Adapun struktur APBD berdasarkan UU. 22 tahun 1999 dan N0. 25 tahun 1999 Bastian, 2002:101 terdiri atas sebagai berikut :
a. Pendapatan terdiri dari : 1 Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu
2 Pendapatan Asli Daerah PAD 3 Dana Perimbangan
4 Pinjaman Daerah 5 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
b. Belanja terdiri dari : 1 Belanja Rutin
2 Belanja pembangunan
Namun diera reformasi, struktur APBD mengalami perubahan cukup mendasar. Bentuk APBD yang baru berdasarkan PP No. 105 tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Saragih, 2003:81 terdiri atas sebagai berikut :
a. Pendapatan Daerah
b. Belanja Daerah
c. Pembiayaan
Dalam setiap penyusunan APBD, ketiga komponen ini harus ada. Komponen pembiayaan merupakan kategori baru yang belum ada pada APBD di
era reformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD makin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah.
Namun, bagaimana kondisi APBD suatu daerah defisit atau surplus tergantung pada kapasitas pendapatan daerah yang bersangkutan. Oleh sebab itu,
tidak ada keharusan anggaran belanja semua daerah harus surplus atau defisit. Ada daerah yang APBD-nya surplus atau sebaliknya ada daerah yang APBD-nya
defisit.
Universitas Sumatera Utara
Jika APBD suatu daerah menunjukkan posisi defisit, maka pemda harus menetapkan sumber pembiayaan defisit anggarannya dalam struktur APBD.
Komponen pembiayaan ini sangat penting untuk melihat sumber-sumber yang adapat diusahakan daerah. Biasanya sumber pembiayaan defisit dapat dilakukan
melalui pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri, serta melalui penjualan aset-aset daerah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah
perda yang bersangkutan. Apapun komposisi dari APBD suatu daerah tentu harus disesuaikan
dengan perkembangan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan. Setiap daerah tidak harus memaksakan diri untuk mengenjot pengeluaran tanpa
diimbangi dengan kemampuan pendapatannya, khususnya kapasitas PAD. Dalam penyusunan APBD, peran APBD sangat penting.
Oleh sebab itu RAPBD yang diajukan pemerintah harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari DPRD. Selanjutnya RAPBD yang disetujui oleh
DPRD kemudian disahkan oleh Kepala Daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Perda.
C. KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM APBD
Penerimaan Pemerintah KotaKabupaten yang tercermin dalam APBD Pemerintah KotaKabupaten berasal dari PAD yaitu pajak daerah, retribusi
daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dari dinas-dinas dan penerimaan lain- lain, juga penerimaan dari bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak, sumbangan
dan bantuan baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi sebagai atasannya serta penerimaan pembangunan berupa pinjaman.
Universitas Sumatera Utara
Disamping proyek pemerintah pusat dan proyek pemerintah provinsi yang berada di Pemerintah KotaKabupaten, juga terdapat proyek Pemerintah
KotaKabupaten yang tercermin dalam APBD Pemerintah KotaKabupaten yang bersangkutan didalamnya terdapat PAD yang bebas dipergunakan oleh
Pemerintah KotaKabupaten tersebut sesuai dengan skala prioritasnya. Bahkan peranan PAD dan APBD Pemerintah KotaKabupaten dalam
pembangunan daerah sangat penting karena kadang-kadang diperlukan dana pendamping untuk proyek pusat dan PAD dipakai alat penghitung pinjaman
Pemerintah KotaKabupaten yang bersangkutan dalam pengembalian pinjaman. Hal ini tercermin dari peranan PAD terhadap APBD yang dirasakan masih
rendah, khususnya untuk PAD kabupatenkota. Berdasarkan data yang diolah dari Biro Pusat Statistik untuk tahun anggaran 19971998 sampai dengan 20032004
dinyatakan bahwa kontribusi PAD tingkat II seluruh Indonesia terhadap total penerimaan daerah tingkat II adalah berturut-turut sebagai berikut : tahun
anggaran 19971998 sebesar 13,25, 19981999 sebesar 11,14, 19992000 sebesar 9,82, 20002001 sebesar 5,59, 20012002 sebesar 6,12, 20022003
sebesar 6,94 dan 20032004 sebesar 7,24 Faktor yang menyebabkan kecilnya kontribusi PAD terhadap total
penerimaan daerah antara lain, karena masih terdapat sumber pendapatan potensial besar yang dapat digali dari suatu Pemerintah KotaKabupaten, tetapi
berada di luar wewenang Pemerintah KotaKabupaten bersangkutan. Hal ini sejalan dimana disisi penerimaan, kemampuan pemerintah daerah dalam
meningkatkan penerimaan daerahnya secara berkesinambungan masih lemah.
Universitas Sumatera Utara
Bahkan masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi perkiraan penerimaan daerah yang sangat
akurat sehingga belum dapat dipungut secara optimal. Untuk jangka panjang PAD diharapkan mampu menjadi sumber
pembiayaan daerah sehingga mampu membiayai sendiri pembangunan yang ada di Pemerintahan Kota Medan dan pada akhirnya dapat mengurangi
ketergantungan dari bantuan pemerintah pusat berupa dana perimbangan dana bagi hasil, DAU, DAK.
Sejauh ini peranan dan kontribusi PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan di Pemko Medan masih bervariasi dalam periode 2004-2008.
Upaya pengumpulan PAD tertinggi dialami pada tahun 2008 sebesar 380,814 Juta sedangkan terendah pada tahun 2004 sebesar 257,989 Juta. Besarnya kontribusi
PAD terhadap APBD di Pemko Medan, seperti pada Tabel 1.1
Realiasasi Kontribusi PAD Terhadap APBD Pemko Medan 2004-2008
Miliar Rupiah Tahun Anggaran
PAD Rp. Juta
APBD Rp. Miliyar
Kontribusi 2004
257,989 1.075,195
4,17 2005
303,383 1.228,649
4,05 2006
312,862 1.398,910
4,47 2007
314,802 1.645.540
5,23 2008
380,814 1.795,672
4,72
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Bagian Keuangan Pemerintahan Kota Medan Berdasarkan tabel 1.1 di atas terlihat bahwa pada tahun anggaran 2004
PAD Kota medan memberikan kontribusi sebesar 4,17 persen dari APBD dan pada tahun anggaran 2005 mengalami penurunan kontribusi menjadi 4,05 persen.
Kemudian untuk tahun anggaran 2006 mengalami kenaikan lagi dimana kontribusi menjadi 4,47.
Untuk tahun 2007 kontribusi PAD Pemerintahan Kota medan kembali mengalami kenaikan menjadi 5,23 persen kemudian pada tahun 2008 kontribusi
PAD mengalami penurunan menjadi 4,72 persen. Dengan demikian, untuk mendatang diharapkan kontribusi PAD terus mengalami peningkatan seiring
dengan kemajuan dan kemandirian daerah.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian