi nilai atau mamfaat dari laporan, seperti yang tercantum dalam Norma Pemeriksaan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah No. SE-117/K/1985 bagian kedua yang menyatakan “ Laporan pemeriksaan harus dibuat segera setelah pekerjaan pemeriksaan dan disampaikan kepada yang berkepentingan tepat pada waktunya”. Laporan pemeriksaan harus diselesaikan dan disampaikan tepat waktu agar informasi yang terkandung didalamnya dapat bermamfaat sepenuhnya dan dapat menghindari dari kejadian yang merugikan seperti tidak hemat, tidak taat dan sebagainya.

3. Pelaksanaan monitoring hasil pemeriksaan tidak tepat waktu

Rendahnya kinerja pegawai Bawasda berdampak pada tidak tercapainya tujuan organisasi. Kondisi tersebut mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tentang apa yang menyebabkan pencapaian kinerja pegawai Bawasda rendah dengan mengangkat judul “ Hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja dengan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe”. Dalam penelitian ini menjelaskan apakah terdapat hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja terhadap rendahnya kinerja pegawai Bawasda Kota Lhokseumawe, sehingga diharapkan dapat dilakukan perubahan untuk meningkatkan produktifitas kerja pegawai dan tercapainya visi Bawasda.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka rumusan penelitian ini adalah : 1. Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara pendidikan dengan


(26)

2. Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

3. Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara budaya kerja dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe

4. Apakah ada hubungan positif dan signifikan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara pendidikan dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

2. Untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

3 Untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara budaya kerja dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe

4. Untuk mengetahui hubungan positif dan signifikan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota


(27)

Lhokseumawe pada Program Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. 2. Manfaat Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam meningkatkan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe dalam melaksanakan tugas pengawasan.

1.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan beberapa teori, maka dapat diungkapkan suatu kerangka berfikir yang berfungsi sebagai penuntun, alur pikir dan sekaligus sebagai dasar dalam penelitian yang secara diagram adalah sebagai berikut :

r 3 Pendidikan ( X1)

Motivasi (X2) r 2 r 1

Budaya Kerja (X3)

Kinerja (Y)

r 4

Gambar 1. Hipotesis penelitian

Dari pengkajian uraian latar belakang masalah, perumusan masalah tentang teori hubungan fungsi variabel independen dengan variabel dependen, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pendidikan dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dengan kinerja pada pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.


(28)

3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara budaya kerja dengan kinerja pada pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe

4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

2.1.1. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja sering dipadankan dengan kata dalam bahasa Inggris yakni “ performance”. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary tahun 1979 performance berasal dari akar kata “ to perform” yang mempunyai arti melakukan, menjalankan, melaksanakan, memenuhi atau menjalankan kewajiban sesuatu nazar, menyempurnakan tanggung jawab dan melakukan sesuatu yang diharapkan seseorang atau mesin. Dapat disimpulkan bahwa dari beberapa arti “to perform” adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawab atau hasil yang diharapkan, sedangkan arti kata performance merupakan kata benda dimana salah satunya adalah sesuatu hasil yang telah dikerjakan..

Performace atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawiro sentono, 1999:2). Dengan demikian kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi. Secara umum kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu dan merupakan efektifitas operasional organisasi. Prestasi pegawai dibawah standar mungkin disebabkan sejumlah


(30)

faktor mulai dari keterampilan yang buruk, motivasinya yang tidak cukup hingga lingkungan kerja yang buruk (Timpe, 2004:3). Jadi kinerja yang optimal selain didorong oleh kuatnya motivasi seseorang dan tingkat kemampuan yang memadai, juga didukung oleh lingkungan yang kondusif.

2.1.2. Teori Atribusi Kausal

Menurut Timpe (2004: 51) teori atribusi dalam kinerja didasarkan pada asumsi bahwa orang cenderung tidak merasa puas dengan hanya mengetahui apa yang dikerjakan tetapi suka mencari alasan-alasan mengapa mereka melakukannya. Terdapat dua kategori teori dasar atribusi yang bersifat internal atau disposisional (dihubungkan dengan sifat orang-orang) dan yang bersifat eksternal atau situasional (yang dapat dihubungkan dengan lingkungan) yaitu : Tabel 2. Teori Atribusi Kausal

Mengapa di Balik Keberhasilan dan Kegagalan

Internal (Pribadi) Eksternal (Lingkungan) Kinerja Baik Kemampuan Tinggi Pekerjaan Mudah

Kerja Keras Nasib baik

Bantuan dari trekan-rekan kerja Pimpinan yang Baik

Kinerja Jelek Kemampuan Rendah Pekerjaan Sulit Kerja Sedikit Nasib buruk

Rekan-rekan kerja tidak produktif Pimpinan yang tidak simpatik

Meskipun demikian, sejumlah faktor lain dapat juga mempengaruhi kinerja seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, kendala-kendala sumber daya, keadaan ekonomi dan sebagainya. Kinerja sangat tergantung pada 3 faktor yang apabila salah satu tidak cukup atau tidak mendukung maka kinerja akan terganggu (Timpe, 2004:51) yaitu :


(31)

1. Tingkat keterampilan.

Keterampilan adalah” modal” yang harus dimiliki pegawai untuk bekerja. Keterampilan terdiri dari pengetahuan, kemampuan, kecakapan-kecapakan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. Para karyawan yang tidak memiliki modal tersebut tidak “mampu” menghasilkan kinerja yang baik. 2. Tingkat Upaya.

Upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan. Meskipun karyawan memiliki tingkat keterampilan untuk melakukan pekerjaan, mereka tidak akan bekerja dengan baik bila tidak ada upaya.

3. Kondisi eksternal.

Meskipun keryawan memiliki keterampilan dan upaya namun apabila kondisi-kondisi eksternal tidak mendukung maka produktifitas tidak akan tercapai. Kondisi eksternal adalah kondisi yang berada diluar kendali karyawan, contoh kondisi eksternal adalah keadaan ekonomi, kesulitan pekerjaan, sarana dan prasarana yang tidak memadai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsepsi kinerja pada hakekatnya merupakan suatu cara atau perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai hasil tertentu. Faktor-faktor penting dari lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kinerja adalah:

1. Tugas atau pekerjaan jelas.

2. Sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mudah diperoleh termasuk informasi, waktu, uang dan lain-lain.


(32)

3. Individu mempunyai kapasitas, keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

4. Individu sering menerima umpan balik.

5. Individu merasa puas dengan konsekwensi atau penghargaan dalam pelaksanaan tugas.

Dari beberapa pendapat diatas konsep yang dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur kinerja , yakni :

1. Faktor kualitas kerja, yang dapat dilihat dari segi ketelitian, kecepatan penyelesaian pekerjaan, ketrampilan dan kecakapan kerja.

2. Faktor kuantitas kerja, diukur dari kemampuan secara kuantitatif di dalam mencapai target yang telah ditetapkan.

3. Faktor pengetahuan, diukur dari kemampuan memahami hal-hal yang berkaitan dengan tugas pokok.

4. Faktor keandalan, diukur dari kemampuan dan keandalan dalam melaksanakan tugas, baik dalam menjalankan peraturan, inisiatif dan disiplin.

5. Faktor kehadiran, yaitu melihat kehadiran didalam kegiatan-kegiatan rutin. 6. Faktor kerja sama, melihat bagaimana karyawan bekerja sama dalam

melaksanakan tugas dengan sesama pegawai maupun dengan orang lain.

2.2. Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya dimaksudkan untuk mempersiapkan sumber daya manusia sebelum memasuki pasar kerja. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan dalam proporsi tertentu diharapkan dapat memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh suatu pekerjaan. Pendidikan mempunyai fungsi


(33)

sebagai penggerak sekaligus pemacu terhadap kemampuan sumber daya manusia dalam meningkatkan prestasi kerjanya, dan nilai kompetensi seorang pekerja

dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan ( Irianto, 2001:75).

Pendidikan ditujukan untuk memperbaiki kinerja pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Menurut Tillaar (1997:151) bahwa pendidikan mempunyai peranan dan fungsi untuk mendidik seorang warga negara agar memiliki dasar–dasar karakteristik seorang tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama oleh masyarkat modern, sedangkan pelatihan mempunyai karakteristik yang diinginkan oleh lapangan kerja. Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk dapat mengerjakan sesuatu lebih cepat dan tepat, sedangkan latihan membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan dan latihan seseorang semakin besar tingkat kenerja yang dicapai. Dengan demikian pendidikan berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga kerja yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi dengan menekankan pada kemampuan kognigtif, afektif dan psychomotor.

Menurut Irianto (2001:75) bahwa nilai-nilai kompetensi seseorang dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan yang berorientasi pada tuntutan kerja aktual dengan menekankan pada pengembangan skill, knowledge dan ability yang secara signifikan akan dapat memberi standar dalam sistem dan proses kerja yang diterapkan. Menurut Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974, pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan


(34)

mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohaniah, yang berlangsung seumur hidup, baik didalam maupun diluar sekolah, dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.

Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berfikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari (Sedarmayanti, 2003:32).

Menurut Hasibuan (1987:137) bahwa fungsi pendidikan dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan meliputi dua dimensi penting yaitu : Dimensi kuantitatif yang meliputi fungsi pendidikan dalam memasok tenaga kerja yang tersedia dan Dimensi kualitatif yang menyangkut fungsi sebagai penghasil tenaga terdidik dan terlatih yang akan menjadi sumber penggerak pembangunan. Fungsi pendididikan dapat dikatakan sebagai suatu sistem pemasok tenaga kerja yang terdidik, terlatih dan dipercaya dapat meningkatkan kinerja.

2.3. Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin “ movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Berbagai hal yang biasanya terkandung dalam berbagai definisi tentang motivasi antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran dan dorongan. Siagian (1997:7) memberikan pengertian motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada bawahan sedemikian rupa


(35)

sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan. Pendapat yang sama diberikan oleh Melayu bahwa motivasi adalah pemberian daya perangsang atau kegairahan kerja kepada pegawai, agar bekerja dengan segala daya upayanya.

Dalam Sedarmayanti (2001: 66), motivasi dapat diartikan sebagai usaha pendorong yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut. Yang menjadi pendorong dalam hal tersebut adalah bermacam-macam faktor diantaranya faktor ingin lebih terpandang diantara rekan kerja/lingkungan dan kebutuhannya untuk berprestasi.

Motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktifitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan menurut Bernard Berndoom dan Gary A. Stainer (Sedarmayanti, 2001: 66). Pendapat lain dikemukakan oleh Terry yang menjelaskan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat dalam diri seseorang /individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan (Hasibuan,1997:198). Pengertian yang dikemukakan terry tersebut lebih bersifat internal, karena faktor pendorong itu menculnya dari dalam diri seseorang yang merangsangnya untuk melakukan tindakan. Faktor pendorong itu bisa berupa kebutuhan, keinginan, hasrat yang ada pada diri manusia. Perasaan puas dari diri seseorang yang merupakan motivasi internal tersebut dapat berasal dari pekerjaan yang menantang, adanya tanggung jawab yang harus diemban, prestasi pribadi,


(36)

adanya pengakuan dari atasan serta adanya harapan bagi kemajuan karir seseorang. Sedangkan motivasi yang ada diluar diri seseorang menyebabkan orang tersebut melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi karena adanya rangsangan dari luar yang dapat berwujud benda maupun bukan benda. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dan motivasi yang ada diluar diri seseorang mempunyai persamaan yaitu adanya tujuan atau reward yang ingin dicapai seseorang dengan melakukan suatu kegiatan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta ketidakseimbangan. Rangsangan terhadap hal termaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi dan motivasi yang telah tumbuh merupakan dorongan untuk mencapai tujuan.

2.3.1. Teori Motivasi ”Dua Faktor Frederick Herzberg”

Teori motivasi telah dibahas oleh beberapa pakar berdasarkan kebutuhan manusia yang dikaitkan dengan berbagai cara pemuasannya. Teori Motivasi Dua Faktor dikemukakan oleh Frederick Herzberg, seorang Psikolog pada tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan (Leicker and Hall dalam Timpe, 2004:55). Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan.

