Diagnosis Pemeriksaan Diare Kronik

Karena tekanan osmotic yang tinggi, larutan yang sulit diserap ini menahanmenarik air dan garam ke dalam usus sehingga terjadi diare. Secara klinis diare osmotic dapat dibedakan dengan kenyataan bahwa diare ini akan berhenti bila penderita berhenti makan makanan yang menjadi penyebabnya puasa. Pada sindrom malabsorbsi, bukan hanya diare tapi juga malnutrisi terjadi pada penderita. 3. Perubahan pergerakan dinding usus. Perubahan pergertakan dinding usus dikenal dengan 3 proses: a. Penurunan pergerakan ususperistaltic yang menyebabkan bertambahnya perkembangbiakan bakteri dalam rongga usus. b. Meningkatnya pergerakan usus yang menyebabkan berkurangnya waktu kontak antara makanan dengan permukaan usus halus sehingga makanan cepat masuk ke dalam lumen kolon. c. Pengosongan kolon secara prematur disebabkan isi kolon atau proses peradangan kolom atau sindrom irritable colon yang akan mempersingkat waktu kontak, sehingga volume dan keenceran tinja akan bertambah. Penyakit yang termasuk dalam perubahan pergerakan usus ini antara lain sindrom irritable colon, sindrom keganasan karsinoid, diare post vagotomi, diare akibat penyakit endokrin seperti neuropati diabetic, dan tirotoksikosis.

2.2.3 Diagnosis

Penderita diare kronik mempunyai gejala umum disamping gejala khusus yang sesuai dengan penyakit penyebabnya. Gejala umum berupa diare yang dapat berlangsung lama berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara menetap Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008 maupun berulang, kadang-kadang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih. Rasa sakit di perut, rasa kembung dan kadang-kadang disertai demam. Volume tinja yang tetap banyak menunjukkan diare berasal dari kelainan usus halus dan permulaan usus besar. Tinja yang sedikit, berlendir dengan peningkatan kekerapan dan kemendadakan buang air besar menunjukkan kemungkinan berasal dari kolon desenden, sigmoid dan rektum. Tinja yang bercampur lendir dan darah kemungkinan berasal dari peradangan usus besar. Tinja yang tidak berdarah dan diselingi masa konstipasi menunjukkan penyebab diare kemungkinan adalah sindrom irritable colon. Tinja yang berbuih dengan buang angina kentut banyak, menunjukkan proses fermentasi karbohidrat yang tidak dapat diserap. Tinja yang bau busuk menunjukkan adanya pembusukan asam amino yang tidak dapat diserap. Tinja yang banyak, pucat berlemak dan mengapung menunjukkan streatorea Soeparman, 1990.

2.2.4 Pemeriksaan

Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah sebagai berikut : 1. Lekosit Feses Stool Leukocytes: Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan immunocompromised, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti Kriptokokus, Isospora dan M. Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa. Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008 2. Volume Feses : Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat 250 mlday, kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak. 3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat feses 300 g 24 jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000 - 1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g24h menunjukkan proses malabsorbstif. 4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian 6ghari. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas. 5. Osmolalitas Feses : Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na, K dan osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces Na K dimana nilai normalnya 50 mosm. 6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam. 7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankan suatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008 8. Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum VIP, gastrin, calcitonin, cortisol. 9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO 4 dan PO 4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO 4 , mgcitrat Na 2 SO 4 dan Na 2 PO 4 Maryani, 2003.

2.3. Tinjauan Umum Mengenai Obat a. Loperamid