Analisis sanad dan matan hadis salat di atas kendaraan

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

M. Ghozali

NIM: 1110034000127

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

Skripsi ini telah diuji pada sidang terbuka pada: Hari, tanggal : Kamis, 21 Mei 2015

Pukul : 10.00-11.30 WIB

Pembimbing : Dr. Bustamin, M.Si

Ketua Sidang : Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA

Sekretaris : Dra. Banun Binaningrum, M.Pd.

Tim Penguji : 1. Rifqi Muhammad Fathi, MA 2. Hasanuddin Sinaga, MA


(5)

(6)

Analisis Sanad Dan Matan Hadis Salat Di Kendaraan

Dalam ajaran Islam Hadis merupakan sumber utama setelah

al-Qur’an yang selalu dijadikan landasan bahkan pedoman dalam kehidupan sehari-hari baik perkataan, perbuatan ataupun tindakan terutama yang berkaitan dengan ibadah. Umat Islam dalam melakukan ibadah tentu saja harus memiliki pengetahuan tentang aturan dan tata cara untuk melaksanakan ibadah tersebut agar tidak sia-sia dan dapat diterima di sisi Allah SWT. Salah satu ibadah yang pokok diantaranya ialah salat, seorang muslim wajib melaksanakan ibadah ini walaupun bagaimana keadaannya dan dimanapun posisinya. Namun, dalam keadaan dan posisi tertentu seseorang sering merasa ragu dan kebingungan untuk melaksanakan kewajibannya yaitu seperti melakukan salat di atas kendaraan.

Pada penelitian ini penulis akan melakukan analisa terhadap Hadis

an r a an n an a a a a n araan un u n a u

bagaimana kualitas Hadis tersebut. Namun, dalam penelitian ini penulis membatasi Hadis yang akan diteliti yaitu dua Hadis yang masing-masing terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzî dan ahîh al-Bukhârî.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam Hadis yang berkaitan dengan salat di atas kendaraan, ditemukanlah kriteria-kriteria yang menunjukan kualitas masing-masing Hadis tersebut. Salah satu perawi pada sanad hadis yang terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzî memiliki tingkat intelektual yang kurang dalam

abitannya sehingga Hadis tersebut berstatus Hasan. Sementara untuk

Hadis yang terdapat dalam kitab ahîh al-Bukhârî berkualitas Sahih

kerena masing-masing perawi memiliki kredibilitas tinggi dan moralitas yang baik.


(7)

Segala puji milik Allah yang maha pengasih dan juga penyayang, sehingga atas taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah (Skripsi) Nabi Muhammad yang telah banyak memberikan inspirasi kepada umat manusia khususnya kepada penulis yang telah menjadikan beliau sebagai inspirasi untuk mengkaji Hadis yang saya beri judul “ANALI I

SANAD DAN MATAN HADIS SALAT DI ATA KENDARAAN”

Penelitian ini dilakukan guna memperoleh gelar sarjana Theologi Islam dari Fakultas Ushuluddin. Saya menyadari selama proses penggarapan Skripsi ini banyak pihak yang memberikan bantuan,

, iv i, , ’ Maka pada kesempatan ini Saya

ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh sivitas Akademika.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag. Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan berbagai fasilitas kepada penulis.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. Ketua Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, dan Ibu Banun Binaningrum, M.Pd. Sekertaris Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin, yang selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan berbagai keperluan yang berkaitan dengan skripsi penulis.


(8)

dalam menyelesaikan tugas ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuludin khususnya Jurusan Tafsir Hadis yang tanpa henti memberikan pengajaran serta pemahaman.

6. Bapak dan Ibu petugas Perpustakan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan perpustakaan Fakultas Ushuludin yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam mencari referensi.

7. Ayah Ib , y ’ b harta dan raganya untuk kelancaran saya. Adik dan kakak tercinta yang selalu mendukung dan membantu penulis.

8. Keluarga besar Yayasan Nurul Huda yang telah memberikan dukungan dan perhatian.

9. Keluarga besar Yayasan al-Atiqiyah, terutama kepada abi Wawan yang telah memberikan saran-saran kepada penulis.

10.Kyai Bahrudin selaku pimpinan pondok pesantren Darul Hikam yang senantiasa memberikan nasihat dan pepatah.

11.Teman-teman seperjuangan Tafsir Hadis. Saudara Dani Kamaludin, ahmad al-Faruqi, Afwan, Aceng, Lail, Angga, Mabrur. Teman KKN LANGIT 13, teman-teman di pondok Darul Hikam serta seluruh kerabat yang selalu memberikan motivasi dan bantuan untuk kesuksesan dan kelancaran penulis.


(9)

untuk penulis pribadi maupun para pembaca.

Jakarta, 26-03-2015.


(10)

Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Transliterasi Arab-Latin disini ialah huruf-huruf Arab dengan huruf-huruf latin beserta perangkatnya. Pedoman transliterasi dalam skripsi ini meliputi:

a. Konsonan

NO Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

1 ا Tidak dilambangkan

2 ب B Be

3 ت T Te

4 ث Ts Te dan Es

5 ج J Je

6 ح H H dengan garis di bawah

7 خ Kh Ka dan Ha

8 د D De

9 ذ Dz De dan Ze

10 ر R Er

11 ز Z Zet

12 س S Es

13 ش Sy Es dan ye

14 ص S Es dengan garis di bawah

15 ض De dengan garis di bawah


(11)

19 غ Gh Ge dan Ha

20 ف F Ef

21 ق Q Ki

22 ك K Ka

23 ل L El

24 م M Em

25 ن N En

26 و W We

27 ه H Ha

28 ء ` Apostrof

29 ي Y Ye

b. Vokal

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ A F t

َ I Kasrah

َ U

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:


(12)

و َ Au a dan u

Sedangkan untuk vokal panjang ketentuan alih aksaranya ialah apabila A panjang ditulis dengan â ( a dengan topi di atas), I panjang ditulis dengan î ( I dengan topi di atas), U panjang ditulis dengan û ( u dengan topi di atas).


(13)

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iii

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Tinjauan Pustaka ... 9

E. Metode Penelitian... 10

F. Sistematika Penelitian ... 11

BAB II SEKILAS TENTANG SALAT A. Pengertian Salat dan Kedudukannya Dalam Islam ... 13

B. Cara Melaksanakan Salat Di Atas Kendaraan ... 17

C. Pendapat Ulama Terhadap Salat Di Atas Kendaraan ... 22

BAB III ANALISIS HADIS MENGENAI SALAT DI ATAS KENDARAAN A. Kritik Sanad Hadis ... 26

1. Teks dan Terjemahan Hadis ... 26

2. Takhrij Hadis ... 27


(14)

B. Kritik Matan Hadis ... 56

1. Perbandingan Hadis dengan al-Q ’ ... 57

2. Perbandingan dengan Riwayat Lain ... 58

3. Komentar Ulama ... 60

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN


(15)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis atau yang disebut juga dengan sunah, sebagai sumber ajaran Islam yang berisi pernyataan, pengamalan, pengakuan, dan hal ihwal Nabi Saw yang beredar pada masa Nabi Muhammad saw. hingga wafatnya, disepakati sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Q ’ s y menjadi hujjah (sumber otoritas) keagamaan. Oleh karena itu, umat Islam pada masa Nabi Muhammad saw. dan pengikut jejaknya, menggunakan Hadis sebagai hujah keagamaan yang diikuti dengan mengamalkan isinya dengan penuh semangat, kepatuhan dan ketulusan. Dalam praktek, disamping menjadikan al-Q ’ se g j ke g , mereka juga menjadikan Hadis sebagai hujah yang serupa secara seimbang, karena keduanya sama diyakini berasal dari wahyu Allah.1

Seorang muslim yang mengakui Allah sebagai tuhan-Nya dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya sepatutnya dan selayaknya ia selalu mengikuti ataupun menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dan juga Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Serta menjadikan al-Q ’ dan Hadis sebagai pedoman ataupun rujukan umat manusia yang mendapati perselisihan paham, pendapat, dan permasalahan hidup lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nisa ayat 59 :


(16)

نِإَف

ْمُتْعَزََٰ ت

ِف

ءْىَش

ُوُدُرَ ف

َلِإ

َِّٱ

ِلوُسَرلٱَو

نِإ

ْمُت ُك

َنوُِمْؤُ ت

َِّٱِب

ِمْوَ يْلٱَو

ٱ

ا

ِرِخاَء

َكِلَٰذ

رْ يَخ

ُنَسْحَأَو

يِوْأَت

ال

“kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

Berdasarkan ayat di atas, jelaslah bahwa Allah memerintahkan umat manusia agar mengambalikan segala urusan dalam kehidupannya kepada al-Q ’ j g Hadis yang menjadi sumber pokok dalam ajaran Islam.

Namun, sejalan dengan perjalanan waktu umat manusia menghadapi berbagai permasalahan yang harus disikapi dan dijalankan dengan baik. Bagi umat Islam, permasalahan yang timbul kapan dan dimanapun harus dikembalikan kepada pegangan hidup mereka yang telah ditetapkan yaitu al-Q ’ Hadis. Pada satu sisi, al-Q ’ upun Hadis dianggap pedoman yang siap kapan saja untuk dijadikan rujukan terhadap semua permasalahan yang dihadapi. Namun, dalam tataran prakteknya, tidak semudah mengemukakannya dalam teori semata. Banyak ayat maupun Hadis yang mempunyai makna ganda, yang disebabkan tingginya nilai sastra yang dimiliki oleh kedua teks tersebut. Sehingga tidak boleh tidak, perlu usaha yang mendalam dan serius untuk menggali dalil-dalil tersebut agar menjadi pedoman praktis untuk dilaksanakan dengan mudah dan meyakinkan kebenarannya.2

2Abdul Wahid,

Hadis Nabi dan Problematika Masa Kini. (Banda Aceh: al-Raniry Press,


(17)

Aspek lain yang juga harus diperhatikan adalah menyangkut eksistensi Rasulullah dalam berbagai posisi dan fungsinya. Adakalanya sebagai manusia biasa, sebagai pribadi, suami, utusan Allah, kepala Negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, dan sebagai hakim pemutus perkara. Sebab keberadaan ini menjadi acuan pemahaman Hadis berkaitan dengan posisi dan peran apa yang sedang Rasulullah jalankan. Oleh karenanya penting sekali mendudukan pemahaman Hadis pada tempat yang proporsional, kapan dipahami secara tekstual, konstektual, universial, temporal, situasional maupun lokal. Bagaimanapun, pemahaman yang kaku dan statis akan menutup eksistensi Islam yang

âlih li kulli zamân wa makân.3

Salah satu dari pembahasan yang dijelaskan Hadis adalah berkaitan dengan ibadah-ibadah yang wajib ataupun sunah. Salat adalah merupakan ibadah wajib yang akan pertama kali dipertimbangkan oleh Allah terhadap seorang muslim. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah Hadis berikut.

ُناَمْيَلُس اَنَرَ بْخَأ

َفْوَأ ِنْب َةَراَرُز ْنَع دِْ َِِأ ِنْب َدُواَد ْنَع َةَمَلَس ُنْب ُداَََ اََ ثَدَح بْرَح ُنْب

َُي اَم َلَوَأ َنِإ َمَلَسَو ِْيَلَع َُّا ىَلَص َِّا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِّيِراَدلا ميََِ ْنَع

ُدْبَبْلا ِِب ُ َسا

َصلا

َل

َجَو ْنِإَف ُة

َص َد

َل

ناَصْقُ ن اَهيِف َناَك ْنِإَو اةَلِماَك َُل ْتَبِتُك اةَلِماَك َُت

َلاَبَ ت َُّا َلاَق

َمِل

َل

ِتَضيِرَف ْنِم َصَقَ ن اَم َُل اوُلِمْكَأَف عُوَطَت ْنِم يِدْبَبِل ْلَ اوُرُظْنا ِِتَكِئ

َُُ ُةاَكَزلا َُُ ِ

ْلا

ل

ِلَذ ِ َسَح ىَلَع ُلاَمْع

َك

4

“Sungguhnya pertama kali yang akan dihisab dari seorang hamba

adalah salat, jika salatnya sempurna maka akan ditulis sempurna untuknya.

3 Muhammad Solikhin


(18)

Apabila padanya terdapat kekurangan, maka Allah Ta'ala berfirman kepada para malaikat-Nya: Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki amalan sunah? Lalu sempurnakan apa yang kurang sempurna dari ibadah wajibnya. Kemudian zakat, kemudian amalan-amalan lain juga seperti itu

perhitungannya.”

Selain itu salat juga merupakan syarat mencapai keselamatan dan penyangga iman seseorang. Ia juga sebagai penghubung antara hamba dan Tuhannya. Salat adalah penyejuk mata pelipur hati. Begitu mulia dan luhur nilainya, sehingga salat itu pertama kali diwajibkan pada malam isra’ ’r , seolah-olah hal ini menunjuk pada hakikat salat dan seakan-akan roh kita naik ketika salat menghadap Sang Maha pencipta untuk memperoleh tambahan iman dan takwa.5

Perintah untuk menegakan salat banyak disebutkan di dalam al-Q ’ , antara lain:

اَذِإَف

ُمُتْيَضَق

َصلا

َل

َة

اوُرُكْذاَف

ََّا

ااماَيِق

اادوُبُ قَو

ىَلَعَو

ْمُكِبوُُج

اَذِإَف

ْمُتَْ نْأَمْطا

اوُميِقَأَف

َلَصلا

َة

َنِإ

َلَصلا

َة

ْتَناَك

ىَلَع

َيِِمْؤُمْلا

ااباَتِك

ااتوُقْوَم

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.

Oleh sebab itu, sebagai seorang muslim wajib untuk melaksanakan ibadah salat baik dilaksanakan dalam keadaan apapun, bagaimanapun, dan dimanapun. Namun dalam prakteknya sering sekali banyak ditemukan persoalan tentang salat bahkan bingung ketika waktu salat telah datang sedangkan posisi seseorang masih di dalam kendaraan umum

5 Syekh Musthafa Masyur,

Berjumpa Allah Lewat Salat (Jakarta: Gema Insani Press,


(19)

dan diperkirakan akan sampai setelah waktu salat tersebut berakhir. Apalagi ditambah persoalan perjalanan saat ini yaitu macet yang akan menghambat seluruh pengguna jalan dalam melakukan aktivitasnya. Persoalan semacam ini sebenarnya pernah dialami saya ketika hendak berangkat dari Ciputat menuju Sukabumi. Ketika itu berangkat setelah salat ashar pukul 16.00 WIB. Dengan menggunakan kendaraan umum, dikarenakan kondisi jalanan macet sampailah saya pada saat waktu salat magrib telah berakhir yaitu pukul 19.30 WIB.

Permasalahan yang terjadi dikalangan masyarakat adalah mengenai perbedaaan pandangan dalam memahami keterangan-keterangan makna yang terkandung Hadis. Hadis salat di kendaraan inilah salah satu contoh dari banyaknya Hadis yang sering banyak diperbincangkan terkait makna Hadis yang akan diamalkan dalam kehidupan sosial. Sebagian orang atau bahkan setingkat ulama meyakini dan memahami Hadis salat di kendaraan boleh dilakukan asalkan bukan salat fardu kemana pun arah kendaraan tersebut melaju, semantara yang lainnya memahami Hadis salat di kendaraan tersebut boleh dilakukan walaupun pada keadaan salat wajib.

Berdasarkan persoalan ataupun permasalahan di atas penulis tertarik untuk menelusuri persoalan tentang salat di kendaraan dengan melalui pendekatan Hadis sebagai sumber pokok umat Islam setelah al-Q ’ . N lam penelitian ini penulis tidak terlalu fokus untuk mencari boleh atau tidaknya salat wajib atau sunah dilakukan di kendaraan, tetapi lebih fokus terhadap unsur-unsur yang ada pada Hadis


(20)

dikendaraan yaitu sebagaimana yang diriwayatkan sunan al-Darimi yang berbunyi sebagai berikut.

اََ ثَدَح

ُناَيْفُس

ُنْب

عيِكَو

،

َلاَق

:

اََ ثَدَح

وُبَأ

دِلاَخ

ُرَََْأا

،

ْنَع

ِدْيَ بُع

ِل

ِنْب

َرَمُع

،

ْنَع

عِفاَن

،

ِنَع

ِنْبا

َرَمُع

،

َنَأ

َ ِبَلا

ىَلَص

َُّا

ِْيَلَع

َمَلَسَو

ىَلَص

َلِإ

ِِرِبَب

،

ْوَأ

ِِتَلِحاَر

،

َناَكَو

يِّلَصُي

ىَلَع

ِِتَلِحاَر

ُثْيَح

اَم

ْتَهَجَوَ ت

ِِب

.

6

Hadis-Hadis di atas masing-masing memiliki unsur-unsur yang terdapat pada Hadis yaitu sanad dan matan. Sanad Hadis yang berarti merupakan sebuah rangkaian periwayatan dari sedangkan matan adalah cerita dari sanad ataupun isi dari Hadis tersebut, matan menurut ilmu Hadis adalah penghujung sanad yakni sabda Nabi Muhammad Saw yang disebutkan setelah akhir sanad Hadis.7 Sanad merupakan persoalan pertama yang berkaitan langsung dengan Hadis, dalam arti persoalannya lebih tertuju pada penelusuran sanad-sanad Hadis, siapa perawinya, bagaimana jati dirinya, bagaimana moralitasnya dan lain sebagainya. Di samping itu, persoalan lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam proses

isnâd adalah penelusuran kemampuan rawi dalam proses menerima dan

meriwayatkan Hadis apakah ia seorang yang sungguh-sungguh dalam bermajelis sama’ t e y k se gg te j y k

kekeliruan dalam menyampaikan Hadis dari gurunya.8 Inilah yang akan

6

‘Îs ‘Îs -Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, ( Beirut: Dâr al-Gharib

al- Islamî, 1998), h. 456

7 Bustamin, dan Isa Salam,

Metode Kritik Hadis. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),

h. 59.

