Asli Daerah Dalam Memenuhi anggaran pendapatan Dan Belanja Daerah Pemerintahan Kota Medan’’
B. Batasan Masalah
Untuk menghindari melebarnya masalah dalam penulisan skripsi ini maka penulis hanya membahas Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Dalam Memenuhi
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Pemerintahan Kota Medan Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan Uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang akan di kemukakan pada penelitian ini dapat di nyatakan sebagai berikut :
1. “Berapa besar Kontribusi PAD Dalam Memenuhi APBD Pemerintahan Kota
Medan Tahun 2004-Tahun 2008‘’. 2.
“Apakah ada peningkatan Kontribusi Kontribusi PAD Dalam Memenuhi APBD Pemerintahan Kota Medan Tahun 2004-Tahun 2008‘’.
D. Tujuan penelitian
Berdasarkan Uraian latar belakang diatas, maka tujuan penelitian pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui berapa besar Kontribusi PAD Dalam Memenuhi APBD
Pemerintahan Kota Medan Tahun 2004-Tahun 2008 2.
Untuk mengetahui apakah ada peningkatan Kontribusi PAD Dalam Memenuhi APBD Pemerintahan Kota Medan Tahun 2004-Tahun 2008
Universitas Sumatera Utara
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang masalah yang di teliti sehingga dapat di peroleh gambaran
yang mengenai kesesuaian di lapangan dengan teori yang ada. 2
Bagi pemerintan Kota Medan Memberikan sumbangan pemikiran dan saran-saran tentang kontribusi PAD
dalam APBD yang dapat bermanfaat bagi Kota Medan 3
Bagi peneliti lain Sebagai referensi bagi peneliti untuk meneliti judul skripsi yang sama.
F. Kerangka Konseptual
Berdasarkan UU NO. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dinyatakan bahwa sumber – sumber pendapatan bahwa sumber-sumber
pendapatan untuk membiayai APBD meliputi ; 1.
Pendapatan Asli Daerah 2.
Dana Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah 3.
Lain lain pendapatan yang sah Jika PAD didalam APBD semakin besar maka tingkat kemandirian suatu
daerah akan semakin besar dilihat dari besarnya kontribusi PAD dalam APBD. Jika PAD setiap tahunnya meningkat maka kontribusi PAD dalam APBD akan
semakin besar untuk membiayai pengeluaran yang ada. Secara sederhana kerangka konseptual dapat dibuat sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
APBD Kota Medan
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAPATAN ASLI DAERAH
1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiscal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan daerah yang akan dapat digali dan digunakan sendiri
sesuai dengan potensinya masing-masing. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan UU No. 34 Tahun 2000 yang merupakan
penyempurnaan dari UU No. 18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksanaannya dengan PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No.
66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertujuan memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi UU No.
33 Tahun 2004. Pengertian PAD yang lain menurut Kaho 1998 dalam Munir, Djuanda,
Tangkilisan, 2004 adalah : “pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber keuangan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD,
penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain”.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik dan pembangunan di daerah tingkat II, PAD memegang peranan yang cukup penting dimana PAD
tingkat II secara bertahap diharapkan dapat terus ditingkatkan sehingga semakin mampu membiayai kebutuhannya sendiri, terlebih dalam situasi semakin
terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan dana subsidi dan bantuan kepada daerah. Namun demikian, dalam menggali dana PAD pemerintah daerah
tetap berpegang pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan menghindari pungutan-pungutan yang sifatnya memberatkan rakyat kecil.
Peningkatan PAD di masa yang akan dating semakin diperlukan sehubungan dengan semakin meningkatnya kegiatan pelayanan public dan
intensitas melalui komponen PAD yaitu penerimaan yang diperoleh dari sumber- sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 2.
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah
Adapun klasifikasi dan sumber-sumber pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut :
a. Hasil Pajak Daerah
Menurut Munir, Djuanda, Tangkilisan, 2004, “adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut UU No. 34 tahun 2000 Pasal 2 ayat 2, jenis pajak KabupatenKota terdiri dari, “1 Pajak Hotel, 2 Pajak Restoran, 3 Pajak
Hiburan, 4 Pajak Reklame, 5 Pajak Penerangan Jalan, 6 Pajak Pengambilan Bahan Galian C, 7 Pajak Parkir”.
Dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis pajak KabupatenKota selain yang ditetapkan dalam ayat 2 yang memenuhi criteria sebagai berikut :
• Bersifat pajak dan bukan retribusi
• Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah KabupatenKota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah KabupatenKota yang bersangkutan.
• Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum •
Objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi danatau objek pajak Pusat
• Potensinya memadai
• Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif
• Memperhatiakan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
• Menjaga kelestarian lingkungan
b. Hasil Retribusi Daerah
Menurut Munir, Djuanda, Tangkilisan, 2004, “adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan
danatau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.
Universitas Sumatera Utara
Adapun jenis retribusi daerah menurut UU No. 33 tahun 2000 Pasal 18, adalah “yang dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu Jasa Umum, Jasa
Usaha dan Perijinan tertentu”. Jenis-jenis retribusi yang dimaksud sesuai dengan kriteria tersebut sebagai berikut :
1 Retribusi Jasa Umum :
a Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa
usaha atau retribusi perijinan tertentu b
Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
c Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang
diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum
d Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi
e Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya f
Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan
g Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan
tingkat danatau kualitas pelayanan yang lebih baik Jenis-jenis retribusi umum adalah : retribusi pelayanan ksehatan, retribusi
pelayanan persampahankebersihan, retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan
mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar,
Universitas Sumatera Utara
retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaaan alat pemadam kebakaran, retribusi pengantian biaya cetak peta dan retribusi pengujian kapal
perikanan. 2
Retribusi Jasa Usaha a
Retribusi jasa usaha bersifat bukan paqjak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perijinan tertentu
b Jasa yang bersangkutan adalah jasa bersifat komersil yang seyogyanya
disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimilikidikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara
penuh oleh Pemerintah Daerah Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah : retribusi pemakaian kekayaan
daerah, retribusi pasar glosir danatau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat
penginapanpesanggrahan villa, retribusi penyedotan kakus, retribusi rumah potong hewan, retribusi pelayanan pelabuhan kapal, retribusi tempat rekreasi dan
olahraga, retribusi penyebrangan diatas air, retribusi pengolahan limbah cair dan retribusi penjualan produksi usaha daerah.
3 Retribusi Perijinan Tertentu
a Perijinan tersebut kewenangan pemerintahan yabg diserahkan kepada
daerah dalam rangka asas desentralisasi. b
Perijinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan
Universitas Sumatera Utara
c Biaya yang menjadi beban daerah yang dalam penyelenggaraan ijin
tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perijinan.
Jenis-jenis retribusi perijinan tertentu adalah : retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin tempat penjualan minuman alkohol, retribusi ijin
gangguan dan retribusi ijin trayek. c.
Hasil Perusahaan Milik Daerah Dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya Yang Dipisahkan.
Dalam hal ini, antara lain adalah bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah diharapkan sebagai pemasukan daerah. Oleh karena itu,
pengelolaan perusahaan daerah harus bersifat profesional dan tetap berpegang pada prinsip ekonomi.
Perusahaan daerah atau BUMD adalah semua perusahaan yang modalnya secara keseluruhan atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan
kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan Pasal 1 UU No. 5 tahun 1962. Sedangkan menurut penjelasan UU No. 5 tahun 1974, perusahaan daerah
dirumuskan sebagai bagian usaha yang dibentuk oleh daerah untuk mengembangkan daerah dan menambah penghasilan daerah dalam Lubis, 2005.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Yang Sah
Dalam hal ini, antara lain adalah hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain
Universitas Sumatera Utara
sebagai akibat dari penjualan danatau pengadaan barang danatau jasa oleh daerah.
B. ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH
1. Pengertian APBD
Menurut UU No. 33 tahun 2004, “Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan
daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD”. Sesuai dengan asa negara kesatuan, daerah adalah bagian yang tak
terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, keuangan negara dan keuangan daerah terdapat hubungan yang sangat erat, sehingga antara
pengertian keduanya tidak terpisahkan. Dalam pasal 1 undang-undang Nomor 33 tahun 2004 menjelaskan
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah :
Suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam rangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pusat dan daerah serta
pemerataan antar daerah proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan
daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk
pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Menurut Halim 2004:15 menyatakan APBD adalah
Suatu rencana pekerjaan keuangan financial work plan yang dibuat dalam jangka waktu tertentu dimana badan legislatif memberikan
kredit kepada badan-badan eksekutif untuk melakukan pembiayaan sehubungan dengan kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan
rancangan yang menjadi dasar grondslag penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran
tadi.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah no. 5 tahun 2000, menyatakan “ APBD adalah suatu rencana tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang
APBD”. Berdasarkan dari defenisi di atas menunjukkan bahwa suatu Anggaran Daerah,
termasuk APBD memiliki unsur-unsur sebagai berikut : a.
