BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, bagaimanapun juga manusia tidak dapat terlepas dari
individu yang lain. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi yang mempengaruhinya.
Komunikasi dirumuskan sebagai suatu proses penyampaian pesan atau informasi diantara beberapa orang. Karenanya komunikasi melibatkan seorang pengirim, pesan atau informasi
saluran dan penerima pesan yang mungkin juga akan memberikan umpan balik kepada pengirim untuk menyatakan bahwa pesan telah diterima.
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa, sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran.
Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan dan tak bertujuan. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak
lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.
Dalam komunikasi terdapat beberapa komponen yang mendukungnya, komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik.
Menurut Harold Lasswell dalam Mulyana, 2007 komponen-komponen komunikasi adalah sebagi berikut :
1. Sumber source, sering disebut juga pengirim sender komunikator communicator
adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. sumber bisa seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara.
2. Pesan message yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan
merupakan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tersebut. Pesan mempunyai tiga komponen: makna,
simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. 3.
Saluran channel yakni alat atau wahana yang digunakan oleh sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada dasarnya komunikasi manusia
menggunakan dua saluran, yakni cahaya dan suara, meskipun kita juga dapat menggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan dari orang lain.
4. Penerima atau komunikan reciever adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.
5. Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut.
6. Umpan balik feedback adalah tanggapan daripenerima pesan atas isi pesan yang
disampaikan. Banyak para ahli dan ilmuwan yang mendefinisikan komunikasi, di bawah ini beberapa
definisi komunikasi adalah : 1.
Raymons S. Ross mendefinisikan komunikasi sebagai proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga
membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respons yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber dalam Rakhmat, 2003.
Dance mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha “menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal”, ketika lambang-lambang
verbal tersebut bertindak sebagai stimuli dalam Rakhmat, 2003. Colin Cherry mendefinisikan komunikasi sebagai “usaha untuk membuat satuan sosial
dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan” dalam Rakhmat, 2003.
2. Bernard Berelson dan Gary A. Steiner mengartikan komunikasi sebagai transmisi
informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol- simbol
− kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi
itulah yang biasanya disebut komunikasi dalam Mulyana, 2007. Menurut William I. Gorden komunikasi secara ringkas dapat didefinisikan sebagai
transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan dalam Mulyana, 2007. Everett M. Rogers berpendapat bahwa komunikasi adalah proses di mana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka dalam Mulyana, 2007.
Ketrampilan berkomunikasi diperlukan dalam bekerja sama dengan orang lain. Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau meningkatkan aktifitas hubungan
antara manusia atau kelompok. Ada dua jenis komunikasi, yaitu verbal dan non verbal,
komunikasi verbal meliputi kata-kata yang diucapkan atau tertulis, sedangkan komunikasi non verbal meliputi bahasa tubuh.
Komunikasi adalah berhubungan dan mengajak orang lain untuk mengerti apa yang kita sampaikan dalam mencapai tujuan. Pada kenyataannya tidak semua orang terlahir sempurna,
ada beberapa orang yang terlahir dengan keistimewaan yang diberikan oleh Tuhan, misalnya tunarungu. Menurut Mufti Salim dalam Somantri, 2007, tunarungu adalah anak yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara, cara berkomunikasi dengan
individu tersebut menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa anak yang memiliki gangguan pendengaran atau tunarungu pasti akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi secara verbal. Akan tetapi
bila anak tunarungu ditangani dengan tepat, konsisten dan sistematis maka kesulitan berkomunikasi secara verbal bisa ditanggulangi.
Hal yang paling sulit dipelajari anak tunarungu adalah belajar mendengar, maka pendekatan yang diberikan pada anak tunarungu bukan hanya melalui sensor auditory
pendengaran tetapi juga mengikut sertakan sensor visual dan taktil kinestetik rasa raba. Penatalaksanaan terapi wicara pada anak tunarungu melalui 3 tahap, yaitu
1. Prespeech
atau Prawicara Pada tahap ini kita mulai berikan latihan persepsi pendengaran dengan memperkenalkan
bunyi-bunyi bahasa kepada anak dari berbagai posisi. Apabila tidak ada respon dari anak, maka kita tidak boleh langsung menyimpulkan bahwa anak tidak bisa mendengar. Anak
kita pasti mendengar stimulus yang kita berikan namun dia belum mengetahui suara stimulus yang kita berikan. Maka kita harus langsung memberitahu kepada anak bunyi
yang kita berikan. Contoh: stimulus suara lonceng diberikan tiga kali dan tidak ada respon dari anak, maka
kita harus memperlihatkan benda yang kita perdengarkan kepada anak bahwa tadi adalah
suarabunyi lonceng,dan kita minta anak untuk memegang benda tersebut. Dalam tahap ini anak sudah mendapatkan konsep bahasa suatu benda melalui tiga sensor. Apabila
persepsi pendengaran anak terhadap bunyi atau suara sudah konsisten, maka kita harus mengganti program latihan pada tingkat yang lebih sulit.
2. Bahasa
Menurut Joseph Bram “Bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbiter yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat
bergaul satu sama lain”. Didalam aturan secara linguistik, unsur bahasa dibagi atas tiga bagian, meliputi isi,
bentuk dan penggunaan. Sebelum kita melakukan pendekatan dan terapi kepada anak, kita harus mempersiapkan
materi dan alat yang kita perlukan. Misalnya, kita akan memperkenalkan kata “kucing” maka kita harus menyiapkan flash card kartu bergambar benda tersebut, bukumajalah
bergambar benda tersebut, miniatur atau boneka benda tersebut. Adapun cara dalam menerapkan konsep kata diatas, sebagai berikut:
a. Minta anak untuk mengidentifikasi flash card pada benda yang sama.
Bila anak merespon benar maka kita berikan reward berupa pujian. Bila anak tidak merespon kita tidak langsung memberi punishment hukuman kepada anak.
Sebaiknya arahkan anak untuk mengidentifikasi benda yang dimaksud. Dengan demikian anak akan dapat memahami instruksi dan benda yang dimaksudkan. Kita
juga tetap memberi stimulus melalui auditory suara kucing agar anak semakin memahami konsep benda tersebut.
b. Saat kita memberi stimulus auditory, jangan lupa kita harus manfaatkan miniatur dari
benda tersebut. Sebelum kita memulai aktifitas di atas, sebaiknya kita tidak langsung
memperlihatkan bendaalat yang akan digunakan karena akan membuat konsentrasi anak mudah beralih dan tidak fokus.
Bila latihan di atas sudah konsisten kita harus melanjutkan ke materi yang lebih sulit. 3.
Artikulasi Artikulasi merupakan proses penyesuain ruangan suproglottal yang tujuannya untuk
memodifikasi bunyi suara laryngeal menjadi suara bicara. Penyesuain suara di daerah
laring terjadi dengan menaikkan dan menurunkan laring, mengatur jumlah transmisi udara melalui rongga mulut dan rongga hidung melalui katup velofaringeal dan merubah
posisi mandibula rahang bawah dan lidah. Proses diatas yang akan menghasilkan suara dalam bicara.
Sebagaimana kita ketahui bahwa anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara seperti : tunarungu, afasia perkembangan, autisma dan lain sebagainya tentunya akan
mengalami kegagalan dalam berartikulasi. Hal ini disebabkan oleh keterlambatan maturasi organ artikulasi, maka untuk mencapai kemampuan artikulasi yang baik
diperlukan oral motor exercise terlebih dahulu, latihan ini bertujuan untuk menguatkan otot-otot organ artikulasi.
Setelah kita melakukan stimulasi oral motor maka kita mulai melakukan produksi suarabunyi vokal, suku kata, kata dan seterusnya melalui sensor auditory, visual dan
taktil kinestetik. Yanti, 2008.
Terapi wicara disini bukan hanya untuk membantu mereka dapat berbicara dengan individu yang lainnya melainkan membantu mereka meningkatkan ketrampilan dalam
berkomunikasi, sehingga mereka pun dapat menyampaikan apa yang ingin mereka ungkapkan dengan mudah dimengerti oleh orang lain serta agar mereka dapat menangkap
informasi yang disampaikan oleh orang lain. Mengingat pentingnya komunikasi dalam berhubungan dengan individu yang lainnya dan
ada beberapa orang yang memiliki hambatan dalam berkomunikasi, dalam hal ini tunarungu,
maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Terapi Wicara Untuk Membantu Komunikasi Anak Tunarungu di SLB Yayasan Keluarga Sejahtera Manunggal Slawi
Jawa Tengah”.
B. Tujuan Penelitian