8 M. Abdurrahman, dan Elan Sumarna,

Metode Kritik Hadis. (Bandung: Remaja Rosda


(21)

menjadi kajian penulis dalam membahas Hadis tentang salat di kendaraan berdasarkan analisis sanad dan juga matan.

B. Identifikasi Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berawal dari penjelasan latar belakang di atas, maka diperlukanlah suatu pembatasan masalah. Dengan tujuan agar pembahasan terfokus pada penelitian yang akan dikaji dan lebih terarah. Oleh sebab itu penulis akan memberikan batasan terhadap penelitian yang akan dikaji dengan membatasi Hadis sebagai berikut :

Pembatasan yang pertama, penulis hanya akan menganalis atau

melakukan kritik terhadap Hadis salat di kendaraan sedangkan untuk hukum yang berkaitan dengan salat di kendaraan penulis tidak akan terlalu membahasnya. Kedua, penulis akan meneliti Hadis-Hadis yang berkaitan

dengan salat di kendaraan.

Pembatasan yang ketiga, dari sekian banyak Hadis yang berkaitan

dengan salat di kendaraan maka saya batasi jumlah Hadis tentang salat di kendaraan yang akan dianalisa dari segi sanad dan matan hanya dua Hadis saja karena keterbatasan waktu dan akan menghasilkan halaman yang sangat banyak. Hadis-hadis tersebut terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Sunan al-Tirmidzi, dengan alasan bahwa setiap hadis di mana pun ia


(22)

dimuat dan setinggi apa pun ia diapresiasi harus diteliti sebelum diberikan penelitian ilmiah apa pun terhadap keterpercayaannya.9

2. Rumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin melakukan penelitian bagaimana kualitas Hadis tentang salat di atas kendaraan?

C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dan kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk memberikan pengertian secara ilmiah terhadap Hadis salat dikendaraan.

b. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan Hadis salat di kendaraan.

c. Untuk menggambarkan Hadis-Hadis tentang salat di kendaraan.

d. Untuk menguraikan unsur-unsur Hadis yang menjadi hal terpenting dalam menentukan kualitas Hadis.

2. Kegunaan Penelitian ini adalah

a. untuk memberikan wawasan pengetahuan dan referensi tambahan terhadap kajian Hadis khususnya tentang Hadis salat di kendaraan.

9 Kamarudin Amin,

Menguji kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis. ( Jakarta:


(23)

b. Memberikan gambaran pemahaman Hadis salat kendaraan yang dilihat berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada Hadis yaitu sanad dan matan.

c. Secara Akademik, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dalam khazanah pemikiran Islam khususnya dalam bidang Hadis.

d. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi Islam pada program study Tafsir Hadis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah yang membahas tentang Salat telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari berbagai kajian disiplin ilmu. Diantara karya ilmiah yang penulis temukan adalah sebagai berikut :

a. Skripsi pada Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta tahun 2001 karya M. Rizal Efendi Hasibuan

dengan judul PENGALAMAN SALAT FARDHU SOPIR DAN

KERNET BIS PT.ALS ( ANTAR LINTAS SUMATRA) CABANG YOGYAKARTA. Dalam skripsi ini M. Rizal Efendi Hasibuan

menjelaskan permasalahan ibadah salat yang dilakukan sopir dan kernet yang setiap harinya berada di perjalanan. Peneliti ini melihatnya dengan berdasarkan faktor pendukung serta faktor


(24)

penghambat terhadap kewajiban salat 5 waktu seorang sopir dan kernet bis tersebut.

b. Skripsi pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta tahun 2009 karya Mahbubah dengan judul KUALITAS HADIS-HADIS

QADA SALAT (KAJIAN SANAD MATAN). Dalam skripsinya

Mahbubah melakukan penelitian terhadap salat qada dengan pendekatan ilmu Hadis yang menjelaskan kualitas Hadis. Melalui penelitiannya Mahbubah menyatakan bahwa Hadis qada salat adalah merupakan Hadis yang memiliki kualitas ahad masyhur yang h

dengan alasan bahwa Hadis tersebut memiliki sanad yang bersambung serta rawinya yang abit.

Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah dilakukan para peneliti mengenai salat dari berbagai macam-macam pendekatannya, maka saya tertarik untuk meneliti pembahasan salat dilakukan di kendaraan melalui disiplin ilmu Hadis.

E. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode pencarian data-data yang biasa disebut library research berupa buku, artikel, majalah, baik yang bersifat primer ataupun sekunder diantaranya yaitu tahdzîb al-tahdzîb karya Ibn Hajar al-Asqalânî, Karya Jamâludin

Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî, Tahdzîbal-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, al-Mufahras li alfâd al-Hadîts al-Nabawi karya Arnold John Wensinck.


(25)

Adapun langkah-langkah ataupun cara pengumpulan data yang ditempuh penulis dalam melakukan analisis data adalah sebagai berikut :

Pertama, Metode takhrij Hadis, dengan menggunakan kitab

’ -Mufahras li alfâd al-Hadîts al-Nabawi karya Arnold John

Wensinck dan kitab al-Mausû’ al-Atraf karya Abu Hajar Muhammad

al-S ʻîd ibn Basyûnî Zaghlûl.

Kedua, Melakukan penelitian sanad Hadis dari data yang diambil dari kitab dan Hadis kemudian menentukan kedudukan Hadis melalui penelitian kepribadian para perawi Hadis.

Ketiga, Melakukan kritik matan Hadis dengan cara membandingkan Hadis dengan al-Q ’ Hadis dengan Hadis.

Dalam metode penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku pedoman akademik tahun 2010-2011.

F. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini penulis menyusun berdasarkan bab perbab, agar mendapatkan gambaran yang jelas dalam skripsi ini.yaitu dengan susunan sebagai berikut:

Bab satu, sebagai pendahuluan yang merupakan gambaran umum tentang keseluruhan isi skripsi yang dimulai dengan latar belakang masalah yang dilanjutkan rumusan masalah, lalu tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.


(26)

Bab dua, membahas sekilas tentang salat yang meliputi pembahasan pengertian salat dan kedudukannya dalam Islam serta penulis juga akan menjelaskan bagaimana salat di kendaraan dilakukan (tata cara salat di kendaraan), selain dari pada itu dalam bab ini pun dijelaskan pendapat-pendapat para ulama memandang seputar Hadis salat di kendaraan.

Bab tiga, membahas seputar proses analisis penulis terhadap Hadis-Hadis salat di kendaraan dengan melalui takhrij Hadis. Langkah pertama penulis menyajikan teks dan terjemah Hadis kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penelitian Hadis yang dilakukan dengan menelusuri sanad Hadis, i’t b r Hadis, serta melakukan kritik sanad.

Selain dari itu, pada bab ini juga dilakukan penelusuran terhadap matan Hadis dengan cara mencari awal matan Hadis, melalui kata-kata yang terdapat pada matan Hadis, pencarian melalui tema Hadis, meneliti kandungan matan Hadis, pendapat ulama terhadap makna Hadis, serta memberikan verifikasi terhadap Hadis.

Bab empat, merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang akan diakhiri dengan penutup meliputi kesimpulan, saran. Dan untuk melengkapi skripsi serta bukti penelitian, penulis cantumkan lampiran-lampiran.


(27)

SEKILAS TENTANG SALAT

A. Pengertian Salat Dan Kedudukannya Dalam Islam

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, salat adalah merupakan perbuatan

menghadap kepada Allah sepenuh jiwa raga untuk berdoa, memuji, memuliakan, dan memohon rahmat-Nya sebagai ibadah dengan melakukan beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri

dengan salam sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum

Islam1. Sedangkan pengertian salat menurut bahasa Arab adalah merupakan kata yang diambil dari kata

ي

لصي

ىلص

yang memiliki arti do’ 2.

Berkaitan dengan pengertian Salat y g e t o’ , al-Q ’ e je sk dalam surat al-Taubah ayat 103 sebagai berikut :

ِّلَصَو

ْمِهْيَلَع

نِإ

َكَتَاَص

نَكَس

ْمََُ

ُ َاَو

عيََِ

ميِلَع

“ e o t k e ek . Ses gg y o k t e j ) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha e get .”

Berdasarkan ayat di atas, kata

ْمِهْيَلَع

ِّلَصَو

“ e o’ t k e ek ” t y t k p t k mereka dari dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Begitu juga dengan kata

ْمََُ

نَكَس

َكَتَاَص

نِإ

“ Ses gg y o’ k t e j kete t j w g e ek ,”

1 Peter salim,

Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, ( Jakarta: Modern English Press,


(28)

artinya, itu menjadi penenang hati mereka karena Allah telah mengampuni dosa mereka dan menerima taubat mereka.3

Sedangkan pengertian salat secara istilah ialah perkataan maupun perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam berdasarkan syarat-syarat dan waktu yang telah ditetapkan. Allah telah menetapkan waktu-waktu salat fardu yang lima waktu. Sebagaimana dalam firman-Nya :

نِإ

َةَا صلا

ْتَناَك

ىَلَع

َيِِمْؤُمْلا

اًباَتِك

اًتوُقْوَم

“Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-o g y g e ”. Qs. -Nisâ ayat 103).

Jelaslah bahwa salat menjadi salah satu ibadah yang waktunya telah ditentukan. Bahkan memiliki keutamaan yang luar biasa bagi siapa saja yang melaksanakan salat tepat pada waktunya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadis berikut ini :

اََ ث دَح

وُبَأ

ِديِلَولا

ُماَشِ

ُنْب

ِدْبَع

، ِكِلَما

َلاَق

:

اََ ث دَح

،ُةَبْعُش

َلاَق

ُديِلَولا

ُنْب

ِراَزْ يَعلا

:

ِنَرَ بْخَأ

َلاَق

:

ُتْعََِ

اَبَأ

وٍرْمَع

، ِناَبْي شلا

ُلوُقَ ي

:

اََ ث دَح

ُبِحاَص

ِِذَ

ِرا دلا

َراَشَأَو

َلِإ

ِراَد

ِدْبَع

،ِ َا

َلاَق

:

ُتْلَأَس

ِب لا

ى لَص

ُل

ِْيَلَع

َم لَسَو

:

يَأ

ِلَمَعلا

بَحَأ

َلِإ

؟ِ َا

َلاَق

:

ُةَا صلا

ىَلَع

،اَهِتْقَو

َلاَق

:

ُث

؟يَأ

َلاَق

:

ُث

رِب

ِنْيَدِلاَولا

َلاَق

:

ُث

؟يَأ

َلاَق

:

ُداَهِجا

ِي

ِليِبَس

ِ َا

َلاَق

:

ِنَث دَح

، نِِِ

ِوَلَو

ُُتْدَزَ تْسا

ِنَداَزَل

ٗ

Salat juga merupakan perwujudan dari rasa kelemahan seorang manusia dan rasa membutuhkan seorang hamba terhadap Tuhan dalam membentuk perkataan dan perbuatan sekaligus, sebagai perwujudan ketaatan seorang hamba terhadap perintah dan kewajiban dari Tuhan, dan

3 Ibn jarî - abarî,

Tafsir - abarî, Penerjemah Anshari Taslim, dkk (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2009), h. 202.

4Ibn Hajar al-Asqalani,


(29)

sebagai sarana yang di dalamnya seorang hamba meminta ketabahan untuk menghadapi berbagai kesulitan dan ujian yang dialami di dunia ini, dan sebagai perwujudan pernyataan memuji kebesaran dan kemulian Allah.5

Salat adalah kewajiban yang konstan dan absolut, untuk hamba sahaya dan kaum merdeka, untuk si kaya dan si miskin, untuk orang yang sehat dan sakit, dan untuk yang bepergian ataupun yang tidak bepergian. Kewajiban ini tidak gugur bagi siapa saja yang sudah sampai pada usia baligh, dalam keadaan bagaimanapun juga, tidak seperti puasa, zakat, dan haji, yang diwajibkan dengan beberapa syarat dan sifat, dalam waktu tertentu dan dengan batas yang tertentu pula. 6

Begitu pentingnya salat untuk dilakukan dalam kondisi apapun seperti pada kondisi perang, pada saat dalam perjalanan, atau pada saat dalam kondisi yang aman. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nisâ berikut ini:

اَذِإَو

ْمُتْ بَرَض

ِف

ِضْرَْأٱ

َسْيَلَ ف

ْمُكْيَلَع

حاَُج

نَأ

اوُرُصْقَ ت

َنِم

ِةٰوَل صلٱ

ْنِإ

ْمُتْفِخ

نَأ

ُمُكَِتْفَ ي

َنيِذ لٱ

وُرَفَك

نِإ

َنيِرِفَٰكْلٱ

اوُناَك

ْمُكَل

اوُدَع

اًيِب م

ٔٓٔ

اَذِإَو

َت ُك

ْمِهيِف

َتْمَقَأَف

ُمََُ

َةٰوَل صلٱ

ْمُقَ تْلَ ف

ةَفِئاَط

مُهْ ِّم

َكَع م

اوُذُخْأَيْلَو

ْمُهَ تَحِلْسَأ

اَذِإَف

اوُدَجَس

اوُنوُكَيْلَ ف

نِم

ْمُكِئاَرَو

ِتْأَتْلَو

ةَفِئاَط

ٰىَرْخُأ

َْل

او لَصُي

او لَصُيْلَ ف

َكَعَم

اوُذُخْأَيْلَو

ْمَُرْذِح

ْمُهَ تَحِلْسَأَو

دَو

َنيِذ لٱ

اوُرَفَك

ْوَل

َنوُلُفْغَ ت

ْنَع

ْمُكِتَحِلْسَأ

ِتْمَأَو

ْمُكِتَع

َنوُليِمَيَ ف

مُكْيَلَع

ًةَلْ ي م

ًةَدِحَٰو

َلَو

َحاَُج

ْمُكْيَلَع

نِإ

َناَك

ْمُكِب

ىًذَأ

نِّم

ٍرَط م

ْوَأ

مُت ُك

ٰىَضْر م

نَأ

اوُعَضَت

ْمُكَتَحِلْسَأ

اوُذُخَو

ْمُكَرْذِح

نِإ

َ َٱ

دَعَأ

َنيِرِفَٰكْلِل

اًباَذَع

اًيِه م

ٕٔٓ

اَذِإَف

ُمُتْيَضَق

َةٰوَل صلٱ

اوُرُكْذٱَف

َ َٱ

اًمَٰيِق

اًدوُعُ قَو

ٰىَلَعَو

ْمُكِبوُُج

اَذِإَف

ْمُتَنْأَمْطٱ

اوُميِقَأَف

َةٰوَل صلٱ

نِإ

َةٰوَل صلٱ

ْتَناَك

ىَلَع

َيِِمْؤُمْلٱ

اًبَٰتِك

اًتوُقْو م

ٖٔٓ

5 Ahmad Thib Raya dan Musdah Mulia,

Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam,


(30)

“ an apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu mengqasar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Al-Nisâ ayat 101)

“ an apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang Salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-o g k f t ”. (Al-Nisâ ayat 102).

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (Al-Nisâ ayat 103).

Jika menelusuri kitab suci yang diturunkan Allah dan sunnah Nabi maka kita akan menemukan adanya perhatian yang begitu besar terhadap masalah salat . Bapak para Nabi, I . s. e o’ kep t y g Allah menjadikan dirinya dan keturunannya termasuk orang yang mendirikan salat, dan menjadikan salat sebagai ungkapan pujian terhadap Ismail. Ditemukan pula di dalamnya bahwa perintah yang pertama kali ditujukan Allah kepada Nabi Musa adalah perintah mendirikan salat dan berwasiat kepada Musa dan saudaranya Harun untuk melaksanakannya. Wasiat serupa disampaikan Luqman kepada anaknya.7

7 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyid Hawass

, Fiqh Ibadah,

Penerjemah Kamran As’ t Irsyadi, Ahsan Taqwim dan al-Hakam Faishal, ( Jakarta: Amzah, 2010), h. 150.


(31)

Diantara ayat-ayat al-Q ’ y g e k t e g ke k salat dalam Islam yang telah dijelaskan di atas ialah sebagai berikut :

ِّبَر

ِنْلَعْجا

َميِقُم

َا صلا

ِة

ْنِمَو

ِت يِّرُذ

اَ بَر

ْل بَقَ تَو

ِءاَعُد

“ T k , J k k k k o g-orang yang tetap mendirikan salat , T , pe ke k o k .” (Q.S. Ibrahim ayat 40)

َناَكَو

ُرُمْأَي

َُلَْأ

ِةَا صلاِب

ِةاَك زلاَو

َناَكَو

َدِْع

ِِّبَر

ايِضْرَم

“ e y ya untuk bersembahyang dan menunaikan k t, seo g y g s s T y .” (Q.S. Maryam ayat 55)

ِن نِإ

اَنَأ

ُ َا

َل

ََلِإ

لِإ

اَنَأ

ِنْدُبْعاَف

ِمِقَأَو

َةَا صلا

يِرْكِذِل

“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah salat untuk mengingat aku.” (Q.S. Thaha ayat 14).

