4.8 Keadaan Kopi Rakyat di Desa Karangpring
Jenis tanaman kopi yang banyak diusahakan oleh para petani kopi rakyat di Desa Karangpring adalah jenis Kopi Robusta, namun sebagian petani Desa
Karangpring mulai mengusahakan Kopi Arabika pada tahun 2005. Kopi Arabika memiliki kualitas dan cita rasa yang lebih tinggi dari pada Kopi Robusta, akan
tetapi Kopi Arabika memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang lebih sulit dari pada Kopi Robusta. Petani Desa Karangpring mengusahakan Kopi
Arabika di lereng Gunung Argopura dengan ketinggian diatas 700 m dpl. Tanaman Kopi Arabika yang diusahakan masyarakat Desa Karangpring hanya
sebagai tanaman sela saja. Tanaman Kopi Arabika yang dimiliki oleh para petani di Desa Karangpring merupakan tanaman kopi yang produktif dengan rata-rata
umur kopi 5 tahun ke atas. Produksi rata-rata tanaman kopi arabika pada saat penelitian adalah sekitar
2597,222 kgha kopi gelondong. Pada tahun 2011 petani Desa Karangpring mengalami kerugian. Produksi rata-rata tanaman Kopi Arabika pada tahun 2011
yaitu 755,7143 kgha. Penurunan produksi ini disebabkan karena faktor alam, yaitu pada tahun 2011 terjadi musim kemarau yang berkepanjangan sehingga pada
saat pembungaan mengakibatkan banyak calon bakal buah yang mati. Hal ini menyebabkan hasil buah yang diperoleh pada tahun 2011 menurun, namun pada
tahun 2012 terjadi peningkatan produksi, karena musim kemarau yang terjadi pada tahun 2012 tidak berkepanjangan seperti pada tahun 2011, sehingga dapat
meningkatkan produksi Kopi Arabika. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengelolaan usahatani kopi rakyat di
Desa Karangpring berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Umumnya para petani ini tidak hanya mengusahakan usahatani kopi
saja, tetapi juga melakukan pekerjaan lain seperti buruhswasta, pedagang, dan peternak, serta mengusahakan usahatani untuk tanaman selain Kopi Arabika
seperti kopi robusta, alpukat, durian dan sebagainya. Upah yang berlaku untuk tenaga kerja pada umumnya adalah sebesar Rp 25.000 sampai dengan Rp
30.000oranghari. Sistem upah membedakan jenis kelamin. Jenis kelamin wanita diberi upah Rp 25.000hari dan jenis kelamin pria diberi upah Rp 30.000hari.
Umumnya pekerjaan yang berat seperti jombret, coklak, gondang-gandung dan teras dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki, sedangkan tenaga kerja wanita
melakukan pekerjaan yang lebih ringan seperti wiwil, kecroh, pemetikan dan pangleb.
Penanganan pasca panen yang dilakukan oleh para petani adalah dengan menggunakan pengolahan kering dan pengolahan basah. Walaupun pengolahan
basah menghasilkan biji kopi ose dengan mutu yang lebih baik daripada pengolahan kering, namun para petani di Desa Karangpring lebih banyak yang
memilih pengolahan kering. Hal ini disebabkan karena proses pekerjaan dalam pengolahan kering lebih mudah daripada pengolahan basah. Selain itu dalam
pengolahan membutuhkan air lebih sedikit daripada pengolahan basah, sehingga cara ini digunakan untuk mengantisipasi datangnya musim kemarau yang
berkepanjangan. Pemasaran hasil Kopi Arabika pada umumnya dijual sendiri oleh petani ke
ketua kelompok tani Sumber Kembang yaitu Pak Kasim. Harga Kopi Arabika gelondong pada saat penelitian adalah Rp 4.800kg, sedangkan pada tahun lalu
harga Kopi Arabika adalah Rp 4.200kg. Setelah di jual ke ketua kelompok tani maka Kopi Arabika dijual kembali dalam bentuk Ose yang sudah diolah oleh
ketua kelopok tani ke supplier yaitu Gus Misbach untuk di ekspor ke luar negeri. Peran kelembagaan sangat menunjang dalam hal pengembangan
komoditas Kopi Arabika di Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember. Adanya kelompok tani akan sangat membantu dalam hal penyaluran
informasi dan mempermudah komunikasi antar petani. Dengan adanya bantuan- bantuan teknis untuk meningkatkan nilai tambah pengolahan Kopi Arabika,
misalnya bantuan alat olah basah oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Jember dan Politeknik Negeri Jember serta pembinaan-pembinaan baik dari Puslit, Disbun
maupun Indocom dapat meningkatkan kelancaran petani dalam mengembangkan Kopi Arabika.
81
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN