Gambaran Osteoartritis Genu di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013

(1)

Laporan ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:

Yofara Maulidiah Muslihah

1111103000047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/ 2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan sehingga peneliti dapat meraih banyak pelajaran dalam menyelesaikan penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa kemudahan dalam penyusunan laporan penelitian ini tidak lain berkat bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.K.M, M. Kes, Dr. Dra. Delina Hasan, Apt, M. Kes, selaku Dekan dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakart serta dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp. GK selaku Kaprodi PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr.Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT dan dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT selaku Pembimbing 1 dan Pembimbing 2 yang telah memberikan banyak dukungan, motivasi, semangat, masukan, dan nasihat serta telah mencurahkan banyak waktu, pikiran, dan segenap tenaga untuk membimbing saya hingga mampu menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya.

3. dr. Risahmawati Ph.D, dr. Marita Fadhilah, Ph.D, dan dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad yang telah bersedia hadir untuk memberi masukan dan nasihat dalam presentasi proposal penelitian saya, serta dr. Femmy Nurul Akbar, Sp. PD, KGEH selaku penguji dalam siding akhir yang memberi banyak masukan untuk perbaikan laporan ini.

4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab Modul Riset yang selalu mengingatkan dan memotivasi peneliti untuk segera menyelesaikan penelitian.

5. Kedua orang tua, Dra. Machdaniar Nisfah MBA dan Joni Trismanto MBA. Terima kasih untuk kasih sayang dan doa yang terus menerus dipanjatkan,


(6)

vi

6. Anti dan Opa, Machdaniar Wati dan Muhammad Dasing Beddu Alm. Terima kasih telah menjadi orang tua kedua yang selalu ada untuk saya terutama di saat saya membutuhkan bahu untuk bersandar, motivasi sebagai penyemangat hidup, dan kompas kehidupan ketika saya kehilangan arah dalam melangkah.

7. Adik-adik tercinta, Yofadhli Ahmed Kahirawan, Muhammad Rizki Yofachri, dan Dzikri Abrar Yofahmi. Terima kasih telah mewarnai hari-hari kelabu saya.

8. dr. Zainal Adhim, SpTHT-KL, Ph.D selaku Ketua Komisi Etik RSUP Fatmawati Jakarta yang telah memberikan izin untuk pengambilan data, dr. Endang Poedjiningsih, M. Epid selaku Sekretaris Komisi Etik RSUP Fatmawati Jakarta yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam memahami metodologi penelitian, serta drg. Danik Hariyani, SpKG selaku pegawai Diklit RSUP Fatmawati Jakarta yang telah membantu proses perizinan pengambilan data di IRMIK RSUP Fatmawati Jakarta.

9. Ibu Adiany Biring dan Ibu Dewi selaku pegawai IRMIK RSUP Fatmawati Jakarta, dan teman sejawat saya, Diana Nurmalasari, yang sangat sabar dalam membantu peneliti dalam mengumpulkan data rekam medis yang dibutuhkan.

10.Ibu Pipit dan Bapak Ajip selaku pegawai administrasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam proses pembuatan surat perizinan penelitian dan persetujuan komisi etik.

11.Teman-teman kelompok riset, Cut Neubi Getha dan Rasyad Wicaksono. Semoga petualangan kita menjadi awal kesuksesan kita selanjutnya. 12.Teman-teman VLDL – Leily Badriah, Tiara Putri Methas, Nadisha Refira,

Herlina Rahmah, Hania Asmarani Rahmanita, Madinatul Munawwaroh, Raeiza Olyvia Rachman, dan Muflikha Mayazi. Terima kasih atas canda


(7)

vii

13.Teman-teman PSPD 2011.Terima kasih banyak atas segalanya. Saya belajar banyak dari kebersamaan kita selama tiga tahun terakhir ini. Mimpi kita tidak akan terhenti di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kita mampu dan akan meraih lebih, insha Allah.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kritik, saran, serta masukan dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan terkait laporan penelitian ini. Terlepas dari itu, peneliti berharap semoga penelitian ini tetap dapat memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Semoga Allah SWT berkenan menghitung usaha serta jerih payah ini sebagai bentuk jihad di jalan-Nya. Amin.

Ciputat, September 2014


(8)

viii

Osteoartritis Genu di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013.

Pendahuluan: Nyeri lutut merupakan gejala utama dari osteoartritis genu yang merupakan penyebab utama terjadinya ketidakmampuan (disability) pada lansia. Hasil studi oleh NHANES menunjukkan bahwa nyeri lutut akibat osteoartritis genu meningkat 65% dalam 20 tahun terakhir. Belum banyak penelitian yang menggambarkan kejadian osteoartritis genu beserta faktor risikonya pada populasi Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan kondisi osteoartritis genu beserta faktor-faktor predisposisi seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan IMT, pada pasien poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan Rehabilitasi Medik di RSUP Fatmawati Jakarta pada tahun 2012 – 2013. Metodologi: Studi potong lintang (cross-sectional) yang dilakukan melalui

consecutive sampling ini menggunakan 37 rekam medis yang dianalisis secara univariat dengan menggunakan program SPSS v.22. Hasil dan Kesimpulan: Hasil analisis menunjukkan proporsi kejadian osteoartritis sebesar 2,67% dari keseluruhan penyakit muskuloskeletal lainnya dengan proporsi terbanyak ditemukan pada jenis kelamin wanita (75,7%), kelompok usia ≥ 61 tahun (51,4%), kelompok tingkat pendidikan SMA (36,84%), serta kelompok indeks massa tubuh obes 1 (40,54%).

Kata kunci: osteoartritis genu, faktor predisposisi, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, IMT


(9)

ix

Osteoarthritis Among Fatmawati Hospital Jakarta Patients in the Year 2012 – 2013.

Objective: More attention should be diverted towards osteoarthritis, especially considering NHANES study which yielded an increment of knee pain resulting from osteoarthritis as high as 65% within the past 20 years. Unfortunately, Indonesia barely has any credible data regarding knee osteoarthritis. Taking those facts into consideration, this study aims to capture the condition of knee osteoarthritis and its predisposing factors such as age, sex, education attainment, and BMI among Indonesian population, which are those registered as patients at Fatmawati Hospital Jakarta. Method: Through consecutive sampling, 37 medical records from Orthopedics, Internal Medicine, and Medical Rehabilitation clinics in RSUP Fatmawati Jakarta registered within 2012 – 2013 time periods were analyzed using univariate analysis and SPSS v.22 statistic application in this cross-sectional study. Result and Conclusion: The results show osteoarthritis proportion of 2.67% among all musculoskeletal disorders with highest proportion found in females (75.7%), those within the ≥ 61 years old age group (51.4%), those with secondary level of education, and those with body mass index group of obese 1 (40.54%).

Keywords: osteoarthritis, predisposing factors, age, sex, education attainment, BMI


(10)

x

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. Manfaat Ilmiah ... 4

1.4.2. Manfaat Aplikatif ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Landasan Teori ... 5

2.1.1. Deskripsi Umum Persendian Genu ... 5

2.1.2. Kartilago Artikular ... 6

2.1.3. Kapsul dan Ligamen ... 8

2.1.4. Cairan Sinovial ... 8

2.1.5. Lubrikasi Sendi ... 9

2.1.6. Osteoartritis ... 9

2.1.6.1. Definisi Umum ... 9

2.1.6.2. Lokasi Predileksi ... 10

2.1.6.3. Patofisiologi dan Patologi ... 11

2.1.6.4. Epidemiologi ... 12

2.1.7. OA Pada Genu... 13

2.1.7.1. Gejala Klinis... 13

2.1.7.2. Klasifikasi ... 14

2.1.7.3. Faktor-faktor Risiko OA ... 16

2.2. Kerangka Teori... 20


(11)

xi

3.1. Desain Penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.3. Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1. Perkiraan Besar Sampel ... 24

3.3.2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 25

3.3.2.1.Kriteria Inklusi ... 25

3.3.2.2. Kriteria Eksklusi... 25

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel ... 25

3.4.Cara Kerja Penelitian ... 26

3.4.1. Anggaran Penelitian ... 26

3.4.2. Alur Penelitian ... 26

3.4.3. Jadwal Penelitian ... 27

3.4.4. Etika Penelitian ... 27

3.5. Managemen Data ... 28

3.5.1. Pengolahan Data... 28

3.5.2. Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4. 1.Proporsi Kejadian Osteoartritis di RSUP Fatmawati Jakarta ... 29

4. 2.Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian... 29

4. 2. 1.Jenis Kelamin ... 31

4. 2. 2.Usia ... 34

4. 2. 3.Tingkat Pendidikan ... 38

4. 2. 4.Indeks Massa Tubuh ... 41

4. 3.Keterbatasan Penelitian ... 44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1. Simpulan ... 45

5.2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(12)

xii

Gambaran Radiologi ... 15 Tabel 2. Klasifikasi Osteoartritis Genu menurut ACR (American

College of Rheumatology ... 16 Tabel 3. Data Numerik Responden Osteoartritis Genu di Poliklinik

Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Poliklinik Rehab

Medik RSUP Fatmawati Jakarta ... 29 Tabel 4. Karakteristik Demografi Pasien Osteoartritis Genu di

Poliklinik Ortopedi Poliklinik Penyakit Dalam, dan

Poliklinik Rehab Medik RSUP Fatmawati Jakarta ... 30 Tabel 5. Karakteristik Medis Pasien Osteoartritis Genu di Poliklinik

Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Poliklinik

Rehab Medik RSUP Fatmawati Jakarta ... 30 Tabel 6. Perbandingan Kejadian Osteoartritis di Asia menurut Studi

COPCORD ... 31 Tabel 7. Proporsi Osteoartritis pada Kelompok Usia Berbeda

Menurut ReferensiTerdahulu ... 36 Tabel 8. Proporsi Status Gizi Penduduk Dewasa (>18 tahun)

Berdasarkan Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) di

Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010... 41 Tabel 9. Proporsi Osteoartritis Genu Berdasarkan Kategori IMT

Menurut Hasil Studi-Studi Terdahulu ... 42 DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Komponen Sendi Sinovial ... 5 Gambar 2. 2. Kartilago Artikular: Distribusi Serat Kolagen ... 7 DAFTAR GRAFIK

Grafik 4. 1.Kejadian Osteoartritis Genu pada Pasien Wanita dan Laki-laki di Poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan Rehab Medis RSUP Fatmawati Jakarta

Tahun 2012 – 2013 ... 32 Grafik 4. 2.Usia Subjek Penelitian Dibandingkan dengan Salah Satu

Referensi Terdahulu ... 35 Grafik 4. 3.Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013... 39 Grafik 4. 4.BMI Subjek Penelitian Dibandingkan dengan Hasil

Penelitian Terdahulu di Selangor, Malaysia (2003-2004)


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

Ketidakmampuan (disability), baik secara langsung ataupun tidak dapat mempengaruhi kehidupan setiap orang yang ada di negara ini. Ketidakmampuan yang disebabkan oleh osteoartritis genu terjadi dengan adanya rasa nyeri pada genu (lutut) sebagai gejala utama yang menuntun pasien datang untuk berkonsultasi dengan dokter. Nyeri pada genu yang disebabkan oleh osteoartritis merupakan salah satu penyebab utama terjadinya ketidakmampuan pada lansia.[1] Penelitian di Inggris menujukkan bahwa 10% hingga 13% laki-laki dan wanita usia ≥ 65 tahun memiliki gejala-gejala osteoartritis pada genu.[2] Di Indonesia sendiri, angka yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok usia yang lebih muda. Osteoartritis genu ditemukan pada 15,5% pria dan 12,7% wanita di Indonesia dengan prevalensi osteoartritis secara umum mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun.[3,4] Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek nyeri terhadap kualitas hidup pasien osteoartritis genu di Korea lebih buruk pada lansia berusia ≥ 50 tahun yang mengalami nyeri genu dibandingkan dengan yang normal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa gejala nyeri lutut berhubungan dengan rendahnya kualitas hidup dan buruknya fungsi fisik pasien yang secara langsung berkaitan dengan ketidakmampuan dan disfungsi pasien dalam menjalani kehidupannya dalam komunitas.[5]

Walau tidak fatal, ketidakmampuan yang mungkin terjadi patut diwaspadai. Hasil penelitian terhadap peserta NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey), yang dipublikasikan pada tahun 2011 oleh American College of Physician, menunjukkan bahwa prevalensi nyeri lutut akibat osteoartritis meningkat 65% dalam 20 tahun terakhir (antara tahun 1971 – 2004).[6] Dari penelitian tersebut, dapat terjadi peningkatan angka ketidakmampuan seiring dengan meningkatnya prevalensi nyeri lutut. Menurunkan angka ketidakmampuan berarti menekan kejadian yang


(14)

memicu terjadinya ketidakmampuan tersebut, dalam hal ini berarti menekan kejadian osteoartritis genu.

Osteoartritis sendiri merupakan sebuah fenomena dinamis. Osteoartritis disebabkan semata-mata oleh proses degeneratif merupakan sebuah anggapan yang tidak tepat.[7] Osteoartritis mungkin merupakan hasil kombinasi dari beberapa etiologi. Namun, Solomon menyatakan bahwa, pada kebanyakan kasus, penyebab tercepat terjadinya osteoartritis adalah stres mekanik yang menerpa beberapa bagian dari permukaan sendi artikular.[7] Selain terjadi oleh karena meningkatnya weightbearing force

(gaya menahan berat tubuh) seiring dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) hingga melewati batas normal, stress mekanik juga terjadi. Walau begitu, IMT yang berlebih tidak termasuk dalam faktor biomekanik, tetapi dikategorikan sebagai faktor predisposisi pada kejadian osteoartrtitis.

Faktor-faktor risiko yang digolongkan sebagai faktor biomekanik terjadinya osteoartritis genu menurut Arthritis Research Campaign adalah riwayat trauma pada genu, kelainan anatomis (kelainan sendi kongenital), dan aktivitas fisik.[8] Sementara itu, faktor-faktor predisposisi lain selain IMT yang kerap dinilai berpengaruh pada kejadian osteoartritis adalah usia, jenis kelamin, dan genetik.[9] Sayangnya, masih sedikit penelitian di Indonesia yang membahas mengenai osteoartritis genu dan faktor-faktor risiko terkait. Oleh karna itu, diharapkan penelitian ini dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, serta IMT sebagai faktor predisposisi terjadinya osteoartritis genu pada populasi di Indonesia, dengan populasi terjangkau, yaitu pasien-pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Faktor-faktor risiko biomekanik tidak diikutsertakan di dalam penelitian ini. Selain itu, kebanyakan penelitian mancanegara yang telah dipublikasikan mencari faktor-faktor risiko osteoartritis yang lebih terfokus secara spesifik pada populasi lansia. Tidak banyak penelitian yang menggambarkan bagaimana kondisi variabel-variabel tersebut pada populasi usia produktif (15-64


(15)

tahun).[10] Diharapkan, melalui studi ini, dapat tergambarkan bagaimana kondisi variabel-variabel tersebut pada populasi usia produktif.

1. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

 Bagaimana gambaran faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan IMT) pasien osteoartritis genu di poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehabilitasi medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta tahun 2012-2013?

1. 3. Tujuan Penelitian 1. 3. 1. Tujuan Umum

Memperoleh gambaran faktor predisposisi osteoartritis genu di poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehabilitasi medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta tahun 2012-2013.

1. 3. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui proporsi kejadian osteoartritis pada poliklinik ortopedi RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013.

b. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan jenis kelamin pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013. c. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan usia

pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013.


(16)

d. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan tingkat pendidikan pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013. e. Mengetahui gambaran kejadian osteoartritis genu berdasarkan indeks

massa tubuh pada pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2012 – 2013. 1. 4. Manfaat Penelitian

1. 4. 1. Manfaat Ilmiah

Sebagai kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama peneliti yang karena pertimbangan tertentu ingin melakukan penelitian lanjutan atau melakukan penelitian sejenis.

1. 4. 2. Manfaat Aplikatif

Dengan diketahuinya gambaran faktor-faktor risiko kejadian osteoartritis genu, diharapkan penelitian ini dapat berkontribusi sebagai acuan penyusunan program pencegahan osteoartritis genu dalam meningkatkan kualitas program yang sesuai bagi masyarakat Indonesia.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Landasan Teori

2. 1. 1. Deskripsi Umum Articulatio Genu

Persendian pada sendi lutut atau genu, selain merupakan persendian sinovial berdasarkan klasifikasi struktural, juga merupakan persendian diartrosis berdasarkan klasifikasi fungsional. Penilaian klasifikasi persendian secara struktural didasarkan pada dua kriteria, yakni (1) ada atau tidaknya celah di antara kedua tulang yang saling berartikulasi tersebut dan (2) tipe jaringan ikat yang menyatukan tulang-tulang yang bersangkutan – dalam hal ini os. patella terikat dengan os. femur dan os. tibia melalui jaringan ikat keras irregular. Klasifikasi struktural persendian lainnya adalah persendian fibrosa dan persendian kartilago. Sementara itu, klasifikasi fungsional berhubungan dengan derajat pergerakan yang dapat terjadi pada sendi tersebut. Sendi diartrosis merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan leluasa. Semua sendi diartrosis adalah sendi sinovial, dan sendi genu termasuk salah satu di antaranya.[11]

Gambar 2. 1. Komponen Sendi Sinovial. Sumber: Solomon L. In: Jamieson G, Naish F, editors. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th Ed. India: Replika Press; 2010.p.85


(18)

2. 1. 2. Kartilago Artikularis

Artikular merupakan sebuah kata yang digunakan untuk merujuk sesuatu yang berkenaan dengan persendian. Sehingga, kartilago artikularis merujuk kepada kartilago yang ditemukan pada persendian mengingat bahwa tidak semua kartilago berada pada persendian. Kartilago sendiri, menurut Dorland[12], merupakan semacam jaringan ikat fibrosa khusus yang, berdasarkan substansi penyusunnya, dapat dibedakan menjadi kartilago hialin, kartilago elastik, dan kartilago fibrosa. Pada kartilago artikularis, tipe yang sering ditemukan adalah kartilago hialin.[11]

Kartilago hialin, berbeda dengan tipe lainnya, mampu meneruskan beban dan gerakan dari satu segmen tulang ke segmen tulang lainnya. Kartilago ini mampu menambah luas permukaan artikular, serta membantu meningkatkan stabilitas dan ketahanan permukaan tersebut; kartilago ini dapat merubah bentuknya saat terpapar oleh suatu gaya kompresif dan mampu mentransmisikan gaya tersebut secara meluas kepada tulang subartikular di bawahnya. Kartilago ini sangat amat licin oleh karena adanya lapisan cairan sinovial yang menyelimutinya, sehingga gaya gesek yang terjadi di daerah tersebut sangat amat kecil. Licinnya cairan sinovial tersebut memungkinkan tidak terjadinya degradasi sendi oleh pergerakan fisiologis yang berlangsung setiap waktu. Selama terjadinya pergerakan, air yang terdapat pada cairan sinovial akan bertukar dengan hampir keseluruhan air yang terkandung dalam kartilago hialin.[7]

Oleh karena banyaknya air yang dikandungnya (sekitar 60-80%), kartilago hialin memiliki matriks dengan konsistensi seperti gel yang terdiri atas proteoglikan sebagai substansi dasarnya. Proteoglikan pada sendi artikular adalah aggrecan – terdiri atas 210-kD protein inti yang terhubung dengan 100 kondroitin sulfat, beberapa keratin sulfat, dan oligosakarida. Beratus-ratus molekul aggrecan ini berikatan dengan hyaluronan untuk membentuk molekul yang lebih besar yang memiliki


(19)

berat lebih dari 100 juta Dalton dan bermuatan negatif. Muatannya tersebut yang memberikan karakteristik rigid namun bersifat seperti pegas. Fungsi aggrecan ialah untuk menyerap perubahan beban dan mengurangi deformitas. Terdapat jaringan kolagen tipe II dalam proteoglikan tersebut. Jaringan kolagen tersebut tersusun dalam pola khusus, yakni tersusun secara paralel terhadap permukaan artikular pada zona superfisialnya dan secara tegak lurus terhadap permukaan artikular pada zona yang lebih dalam – tempat di mana kartilago artikularis berikatan dengan tulang subkondralnya. Jaringan kolagen ini memberikan tahanan terhadap gaya regang. Selain jaringan kolagen yang tersusun seperti anyaman, di dalam substansi proteoglikan tersebut juga ditemukan banyak kondrosit tersebar secara renggang yang bertanggung jawab untuk memproduksi seluruh komponen struktural dari jaringan tersebut. Kondrosit pada kartilago orang dewasa memiliki kemampuan replikasi sel yang telah berkurang, sehingga kerusakan yang terjadi secara langsung pada permukaan artikular tidak dapat diperbaiki dengan baik atau akan digantikan oleh jaringan ikat fibrosa. Singkatnya, beberapa struktur penting kartilago hialin adalah air, proteoglikan sebagai substansi dasar, kolagen, dan kondrosit. Ketika terjadi degradasi, setidaknya pada salah satu dari komponen tersebut, maka kartilago hialin akan terurai. Hal ini terjadi secara minimal pada peroses penuaan, namun terjadi secara ekstensif pada kondisi osteoartritis.[7]

Gambar 2. 2. Kartilago Artikularis: Distribusi serat kolagen (A), proteoglikan (B), dan kondrosit (C). Sumber: Silva JAP, Woolf AD. The Structure and Function of the Musculoskeletal System. In: Rheumatology in Practice. London: Springer; 2010. p. 3.2-3.8


(20)

Proteoglikan memiliki afinitas yang tinggi terhadap air. Adanya beban menyebabkan perubahan bentuk pada kartilago, sehingga air akan terperas keluar ke permukaan di mana air tersebut akan menyumbang sebagai salah satu komponen lapisan lubrikan. Ketika beban berkurang dan menghilang, maka air tersebut akan terserap kembali ke dalam proteoglikan pada kartilago tersebut. Tekanan yang terjadi di dalam kartilago tersebut dipertahankan oleh gaya regang dari jaringan kolagen yang tersusun di dalamnya. Selama jaringan kolagen dan proteoglikan di dalam suatu kartilago utuh, maka kartilago tersebut dapat mempertahankan kompresibilitas serta elastisitasnya.[7]

2. 1. 3. Kapsul dan Ligamen

Jaringan lunak yang melingkupi persendian terdiri atas kapsula fibrosa dan ligamen, yang merupakan kondensasi keras pada permukaan kapsul tersebut. Ligamen yang terdapat di antara satu tulang dan lainnya bersifat non-elastik dan memiliki panjang yang tetap. Kedua struktur tersebut, bersama dengan otot pada lapisan terluarnya, memberikan kontribusi terhadap stabilitas sendi.[7]

2. 1. 4. Cairan Sinovial

Permukaan dalam dari kapsul dilapisi oleh selapis membran tipis, yakni sinovium, yang kaya akan pembuluh darah, pembuluh limfatik, serta saraf. Sinovium bersifat non-adhesif dan memproduksi cairan sinovial seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Cairan sinovial ini bertanggung jawab terhadap nutrisi dari kartilago artikularis yang bersifat avaskular. Dalam kondisi fisiologis, volume cairan sinovial pada suatu sendi bersifat konstan sepanjang hayat, namun dapat meningkat ketika sendi tersebut mengalami cedera.[7]


(21)

2. 1. 5. Lubrikasi Sendi

Koefisien gesek dari sendi yang normal sangat rendah. Kecuali pada kondisi patologis, terdapat sedikit sekali perbedaan derajat keausan dari suatu permukaan artikular antara dewasa muda dan lansia. Terdapat beberapa sistem lubrikasi pada sendi genu:[7]

1. Boundary layer lubrication

Terdapat pada daerah perbatasan antara permukaan artikular tulang yang saling berhubungan dan dimediasi oleh lubricin – fraksi glikoprotein yang bersifat larut air pada cairan sinovial. Lapisan ini terdapat di atas selapis molekul pada permukaan setiap sendi artikular; bersama-sama, kedua lapisan ini membentuk satu set lapisan pada permukaan sendi artikular suatu tulang yang memungkinkan terjadinya gerakan luncur yang licin antar permukaan artikular yang saling berhubungan.

2. Fluid film lubrication

Terjadi oleh karena mekanisme hidrodinamik, di mana air dari dalam kartilago akan terperas keluar dengan adanya beban dan kembali terserap ketika beban ditiadakan.

3. Lubrikasi di antara lipatan sinovial dapat terjadi oleh karena molekul hialurinat pada cairan sinovial.

2. 1. 6. Osteoartritis 2. 1. 6. 1. Definisi Umum

Apley mendefinisikan osteoartritis sebagai penyakit kronis dari sendi synovial, di mana terdapat pelembutan progresif dan disintegrasi dari kartilago artikularis yang disertai dengan pertumbuhan kartilago dan tulang pada pinggir sendi (osteofit), pembentukan kista dan sklerosis pada tulang subkondral, sinovitis derajat sedang, dan fibrosis kapsular. Selain itu, Apley menyebutkan bahwa istilah artritis degeneratif – yang kerap digunakan sebagai sinonim osteoartritis – merupakan konsep yang salah. Osteoartritis merupakan penyakit yang dinamis yang


(22)

menunjukkan adanya gambaran perusakan dan perbaikan dalam prosesnya. Selain itu, Apley juga menyatakan bahwa frekuensi kejadian osteoartritis meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, namun tidak berarti bahwa osteoartritis hanya sekedar bentuk dari proses penuaan.[7]

Melalui analisis anatomi, histopatologi, dan radiologi ditemukan bahwa osteoartritis bukan merupakan kelainan yang terjadi secara eksklusif pada kartilago artikularis. Lebih dari satu komponen artikular mengalami kerusakan pada kejadian osteoartritis – di antaranya adalah tulang peri-artikuler, lapisan sinovial, dan jaringan-jaringan ikat penunjang di sekitarnya. Perubahan struktural yang khas terjadi pada osteoartritis adalah pengurangan volume kartilago artikularis yang terjadi secara progresif, peningkatan ketebalan lempeng subkondral, pembentukan tulang baru pada pinggir sendi (osteofit), dan pembentukan kista tulang subkondral.[13]

2. 1. 6. 2. Lokasi Predileksi

Sendi yang biasa terpengaruh terpusat pada salah satu dari kedua (atau bahkan kedua) sendi yang menanggung keseluruhan beban tubuh (weightbearing joints), yakni pinggul atau lutut, pada sendi interfalang (terutama pada wanita) atau pada sendi manapun yang memiliki riwayat gangguan tertentu (misalnya displasia kongenital, osteonekrosis, atau fraktur intra-artikular).[7]

Studi radiografik yang dilakukan pada populasi Amerika dan Eropa menunjukkan bahwa angka kejadian osteoartritis genu pada usia ≥ 45 tahun adalah 14,1% pada pria dan 22,8% pada wanita.[13]

Kebanyakan riset yang ada terfokus pada studi sendi tibiofemoral. Sementara itu, osteoartritis pada sendi patellofemoral – yang memiliki dampak lebih berat – lebih jarang diteliti. Osteoartritis pada persendian pinggul lebih jarang ditemukan, dengan prevalensi radiografis 1.9% pada pria dan 2.3% pada wanita usia


(23)

> 45 tahun pada salah satu studi yang dilakukan di Switzerland.

[14]

2. 1. 6. 3. Patofisiologi dan Patologi

Pada tahap-tahap awal, ketika kartilago masih utuh, terdapat peningkatan kadar air pada kartilago sehingga matriks proteoglikan menjadi semakin mudah hancur. Hal ini disebabkan gagalnya fungsi jaring kolagen internal yang pada kondisi fisiologis bekerja untuk menahan gel matriks pada tempatnya. Pada tahap berikutnya, kartilago kehilangan proteoglikannya dan kerusakan mulai tampak pada kartilago. Seiring dengan bertambahnya kekakuan kartilago, kerusakan sekunder yang terjadi pada kondrosit akan menyebabkan dilepaskannya enzim, sehingga matriks akan dipecah lebih lanjut. Deformitas kartilago akan menambah stress yang terjadi pada jaringan kolagen, sehingga mengamplifikasi perubahan pada siklus yang kemudian berujung pada gangguan jaringan.[7]

Kartilago artikularis memiliki peran yang penting dalam mendistribusikan serta menyebarkan gaya yang berkenaan dengan beban. Ketika kartilago artikularis kehilangan integritasnya, gaya-gaya tersebut menjadi terpusat pada tulang subkondral. Hasilnya adalah degenerasi trabekular yang bersifat fokal, serta adanya pembentukan kista, selain juga peningkatan vaskularisasi dan sklerosis reaktif pada zona dengan beban maksimal.[7]

Walau begitu, struktur yang tersisa dari kartilago tersebut masih memiliki kemampuan regenerasi, perbaikan, dan

remodeling. Bagian pinggir kartilago masih memiliki aktivitas pertumbuhan sera osifikasi endokondral yang kemudian akan berkontribusi pada pembentukan osteofit.[7]

Beberapa gambaran penting yang terjadi pada OA adalah (1) destruksi kartilago secara progresif, (2) pembentukan kista


(24)

subartikular dengan (3) sklerosis tulang di sekitarnya, (4) pembentukan osteofit, dan (5) fibrosis kapsular.[7]

Awalnya, perubahan kartilago dan tulang terfokus pada bagian tertentu dari sendi, yakni bagian yang lebih banyak menerima beban tubuh. Selain itu, terjadi pula perlembutan dan penguraian – atau fibrilasi – dari kartilago yang semula licin dan mulus. Dengan adanya disintegrasi yang progresif dari kartilago, tulang yang berada di bawahnya tersingkap yang memungkinkan terjadinya eburnasi – suatu proses di mana permukaan sendi yang harusnya dilapisi oleh kartilago artikuler, namun kartilago tersebut terkikis sampai tulang subkondral, sehingga tulang subkondral tersebut kemudian menjadi permukaan sendi dan menjadi halus dan mengkilat seperti gading. Vaskularisasi yang meningkat karena reaksi tulang dalam ruang tertutup tersebut menjadi faktor penyebab timbulnya keluhan nyeri.[7]

2. 1. 6. 4. Epidemiologi

WHO, melalui publikasinya – Global Burden of OA – pada

tahun 2002, mengestimasikan bahwa kurang lebih 10% populasi dunia berusia ≥ 60 tahun memiliki gangguan simtomatis yang berhubungan dengan osteoartritis.[15] Prevalensi pada negara berkembang bervariasi (berbeda antar-hasil riset). Menurut studi COPCORD yang dilakukan di Asia, prevalensi osteoartritis ditemukan meningkat sesuai usia dan lebih banyak ditemukan pada wanita.[16] Studi COPCORD pada daerah Asia Tenggara meliputi negara Thailand, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.[16] Adapun, data mengenai usia spesifik tidak dicantumkan pada studi ini (penulis hanya menuliskan bahwa data yang didapat adalah pada populasi berusa ≥ 15 tahun). Di Indonesia sendiri, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia ≥ 61 tahun.[4] Sementara itu,


(25)

osteoartritis genu memiliki prevalensi yang cukup tinggi, yakni 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.[3]

2. 1. 7. OA pada Genu 2. 1. 7. 1. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang disebutkan di bawah tidak bersifat spesifik terhadap osteoartritis genu semata.[7] Keparahan gejala dapat bergantung pada kerusakan yang terjadi pada sendi, namun pada dasarnya juga bervariasi antar-individu dan antar-sendi.

1) Nyeri umumnya merupakan gejala yang membuat pasien datang ke dokter untuk diperiksa. Nyeri dapat terasa menyebar, atau bahkan dapat teralihkan ke lokasi yang jauh dari lokasi predileksi yang sesungguhnya (nyeri lutut oleh karena OA yang terjadi pada pinggul). Nyeri muncul perlahan-lahan dan diperparah oleh kerja. Nyeri akan terasa berkurang dengan istirahat, namun seiring dengan berjalannya waktu, istirahat tidak terasa cukup untuk mengurangi nyeri. Pada tahap-tahap akhir perjalanan penyakit ini, pasien bahkan mungkin merasa nyeri ketika terbaring di tempat tidurnya untuk beristirahat di malam hari. Terdapat beberapa kemungkinan penyebab terjadinya nyeri, yakni inflamasi sinovial ringan, fibrosis kapsular dengan nyeri ketika meregangkan jaringan yang telah memendek, kelelahan otot, dan tekanan tulang oleh karena adanya kongesti vascular dan hipertensi intraosseus.

2) Kekakuan sering ditemukan yang biasanya terjadi setelah beberapa saat pasien tidak melakukan kegiatan apapun. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kekakuan ini akan terasa menetap dan progresif.

3) Pembengkakan dapat terjadi secara terus menerus (dengan penebalan kapsular atau dengan adanya osteofit yang besar-besar) ataupun secara berselang (oleh karena adanya efusi).


(26)

4) Deformitas dapat terjadi oleh karena adanya kontraktur kapsular atau instabilitas sendi. Perlu diingat bahwa deformitas mungkin sudah terjadi sebelum kondisi-kondisi tersebut dan bahkan yang menjadi faktor risiko untuk kejadian osteoartritis pada pasien tertentu.

5) Hilangnya fungsi (fungsiolaesa) merupakan gejala yang paling dikeluhkan oleh pasien. Biasanya pasien mengeluhkan gait yang tidak sempurna dan cenderung terpincang, kesulitan untuk menaiki tangga, kesulitan untuk berjalan jauh, atau ketidakmampuan progresif untuk menjalani aktivitas sehari-hari.

2. 1. 7. 2. Klasifikasi

Klasifikasi ostaoartritis yang banyak digunakan adalah klasifikasi berdasarkan gambaran radiologis persendian pasien. Tanda-tanda osteoartritis pada gambaran radiologis di antaranya adalah adanya pembentukan osteofit, penyempitan ruang antar-sendi, terjadinya skeloris, dan pembentukan kista. Keparahan osteoartritis dapat digambarkan dengan menggunakan skala Kellgren dan Lawrence yang terdiri atas empat derajat (0-4). Penentuan dilakukan dengan cara membandingkan hasil foto radiologis dengan gambaran radiologis sendi normal yang dapat ditemukan pada atlas radiografi. Klasifikasi osteoartritis berdasarkan temuan radiologis berbeda, bergantung pada lokasi predileksinya. Berdasarkan temuan radiografis, osteoartritis genu dapat diklasifikasikan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini.[15]


(27)

Tabel I. Tingkat Keparahan Osteoartritis Genu berdasarkan Gambaran Radiologis (Atlas of Standard Radiographs, 1963)

Grade Verbal Description

Grade 1

Doubtful narrowing of joint space and possible osteophytic lipping.

Grade 2

Definite osteophytes and possible narrowing of joint space.

Grade 3

Moderate multiple osteophytes, definite narrowing of joint space, and some sclerosis and possible deformity of bone ends.

Grade 4

Large osteophytes, marked narrowing of joint space, severe sclerosis, and definite deformity of bone ends.

Sumber: Symmons D, Mathers C, Pfeleger B. Global burden of osteoarthritis in the year 2000. In: Global Burden of Disease 2002; 1-26

Beberapa orang dengan gambaran radiologis seperti yang ditunjukkan di atas memiliki gejala pada sendinya (seperti yang telah dijelaskan pada sub-bagian Gejala Klinis di atas) yang berkaitan dengan gambaran patologis yang ditemukan pada sendinya. Perubahan radiologis di atas tidak harus disertai dengan gejala klinis. Diperlukan informasi lengkap mengenai gejala klinis yang dialami pasien serta gambaran radiologis sendi dengan X-ray

untuk dapat mendiagnosis pasien mangalami osteoartritis. Tabel 2 di bawah ini menggambarkan algoritma penentuan diagnosis osteoartritis dengan memperhitungkan gejala klinis dan gambaran radiologis.[15]


(28)

Tabel II. Klasifikasi Osteoartritis Genu menurut ACR (American College of Rheumatology)

Clinical

1 Knee pain for most days of prior month 2 Crepitus on active joint motion

3 Morning stiffness < 30 minutes in duration 4 Age ≥ 36 years

5 Bony enlargement of knee on examination Clinical and Radiological

1 Knee pain for most days of prior month 2 Osteophytes at joint margin (X-ray)

3 Synovial fluid typical of osteoarthritis (laboratory) 4 Age ≥ 40 years

5 Morning stiffness < 30 minutes 6 Crepitus on active joint motion

Sumber: Symmons D, Mathers C, Pfeleger B. Global burden of osteoarthritis in the year 2000. In: Global Burden of Disease 2002; 1-26

Pasien dinyatakan osteoartritis jika:[15]

1. Sesuai dengan angka-angka berikut pada bagian Clinical: 1, 2, 3, 4 atau 1, 2, 5 atau 1, 4, 5

2. Sesuai dengan angka-angka berikut pada bagian Clinical and Radiological:

1, 2 atau 1, 3, 5, 6 atau 1, 4, 5, 6 2. 1. 7. 3. Faktor-faktor Risiko OA

Secara garis besar, terdapat dua jenis fakor risiko kejadian osteoartritis, yakni (1) faktor predisposisi yang terdiri atas faktor-faktor pada diri seseorang yang memungkinkan seseorang mengalami osteoartritis (termasuk di antaranya demografi pasien) dan (2) faktor biomekanis (terkait gaya yang menyebabkan


(29)

peningkatan beban pada sendi weightbearing yang menanggung hampir keseluruhan beban berat tubuh).[9] Adapun, penelitian ini hanya akan membahas faktor predisposisi berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan indeks massa tubuh.

a. Usia

Insidensi osteoartritis meningkat tanpa batas seiring dengan bertambahnya usia oleh karena proses patologisnya yang bersifat menetap. Walau begitu, osteoartritis bukan merupakan kosenkuensi langsung yang tidak dapat dicegah dari proses penuaan. Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka, banyak faktor yang mempengaruhi kejadian osteoartritis, dan usia merupakan salah satu faktor risiko tersebut. Proses penuaan pada kartilago artikularis yang mungkin berpengaruh terhadap terjadinya osteoartritis di antaranya adalah melembutnya serta terurainya permukaan sendi artikular, berkurangnya ukuran serta agregasi dari molekul aggrecan

proteoglikan, dan hilangnya kekakuan serta gaya regang matriks.[17]

Secara teori terlihat jelas bahwa usia merupakan faktor risiko yang memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya osteoartritis genu. Secara tidak langsung, hal tersebut juga membuktikan bahwa variabel usia memiliki nilai prediksi yang baik dalam menentukan kemungkinan kejadian osteoartritis genu pada seseorang.[18]

Osteoartritis jarang ditemukan pada usia < 40 tahun, namun sering pada usia di atas 60 tahun.[3] Penelitian yang dilakukan pada populasi Amerika menunjukkan angka prevalensi sebesar 7,6% pada usia 18-44 tahun, 29,8% pada usia 45-64 tahun, dan 50% pada usia > 65 tahun.[19] Adapun, Data WHO menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang pada usia


(30)

< 45 tahun, sementara wanita lebih banyak terserang pada usia > 55 tahun.[14,15]

b. Jenis Kelamin

Data dari Australia menunjukkan bahwa insidensi osteoartritis pada wanita di Australia lebih tinggi dibandingkan dengan pria (2,95 per 1000 populasi vs. 1,71 per 1000).[14] Selain itu, menurut Rotterdam Study-I, jenis kelamin wanita memiliki OR (Odds Ratio) sebesar 2,13 terhadap kejadian osteoartritis genu dengan CI (Confidence Interval) sebesar 95%.[20] Kedua hal tersebut cukup menujukkan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki nilai prediksi yang baik terhadap terjadinya osteoartritis genu.

c. Tingkat Pendidikan

Tidak banyak studi yang menjadikan tingkat pendidikan sebagai faktor risiko dari osteoartritis, terutama osteoartritis genu. Salah satu referensi yang meneliti secara eksklusif mengenai keterkaitan antara tingkat pendidikan dan kejadian osteoartritis adalah studi yang dilakukan oleh Cleveland et al. Dalam studi tersebut disebutkan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor status sosioekonomi yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami osteoartritis. Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa tingkat pendidikan yang rendah berkaitan dengan peningkatan prevalensi osteoartritis genu simptomatik pada pria dan wanita.[21] Walau begitu, dalam meta-analisis yang dilakukan oleh Kerkhof et al, tingkat pendidikan memiliki OR sebesar 1,01 terhadap kejadian osteoartritis yang menggambarkan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap kejadian osteoartritis.[20]


(31)

d. Indeks Massa Tubuh

Data prevalensi status gizi penduduk dewasa yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan adanya peningkatan kejadian obesitas sebesar 1,4% antara tahun 2007 – 2010, di mana prevalensi kejadian obesitas pada tahun 2007 adalah sebesar 10,30%, sementara pada tahun 2010 adalah 11,7%.[10,22] Patut dicatat bahwa terjadi pergeseran definisi batas minimal dewasa di antara kedua tahun tersebut, di mana dewasa per definisi Kementerian Kesehatan tahun 2007 adalah usia ≥ 15 tahun, sementara pada tahun 2010 adalah usia > 18 tahun; hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan angka kejadian obesitas yang cukup signifikan dalam dua tahun tersebut. [10,22]

Telah banyak penelitian yang mencari hubungan antara obesitas dengan kejadian artritis. Salah satunya adalah penelitian bersifat longitudinal oleh Taichtahl et al, selama 10 tahun pada dewasa usia 50 – 79 tahun di Australia, yang menemukan bahwa obesitas berhubungan dengan kerusakan kartilago patella.[23] Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian oleh Grotle et al yang menemukan bahwa obesitas merupakan determinan kuat terhadap kejadian osteoartritis pada lutut; obesitas (dalam hal ini per definisi adalah IMT > 30), pada sampel masyarakat Norwegia berusia 24 - 76 tahun, memiliki hubungan yang signifikan dengan osteoartritis pada lutut dengan OR (Odds Ratio) sebesar 2,8.[24] Di Indonesia sendiri, melalui sebuah penelitian oleh Nainggolan yang menggunakan data Riskesdas tahun 2007, ditemukan bahwa untuk setap peningkatan berat badan sebesar ½ kg, tekanan lutut meningkat sebesar 1-1½ kg. Peningkatan berat badan sebesar 1 kg meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis sebesar 10%. Bagi orang yang obes, setiap pengurangan berat


(32)

walau hanya sebesar 5 kg akan menurunkan risiko sebanyak 50%.[25]

Sejauh ini belum banyak literatur yang menunjukkan hubungan osteoartritis dengan IMT berdasarkan kriteria Asia Pasifik tahun 2000. Dalam penelitian ini, IMT dikategorikan menjadi dua berdasarkan cut-off point untuk berat badan lebih (di atas kriteria normal) menurut kriteria Asia Pasifik tahun 2000, yakni IMT ≥ 23,0 kg/m2

.[26]

2. 2. Kerangka Teori

Kerangka teori di halaman selanjutnya berisikan faktor-faktor risiko yang kerap dinilai berpengaruh terhadap kejadian osteoartritis menurut studi-studi sebelumnya.


