tenaga kesehatan, salah satunya adalah praktek kerja profesi bagi calon apoteker. Praktek kerja profesi PKP ini dilaksanakan di beberapa instansi diantaranya
adalah di rumah sakit, yaitu di RSUP H. Adam Malik Medan. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit umum RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah
sakit kelas A, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik luas. Selain sebagai tempat
pelayanan juga berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan mahasiswa di bidang kesehatan.
Praktek kerja profesi ini meliputi: 1.
Penerimaan materi mengenai RSUP H. Adam Malik Medan secara umum, Instalasi Farmasi, Instalasi Gas Medis dan Instalasi Sterilisasi Pusat ISP.
2. Peninjauan beberapa kelompok kerja Pokja dan depo farmasi yang
merupakan bagian dari Instalasi Farmasi dengan memperhatikan peranan apoteker pada bagian tersebut.
3. Pelaksanaan studi kasus di Rawat Inap Terpadu Rindu A dan mengikuti
kegiatan visite tenaga medis sebagai pendekatan peranan farmasi klinis.
1.2 Tujuan
Setelah pelaksanaan PKP ini diharapkan para calon apoteker dapat memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai tugas dan fungsi
apoteker di rumah sakit dalam memantau pemberian obat kepada pasien.
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Rektum
2.1.1 Etiologi
Usus besar adalah bagian dari sistem pencernaan. Sistem pencernaan dimulai dari mulut, lalu kerongkongan esophagus, lambung, usus halus, usus
besar kolon, rektum dan berakhir di dubur. Usus besar terdiri dari kolon dan rektum. Rektum merupakan saluran di atas dubur. Bagian rektum yang
berhubungan dengan kolon disebut dengan kolon sigmoid http:id.wilkipedia.org, 2007.
Usus besar berbentuk saluran seperti tabung, dimana pada bagian dalamnya berupa suatu rongga. Dindingnya terdiri dari beberapa lapisan berupa
lapisan bagian dalam yang disebut mukosa, dan bagian yang mengarah keluar berupa lapisan otot, dan bagian paling luar adalah lapisan pembungkus usus yang
disebut serosa. Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, eskresi mucus, serta menyimpan feces tinja dan kemudian mendorongnya keluar
melalui rektum dan dubur Heriady, 2002 Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak
terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan
invasi atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh metastasis. Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan oleh DNA, sehingga
menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker.
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen.
Mutasi dapat terjadi secara spontan ataupun diwariskan mutasi germline. Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung pada
lokasinya dan karakter dari keganasan dan metastasis. Sebuah diagnosis yang menentukan biasanya membutuhkan pemeriksaan mikroskopik jaringan yang
diperoleh dengan biopsi http:id.wilkipedia.org, 2007. Kanker pada rektum disebut dengan kanker rektum, kanker padan kolon
disebut dengan kanker kolon, dan bila mengenai keduanya disebut dengan kanker kolorektal. Kanker kolorektal umumnya mulai tumbuh pada permukaan bagian
dalam mukosa yang mengarah ke dalam rongga. Pada stadium awal dimana kanker masih berukuran kecil, maka tidak akan pernah ada gejala yang dirasakan
oleh penderita, dan juga tidak akan teraba adanya benjolan karena letaknya yang berada di dalam usus Heriady, 2002.
Kanker kolorektal biasanya terjadi pada umur 40 tahun dan puncaknya pada umur 60-75 tahun. Kanker ini jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun,
kecuali pada orang dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kanker kolon lebih sering terjadi pada wanita, sedangkan kanker rektum lebih sering
terjadi pada pria. Kira-kira 60 dari semua kanker usus terjadi pada bagian rektosigmoid, sehingga dapat teraba pada pemeriksaan rektum atau terlihat pada
sigmoidoskopi Price, 1995. Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah
adrenokarsinoma terdiri atas epitel kelenjar dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Kanker dapat menyebar melalui 3 cara, yaitu:
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon,
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah ke
sistem portal. Adapun tingkat bahaya dari kanker kolorektal dapat dibagi atas:
1. Stadium 1 : kanker hanya terjadi pada bagian dinding usus saja
2. Stadium 2 : kanker menjalar ke bagian mukosa dan lapisan muskularis
mukosa 3.
Stadium 3 : kanker menyebar ke kelenjar getah bening 4.
Stadium 4 : kanker sudah menyebar jauh.
2.1.2 Patofisiologi
Walaupun penyebab kanker usus besar secara umum belum diketahui, beberapa faktor predisposisi telah dicurigai sebagai penyebab kanker usus besar.
Hubungan antara kolitis ulseratif, yaitu jenis polip kolon terntentu, dengan kanker usus besar telah diteliti. Faktor predisposisi penting lainnya mungkin berhubungan
dengan kebiasaan makan, karena kanker usus besar terjadi 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang
mengandung karbohidrat dan rendah serat kasar Price, 1995. Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan seseorang akan rentan
terkena kanker kolorektal, yaitu: -
Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih dari 90 penyakit ini menimpa penderita di atas usia 50 tahun dan sekitar 3
menyerang penderita pada usia di bawah 40 tahun.
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
- Polip kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam usus
besar dan rektum. Kebanyakan polip ini adalah tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi kanker.
- Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena,
maka resiko untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar, terutama bila keluarga yang terkena tersebut terserang kanker pada usia muda.
- Kelainan genetik, perubahan gen tertentu akan meningkatkan resiko terkena
kanker kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat menyebabkan kanker ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer
HNPCC. -
Radang usus besar, berupa kolitis ulseratuf yang menyebabkan peradangan pada usus untuk jangka waktu yang lama, akan meningkatkan resiko terserang kanker
kolorektal. -
Diet, makanan tinggi lemak khususnya lemak hewan dan rendan kalsium, folat dan rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan, sering minum
alkohol, akan meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal. -
Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini http:id.wikipedia.org, 2007.
2.1.3 Diagnosis
Seperti kanker lainnya, pemeriksaan penyaring rutin, membantu penemuan dini dari kanker kolorektal. Tinja diperiksa secara mikroskopik untuk menghitung
jumlah darah. Untuk membantu meyakinkan hasil pemeriksaan yang tepat, penderita memakan daging merah tinggi serat selama 3 hari sebelem pengambilan
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
sampel tinja. Bila pemeriksaan penyaring ini menunjukkan kemungkinan kanker, dibutuhkan pemeriksaan lanjutan. Sebelum dilakukan endoskopi, usus
dikosongkan, seringkali dengan menggunakan pencahar dan beberapa enema. Sekitar 65 kanker kolorektal dapa dilihat dengan sigmoidoskop. Bila terliaht
polip yang mungkin ganas, seluruh usus besar diperiksa dengan kolonoskopi, yang daya jangkaunya lebih panjang. Pemeriksaan darah dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis. Pada 70 orang yang menderita kanker kolorektal, kadar antigen karsinoembriogenik dalam darahnya tinggi. Bila sebelum kanker diangkat
kadar antigen ini tinggi, maka sesudah pembedahan kadarnya bisa turun. Pada pemeriksaan berikutnya, kadar antigen ini diukur kembali, jika kadarnya
meningkat berarti kanker telah kambuh kembali http:www. mediacastore, 2004.
Penderita kanker kolorektal dapat mengalami beberapa gejala dan simptom seperti dibawah ini:
- Perubahan frekwensi buang air besar, seperti halnya pada penderita diare dan
konstipasi. -
Adanya darah pada feces atau pendarahan pada rektum. -
Perasaan tidak nyaman pada bagian perut. -
Pembengkakan. -
Penurunan berat badan yang tidak direncanakan atau tidak diketahui penyebabnya.
- Kelelahan yang kronis.
- Anemia yang tidak diketahui penyebabnya www.astro.org, 2007.
