Nishi Sumatora No Magek Shakai Ni Okeru Lukah Gilo Odori

(1)

NISHI SUMATORA NO MAGEK SHAKAI NI OKERU LUKAH GILO ODORI

KERTAS KARYA

Dikerjakan

O L E H

NURLYANNA PADANG NIM. 072203034

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

MEDAN 2010


(2)

NISHI SUMATORA NO MAGEK SHAKAI NI OKERU LUKAH GILO ODORI

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

NURLYANNA PADANG NIM. 072203034

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca

Rani Arfianty, S.S NIP : 19761110 2005 01 2002

Hj. Muhibbah, S.S

Kertas karya ini diajukan kepada panitia ujian

Program pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Dalam Bidang Studi Bahasa Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

MEDAN 2010


(3)

Disetujui Oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi D3 Bahasa Jepang Ketua,

Adriana Hasibuan,S.S.,M.Hum NIP 19620727 198703 2 005


(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP 19650909 199403 1 004 Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D.

Panitia :

No. Nama Tanda Tangan

1. Adriana Hasibuan, S.S., M. Hum ( )

2. Rani Arfianty, S.S ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat dan hidayah-Nya, sehinggapenulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, serta Shalawat dan Salam kita panjatkan kepada Nabi MUHAMMAD SAW, sebagai persyaratan untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Progam Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Univeritas Sumatera Utara. Keras karya ini berjudul “Tari Lukah Gilo Dalam Masyarakat Magek Sumatera Barat”.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kearah perbaikan.

Dalam kertas karya ini peulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana hasibuan, S.S., M.Hum. selaku Ketua Jurusan program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Amin Sihombing selaku dosen wali.

4. Ibu Hj. Rani Arfianty, S.S., selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis, sampai kertas karya ini dapat diselesaikan.

5. Ibu Hj. Muhibah S.S., selaku dosen pembaca.

6. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.

7. Teristiewa kepada Keluarga Besar penulis, Ayahanda Alm. Ramli Padang dan Ibunda Ruslaini Lingga. Juga kepada abanganda Hasian Vernando Padang dan Dedi Irawan Padang serta adinda Muhammad Fadly Padang serta kakak ipar Nuri. Terima kasih atas semua


(6)

dukungannya dan doa yang telah dipanjatkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

8. Buat sahabat terkasih Azwin Efendi Manurung (Aweng), yang senantiasa memberi semangat dan doa kepada penulis.

9. Tidak lupa penulis juga ingin mengucapkan banyak rasa terima kasih buat atasi no sinyuu Yonintsu O2 Aan (Cungkring), Imel (Pohan), Rizal (Leboy), Tomi (Kokom), Vina (Ndut), Wahyu (Bogel), Winda (Bahenol) dan Inonk, Indri serta teman-teman stambuk 07 khususnya Bahasa Jepang dan juga segenap keluarga besar HINODE. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis menghanturkan rasa terima kasih sebesar-besarnya karena tulus telah membantu dan memotisivasi penulis dalam menyelesaikan karya ini. Akhir kata penulis memohon maaf kepada para pembaca atas segala kesalahan ataupun kekurangan dalam

pengerjaan kertas karya ini, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT.

MEDAN, JULI 2010

Penulis

NURLYANNA PADANG

NIM. 072203034


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… ………..i

Daftar Isi………..…….iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1alasan pemilihan judul………1