Demikianlah hakikat salat menurut pandangan agama. Salat mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam mendidik jiwa dan membina akhlak. Sungguh, pada setiap bagian salat terkandung keutamaan-keutamaan akhlak yang bermanfaat untuk melahirkan sifat-sifat terpuji.8

B. Cara Melaksanakan Salat Di Kendaraan

Tata cara salat yang sempurna dari segala aspeknya ialah mendirikan salat sejalan dengan salat yang diparaktekkan oleh Rasulullah Saw.9

Melaksanakan salat pada saat berada di kendaraan adalah dibolehkan. Seperti mengerjakan salat dalam kapal laut, kereta, dan pesawat terbang hukumnya sah dan tidak dihukumi makruh. Dalam kondisi seperti ini, salat boleh dilakukan semampunya (tidak harus dilakukan secara sempurna seperti dalam kondisi normal).10

8 Syeikh Abdurrahman al-Jaziri,

Kitab Salat Fikih Empat Madhab Mudah Memahami Fikih dengan Metode Skema, diterjemahkan Syarif Hademasyah dan Luqman Junaidi, (Jakarta:


(32)

Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi saw. ditanya perihal salat di atas kapal laut, beliau bersabda:

اََ ث دَح

وُبَأ

ٍرْكَب

ُد مَُُ

ُنْب

ىَسوُم

ِنْب

ٍلْهَس

يِراَهَ بْرَ بْلا

ْنِم

ِِلْصَأ

،

اََ ث دَح

ُرْشِب

ُنْب

اَفاَف

،

اََ ث دَح

وُبَأ

ٍمْيَعُ ن

،

اََ ث دَح

ُرَفْعَج

ُنْب

َناَقْرُ ب

ْنَع

ِنوُمْيَم

ِنْب

َناَرْهِم

ِنَع

ِنْبا

َرَمُع

َلِئُس

ِب لا

ىلص

ل

يلع

ملسو

ِنَع

ِةَا صلا

ِي

ِةَيِف سلا

َلاَق

ِّلَص

اًمِئاَق

لِإ

ْنَأ

َفاَََ

قَرَغْلا

Berdasarkan Hadis di atas, bahwa pada suatu hari Rasulullah pernah ditanya tentang salat di atas kapal laut maka Nabi menjawab atas pertanyaan tersebut. Nabi berkata salat lah di dalamnya (kapal laut) dengan cara berdiri kecuali apabila kamu takut tenggelam.

Adapun mengenai cara melakukan salat di atas kendaraan, Rasulullah memberikan petunjuk tentang tata caranya, sebagai berikut:

Sebisa mungkin menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, maka menghadapnya mengikuti arah laju kendaraan. Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan salim berikut ini:

اََ ث دَح

ُدََْْأ

ُنْب

ٍحِلاَص

اََ ث دَح

ُنْبا

ٍبْ َو

ِنَرَ بْخَأ

ُسُنوُي

ِنَع

ِنْبا

ٍباَهِش

ْنَع

ٍِلاَس

ْنَع

ِيِبَأ

َلاَق

َناَك

ُلوُسَر

ِ َا

-ىلص

ل

يلع

ملسو

ُحِّبَسُي

ىَلَع

ِةَلِحا رلا

ىَأ

ٍْجَو

َ جَوَ ت

ُرِتوُيَو

اَهْ يَلَع

َرْ يَغ

ُ نَأ

َل

ىِّلَصُي

َةَبوُتْكَمْلا

اَهْ يَلَع

.

ٔٔ

Yang dimaksud dengan kata

ُحِّبَسُي

pada Hadis di atas adalah orang yang melaksanakan salat sunah12, maka apabila seseorang mengerjakan salat sunnah dikerjakan di atas kendaraan diperbolehkan untuk tidak

menghadap kiblat apabila memang tidak memungkinkan. Berdasarkan

11 Abû Dâud Sulae s’ s al-Sajsastani,

Sunan Abû Dâud, (Beirut: Dâr al-Kitab al

Arabi), juz 1, h. 473.

12 Abû al- yy b Muhammad Syamsu al-Haq al-‘ î , ’

Aun al- ’b d, juz 4 (Madinah:


(33)

Hadis yang diriwayatkan Ibn Umar mengatakan bahwa ketika itu pernah melihat Nabi Muhammad salat di atas keledai dan beliau menghadapkan wajahnya ke khaibar. Berikut Hadis yang diriwayatkan ibn Umar:

اََ ث دَح

َيََْ

ُنْب

َيََْ

َلاَق

ُتْأَرَ ق

ىَلَع

ٍكِلاَم

ْنَع

وِرْمَع

ِنْب

َيََْ

ِِّنِزاَمْلا

ْنَع

ِديِعَس

ِنْب

ٍراَسَي

ِنَع

ِنْبا

َرَمُع

َلاَق

ُتْيَأَر

َلوُسَر

ِ َا

ىلص

ل

يلع

ملسو

ىِّلَصُي

ىَلَع

ٍراَِْ

َوُ َو

ِّجَوُم

َلِإ

َرَ بْيَخ

.

ٖٔ

Diusahakan berdiri. Jika tidak bisa, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Salah satu dasar Hadis yang membolehkannya adalah Hadis yang berikut ini :

اََ ث دَح

ُميِاَرْ بِإ

ُنْب

ٍدا َْ

،

اََ ث دَح

ُسا بَع

ُنْب

َديِزَي

،

اََ ث دَح

وُبَأ

ٍرِماَع

،

اََ ث دَح

ُميِاَرْ بِإ

ُنْب

َناَمْهَط

ْنَع

ٍْيَسُح

اَذَِِ

َلاَقَو

ُروُساَبْلا

صلا

َا

ُة

َع َل

ى

رلا

ِحا

َل ِة

ِي

سلا

َف ِر

ََج

َعا

ًة

ِب ُع ْذ

ِر

َما

َط

ِر

َو

َلبلا

ِة

ٔٗ

Berdiri dalam salat adalah merupakan salah satu dari rukun salat yang harus dipenuhi, tetapi pada kondisi tertentu seseorang yang hendak salat diperbolehkan untuk tidak berdiri apabila memang benar-benar tidak dapat memungkinkan untuk melaksanakannya seperti pada saat seseorang yang berada di atas kendaraan yang ditungganginya sementara dia tidak mungkin mampu salat sambil berdiri atau turun dari kendaraannya sehingga tidak dapat salat secara sempurna dikarenakan takut akan bahaya yang akan menimpanya, seperti adanya hujan atau banjir di sekitar kendaraannya ataupun bahaya lainnya.15

13 Abû al-Husain Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî,

Sahîh Muslim, juz 2 (Beirut: Dâr Afâq

al-Jadîdah, t.t.), h. 149.

14 Abî al-H s ‘ Umar al-Dâ q nî,


(34)

Demikian juga Hadis yang diriwayatkan oleh ibn Umar dalam kitab

al-Bukhârî, sebagai berikut.

اََ ث دَح

ُد مَُُ

ُنْب

ِبَأ

ٍرْكَب

يِم دَقُمْلا

،

اََ ث دَح

رِمَتْعُم

ْنَع

ِدْيَ بُع

ِل

ْنَع

ٍعِفاَن

،

ِنَع

ِنْبا

َرَمُع

،

ِنَع

ِِّب لا

ىلص

ل

يلع

ملسو

ُ نَأ

َناَك

ُضِّرَعُ ي

َُتَلِحاَر

يِّلَصُيَ ف

اَهْ يَلِإ

ُتْلُ ق

َتْيَأَرَ فَأ

اَذِإ

ِت بَ

ُباَكِّرلا

َلاَق

َناَك

ُذُخْأَي

َذَ

ا

َلْح رلا

ُُلِّدَعُ يَ ف

يِّلَصُيَ ف

َلِإ

ِِتَرِخآ

،

ْوَأ

َلاَق

خَؤُم

ِِر

،

َناَكَو

ُنْبا

َرَمُع

،

َيِضَر

ُ َا

َُْع

،

ُُلَعْفَ ي

.

ٔٙ

Dibolehkan kita mengerjakan salat fardu di atas kendaraan, apabila kendaraan itu menghadap kiblat. Walaupun kendaraan itu sedang berjalan, seperti kapal dan lain-lainnya. Dan apabila salat tidak dapat dilakukan sambil berdiri, karena keadaan kendaraan tidak mengizinkan, maka dibolehkan kita mengerjakan sambil duduk.

Kendaraan yang dapat disamakan dengan kapal adalah kereta api, motor, trem dan yang semisalnya. Karena itu, Apabila seorang mengerjakan salat dalam kendaraaan, hendaklah menghadap qiblat dan berdiri, selama masih ada kemungkinan untuk berdiri itu. Apabila kapal menghadap ke timur, hendaklah orang yang salat itu memutarkan badannya kearah barat. Tetapi jika tidak mungkin memutarkan badan, dibolehkan ia menghadap kemana saja kendaraan itu menghadap. Ruku’ dan sujud dilakukan menurut kemungkinan.17

ِنَثَدَحَو

نَع

ِكِلاَم

نَع

ِدْبَع

ِل

ِنْب

ٍراَيِد

ْنَع

ِدْبَع

ِل

ِنب

رَمُع

:

نَأ

َلْوُسَر

ِل

ى لَص

ُل

ِيَلَع

َو

َمَلَس

َناَك

يِلَصُي

ىَلَع

ِِتَلِحاَر

ِي

رٍفَسلا

َثيَح

تَه جَوَ ت

ِِب

َلاَق

ُدبَع

ِل

ِنب

ٍراَيِد

َناَكَو

ُدبَع

ِل

ُنب

رَمُع

ُلَعفَي

َكِلَذ

ِنَثَدَحَو

نَع

ٍكِلاَم

نَع

َي ََ

َنب

ديِعَس

َلاَق

ُتيَأَر

سَنَأ

16 Is ’ `I î -Mugîrah al Bukhârî,

al-Jâmi’ - h, juz

1 (Kairo: Dâr al-Sya’ b, 1987), h. 135.

17 Hasbi as Shidiqi,


(35)

نب

كِلاَم

ِي

ٍرَفَسلا

َوُ َو

يِلَصُي

ىَلَع

ٍراَِْ

َوُ َو

ُ جَوَ تُم

َلِإ

ِرَغ

ِةَلبِقلا

ُعُكرَي

ُدُجسَيَو

ءاَمِإ

نِم

ِرَغ

نَأ

َعَضَي

َُهجَو

ىَلَع

ٍءيَش

ٔٛ

َح

د َ ث

َا

ََْ

َي

ُنب

ُم

َسو

ى

َح

د َ ث

َا

َش َب

َبا ُة

ُنب

ُس َو

ٍرا

َح

د َ ث

َا

ُع َم

ُر ْب

ُن

رلا

َم

ِحا

َ بلا

ْل

ِخ

ي

َع

ْن

َك ِث

ٍْر

ِنب

ِز َي

دا

َع

ْن

َع ْم

ٍرو

ْب

ِن

ُع

ْث َم

َنا

ْب

ِن

َ ي ْع

َلى

ْب

ِن

ُم

ر َة

َع

ْن

َأ ِب ْي

ِ

َع

ْن

َج

ِِِّد

ِه

:

َأ ن

ُهم

َك

ُنا

او

َم

َع

لا

ِب

َص

لى

ُل

َع

َل ْي ِ

َو

َس ل

َم

ِي

َم

ِس

ٍْر

َف ْ نا

َ ت ُه

او

ِإ

َل

َم

ِض

ْي ٍق

َو

َح

َض

َر

ِت

صلا

ُةا

َف

َم

َط

ُراو

سلا

َم

َءا

ِم

ْن

َ ف ْو

ِق ِه

م

َو

َ بلا

َلة

ِم

ْن

َأ

ْس َف

ٍل

ِم

ْ ُه

ْم

َف َأ

ذ

َن

َر ُس

ْو ُل

ِل

َص

لى

ُل

َع

َل ْي ِ

َو

َس ل

َم

ُ َو

ُ َو

َ

َع َل

ى

َر

ِحا

َل ِت

ِ

َو َأ َق

َما

ُ

َأ ْو

َأ

َق

َما

َ

َ ف َ ت

َق د

َم

َع َل

ى

َر

ِحا

َل ِت

ِ

َف

َص

ل

ى

ِِِ

ْم

ُ ي ْو

ِم

ُئ

ِإ َْم

ًءا

َْي َع

ُل

سلا

ُج

َدو

َأ

ْخ َف

َض

ِم

َن

رلا

ُك ْو

ِع

ٜٔ

Apabila kesempatan bersuci dengan cara berwudhu tidak dapat memungkinkan untuk mengerjakannya, karena di atas kendaraan yang sedang berjalan atau tidak ada air untuk berwudhu, maka dapat diganti dengan tayamum.20

Bila juga tidak memungkinkan berwudhu di atas kendaraan maka dapat dilakukan dengan cara bertayamum. Cara tayamum yakni dengan menepuk-nepuk tangan kepada dinding, kaca, atau kursi kendaraan. Lalu usapkan kewajah kemudian yang satu mengusap sampai pergelangan.

C. Pendapat Ulama Tentang Salat di Kendaraan

Dengan semakin banyaknya masyarakat, semakin banyak juga permasalahan yang mereka alami dalam upaya untuk memenuhi kewajiban salat . Salah satu dari sekian banyak permasalahan tentang salat tersebut adalah salat di atas kendaraan. Oleh sebab itu penulis ingin mengutip pendapat para ulama terhadap salat yang dilakukan di atas kendaraan.

18Mâlik bin `Anas Abû Abdullah al-Asbahî,

Mu a` al-Imâm Mâlik, juz 1 (Mesir: Dâr

Ihyâ, 1951), h. 151.

19 Muhammad ‘Îs ‘Îs -Tirmidzî,


(36)

1. Seorang yang melakukan salat di atas kendaraan, karena sulitnya kondisi untuk dapat melakukan secara sempurna, maka kondisi tersebutlah yang menyebabkan terjadinya izin untuk melakukan beberapa kekurangan, dan syariat telah mengetahui hal tersebut, dengan kata lain syariat merestui terjadinya kekurangan itu, oleh sebab itu syariat tidak memerintahkan pelakunya untuk mengulangi salat nya kembali, baik dengan cara mengqadha atau lainnya21

2. Menurut imam al-Nawawi, salat yang dilakukan di atas kendaraan diperbolehkan dengan syarat ketika dalam perjalanannya tidak bertujuan untuk maksiat. Seperti perjalanan yang bertujuan untuk mencuri, membunuh seseorang, berzina, dan maksiat-maksiat lainnya maka ibadah salat yang dilakukannya itu tidak sah. Imam Nawawi mengatakan bahwa salat yang boleh dilakukan di atas kendaraan adalah salat sunah serta diberikannya kemudahan jika tidak ditemukannya air untuk bersuci maka dibolehkan utuk bertayamum.

3. I Sy f ’ e pe p t, salat di atas kendaraan hukumnya tidak boleh akan tetapi pada kondisi kendaraan yang kita tumpangi berhenti sehingga kita memungkinkan untuk ruku, dan sujud maka salat nya sah untuk dilaksanakan. Adapun salat sunah yang dilakukan di atas kendaraan maka diperbolehkan salat sekira ia menghadap kendaraannya melaju, karena seorang tersebut tidak mampu untuk menghadap kiblat. Begitu pula ketika seorang musafir yang dalam perjalanannya ia tidak dapat melakukan ruku dan juga sujud secara sempurna maka

21 Syarif Hidayatullah Husain,

Salat Dalam Madzhab Ahlul Bait (Jakarta: Lentera, 2007),


(37)

diperbolehkan untuk melakukannya dengan isyarat seperti melakukan sujud lebih rendah dari pada ruku. Pada hakikatnya tidak diperbolehkan salat selain menghadap kiblat baik muqim atau musafir kecuali pada posisi khauf.22 Bila melakukan sebagian salat dalam kondisi sangat takut

dengan melewatkan sebagian kewajibannya, seperti menghadap kiblat, lalu merasa aman di tengah salat , maka ia menyempurnakanya dengan melengkapi kewajiban-kewajibannya. Bila sedang mengendarai kendaraan dengan tidak menghadap kiblat, maka ia turun lalu menghadap ke arah kiblat dan melanjutkan salat nya, karena salat yang telah dilakukan sebelum merasa aman tetap sah, sehingga boleh melanjutkannya (dengan cara salat orang yang merasa aman). Sebagaimana halnya bila tidak ada kewajiban salat yang dilewatkan.

Bila tidak menghadap kiblat ketika turun dari tunggangan atau meninggalkan sebagian kewajiban setelah merasa aman, maka salat nya rusak. Bila memulai salat dengan rasa aman dan menyempurnakan syarat dan wajibnya, lalu muncul rasa sangat takut, maka ia menyempurnakannya dengan cara yang di perlukan. Misalnya ia sedang salat sambil berdiri di atas tanah dan menghadap kiblat, lalu ia merasa perlu menunggangi kendaraan dan membelakangi kiblat, maka ia menyempurnakan salat nya dengan cara yang diperlukannya itu.23 Sedangkan imam Maliki berpendapat bahwa salat di atas kendaraan dapat dilakukan dalam kondisi takut akan bahaya apabila seseorang

22 Muhammad bin `Idrîs al-Sy f ’ ,


(38)

turun dari kendaraan, takut dari ancaman hewan buas, takut akan bahaya musuh.

4. Barang siapa yang berada di atas kapal sementara ia mampu untuk menepi sehingga dapat memungkinkan melakukan salat dengan cara berdiri ruku dan juga sujud maka salat di atas kapal diperbolehkan karena telah terpenuhinya syarat-syarat tersebut. Dan apabila syaratnya tidak terpenuhi seperti diharuskannya berdiri ketika salat karena berdiri dalam salat merupakan salah satu dari rukun salat maka hal demikian tidak lah sah melakukannya.24

5. Berkaitan dengan salat di kendaraan, Penafsiran imam Qurtubi terhadap ayat 239 dari surat al-Baqarah25 menjelaskan bahwa salat yang berada dalam posisi takut akan adanya ancaman bahaya terhadap nyawanya maka terdapat keringanan bagi seseorang yang hendak melakukan ibadah salat pada saat posisi takut tersebut. Diantara keringanan yang diperoleh ialah orang yang dalam perjalanan, serta orang yang berada di atas kendaraan yang keselamatannya terancam. Sehingga dalam praktek salat nya ia diperbolehkan dengan melakukan isyarat seperti ketika tidak mampu melakukan ruku ataupun sujud maka dapat dilakukan dengan cara menggerakan kepalanya serta diperbolehkan menghadapkan kepalanya kemana saja dia menghadap apabila memang tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat.26

24 Al-Hanâfi,

Al-Ikhtâr ’ îl Mukhtâr, juz 1 (Beirut: Dâr al-Kitab Alamiyah, 2005), h.

83.

25

َنوُمَلْعَ ت اوُنوُكَت َْل ام ْمُكَم لَع امَك َ َا اوُرُكْذاَف ْمُتِْمَأ اذِإَف ًانابْكُر ْوَأ ًلاجِرَف ْمُتْفِخ ْنِإَف

26 -Q ubî


(39)

6. Apabila seseorang yang bepergian atau berada diatas kendaraan dan tidak mampu turun dari kendaraannya untuk menunaikan salat disebabkan takut akan adanya kekacauan, atau ada bencana disekitarnya maka diperbolehkan untuk ruku dan sujud kemana saja dia menghadap.27


(40)

BAB III

ANALISIS HADIS MENGENAI SALAT DI ATAS KENDARAAN

A. Kritik Sanad Hadis

1. Teks Dan Terjemah Hadis

Diantara sekian banyak Hadis yang menjelaskan salat di atas kendaraan ialah salah satu diantaranya terdapat dalam kitab al-Bukhârî pada bab menghadap kiblat bagaimanapun keadaannya dan

dalam kitab Sunan al-Tirmidzî pada bab melakukan Salat di atas

kendaraannya (unta).

اََ ث دَح

ُمِلْسُم

ُنْب

،َميِاَرْ بِإ

َلاَق

:

اََ ث دَح

ُماَشِ

ُنْب

ِبَأ

ِدْبَع

،ِ َا

َلاَق

:

اََ ث دَح

َيََْ

ُنْب

ِبَأ

،ٍرِثَك

ْنَع

ِد مَُُ

ِنْب

ِدْبَع

،ِنَْْ رلا

ْنَع

ِرِباَج

ِنْب

ِدْبَع

،ِ َا

َلاَق

:

«

َناَك

ُلوُسَر

ِ َا

ى لَص

ُل

ِْيَلَع

َم لَسَو

يِّلَصُي

ىَلَع

،ِِتَلِحاَر

ُثْيَح

ْتَه جَوَ ت

اَذِإَف

َداَرَأ

َةَضيِرَفلا

َلَزَ ن

َلَبْقَ تْساَف

َةَلْ بِقلا

»

ٔ

“Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrâhî , e k t : Te e e t k kep k H sy î , e k t : Te e e t k kep k y î tsî ‘ J ‘ e k t : Rasulullah Saw. Salat di atas kendaraan dalam perjalanannya kemana pun kendaraan itu menghadap namun apabila beliau hendak salat wajib maka beliau turun dari kendaraan dan menghadap kiblat.”

اََ ث دَح

ُناَيْفُس

ُنْب

ٍعيِكَو

،

َلاَق

:

اََ ث دَح

وُبَأ

ٍدِلاَخ

ُرََْْأا

،

ْنَع

ِدْيَ بُع

ِل

ِنْب

َرَمُع

،

ْنَع

ٍعِفاَن

،

ِنَع

ِنْبا

َرَمُع

،

نَأ

ِب لا

ى لَص

ُ َا

ِْيَلَع

َم لَسَو

ى لَص

َلِإ

ِِرِعَب

،

ْوَأ

ِِتَلِحاَر

،

َناَكَو

يِّلَصُي

ىَلَع

ِِتَلِحاَر

ُثْيَح

اَم

ْتَه جَوَ ت

ِِب

.

ٕ

“Telah menceritakan ep k S fy W k ’ e k t : Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid al-Ahmar dari Ubaidillah bin U N f ’ ‘Umar. Nabi Muhammad Saw. Salat di atas unta

1

Is ’ `I î al-Mugîrah al Bukhârî, -Bukhârî, Juz

1, (Kairo: Dâr al-Sy ’ , 1987), . 110.

2 ‘Îs ‘Îs -Tirmidzî,

Sunan al- Tirmidzî, juz 1 ( Beirut: Dâr


(41)

atau kendaraannya, dan beliau salat di atas kendaraannya menghadap ke s j ke y e g p.”

2. Takhrij Hadis 3

Dalam melakukan penelitian terhadap sebuah Hadis , kegiatan takhrij merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan karena sangat penting untuk dapat mengetahui teks sebuah Hadis terhimpun.

Untuk mengetahui kejelasan Hadis beserta sumber-sumbernya, ada beberapa metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh mereka yang akan menelusurinya. Metode-metode takhrij ini diupayakan oleh para Ulama dengan maksud untuk mempermudah mencari Hadis-Hadis. Para ulama telah banyak mengkodifikasikan Hadis-Hadis dengan mengaturnya dalam susunan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun semuanya menyebutkan perawi Hadis yang meriwayatkannya. Perbedaan cara-cara mengumpulkan inilah yang akhirnya menimbulkan ilmu Takhrij. Diantara mereka ada yang menyusunnya sesuai dengan urutan abjad hijâiyah (alif,

ba, ta, tsa, dan seterusnya). Disamping itu ada pula yang menyusunnya

sesuai dengan tema Hadis , seperti salat , zakat, tafsir dan lain-lain. Juga ada yang disusun menurut nama-nama perawi terakhir. A k y pe w te k t s ahabat bila Hadis nya tt il adakalanya tabi’in bila Hadis

itu mursal. Hadis tersebut ada yang ditulis lengkap ada pula yang hanya

potongannya saja. Ada pula yang menyusunnya menurut kriteria-kriteria Hadis, seperti Hadis qudsi, Hadis mutawattir, Hadis u’, dan


(42)

lain. Serta ada pula Hadis yang tersusun menurut lafal-lafal yang terdapat dalam matan.

Sesuai dengan cara Ulama mengumpulkan Hadis-Hadis, dapat lah disimpulkan bahwa metode-metode takhrij Hadis dalam lima macam metode:

1. Takhrij menurut lafal pertama Hadis.

2. Takhrij menurut lafal-lafal yang terdapat dalam matan. 3. Takhrij menurut perawi terakhir.

4. Takhrij menurut tema Hadis.

5. Takhrij menurut klasifikasi jenis Hadis.4

Adapun pendapat lain menyatakan ada empat cara atau metode takhrij Hadis. Pertama, takhrij Hadis melalui lafal atau kata yang terdapat

dalam matan Hadis. Kedua, takhrij Hadis melalui tema. Ketiga, takhrij

Hadis melalui awal matan Hadis, dan keempat takhrij Hadis melalui

periwayat Hadis pada tingkat sahabat.5

Berikut takhrij Hadis yang penulis lakukan dalam penelitian ini dengan cara melacak melalui kata-kata yang terdapat dalam matan Hadis .

Kata yang menjadi penelusuran pertama penulis adalah

لحر

. Sehingga ditemukan kata tersebut yang relevan dengan kajian penulis yaitu sebagai berikut:

تلحر وا ة رعب يا يلص ملس و يلع ه ا يلص ب لا نا

4Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin abdul Hadi,

Metode takhrij Hadis

( Semarang: Dina Utama, t.t.), h. 14.

5 Bustamin,


(43)

ت

ةاص

ٔٗٗ

خ

ةاص

۸۹

م

ةاص

ٕٗ۷

د

ةاص

ٔ۰ٕ

يد

ةاص

ٕٔٙ

ط

رفس

ٗٔ

مح

ٕ٤ٔٗٔ

٤

ٔٗٙ

Selain matan

تلحر وا ة رعب يا يلص ملس و يلع ه ا يلص ب لا نا

Ditemukan juga matan lain yang juga sesuai dari penelusuran kata

لحر

pada kitab yaitu sebagai berikut:

تلحر يلع يلصي ب لا ناك

ٙ

خ

ةاص

ٕٔ

رتو ٤

ٙ

ةاصلا رصقت ٤

۷

٤

ٕ

ٔ

٤

ٔ٘

ةاصلا ي لمعلا ٤

ٔ٘

٤

جح

۹ٕ

٤

يزاغم

ٕٕ

م

ةاص

ٕٗ۹

نيرفاسم ٤

ٕٕ٤ٗ

-ٕ۷

دجاسم ٤

ٕٕ

د

رفس

۹

٤

۸

ت

ةاص

ٕٔٗ

٤

ٔٗٗ

رتو

ٔٗ

ةروس رسفت

ٕ

ن

ةاص

ٕٕ

٤ لبق

ٕ

ليلا مايق

ٕٕ

ج

ماقا

ٕٔ۷

ىد

ةاص

ٔ۹ٔ

٤

ٕٕٔ

ط

رفس

ٕٕ

٤

ٕ٘

مح

ٕ

Metode takhrij kedua adalah dengan cara mencari awal matan Hadis sebagai berikut:

6


(44)

ب تهج وت امثيح تلحر يلع يلصي ناك

خ

ٔٔ۰

ب نيرفاسما ةاص م

ٗ

مقر

ٖٕ

٤

ٖ۷

ت

ٖٕ٘

ش

ٕ

٤

ٗ۸ٗ

٤

ٗ۸ٕ

ب تهج وت امثيح رفسلا تلحر يلع يلصي ناك

ن

ٕٗٗ

٤

ٕ

٤

ٙٔ

مح

ٕ

:

ٙٙ

٤

۷ٕ

ش

ٕ

:

ٗ۸ٗ

مج

ٕ

:

ٕٔٙ

عفس

ٔ۹ٕ

رع

ٕ

:

ٕٙ۰

لح

۹

:

ٖ۸ٔ

طخ

٘

:

ٖ٘۸

Adapun diantara Hadis-Hadis di atas yang penulis temukan pada kitab Hadis yang enam yaitu sebagai berikut:

ِنَث دَحَو

ْنَع

ٍكِلاَم

،

ْنَع

ِدْبَع

ِ َا

ِنْب

ٍراَيِد

،

ْنَع

ِدْبَع

ِ َا

ِنْب

َرَمُع

نَأ

َلوُسَر

ِ َا

ىلص

ل

يلع

ملسو

َناَك

يِّلَصُي

ىَلَع

ِِتَلِحاَر

ِي

ِرَف سلا

ُثْيَح

ْتَه جَوَ ت

ِِب

.