Untuk memahami motivasi pegawai dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun pertimbangan


(37)

peneliti adalah : pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan ditempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya. Kedua, teori Herberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu motivasi intristik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang dan motivasi ekstrisik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Faktor-faktor motivasi menurut Herzberg yang dikutip oleh Siagian (2004:164) adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Teori Motivasi ”Dua Faktor Frederick Herzberg” F

aktor Ekstrinsik Faktor Instrinsik 1. Kebijaksanaan & administrasi 1. Keberhasilan

2. Supervisi 2. Pengakuan / penghargaan 3. Gaji / Upah 3. Pekerjaan itu sendiri

4. Hubungan antar pribadi 4. Tanggung Jawab 5. Kondisi kerja 5. Pengembangan

Dengan demikian seseorang yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaannya, memungkinkan menggunakan kreatifitas dan inovasi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik, cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut Herzberg faktor ektrinsik tidak akan


(38)

mendorong para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Jadi Herzberg berpendapat bahwa apabila manajer ingin memberi motivasi pada para bawahannya yang perlu ditekankan adalah faktor-faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor-faktor-faktor-faktor motivasional yang sifatnya intristik yaitu :

1. Keberhasilan

Agar seorang bawahan dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan juga harus memberi semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini akan menimbulkan sikap positif dan keinginan selalu ingin melakukan pekerjaan yang penuh tantangan.

2. Pengakuan

Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan. Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau promosi.

3. Pekerjaan itu sendiri

Pimpinan membuat usaha-usaha yang nyata dan meyakinkan sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya, harus


(39)

menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan pegawai sesuai dengan bidangnya.

4. Tanggung jawab

Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan. 5. Pengembangan

Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang berbeda tetapi juga posisi yang lebih baik. Apabila sudah berhasil dilakukan, pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang akan mendapat promosi/menaikkan pangkatnya atau yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa setiap orang mempunyai keinginan dan kebutuhan tertentu serta mengharapkan kepuasan dari hasil

kerjanya. Kebutuhan-kebutuhan yang dipuaskan dengan bekerja adalah (Hasibuan,1997 :157) :

a. Kebutuhan fisik dan keamanan

Kebutuhan ini menyangkut kepuasan kebutuhan fisik atau biologis seperti makan, minum, perumahan, rasa aman dan sebagainya. Didalam organisasi


(40)

birokrasi, seorang pegawai dapat memenuhi kebutuhan fisik dengan gaji dan pendapatan lain yang diperolehnya berupa tunjangan, fasilitas dan sebagainya. Gaji yang merupakan reward dari hasil kerjanya dapat menimbulkan perasaan aman dan juga dapat menjadi jaminan hari tua bagi pegawai.

b. Kebutuhan sosial

Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang terpuaskan karena memperoleh pengakuan status, dan dihormati/diterima dan disegani dalam pergaulan masyarakat. Hal ini penting karena manusia tergantung satu sama lainnya. Jabatan pegawai dalam organisasi birokrasi di Indonesia sampai sekarang masih banyak diminati. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih memandang pegawai negeri memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan lebih disegani daripada pegawai yang ada diorganisasi swasta. Oleh karena itu, seseorang yang dapat masuk kedalam lingkungan birokrasi merasa mendapatkan status sosial yang lebih tinggi.

b. Kebutuhan egoistik

Kebutuhan egoistik adalah kepuasan yang berhubungan dengan kebebasan orang untuk mengerjakan sesuatu sendiri dan merasa puas karena berhasil menyelesaikannya. Salah satu motif pegawai dalam bekerja dalah diperolehnya kepuasan kerja dalam organisasi. Seorang pegawai akan merasa dihargai apabila dia mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Adanya pengakuan atas keberhasilan kerja seseorang terkadang mengalahkan reward dalam bentuk uang atau benda.


(41)

2.4. Budaya Kerja

Budaya berasal dari bahasa sangsekerta “ budhayah” sebagai bentuk jamak dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran. Sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan dari “budidaya” nilai-nilai dan sikap mental (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Budidaya berarti memberdayakan budi sebagaimana dalam bahasa Inggris dikenal sebagai culture yang semula artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu, kemudian berkembang sebagai cara manusia mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity) dan hasil karyanya (performance). Budi daya juga dapat diartikan sebagai keseluruhan usaha rohani

dan materi termasuk potensi-potensi maupun ketrampilan masyarakat atau kelompok manusia.

Slocum dalam West (2000: 128) mendefinisikan budaya sebagai asumsi-asumsi dan pola-pola makna yang mendasar yang dianggap sudah selayaknya dianut dan dimanifestasikan oleh semua pihak yang berpartisipasi dalam organisasi. Budaya diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka phisikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi (Osborn & Plastrik, 2000 : 252), sehingga untuk merubah sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang yang telah melekat. Pada bagian lain Sofo (2003 : 384) memandang budaya sebagai yang mengacu pada nilai-nilai, keyakinan, praktek, ritual dan kebiasan-kebiasaan dari sebuah organisasi. Sebenarnya budaya kerja sudah lama dikenal manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan


(42)

perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat-istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya dan

mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja ( Triguno, 2004 : 1).

Dengan demikian, setiap fungsi atau proses kerja harus mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya yang mengakibatkan perbedaan nilai-nilai yang diambil dalam kerangka kerja organisasi. Hal tersebut seperti nilai-nilai apa saja yang patut dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya. Proses yang panjang yang terus menerus disempunakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan sumber daya

manusia itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui ( Trigono, 2004 : 31).

