Profil penggunaan obat pada pasien Penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di Rsup Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015

(1)

PROFIL PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN

PENYAKIT ENSEFALITIS BERDASARKAN FAKTOR

PENYEBABNYA DI RSUP FATMAWATI JAKARTA

PERIODE TAHUN 2012 – 2015

SKRIPSI

LISA KHAIRANI

1110102000048

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2016


(2)

PROFIL PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN

PENYAKIT ENSEFALITIS BERDASARKAN FAKTOR

PENYEBABNYA DI RSUP FATMAWATI JAKARTA

PERIODE TAHUN 2012

2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

LISA KHAIRANI

1110102000048

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2016


(3)

Skripsi ini adalah basil karya saya sendiri, Dan semua somber baik dikutip maupun dir ujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Lisa Khairani

NIM : 1110102000048

Tanda Tangan :

セ@

Tanggal : 18 Juli 2016


(4)

Nama Nim

Program Studi Judul Skripsi

: Lisa Khairani

: Ill 0102000048 : Farmasi

: Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penyakit Ensefalitis Berdasarkan Faktor Penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012- 2015

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN SyarifHidayatullah Jakarta

[uセ@

Dr. Nurrneilis, M.Si., Apt


(5)

Nama Nim

Program Studi Judul Skripsi

Lisa Khairani 1110102000048 Farmasi

PROFIL PENGGUNAAN OBA T P ADA PASJEN

PENY AKIT ENSEF ALITIS BERDASARKAN F AKTOR PENYEBABNYA DI RSUP FATMAWATI JAKARTA PERIODE TAHUN 2012-2015

Telah bcrhasil dipertahankan dihadapan Dewan penguji dan diterima scbagai bagian pcrsyaratan yang dipcrlukan untuk mcmpcrolell gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedoktcran dan Ilmu Kcschatan Universitas Islam Negcri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.

Pcmbimbing 1

Pcmbimbing 2

Penguji 1

Penguji 2

Ditetapkan Tanggal

DE,VAN PEMBIMBING DAN PENGUJI Dr. Delina Hasan, M.Kcs., Apt

Ahmad Subhan, S.Si, IV1.Si., Apt

ᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋセ@

!'

ᄋᄋᄋセᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋ@

iᄋwNセセ@

..

Z\jセ@

... .

Dr. M. Yanis Musdja, M.Si., Apt

Yardi, Ph. D., Apt

Mcngetabui,

Ketua Program Studi Farmasi

FKJK UIAJ4:atullah Jakarta

Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt Jakarta

18 Juli 2016


(6)

Ensefalitis merupakan peradangan yang terjadi dijaringan otak dengan faktor penyebab tersering adalah virus. Gejala klinis yang timbul pada penderita Ensefalitis memiliki beberapa kesamaan dengan penyakit akibat infeksi virus, penderita Ensefalitis biasanya akan mengalami gejala seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, mual dan muntah. Bila penyakit terus berkembang penderita Ensefalitis akan mengalami kejang dan penurunan kesadaran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya. Penelitian ini bersifat

Observasional dengan desain Cross Sectional terhadap rekam medik dan dikerjakan secara Retrospektif. Subjek pada penelitian ini adalah pasien Ensefalitis rawat inap yang menggunakan obat Ensefalitis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta periode tahun 2012-2015.

Dari 159 data rekam medik yang berada dipoli syaraf bagian neurologi pasien yang menderita Ensefalitis berjumlah 67 pasien (42%) yang menjalani rawat inap di RSUP Fatmawati tahun 2012 – 2015. Dari 67 pasien Ensefalitis, ditemukan pasien paling banyak yang menderita Ensefalitis adalah kelompok umur >5 tahun. Penggunaan obat yang paling banyak digunakan pada pasien penderita Ensefalitis adalah Seftriakson (45%) dan Asiklovir (40,2%). Hasil setelah melakukan pengobatan pasien sembuh atau berobat jalan (73,1%), pasien yang meninggal (25,4%) dan pasien yang pulang atas permintaan sendiri (1,5%).

Kata kunci : Ensefalitis, anak-anak >5 tahun, Faktor penyebab, Penggunaan Obat, RSUP Fatmawati

Nama : Lisa Khairani

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penyakit Ensefalitis Berdasarkan Faktor Penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 - 2015


(7)

Encephalitis is an inflammation that occurs in the brain tissue factor which the common cause is a virus. Clinical symptoms that occur in Encephalitis patients have some similarities with the diseases caused by viral infections. Encephalitis patients usually experience symptoms such as fever, headache, muscle aches, nausea and vomiting. If the disease continues evolving, encephalitis patients will have seizures and loss of consciousness.

This study is aimed to determine the profile of drug use in patients with encephalitis disease according to the causative factor. This study is observational with cross sectional design toward the medical record and it is done retrospectively. Subjects in this study were hospitalized Encephalitis patient who use Encephalitis drugs in the General Hospital Center (RSUP) Fatmawati Jakarta-year period 2012-2015.

From 159 medical records from the neurology section, there were 67 patients (42%) suffering Encephalitis hospitalized at Fatmawati Hospital in 2012 - 2015. From the 67 encephalitis patients, it was found that the most patients suffering from Encephalitis is from the age group > 5 years old. The drug which are most widely used by Encephalitis patients are Ceftriaxone (45%) and Acyclovir (40.2%). The results after the medical treatment are patients who recover or out-patients care (73,1%), out-patients who died (25,4%) and out-patients who go home at their own request (1,5%).

keywords : Enchephalitis, Children >5 years-old, Causative Factor, Drug Use, RSUP Fatmawati

Name : Lisa Khairani

Study Program : Pharmacy

Title : Profile of The Use Drug in Patients with Encephalitis According to Causative Factors in RSUP Fatmawati Jakarta Year Period 2012 – 2015.


(8)

Rasa syukur yang teramat sangat senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya serta segala nikmat-Nya kepada kita berupa kesehatan, pendidikan, kesempatan, serta umur sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa setia mengikuti ajaran yang disampaikannya sehingga menuntun umatnya untuk selalu berada dijalan yang benar hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat yang telah ditentukan oleh Universitas Islam Negeri Jakarta pada Program Studi Farmasi untuk memperolah gelar Sarjana Farmasi. Adapun judul skripsi ini adalah

PROFIL PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN PENYAKIT

ENSEFALITIS BERDASARKAN FAKTOR PENYEBABNYA DI RSUP

FATMAWATI JAKARTA PERIODE TAHUN 2012 –2015”

Selama penulisan skripsi berlangsung, penulisan menyadari bahwa skripsi ini tidak akan rampung tanpa bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt selaku pembimbing I dan Ahmad Subhan, S.Si, M.Si., Apt selaku pembimbing II, yang telah meluangkan banyak waktu, pikiran dan tenaga serta dengan sabar membimbing dan mengajari sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dinas Pendidikan Sumatera Selatan yang telah memberikan beasiswa, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

6. Seluruh staff Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang telah membantu selama pengambilan data di RSUP Fatmawati.

7. Ayahanda tercinta, Drs. Hamdan Effendi dan Ibunda tercinta, Niah Laila S.Pd.I terimakasih papa dan mama selalu memberikan doa, kasih sayang, cinta, bimbingan, dukungan dan semangat. Karena merekalah yang menumbuhkan semangat penulis untuk menyelesaikan skipsi ini.

8. Kakak tersayang Heni Riana S.E, Rully Ikhsan Bayumi A.Md, Octa Perdana S.Pd.I dan adikku Rahmat Shafari Abdillah yang selalu membantu baik secara fisik maupun mental dan selalu memberikan semangat selama penulisan skripsi ini. Serta adikku tercinta M. Syaifuddin (alm) yang telah mendahului kami semoga ia bahagia disana disisi ALLAH SWT, Amin. Kami mencintaimu. 9. Teman satu perjuangan, teman – teman penelitian, dan teman – teman beasiswa

Sumsel. Sahabat seperjuangan Lu’luatil hayati, Isa desi, Khulfah Lativatuz, Lukluk Khoiriyah, Shofiah Malik dan khususnya kepada Mbak Fitri Nurmayati yang selalu memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih.

10. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Dengan sangat sadar penulis mengakui dalam skripsi ini masih banyak sekali kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan dalam pembuatan skripsi ini.