1.2Tujuan Penulisan……….2

1.3Batasan Penulisa……….2

1.4Metode Penulisan………..2

BAB II Gambaran Umum Masyarakat Magek

2.1 Wilayah Masyarakat Magek………3

2.2 Kepercayaan Masyarakat magek………...……….4

2.3 Mata Pencaharian Masyarakat Magek………..…………5

2.4 Budaya Dan Seni Pada Masyarakat Magek…………..………..………..6

Bab III Tari Lukah Gilo Dalam Masyarakat Magek

3.1 Makna Dan Fungsi Tari Lukah Gilo………..7

3.2 Cara-cara Tari Lukah Gilo……….………9

3.3 Jumlah Penari Daam Tari Lukah Gilo………..………..10

Bab IV Kesimpulan Dan Saran

4.1 Kesimpulan……….………11

4.2 Saran…...………..……..11

DAFTAR PUSTAKA


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Kesenian sebagai unsur kebudayaan terdiri dari berbagai cabang seni, salah satu di antaranya adalah tari. Tari mempunyai wujud yang berkaitan dengan perasaan yang bersifat menggembirakan, mengharukan atau mungkin mengecewakan. Tari dalam budaya atau masyarakat tertentu merupakan perwujudan dari ekspresi kehidupan masyarakat. Menurut Rafael Raga Maran (1937) seni adalah suatu hakiki yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manunusia. Seni merupakan salah satu elemen aktif kreatif dinamis yang mempunyai pengaruh langsung atas pembentukan kepribadian suatu masyarakat. Terkait dengan itu, salah satu bentuk kesenian Minangkabau yang merupakan ekspresi masyarakat Minangkabau adalah tari Lukah Gilo yang masih dipelihara di wilayah pusat kebudayaan tepatnya di Nagari Padang Magek, Luhak Tanah Datar (dusun Guguak Gadang, desa Padang Magek Utara, kecamatan Rambatan, Tanah Datar, Sumatera Barat). Tari Lukah Gilo adalah salah satu tari kelompok yang bersifat magis. Secara historis, kesenian tari Lukah Gilo erat kaitannya dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Pengaruh itu tampak dari penggunaan mantera-mantera serta kepercayaan terhadap arwah nenek moyang. Dalam melaksanakan pertunjukan tarian tersebut, dilengkapi dengan beberapa syarat antara lain menghidangkan sesaji, karena tari ini memiliki unsur supranatural yang berhubungan dengan magis berupa makanan dan minuman, makanan selingan, ramuan jeruk, kembang, darah ayam dupa dan sebagainya.

Oleh karena itu, dalam penulisan kertas karya ini penulis mencoba membahas Tari Lukah Gilo dalam masyarakat Magek Sumatera Barat sebagai salah satu unsur kebudayaan Indonesia


(9)

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah:

1. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai tarian Lukah Gilo.

2. Untuk menambah pengetahuan dibidang kebudayaan khususnya kesenian.

3. Untuk melengkapi salah satu persyaratan lulus program studi D3 Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

1.3 Batasan Masalah

Masalah yang dibahas dalam kertas karya ini hanya meliputi makna dan fungsi tari Lukah Gilo, cara-cara atau gerakan tari Lukah Gilo, serta jumlah penari dalam tarian Lukah Gilo.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yaitu dengan membaca referensi yang berhubungan dengan pembahasan tari Lukah Gilo dalam masyarakat Magek Sumatera Barat


(10)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MAGEK

2.1 Wilayah Masyarakat MAGEK

Sumatera Barat secara kultural dikenal dengan sebutan Minangkabau. Seni dan budaya pada tiap daerah di Sumatera Barat mempunyai keunikan dan ciri khas tersendiri. Keunikan dan ciri khas tiap daerah memperkaya khazanah kebudayaan seni dan budaya Minangkabau serta merupakan potensi yang luar biasa dalam perkembangan kebudayaan seni dan budaya Minangkabau secara keseluruhan.

Sumatera Barat termasuk kawasan yang di Indonesia, dikelilingi oleh tiga gunung, yakni gunung Merapi, gunung Sago, dan gunung Singgalang. Kawasan ini disebut dengan darek (barat) yaitu dataran tinggi di bagian pedalaman, merupakan tempat asal orang Minangkabau. Minangkabau merupakan salah satu daerah budaya di Indonesia yang didiami oleh masyarakat yang dikenal dengan suku bangsa (etnis) Minangkabau, terkenal dengan ciri sosial masyarakat, yaitu taat kepada agama islam, berpegang kuat kepada sistem kekeluargaan garis ibu (matrilineal), dan bercenderung untuk merantau.

Dengan penemuan daerah-daerah di atas oleh ketiga tersebut, maka Minangkabau disebut dengan Minangkabau baluhak nan tigo (yang berluhak tiga). Daerah ini merupakan daerah asli dari pusat daerah Minangkabau yang disebut Alam Minangkabau. Sesuai dengan sistem administasi pemerintahan Republik Indonesia atau menurut pembagian wilayah hukum, wilayah Minangkabau merupakan bagian dari propinsi Sumatera Barat.