Rencana Kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara terinci b.
Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut dan adnya
biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan
a Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka
b Periode anggaran, yaitu biasanya 1 satu tahun
2. Struktur APBD
Dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, maka akan membawa konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam keuangan daerah, termasuk
terhadap struktur APBD. Sebelum UU Otonomi Daerah dikeluarkan, struktur APBD yang berlaku selama ini adalah anggaran yang berimbang dijumlah
penerimaan atau pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran atau belanja. Kini struktur APBD mengalami perubahan bukan lagi anggaran berimbang, tetapi
disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Artinya, setiap daerah memiliki perbedaan struktur APBD sesuai dengan kapasitas keuangan atau pendapatan
masing-masing daerah.
Universitas Sumatera Utara
Adapun struktur APBD berdasarkan UU. 22 tahun 1999 dan N0. 25 tahun 1999 Bastian, 2002:101 terdiri atas sebagai berikut :
a. Pendapatan terdiri dari : 1 Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu
2 Pendapatan Asli Daerah PAD 3 Dana Perimbangan
4 Pinjaman Daerah 5 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
b. Belanja terdiri dari : 1 Belanja Rutin
2 Belanja pembangunan
Namun diera reformasi, struktur APBD mengalami perubahan cukup mendasar. Bentuk APBD yang baru berdasarkan PP No. 105 tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Saragih, 2003:81 terdiri atas sebagai berikut :
a. Pendapatan Daerah
b. Belanja Daerah
c. Pembiayaan
Dalam setiap penyusunan APBD, ketiga komponen ini harus ada. Komponen pembiayaan merupakan kategori baru yang belum ada pada APBD di
era reformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD makin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah.
Namun, bagaimana kondisi APBD suatu daerah defisit atau surplus tergantung pada kapasitas pendapatan daerah yang bersangkutan. Oleh sebab itu,
tidak ada keharusan anggaran belanja semua daerah harus surplus atau defisit. Ada daerah yang APBD-nya surplus atau sebaliknya ada daerah yang APBD-nya
defisit.
Universitas Sumatera Utara
Jika APBD suatu daerah menunjukkan posisi defisit, maka pemda harus menetapkan sumber pembiayaan defisit anggarannya dalam struktur APBD.
Komponen pembiayaan ini sangat penting untuk melihat sumber-sumber yang adapat diusahakan daerah. Biasanya sumber pembiayaan defisit dapat dilakukan
melalui pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri, serta melalui penjualan aset-aset daerah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah
perda yang bersangkutan. Apapun komposisi dari APBD suatu daerah tentu harus disesuaikan
dengan perkembangan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan. Setiap daerah tidak harus memaksakan diri untuk mengenjot pengeluaran tanpa
diimbangi dengan kemampuan pendapatannya, khususnya kapasitas PAD. Dalam penyusunan APBD, peran APBD sangat penting.
Oleh sebab itu RAPBD yang diajukan pemerintah harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari DPRD. Selanjutnya RAPBD yang disetujui oleh
DPRD kemudian disahkan oleh Kepala Daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Perda.
C. KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM APBD
Penerimaan Pemerintah KotaKabupaten yang tercermin dalam APBD Pemerintah KotaKabupaten berasal dari PAD yaitu pajak daerah, retribusi
daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dari dinas-dinas dan penerimaan lain- lain, juga penerimaan dari bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak, sumbangan
dan bantuan baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi sebagai atasannya serta penerimaan pembangunan berupa pinjaman.
Universitas Sumatera Utara
Disamping proyek pemerintah pusat dan proyek pemerintah provinsi yang berada di Pemerintah KotaKabupaten, juga terdapat proyek Pemerintah
KotaKabupaten yang tercermin dalam APBD Pemerintah KotaKabupaten yang bersangkutan didalamnya terdapat PAD yang bebas dipergunakan oleh
Pemerintah KotaKabupaten tersebut sesuai dengan skala prioritasnya. Bahkan peranan PAD dan APBD Pemerintah KotaKabupaten dalam
pembangunan daerah sangat penting karena kadang-kadang diperlukan dana pendamping untuk proyek pusat dan PAD dipakai alat penghitung pinjaman
Pemerintah KotaKabupaten yang bersangkutan dalam pengembalian pinjaman. Hal ini tercermin dari peranan PAD terhadap APBD yang dirasakan masih
rendah, khususnya untuk PAD kabupatenkota. Berdasarkan data yang diolah dari Biro Pusat Statistik untuk tahun anggaran 19971998 sampai dengan 20032004
dinyatakan bahwa kontribusi PAD tingkat II seluruh Indonesia terhadap total penerimaan daerah tingkat II adalah berturut-turut sebagai berikut : tahun
anggaran 19971998 sebesar 13,25, 19981999 sebesar 11,14, 19992000 sebesar 9,82, 20002001 sebesar 5,59, 20012002 sebesar 6,12, 20022003
sebesar 6,94 dan 20032004 sebesar 7,24 Faktor yang menyebabkan kecilnya kontribusi PAD terhadap total
penerimaan daerah antara lain, karena masih terdapat sumber pendapatan potensial besar yang dapat digali dari suatu Pemerintah KotaKabupaten, tetapi
berada di luar wewenang Pemerintah KotaKabupaten bersangkutan. Hal ini sejalan dimana disisi penerimaan, kemampuan pemerintah daerah dalam
meningkatkan penerimaan daerahnya secara berkesinambungan masih lemah.
Universitas Sumatera Utara
Bahkan masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi perkiraan penerimaan daerah yang sangat
akurat sehingga belum dapat dipungut secara optimal. Untuk jangka panjang PAD diharapkan mampu menjadi sumber
pembiayaan daerah sehingga mampu membiayai sendiri pembangunan yang ada di Pemerintahan Kota Medan dan pada akhirnya dapat mengurangi
ketergantungan dari bantuan pemerintah pusat berupa dana perimbangan dana bagi hasil, DAU, DAK.
Sejauh ini peranan dan kontribusi PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan di Pemko Medan masih bervariasi dalam periode 2004-2008.
Upaya pengumpulan PAD tertinggi dialami pada tahun 2008 sebesar 380,814 Juta sedangkan terendah pada tahun 2004 sebesar 257,989 Juta. Besarnya kontribusi
PAD terhadap APBD di Pemko Medan, seperti pada Tabel 1.1
Realiasasi Kontribusi PAD Terhadap APBD Pemko Medan 2004-2008
Miliar Rupiah Tahun Anggaran
PAD Rp. Juta
APBD Rp. Miliyar
Kontribusi 2004
257,989 1.075,195
4,17 2005
303,383 1.228,649
4,05 2006
312,862 1.398,910
4,47 2007
314,802 1.645.540
5,23 2008
380,814 1.795,672
4,72
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Bagian Keuangan Pemerintahan Kota Medan Berdasarkan tabel 1.1 di atas terlihat bahwa pada tahun anggaran 2004
PAD Kota medan memberikan kontribusi sebesar 4,17 persen dari APBD dan pada tahun anggaran 2005 mengalami penurunan kontribusi menjadi 4,05 persen.
Kemudian untuk tahun anggaran 2006 mengalami kenaikan lagi dimana kontribusi menjadi 4,47.
Untuk tahun 2007 kontribusi PAD Pemerintahan Kota medan kembali mengalami kenaikan menjadi 5,23 persen kemudian pada tahun 2008 kontribusi
PAD mengalami penurunan menjadi 4,72 persen. Dengan demikian, untuk mendatang diharapkan kontribusi PAD terus mengalami peningkatan seiring
dengan kemajuan dan kemandirian daerah.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dngan mengumpulkan data-data penelitian yang di peroleh dari Pemko Medan kemudian di uraikan
secara rinci untuk mengetahui permasalahan penelitian dan mencari penyelesaiannya.
B. Jenis Data
Penulis memperoleh data penelitian yang berasal dari data sekunder. Data sekunder merupakan data dari penelitian dari tahun 2004 sampai 2008 yang
diperoleh peneliti melalui media perantara seperti : Laporan PAD, Laporan APBD, Peraturan pemerintah PP , Standart Akuntansi Publik SAP, UU No.33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah , UU No.34 Tahun 2004 tentang Pajak Daerah Dan
Retribusi Daerah yang berkaitan dengan Akuntansi Pemerintah dan sebagainya.
C. Teknik Pengumpulan Data