2.4.1. Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi itu berdiri. Pembentukan budaya kerja terjadi tatkala lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal

maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi (Sithi Amnuai & Ndraha, 2003 : 76). Diperlukan waktu yang cukup lama untuk

membentuk budaya kerja. Pembentukan budaya kerja di awali oleh para pendiri (founders) atau pimpinan paling atas (top management) atau pejabat yang ditunjuk di mana besarnya pengaruh yang dimilikinya akan menentukan suatu cara tersendiri yang dijalankan dalam satuan kerja yang dipimpinnya. Budaya kerja


(43)

yang dibangun dan dipertahankan ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya budaya itu sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam memperkerjakan pegawai. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat diterima atau tidak. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi dan terjadi

perubahan yang akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkan (Robbins, 1996 : 301). Dengan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa

perubahan dalam budaya kerja itu sangat penting, karena masalah budaya kerja terletak pada diri kita masing-masing dan musuh budaya kerja pun adalah diri kita sendiri (Triguno, 2004 : 29).

Di Indonesia terdapat perilaku dan sikap budaya yang tercermin dari perilaku dan norma-norma kehidupan sehari-hari, hal ini tidak terlepas dari akar budaya yang dianut masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Perilaku dan sikap budaya dimaksud ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif bila dikaitkan dengan aktifitas atau pekerjaan seseorang

2.4.2. Perilaku dan Sikap Budaya Positif

Masyarakat Indonesia dikenal memiliki perilaku ramah tamah, budaya gotong royong yang sampai saat ini masih sangat dominan terutama didaerah pedesaan.

2.4.3. Perilaku dan Sikap Budaya Negatif

Selain perilaku dan sikap budaya positif seperti yang digambarkan diatas, rakyat Indonesia juga ditandai dengan perilaku dan sikap yang negatif. Kebiasaan negatif yang seolah-olah merupakan bagian dari kehidupan bersifat


(44)

kontraproduktif. Beberapa perilaku negatif yang sering terjadi adalah sebagai berikut ( Suyadi, 1999 : 313).

1. Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur

Hampir semua bagian lapisan masyarakat pada berbagai kasus dan intensitas yang berbeda melakukan tindakan tidak disiplin dan tidak jujur, melakukan pelanggaran hukum/peraturan pemerintah maupun terhadap tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur yang dilakukan tersebut akan mempengaruhi kinerja dan berdampak merugikan bangsa dan masyarakat.

2. Perilaku tidak tegas dan tidak percaya diri.

Perilaku yang tidak tegas dan tidak percaya diri juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Orang yang tidak tegas akan selalu berbasa-basi, ragu-ragu dalam mengambil keputusan sehingga akan berakibat buruk bagi keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Tidak percaya diri membuat seseorang tidak mampu berfikir yang berdampak tidak dapat mengoperasikan pekerjaannya/melaksanakan tugasnya secara maksimal dan sebagai implikasinya tujuan organisasi tidak tercapai ( Suyadi, 1999 : 317).


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research) karena menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun,1995:5). Dalam hal ini menjelaskan hubungan antara pendidikan, motivasi dan budaya kerja dengan kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe.

3.2. Definisi Konsep

1. Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang ditamatkan oleh pegawai.

2. Motivasi adalah sebagai suatu usaha pendorong yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu.

3. Budaya Kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani. 4. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada

pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi.

3.3. Operasionalisasi Variabel

Berdasarkan rumusan permasalahan, tujuan penelitian dan hipotesis yang


(46)

1. Variabel terikat (Y) adalah variabel kinerja Pegawai Bawasda Lhokseumawe. 2. Variabel bebas ( X) adalah

a. Variabel Pendidikan ( X1) b. Variabel Motivasi ( X2) c. Variabel Budaya Kerja (X3)

Indikator dari suatu variabel memungkinkan peneliti mengumpulkan data secara relevan sehingga dari masing-masing variabel tersebut lebih terarah dan sesuai dengan metode pengukuran yang telah direncanakan.

3.3.1. Definisi Operasional Variabel penelitian 3.3.1.1. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah jumlah rata-rata kinerja pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe. Variabel kinerja diukur dengan kuesioner dengan indikator dan sub indikator sebagai berikut :

Tabel 4. Tabel Indikator dan Sub Indikator Kinerja

Variabel Indikator Sub Indikator

Kinerja 1. Kualitas Kerja a Ketelitian dan kecepatan dalam bekerja b. Ketrampilan dan kecakapan kerja 2. Kuantitas kerja a. Kemampuan dalam mencapai target 3. Pengetahuan a. Mempunyai pengetahuan /kemampuan dalam melaksanakan tugas.

b. Mengetahui visi, misi dan tujuan organisasi 4. Keandalan a. Mempunyai inisiatif

b. Disiplin

5. Kehadiran a. Kehadiran tepat waktu

b. Kehadiran pada saat rapat/ pemeriksaan 6. Kerjasama a. Kerja sama dalam tim


(47)

3.3.1.2. Variabel Bebas atau Independen Variabel (X1) Variabel bebas adalah variabel yang terdiri dari :

1. Variabel pendidikan (X1) yaitu pernyataan responden yang berkaitan dengan lamanya pendidikan yang pernah ditempuh sebagai syarat menjadi pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe dengan indikator sebagai berikut : a. X1.1. Tamat Sekolah Tingkat Atas = 12 tahun

b. X1.2. Tamat Diploma = 15 tahun c. X1.3. Tamat S1 = 17 tahun d. X1.4. Tamat S2 = 19 tahun

2. Variabel motivasi (X2) yaitu pernyataan responden yang berkaitan dengan daya dorong pegawai Bawasda untuk berkinerja lebih baik atau kurang baik dengan indikator dan sub indikator sebagai berikut :

Tabel 5. Tabel Indikator dan Sub Indikator Motivasi

Variabel Indikator Sub Indikator Motivasi 1. Keberhasilan a Mengerjakan tugas sesuai target. b. Memberikan kesempatan berkarya. 2. Pengakuan / a. Pengakuan atas prestasi bawahan penghargaan b. Penghargaan bagi yang berprestasi

3. Pekerjaan itu a. Menyukai tantangan kerja.

sendiri b. Penempatan pegawai sesuai keahliannya. 4.Tanggung Jawab a. Pemberian kepercayaan kepada bawahan b. Pemberian sanksi

5.Pengembangan a. Pemberian promosi /jabatan.