(33)

Kartilago Artikularis

↓ Jumlah Sel Stem Progenitor & ↓ Respons Kondrosit terhadap

IGF

Anabolisme < Katabolisme ↓ Protein Aggrecan & ↓ Fungsi

Kolagen II

linking dengan Kolagen

Kerusakan Kondrosit Sekunder Pelepasan Enzim Mendegradasi Matriks

Lebih Jauh

Trauma Lutut, Aktivitas Fisik Berat, dan Kerja dengan Beban Berat: Gaya Mekanis Menerpa Sendi Artikularis

Gaya Ditransmisikan Langsung ke Tulang Subkondral

Jenis Kelamin Perempuan Pasca-Onset Menopause ↓ Sintesis Glikosaminoglikan

Kondrosit

↓ Hambatan terhadap C-Telopeptida

↓ Hambatan terhadap COX2 & ↓ Perlindungan terhadap

Kondrosit

↓ Kadar Estrogen Serum ↑ Kadar Air pada Kartilago Sebabkan

Aggrecan Mudah Hancur

↓ Fungsi Perbaikan Kartilago

Pelembutan Progresif dan Disintegrasi Kartilago Artikularis Fungsi Propioseptif

Cegah Proteksi terhadap Posisi Merusak Bagi Sendi

Weightbearing Beban Bersifat Fokal pada

Bagian Tertentu Sendi Pembentukan Osteofit

Sklerosis Tulang Subkondral

↑ Inflamasi Lokal Sinovitis Derajat Sedang

Low Grade Systemic Inflammation

Peningkatan IMT di Atas Kategori Normal Peningkatan Massa

Jaringan Adiposa

↑ Kadar Serum Sitokin Pro-Inflamasi ↑ Produksi Sitokin Pro

-Inflamasi, Termasuk Adiponektin

Tingkat Pendidikan Tinggi Kepekaan terhadap Rasa Nyeri, Pemahaman Mengenai Osteoartritis

Cukup Baik

Lebih Berkeinginan Pergi ke Dokter untuk Berobat

Kejadian Osteoartritis

= Faktor-faktor risiko = Ciri-ciri Osteoartritis = Kejadian Osteoartritis


(34)

2. 3. Kerangka Konsep

2. 4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Pengukuran Skala

Dependen Kejadian Osteoartritis Genu

Diagnosis menderita osteoartritis genu yang ditetapkan oleh dokter di poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Berdasarkan rekam medis. Pengukur:

Dokter poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati yang

bertanggung jawab atas diagnosis pada rekam medis tersebut.

Nominal

Independen

Usia Usia pasien saat

didiagnosis osteoartritis genu.

Berdasarkan rekam medis. Cara Pengukuran:

Anamnesis.

Hasil Pengukuran:[4] 1 = 15 – < 40 tahun 2 = 40 – < 61 tahun 3 = ≥ 61 tahun

Interval

Jenis Kelamin

Indikasi jenis kelamin ketika lahir sebagai:

Pria Wanita

Berdasarkan rekam medis. Hasil Pengukuran:

1 = Laki-laki 2 = Perempuan

Nominal Jenis Kelamin

Usia

Tingkat Pendidikan

Osteoartritis Genu Indeks Massa Tubuh


(35)

Tingkat Pendidikan

Jenjang pendidikan tertinggi yang pernah diduduki oleh seseorang yang sudah tidak

bersekolah lagi atau yang sedang diduduki oleh seseorang yang masih bersekolah.

Berdasarkan rekam medis. Cara Pengukuran:

Anamnesis. Hasil Pengukuran: 1 = Tidak pernah sekolah 2 = SD

3 = Tamat SD 4 = SMP 5 = Tamat SMP 6 = SMA 7 = Tamat SMA

8 = Akademi/ Universitas 9 = Tamat Akademi/ Universitas

Ordinal

Indeks Massa Tubuh

Berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (m2)

berdasarkan kriteria Asia Pasifik tahun 2000 sebagai berikut:[26]

Berat badan kurang: IMT < 18,5 kg/m2 Kisaran normal:

IMT 18,5 - < 23 kg/m2 Berisiko:

IMT 23 - < 25 kg/m2 Obes 1:

IMT 25 - < 30 kg/m2 Obes 2:

IMT ≥ 30 kg/m2

Berdasarkan rekam medis. Pengukur:

Petugas pengukuran berat badan dan tinggi badan pada penerimaan pasien atau dokter yang

bertanggung jawab

terhadap data rekam medis pasien tersebut di RSUP Fatmawati. Peneliti mengukur IMT. Alat Ukur:

Ukuran tinggi badan menggunakan stature meter dan timbangan berat badan. Perhitungan IMT berdasarkan rumus yang terjabar pada definisi. Hasil Pengukuran: 1 = IMT < 23,0 kg/m2

2 = IMT ≥ 23,0-24,9 kg/m2

Ordinal


(36)

24 3. 1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode pengumpulan data secara potong-lintang/cross sectional. Data-data yang telah terkumpul akan digunakan untuk menggambarkan profil jenis kelamin, usia, dan indeks massa tubuh sebagai faktor risiko pada kasus osteoartritis genu.

3. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder (rekam medis) pasien yang telah didiagnosis osteoartritis genu di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Pengambilan data dilakukan bulan Juli 2014 – Agustus 2014.

3. 3. Populasi dan Sampel

Populasi target penelitian adalah pasien yang dengan osteoartritis genu. Populasi terjangkau adalah pasien poliklinik ortopedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta yang telah didiagnosis osteoartritis genu. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

3. 3. 1. Perkiraan Besar Sampel

Perkiraan besar sampel minimal pada penelitian dengan analisis berjenjang dihitung menggunakan rumus analisis deskriptif untuk menentukan jumlah luaran (osteoartritis genu) yang diperlukan.

dengan

n = Jumlah sampel

= Deviat baku alfa = 1,645; α = Kesalahan tipe I = 5%


(37)

Q= 1 – P

d = Nilai presisi berdasarkan judgement peneliti ditetapkan sebesar 0.15 Pada studi sebelumnya, dikethaui prevalensi kejadian osteoartritis genu di Indonesia adalah sebesar 30% pada penduduk usia 40-60 tahun[5] dan menyumbang pada nilai P. Sementara itu, mengingat kasus osteoartritis genu yang cukup banyak di masyarakat, peneliti menentukan nilai d sebesar 15%. Sehingga, perkiraan jumlah sampel yang dibutuhkan minimal adalah sebanyak 25 subjek.

3. 3. 3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penelitian 3. 3. 3. 1. Kriteria Inklusi

Pasien poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehabilitasi medik yang berdasarkan data rekam medis RSUP Fatmawati Jakarta didiagnosis mengalami osteoartritis genu dan berusia 15-64 tahun.

3. 3. 3. 2. Kriteria Eksklusi

Pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap. 3. 3. 3. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel berdasarkan consecutive sampling, di mana data yang diambil berasal dari rekam medis pasien poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehabilitasi medik yang merupakan seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi pada Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan (IRMIK) RSUP Fatmawati Jakarta. Jumlah rekam medis yang dipinjam akan dilebihkan, hingga subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi memenuhi angka minimal sampel sesuai dengan perhitungan besar sampel.


(38)

3. 4. Cara Kerja Penelitian

Pengumpulan data sekunder berdasarkan rekaman catatan medis yang tersedia dan mencakup anamnesis serta pemeriksaan fisik yang menunjang terhadap dicapainya diagnosis osteoartritis genu.

Sampling dilakukan dengan mengambil data rekam medis pasien osteoartritis genu pada tahun 2012 – 2013 sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan. Pemilihan pasien berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan.

3. 4. 1. Anggaran Penelitian

No Keterangan Total Biaya (Rp)

1 Biaya ATK 1.000.000

2 Biaya Pengambilan Rekam Medis 1.000.000

3 Biaya Tak Terduga 1.000.000

Total Biaya 3.000.000

3. 4. 2. Alur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tahapan persiapan, yakni penyusunan proposal. 2. Tahapan pelaksanaan, meliputi:

a. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria penelitian dan cara pengambilan sampel seperti yang telah disebutkan sebelumnya

b. Pencatatan data yang dibutuhkan berdasarkan variabel-variabel yang telah ditentukan

3. Tahap penulisan:

Data yang telah terkumpul dianalisis secara univariat dan diinterpretasikan dalam bentuk laporan tertulis.


(39)

3. 4. 3. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan

ke-1 2 3 4 5 6

1 Proposal dan Pengajuan Izin

2 Pelaksanaan Penelitian

3 Analisis Data

4 Penulisan Laporan

5 Publikasi

3. 4. 4. Etika Penelitian

Penelitian ini dimintakan ethical clearance dari panitia Etik Penelitian PSPD (Program Studi Pendidikan Dokter) UIN (Universitas Islam Negri) Jakarta. Semua data yang didapat dari rekam medis yang dipergunakan akan dijaga kerahasiaannya.

Rekam Medis Pasien dengan Diagnosis Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan

Poliklinik Rehabilitasi Medik

Memenuhi Kriteria Inklusi Tidak Memenuhi Kriteria Inklusi dan Memenuhi Kriteria Eksklusi

Tidak Diikutsertakan dalam Penelitian

Diikutsertakan dalam Penelitian

Pengambilan Subjek Penelitian di IRMIK RSUP Fatmawati Berdasarkan

Consecutive Sampling Sesuai dengan Hasil Perhitungan Besar Sampel


(40)

3. 5. Managemen Data 3. 5. 1. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul akan diolah dengan beberapa tahapan, meliputi:

1. Cleaning

Data “dibersihkan” terlebih dahulu dengan cara meneliti data yang ada supaya tidak terdapat data yang tidak perlu.

2. Editing

Pada tahapan ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan data. 3. Coding

Tahapan ini merupakan tahapan di mana data yang telah terkumpul diberi kode-kode untuk memudahkan pemasukan data.

4. Entry

Data yang telah diberi kode dimasukkan ke dalam komputer untuk kemudian dilakukan analisis data.

3. 5. 2. Analisis Data

Data yang diperoleh sebagai hasil penelitian dianalisis menggunakan SPSS versi 22, yang meliputi analisis univariat berisi distribusi frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk menggambarkan karakteristik responden penelitian. Hasil tersebut juga dianalisa dengan mempertimbangkan teori-teori terkait faktor risiko yang disebutkan.