(11)

Letak Nagari Padang Magek relatif jauh dari pantai, berada dalam garis 00 55' LU sampai 02 35' LU dan pada garis 99 10' BT sampai 100 55 BT. Nagari Padang Magek dengan luas wilayah lebih kurang 5148 ha berbatasan dengan beberapa nagari: di sebelah utara berbatasan dengan Nagari Tabek, di sebelah selatan dengan Nagari Balimbiang, disebelah timur dengan Nagari Rambatan, dan di sebelah barat dengan Nagari Galo Gadang Tigo Koto. Letaknya lebih kurang 2 km dari ibu kota Kecamatan Rambatan lebih kurang 9 kilometer dari arah utara Batu Sangkar atau lebih kurang 4 kilometer dari arah barat Limo Kaum.

2.2 Kepercayaan Masyarakat MAGEK

Setiap suku bangsa atau kelompok masyakat memiliki kepercayaan. Kepercayaan tersebut berupa kepercayaan atau kerohanian yang timbul secara spontan bersama atau di dalam (suku) bangsa Minangkabau yang lazim disebut dengan kepercayaan nenek moyang. Agama yang dibawa atau dipengaruhi oleh kerohanian bangsa lain atau meniru dari bangsa lain, yaitu agama Islam. Masyarakat Minangkabau terkenal dengan agamanya, masyarakat yang dapat dikatakan sebagai orang Minangkabau adalah masyarakat yang beragama Islam.

Meskipun masyarakat Minangkabau hingga sekarang dikenal sebagai penganut agama Islam yang taat, namun masih juga terdapat orang yang percaya kepada hantu-hantu dan kekuatan-kekuatan gaib. Pengaruh animisme dan dinamisme dalam kehidupan masyarakat masih tampak jelas. Nagari Padang Magek yang merupakan bagian dari Minangkabau. Perkembangan berbagai bentuk kepercayaan di daerah ini ditandai dengan masih adanya unsur-unsur kepercayaan animisme, misalnya mempercayai adanya roh-roh halus, tempat-tempat keramat (batu magek yang dapat berpindah sendiri, batu sarai tidak boleh dilewati antara pukul 11.00-12.00 siang, kalau melewatinya akan mendengar derapan kaki kuda, bunyi gelepar ikan dalam air, dan suara seperti orang bercerita), kebiasaan-kebiasaan membakar


(12)

kemenyan pada peristiwa tertentu, pergi kedukun untuk meminta petunjuk dan meminta kesembuhan bermacam-macam penyakit, sebagaimana aktifitas perdukunan tersebut masih terus dilakukan hingga sekarang terutama di Nagari Padang Magek, yang ditangani langsung oleh Tarmizi (bekas kulipah kesembilan) dan putranya, Erda Walis (kulipah sekarang). Aktifitas ini merupakan peninggalan kebudayaan (agama) Budha yang dianggap bersejarah bagi masyarakat Nagari Padang Magek khususnya dan Minangkabau pada umumnya.

2.3 Mata Pencaharian Masyarakat MAGEK

Nagari Padang Magek yang berada di daerah kabupaten Tanah Datar berhawa sejuk, hampir diseluruh kabupaten Tanah Datar hujan turun dengan teratur setiap tahun, hal ini berdampak positif bagi usaha pertanian didaerah ini. Masyarakat Padang Magek sebagian besar hidup sebagai petani (90%),di samping itu ada juga sebagian pengerajin kerajinan rumah tangga (0,85%), pedangang (0,85%),pegawai negeri/karyawan (3,78%), tukang (2,14%), pensiunan ABRI (0,56%), dan buruh (1,41%). Usaha pertanian di Nagari Padang Magek terdiri dari persawahan dan ladang. Hasil pertanian cukup memberikan kontribusi terhadap daerah lain. Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah bertani. Kondisi geografis daerah Padang Magek banyak dialiri sungai-sungai kecil. seperti sungai Sawah Dalam, sungai Lubuak Tangguak, sungai Lubuak Dantuang, dan sungai Lubuak Burai. Dikarenakan seperti itu, masyarakat Padang Magek sering menangkap ikan atau belut, dengan lukah (bubu) sebagai tambahan mata pencarian.

Nagari Padang Magek terdiri dari dataran tinggi yang berbukit-bukit dan dataran rendah. Bagian perbukitan dijadikan masyarakat sebagai tempat tinggal, sedangkan lereng perbukitan dijadikan lahan perkebunan yang lazim disebut dengan ladang. Dataran rendah atau lembah yang terdapat diantara perbukitan juga dijadikan lahan persawahan. Sebagian besar daerah ini memiliki tanah yang subur, baik untuk dijadikan lahan persawahan dan ditanami sayur-sayuran. Membajak dengan menggunakan tenaga


(13)

kerbau merupakan suatu cara untuk pengolahan lahan dalam menunjang pekerjaan petani. Disamping itu, kerbau dapat digunakan sebagai penunjang ekonomi karena dapat diperjual-belikan.

2.4 Budaya dan Seni Pada Masyarakat MAGEK

Budaya dan kesenian yang terdapat pada masyarakat Magek sama seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Terdapat legenda atau dogeng, tari-tarian, rumah dan pakaian adat, bahasa daerah, dan sebagainya.

Pada masyarakat Magek budaya dan keseniannya sebagian besar mengandung unsur magis. Hal ini disebabkan masih kuatnya keyakinan masyarakat Magek terhadap kebudayaan masa lampau.

Budaya masyarakat Magek merupakan bahwa “IBU” (Wanita) adalah kepala keluarga. Masyarakat Magek mempunyai salah satu kesenian yaitu tari. Adapun jenis-jenis tarian tersebut adalah tari Panen, tari Randai, tari Lukah Gilo, tari Sewah, dan lain sebagainya.

Tarian Lukah Gilo adalah salah satu tarian yang mengandung unsur magis. Kesenian dengan unsur magis ini sampai sekarang masih sering dipertunjukan dalam berbagai acara, juga sebagai pertunjukan hiburan bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah Magek.


(14)

BAB III

TARIAN LUKAH GILO DALAM MASYARAKAT MAGEK

3.1 Makna dan Fungsi Tari Lukah Gilo

Tari Lukah Gilo adalah : Sebuah kesenian rakyat yang sarat dengan kekuatan supranatural yang hingga sekarang masih berkembang dalam masyarakat Magek.

Beberapa makna dan fungsi tari Lukah Gilo adalah : 1. Sebagai pengikat solidaritas kelompok masyarakat :

Tari Lukah Gilo sebagai salah satu unsur kebudayaan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan naluri mengenai hiburan atau keindahan. Tari lukah gilo yang di pertunjukan dengan kekuatan supranatural (tidak lazim) dapat memberikan hiburan segar bagi warga masyarakat yang bekerja sepanjang hari.

Masyarakat yang melakukan aktivitas sehari – hari perlu mendapatkan selingan agar dapat melepaskan diri dari rutinitas yang menjenuhkan, salah satunya adalah dengan mengadakan atau menyaksikan tari Lukah Gilo yang aktraktif.

Kesenian terpisah dengan struktur adat dan dapat digunakan dalam berbagai kesempatan, seperti dalam upacara pernikahan, pengangkatan penghulu, bahkan dalam festival, dan sebagainya. Dalam pesta pernikahan dan pengangkatan penghulu tari Lukah Gilo menampakkan fungsi hiburan yang amat menonjol, dan dalam menghibur inilah terlihat fungsinya sebagai pengikat solidaritas antara pemain dengan pemain, pelaku pertunjukan dengan masyarakat, dan antara masyarakt itu sendiri.


(15)

Seseorang disebut memiliki sesuatu keahlian apabila melakukan aktifitas sesuai dengan keahliannya. Seorang dukun misalnya, harus dapat menunjukan bahwa dia dapat menyembuhkan orang sakit, menemukan sesuatu yang hilang, memiliki kesaktian dan sebagainya. Pertunjukan dari tari Lukah Gilo biasanya dimanfaatkan oleh kulipah untuk melegitimasi status sosialnya sebagai kulipah dengan membuktikan kepada masyarakat bahwa dia mampu berhubungan dengan dunia para jin.

3. Sebagai sarana ekspresi kreativitas dan pelestarian budaya.

Secara tidak langsung semua pertunjukan yang dilaksanakan sudah merupakan sarana ekspresi para seniman. Mereka menampilkan kebolehannya, baik dalam keterampilan berkesenian maupun kelebihannya dalam memanfaatkan kekuatan gaib (jin). Hal ini berarti juga mereka telah melakukan upaya pelestarian terhadap budaya Minangkabau yang sudah ada jauh sebelum masuknya agama Islam. Kesenian ini merupakan salah satu unsur budaya yang pernah ada dan dilaksanakan oleh para pendahulu, serta merupakan budaya bangsa yang telah melekat sehingga perlu dilestarikan.

