Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                3 Salat  merupakan  ibadah  paling  utama  yang  membuktikan  ke-Islaman
seseorang,  dan  untuk  mengukur  keimanan  seseorang  dapat  dilihat  dari kerajinan  dan  keikhlasan  dalam  mengerjakan  salat.  Islam  memandang  salat
sebagai  tiang  agama  dan  intisari  Islam  terletak  dalam  salat.    Sebab  dalam salat  terkumpul  seluruh  rukun  agama.  Didalam  salat  terdapat  ucapan
“syahậdataỉn”, kesucian hati terhadap Allah SWT, agama dan manusia. Salat  merupakan  rukun  Islam  yang  terbesar  dan  absolute.  Karena
besarnya kedudukan dan posisi salat, maka ia tidak boleh ditinggalkan oleh seorang  Muslim  bagaimanapun  kondisinya,  kecuali  bagi  mereka  yang
kewajiban salatnya telah gugur, seperti orang hilang akal,  serta wanita haid dan  nifas.  Salat  wajib  dilakukan  baik  orang  sakit,  sehat,  fakir,  kaya  dalam
kondisi takut, aman dan lain-lain. Selain  salat  fardu  Nabi  Muhammad  SAW.  juga  melakukan  salat
sunnah, salat itu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, untuk mendekatkan diri  kepada  Allah  SWT,  dan  mengharapkan  tambahan  pahala.  Salat  sunnah
banyak  macamnya,  diantaranya  ada  yang  disunnahkan  berjamaah  dan  ada pula  yang  tidak  disunnahkan  berjamaah.  Salat  sunnah  dianjurkan  dalam
beribadah kepada Allah SWT,
4
sebagaimana di bawah ini :
4
Muha mmad Rifa‟i, Fiqih Islam lengkap, Kuala Lumpur : Pustaka Jiwa, 1996,
h.195
4
“Menceritakan  kepada  kami  „Alȋ   bin  Nasir  bin  „Alȋ   al-Juhdamȋ menceritakan kepada kami Sahl bin Hammâd menceritakan kepada kami
Hammâm berkata : menceritakan kepada kami Qatâdah dari al-Hasan dari Hura
ĩts bin Qobȋ sah berkata : Aku mendengar Abȋ  Huraȋ rah berkata : Aku  mendengar  Rasulullah  SAW  bersabda  :  Sesungguhnya  amalan-
amalan  manusia  yang  mula-mula  dihisab  pada  hari  kiamat  ialah  salat. Jika salatnya sempurna dicatatlah beruntung dan lulus, dan jika terdapat
sesuatu kekurangan Allah berfirman pula : periksalah, apakah hamba-Ku mempunyai amalan salat sunnah? Jika ia mempunyai amalan salat sunnah
lalu  Allah  berfirman  :  sempurnakan  salat  fardu  hamba-Ku  yang  kurang dengan  salat  sunnahnya  kemudian  diperhitungkan  amalan-amalan  itu
dengan cara demikian”. HR. al-Tirmidzȋ
Sesungguhnya  manusia  adalah  makhluk  yang  sangat  lemah,  mereka sangat membutuhkan bantuan dari Allah Ta‟ala dalam semua urusan mereka.
Hal  itu karena dia tidak  mengetahui hal  yang  ghaib  sehingga dia tidak bisa mengetahui mana amalan yang akan mendatangkan kebaikan dan mana yang
akan mendatangkan kejelekan bagi dirinya. Karenanya, terkadang seseorang hendak mengerjakan suatu perkara dalam keadaan ia tidak mengetahui akibat
yang akan lahir dari perkara tersebut atau hasilnya mungkin akan meleset dari perkiraannya.  Oleh  karena  itulah,  Rasulullah  SAW  mensyariatkan  adanya
5
Muh ammad bin „Isậ bin Sûrah bin Mûsậ bin al-Dahhak al-Sulam̭ ȋ  al-Bugȋ  al-
Tirmidzȋ , Sunan al-Tirmidz ȋ , Kitab al-Salah, bab M
ậ Ja’a anna awwalu mâ yuhasabu bihi al’abdu yaûmal qiyậmati al-Salah, Juz.1, Beirut: Dậr al-Fikr, t. th, h.421
5 Istikh
ậrah  yaitu  permintaan  kepada  Allah  agar  berkenan  memberikan hidayah kepadanya menuju kepada kebaikan. Yang mana doa  Istikh
ậrah ini dipanjatkan kepada Allah setelah dia mengerjakan salat sunnah dua rakaat.
Allah berfirman dalam surat al-Qashash ayat 68-70
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: “Dan  Tuhanmu  menciptakan  apa  yang  Dia  kehendaki  dan
memilihnya.  sekali-kali  tidak  ada  pilihan  bagi  mereka.  Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan
dengan  Dia.  Dan  Tuhanmu  mengetahui  apa  yang disembunyikan  dalam  dada  mereka  dan  apa  yang  mereka
nyatakan.  Dan  Dialah  Allah,  tidak  ada  Tuhan  yang  berhak disembah melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan
di  akhirat,  dan  bagi-Nyalah  segala  penentuan  dan  Hanya kepada-
Nyalah kamu dikembalikan”. Q.S. al-Qasas:68-70
Muhammad  ibn  Ahmad  al-Qurtubî berkata,  “Sebagian  ulama
mengatakan ”Tidak sepantasnya bagi seseorang  untuk mengerjakan sesuatu urusan  dari  urusan  dunia  kecuali  setelah  dia  meminta  pilihan  kepada  Allah
dalam urusan tersebut ”. Yaitu dengan salat dua rakaat salat Istikhârah.
Menurut  Abû  Ubaidah  Masyhûr  ibn  Hasan  Mahmûd  ibn  Salmân menyatakan  bahwa  para  ulama  sepakat  sesungguhnya  orang  yang
beristikhârah  melakukan  apa  yang  menjadi  kelapangan  atau  kemantapan dalam  hatinya,  bukan  sekedar  melalui  mimpi  atau  orang  lain,  sebab  ia
6 berdo‟a kepada Allah melalui salat, sedangkan salat itu sendiri adalah do‟a
yang  dengannya  Allah  memilihkan  sebuah  kebaikan  dari  setiap  urusan, kemudian menyempurnakannya.
6
Jika  Allah  memberikan  kelapangan  dada  dan  kemantapan  hati  maka Allah  memberikan  pula  kemudahan  untuk  mendapatkan  kebaikan,  yang
akhirnya berbuah ridha dan bahagia. Akan tetapi, jika hal itu adalah hal yang tidak dikehendaki, ketahuilah bahwa sesungguhnya itu juga sebuah kebaikan,
dia harus ridha dengan setiap ketentuan-Nya.
7
Yang  selama  ini  yang  kita  tahu  bahwa  jika  seseorang  mengalami kegundahan  dalam  memilih  sesuatu  antara  dua  hal,  yang  mana  kita  ingin
mengetahui  diantara  kedua  hal  ini,  yang  lebih  baik  kita  kerjakan  terlebih dahulu,  maka  dengan  adanya  hal  tersebut  masyarakat  meyakini  bahwa
dengan Istikh ậrah kita akan mendapatkan yang lebih baik.
Salat  Istikh ậrah  akan  memberikan  kita  inspirasi  untuk  sampai  kepada
keputusan  yang  membahagiakan  itu.  Kecemasan  dan  kegalauan  akan dikendurkan  melalui  istikh
ậrah.  Rupanya,  salat  ini  diciptakan  agar  kita mengalami  flow  dari  masalah  yang  sedang  meruwetkan.  Begitu  pikiran
6
Masyhûr ibn Hasan Mahmûd ibn Salmân, Al-Qaulu al- Mubĭn Akhtâ’I al-
Muslim, Bandung: Pustaka Azzam, 2000, h. 63
7
Muhammad  Abu  Ayyash,  Keajaiban  Salat  Istikh ậrah,  Jakarta:  Qultum  Media,
2008, h. 53-55
7 dipenuhi kebimbangan akan satu masalah atau kebingungan memilih jalan ini
atau itu .
8
Dalam salat Istikhârah terdapat perbedaan mengenai jumlah rakaatnya dikemukakan  para  ulama  hadis  dan  fiqh  tentang  pendapatnya  berdasarkan
nash yang sama. Sehingga timbul perbedaan mengenai salat Istikhârah dalam perspektif hadis dan fiqh.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji sebuah penelitian  dengan  judul
“SALAT  SUNNAH  ISTIKHÂRAH  DALAM PERSPEKTIF HADIS”.
                