b. Kesempatan untuk mengikuti diklat 3. Variabel budaya kerja (X3) yaitu pernyataan responden tentang semangat

kerja yang berkaitan dengan tujuan kerja, sistem kerja, prioritas kerja. Indikator dan sub indikator budaya kerja adalah sebagai berikut :


(48)

Tabel 6. Tabel Indikator dan Sub Indikator Budaya Kerja Variabel Indikator Sub Indikator

Budaya 1. Perilaku disiplin a. Melaksanakan tugas tepat waktu Kerja dan jujur b. Tidak melanggar hukum/ PP 2. Perilaku tegas & a. Tidak ragu mengambil keputusan percaya diri b .Melaksanakan tugas secara optimal

Untuk memperoleh data tersebut digunakan kuesioner yang bersifat tertutup yaitu pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa hingga responden dibatasi dalam memberikan jawaban. Sedangkan penyusunan skala pengukuran menggunakan skala likert dimana setiap item pertanyaan menggunakan skor dengan alternatif pilihan 1 sampai dengan 5 jawaban pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut :

Nilai 5 : Untuk jawaban sangat setuju artinya responden sangat setuju dengan pertanyaan karena sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.

Nilai 4 : Untuk jawaban setuju artinya responden setuju dengan pertanyaan karena sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden. Nilai 3 : Untuk jawaban ragu-ragu artinya responden ragu-ragu dengan

pertanyaan karena tidak dapat menentukan dengan pasti keadaan yang dirasakan.

Nilai 2 : Untuk jawaban tidak setuju artinya responden tidak setuju dengan pertanyaan karena tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.

Nilai 1 : Untuk jawaban sangat tidak setuju artinya respoden sangat tidak setuju dengan pertanyaan karena tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan responden


(49)

1. Variabel Kinerja

Indikator Nomor pertanyaan Jumlah pertanyaan 1. Kualitas kerja 1,2,3,4 4

2. Kuantitas kerja 5,6,7,8 4 3. Pengetahuan 9,10,11,12,13,14 6 4. Keandalan 15,16,17,18,19 5 5. Kehadiran 20,21 2 6. Kerjasama 22,23,24,25,26 5

2. Variabel Motivasi

Indikator Nomor pertanyaan Jumlah pertanyaan 1. Keberhasilan 1,2,3,4,5 5 2. Pengakuan 6,7,8,9,10 5

3. Pekerjaan itu sendiri 11,12,13,14 5 4. Tanggung jawab 15,16,17,18,19 5 5. Pengembangan 20,21 2

3. Variabel Budaya Kerja

Indikator Nomor pertanyaan Jumlah pertanyaan 1. Inovasi 1,2,3 3

2. Perilaku Dispilin dan jujur 4,5,6,7,8,9 5 3. Perilaku tegas & percaya diri 10,11,12 3

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe yang berjumlah 31 orang dan yang mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan/pengawasan, karena sedikitnya jumlah populasi, maka penulis menggunakan metode total sampling yakni seluruh populasi menjadi anggota yang akan diamati sebagai sampel karena sampel yang besar cenderung memberikan atau lebih mendekati nilai sesungguhnya terhadap populasi atau dapat dikatakan semakin kecil pula kesalahan (penyimpangan terhadap nilai populasi).


(50)

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil penelitian lapangan yang diperoleh berdasarkan hasil jawaban para responden melalui penyebaran kuesioner yang telah disiapkan kepada seluruh responden ( pegawai Bawasda) yang selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait berupa berbagai peraturan daerah, perundang-undangan serta buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, seperti profil daerah, disiplin pegawai, makalah-makalah, tulisan ilmiah dan berbagai hasil penelitian yang berkaitan dengan kajian penelitian ini dalam upaya peningkatan kinerja pegawai Bawasda Kota Lhokseumawe.

3.6. Lokasi Penelitian

Penelitian berlokasi di Kota Lhokseumawe dengan objek penelitian pada Kantor Badan Pengawas Kota Lhokseumawe. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada bahwa keberadaan Badan Pengawas Kota Lhokseumawe adalah sangat penting dalam keberhasilan pembangunan di Kota Lhokseumawe. Hal ini dikarenakan peran Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berhubungan dengan semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Lhokseumawe, yaitu dengan melaksanakan pengawasan/pemeriksaan reguler terhadap Dinas, Badan dan Kantor dilingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe berdasarkan program kerja pemeriksaan tahunan ( PKPT) yang telah disahkan Walikota. Keberhasilan kinerja pegawai sangat mempengaruhi kinerja Badan Pengawas Kota Lhokseumawe yang sekaligus


(51)

cerminkan keberhasilan Pemerintah Kota Lhokseumawe secara keseluruhan.

3.7. Analisis Data

Untuk mengetahui adanya hubungan antara dua variabel atau lebih maka digunakan analisis korelasi. Korelasi yang digunakan adalah model korelasi Product Moment (Pearson) dan Korelasi Ganda. Korelasi Product Moment digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih secara sendiri-sendiri (X1, X2, X3 terhadap Y) sedangkan Korelasi Ganda digunakan

untuk mengetahui hubungan variabel independen secara bersama-sama (X1, X2, X3) terhadap variabel dependent (Y). Untuk mengetahui apakah

koefisien korelasi tersebut signifikan atau tidak, dapat dikonsultasikan dengan r

pada tabel product moment, dengan kriteria sebagai berikut : Jika r hitung ≥ r tabel, maka koefisien korelasi signifikan. Jika r hitung ≤ r tabel, maka koefisien korelasi tidak signifikan.

Untuk mengetahui berapa besar hubungan variabel independen terhadap variabel dependen baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dilakukan dengan Koefisien Determinasi (D). Seluruh pengolahan data dilakukan dengan bantuan menggunakan Program SPSS for Windows Versi 15,0.


(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Secara geografis Kota Lhokseumawe terletak pada posisi 04º 054 - 05º 18 lintang utara dan 96º 20 - 87º21 bujur timur yang diapit oleh Selat Malaka dan menempati bagian tengah wilayah Kabupaten Aceh Utara, dengan jarak tempuh dari Kota Lhokseumawe ke Banda Aceh ( Ibukota NAD ) ± 274 km atau ± 320 km ke Kota Medan (Sumut). Kota Lhokseumawe mempunyai luas wilayah 181.06 km² dari dataran rendah seluas 161.149.50 dan dataran tinggi seluas 1.956.50.

Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota dari empat kota pemekaran yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kota Lhokseumawe diresmikan pada tanggal 17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia di Jakarta dan pada tanggal 02 Nopember 2001 Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bertindak atas nama Menteri Dalam Negeri melantik Drs. H. Rahmatsyah, M.M sebagai Walikota pertama.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131-21/2817/SJ.4 Desember 2001 serta Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam nomor 131-21/35847 30 Desember 2001 (25 Syawal 1423 H) maka dibentuklah Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe. Kemudian dikeluarkan Keputusan Walikota Nomor 15 Tahun 2001 tentang struktur organisasi dan tata kerja pada Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe. Setiap organisasi yang baik dapat menunjukkan atau menggambarkan secara jelas kedudukan pegawai yang


(53)

menduduki jabatan dalam organisasi tersebut. Susunan organisasi Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe terdiri dari :

1. Kepala Badan

2. Sekretaris yang membawahi :

a. Subbag Penyusunan Program dan Pelaporan b. Subbag Umum dan Kepegawaian.

c. Subbag Keuangan.

3. Bidang-bidang yang terdiri dari :

a. Bidang Pemerintahan Umum, Aparatur dan Kelembagaan b. Bidang Keuangan

c. Bidang Perlengkapan, Peralatan dan Kekayaan Daerah.

d. Bidang Perekonomian, Pembangunan dan Kesbang, ( bagan terlampir)

4.2. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pengawasan Daerah

Bidang Aparatur mempunyai tugas dan fungsi melakukan pemeriksaan terhadap :

1. Penyelenggaraan pembinaan dan pendayagunaan aparatur serta pelaksanaan pemberian gaji dan kesejahteraan pegawai pemerintah pusat dan daerah. 2. Penyelenggaraan dan pembinaan administrasi kepegawaian yang menjadi

kewenangan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. 3. Pemeriksaan tugas pokok terhadap unit satuan kerja yang diperiksa.

4. Pengelolaan anggaran rutin dan pembangunan di Biro Kepegawaian dan Diklat Wilayah / Propinsi.


(54)

biro kepegawaian dan uji petik pemeriksaan pada unit kerja lainnya yang menyangkut aparatur.

Bidang keuangan mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

1. Melakukan pemeriksaan terhadap dana APBD secara terinci yang terdapat dalam SPM, buku kas, buku kas pembantu.

2. Pemeriksaan terhadap efesiensi anggaran.

3. Membandingkan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Bidang kekayaan mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

1. Melakukan pemeriksaan terhadap administrasi barang seperti yang tercantum dalam SK pemegang barang.

2. Memeriksa jumlah fisik barang yang diadakan dalam satu tahun anggaran. 3. Membandingkan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Dalam melaksanakan aktifitasnya, Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagaimana yang diatur dalan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 158 tahun 1996 tentang pedoman pemeriksaan reguler aparat pengawasan fungsional sebagai berikut :

1. Membantu Walikota dalam bidang pengawasan di lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe.

2. Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe dalam melaksanakan tugas pemeriksaan reguler terhadap Dinas, Badan dan Kantor dilingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe berdasarkan program kerja pemeriksaan tahunan ( PKPT) yang telah disahkan Walikota.


(55)

4. Sebelum Tim melaksanakan pemeriksaan terlebih dahulu menyusun Program Kerja Pemeriksaan (PKP) terhadap instansi yang diperiksa yang terdiri dari : a. Susunan tugas ketua tim dan beberapa anggota tim.

b. Objek dan sasaran pemeriksaan yang meliputi dinas, badan, kantor yang berada dalam wilayah kerja Pemerintah Kota Lhokseumawe.

c. Sasaran pemeriksaan sesuai dengan tugas pokok instansi yang diperiksa meliputi : tugas pokok dan fungsi, pengelolaan keuangan dan pengelolaan barang dan asset daerah.

d. Waktu pelaksanaan pemeriksaan reguler harus dapat direncanakan sesuai dengan SPT yang telah ditetapkan.

e. Menyiapkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang menjadi pedoman pemeriksa dilapangan.

5. Selama melaksanakan pemeriksaan, setiap pemeriksa harus mengumpulkan secara sistematis fakta dan data yang diperoleh dan menyusun kertas kerja pemeriksaan (KKP). KKP adalah catatan-catatan dan data yang dikumpulkan secara sistematis oleh pemeriksa selama melakukan tugas pemeriksaan. KKP mencerminkan langkah-langkah kerja pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh dan kesimpulan hasil pemeriksaan. Guna memperkecil terjadinya kekeliruan dan kelalaian, informasi yang diperoleh secara lisan harus dicatat secepat mungkin dalam KKP.

6. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tim menyusun Naskah Hasil Pemeriksaan (NHP) yang merupakan laporan awal dari seluruh hasil pemeriksaan yang


(56)

ketua tim. NHP memuat temuan positif yang menonjol dan temuan-temuan negatif yang strategis yang perlu diketahui oleh pimpinan instansi yang diperiksa pada saat pemeriksaan berakhir dan NHP diserahkan kepada pimpinan instansi yang diperiksa untuk memberikan tanggapan.

7. Melaksanakan ekpose yang dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu minggu) setelah kembali dari lapangan, tim pemeriksa wajib melakukan ekspose hasil pemeriksaan dihadapan seluruh tim yang dibentuk. Tujuan pelaksanaan ekspose adalah untuk lebih menyempurnakan hasil pemeriksaan tim pemeriksa.

8. Menyusun laporan hasil pemeriksan (LHP). LHP merupakan sarana komunikasi resmi untuk menyampaikan informasi tentang temuan, kesimpulan dan rekomendasi kepada pejabat-pejabat yang berwenang atau yang perlu mengetahui informasi tersebut. Temuan hasil pemeriksaan dapat berupa temuan positif dan negatif.

a. Temuan positif disajikan sebagai pernyataan.

Temuan positif yang disajikan hanya temuan positif yang menonjol saja dan mengemukakan pengakuan atas prestasi/keberhasilan Instansi.

b. Temuan negatif dimuat secara berurutan berdasarkan atribut / ciri temuan sebagai berikut:

1. Kondisi yang sebenarnya terjadi dalam pelaksananya.

2. Kriteria (ketentuan/pedoman yang merupakan patokan dari pelaksanaan).


(57)

4. Tanggapan pimpinan satuan kerja.

5. Penilaian pemeriksa atas tanggapan pimpinan yang diperiksa. 6. Saran / Rekomendasi.

9. LHP yang telah selesai disampaikan kepada Walikota untuk ditindak lanjuti oleh instansi terkait.

10. Dalam menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan dilakukan dengan mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah sebagai penanggung jawab tindak lanjut hasil pemeriksaan.

11. Secara berkala hasil tindak lanjut Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe dibahas dalam rapat koordinasi pemutakhiran data yang diselenggarakan oleh Badan Pengawasan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Irjen Depdagri pada setiap tahun anggaran.

4.3. Deskripsi Responden

Badan pengawasan Kota Lhokseumawe sebagai institusi pemerintah mempunyai pegawai 34 orang, yang terdiri dari 31 Pegawai Negeri Sipil ( PNS) dan 3 orang pegawai tidak tetap yang berstatus honor daerah. Adapun responden dalam penelitian ini berjumlah 31 orang yang berstatus PNS dan yang melakukan pengawasan/pemeriksaan. Jumlah pegawai menurut jenis kelamin, jabatan, tingkat pendidikan yang ditempuh dan berdasarkan usia adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekwensi Persentasi (%) 1. Laki-laki 20 64,5 2. Perempuan 11 35,5 Jumlah 31 100,0


(58)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pegawai Bawasda sebahagian besar adalah laki-laki yaitu 64,5 persen dan 35,5 persen adalah perempuan. Keadaan ini sama halnya dengan keadaan pegawai Pemerintah Kota Lhokseumawe di mana pada umumnya pegawai laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan pegawai perempuan.

Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Jabatan

No Jabatan Frekwensi Persentasi (%) 1. Eselon II 1 3,2

2. Eselon III 5 16,1 3. Eselon IV 14 45,2 4. Staf 11 35,6 Jumlah 31 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2008

Dilihat dari jabatan, sebagian besar pegawai pada Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe didominasi oleh pegawai yang memiliki jabatan eselon IV yaitu sebanyak 45,2 persen, eselon III sebanyak 16,1 persen dan staff 35,6 persen.

Tabel 9. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan No Pendidikan Frekwensi Persentasi (%) 1. Tamat SLTA 14 45,2

2. Eselon III 3 9,7 3. Eselon IV 13 41,9 4. Staf 1 3,2 Jumlah 31 100,0

Sumber : Angket penelitian, 2008

Dilihat dari tingkat pendidikan yang ditempuh sebagai syarat menjadi Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Bawasda Kota Lhokseumawe rata-rata berpendidikan Tamat SLTA sederajat yaitu sebanyak 45,2 persen, sedangkan yang menempuh pendidikan sarjana (S1) sebesar 41,9 persen dan hanya 1 orang atau 3,2 persen Pascasarjana (S2).


(59)

Tabel 10. Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur

No Usia Frekwensi Persentasi (%) 1. 21-30 Tahun 7 22,6

2. 31-40 Tahun 10 32,3 3. 41-50 Tahun 11 35,6 4. > 50 Tahun 3 9,7 Jumlah 31 100,0

Sumber : Angket penelitian, 2008

Dilihat dari tingkat umur, maka kelompok umur tertinggi pegawai Badan Pengawasan Kota Lhokseumawe adalah 41-50 tahun yaitu mencapai 35,6 persen dan diikuti kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 32,3 persen, untuk umur 21-30 tahun sebanyak 22,6 persen sedangkan umur pegawai diatas 50 tahun hanya 9,7 persen.

4.4. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang diteliti terdiri dari tiga variabel bebas yaitu pendidikan, motivasi dan budaya kerja sedangkan sebagai variabel terikatnya adalah kinerja pegawai. Berikut ini dikemukakan hasil persentase jawaban responden yang menyangkut ketiga variabel tersebut.

4.4.1. Kinerja Pegawai

Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi yang dihubungkan dengan visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai suatu organisasi. Dalam penelitian ini kinerja pegawai diukur dengan beberapa indikator yaitu : kualitas kerja, kuantitas kerja, pengetahuan, keandalan, kehadiran dan kerjasama. Masing-masing indikator tersebut akan dijelaskan dalam tabel-tabel berikut ini.


(60)

4.4.1.1. Kualitas Kerja

Kualitas kerja berkaitan dengan ketelitian dan kecepatan serta ketrampilan dan kecakapan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Tabel 11. Pendapat Responden Tentang Jawaban Dalam Melaksanakan Tugas Jarang Melakukan Kesalahan

No Kriteria Jawaban Frekwensi Persentasi (%) 1. Sangat Setuju 0 0,0

2. Setuju 8 28,8 3. Ragu-ragu 17 54,8 4. Tidak Setuju 5 16,1 5.

Sangat Tidak Setuju 1 3,2 Jumlah 31 100,0

Sumber : Angket penelitian, 2008

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya yaitu 54,8 persen responden menyatakan ragu-ragu atas jawaban saat bekerja jarang melakukan kesalahan. Responden yang menyatakan persetujuannya sebesar 25,8 persen, yang menyatakan tidak setuju sebesar 16,1 persen dan sangat tidak setuju sebesar 3,2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pegawai Bawasda kota Lhokseumawe pernah melakukan kesalahan dalam pelaksanaan tugas karena kurang menguasai peraturan dan teknis pengawasan.

Tabel 12. Pendapat Responden Tentang Menyelesaikan Tugas Lebih Cepat Dari Target

No Kriteria Jawaban Frekwensi Persentasi (%) 1. Sangat Setuju 0 0,0

2. Setuju 10 32,3 3. Ragu-ragu 12 38,7 4. Tidak Setuju 8 25,8 5.

Sangat Tidak Setuju 1 3,2 Jumlah 31 100,0

Sumber : Angket penelitian, 2008


(1)

13. Saya mengerti visi, misi dan tujuan organisasi. 14. Saya mengetahui jumlah target PKPT setiap

tahun.

15. Saya selalu mempunyai kemampuan dan kesediaan bekerja secara proaktif, kreatif dan inovatif melalui penyajian gagasan-gagasan baru yang dapat meningkatkan kinerja

16. Dalam bekerja saya mampu membuat keputusan yang dapat menjawab permasalahan dalam waktu tertentu.

17. Saya selalu menepati waktu dalam melaksananakan tugas walaupun sampai malam hari.

18. Saya berusaha untuk meningkatkan kualitas kerja dan berniat mengevaluasi diri secara terus-menerus.

19. Saya selalu mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh pimpinan.

20. Saya selalu hadir kekantor tepat waktu

21. Saya selalu hadir tepat waktu saat melakukan pemeriksaan ke instansi terkait.

22. Selama ini kerja sama antar pegawai dalam melaksanakan tugas sangat baik.

23. Ketua tim telah melaksanakan pembagian tugas anggota tim dengan baik.

24. Anggota tim yang tidak melaksanakan tugas diberi sanksi oleh ketua tim/kepala kantor. 25. Dalam melaksanakan tugas, teman sejawat

selalu membantu saya mengatasi berbagai hambatan-hambatan dalam menyelesaikan pekerjaan / tugas.

26. Saya dapat bekerja sama secara profesional dengan instansi terkait pada saat pemeriksaan.


(2)

MOTIVASI KERJA

JAWABAN No PERTANYAAN

SS S

RG TS STS

1. Saya tetap menyelesaikan tugas pokok saya tanpa diminta oleh pimpinan.

2. Saya menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target yang ditetapkan.

3. Apabila saya memiliki gagasan positif maka gagasan saya di terima pimpinan.

4. Selama ini pimpinan selalu memberikan kebebasan berkarya kepada pegawai untuk mencapai hasil kerja yang optimal.

5. Organisasi memberikan ruang untuk menciptakan ide-ide yang cemerlang.

6. Pimpinan memberikan pujian bagi pegawai yang berprestasi

7. Terdapat penilaian yang objektif untuk mengukur prestasi kerja pegawai.

8. Selama ini pimpinan memberikan hadiah dalam bentuk bonus/insentif kepada pegawai yang berprestasi

9. Pemberiaan promosi yang ada saat ini dilakukan berdasarkan kemampuan dan prestasi


(3)

dilakukan selama ini.

12. Saat bekerja saya mau mengambil resiko dan berfikir keras untuk memperoleh hasil yang terbaik.

13. Saya berusaha memperoleh hasil kerja yang lebih baik dari yang dihasilkan oleh kolega saya.

14. Pembagian tupoksi pegawai sesuai dengan Ilmu / keahlian yang dimiliki.

15. Pimpinan memberikan kepercayaan kepada pegawai dalam pelaksanaan tugas.

16. Anggota pemeriksa melaksanakan tugas sesuai yang ditetapkan oleh ketua tim.

17. Pimpinan selalu memberikan kesempatan kepada pegawai untuk memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat.

18. Selama ini pimpinan telah memberikan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat.

19. Pimpinan selalu memberikan hukuman / sanksi terhadap seluruh pegawai yang melanggar peraturan tanpa membedakan jabatan. .

20. Pegawai Bawasda yang berprestasi akan memperoleh promosi dari pimpinan

21. Selama ini pemberian kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan diberikan kepada seluruh pegawai secara adil.


(4)

BUDAYA KERJA

JAWABAN No PERTANYAAN

SS S RG TS STS 1. Saya memahami peraturan-peraturan yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pemeriksaan / pengawasan.

2. Saya berusaha mempelajari kemajuan teknologi baru dan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kulitas kerja dan kelancaran tugas.

3. Saya mampu mengetik laporan sendiri dengan program komputer.

4. Saya selalu mengerjakan pekerjaan walaupun pimpinan tidak ada dikantor.

5. Apabila pimpinan tidak berada di kantor, saya selalu datang tepat waktu

6. Walaupun tanpa ada pengawasan dari pimpinan saya menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target yang ditentukan

7. Saya selalu minta izin atasan apabila ada kegiatan diluar kantor.

8. Setiap hari saya pulang kerja tepat waktu tanpa menyisakan pekerjaan yang belum rampung.. 9. Pemeriksa tidak boleh menerima uang/hadiah

dari instansi yang diperiksa yang bertujuan mengurangi temuan hasil pemeriksaan..


(5)

LAMPIRAN 3 :

Correlations

Kinerja Pegawai Motivasi Kerja Budaya Kerja Organisasi Pendidikan Pearson Kinerja Pegawai

Correlatin

Motivasi Kerja Budaya Kerja Pendidikan Sig.(1-tailet) Kinerja Pegawai Motivasi Kerja Budaya Kerja Pendidikan N Kinerja Pegawai Motivasi Kerja Budaya Kerja Pendidikan 1.000 .592 .557 .124 . .000 .001 .254 31 31 31 31 .592 1.000 .558 .212 .000 . .001 .126 31 31 31 31 .557 .658 .1000 .161 .001 .001 . .194 31 31 31 31 .124 .212 .161 1.000 .254 .126 .194 . 31 31 31 31

** Correlation is significant at the 0.01 level (2 - tailed).

* Correlation is significant at the 0.05 level (2 - tailed).


(6)

LAMPIRAN 4 :

Model Summary

Mode

l

R

R

Squar

e

Adjuste

d

R

Square

Std.

Error

of the

Estimat

e

Change Statistics

R

Squar

e

Chang

e

F

chang

e

df1

df2

Sig. F

Chang

e

R

Squar

e

Chang

e

F

Chang

e

df1 df2

1

.653(a

)

.426 .362

5.2732

4

.426 6.676 3 27

.00

2

a Predictors : (constant), Pendidikan, Budaya Kerja Organisasi, Motivasi Kerja