Eksistensi Lukah Gilo masih tetap dilakukan masyarakat Nagari Padang Magek hingga kini (ada pada tari Lukah Gilo) oleh karena alasan budaya, kini Lukah Gilo tidak lagi diterjemahkan sebagaimana arti harpiya namun diterima sebagai bagian dari seni pertunjukan yang dapat di nikmati oleh masyarakat umum. Boleh diakrabi, dan layak ditampilkan pada kesempatan tertentu. Sebagaimana layaknya kesenian, Lukah Gilo harus dilestarikan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan masyarakat.

3.2. Cara – Cara Tari Lukah Gilo

Pada tari Lukah Gilo, penarinya adalah laki-laki disebut dengan lukah. Lukah dipakaikan kain baju, selendang, koset, dan wajahnya didandani layaknya perempuan. Lukah itu kemudian dibisiki mantra oleh pawangnya hingga Lukah itu menjadi gila, bergerak kian kemari. Kegilaan itu akan semakin


(16)

menjadi setiap kali pawang membaca mantra. Yang menjadi tontonan adalah para pemain yang memegang Lukah itu.

Mereka akan terbawa kian kemari dengan kuatnya seiring makin menggilanya lukah tersebut. Kegilaan Lukah ini baru akan berhenti apabila pawang berhenti memantarainya atau ada seseorang yang usil memasang ijok, yaitu bagian dalam dari ekor lukah.

Pertunjukan Lukah Gilo ini biasanya dipertunjukan pada acara helat perkawinan atau acara – acara khusus yang diadakan masyarakat setempat. Waktu pertunjukannya lebih sering pada malam hari agar mudah memanggil jin atau makhluk halus lainnya. Suka atau tidak dengan permainan Jelangkung, pada kenyataanya tarian Lukah Gilo mirip dengan permainan tersebut karena jelangkung merupakan bagian permainan dari Minangkabau yang juga dikenali luas oleh orang Minang.

3.3 Jumlah Penari Lukah Gilo

Pada tari Lukah Gilo, jumlah penari tidak ditetapkan. Biasanya diperankan oleh dukun (kulipah) dan Lukah (penari).

Jumlah lukah (penari) tergantung pada acara yang diadakan. Apabila tari Lukah Gilo diadakan untuk acara adat (upacara) penari yang digunakan sebanyak dua sampai tiga orang.

Apabila tarian Lukah Gilo diadakan untuk pertunjukan seni / hiburan, jumlah penari yang digunakan bisa dua sampai lima orang. Dalam tarian Lukah Gilo, hal yang paling diutamakan adalah kulipah (dukun) karena untuk mengawasi berlangsungnya tarian Lukah Gilo.


(17)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN

1. Tarian lukah gilo merupakan tarian yang mengandung unsur supranatural atau magis. 2. Makna dan fungsi tarian lukah gilo adalah :

a. Sebagai pengikat solidaritas kelompok masyarakat b. Sebagai sarana legitimasi status sosial

c. Sebagai sarana ekspresi kereatifitas dan pelestarian budaya.

3. Tarian lukah gilo pada zaman dahulu hanya berpungsi sebagai adat, sekarang dapat dipertunjukan sebagai hiburan kesenian.

4.2 SARAN

Kepada pembaca diharapkan memahami tari Lukah Gilo dalam masyarakat Magek, dan mempunyai peranan dalam pelestarian kebudayaan di Magek (tari Lukah Gilo) maupun kebudayaan di Indonesia.

Harapan ke Pemda agar tarian di Indonesia lebih diperkenalkan kemasyarakat dibandingkan dari pada tarian yang berasal dari Negara lain.

Kemudian bagi generasi muda atau masyarakat harus ikut turut serta dalam melakukan tarian tradisional tersebut untuk memperkenalkan kepada bangsa lain.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Amir M.S. 1997, Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta : PT mutiara Sumber widya. Alfian 1985. Persepsi Manusia Tentang Kebudayaan. Jakarta : Gramedia

Dana Jaya James. 1994. Antropologi Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Casirrer, Ersnt. 1990. Manusia Dan Kebudayaan : Sebuah Esai Tentang Manusia, Di Indonesiakan oleh Alois A. Nugroho, Jakarta : Gramedia.


(1)

kerbau merupakan suatu cara untuk pengolahan lahan dalam menunjang pekerjaan petani. Disamping itu, kerbau dapat digunakan sebagai penunjang ekonomi karena dapat diperjual-belikan.

2.4 Budaya dan Seni Pada Masyarakat MAGEK

Budaya dan kesenian yang terdapat pada masyarakat Magek sama seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Terdapat legenda atau dogeng, tari-tarian, rumah dan pakaian adat, bahasa daerah, dan sebagainya.

Pada masyarakat Magek budaya dan keseniannya sebagian besar mengandung unsur magis. Hal ini disebabkan masih kuatnya keyakinan masyarakat Magek terhadap kebudayaan masa lampau.

Budaya masyarakat Magek merupakan bahwa “IBU” (Wanita) adalah kepala keluarga. Masyarakat Magek mempunyai salah satu kesenian yaitu tari. Adapun jenis-jenis tarian tersebut adalah tari Panen, tari Randai, tari Lukah Gilo, tari Sewah, dan lain sebagainya.

Tarian Lukah Gilo adalah salah satu tarian yang mengandung unsur magis. Kesenian dengan unsur magis ini sampai sekarang masih sering dipertunjukan dalam berbagai acara, juga sebagai pertunjukan hiburan bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah Magek.


(2)

BAB III

TARIAN LUKAH GILO DALAM MASYARAKAT MAGEK

3.1 Makna dan Fungsi Tari Lukah Gilo

Tari Lukah Gilo adalah : Sebuah kesenian rakyat yang sarat dengan kekuatan supranatural yang hingga sekarang masih berkembang dalam masyarakat Magek.

Beberapa makna dan fungsi tari Lukah Gilo adalah : 1. Sebagai pengikat solidaritas kelompok masyarakat :

Tari Lukah Gilo sebagai salah satu unsur kebudayaan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan naluri mengenai hiburan atau keindahan. Tari lukah gilo yang di pertunjukan dengan kekuatan supranatural (tidak lazim) dapat memberikan hiburan segar bagi warga masyarakat yang bekerja sepanjang hari.

Masyarakat yang melakukan aktivitas sehari – hari perlu mendapatkan selingan agar dapat melepaskan diri dari rutinitas yang menjenuhkan, salah satunya adalah dengan mengadakan atau menyaksikan tari Lukah Gilo yang aktraktif.

Kesenian terpisah dengan struktur adat dan dapat digunakan dalam berbagai kesempatan, seperti dalam upacara pernikahan, pengangkatan penghulu, bahkan dalam festival, dan sebagainya. Dalam pesta pernikahan dan pengangkatan penghulu tari Lukah Gilo menampakkan fungsi hiburan yang amat menonjol, dan dalam menghibur inilah terlihat fungsinya sebagai pengikat solidaritas antara pemain dengan pemain, pelaku pertunjukan dengan masyarakat, dan antara masyarakt itu sendiri.


(3)

Seseorang disebut memiliki sesuatu keahlian apabila melakukan aktifitas sesuai dengan keahliannya. Seorang dukun misalnya, harus dapat menunjukan bahwa dia dapat menyembuhkan orang sakit, menemukan sesuatu yang hilang, memiliki kesaktian dan sebagainya. Pertunjukan dari tari Lukah Gilo biasanya dimanfaatkan oleh kulipah untuk melegitimasi status sosialnya sebagai kulipah dengan membuktikan kepada masyarakat bahwa dia mampu berhubungan dengan dunia para jin.

3. Sebagai sarana ekspresi kreativitas dan pelestarian budaya.

Secara tidak langsung semua pertunjukan yang dilaksanakan sudah merupakan sarana ekspresi para seniman. Mereka menampilkan kebolehannya, baik dalam keterampilan berkesenian maupun kelebihannya dalam memanfaatkan kekuatan gaib (jin). Hal ini berarti juga mereka telah melakukan upaya pelestarian terhadap budaya Minangkabau yang sudah ada jauh sebelum masuknya agama Islam. Kesenian ini merupakan salah satu unsur budaya yang pernah ada dan dilaksanakan oleh para pendahulu, serta merupakan budaya bangsa yang telah melekat sehingga perlu dilestarikan.

Eksistensi Lukah Gilo masih tetap dilakukan masyarakat Nagari Padang Magek hingga kini (ada pada tari Lukah Gilo) oleh karena alasan budaya, kini Lukah Gilo tidak lagi diterjemahkan sebagaimana arti harpiya namun diterima sebagai bagian dari seni pertunjukan yang dapat di nikmati oleh masyarakat umum. Boleh diakrabi, dan layak ditampilkan pada kesempatan tertentu. Sebagaimana layaknya kesenian, Lukah Gilo harus dilestarikan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan masyarakat.

3.2. Cara – Cara Tari Lukah Gilo

Pada tari Lukah Gilo, penarinya adalah laki-laki disebut dengan lukah. Lukah dipakaikan kain baju, selendang, koset, dan wajahnya didandani layaknya perempuan. Lukah itu kemudian dibisiki mantra oleh pawangnya hingga Lukah itu menjadi gila, bergerak kian kemari. Kegilaan itu akan semakin


(4)

menjadi setiap kali pawang membaca mantra. Yang menjadi tontonan adalah para pemain yang memegang Lukah itu.

Mereka akan terbawa kian kemari dengan kuatnya seiring makin menggilanya lukah tersebut. Kegilaan Lukah ini baru akan berhenti apabila pawang berhenti memantarainya atau ada seseorang yang usil memasang ijok, yaitu bagian dalam dari ekor lukah.

Pertunjukan Lukah Gilo ini biasanya dipertunjukan pada acara helat perkawinan atau acara – acara khusus yang diadakan masyarakat setempat. Waktu pertunjukannya lebih sering pada malam hari agar mudah memanggil jin atau makhluk halus lainnya. Suka atau tidak dengan permainan Jelangkung, pada kenyataanya tarian Lukah Gilo mirip dengan permainan tersebut karena jelangkung merupakan bagian permainan dari Minangkabau yang juga dikenali luas oleh orang Minang.

3.3 Jumlah Penari Lukah Gilo

Pada tari Lukah Gilo, jumlah penari tidak ditetapkan. Biasanya diperankan oleh dukun (kulipah) dan Lukah (penari).

Jumlah lukah (penari) tergantung pada acara yang diadakan. Apabila tari Lukah Gilo diadakan untuk acara adat (upacara) penari yang digunakan sebanyak dua sampai tiga orang.

Apabila tarian Lukah Gilo diadakan untuk pertunjukan seni / hiburan, jumlah penari yang digunakan bisa dua sampai lima orang. Dalam tarian Lukah Gilo, hal yang paling diutamakan adalah kulipah (dukun) karena untuk mengawasi berlangsungnya tarian Lukah Gilo.


(5)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN

1. Tarian lukah gilo merupakan tarian yang mengandung unsur supranatural atau magis. 2. Makna dan fungsi tarian lukah gilo adalah :

a. Sebagai pengikat solidaritas kelompok masyarakat b. Sebagai sarana legitimasi status sosial

c. Sebagai sarana ekspresi kereatifitas dan pelestarian budaya.

3. Tarian lukah gilo pada zaman dahulu hanya berpungsi sebagai adat, sekarang dapat dipertunjukan sebagai hiburan kesenian.

4.2 SARAN

Kepada pembaca diharapkan memahami tari Lukah Gilo dalam masyarakat Magek, dan mempunyai peranan dalam pelestarian kebudayaan di Magek (tari Lukah Gilo) maupun kebudayaan di Indonesia.

Harapan ke Pemda agar tarian di Indonesia lebih diperkenalkan kemasyarakat dibandingkan dari pada tarian yang berasal dari Negara lain.

Kemudian bagi generasi muda atau masyarakat harus ikut turut serta dalam melakukan tarian tradisional tersebut untuk memperkenalkan kepada bangsa lain.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Amir M.S. 1997, Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta : PT mutiara Sumber widya. Alfian 1985. Persepsi Manusia Tentang Kebudayaan. Jakarta : Gramedia

Dana Jaya James. 1994. Antropologi Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Casirrer, Ersnt. 1990. Manusia Dan Kebudayaan : Sebuah Esai Tentang Manusia, Di Indonesiakan oleh Alois A. Nugroho, Jakarta : Gramedia.