Ditambah dengan tiga kriteria minor: o
Serosisiktiosis, hiperliniaris palmaris o
Aksentuasi perifolikular o
Fisura belakang telinga o
Skuama di kulit yang kronis. Hal-hal lain yang perlu ditanyakan kepada penderita misalnya asma, rinitis alergi, dan
konjungtivitis  yang  sering  menyertai  DA.  Morfologi  dan  distribusi  lesi  kulit  perlu dievaluasi. Demikian pula komplikasi potensial yang berhubungan dengan terapi KS
kronis  strie  atau  atrofi  kulit.  Lesi  akut,  subakut,  atau  kronis  biasanya  terlihat  pada DA.  Tanda-tanda  infeksi  juga  perlu  diperhatikan.  Distribusi  lesi  pada  dewasa  dan
anak berbeda. DA dapat ditemukan pada semua usia, tetapi 60 DA timbul pada usia sekitar 1 tahun, dan 90 pada usia 5 tahun.
2, 18
Rinitis dapat didefinisikan secara klinis sebagai kondisi inflamasi pada hidung dengan gejala khas  yaitu obstruksi nasal, bersin, gatal, atau rhinorrhea,  yang terjadi
selama  satu  jam  atau  sepanjang  hari.  Pada  suatu  studi  di  London,  prevalensi  rinitis pada orang dewasa 16-65 tahun adalah 16.
19
Tabel 1 Faktor risiko atopi pada anak dan hubungannya dengan orang tua
Orang tua Risiko atopi  pada usia 12 tahun
Tanpa atopi Sekitar 10-25
Satu orang tua atopi Sekitar 20-30
Dua orang tua atopi manifestasi organ berbeda Sekitar 30-40
Dua orang tua atopi manifestasi organ sama Sekitar 60-80
Sumber: Baratawidjaja, 2009.
2
2.1.5 Gen Lain yang Berpengaruh pada Atopi
Atopi  atau  predisposisi  genetik  untuk  memproduksi  IgE  spesifik  setelah pajanan alergen merupakan komponen dari penyakit atopi seperti asma, rinitis alergi,
alergi  makanan,  dan  dermatitis  atopi.  Analisis  genetik  menjelaskan  mekanisme genetik  yang  terjadi  dan  menemukan  kromosom  dari  penyakit  genetik.  Beberapa
regio  yang  terlibat  dalam  regulasi  asma  adalah  5q,  6p,  11q,  12q,  13q,  dan  14q. Penelitian multi senter di Amerika Serikat mendapatkan regio lain yang juga penting
yaitu 2q, 5p, 11p, 17p, 19q, dan 21q.
20
2.1.6 Faktor Risiko Alergi
Telah  lama  disepakati  bahwa  faktor  risiko  tunggal  dan  mutlak  untuk terjadinya  insidensi  alergi  adalah  faktor  genetik  yang  diturunkan  dari  orangtua.
21
Namun, peningkatan prevalensi DA 5-10 pada 20-30 tahun terakhir diduga berasal dari  faktor  lingkungan,  seperti  bahan  kimia  industri,  makanan  olahan,  atau  benda
asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan karena perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.
18
Hygiene hypothesis dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu faktor risiko  yang  menyebabkan  seorang  anak  mengalami  kelainan  perkembangan  sistem
imun  dalam  pertumbuhan  dan  perkembangannya,  sehingga  anak  tersebut  rentan mengalami  kelainan  imun  berupa  alergi  atau  bahkan,  dalam  kasus  parah,  autoimun.
Hygiene  hypothesis,  dalam  arti  yang  lebih  dalam,  adalah  terganggunya  sistem imunitas  berupa  dominasi  Th1  dibanding  Th2  karena  kurangnya  paparan  terhadap
endotoksin  bakteri  dalam  proses  tumbuh  kembang  sehingga  akan  rentan  menderita alergi.
3
2.1.7 Hygiene Hypothesis, Alergi, dan Revolusi Industri di Britania Raya
Hygiene hypothesis disadari menjadi masalah serius di benua Eropa, terutama Negara Britania Raya. Setelah tahun 1989, Strachan mengobservasi lebih dari 17000
anak di Britania Raya yang lahir pada tahun 1958. Observasi tersebut berkesimpulan bahwa  terjadi  peningkatan  insiden  alergi  di  Negara  Britania  Raya,  dan  peningkatan
tersebut  bersifat  cukup  signifikan.  Strachan  menyimpulkan  bahwa  peningkatan tersebut  berkaitan  dengan  revolusi  industri  di  Britania  Raya.  Pada  masa  revolusi
industri,  semakin  sedikit  anak-anak  yang  dibesarkan  pada  lingkungan  pertanian, peternakan,  dan  perkebunan,  yang  membuatnya  jarang  terpapar  sinar  matahari,
bergerak  bermain  di  luar,  terpapar  bakteri-bakteri  tertentu,  dan  cenderung  menjadi obesitas,  yang  mana  membuatnya  menjadi  tidak  mengenal  dunia  luar.  Begitupun
dengan sistem imunnya, yang tidak mengenali bakteri-bakteri yang sebenarnya bukan