ٚ

“Telah menceritakan kepadaku dari Mâlik dari Abdullah bin Dînar ‘U . R s S w. Te e k k salat di atas

7

Mâlik bin `Anas Abû Abdullah al-Asbahî, -Imâm Mâlik, juz 1 ( Mesir: Dâr


(1)

63

Penulis menyarankan pula agar kajian ini untuk dikaji dalam sudut pandang yang berbeda misalkan, Hadis salat di atas kendaraan dilihat berdasarkan tekstual dan konstektualitas Hadis, dan beberapa sudut pandang lainnya yang dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki perhatian khusus terhadap kajian Hadis-Hadis.


(2)

64

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hadi, Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin, Metode Takhrij Hadits. Semarang: Dina Utama, t.t.

Abdurrahman, M dan Sumarna, Elan. Metode Kritik Hadits. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011.

Abû Abdullah, Mâlik bin `Anas, -Imâm Mâlik. Mesir: Dâr Ihyâ, 1951. Al Bukhârî, Is ’ `I î -Mugîrah, h

al-Bukhârî. Kairo: Dâr al-Sy ’ , 1987.

Al-‘ sq ȃ î,Syihab al-Dîn Ah ‘ î HajarTahdzîb al-Tahdzîb.T. tp: Mu`assasah al-Risâlah, t.t.

Al-‘ îmAbâdî, Abûal- ayyib Syamsual-Haq. ’Aunal- ’b d. Madinah: Al-Maktabah al-salafiyah, t.t.

Al-Asqalani, IbnHajar al-Bârî, penerjemahGazzirahAbdiUmmah Jakarta:PustakaAzzam, 2008.

Al-Asqalanî, IbnuHajar - b - b . Beirut: Dâr al-Jîl, 1412. Al-Asqalani,IbnHajar. al-Bârî. T. tp: Dâr Ma’rifat, 1379.

A- q î î -H s ‘ U . Sunan al-Dâruqutnî. T. tp: Mu`assasah al-Risâlah, t.t.

Al-Dzahabî, rA’ ȃ -Nubala. T. tp: Muassasah al-Risâlah, 1985. Al-Hanâfi, Al- k t r ’ k t r.Beirut: Dâr al-KitabAlamiyah, 2005.

Al-Hanafi, Badrudîn al-`Ain, d - r r - Bukhori. Beirut: al-Munîriyah, t.t.

Al-Jaziri,Syeikh

Abdurrahman. t b t k t d b d k d MetodeSkema. diterjemahkanSyarifHademasyahdanLuqmanJunaidi. Jakarta: Hikmah, 2010.

Al-Mizzî, JamâludinAbî al-HajjâjYûsufTahdzîbal-Kamâlfîasmâ al-Rijâl.Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 1983.


(3)

65

Al-Nadwi,Al-hasani, Zainudin,Sadur. t d A t k t Puasa, Haji.Jakarta: RinekaCipta, 1992.

Al-Naisâbûrî, Abû al-Husain Muslim al-Qusyaerî.Sahîh Muslim. Beirut: DârAfâq al-Jadîdah, t.t.

Al-Nasâi`, Sy ’e R , al-Mujtabî min al-Sunan,( Aleppo: Maktabal- ’ t -Islamiyyah, 1986.

Al-Qahtani,S ’ W f. t . Sukoharjo: Media zikir, t.t. Al-Qurtubi, al-J ’ A k r’ .Mesir: Dâr al-Kitab, 1964.

Al-Sajsastani, AbûDâud Sulaeman. SunanAbûDâud. Beirut: Dâral-Kitab al Arabi, t.t.

Al-Sy f ’i, Muhammad bin `Idrîs.al-Umm. Beirut: Dâr al- ’ f , 1393.

A- î,IbnJarîr. r - b r PenerjemahAnshariTaslim, dkk. Jakarta: PustakaAzzam, 2009.

- î, I Jarîr. r - b r Penerjemah, AhsanAskan, editor BesusHidayat Amin. Jakarta:PustakaAzzam, 2007.

Al-Tirmidzî, ‘Îs ‘Îs , Sunan al- Tirmidzî. Beirut: Dâr al-Gharib al- Islamî, 1998.

AnisSumanji, Muhammad. t. Solo: TigaSerangkai, 2008. As-Shidiqi, Hasbi. d t. Jakarta: Ikapi, 1983.

sy’ ,Hasan, MelacakHaditsNabi Saw caracepatmencariHaditsdari manual hingga digital. editor Muhammad Nurichwan. Semarang: Rasail, 2006. BustamindanHasanudin, MembahasKitabHadis. Ciputat: UIN

SyarifHidayatullah, 2010.

Bustamin, dan Salam, Isa. MetodeKritikHadits.Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004.

Bustamin, Dasar-DasarIlmuHadits. Jakarta:Ushul Press, 2009.

Drajat,Zakiah. t d k d r k a. Jakarta: Ruhama, 1996.

Husain, SyarifHidayatullah. t d bA t, (Jakarta: Lentera, 2007.


(4)

66

IbnQudamah, Al-Mugni, penerjemah Amir Hamzah, Jakarta: PustakaAzam, 2007.

I ‘ -Bâr.A - t ’ b ’r t -A b. Beirut: Dâr al-Jaîl, 1412.

Ismail, M. Syuhudi.MetodologiPenelitianHaditsNabi. Jakarta:BulanBintang, 1992.

Khalid, Khalid Muhammad.Biografi 60 SahabatNabi.Jakarta: UmmulQura, 2012. Masyur,SyekhMusthafa. r A t t.Jakarta, GemaInsaniPress,

2002.

Muhammad Azzam,Abdul AzizdanSayyidHawass,Abdul Wahab.FiqhIbadah, Pe e je s’ tI sy , s T qw -HakamFaishal. Jakarta: Amzah, 2010.

Munawwir,A.W.Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.Surabaya: PustakaProgressif, 1997.

Raya, Ahmad ThibdanMulia, Musdah.MenyelamiSelukBelukIbadahDalam Islam.Bogor: Kencana, 2003.

Sabiq, Sayyid. FiqihSunah. T.tp: Pena PundiAksara: 2009.

Salim, Peter. KamusBahasa Indonesia Kontemporer.Jakarta: Modern English Press, 2002.

Soebahar, Erfan. MenguakFaktaKeabsahanSunah. Bogor: Kencana, 2003.

Soetari, Endang.

IlmuHaditsKajianRiwayahdanDirayah.Bandung:MimbarPustaka, 2005. S o k n, Muhammad.HaditsAsliHaditsPalsu. T. tp: Garudawaca, t.t.

Wahid, Abdul. HaditsNabidanProblematikaMasaKini.Banda Aceh: al-Raniry Press, 20007.

Wensinck, A. J Concordance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkankedalambahasa Arab oleh Muh F ’ ‘ B q , ’ -Mufahras li alfâz al-Hadîts al-Nabawî, Jilid IV, E.J. Brill, Leiden, 1936.


(5)

SKEMA SANAD

Nabi Jâbir bin Abdillah

( Wafat 78 H). ammad ya bin Abî Katsîr

( Wafat 129 H). Hisyâm bin Abî Abdillah

( Wafat 154 H). Muslim bin Ibrâhîm

( Wafat 222 H). Al-Bukhâri

256

Ibn Umar. ( Wafat 73 H).

Nâf ’ ( Wafat 117 H).

Ubaidillah ( Wafat 147 H). -

( Wafat 189 H). S fy W kî’

( Wafat 247 H). Al-Tirmidzi ( Wafat 279 H).

Abdullah bin Dînâr. ( Wafat 127 H).

Mâlik. ( Wafat 179 H).

Abû Bakr bin Abî Syaibah. ( Wafat 235 H).

Muslim 261

Qutaibah. (Wafat 240 H).

al-Nasâi` ( Wafat 303 H). Abî Zubair

( Wafat 126 H).

Sufyân (Wafat 161 H).

W kî’ (Wafat 196 H).

Ibn Abî Syaibah (Wafat 239 H).

Abû Dâud 275


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Muhammad Ghozali dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat, pada tanggal 12 maret 1993. Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri (2004) ia melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Cidadap, Sukabumi, Jawa Barat (tamat 2007). Pada tahun 2010 ia menyelesaikan Sekolah Menengah Atas dan kegiatan mengajinya di Yayasan Pendidikan Islam al-Atiqiyah Sukabumi, Jawa Barat. Ia merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Demi mewujudkan cita-cita serta harapan keluarganya, ia melanjutkan pendidikannya ketingkat yang lebih tinggi. Pada tahun 2010 ia masuk Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta di Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis, untuk membantu pemahan dan pemikiran di kampus ia pun masuk ke pondok pesantren Darul Hikam yang berada di sekitar kampus pada tahun yang sama.