Batak Toba Shakai Ni Okeru Morkenun (Oru Koto)

(1)

BATAK TOBA SHAKAI NI OKERU MARTONUN (ORU KOTO)

KERTAS KARYA

DI kerjakan O

L E H

NIM : 0402203030 FENNY W.P

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA

DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN


(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Tujuan Penulisa ... 2

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Metod Penelitian ... 3

BAB II GAMBARAN UMUM 2.1Sejarah Desa Lumban Suhi-suhi Toruan ... 4

2.2Lokasi dan Keadaan Alam ... 5

2.3 Penduduk ... 5

BAB III MARTONUN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA 3.1Bahan Dasar Martonun ... 6

3.2Cara Mendapatkan Bahan ... 7

3.3Alat-alat Tenun ... 7

3.4Martonun pada Masyarakat Batak Toba ... 11

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1Kesimpulan ... 12

4.2Saran ... 14


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Kebudayaan adalah warisan sosial yang dimiliki warga masyarakat. Kebudayaan dipengaruhi oleh keadaan dan kebutuhan memakai. Warisan budaya pada hakekatnya merupakan pedoman hidup yang diperoleh satu generasi dari generasi sebelumnya dan digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Setiap kebudayaan di dalamnya terdapat unsur kebudayaan yang bersifat universal bagi masyarakat. Misalnya, bakat dan kepintaran anak-anak di Bali membuat lukisan sangat dipengaruhi oleh aspek budaya tradisional. Anak-anak di Bali sudah biasa melihat lambang-lambang kebudayaannya secara tidak langsung sudah belajar.

Demikian halnya dengan tenun songket Batubara. Pengetahuan dan keterampilan mereka bertenun diperoleh secara turun-temurun. Teknologi modern kelihatannya belum menyentuh usaha kerajinan songket Batubara. Ekstensi teknologi tradisional dalam upaya membuat songket masih terus bertahan. Demikian juga kerajinan tradisional masih besar peranannya dalam industri di Indonesia. Lebih empat ribu pusat kerajinan dari berbagai macam jenis terdapat di Indonesia, mulai dari usaha keluarga sampai ke bentuk koperasi dalam skala sedang dan besar. Hal ini sangat ideal untuk mengembangkan kerajinan Indonesia menjadi produk yang bermutu tinggi.

Di daerah Kabupaten Tapanuli Utara juga terdapat berbagai jenis kerajinan tradisional. Salah satunya adalah bertenun ulos yang dalam bahasa Batak disebut


(4)

‘martonun’. Kerajinan martonun ini ditemukan di desa Lumban Suhi-suhi Toruan Kecamatan Pangururan.

Bagi masyarakat Batak Toba, dahulu hanya mempergunakan ulos sebagai pakaian yang dibuat sendiri dengan cara menenun. Tetapi sejak daerah Samosir dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata di Sumatra Utara, maka sejak itu pula para pengrajin ulos di Samosir tidak hanya menenun untuk kepentingan masyarakat tetapi juga untuk

souvenir bagi wisatawan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk memilih

martonun pada masyarakat Batak Toba sebagai judul kertas karya.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk:

• Memahami martonun dalam konteks kebudayaan Batak Toba di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan Kecamatan Pangururan

• Memahami fungsi martonun dalam kehidupan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat Desa Lumban Suhi-suhi Toruan Kecamatan Pangururan

• Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dari jurusan Bahasa Jepang Fakultas Sastra,USU

1.3 Pembatasan Masalah

Penulis hanya membahas tentang martonun pada masyarakat Batak Toba Desa Lumban Suhi-suhi Toruan Kecamatan Pangururan.


(5)

Karya tulis ini bersifat Deskripsi yang berusaha untuk mengumpulkan data kualitatif untuk menggambarkan pengetian martonun dalam konteks sosiokultural.


(6)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA LUMBAN SUHI-SUHI TORUAN

2.1 Asal Usul dan Sejarah Terjadinya Desa Lumban Suhi-suhi Toruan

Menurut asal katanya, Lumban Suhi-suhi berasaldari kata ‘lumban’ dan ‘suhi-suhi’. Dalam bahasa Batak Toba, lumban artinya kampung, dan suhi artinya sudut. Jadi kalau diartikan secara harfiah, makna Lumban Suhi-suhi artinya ‘kampung sudut’, tetapi dalam kenyataannya Desa Lumban Suhi-suhi tersebut tidak terletakdi sudut. Ada alasan mengapa desa tersebut diberi nama Desa Lumban Suhi-suhi.

Pada jaman dahulu di Tanah Batak terjadi peperangan antar kampung (huta). Untuk memeprtahankan huta tersebut pemimpin mengatur strategi memerintahkan supaya para anggotanya menyerang dengan dua suhi (sudut). Dengan taktik ini mereka bisa mempertahankan huta mereka. Karena kemenangan ini, mereka lalu menyebut huta mereka dengan Lumban Suh-suhi yang artinya desa sudut.

Lumban Suhi-suhi dibagi menjadi tujuh: 1. Desa Saor Nauli

2. Desa Pardamean II 3. Desa Parsaoran II 4. Desa Harapuhan 5. Desa Sitare-tarean 6. Desa Pea Silalahi


(7)

Selanjutnya tahun 1990 terjadi penggabungan desa dari 7 desa menjadi 3 desa, yaitu

1. Desa Lumban Suhi-suhi Toruan 2. Desa Lumban Suhi-suhi Dolok 3. Desa Pardomuan Nauli

Masyarakat Desa Lumban Suhi-suhi Toruan yang menetap sekarang mayoritas bermarga Sihaloho, Simarmata, Situmorang dan Sitinjak.

2.2 Lokasi dan Keadaan Alam

Kecamatan Pangururan adalah salah satu kecamatan di Pulau Samosir. Kecamatan ini terletak di bawah kaki gunung Pusuk Buhit dan di tepi Danau Toba, dengan jarak 114 km dari Medan.

Desa Lumban Suhi-suhi Toruan memiliki luas kurang leih 330 ha atau sekitar 3,30 km2. Di daerahiniada 42 kampung (huta).

2.3 Penduduk

Jumlah seluruh penduduk desa adalah kira-kira 1.426 jiwa yang trdiri dari 702 jiwa laki-laki dan 724 jiwa perempuan. Penghasilan utama dari daerah ini adalah bertani. Sebagian penduduk adalah Pegawai Negeri. Sebagian besar penduduk memeluk agama Kristen, tetapi mereka juga masih mempercayai kekuaan Gaib dan roh Nenek Moyang.


(8)

BAB III

MARTONUN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA

3.1 Bahan Dasar Martonun

Bahan utana untuk martonun adalah benang. Benang yang dipakai dalam pembuatan kain tenun adalah benang kapas. Pada jaman dahulu untuk mewarnai benang berwarna dipergunakan daun nila yang dicampur dengan kapur sirih dan air abu dapur. Mula-mula daun nila direndam dengan air selama dua malam lalu diremas-remas sehingga hancur dan kemudian disaring. Selanjutnya dicampur dengan air dan dibiarkan beberapa lama samapi kemudian mengendap. Endapannya diambil dan dicampur dengan air abu dapur sehingga warnanya menjadi hitam.

Proses mewarnai benang dengan cara tradisional ini sudah mulai langka karena memakan waktu yang lama, selain itu jenis warnanay tidak banyak. Pada saat sekarang pengrajin telah menggunakan celup yang dapat dipilih berupa cat atau ada yang berbentuk bubuk (tepung) atau yang disebut juga Swavel. Kedua jenis ini, yaitu cat dan swavel, merupakan sejenis alat perekat seperti batu, dimasukkan ke dalam air lalu dimasak samapi mendidih sehingga menimbulkan warna hitam pekat. Keuntungan menggunakan pewarna modern ini adalah jenis warna ada banyak dan tahan lama. Dahulu yang banyak dipakai adalah warna merah, hitam dan putih, tetapi sekarang banyak warna yang dipakai. Namun warna tradisional yang asli tetap mempunyai ciri khas.

Sekarang ini para pengrajin tenunan ulos yang berada di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan Pangururan menggunakan benang berwarna. Benang ini mereka beli sendiri dari


(9)

seorang penjual benang. Di desa ini penjual tersebut berbelanja ke Medan atau pun ke Kabanjahe. Benang yang biasa dipergunakan para pengrajin di desa ini adalah benang berwarna merah, lila, kuning, hijau dan hitam.

3.2 Cara Mendapatkan Bahan

Cara mendapatkan bahan tenunan sebagian besar diperoleh dari alam itu sendiri. Misalnya, daun nila yang digunakan sebagai pewarna benang, dan sebagian besarnya lagi diperoleh dari seorang penjual benang.

3.3 Alat-alat Tenun

Para pengrajin tenunan kain di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan membuat tenunannya dengan alat tenun yang masih sangat sederhana. Peralatan tersebut mereka buat sendiri dengan bahan-bahan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Alat-alat yang masih sangat sederhana itu adalah sebagai berikut:

1. Pangunggasan

Pangunggasan adalah tempat menyisir benang. Sisir (unggas) tersebut terbuat dari ijuk, pada bagian pangkalnya diikat. Unggas ini dipergunakan untuk menyisir benang yang sudah diganje (benang yang sudah direndam air tajin atau air beras).

2. Hulhulan (Sorha)


(10)

sepeda yang panjangnya kira-kira 40 cm. Benang yang akan digulung diletakkan pada baling-baling. Pada masa sekarang sebagian para pengrajin sudah memakai sorha yang cara pemakaiannya sama dengan hulhulan.

3. Anian

Anian digunakan untuk menyusun dan mengatur benang yang akan dijadikan kain tenunan ulos. Anian terbuat dari kayu yang panjangnyakira-kira satu meter. Pada bagian atasnya diberi lobang yang berfungsi sebagai tempat mengokohkan tiang anian. Tiang yang dipancakkan berfungsi untuk merajut benang.

4. Pamapan

Pamapan berfungsi sebagai gantungan benang yang akan ditenun. Pamapan ini terbuat dari pelepah enau atau sepotong kayu yang dipakkan pada tiang. Tiang tempat pamapan ditambatkan biasanya adalah tiang rumah, atau dalam bahasa Batak disebut dengan ‘basiha’. Apabila mereka bertenun di halaman rumah, tiang rumah dipakai sebagai tempat pengikat pamapan.

5. Panggiunan

Panggiunan berfungsi untuk memisahkan benang atau membuka benang agar benang horizontal bisa dimasukkan. Benang horizontal maksudnya adalah benang yang berada di dalam turak.


(11)

6. Turak

Turak terbuat dari seruas bambu kecil tempat gulungan benang atau disebut dengan hasoli. Turang ini dipakai untuk memasukkan benang horizontal atau benang pakan. Dari lobang kecil inilah benang ditarik.

7. Hatulungan

Hatulungan mempunyai fungsi yang sama dengan panggiunan yaitu memisahkan benang atau membuka benang.

8. Sokkar

Sokkar berfungsi untuk menengangkan sisi yang melebar dari kain yang ditenun. Sokkar mempunyai panjang yang bervariasi tergantung lebar kain yang ditenun. Sokkar ini terbuat dari bambu yang diraut halus yang ujungnya diruncingkan. Hal ini berfungsi untuk memudahkan memasukkan ke dalam kain yang ditenun.

9. Lili atau lidi

Lili atau lidi diambil dari daun enau. Lidi ini bisa juga dibuat dari bambu. Jumlahnya tujuh samapi sembilan batang. Lidi ini berfungsi untuk membuat ragam hias, yaitu mengakait dan memasukkan benang.


(12)

Baliga yang terbuat dari kayu yang dihaluskan yang panjangnya kira-kira 1,5 meter. Baliga berfungsi untuk merapatkan benang dengan cara menghentakkan dua atau tiga kali. Baliga biasanya berwarna agak cokelat kehitam-hitaman.

11. Pagabe

Pagabe yaitu penjepit benang yang dikaitkan dengan tali papaut agar tetap ketat dan tali papaut tersebut dikaitkan ke pamunggung (sandaran pengrajin). Tali papaut terbuat dari benang nilon.

12. Tundalan atau Pamunggung

Tundalan atau pamunggung terbuat dari kayu. Pada bagian tengahnya dibuat berlekuk sebagian tempat sandaran panggung orang yang bertenun. Disamping sebagai sandaran, tundalan juga berfungsi untuk menegakkan benang agar dapat ditenun.

13. Sitadoan

Sitadoan berfungsi sebagai pijakan kaki penenun, dibuat dari potongan kayu broti atau sering juga terbuat dari bambu bulat. Sitadoan ini disusun sejau jangkauan kaki penenun.


(13)

Balobas terbuat dari bambu yang besarnya sedikit lebih besar dari lidi. Balobas berfungsi untuk meluruskan benang.


(14)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi tertentu bagi masyarakat itu sendiri. Hal ini juga berlaku pada masyarakat di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan Kecamatan Pangururan. Unsur kebudayaan seperti martonun yang merupakan bagian dari mata pencaharian hidup mempunyai fungsi sosial ekonomi pada masyarakat tersebut.