(41)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Proporsi Kejadian Osteoartritis di RSUP Fatmawati Jakarta

Menurut data Instalasi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (IRMIK) Rumah sakit Fatmawati Jakarta, pada tahun 2012 hingga tahun 2013 menunjukkan kasus osteoartritis dan unspecified arthritis (kode ICD/

International Classification of Diseases M19.9) sebanyak 363 dari keseluruhan kasus ortopedi di poliklinik ortopedi – sebesar 13598 kasus, yakni sebesar 2,67 %. Persentase kasus osteoartritis genu pada tahun 2012 dan 2013 berturut-turut menunjukkan angka sebesar 0,69% dan 4,02%. 4. 2. Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian

Subyek penelitian, sejumlah 37 kasus, merupakan pasien osteoartritis genu yang diambil dari keseluruhan data kasus osteoartritis dan unspecified arthritis yang tercatat sebagai pasien dari poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehab medik di RSUP Fatmawati Jakarta, dengan persentase subyek pada masing-masing poliklinik berturut-turut sebesar 41%, 51%, dan 8%. Dari 37 subyek penelitian tersebut, 65,57% berasal dari kota Jakarta, 5,41% berasal dari kota Bogor, 10,81% berasal dari kota Depok, dan 16,22% berasal dari kota Tangerang. Adapun, gambaran karakteristik subyek penelitian di sini meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, serta indeks massa tubuh subyek penelitian.

Tabel III. Data Numerik Responden Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Rehab Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Karakteristik Mean SD Min Maks

Usia (thn) 62,51 8,76 48,00 78,00

BB (kg) 65,21 9,96 50,00 86,50

TB (cm) 156,27 7,12 145,00 173,00


(42)

Tabel IV. Karakteristik Demografi Pasien Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Rehab Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Karakteristik Kategori Jumlah

(n)

Persentase (%)

Jenis Kelamin Pria Wanita 28 9 24,3 75,7

Usia 15 - < 40 tahun 0 0

40 - < 61 tahun 18 48,6

≥ 61 tahun 19 51,4

Pendidikan Tidak Pernah Sekolah 0 0

SD 1 2,7

Tamat SD 4 10,8

SMP 0 0

Tamat SMP 3 8,1

SMA 0 0

Tamat SMA 14 37,8

Akademi/ Uni 11 29,7

Tamat Akademi/ Uni 4 10,8

Total 37 100

Tabel V. Karakteristik Medis Pasien Osteoartritis Genu di Poliklinik Ortopedi, Poliklinik Penyakit Dalam, dan Rehab Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Karakteristik Kategori Mean Jumlah

(n)

Persentase (%) Indeks

Massa Tubuh

BB Kurang - 0 0

BB Normal 21,3 5 13,5

BB Berisiko 23,9 7 18,9

Obes 1 26,6 15 40,5

Obes 2 31,4 10 27,0


(43)

4. 2. 1. Jenis Kelamin

Didapatkan bahwa jumlah subyek wanita dalam penelitian ini adalah sebanyak 28 orang atau sebesar 75,7% - lebih besar dibandingkan dengan persentase pria pada kasus ini yang ditemukan sebesar 24,3% atau sebanyak 9 orang. Hal ini sesuai dengan teori yang telah banyak diterima yang menyebutkan bahwa jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko kejadian osteoartritis, terutama osteoartritis genu. Heidari menyebutkan bahwa jenis kelamin wanita meningkatkan risiko kejadian osteoartritis genu sebesar 1,84 kali.[27] Hasil perhitungan pada penelitian ini juga diperkuat oleh Fransen et al

dalam tinjauan kepustakaannya, The Epidemiology of Osteoarthritis in Asia, yang melaporkan hasil yang tidak jauh berbeda mengenai rasio perbandingan prevalensi kejadian osteoartritis antara laki-laki dan wanita yang kecil dan dapat terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel VI. Perbandingan Kejadian Osteoartritis di Asia menurut Studi COPCORD

Negara (Daerah)/

Bagian Asia Usia

Kejadian OA (Laki-laki/ Perempuan) Malaysia (Banting) /

Asia Tenggara

15+ 2/3 (Ras Malay)

3/6 (Ras India) Bangladesh / Asia

Selatan

15+ 6/9 (Desa)

6/16 (Kota) Cina (Taiyuan)/ Asia

Timur

45-49 50-54

7/16 10/27 *OA = Osteoartritis

Sumber: Fransen M, Bridgett L, March L, Hoy D, Penserga E, Brooks P. The epidemiology of osteoarthritis in Asia. International Journal of Rheumatic Diseases

2011; 14: 113-121. Telah diolah kembali.

Adapun, berbeda dengan laki-laki, prevalensi osteoartritis pada wanita bersifat dependen terhadap usia. Heidari menyebutkan bahwa prevalensi osteoartritis meningkat secara signifikan pada wanita usia ≥ 55 tahun – saat di mana onset menopause dimulai pada kebanyakan wanita.[27] Terbukti, dari perhitungan didapatkan angka kejadian yang meningkat cukup signifikan dan dapat dilihat pada grafik berikut:


(44)

Grafik 4. 1. Kejadian Osteoartritis Genu pada Pasien Wanita dan Laki-laki di Poliklinik Ortopedi, Penyakit Dalam, dan Rehab Medis RSUP Fatmawati

Jakarta Tahun 2012 - 2013

Salah satu hal yang paling berperan dalam peningkatan angka tersebut adalah menurunnya level estrogen pada wanita menopause. Defisiensi estrogen tidak hanya berpengaruh pada kartilago artikular, seperti yang dibahas pada banyak referensi, namun juga berpengaruh terhadap kesehatan struktur lain dari persendian terkait, termasuk di antaranya adalah tulang periartikular, lapisan sinovial, otot, ligamen, dan kapsulnya.[28] Hanya saja, keterkaitan antara estrogen dan struktur-struktur lain dari persendian belum pernah diteliti secara langsung melalui animal-model. Roman-Blas et al dalam meta-analisisnya menyebutkan beberapa efek dari estrogen terhadap kesehatan kartilago artikular:[28]

1. Estrogen berperan dalam metabolisme kartilago. 17β-estadriol (E2) meningkatkan sintesis glikosaminoglikan kondrosit

melalui upregulation gen uridin difosfat glukosa dehidrogenase.

2. Estrogen menghambat pengeluaran C-telopeptida dari kolagen tipe II. C-telopeptida ini biasa dikeluarkan oleh kartilago dengan adanya stimulasi dari TNF-α dan oncostatin-M.

0 10 20 30 40 50 60

<55 tahun ≥ tahu

Per

sen

tase

(

%

)

OA Genu pada Pasien Wanita OA Genu pada Pasien Laki-laki


(45)

3. Estrogen juga menghambat ekspresi COX-2 (cyclooxygenase-2) pada kondrosit artikular dan melindunginya dari kerusakan yang disebabkan oleh ROS (reactive oxygen species).

Seperti yang telah diketahui, laki-laki memiliki estradiol, namun tidak pada level yang signifikan seperti wanita. Salah satu referensi menyebutkan bahwa level esteadiol pada pria berkisar antara 8 - 35 pg/ ml, sementara pada wanita bervariasi bergantung pada siklus menstuasi yang sedang dilalui, namun tetap lebih tinggi dibanding pria dengan angka minimal-maksimal 30-300 pg/ ml.[29] Sumber lain menyebutkan angka 50 – 450 pg/ ml pada perempuan dan < 55 pg/ m pada pria.[30] Adapun, level tersebut dengan cepat menurun hingga mencapai level serum seperti pada laki-laki pada kondisi pasca-menopause.[29]

Walau begitu, laki-laki juga memiliki hormon steroid yang menjadi faktor protektif terhadap kejadian osteoartritis, yakni testosteron. Berbeda dengan perempuan, laki-laki tidak memiliki fase di mana akan terjadi penurunan faktor protektif tersebut secara signifikan seperti yang terjadi pada fase menopause pada perempuan. Level testosteron akan menurun secara perlahan sesuai dengan bertambahnya usia. Sehingga, seperti yang tergambarkan pada Grafik 5. 1, peningkatan kejadian

osteoartirtis pada kelompok usia ≥ 55 tahun tidak terlalu signifikan.

Testosteron merupakan faktor protektif oleh karena kemampuannya dalam menstimulasi pembentukan dan mempertahankan volume kartilago, terutama pada daerah genu lateral. Cicuttini et al menyebutkan bahwa osteoartritis genu terjadi 4-10 kali lebih sering pada perempuan, dibandingkan pada laki-laki, serta 4 kali lebih sering terjadi pada kartilago di daerah kompartemen medial genu dibandingan dengan kompartemen lateral.[31] Sayangnya, belum banyak penelitian yang dilakukan yang menggambarkan secara lebih mendetil mengenai efek protektif testosteron terhadap kejadian osteoartritis, terutama osteoartritis genu, pada laki-laki.


(46)

Adapun, seharusnya perhitungan subyek penelitian menunjukkan angka prevalensi osteoartritis yang relatif tidak jauh antara laki-laki dan perempuan pre-menopause.[32] Perbedaan hasil penelitian dengan teori dari referensi seperti yang tampak pada Grafik 5. 1 di atas kemungkinan disebabkan oleh karena jumlah sampel yang kurang adekuat untuk membuktikan teori seperti yang telah disetujui oleh banyak referensi. 4. 2. 2. Usia

Gambaran usia responden pada penelitian ini membuktikan teori yang mendasari pemahaman awal dan terdahulu dari penyakit osteoartritis – bahwa osteoartritis disebabkan oleh proses degeneratif.[27] Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, semakin dipahami dan diterima bahwa osteoartritis merupakan penyakit multifaktorial dengan peningkatan usia atau proses penuaan sebagai salah satu kontributor terjadinya penyakit ini. Selain itu, hasil perhitungan pada penelitian ini berhasil membuktikan teori yang banyak dipegang – bahwa osteoartritis merupakan penyakit yang irreversibel dan kemungkinan terjadi serta prevalensinya meningkat secara tidak terhingga sesuai dengan bertambahnya usia.[33] Hasil penelitian di poliklinik ortopedi, poliklinik penyakit dalam, dan poliklinik rehab medik memperkuat teori tersebut. Melalui perhitungan, ditemukan bahwa rata-rata usia pada subyek penelitian ini dengan mean ± SD adalah 62,51 tahun ± 8,755. Selain itu, didapatkan bahwa usia termuda pada subyek penelitian adalah 48 tahun, sementara usia tertua adalah 78 tahun. Distribusi usia dibandingkan dengan salah satu referensi seperti yang telah dijabarkan sebelumnya pada tinjauan pustaka dapat dilihat pada grafik berikut:


(47)

Grafik 4. 2. Usia Subyek Penelitian Dibandingkan dengan Salah Satu Referensi Terdahulu.

Tidak mudah untuk dapat membandingkan prevalensi per-kelompok usia dan menentukan usia pasti di mana prevalensi kejadian osteoartritis meningkat secara signifikan tanpa memperhitungkan jenis kelamin. Hal ini selain disebabkan oleh karena kategorisasi usia yang berbeda pada tiap-tiap studi prevalensi, juga karena penyajian data pada banyak referensi selalu mengaitkan usia dengan jenis kelamin mengingat perbedaan patofisiologi yang cukup signifikan antara laki-laki dan perempuan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga, data yang menggambarkan prevalensi pada kelompok-kelompok usia tertentu dengan tidak menghiraukan jenis kelamin sulit ditemukan, terutama pada populasi Asia. Adapun, gambaran kondisi osteoartritis pada berbagai tempat lain di dunia dengan penggolongan usia tertentu disajikan pada tabel di bawah ini.

0 10 20 30 40 50 60 70

< 40 tahun 40 – 60 tahun

≥ tahu

Per

sen

tase

(

%

)

RSUP Fatmawati (2012-2013)


(48)

Tabel VII. Proporsi Osteoartritis pada Kelompok Usia Berbeda Menurut Referensi Terdahulu

Sumber/ Tahun Usia Prevalensi

Litwic et al/ 2013 Eropa dan Amerika

Studi Framingham

Dutch Institute of Public Health NHANES III Johnston Country Osteoarthritis Project

25-34 tahun

≥ 75 tahun

> 45 tahun > 80 tahun

≥ 55 tahun

55-64 tahun

Gamb. Radiografi Genu Parah: 1%

50%

Radiografik OA Genu: 19,2%

43,7% OA Genu:

15,6% (Laki-laki) 30,5% (Perempuan) OA Genu Simtomatik: 12,1%

16,3% Kim et al/ 2010

Kota Guri, Korea 20-69 tahun

OA Genu: 10,2% *Gamb. = Gambaran; OA = Osteoartritis

Sumber:Litwic A, Edwards MH, Dennison EM, Cooper C. Epidemiology and Burden of Osteoarthritis. Br Med Bull Adv. 2013;1–15. Kim I, Kim HA, Seo Y, Song W,

Jeong J, Kim DH. The prevalence of knee osteoarthritis in elderly community residents in Korea. J Korean Med Sci. 2010; 2000(8):293-8. Telah diolah kembali.

Menurut riset yang dilakukan oleh Goldring dan Goldring serta Hügle et al, beberapa proses penuaan yang berkontribusi terhadap terjadinya osteoartritis adalah:[13,33]

1. Terjadinya perubahan pada komponen terbesar dari matriks ekstraselular kartilago (extracellular matrix/ ECM), yakni kolagen tipe II dan proteoglikan, pada proses penuaan. Aggrecan yang merupakan proteoglikan utama pada kartilago mengalami pengecilan dalam ukuran dan pengurangan jumlah dari protein penyusun. Hasil akhirnya adalah penurunan jumlah aggrecan pada ECM.

2. Pada proses penuaan juga ditemukan adanya peningkatan kadar AGEs (advanced glycation end products) yang meningkatkan cross-linking dari kolagen dan berkontribusi terhadap kekakuan kartilago. Selain itu, saat berikatan


(49)

dengan AGEs, RAGE (receptor for AGE) yang diekspresikan oleh kondrosit dapat menginduksi terjadinya enzim pendegradasi kartilago.

3. Di penghujung usia, terjadi penurunan kapasistas anabolisme yang berakibat pada menurunnya kapasitas regenerasi dari kondrosit yang merupakan satu-satunya sel penyusun matriks kartilago. Penurunan kapasitas anabolisme ini salah satunya disebabkan oleh penurunan respons kondrosit terhadap stimuli dari IGF (insulin like growth factor), sehingga datangnya stimuli tersebut hanya akan menyebabkan disregulasi dan ketidakseimbangan antara aktivitas anabolisme dan katabolisme kondrosit pada saat proses remodeling dari ECM.

4. Penurunan kapasitas regenerasi pada proses penuaan yang ditunjukkan dengan adanya penurunan level sel stem pada jaringan ikat di lansia. Kartilago memiliki kapasitas regenerasi yang rendah oleh karena sedikitnya jumlah sel progenitor. Oleh sebab itu, sel mesenkim bertanggung jawab dalam menjaga homeostasis serta perbaikan jaringan ikat. Ditemukan bahwa terjadi pengurangan jumlah sel progenitor mesenkim CD105+/ CD 166+.

5. Inflamasi, yang sering termanifestasi pada kasus osteoartritis dengan adanya pembengkakan sendi, warna kemerahan, dan nyeri, disebabkan salah satunya oleh karena menurunnya kemampuan sistem imun untuk menekan proses inflamasi pada lansia. Kondisi

immunosenence ini digambarkan dengan penurunan kapasitas sel imun untuk berikatan dengan antigen untuk menghasilkan resolusi dari proses inflamasi. Selain itu, pada 50% pasien osteoartritis, ditemukan adanya peningkatan sitokin pro-inflamasi, seperti TNF-α atau IL-1


(50)

yang disebabkan oleh karena adanya serta meningkatnya infiltrasi serta aktivasi sel radang seperti makrofag, sel mast, dan limfosit pada sinovial.

6. Otot-otot yang berada di sekitar persendian genu sangat berperan dalam menjaga stabilitas, sehingga jika kekuatan otot berkurang – yang secara signifikan terjadi pada lansia

– maka, proteksi neuromuskular terhadap persendian akan terganggu dan menyebabkan mikrotrauma dan kerusakan pada sendi. Hal ini juga diperparah oleh adanya penurunan fungsi proprioseptif pada lansia yang menyebabkan buruknya penginderaan lansia terhadap posisi tubuh yang membahayakan dan dapat bersifat merusak terhadap persendian.

4. 2. 3. Tingkat Pendidikan

Pada subyek penelitian, didapatkan bahwa subyek terbanyak adalah pada kelompok tingkat pendidikan tamat SMA, yakni sebesar 37,8%. Distribusi subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan tidak sama rata, dengan tingkat pendidikan SD memiliki jumlah paling sedikit. Sementara itu, tidak didapatkan adanya subyek penelitian dengan tingkat pendidikan tidak pernah sekolah, SMP dan SMA. Distribusi subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada grafik berikut:


(51)

Grafik 4. 3. Distribusi Subyek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2012 – 2013

Seperti yang telah dibahas dalam Tinjauan Pustaka, beberapa referensi menyebutkan bahwa kejadian osteoartritis berkaitan dengan tingkat pendidikan yang rendah.[34] Walau begitu, melalui meta-analisis oleh Kerkhof et al, diketahui bahwa hubungan tersebut hanya dapat diekspresikan oleh OR sebesar 1.01 yang berarti kemungkinan besar tingkat pendidikan tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian osteoartritis.[20] Hasil yang berbeda ditemukan oleh Callahan et al

melalui studinya terhadap populasi penderita osteoartritis genu di North Carolina, Amerika Serikat, yang berhasil menemukan OR sebesar 2.23 (CI 95%).[34]

Analisis survey kesehatan yang dilakukan oleh Devaux et al di empat negara Australia, Kanada, Inggris, dan Korea – menunjukkan bahwa penambahan waktu periode sekolah berkaitan dengan penurunan kemungkinan seseorang mengalami obesitas yang ditunjukkan dengan menurunnya angka OR tiap penambahan waktu bersekolah dalam tahun.[35] Obesitas sendiri, seperti yang sudah dibahas pada Tinjauan Pustaka sebelumnya dan sub-judul selanjutnya terbukti memiliki korelasi dengan kejadian obesitas menurut referensi-referensi terdahulu.

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Per

sen

tase

(

%


(52)

Ketidakharmonisan antara hasil penelitian ini dengan referensi terdahulu kemungkinan menggambarkan adanya faktor lain yang memediasi faktor sosiodemografi tingkat pendidikan terhadap kejadian osteoartritis.

Adapun, tidak mudah untuk menemukan gambaran keterkaitan antara kedua variabel ini di negara Asia Tenggara, terutama di Indonesia. Salah satu penelitian yang dilakukan terhadap pekerja kereta api di Malaysia menunjukkan adanya keterkaitan antara tingginya tingkat pendidikan dengan pengetahuannya mengenai osteoartritis dan kesadarannya terhadap kemungkinan adanyanya penyakit osteoartritis sebagai diagnosis dari keluhan nyeri pada persendiannya yang kemudian membawanya berobat ke dokter.[36] Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa dalam penelitian ini, secara umum, terdapat peningkatan jumlah penderita osteoartritis sesuai dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Adapun hal yang mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa kelompok tingkat pendidikan SMA dalam penelitian ini memiliki jumlah yang cukup signifikan adalah laporan hasil perhitungan statistik yang dikeluarkan oleh UNESCAP (United Nations Economic and Social Commission for Asia and Pacific) yang menunjukkan terjadinya penurunan angka pendaftaran sekolah seiring meningkatnya jenjang pendidikan. Penururan yang signifikan terutama terlihat pada jenjang pendidikan tersier (tertiary education – tingkat universitas dan sebandingnya). Data dari tahun 2008 menunjukkan angka pendaftaran sekolah tingkat pendidikan sekunder (SMA) dan tersier (Akademi/ Universitas) beturut-turut sebesar 68,4% dan 21,3%.[37] Angka-angka tersebut dapat membantu menjelaskan mengapa, walau kemungkinan terdapat keterkaitan antara tingginya tingkat pendidikan dengan kejadian osteoartritis menurut beberapa referensi, angka kejadian osteoartritis lebih banyak ditemukan pada tingkat pendidikan SMA dibandingkan dengan tingkat pendidikan Akademi/ Universitas atau tingkat pendidikan tamat Akademi/ Universitas.


(53)

4. 2. 4. Indeks Massa Tubuh

Tidak terdapat subyek penelitian dengan berat badan kurang per-kategori Asia-Pasifik. Sementara, per-kategori IMT yang ditemukan paling banyak pada subyek penelitian adalah kategori IMT Obes 1 sebanyak 15 subyek, yakni sebesar 40,5%. Pada pasien dengan berat badan normal, ditemukan kasus osteoartritis genu sebanyak 5 subyek atau sebesar 13,5%.

Berdasarkan risiko terserang osteoartritis genu, maka IMT subyek penelitian dikategorikan menjadi 2, yaitu < 25 kg/m2 dan ≥ 25 kg/m2 berdasarkan batas berat badan yang dinyatakan berisiko menurut kategori Asia-Pasifik. Subyek penelitian dengan IMT < 25 kg/m2 adalah sebesar 13,51%, sementara IMT subyek penelitian dengan IMT

≥ 25 kg/m2 adalah sebesar 86,49%. Walau berdasarkan hasil perhitungan kelompok obes 1 memiliki jumlah subyek terbanyak, namun secara kumulatif, kelompok dengan IMT berisiko, obes 1, dan obes 2 memiliki jumlah subyek penelitian yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok subyek penelitian dengan IMT kisaran normal. Tabel VIII. Proporsi Status Gizi Penduduk Dewasa (>18 tahun)

Berdasarkan Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010

Kategori IMT Prevalensi (%)

Kurus 9,7

Normal 61,8

Berisiko 12,3

Obes 16,2

Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil data kesehatan Indonesia tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2012. Telah diolah

kembali.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan pada tahun 2010 seperti yang tertetra pada tabel di atas, masyarakat dengan kategori IMT normal berjumlah lebih banyak dibandingan dengan jumlah masyarakat dengan kategori IMT berisiko dan kategori obes


(54)

digabungkan.[11] Ketidaksesuaian yang tampak terkait prevalensi pada kategori-kategori tersebut antara hasil laporan Kementerian Kesehatan dengan subyek pada penelitian ini menunjukkan bahwa osteoartritis memang lebih banyak terjadi pada orang-orang denjgan kategori IMT berisiko dan obes, serta menunjukkan kemugkinan adanya hubungan antara tingginya angka IMT dengan kejadian osteoartritis yang telah dibuktikan oleh Grotle et al memiliki OR sebesar 2,8 pada masyarakat Norwegia.

Adapun, prevalensi yang ditemukan pada perhitungan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat adanya hubungan antara IMT berlebih dengan kejadian osteoartritis seperti yang tersaji pada tabel di bawah ini.

Tabel IX. Proporsi Osteoartritis Genu Berdasarkan Kategori IMT Menurut Hasil Studi-Studi Terdahulu

Sumber/ Tahun Kategori IMT Prevalensi

Grotle et al/ 2008 Norway

< 20 kg/m2 20 – 25 kg/m2 26 – 30 kg/m2 > 30 kg/m2

5,3% 4,9% 9,7% 12,6% Patil et al/ 2012

India Underweight Normal Overweight Obese Laki-laki 2,9% Perempuan 0% Laki-laki 11,4% Perempuan 11,9% Laki-laki 51,4% Perempuan 20,9% Laki-laki 34,3% Perempuan 67,2% Sumber: Grotle M, Hagen KB, Natvig B, Dahl FA, Kevin TK. Obesity and osteoarthritis in knee, hip and/ or hand: An epidemiological study in the general population with 10 years follow-up. BioMed Central Muskuloskeletal Disorders 2008;

9: 132. Patil PS, Dixit UR, Shettar CM. Risk factors of osteoarthritis knee – A cross-sectional study. J Dent Med Sci. 2012;2(5):8-10. Telah diolah kembali. Mengingat tidak mudahnya mencari referensi terdahulu terkait prevalensi osteoartritis di Indonesia, terlebih di DKI Jakarta, maka hasil


(55)

penelitian ini dibandingkan dengan prevalensi osteoartritis genu pada ras terdekat dengan ras masyarakat Indonesia yang memiliki gambaran tidak terlalu berbeda jauh. Hasil tersebut dapat terlihat melalui grafik di bawah ini:[38]

Grafik 4. 4. BMI Subyek Penelitian Dibandingkan dengan Hasil Penelitian Terdahulu di Selangor, Malaysia (2003-2004) oleh Zakaria et al.

Efek IMT lebih dari kisaran normal dapat dibuktikan melalui penelitian ini. Adapun, penurunan angka proporsi dari kelompok IMT berisiko-obes 1 dan berisiko-obes 2 kemungkinan disebabkan oleh karena tidak banyak masyarakat Indonesia dengan kategori IMT obes 2.

Walau pada banyak referensi IMT diklasifikasikan sebagai faktor biomekanik, namun dalam penelitian ini IMT diklasifikasikan sebagai faktor konstitusional/ predisposisi dari osteoartritis mengingat bahwa IMT tidak hanya memberi efek mekanis, namun juga efek inflamasi yang bersifat direk pada persendian. Beberapa tahun terakhir ini mulai dipahami bahwa osteoartritis tidak hanya sekedar proses wear and tear

semata, namun telah ketahui dari beberapa penelitian bahwa osteoartritis memiliki kompenen inflamatorik yang berhubungan dengan berlebihnya jaringan adiposa pada tubuh seorang yang obese.

0 10 20 30 40 50 60 70

18,5 - < 23 kg/m²

23 - < 30 kg/m²

≥ 3 kg/ ²

Per

sen

tase

(

%

)

RSUP Fatmawati (2012-2013)

Zakaria et al: Selangor, Malaysia (2003-2004)


(1)

48

13.Goldring SR, Goldring MB. Clinical aspects, pathology, and pathophysiology of osteoarthritis. J Musculoskelet Neuronal Interact. 2006;6(4):376–8.

14.Woolf AD, Pfleger B. Burden of major musculoskeletal conditions. Bull World Health Organ [Internet]. 2003 Jan;81(9):646–56

15.Symmons D, Mathers C, Pfeleger B. Global burden of osteoarthritis in the year 2000. In: Global Burden of Disease 2002; 1-26

16.Haq S, Davatchi F. Osteoarthritis of the knees in the COPCORD world. Int J Rheum Dis [Internet]. 2011 May;14(2):122–9.

17.Martin J, Buckwalter J. Aging, articular cartilage chondrocyte senescence and osteoarthritis. Biogerontology [Internet]. 2002 Jan;3(5):257–64

18.Chapple CM, Nicholson H, Baxter GD, Abbott JH. Patient characteristics that predict progression of knee osteoarthritis: A systematic review of prognostic studies. Arthritis Care Res (Hoboken) [Internet]. 2011 Aug [cited 2014 Feb 15];63(8):1115–25.

19.Li Y, Wei X, Zhou J, Wei L. The age-related changes in cartilage and osteoarthritis. Biomed Res Int. 2013; 2013: 916530.

20.Kerkhof HJM, Bierma-Zeinstra SM a, Arden NK, Metrustry S, Castano-Betancourt M, Hart DJ, et al. Prediction model for knee osteoarthritis incidence, including clinical, genetic, and biochemical risk factors. Ann Rheum Dis [Internet]. 2013 Aug 20 [cited 2014 Jan 23]; 1-8

21.Cleveland RJ, Schwartz TA, Hall G, Hill C, Drive M, Hill C, et al. Association of educational attainment, occupation, and community poverty with hip osteoarthritis. Arthritis Care Res. 2014;65(6):954–61.

22.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2009

23.Teichtahl AJ, Wang Y, Wluka AE, Szramka M, English DR, Giles GG, et al. The longitudinal relationship between body composition and patella cartilage in healthy adults. Obesity 2008; 16: 421-426

24.Grotle M, Hagen KB, Natvig B, Dahl FA, Kvien TK. Obesity and osteoarthritis in knee, hip and/ or hand: An epidemiological study in the general population with 10 years follow-up. BioMed Central Muskuloskeletal Disorders 2008; 9: 132


(2)

25.Nainggolan O. Prevalensi dan determinan penyakit rematik di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 2009; 59(12): 588-594

26.Sugondo S. Obesitas. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam 2006; 1: 1941-1946

27.Heidari B. Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis, and features: Part 1. Casp J Intern Med. 2011;2(2):205–12.

28.Roman-Blas JA, Castañeda S, Largo R, Herrero-beaumont G. Osteoarthritis associated with estrogen deficiency. Arthritis Res Ther. 2009;14(11):1–14. 29.Mayo Medical Laboratories. FFES (estadriol free, serum) [Internet]. Mayo

Medical Laboratories. 2014 [cited 2014 Apr 4]. p. 5–6. Available from:

http://www.mayomedicallaboratories.com/test-catalog/Clinical+and+Interpretive/91215

30.Council for Continuing Pharmaceutical Education. Tables of normal values [Internet]. 2013 [cited 2014 Sep 4]. Available from: http://www.ccpe-cfpc.com/en/pdf_files/drug_lists/normal_values.pdf

31.Cicuttini FM, Wluka A, Bailey M, Sullivan RO, Poon C, Yeung S, et al. Factors affecting knee cartilage volume in healthy men. Rheumatology. 2003;(July 2002):258–62.

32.Wluka AE, Cicuttini FM, Spector TD. Menopause, oestrogens, and arthritis. Eur Menopause J. 2000;35:183–99.

33.Hügle T, Gerts J, Nüesch C, Müller-Gerbl M, Valderrabano V. Aging and osteoarthritis: An inevitable encounter? J Aging Res. 2012;2012:7. Litwic A, Edwards MH, Dennison EM, Cooper C. Epidemiology and Burden of Osteoarthritis. Br Med Bull Adv. 2013;1–15.

34.Callahan LF, Cleveland RJ, Shreffler J, Schwartz TA, Schoster B, Randolph R, et al. Associations of educational attainment, occupation, and community poverty with knee osteoarthritis in the Johnston County (North Carolina) Osteoarthritis Project. Arthritis Res Ther [Internet]. BioMed Central Ltd; 2011;13(5):R169.

35.Devaux M, Sassi F, Church J, Cecchini M, Borgonovi F. Exploring the relationship between education and obesity. OECD J Econ Stud. 2011;2011:41.


(3)

50

36.Ganasegeran K, Menke JM, Murthy V, Ramaswamy C, Manaf RA, Alabsi AM, et al. Level and determinants of knowledge of symptomatic knee osteoarthritis among railway workers in Malaysia. Biomed Res Int. 2014;2014:10.

37.UNESCAP. Statistical yearbook for Asia and the Pacific 2013. Thailand: United Nations Publications; 2013.

38.Zakaria ZF, Bakar A, Hasmoni HM, Rani F, Kadir S. Health-related quality of life in patients with knee osteoarthritis attending two primary care clinics in Malaysia: A cross-sectional study. Asia Pac Fam Med [Internet]. 2009 Jan [cited 2014 Sep 4];8(1):10.

39.Koone RC, Bravman JT. Obesity and osteoarthritis: More abstract. Am Acad Orthop Surg. 2013;21(3):161–9.


(4)

51

Lampiran 1 Perizinan Penelitian Kartu Identitas Peneliti di RSUP Fatmawati Jakarta


(5)

52

(lanjutan) Surat Ijin Penelitian oleh RSUP Fatmawati Jakarta


(6)

Lampiran 2 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yofara Maulidiah Muslihah

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 21 September 1991

Alamat : Jl. Tebet Barat DLM Ii No. 1 RT/ RW 012/ 003 Tebet, Jakarta Selatan 12810

No. HP : +62 88888 917 528

Email : ymuslihah@mail.greenriver.edu

Riwayat Pendidikan:

1997 – 1999 Indonesian School Cairo, Cairo, Egypt 1999 – 2000 SD Cendrawasih III, Jakarta, Indonesia

2000 – 2002 Duta Taruna Indonesian School, Yangon, Myanmar

2002 – 2005 Indonesian International School Yangon, Yangon, Myanmar 2005 – 2006 SMPN 115, Jakarta, Indonesia

2006 – 2009 SMAN 26, Jakarta, Indonesia

2009 – 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi, Jakarta, Indonesia 2010 – 2011 Green River Community College, Washington, USA

2011 – Sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia