BAB II GAMBARAN UMUM
MASYARAKAT MANDAILING
2.1 Lokasi
Sebelum Mandailing Natal menjadi sebuah kabupaten, wilayah ini masih termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan. Setelah terjadi pemekaran, dibentuklah Kabupaten
Mandailing Natal berdasarkan undang-undang Nomor 12 tahun 1998, secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret 1999.
Mandailing adalah suatu wilayah yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal di tengah pulau Sumatera. Kabupaten Mandailing Natal berbatasan dengan:
3 Angkola di sebelah utara
4 Pesisir di sebelah barat
5 Minangkabau di sebelah selatan
6 Padanglawas di sebelah timur
Secara geografis Kabupaten Mandailing Natal terletak pada 0 10’ – 1
50’ Lintang Utara dan 98
50’ – 100 10’ Bujur Timur. Ketinggian 0 – 2.145 m di atas permukaan laut.
Luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal adalah kira-kira 6.620,70 km
2
.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal tahun 2007 yakni 417.590 jiwa. Penduduk asli Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari dua etnis yaitu masyarakat etnis
Mandailing dan masyarakat etnis Pesisir. Dalam mengatur sistem kehidupan, masyarakat Mandailing Natal menggunakan
sistem Dalihan Na Tolu atau tiga tumpuan. Artinya mereka terdiri dari kelompok kekerabatan Mora kelompok kerabat pemberi anak dara, Kahanggi kelompok kerabat
yang satu marga dan Anak Boru kelompok kerabat penerima anak dara.
Penduduk Mandailing Natal sangat terikat dan percaya dengan susunan dari bawah hingga atas yang berdasarkan dari latar belakang kemasyarakatan. Orang-orang
sangat hormat kepada pendiri silsilah dan jabatan. Daerah Mandailing Natal mempunyai majelis sendiri, pemimpin yang dipilih berdasarkan dari warisan nenek moyang mereka.
Pemimpin berkewajiban memimpin organisasi yang menyusun dan memimpin acara- acara tradisional dan mendirikan hukum-hukum yang berhubungan dengan warisan,
pewarisan dan perkawinan.
2.3 Religi
Orang Mandailing hampir 100 penganut agama Islam. Oleh karena itulah agama Islam sangat besar pengaruhnya dalam pelaksanaan upacara-upacara adat. Bahkan
dalam upacara-upacara kematian dan hukum waris sebagian besar di antara mereka hanya memakai hukum Islam.
Di Mandailing ada falsafah yang menyebutkan Hombar do adat dohot ibadat,
yang berarti adat dan ibadah tidak dapat dipisahkan, adat tidak boleh bertentangan
Universitas Sumatera Utara
dengan agama Islam. Jika dalam upacara adat ada hal-hal yang mengganggu dengan pelaksanaan agama, maka adat itu harus dikesampingkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III UNING-UNINGAN DALAM