Jakarta, 18 Juli 2016

Penulis


(10)

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Iama NIM

Program Studi Fakultas Jenis Karya

Lisa Khairani 1110102000048 Farmasi

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya meyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul :

PROFIL PENGGUNAAN OBAT P ADA PASIEN PENYAKIT

ENSEFALITIS BERDASARKAN FAKTOR PENYEBABNYA DI

RSVP FATMAWATIJAKARTA PERIOE TAHUN 2012-2015

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media digital lain yaitu Digital Library perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik scbatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pemyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Jakarta Pada Tanggal 18 Juli 2016

Yang menyatakan,

bt-(Lisa Khairani)


(11)

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.4.1 Tujuan Umum ... 3

1.4.2 Tujuan Khusus ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Ensefalitis ... 5

2.1.1 Pengertian Ensefalitis ... 5

2.2 Etiologi ... 5

2.3 Klasifikasi ... 5

2.3.1 Klasifikasi Ensefalitis ... 5

2.4 Patofisiologi ... 8

2.5 Manifestasi Klinis ... 9

2.6 Pemeriksaan Penunjang ... 9

2.6.1 Diagnosis ... 10

2.6.2 Diagnosis Banding ... 12

2.7 Penatalaksanaan ... 12

2.8 Farmakologi Obat Ensefalitis ... 19

2.8.1 Obat Ensefalitis Bakteri ... 19

2.8.1.1 Golongan Sefalosporin ... 19

2.8.1.2 Golongan Aminoglikosida ... 22

2.8.1.3 Golongan Penisilin Spektrum Luas ... 23


(12)

2.8.2.1 Golongan Antiviral ... 26

2.8.3 Obat Ensealitis Parasit ... 28

2.8.3.1 Golongan Linkosamida ... 28

2.8.3.2 Kotrimoksazol ... 29

2.8.4 Obat Ensefalitis Jamur ... 31

2.8.4.1 Golongan Triazol ... 31

2.8.4.2 Golongan Polien ... 33

2.8.4.3 Mikonazol Nitrat ... 35

2.8.4.4 Fosfomisin Na ... 36

2.9 Gejala Sisa dan Komplikasi ... 38

2.10 Prognosis ... 38

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 39 3.1 Kerangka Konsep ... 39

3.2 Definisi Operasional ... 39

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 40

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

4.2 Desain Penelitian ... 40

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

4.3.1 Populasi Penelitian ... 40

4.3.2 Sampel Peneitian ... 40

4.4 Kriteria Inklusi ... 40

4.5 Pengumpulan Data ... 41

4.6 Cara Kerja ... 41

4.7 Rencana Analisa ... 41

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1 Hasil ... 43

5.1.1 Hasil Analisis Karakteristik Pasien Ensefalitis Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 43

5.1.2 Hasil Analisis Karakteristik Pasien Ensefalitis Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 44

5.1.3 Hasil Analisis Diagnosa Pasien Ensefalitis Berdasarkan Gejala Klinis di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 45

5.1.4 Hasil Analisis Pasien Ensefalitis dibedakan Berdasarkan Komplikasi atau Penyertanya diRSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 46

5.1.5 Hasil Analisis Pasien Ensefalitis Berdasarkan Jenis Komplikasi atau Penyertanya di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 46


(13)

5.1.7 Hasil Analisis Pasien Ensefalitis Berdasarkan Profil Penggunaan Obat dilihat dari Faktor Penyebab Ensefalitis di RSUP Fatmawati Periode Tahun

2012 – 2015 ... 48

5.1.8 Hasil Analisis Kondisi Pasien Ensefalitis Pada Saat Setelah Melakukan Pengobatan di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 49

5.6 Pembahasan ... 50

5.6.1 Keterbatasan Penelitian ... 50

5.6.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 50

1. Karakteristik Pasien Ensefalitis Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ... 50

2. Karakteristik Pasien Ensefalitis Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan ... 51

3. Analisis Diagnosa Penyakit Ensefalitis Berdasarkan Gejala Klinis ... 52

4. Distribusi Pasien Penderita Ensefalitis Berdasarkan Komplikasi atau Penyakit Penyertanya ... 53

5. Distribusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Jenis Komplikasi atau Penyakit Penyertanya ... 54

6. Distribusi Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penyakit Ensefalitis Berdasarkan Gejala Klinis .... 55

7. Distribusi Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penyakit Ensefalitis Berdasarkan Faktor Penyebabnya ... 56

8. Distribusi Kondisi Pasien Ensefalitis Pada Saat Setelah Melakukan Pengobatan ... 65

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

6.1 Kesimpulan ... 66

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(14)

Halaman Gambar 5.1 Grafik Pasien Penyakit Ensefalitis Berdasarkan Latar

Belakang Pendidikan Pasien ... 44 Gambar 5.2 Diagram Distribusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Jenis

Komplikasi atau Penyertanya ... 46


(15)

Halaman Tabel 2.1 Terapi Kausatif Dapat disesuaikan Dengan Etiologi

Penyebabnya ... 13

Tabel 2.2 Ikatan Asosiasi Infeksi Amerika – US Sistem Peringkat Pelayanan Kesehatan Masyarakat untuk Rekomendasi Dalam Pedoman Klinis ... 17

Tabel 2.3 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Sefalosporin ... 19

Tabel 2.4 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Aminoglikosida ... 22

Tabel 2.5 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Penisilin Spektrum Luas .... 23

Tabel 2.6 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Beta Laktam Lainnya ... 24

Tabel 2.7 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Kloramfenikol ... 25

Tabel 2.8 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Antiviral ... 26

Tabel 2.9 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Linkosamida ... 28

Tabel 2.10 Farmakologi Obat Ensefalitis Kotrimoksazol (Trimetoprim – Sulfametoksazol) ... 29

Tabel 2.11 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Triazol ... 31

Tabel 2.12 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Polien ... 33

Tabel 2.13 Farmakologi Obat Ensefalitis Mikonazol Nitrat ... 35

Tabel 2.14 Farmakologi Obat Ensefalitis Fosfomisin Na ... 36

Tabel 5.1 Distribusi Pasien Penyakit Ensefalitis Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 5.2 Distribus Gejala Klinis Pada Pasien Ensefalitis di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 45

Tabel 5.3 Distribusi Pasien Ensefalitis dibedakan Berdasarkan Komplikasi atau Penyertanya di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 46

Tabel 5.4 Distribusi Penggunaan Obat Pada Pasien Ensefalitis Berdasarkan Gejala Klinis di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 47

Tabel 5.5 Distribusi Penggunaan Obat Pada Pasien Ensefalitis Berdasarkan Faktor Penyebabnya di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 48

Tabel 5.6 Distribusi Kondisi Pasien Penyakit Ensfalitis Pada Saat Setelah Melakukan Pengobatan di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 49


(16)

Halaman Lampiran 1. Diagram Persentase Jumlah Data Rekam Medik Pasien

Ensefalitis yang Menjalani Rawat Inap Terhadap Pasien Penyakit Saraf Lainnya di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 ... 72 Lampiran 2. Diagram Distibusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Umur

di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 .. 72 Lampiran 3. Diagram Distibusi Jumlah Pasien Ensefalitis Berdasarkan

Jenis Kelamin di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 ... 73 Lampiran 4. Tabel Distibusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Latar

Belakang Pendidikan di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 ... 73 Lampiran 5. Diagram Distibusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Gejala

Klinis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 ... 74 Lampiran 6. Diagram Distibusi Jumlah Pasien Ensefalitis dibedakan

Berdasarkan Komplikasi atau Penyakit Penyertanya di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 ... 74 Lampiran 7. Diagram Distibusi Penggunaan Obat Dalam Mengatasi

Gejala Klinis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 ... 75 Lampiran 8. Diagram Distibusi Penggunaan Obat Pasien Ensefalitis

Berdasarkan Faktor Penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 ... 76 Lampiran 9. Diagram Distibusi Kondisi Pasien Penyakit Ensefalitis

Pada Saat Setelah Melakukan Pengobatan di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 ... 76 Lampiran 10. Form Pengambilan Data ... 77 Lampiran 11. Surat Izin Penelitian di RSUP Fatmawati Jakarta ... 78 Lampiran 12. Surat Keterangan Izin Penelitian di RSUP Fatmawati

Jakarta ... 79


(17)

RSUP Fatmawati : Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

VHS : Virus Herpes Simpleks

EEG : Electroencephalography

i.v : Intra Vena

i.m : Intra Muskular

Supp : Suppositoria

TB Paru : Tuberkulosis Paru

SSP : Sistem Saraf Pusat

OAINS : Obat Anti Inflamasi Non Steroid

WHO : World Health Organization


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ensefalitis adalah suatu peradangan yang menyerang otak (radang otak) disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan parasit. Ensefalitis paling sering disebabkan oleh infeksi virus. Paparan virus dapat terjadi melalui percikan saluran napas, kontaminasi makanan dan minuman, gigitan nyamuk, kutu, dan serangga lainnya serta kontak kulit.1 Ensefalitis adalah penyakit dengan onset akut, gejala dapat berkembang dengan cepat dan anak-anak yang sebelumnya sehat menjadi lemah. Selain itu, dokter bahkan mengalami kesulitan untuk mengetahui penyebab, terapi yang tepat dan prognosis.2 Penyebab Ensefalitis terbanyak di Indonesia yaitu virus Japanese Ensefalitis.

Virus Japanese Ensefalitis pertama kali dikenal pada tahun 1871 di Jepang. Diketahui menginfeksi sekitar 6000 orang pada tahun 1924, kemudian terjadi KLB besar pada tahun 1935 hampir setiap tahun terjadi KLB dari tahun 1946-1950.Virus Japanese Ensefalitis pertama di isolasi pada tahun 1934 dari jaringan otak penderita Ensefalitis yang meninggal. Penyakit ini endemik di daerah Asia, mulai dari Jepang, Filipina, Taiwan, Korea, China, Indo-China, Thailand, Malaysia, sampai ke Indonesia serta India. Diperkirakan ada 35.000 kasus Japanese Ensefalitis di Asia setiap tahun. Angka kematian berkisar 20-30%.3

Di Indonesia, kasus Japanese Ensefalitis pertama kali dilaporkan pada tahun 1960 dan pertama diisolasi dari nyamuk pada tahun 1972, didaerah Bekasi. Survai di rumah sakit Sanglah Bali pada tahun 1990-1992 atas 47 kasus Ensefalitis menemukan 19 kasus serologi positif terhadap Japanese Ensefalitis.Penelitian yang dilakukan oleh Liuet al. 2009 menyebutkan bahwa identifikasi kasus Ensefalitis dirumah sakit di Bali antara tahun 2001-2004 menemukan 163 kasus encephalitis dan 94 diantaranya secara serologis mengarah pada kasus Japanese Ensefalitis.4


(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Di Indonesia, Meningitis/Ensefalitis merupakan penyebab kematian pada semua umur dengan urutan ke-17 dengan persentase 0,8% setelah malaria. Meningitis/Ensefalitis merupakan penyakit menular pada semua umur dengan persentase 3,2%. Sedangkan proporsi Meningitis/Ensefalitis merupakan penyebab kematian bayi pada umur 29 hari-11 bulan dengan urutan ketiga yaitu dengan persentase 9,3% setelah diare 31,4% dan pneumoni 23,8%. Proporsi Meningitis/Ensefalitis penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu 8,8% dan merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans Entero Colitis (NEC) yaitu 10,7%.5

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati yang merawat pasien Ensefalitis. Dari 159 data rekam medik yang berada dipoli saraf bagian neurologi pasien yang menderita Ensefalitis berjumlah 67 pasien (42%) yang menjalani rawat inap di RSUP Fatmawati tahun 2012 – 2015. Selebihnya adalah pasien Meningitis, Ensefalopati, Paraparese, Myelitis, Meningoensefalitis dan Infeksi Intrakranial.

Dari jumlah pasien yang dirawat di RSUP Fatmawati belum diketahui bagaimana profil penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 - 2015. Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, peneliti bermaksud untuk mengetahui penggunaan obat yang diberikan pada pasien Ensefalitis di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Hal ini yang nantinya akan dibahas lebih lanjut melalui judul “Profil penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 - 2015”.

1.2 Rumusan Masalah

a. Tingkat kematian untuk Ensefalitis masih relatif tinggi disebabkan sulitnya diagnosa dan pengobatan yang lambat, sehingga tidak sedikit pasien yang kehilangan nyawa khususnya pada anak – anak.

b. Adanya komplikasi dan penyakit penyerta pada pasien penderita Ensefalitis di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Belum diketahui faktor penyebab penyakit Ensefalitis di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

d. Belum diketahui profil penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

1.3 Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana profil penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 - 2015?

1.4Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pada pasien penyakit Ensefalitis.

2. Untuk mengetahui gejala klinis yang paling banyak dialami pasien penyakit Ensefalitis di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

3. Untuk mengetahui faktor penyebab penyakit Ensefalitis di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 - 2015.

4. Untuk mengetahui penggunaan obat yang paling banyak digunakan sebagai pengobatan untuk menangani anamnesis atau gejala klinis pada pasien penyakit Ensefalitis di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

5. Untuk mengetahui profil penggunaan obat yang paling banyak digunakan pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 -2015.


(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5 Manfaat Penelitian

a. Bagi RSUP Fatmawati Jakarta

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk membuat kebijakan dalam penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai informasi bagi dokter, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya mengenai profil penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya. c. Bagi Peneliti

Peneliti dapat memperoleh ilmu pengetahuan mengenai karakteristik, penyebab terjadinya penyakit Ensefalitis dan profil penggunaan obat untuk pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya serta dapat menerapkannya di masyarakat.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Masalah penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis sangat luas, oleh karena itu pada penelitian ini peneliti membatasi masalah penelitian hanya pada profil penggunaan obat pada pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati periode tahun 2012 – 2015 dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 67 sampel yang dikumpulkan dari bulan febuari sampai dengan maret 2016.


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ensefalitis

2.1.1 Pengertian Ensefalitis

Ensefalitis menurut Mansjoer dkk adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa.6 Sedangkan, menurut Soedarmo dkk, Ensefalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat di medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh Japanese Ensefalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk.7 Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Ensefalitis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dan menularkan penyakit tersebut melalui vektor nyamuk, sehingga akan tejadi gangguan di susunan syaraf pusat.

2.2 Etiologi

Ensefalitis disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia. Penyebab yang tersering adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Ensefalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.

Berbagai jenis virus dapat menimbulkan Ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam Ensefalitis virus. Menurut Soedarmo dkk, bahwa virus Ensefalitis berkembang biak dari sel hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma seperti babi, kuda, gigitan nyamuk dan lain lain.

2.3 Klasifikasi

2.3.1 Klasifikasi Ensefalitis

Ensefalitis ini disebabkan antara lain oleh virus, bakteri, jamur, ricketsia (masuk melalui gigitan kutu), dan parasit. Kelimanya dapat diklasifikasi sebagai berikut :


(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. a. Ensefalitis Supurativa

Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : Staphylococcus aureus, Streptococcus, E. Coli dan M. Tuberculosa.

- Manifestasi klinis

Secara umum gejala berupa trias Ensefalitis : demam, kejang dan penurunan kesadaran. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.

b. Ensefalitis Sifilis

Disebabkan oleh Treponema pallidum. Gejala Ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :

1) Gejala-gejala neurologis, kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, penurunan kesadaran, sering dijumpai pupil Agryll- Robertson, nervus opticus

dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang progresif.

2) Gejala-gejala mental, timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu.

2. Ensefalitis Virus

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia : A.Virus RNA

Paramikso virus : virus yang menyebabkan parotitis, morbili

Rabdovirus : virus rabies

Tugavirus : virus rubella flavivirus (virus Ensefalitis Jepang B, virus dengue)


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Picornavirus : enterovirus (virus polio, cockscakie A dan B,

echovirus)

Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoriab. B. Virus DNA

 Herpes virus : herpes zoster - varisella, herpes simpleks, sitomegali virus, virus Epstein - barr

 Poxvirus : variola, vaksinia

 Retrovirus : AIDS

Manifestasi klinis : Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, penurunan kesadaran, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis bulbaris.

3. Ensefalitis Karena Parasit a. Malaria Serebral

Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

b. Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala- gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.

c. Amebiasis

Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan Meningo- Ensefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.


(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Sistiserkosis

Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan. 4. Ensefalitis Karena Fungus (Jamur)

Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : Candida albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan

Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah Meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

5. Riketsiosis Serebri

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian kesadaran menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.

2.4 Patofisiologi

Setelah mikroorganisme masuk ke tubuh manusia yang rentan, melalui kulit, saluran pernapasan dan saluluran cerna. Virus menuju sistem getah bening dan berkembangbiak. Virus akan menyebar melalui aliran darah dan menimbulkan viremia pertama. Melalui aliran darah virus akan menyebar ke sistem saraf pusat dan organ eksterneural. Kemudian virus dilepaskan dan masuk ke dalam peredaran darah menyebabkan viremia ke dua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi penyakit sistemik.

Setelah terjadinya viremia, vius menembus dan berkembangbiak pada endotel vaskular dengan cara endositosis. Sehingga, dapat menembus sawan otak. Setelah mencapai susunan saraf pusat virus bekembangbiak dalam sel dengan cepat pada retikulum endoplasma serta badan golgi yang menghancurkan mereka. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabilitas sel neuron, ganglia dan endotel meningkat. Sehingga cairan di luar sel masuk ke dalam dan timbullah edema sistoksik. Adanya edema dan kerusakan pada


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

susunan saraf pusat ini memberikan manifestasi berupa Ensefalitis. Dengan masa prodmoral berlangsung 1-4 hari. Area otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, hipotalamus dan korteks serebra.7

Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau

CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.

2.5 Manifestasi Klinis

Ensefalitis biasanya memperlihatkan gejala awal yang dramatis berupa delirium dan penurunan progresif kesadaran. Dapat timbul kejang dan gerakan- gerakan abnormal. Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada orang dewasa dan menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan.

Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan penurunan kesadaran.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan cairan serobrospinal - Pemeriksaan darah lengkap - Pemeriksaan feses

- Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA) - Pemeriksaan titer antibody


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- EEG - Foto thorax

- Foto roentgen kepala - CT-Scan Arteriografi7 2.6.1 Diagnosis

Diagnosis pasti untuk Ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak. Secara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi epidemiologik.

Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan :

a. Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis, keluhan, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala, fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian ke daerah endemik dan lain-lain.

b. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan.

 Gangguan kesadaran

 Hemiparesis

 Tonus otot meninggi

 Reflek patologis positif

 Reflek fiisiologis menningkat

 Klonus

 Gangguan nervus kranialis

 Ataksia

c. Pemeriksaan laboratorium 1. Pungsi lumbal

untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan memberikan respons terhadap pengobatan spesifik. Pada Ensefalitis virus umumnya


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cairan serebro spinal jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol hingga beberapa ribu tiap mili meter kubik, seringkali sel-sel polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna. Kadar protein meningkat sedang atau normal, kadar protein mencapai 360% pada Ensefalitis yang disebabkan virus herpes simplek dan 55% yang disebabkan oleh toxocara canis. Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif.

2. Darah

- Al (angka lekosit) : normal atau meninggi tergantung etiologi - Hitung jenis : normal/dominasi sel polimorfenuklear

- Kultur : 80-90 % positif d. Pemeriksaan pelengkap

• Isolasi virus

Virus terdapat hanya dalam darah pada infeksi dini. Biasanya timbul sebelum munculnya gejala. Virus diisolasi dari otak dengan inokulasi intraserebral mencit dan diidentifikasi dengan tes-tes serologik dengan antiserum yang telah diketahui.

• Serologi

Antibodi netralisasi ditemukan dalam beberapa hari setelah timbulnya penyakit. Dalam membuat diagnosis perlu untuk menentukan kenaikan titer antibodi spesifik selama infeksi diagnosis serologik menjadi sukar bila epidemi yang disebabkan oleh salah satu anggota golongan serologik terjadi pada daerah dimana anggota golongan lain endemik atau bila individu yang terkena infeksi, sebelumnya pernah terkena infeksi virus arbo yang mempunyai hubungan dekat. Dalam keadaan tersebut, diagnostik etiologik secara pasti tidak mungkin dilakukan.

• CT scan kepala

Dapat digunakan CT scan atau MRI untuk mengevaluasi derajat pembengkakan dan tempat nekrosis.


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

• EEG / Electroencephalography sering menunjukan aktivitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun, adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.

2.6.2 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk Ensefalitis meliputi kemungkinan meningitis bakterial, tumor otak, abses ekstradural, abses subdural, infiltrasi neoplasma trauma kepala pada daerah epidemik, Ensefalopati, sindrom Reye.Pada kasus Ensefalitis supurativa diagnosa bandingnya adalah neoplasma, hematoma subdural kronik, tuberkuloma dan hematoma intraserebri.8

2.7 Penatalaksanaan

Penderita baru dengan kemungkinan Ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah.

Tatalaksana yang dikerjakan sebagai berikut :

1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada Ensefalitis biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan pemberian oksigen.

3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.6 5. Pengobatan

Untuk pengobatan dapat dibagi menjadi 2 macam terapi : terapi kausatif dan terapi simptomatis.

Tabel 2.1 Terapi kausatif dapat disesuaikan dengan etiologi penyebabnya diadaptasi dari jurnal “The Management of Encephalitis : Clinical Practice Guidelines by The

Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 2008”

Penyebab Nama Rekomendasi

Virus Herpes simplex virus

Asiklovir dianjurkan (A-I)

Varicella-zoster virus

Asiklovir dianjurkan (B-III), gansiklovir dapat dijadikan alternatif (C-III); Ajuvan kortikosteroid

dapat juga dijadikan alternatif (C-III)

Cytomegalovirus Kombinasi gansiklovir ditambah foscarnet dianjurkan (B-III), sidofovir tidak dianjurkan,

karena kemampuannya untuk menembus penghalang darah-otak sangat buruk

Epstein-Barr Asiklovir tidak dianjurkan. Penggunaan kortikosteroid mungkin bermanfaat (C-III), tetapi

potensi risiko harus dipertimbangkan

Human Herpesvirus 6

Gansiklovir atau foscarnet harus digunakan pada pasien immunocompromised (B-III). Penggunaan

agen ini pada pasien imunokompeten dapat dijadikan alternatif (CIII), tetapi tidak ada data


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta B virus Valacyclovir direkomendasikan (B-III), agen

alternative gansiklovir (B-III) dan asiklovir (C-III)

Virus Influenza Oseltamivir dapat dipertimbangkan (C-III)

Virus Campak Ribavirin dapat dipertimbangkan (C-III); intratekal ribavirin dapat dipertimbangkan pada

pasien dengan sub-akut sclerosing panencephalitis (C-III)

Virus Nipah Ribavirin dapat dipertimbangkan (C-III)

West Nile Virus Ribavirin tidak dianjurkan

Virus ensefalitis Jepang

IFN-a tidak direkomendasikan

St. Louis ensefalitis virus

IFN-2a dapat dipetimbangkan (C-III).

HIV ART dianjurkan (A-II)

JC virus Pembalikan imunosupresi (A-III) atau ART pada pasien yang terinfeksi HIV (A-II) sangat

direkomendasikan Bakteri Bartonella

bacilliformis

Kloramfenikol, siprofloksasin, doxycycline, ampisilin, atau trimetoprim-sulfametoksazol

dianjurkan (B-III)

Bartonella henselae

Doxycycline atau azitromisin, dengan atau tanpa rifampisin, dapat dipertimbangkan (C-III)

Listeria monocytogenes

Ampisilin ditambah Gentamisin direkomendasikan (A-III); trimetoprim-sulfametoksazol merupakan alternative pada

pasien alergi penisilin (A-III)

Mycoplasma pneumoniae

Terapi antimikroba (azitromisin, doxycycline, atau fluorokuinolon) dapat dipertimbangkan


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tropheryma

whipplei

Seftriakson, diikuti dengan baik trimetoprim-sulfametoksazol atau sefiksim, dianjurkan (B-III) Mycobacteria Mycobacterium

tuberculosis

Terapi 4-obat anti-tuberkulosis harus dimulai (A-III), deksametason ajuvan harus ditambahkan

pada pasien dengan meningitis (B-I) Rickettsioses

dan ehrlichiosis

Anaplasma phagocytophilum

Doxycycline dianjurkan (A-III)

Ehrlichia chaffeensis

Doxycycline dianjurkan (A-II)

Rickettsia rickettsii

Doxycycline dianjurkan (A-II), kloramfenikol dapat dipetimbangkan sebagai alternatif dalam memilih skenario klinis, seperti kehamilan (C-III)

Coxiella burnetii Doxycycline ditambah fluorokuinolon dan rifampisin dianjurkan (B-III). Spirochetes Borrelia

burgdorferi

Seftriakson, sefotaksim, atau penisilin G dianjurkan (B-II)

Treponema pallidum

penisilin G dianjurkan (A-II), seftriakson merupakan alternatif (B-III) Jamur Coccidioides

spesies

Flukonazol dianjurkan (AII), alternative yaitu itrakonazol (B-II), vorikonazol (B-III), dan amfoterisin B (intravena dan intratekal) (C-III).

Cryptococcus neoformans

Pengobatan awal dengan amfoterisin deoxycholate B ditambah flucytosine (A-I) atau

formulasi lipid amfoterisin B ditambah flucytosine (A-II) direkomendasikan

Histoplasma capsulatum

Amfoterisin B liposomal diikuti oleh itrakonazol dianjurkan (B-III)

Protozoa Acanthamoeba Trimetoprim-sulfametoksazol ditambah rifampisin ditambah ketokonazol (C-III) atau


(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

flukonazol ditambah sulfadiazine ditambah pirimetamin (C-III) dapat dipertimbangkan

Balamuthia mandrillaris

Pentamidin, dikombinasikan dengan macrolide (azitromisin atau klaritromisin), flukonazol,

sulfadiazin, flusitosin, dan fenotiazin dapat dipertimbangkan (C-III)

Naegleria fowleri Amfoterisin B (intravena dan intratekal) dan rifampisin, dikombinasikan dengan agen lain,

dapat dipertimbangkan (C-III).

Plasmodium falciparum

Kina, quinidine, atau artemeter dianjurkan (A-III), atovakuon-proguanil adalah alternatif (B-III), transfusi tukar direkomendasikan untuk pasien dengan 110% parasitemia atau malaria serebral (B-III) kortikosteroid tidak dianjurkan

Toxoplasma gondii

Pirimetamin lebih baik ditambah sulfadiazin atau klindamisin sangat dianjurkan (A-I), Sulfametoksazol trimethoprim (B-I) dan pirimetamin lebih baik ditambah atovakuon, klaritromisin, azitromisin, atau dapson (B-III)

alternatif

Trypanosoma brucei gambiense

Eflornithine dianjurkan (A-II), melarsoprol merupakan alternatif (A-II)

Trypanosoma

brucei rhodesiense Melarsoprol dianjurkan (A-II)

Cacing Baylisascaris procyonis

Albendazole ditambah diethycarbamazine dapat dipertimbangkan (C-III), kortikosteroid adjunctive juga harus dipertimbangkan (B-III).

Spesies Gnathostoma

Albendazole (B-III) atau ivermectin (B-III) dianjurkan


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Taenia solium Perlu pengobatan harus individual, albendazole

dan kortikosteroid direkomendasikan (BIII), praziquantel dapat dipertimbangkan sebagai alternatif (C-II). Postinfectious atau status post

vaccination Akut

disebarluaskan Encephalomyelitis

kortikosteroid dosis tinggi direkomendasikan (B-III); alternatif termasuk pertukaran plasma (B-III)

dan imunoglobulin intravena (CIII)9 Tabel 2.2 Ikatan asosiasi infeksi Amerika – US sistem peringkat pelayanan

kesehatan masyarakat untuk rekomendasi dalam pedoman klinis

Kategori, Tingkatan / kelas Definisi

A Bukti bagus dalam mendukung sebuah rekomendasi untuk digunakan

B Bukti sedang dalam mendukung sebuah

rekomendasi untuk digunakan

C Bukti kurang untuk mendukung sebuah

rekomendasi Kualitas bukti

I Bukti ≥1 random, percobaan terkontrol

II Bukti ≥1 percobaan klinik dirancang dengan baik,

tanpa random, dari kohort atau kasus terkontrol studi analisis (lebih dari 1 pusat) dari kelipatan time-series atau dari hasil eksperimen yang tidak

terkontrol.

III Bukti dari pendapat otoritas yang dihormati, berdasarkan eksperimen klinis dan studi deskriptif Catatan. Adaptasi dari Kanada periodik untuk pemeriksaan secara berskala


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengobatan simptomatis dapat berupa : 1. Oksigen

2. Nutrisi baik enteral maupun parenteral

3. Analgetik dan antipiretik : parasetamol 10 mg/kgBB/dosis

4. Antikonvulsi : Diazepam supp 0,5-0,75 mg/kgBB/dosis atau iv 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis saat kejang. Kemudian apabila tidak berhenti dapat diberikan loading Fenitoin 15-20 mg/kgBB dan Fenitoin maintenance 6-8 mg/kgBB/hari.

6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh 7. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.

8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk mengantisipasi kebutuhan pernapasan buatan. Perawatannya, yaitu mata : cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC atau salep antibiotika. Cegah decubitus dengan merubah posisi penderita tiap 2 jam. Penderita dengan gangguan menelan dan akumulasi sekret lakukan postural drainage dan aspirasi mekanis.7


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8 Farmakologi Obat Ensefalitis

2.8.1 Obat Ensefalitis Bakteri

2.8.1.1 Golongan Sefalosporin

No Nama Obat Farmakodinamik Farmakokinetik

Sefalosporin termasuk antibiotik betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sistesis dinding sel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif dan gram negatif, tapi spektrum

antimikroba masing – masing derivate bervariasi.

Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin seperti sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan parenteral. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara i.v karena menimbulkan iritasi pada pemberian i.m. Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya moksalaktam, sefotaksim, seftizoksim dan seftriakson mencapai kadar tinggi dalam cairan Serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Farmakologi sefalosporin mirip dengan penisilin, ekskresi terutama melalui ginjal dan dapat dihambat oleh probenesid.

1 Sefotaksim Indikasi :

Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profilaksis pada pembedahan, Epiglotitis karena hemofilus.

ESO :

Diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik (keduanya karena penggunaan dosis tinggi) mual dan muntah. Rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, demam dan atralgia, anafilaksis, eritema, multiforme,


(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

nekrolisis epidermal toksis. Gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan icterus kolestatis Gangguan darah : eosinophilia, trombositopenia, leukopenia, agranulositosis, anemia aplastic, anemia hemolitik, nefritis interstisial reversible, gangguan tidur, hiperaktivitas, bingung, hypertonia dan pusing.

Dosis :

Pemberian injeksi i.m , iv atau infus : 1 gr tiap 12 jam, dapat ditingkatan sampai 12 gr per hari dalam 3-4 kali pemberian (dosis diatas 6 gr/hari diperlukan untuk infeksi pseudomonas). Neonatus : 50 mg/kg/hari dalam 2-4 kali pemberian.

Pada infeksi berat dapat ditingkatkan 150-200 mg/kg/hari.

Anak : 100-500 mg/kg/hari dalam 2-4 kali pemberian (pada infeksi berat dapat ditingkatkan menjadi 200 m/kg/hari).

Gonore : 1gr dosis tunggal.10 2 Seftriakson Indikasi :

Untuk infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis. ESO :

Garam kalsium seftriakson kadang –kadang menimbulkan

presipitasi dikandung empedu. Tapi biasanya menghilang bila obat dihentikan.

Dosis :

Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Pemberian secara injeksi intramuskuler dalam bolus intravena atau infus 1gr dalam dosis tunggal.

Dosis lebih dari 1gr harus diberikan 2x atau lebih.

Anak diatas 6 minggu : 20 – 50 mg/kg/hari, dapat naik sampai 80 mg/kg/hari. Diberikan dalam dosis tunggal, bila lebih dari 50 mg/kg, hanya diberikan secara infus intravena.

Gonore tanpa komplikasi : 250 mg dosis tunggal. Profilaksis bedah : 1gr dosis tunggal. Profilaksis bedah kolorektal.11


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.3 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Sefalosporin 3 Sefuroksim Indikasi :

Profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadap bakteri gram negatif. Lebih tahan terhadap penisilinase dan memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap H. Influenzae dan N. Gonorrhoaea. ESO : Lihat Sefotaksim

Dosis :

Oral : untuk sebagian besar kasus termasuk infeksi saluran nafas atas dan bawah : 250mg 2x sehari. Untuk kasus berat, dapat ditingkatkan 2x lipat.

Parenteral : Injeksi i.m, bolus iv atau infus : 750mg tiap 6-8 jam, pada infeksi berat : 1,5gr tiap 6-8 jam. Pemberian lebih dari 750mg hanya boleh sacara iv.

Anak : 30-100 mg/kg/hari (rata-rata 60 mg/kg/hari) dibagi dalam 3-4 dosis. Injeksi i.v : tiap 8 jam anak : 200-23-40 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis diturunkan menjadi 100mg/kg/hari atau setelah adanya perbaikan klinis.

Neonates : 100 mg/kg/hari kemudian diturunkan menjadi 50mg/kg/hari.10

4 Seftazidim Indikasi :

Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profilaksis pada pembedahan, Epiglotitis karena hemofilus.

ESO : Lihat Sefotaksim Dosis :

Pemberian injeksi i.m dalam i.v atau infus : 1gr tiap 8 jam, 2gr tiap 12 jam. Pada infeksi berat : 2 gram tiap 8-12 jam, pemberian lebih dari 1gr hanya secara i.v. Usia lanjut : dosis maksimum 3 gr/hari. Bayi sampai 2 bulan : 25-60 mg/kg/hari dalam 2x pemberian. Diatas 2 bulan : 30-100 mg/kg/hari dibagi 2-3 kali pemberian. Pada meningitis atau imonodefisiensi : maksimum 6 gr/hari dibagi 3x pemberian.11


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.1.2 Golongan Aminoglikosida

Nama Obat Farmakodinamik Farmakokinetik

Aminoglikosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteria gram positif dan gram negatif. Amikasin, gentamisin dan tobramisin juga aktif terhadap

Pseudomonas aeruginosa. Streptomosin aktif terhadap Mycobacterium

tuberculosis dan penggunaanya sekarang hampir terbatas untuk tuberkulosa.

Aminoglikosida tidak diserap melalui saluran cerna, sehingga harus diberikan secara parenteral. Ekskresi terutama melalui ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi akumulasi.

Gentamisin Indikasi :

Pneumonia, kolesistisis, peritonitis, septikemia, pyelonefritis, infeksi kulit, inflamasi pada tulang panggul, endokarditis, meningitis, listeriosis, tularaemia, brucellosis, pes, pencegahan infeksi setelah pembedahan. ESO :

Gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas, hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang, koalitis karena antibiotik.

Dosis :

Injeksi i.m, i.v lambat atau infus : 2-5 mg/kg/hari (dalam dosis terbagi tiap 8 jam). Sesuaikan dosis pada gangguan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma.

Anak dibawah 2 minggu : 3 mg/kg tiap 12 jam : 2 minggu – 2 bulan : 2 mg/kg tiap 8 jam. Injeksi intratekal : 1 mg/hari, dapat dinaikkan sampai 5 mg/hari disertai pemberian i.m 2-4 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 8 jam. Profilaksis endocarditis pada dewasa : 120mg.

Anak dibawah 5th : 2mg/kg.

Note : kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 10 mg/liter dan kadar lembah (trough) tidak boleh lebih dari 2 mg/liter.11

Amikasin Indikasi :


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ESO :

Gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas, hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang, koalitis karena antibiotik.

Dosis :

Injeksi i.m, i.v lambat atau infus : 2-5 mg/kg/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.

Note : kadar puncak 91 jam tidak boleh lebih dari 30 mg/liter dan kadar lembah tidak boleh lebih dar 10 mg/liter dan kadar lembah tidak boleh lebih dari 10 mg/liter

Tabel 2.4 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Aminoglikosida 2.8.1.3 Golongan Penisilin Spektrum Luas

Nama Obat Farmakodinamik Farmakokinetik

Ampisilin Mekanisme Kerja :

Menghambat sintesa dinding bakteri melalui penghambatan tahap akhir sintesa peptidoglikan dinding protein bakteri.

Indikasi :

Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis, kronis,

salmonellosis invasi, gonore ESO :

Mual, diare, ruam, kadang – kadang terjadi colitis karena antibodi Dosis :

Oral : 0,25 – 1 gram tiap 6 jam diberikan 30 mnt sebelum makan untuk gonore : 2 - 3 – 5 gr dosis tunggal, ditambah 1 gr probenesid. Infeksi saluran kemih : 500 mg tiap 8 jam, Infeksi intramuscular,

Ampisilin dapat diberikan per oral, tapi yang diabsorpsi tidak lebih dari separuhnya. Absopsi lebih rendah lagi bila ada makanan dalam lambung. Ampisilin yang masuk ke dalam empedu mengalami sirkulasi enterohepatik, tetapi yang diekskresi bersama tinja

jumlahnya cukup tinggi. Penetrasi ke CSS dapat mencapai kadar yang efektif pada keadaan peradangan meningen.

Ampisilin disekresi ke dalam sputum sekitar 10% kadar serum. Pada bayi prematur dan neonatus, pemberian ampisilin

menghasilkan kadar dalam darah yang lebih tinggi dan bertahan


(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

intravena atau infus : 500 mg tiap 4

– 6 jam. Anak dibawah 10 th : setengah dosis dewasa.

lebih lama dalam darah.10 Tabel 2.5 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Penisilin spektrum luas 2.8.1.4 Golongan Beta Laktam Lainnya

Nama Obat Farmakodinamik

Meropenem Meropenem merupakan antibiotik dengan spektrum luas mencakup kuman gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob. Lebih tahan terhadap enzim diginjal sehingga dapat diberikan tanpa silastatin.

Indikasi :

Infeksi berat oleh kuman gram negatif yang resisten terhadap antibiotik turunan penisilin dan sefalosporin generasi ketiga serta resisten terhadap bakteri yang memproduksi extended spectrum beta lactamase (ESBL)

ESO :

Mual, muntah, diare, ruam kulit, kejang, hipotensi Dosis :

Infeksi standar

IV : 20 mg/kgBB/dosis Infeksi berat

IV : 40 mg/kgBB/dosis pada meningitis yang disebabkan Pseusomonas sp.12


(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.1.5 Kloramfenikol

Nama Obat Farmakologi

Farmakodinamik Farmakokinetik

Kloramfenikol Mekanisme Kerja :

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Indikasi :

Untuk infeksi berat akibat H. Influenzae, demam tiroid, meningitis dan abses otak, bacteremia, dan infeksi berat lainnya. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang peka seperti riketsia, klamidia, mikoplasma, dan beberapa strain kuman gram positif dan gram negatif. ESO :

Kelainan darah yang reversible dan ireversibel seperti anemia aplastic (dpt berlanjut mnjadi leukemia), neuritis, periper, neutitis optic, eritma multirorme, mual, muntah, diare, stomatitis, glositis, hemoglobinuria nocturnal.

Dosis :

Oral, injeksi i.v atau infus : 50mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis (pada infeksi berat seperti septikemia dan infeksi SSP dosis digandakan dan segera diturunkan apabila terjadi perbaikan). Anak : 50-100

mg/kg/hari dalam dosis terbagi. Bayi dibawah 2 mnggu : 25 mg/kg/hari (dibagi dlm 4 dosis) 2 mggu – 1 th : 50 mg/kg/hari (dibagi 4 dosis)

Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata. Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam glukuronat oleh enzim glukuronil transferase. Oleh karena itu waktu paruh kloramfenikol memanjang pada pasien gangguan faal hati. Dari seluruh kloramfenikol yang diekskresi melalui urin, hanya 5-10% dalam bentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui fitrat glomerulus sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus.10


(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.2 Obat Ensefalitis Virus

2.8.2.1 Golongan Antiviral

Nama Obat Farmakologi

Farmakodinamik Farmakokinetik

Asiklovir Mekanisme Kerja :

Asiklovir diubah menjadi asiklovir monofosfat oleh virus spesifik thymidine kinase dan kemudian diubah menjadi asiklovir trifosfat oleh enzim sel lainnya. Asiklovir trifosfat menghambat sintesa DNA dan replikasi virus dengan cara berkompetisi dengan deoxyguanosine triphosphate DNA polymerase virus dan bergabung ke DNA virus.

Indikasi :

Herpes Simpleks dan Varisella Zoster. ESO :

Ruam kulit, gangguan saluran cerna, peningkatan bilirubin dan enzim hati, peningkatan ureum dan kreatin, sakit kepala, gangguan neurologis, gangguan darah, lesu. Pada pemberian i.v dapat terjadi inflamasi lokal yang berat (kadang-kadang menimbulkan ulkus) bingun, halusinasi, agitaso, tremor, somnolen, psikosis, konvulsi dan koma.

Dosis :

Oral : Pengobatan herpes simpleks : 200mg (400mg pada immunosompromised atau bila ada gangguan absopsi) 5x sehari selama 5hr. anak dibawah 2th setengah

Absopsi : oral : 15-30%. Distribusi Vd 0,8 L/kg 63,6 L) terdistribusi luas misalnya ke otak, ginjal, paru, hati, limpa, otot, uterus, vagina dan CSS. Ikatan protein 9-33%.

Metabolisme diubah oleh enzim virus menjadi asiklovir monofosfat dan kemudian oleh enzim sel menjadi difosfat dan akhirnya trifosfat sebagai bentuk aktif.

Bioavaibilitas : oral : 10-20% pd fungsi ginjal normal, bioavaibilitas menurun dengan peningkatan dosis. Waktu paruh : terminal neonates 4jam, anak-anak 1-12th 2-3jam, dewasa : 3jam. Waktu untuk mencapai kadar puncak diserum oral : 1,5-2jam. Ekskresi urin : 62-90% sebagai bentuk utuh dan metabolit.10


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dosis dewasa. Diatas 2 th berikan dosis dewasa.

Pencegahan herpes simpleks kambuhan : 200mg 4x sehari atau 400mg 2x atau 3x sehari dan interupsi setiap 6-12bln.

Profilaksis herpes simpleks pada immunocopromised 200-400 4x sehari. Anak dibawah 2th dosis dewasa.

Pengobatan varisela dan herpes zoster

800mg 5x sehari selama 7hr. anak varisela : 20 mg/kg (maks. 800mg) 4x sehari selama 5hr. dibawah 2th : 200mg 4x sehari, 2-5th : 400mg 4x sehari. Diatas 6th : 800mg 4x sehari.

Infus i.v (selama 1 jam) : pengobatan

herpes simpleks pada imunocompromised, herpes genital berat awal dan varicella zoster : 5 mg/kg setiap 8 jam biasanya untuk 5hr, dosis digandakan 10mg/kg setiap 8 jam untuk varicella zoster pada

imunocompromised dan pada Ensefalitis simpleks (bayi – 3 bulan, 10mg/kg tiap 8 jam biasanya 10hr pada ensefalitis). Anak 3bln – 12thherpes simpleks dan

varicella zoster : 250mg setiap 8 jam biasanya 5hr. dosis digandakan 500mg untuk varicella zoster pada

immunocompromised dan Ensefalitis simpleks ( biasanya diberikan 10hr pd Ensefalitis).12


(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.3 Obat Ensefalitis Parasit

2.8.3.1 Golongan Linkosamida

Nama Obat Farmakodinamik Farmakokinetik

Klindamisin Klindamisin adalah obat pelengkap (komplemen) bila penisilin tidak dapat diberikan. Klindamisin bersifat bakteriostatik yang aktif terhadap aerob gram-positif dan spektrum anaerob yang luas. Penggunaannya terbatas karena efek samping kolitis sering terjadi dan dapat berakibat fatal. Paling umum terjadi pada wanita selama atau setelah pengobatan dengan klindamisin.

Mekanisme Kerja :

Berikatan dengan ribosom 50s dan menekan sintesis protein.

Indikasi :

Infeksi stafilokokus pada sendi dan tulang seperti osteomielitis peritonitis, profilaksis endokarditis. ESO :

Diare (hentikan pengobatan), sakit perut, mual, muntah, kolitis karena antibiotik, ruam, ikterus, gangguan fungsi hati, netropenia, eosinofilia, agranulositosis dan trombositopenia nyeri, indurasi dan abses flebitis setelah suntikan intra vena. Dosis :

Osteomielitis dan peritonitis : Oral, 3 – 6 mg/kgBB setiap 6 jam. Injeksi IM dalam atau infus IV. Neonatus : 15 – 20 mg/kgBB/hari; > 1 bulan: 15-40 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis terbagi. Infeksi berat minimal 300 mg perhari, tanpa mempertimbangkan berat badan.12

Klindamisin oral bioavaibilitasnya 90%, jumlah serum puncak 2,5, ikatan protein ~90%, T1/2 2,4-3 jam, eliminasi hepatik >90 bentuk tidak berubah di urin. Secara IM jumlah serum puncak 6-9, dan secara IV jumlah serum puncak 7-14.


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.3.2 Kotrimoksazol (Trimetoprim – Sulfametoksazol)

Nama Obat Farmakodinamik Farmakokinetik

Kotrimoksazol (Trimetoprim Sulfametoksazol)

Mekanisme kerja obat :

Sulfametoksazol menghambat sintesis asam dihidrofolat bakteri berkompetisi dengan asam para amiobenzoat. Trimetoprim menghambat produksi asam tetrahidrofolat dengan

menghambat enzim dihidrofolat reduktase.

Indikasi :

Infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas (bronkitis, pneumonia, infeksi pada fibrosis sistik), melioidosis, listeriosis, brucellosis, otitis media, infeksi kulit, pneumonia Pneumocystis jiroveci.

Kontraindikasi :

Hipersensitif terhadap sulfonamid atau trimetoprim, porfiria.

ESO :

Mual, muntah, ruam (termasuk sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik, fotosensitivitas) hentikan obat dengan segera. Gangguan darah (neutropenia, trombositopenia, agranulositosis dan purpura) hentikan obat dengan segera. Reaksi alergi, diare, stoatitis, glositis, anoreksia, artralgia, mialgia.

Kerusakan hati seperti ikterus dan

Trimetoprm-sulfametoksazol diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral. Sekitar 44% trimetoprim dan 70% sulfametoksazol terikat dengan protein. Waktu paruh dengan pemberian oral, trimetoprim adalah 8-11 jam dan

sulfametoksazol adalah 10-12 jam. Trimetoprim dimetabolisme menjadi bentuk yang lebih kecil dan sulfametosazol mengalami

biotransformasi menjadi senyawa tidak aktif.


(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

nekrosis hati, pankreatitis, kolitis terkait antibiotik, eosinofilia, batuk, nafas singkat, infiltrat paru, meningitis aseptik, sakit kepala, depresi, konvulsi, ataksia, tinitus. Anemia megaloblastik karena trimetroprim, ganguan

elektrolit, kristaluria, gangguan ginjal termasuk nefritis interstisialis.

Dosis :

Pengobatan pneumonia

Oral atau infus IV : Sulfametoksazol hingga 100 mg/kgBB/hari +

trimetoprim

hingga 20 mg/kgBB/hari dalam 2-4 dosis terbagi selama 14-21 hari. Profilaksis pneumonia Oral : Sulfametoksazol 25 mg/kgBB + trimetoprim 5 mg/kgBB dalam 2 dosis terbagi selang sehari (3 kali seminggu) Pemberian Oral :

Dapat diberikan dengan air pada keadaan perut kosong. Parenteral : Infus IV dalam 60-90 menit, harus diencerkan 1:25. Pada pasien dengan restriksi cairan yang ketat,

pengenceran 1:15 atau 1:10.10


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.4 Obat Ensefalitis Jamur

2.8.4.1 Golongan Triazol

Nama Obat Farmaodinamik Farmakokinetik

Flukonazol Mekanisme Kerja :

Mempengaruhi aktifitas Cytochrome P450, menurunkan sintesa ergosterol (sterol utama pada membran sel jamur) dan menghambat pembentukkan membran sel.

Indikasi :

Kandidiasis vulvovaginitis, esofagus, orofaring dan infeksi kandida sistemik

Formularium Anak

Meningitis akibat Cryptococcus neoformans, terapi blastomikosis, koksidioidomikosis, histoplasmosis. Infeksi jamur superfisial, dermatofitosis, dan onikomikosis. Profilaksis infeksi jamur berat pada pasien dengan HIV dan pasien imunokompromais lainnya. Umumnya digunakan untuk mengatasi infeksi jamur sistemik pada pasien yang tidak respons terhadap amfoterisin B.

ESO :

Nause, sakit perut, kadang kembung, gangguan enzim hati, kadang-kadang ruam (hentikan obat atau awasi secara ketat), angioudem,

anafilaksis, lesi bulosa, nekrolisis epidermal toksik, sindrom Stevens-Johnsons, pada pasien AIDS pernah dilaporkan reaksi kulit yang hebat.

Dosis :

Berkisar 3-12 mg/kgBB/hari, dosis melebihi

Distribusi keseluruhan tuuh, menembus dengan baik CSS, mata, cairan peritoneal, dahak, kulit, dan urin. Difusi relatif dari darah ke CSS adekuat dengan atau tanpa inflamasi. Ikatan protein plasma 11-12%.

Bioavailabilitas oral >90%. Waktu paruh eliminasi pada fungsi ginjal normal sekitar 30 jam. Waktu untuk mencapai puncak di serum lewat oral 1-2 jam. Ekskresi lewat urin (80% dalam bentuk utuh).


(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

600 mg/hari tidak dianjurkan.

Meningitis /septikemia karena kandida

Bayi < 3 bulan : 5-6 mg/kgBB/hari, oral atau IV drip 1 jam. Kriptokokus Inisial 12

mg/kgBB/hari pada hari pertama, selanjutnya 6 mg/kgBB/hari sekali sehari.

Kandidiasis orofaring dan esofagus

6 mg/kgBB hari pertama, dilanjutkan dengan 3 mg/kgBB sehari. Dosis untuk kandidiasis dapat dinaikkan sampai 12 mg/kgBB/hari jika

diperlukan, tergantung respons dan kondisi pasien. Dosis untuk kandidiasis orofaring perlu dilanjutkan sampai minimum 2 minggu untuk mengurangi relaps. Dosis untuk

kandidiasis esofagus perlu dilanjutkan sampai minimum 3 minggu dan paling sedikit 2 minggu setelah gejala hilang.

Kandidiasis sistemik Dosis 6-12 mg/kgBB/hari Profilaksis primer

Kriptokokosis pada bayi dengan HIV dan anak dengan gangguan imunosupresi berat 3-6 mg/kgBB/ hari sekali sehari.

Profilaksis jangka panjang

untuk rekurensi kandidiasis mukokutaneus (orofaring atau esofagus) atau kriptokokosis pasien bayi dan anak dengan HIV : 3-6 mg/kgBB sekali sehari.

Untuk profilaksis koksidioidomikosis digunakan 6 mg/kgBB sekali sehari.


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.4.2 Golongan Polien

Nama Obat Farmakodinamik Farmakokinetik

Amfoterisin B Mekanisme Kerja :

Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur, sehingga membran bocor terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel. Bakteri, vius dan riketsia tidak dipengaruhi oleh antibiotik ini karena jasad renik ini tidak mempunyai gugus sterol pada membran selnya. Pengikatan kolesterol pada membran sel hewan dan manusia oleh antibiotik ini diduga sebagai salah satu penyebab efek toksiknya. Aktifitas anti jamur nyata pada pH 6,0-7,5 berkurang pada pH yang lebih rendah. Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi dari

Streptomycin nodosus, 98% campuran ini terdiri dari Amfoterisin B yang mempunyai aktivitas anti jamur. Merupakan antibiotik polien yang bersifat basa amfoter lemah, yang menyerang sel jamur yang sedang tumbuh dan sel matang. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung dari dosis dan sesitivitas jamur yang dipengaruhi.

Amfoterisin B sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Suntikan IV dengan dosis 0,6 mg/kgBB/hari akan

memberikan kadar antara

0,3-1 μg/ml. Waktu paruh obat ini

kira-kira 24-48 jam pada dosis awal yang diikutioleh eliminasi fase kedua dengan waktu paruh kira-kira 15hr, sehingga kadar mantapnya (Steady state concentration) baru akan tercapai setelah beberapa bulan pemberian. Penyebaran ke jaringan dan biotransformasi obat belum diketahui seluruhnya. Kira-kira 95% obat amfoterisin B beredar dalam plasma terikat pada lipoprotein. Kadar amfoterisin B dalam cairan pleura, peritoneal, sinovial dan kuosa yang mengalami peradangan hanya kira-kira 2/3 dari kadar sebagian kecil mencapai CSS, humor vitreus cairan amnion. Ekskresi obat ini melalui ginjal berlangsung lambat sekali, hanya 30% dari


(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Indikasi :

Digunakan untuk infeksi jamur

sistemik dan aktif pada sebagian jamur dan ragi. Kandidas intestinal.

ESO :

Bila diberikan secara parenteral, anoreksia, nausea, muntah, diare, sakit perut, demam, sakit kepala, sakit otot dan sendi, anemia, gangguan fungsi ginjal (termasuk hypokalemia dan hipomagnesemia) dan toksisitas ginjal, toksisitas kardiovaskuler (termasuk aritmia), gangguan darah dan

neurologis (kehilangan pendengaran, diplopa, kejang, neuropati, perife), gangguan fungsi hati (hentikan terbuka), ruam, reaksi anafilaksis. Dosis :

Oral : untuk kandidas intestinal 100-200mg tiap 6 jam, injeksi i.v : infeksi jamur sintematik, dosis percobaan 1mg selama 20-30mnt dilanjutkan

dengan β50 μg/kg/hr, pelan-pelan dinaikkan sampai 1 mg/kg/hr, maksimum 1,5 mg/kg/hr atau selang sehari.10

jumlah yan diberikan pada 24 jam sebelumnya ditemukan dalam urine.


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.4.3 Mikonazol Nitrat

Nama Obat Farmakodinamik

Mikonazol Nitrat Indikasi :

Topikal untuk terapi tinea pedis, tinea kruris, dan tinea korporis yang disebabkan oleh T. mentagrophytes, T. Rubrum atau Epidermophyton floccosum Terapi pityriasis versicolor yang disebabkan oleh Malassezia

furfur, serta untuk terapi kandidiasis kutaneus (moniliasis). ESO :

Iritasi, rasa terbakar kadang-kadang terjadi. Dermatitis kontak dilaporkan terjadi pada pemakaian derivat imidazol, reaksi sensitivitas silang dapat terjadi pada derivat imidazol (misalnya klotrimazol, mikonazol, ekonazol, oksikonazol, tiokodazol, sulkonazol).

Dosis :

Pityriasis versicolor: 1 x/hari. Kandidiasis kutan : 2 kali/hari. Untuk kandidiasis kutan dan tinea kruris/korporis perlu dipakai selama 2 minggu, dan tinea pedis selama 1 bulan. Jika perbaikan klinis tidak terlihat setelah penggunaan 1 bulan maka diagnosis perlu dievaluasi kembali.

Note. Mikonazol nitrat topikal tidak boleh digunakan pada anak < 2 tahun kecuali atas perintah dan supervisi dokter. Penggunaan obat ini pada anak 2-11

tahun perlu diawasi oleh orang dewasa. Jika terjadi iritasi atau kulit pasien tidak membaik dalam 2 minggu untuk tinea kruris atau 4 minggu untuk tinea pedis atau korporis, obat harus

dihentikan dan pasien perlu diperiksa dokter.12 Tabel 2.13 Farmakologi Obat Ensefalitis Anti Jamur Mikonazol Nitrat


(53)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.4.4 Fosfomisin Na

Nama Obat Farmakodinamik Farmakokinetik

Fosfomisin Na Indikasi :

Pencegahan infeksi pd pembedahan abdomen.

Dosis :

Dws 2-4 g. Anak 100-200 mg/kgBB. Keduanya dengan drip infus IV terbagi dlm 2 dosis. Inj IV Sama dg drip infus IV, tetapi diberikan terbagi dlm 2-4 dosis.

ESO :

Hati: SGOT, SGPT dan ALP, LDH, -GPT dan bilirubin dapat meningkat. Ginjal: Proteinuria dan kelainan pada tes Fishberg mengembangkan dalam kasus yang jarang, dan kadang-kadang nilai BUN tinggi dan edema dapat berkembang. Organ pernapasan: Batuk dan serangan asma dapat

mengembangkan pada kesempatan langka. sakit kepala dan perasaan mati rasa dari bibir setelah penggunaan Fosmicin. Selain itu, dalam kasus pemberian dosis besar, kejang. Gangguan hematologi: Pada kesempatan langka, agranulositosis dapat berkembang, dan anemia, eosinofilia, granulositopenia dan trombositopenia.

Pencernaan: Stomatitis, mual, muntah,

Penyerapan dan Ekskresi: konsentrasi darah puncak rata-rata 157,3 mcg / mL dicapai pada saat

penyelesaian infus. Ini secara bertahap menurun setelahnya, mendekati tingkat 2,6 mcg / mL pada 12 jam setelah infus. Serum paruh adalah 1,8 jam. Tingkat pemulihan kemih adalah 96% dari rata-rata dalam 2 jam pertama.

Berdifusi efisien untuk organ dan jaringan dan

diekskresikan dalam urin dalam bentuk tidak berubah aktif.

Konsentrasi jaringan : Pada pasien dengan infeksi saluran pernapasan, IV injeksi 1 g menghasilkan konsentrasi sputum rata-rata 7 mcg / mL selama 3 jam pertama setelah injeksi.

Distribusi ke cairan

cerebrospinal diamati pada pasien dengan meningitis setelah injeksi IV atau terus-menerus infus IV drip.


(54)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sakit perut, diare dan anoreksia kadang-kadang berkembang.

Kulit: Letusan, urtikaria, eritema dan gatal jarang mengembangkan. Injection Site: Flebitis berkembang pada kesempatan langka dan angialgia sesekali dapat terjadi.

Lainnya: Ada kejadian sakit kepala kusam, mulut kering, vertigo dan ketidaknyamanan dada dan kadang-kadang, pasien mungkin mengalami perasaan tekanan pada dada.13

Toksikologi: Toksisitas akut: LD50 natrium fosfomycin (FOM-Na)


(55)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.9 Gejala Sisa dan Komplikasi

Gejala sisa maupun komplikasi karena Ensefalitis dapat melibatkan susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran, sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap.

Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi. Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat. Komplikasi yang terjadi pada Ensefalitis adalah : pasien dapat mengalami ketidakmampuan permanen, kerusakan otak atau meninggal akibat ensefalitis dan dapat timbul kejang.14

2.10 Prognosis

Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Disamping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama perawatan. Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan penderita. Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita. Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat. Ensefalitis yang disebabkan oleh VHS memberi prognosis yang lebih buruk daripada prognosis virus entero.


(56)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

a. Rekam Medik adalah suatu dokumen yang berisikan tentang catatan pasien seperti karakteristik pasien, pemeriksaan (test kultur), tindakan dan pengobatan.

b. Pasien Ensefalitis adalah penderita penyakit Ensefalitis yang mengalami peradangan pada jaringan otak yang disebabkan oleh mikroba seperti bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus.

c. Obat adalah Suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia.15

Rekam Medik

Pasien Ensefalitis

Pemeriksaan Data

Obat yang digunakan pada pasien penderita Ensefalitis di RSUP Fatmawati Jakarta periode

tahun 2012 – 2015.

39

No. Rekam Medik, Nama, Usia, Jenis kelamin, Latar Belakang Pendidikan,


(57)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta mulai bulan febuari 2016 s.d maret 2016.

4.2 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode cross section dengan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Diharapkan dengan metode ini, tujuan penelitian dapat tercapai.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah catatan data rekam medik pasien Ensefalitis yang menggunakan obat dan terdapat datanya di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah sampel dengan pengambilan secara total sampling yaitu sebanyak 67 pasien Ensefalitis.

4.4 Kriteria Inklusi

1. Rekam medik pasien penderita Ensefalitis yang catatannya lengkap. 2. Rekam medik pasien penderita Ensefalitis yang dirawat inap di RSUP

Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

3. Pasien penderita Ensefalitis yang menggunakan obat. 4. Pasien penderita Ensefalitis dan penyertanya.

5. Indikator terapi ( sebagai panduan ) untuk mengetahui akhir dari pengamatan.


(58)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5 Pengumpulan Data

1. Data Pasien

2. Rekam medik pasien Ensefalitis

3. Catatan penggunaan obat di depo farmasi 4.6 Cara Kerja

1. Peneliti mengambil data rekam medik pasien dengan membawa nama dan nomor rekam medik pasien periode tahun 2012 - 2015. Data yang diambil meliputi:

a. Nama, usia, jenis kelamin b. Tanggal masuk Rumah Sakit c. Tanggal Keluar Rumah Sakit d. Diagnosis penyakit

e. Obat-obat yang digunakan

2. Peneliti mengambil data dari catatan penggunaan di depo farmasi pada periode tahun 2012 - 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.7 Rencana Analisa

Setelah data didapat dari rekam medik kemudian analisis data dilakukan secara deskriptif untuk melihat sebaran data yang ada, antara lain:

a. Karakteristik dari pasien ( jenis kelamin, umur dan latar belakang) di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

b. Distribusi gejala klinis yang paling banyak dialami oleh pasien penyakit Ensefalitis di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

c. Distribusi pasien Ensefalitis dibedakan berdasarkan pasien yang memiliki komplikasi atau penyakit penyerta dengan pasien yang tidak memiliki komplikasi atau penyaki penyertanya.


(59)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Distribusi pasien penyakit Ensefalitis berdasarkan jenis komplikasi atau penyakit penyertanya di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

e. Distribusi pasien berdasarkan penggunaan obat yang paling banyak digunakan dalam mengatasi gejala klinis di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.

f. Distribusi pasien berdasarkan penggunaan obat yang paling banyak digunakan dalam mengatasi penyakit Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015. g. Distribusi kondisi pasien Ensefalitis pada saat pulang setelah

melakukan pengobatan di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015.


(60)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil

Proses pengambilan data di rekam medik RSUP Fatmawati dimulai dengan mengelompokkan data rekam medik pasien yang menderita penyakit Ensefalitis yang dirawat inap pada tahun 2012 – 215. Data yang diambil meliputi data karakteristik pasien sesuai dengan inklusi (pasien dengan diagnosa Ensefalitis dan penyertanya, data rekam medik lengkap, pasien yang mendapatkan pengobatan dan rawat inap). Dari 159 data rekam medik yang berada dipoli syaraf bagian neurologi jumlah pasien yang menderita Ensefalitis berjumlah 67 pasien yang menjalani rawat inap di RSUP Fatmawati tahun 2012 – 2015. Selebihnya adalah pasien Meningitis, Ensefalopati, Paraparese, Myelitis, Meningoensefalitis dan Infeksi Intrakranial.

5.1.1 Hasil Analisis Karakteristik Pasien Ensefalitis Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUP Fatmawati Periode Tahun 2012 – 2015 Tabel 5.1 Distribusi Pasien Penyakit Ensefalitis Berdasarkan Umur dan Jenis

Kelamin di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015

Umur (Tahun)

Jenis Kelamin

Jumlah Laki – Laki Perempuan

N % N % N %

0 – 5 17 53.1 19 54.3 36 53.8

6 – 15 4 12.5 7 20 11 16.4

>15 11 34.4 9 25.7 20 29.8

Jumlah 32 100 35 100 67 100

Pengelompokkan umur diatas berdasarkan R Malau et al (2012).


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Diagram Distibusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Gejala Klinis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015

Lampiran 6. Diagram Distibusi Jumlah Pasien Ensefalitis dibedakan Berdasarkan Komplikasi atau Penyakit Penyertanya di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015

Kejang

Penurunan Kesadaran Tangan dan Kaki kaku Leher Kaku Mata Melotot Sulit Komunikasi Demam Batuk Sakit Kepala Mual Muntah

Ketorolak Trometamin dan Asam Mefenamat 68.57 31.43 ( % ) Pasien Ensefalitis

Pasien dengan Komplikasi atau Penyakit Penyerta Pasien tanpa Komplikasi atau Penyakit Penyerta


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Diagram Distibusi Penggunaan Obat Dalam Mengatasi Gejala Klinis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015

Penggunaan Obat

Parasetamol Caferzon drop Fenitoin Bactofen

Sibital Piracetam Diazepam Luminal

Kalsetin Ambroxol Proress Supp Ranitidn

Zinkid L - Bio Bicnat Omeprazole

Citicholin Piracetam2 Manitol Renalit 100cc

Rifampisin INH Pirazinamid Etambutol

Metronidazole Tramadol Vascon Asetazolamide


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Diagram Distibusi Penggunaan Obat Pasien Ensefalitis Berdasarkan Faktor Penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015

Lampiran 9.Diagram Distibusi Kondisi Pasien Penyakit Ensefalitis Pada Saat Setelah Melakukan Pengobatan di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015

Penggunaan Obat Seftriakson Sefotaksim Seftrazidim Gentamisin Meropenem Kloramfenikol Mikasin Ampisilin Asiklovir Deksametason Fluconazole Mikonazole Diflucan 25.4 1.5 0 73.1

Pulang Meninggal Dunia Pulang Atas Permintaan Sendiri Pindah Rumah Sakit Pulang Sembuh atau Pulang Berobat

Jalan ( % ) A kh ir Pe n g o b atan


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10.Form Pengambilan Data

No RM………

Tgl MRS………….

Tgl KRS…………..

Nama :……… Umur :………... Berat Badan :……… Tinggi Badan :………

Indikasi / Alasan dirawat : ... Diagnosa Masuk : ... Diagnosa Keluar : ... Kompliksi / Dx Penyerta : ... Pengobatan Selama dirawat : ... Kondisi Pulang : ...


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Surat Keterangan Izin Penelitian di RSUP Fatmawati Jakarta