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
2.1.4 Pemeriksaan
Tes khusus untuk mengevaluasi kanker kolorektal dapat digunakan untuk mendeteksi dan mendiagnosis kanker kolorektal seperti:
- Tes fisik untuk menilai kesehatan secara menyeluruh, termasuk tes digital
rektum untuk mengevaluasi massa yang tidak normal. -
Tes darah -
Sigmoidodoskopi untuk melihat polip atau sel kanker pada bagian dalam rektum dan sigmoid kolon.
- Barium enema kontras ganda, dimana kolon dan rektum dites dengan
menggunakan sinar-X untuk melihat bagian dalam. -
Kolonoskopi www.astro.org, 2007.
2.2 Diare Kronik
Diare adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan keenceran buang air besar. Kekerapan yang masih dianggap normal adalah sekitar 1-3 kali dan
banyaknya 200-500 gram sehari. Beberapa penderita mengalami peningkatan kekerapan dan keenceran buang air besar walaupun jumlahnya kurang dari 250
gram dalam kurun waktu sehari. Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan bertambahnya
kekerapan dan keenceran tinja yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus-menerus atau berulang, dapat berupa gejala
fungsional atau akibat suatu penyakit berat. Oleh sebab itu penting untuk memperhatikan tanda-tanda adanya penyakit organik seperti demam, berat badan
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
menurun, malnutrisi, anemia dan meningginya laju endap darah. Demam disertai defense otot perut menunjukkan adanya proses radang pada perut.
Diare kronik seperti yang dialami seseorang penderita penyakit Crohn mula-mula dapat berjalan seperti serangan akut dan sembuh sendiri. Sebaliknya
suatu serangan akut seperti diare karena penyakit infeksi dapat menjadi berkepanjangan. Keluhan penderita sendiri dapat diarahkan untuk membedakan
antara diare akut dengan diare kronik yaitu tiba-tiba mencret pada diare akut dan sering mencret pada diare kronik.
Secara konsepsional keduanya dapat dibedakan, dimana diare akut berupa serangan diare secara tiba-tiba yang segera berangsur sembuh pada seseorang
yang sebelumnya sehat, diare kronik berupa diare yang timbul perlahan-lahan, berlanjut berminggu-minggu sampai berbulan-bulan baik menetap atau bertambah
hebat Soeparman, 1990. 2.2.1
Etiologi
Etiologi diare kronik sangat beragam dan tidak selalu hanya disebabkan adanya kelainan pada usus. Kelainan yang dapat menimbulkan diare kronik antara
lain kelainan endokrin, kelainan hati, kelainan pancreas, infeksi, keganasan, dan lain-lain. Etiologi terbanyak diare kronik di Negara-negara berkembang termasuk
Indonesia adalah infeksi. Hal ini berbeda dengan etiologi terbanyak di negara- negara maju yaitu penyakit usus inflamatorik. Walaupun telah diusahakan secara
maksimal, diperkirakan sekitar 10-15 pasien diare kronik tidak diketahui etiologinya, mungkin disebabkan kelainan sekresi atau mekanisme neuroendokrin
yang belum diketahui.
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
Etiologi diare kronik dapat diklasifikasikan atas: 1.
Etiologi diare kronik berdasarkan patofisiologi: a.
Diare Osmotik b.
Diare sekretorik c.
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak d.
Trasnsport elektrolit aktif di enterosit e.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal f.
Gangguan permeabilitas usus g.
Eksudasi cairan, elektrolit dan mukus berlebihan 2.
Etiologi diare kronik berdasarkan lokasi atau kelainan organ: a.
Kelainan pancreas: Fibrosis kistik, PEM, pankreatitis kronik, defisiensi enzim.
b. Kelainan hati: atresia bilier, ikterus obstruktif, hepatitis kronik, sirosis
hepatic c.
Kelainan usus 3.
Etiologi diare kronik berdasarkan karakteristik tinja: a.
Tinja berlemakstreatorea b.
Tinja berdarah c.
Tinja tidak berdarah dan tidak berlemak: -
Tinja cair atau seperti air -
Tinja encerlembek Suyono, 2001
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
2.2.2 Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih faktor di bawah ini: 1.
a. Pengurangan atau penghambatan ion-ion. b. Perangasangan dan sekresi aktif ion-ion pada usus secretory diarrhea.
Penghambatan penyerapan ion serta perangsangan sekresi ion dibicarakan bersamaan dengan alasan kebanyakan hormone dan toksin akan merangsang
sekresi aktif serta menghambat penyerapan ion-ion. Penderita ini kadang-kadang terbangun waktu pagi berhubung dengan
meningkatnya pergerakan usus halus dan usus besar akibat meningkatnya sekresi aktif cairan ke dalam usus oleh faktor infeksi, peradangan dan pasca reseksi
ileum. Pasca reseksi ileum dinamakan juga diare post prandial yang biasanya diare pada pagi hari, sehubungan dengan mengalirnya garam empedu ke usus
pada pagi hari sesudah makan dan juga penumpukan garam empedu terbanyak pada pagi hari.
2. Terdapatnya zat yang sukar diabsorpsi atau cairan dengan tekanan osmotic
yang tinggi pada usus. Terdapatnya zat-zat yang sulit diserap atau cairan dengan tekanan osmotic
yang tinggi dalam jumlah yang berlebihan pada usus akan menyebabkan diare yang disebut diare osmotik yaitu:
a. Larutan yang sulit diserap seperti obat pencaharlaksansia.
b. Penyimpangan pencernaan makanan maldisgesti.
c. Kegagalan pengangkutan makanan non elektrolit yang mempunyai
tekanan osmotic yang tinggi, misalnya glukosa yang biasanya diserap dengan mekanisme tertentu.
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
Karena tekanan osmotic yang tinggi, larutan yang sulit diserap ini menahanmenarik air dan garam ke dalam usus sehingga terjadi diare. Secara
klinis diare osmotic dapat dibedakan dengan kenyataan bahwa diare ini akan berhenti bila penderita berhenti makan makanan yang menjadi penyebabnya
puasa. Pada sindrom malabsorbsi, bukan hanya diare tapi juga malnutrisi terjadi pada penderita.
3. Perubahan pergerakan dinding usus.
Perubahan pergertakan dinding usus dikenal dengan 3 proses: a.
Penurunan pergerakan ususperistaltic yang menyebabkan bertambahnya perkembangbiakan bakteri dalam rongga usus.
b. Meningkatnya pergerakan usus yang menyebabkan berkurangnya waktu
kontak antara makanan dengan permukaan usus halus sehingga makanan cepat masuk ke dalam lumen kolon.
c. Pengosongan kolon secara prematur disebabkan isi kolon atau proses
peradangan kolom atau sindrom irritable colon yang akan mempersingkat waktu kontak, sehingga volume dan keenceran tinja akan bertambah.
Penyakit yang termasuk dalam perubahan pergerakan usus ini antara lain sindrom irritable colon, sindrom keganasan karsinoid, diare post vagotomi, diare
akibat penyakit endokrin seperti neuropati diabetic, dan tirotoksikosis.
2.2.3 Diagnosis
Penderita diare kronik mempunyai gejala umum disamping gejala khusus yang sesuai dengan penyakit penyebabnya. Gejala umum berupa diare yang dapat
berlangsung lama berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara menetap
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
maupun berulang, kadang-kadang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih. Rasa sakit di perut, rasa kembung dan kadang-kadang disertai demam.
Volume tinja yang tetap banyak menunjukkan diare berasal dari kelainan usus halus dan permulaan usus besar. Tinja yang sedikit, berlendir dengan
peningkatan kekerapan dan kemendadakan buang air besar menunjukkan kemungkinan berasal dari kolon desenden, sigmoid dan rektum. Tinja yang
bercampur lendir dan darah kemungkinan berasal dari peradangan usus besar. Tinja yang tidak berdarah dan diselingi masa konstipasi menunjukkan penyebab
diare kemungkinan adalah sindrom irritable colon. Tinja yang berbuih dengan buang angina kentut banyak, menunjukkan proses fermentasi karbohidrat yang
tidak dapat diserap. Tinja yang bau busuk menunjukkan adanya pembusukan asam amino yang tidak dapat diserap. Tinja yang banyak, pucat berlemak dan
mengapung menunjukkan streatorea Soeparman, 1990.
2.2.4 Pemeriksaan
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah sebagai berikut :
1. Lekosit Feses Stool Leukocytes: Merupakan pemeriksaan awal terhadap
diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan
adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan immunocompromised, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti Kriptokokus, Isospora dan M.
Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Volume Feses : Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi
enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus
dicatat 250 mlday, kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat feses
300 g 24 jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000 - 1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g24h menunjukkan
proses malabsorbstif. 4.
Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian 6ghari. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap akhir.
Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare
osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na, K dan osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses
adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces Na K dimana nilai normalnya 50 mosm.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya
Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankan suatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal.
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
8. Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat
diperiksa seperti serum VIP, gastrin, calcitonin, cortisol. 9.
Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif
feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO
4
dan PO
4
dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO
4
, mgcitrat Na
2
SO
4
dan Na
2
PO
4
Maryani, 2003.
2.3. Tinjauan Umum Mengenai Obat a. Loperamid
Loperamid merupakan dari derivat petidin, bekerja dengan memperlambat motilitas saluran cerna dengan meghambat rilis asetilkolin melalui reseptor-
reseptor opioid prasinaptik di sistem saraf usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan olehikatan
loperamid dengan reseptor tersebut. Zat ini juga mampu menormalkan keseimbangan resorpsi dan sekresi sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang
berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Obat ini tidak boleh diberiklan kepada penderita colitis ulseratif karena dapat
menyebabkan toksik megakolon. Mulai kerjanya lebih cepat dan bertahan lebih lama. Pada diare akut dan kronis, dosis permulaan adalah 2 tablet dari 2 mg, lalu
setiap 2 jam 1 tablet dan maksimum pemberian dalam 1 hari adalah 8 tablet. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen, sedangkan toleransi
Jamuda J.W. Tarigan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
terhadap efek konstipasi jarang terjadi. Kadar puncak loperamid dalam plasma adalah 4 jam. Waktu paruhnya adalah 7-14 jam. Lopreamid tidak diserap dengan
baik oleh pemberian oral dan penetrasinya kedalam otak tidak baik sehingga tidak menimbulkan euphoria dan ketergantungan. Sebagian besar obat disekresi
memalui feses. Obat ini sama efektifnya dengan difenoksilat untuk pengobatan diare kronik.
b. Cefotaxim
Cefotaxim merupakan sefalosporin generasi ketiga berspektrum luas. Cara kerjanya adalah dengan menghambat sintesa dinding sel mikroba pada proses
transpeptidase tahap keetiga dlam reaksi pembentuka dinding sel. Obat ini sangat efektif terhadap bakteri gram negatif dan kurang untuk bakteri gram positif. Obat
ini dapat melintasi daerah sawar darah otak. Obat ini dapat dihidrolisa oleh enzim β-laktamase yang diproduksi oleh enterobakter sehingga obat ini tidak efektif
tehadap infeksi yang disebabkan oleh enterobakter.. Kadar serum yang dicapai setelah pemberian infus 1 gram adalah 60-140 gmL.obat ini mengalami
penetrasi ke dalam jaringan dan cairan tubuh dengan baik. Waktu paruh plasma sekitar 1 jam dan diberikan tiap 4-6 jam. Metabolitnya ialah desasetilsefotaksim
yang kurang aktif. Obat ini sangat efektif untuk pengobatan meningitis oleh baktri gram negatif. Dosis untuk orang dewasa adalah 2-12 ghari dibagi dalam 3-6
dosis. Dalam keadaan gagal ginjal diperlukan penyesuaian dosis.
c. Parasetamol