Usaha penenunan di dsa ini telah lama berlangsung. Sebagian besar wanita-wanita dan ibu rumah tangga di desa ini bisa bertenun. Sejak kecil anak-anak di desaa ini telah terbiasa dengan hal-hal yang berhubungan dengan martonun dan segala peralatannya. Kain tradisional ulos ini diyakini mempunyai Sahala, yaitu membawa kesuburan vitalitas dan melindungi atau menjaga ‘tondi’ atau jiwa seseorang terhadap roh jahat.

Ulos itu mmpunyai arti tersendiri bagi masyarakat Batak Toba terutama pada upacara-upacara adat. Pemberian ulos mempunyai ketentuan atau kaidah-kaidah yang harus dipatuhi pihak mana yang memberi ulos dan pihak mana yang menerimanya. Pada masyarakat Batak Toba yang berhak memberi ulos adalah pihak ‘hula-hula’, sedang yang menerima adalah pihak ‘boru’.

Disamping merupakan simbol kedudukan, ulos juga dapat menggambarkan simbol komunikasi melalui jenis ulos yang diberikan oleh hula-hula dapat diketahui apa yang ingin disampaikan melalui ulos tersebut. Apakah berupa penghiburan atau ucapan selamat atau sehat-sehat.


(15)

Makna simbolik lain dari pemberian ulos adalah sebagai simbol solidaritas. Dengan pemberian ulos dalam suatu upacara adat, maka terwujud suatu ikatan antara si pemberi dan si penerima ulos. Adanya pemberian timbal balik antara si pemberi dan si penerima ulos mewujudkan bentuk solidaritas masyarakat Batak Toba.

Pada awal pertenunan di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan pada pengrajin hanya menenun ulos Batak Toba seperti tenunan Ulos Mangiring, Ulos Suri-suri, Ulos Bintang Maratur, dan lain-lain. Setiap motif ini masing-masing memiliki makna dan fungsi berlainan.

Pekerjaan martonun ini dilakukan dengan peralatan yang masih sangat sederhana dan tradisioanal, sehingga dikatakan bahwa pekerjaan martonun ini merupakan pekerjaan yang memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikannya. Konsentrasi, perhatian, dan ketekunan sangat diperlukan.

4.2 Saran

Sebagai warga negara Indonesia yang kaya akan budaya, kita harus memelihara kesenian tradisional dan kebudayaan yang kita miliki agar tidak hilang.


(1)

diletakkan pada baling-baling. Pada masa sekarang sebagian para pengrajin sudah memakai sorha yang cara pemakaiannya sama dengan hulhulan.

3. Anian

Anian digunakan untuk menyusun dan mengatur benang yang akan dijadikan kain tenunan ulos. Anian terbuat dari kayu yang panjangnyakira-kira satu meter. Pada bagian atasnya diberi lobang yang berfungsi sebagai tempat mengokohkan tiang anian. Tiang yang dipancakkan berfungsi untuk merajut benang.

4. Pamapan

Pamapan berfungsi sebagai gantungan benang yang akan ditenun. Pamapan ini terbuat dari pelepah enau atau sepotong kayu yang dipakkan pada tiang. Tiang tempat pamapan ditambatkan biasanya adalah tiang rumah, atau dalam bahasa Batak disebut dengan ‘basiha’. Apabila mereka bertenun di halaman rumah, tiang rumah dipakai sebagai tempat pengikat pamapan.

5. Panggiunan

Panggiunan berfungsi untuk memisahkan benang atau membuka benang agar benang horizontal bisa dimasukkan. Benang horizontal maksudnya adalah benang yang berada di dalam turak.


(2)

6. Turak

Turak terbuat dari seruas bambu kecil tempat gulungan benang atau disebut dengan hasoli. Turang ini dipakai untuk memasukkan benang horizontal atau benang pakan. Dari lobang kecil inilah benang ditarik.

7. Hatulungan

Hatulungan mempunyai fungsi yang sama dengan panggiunan yaitu memisahkan benang atau membuka benang.

8. Sokkar

Sokkar berfungsi untuk menengangkan sisi yang melebar dari kain yang ditenun. Sokkar mempunyai panjang yang bervariasi tergantung lebar kain yang ditenun. Sokkar ini terbuat dari bambu yang diraut halus yang ujungnya diruncingkan. Hal ini berfungsi untuk memudahkan memasukkan ke dalam kain yang ditenun.

9. Lili atau lidi

Lili atau lidi diambil dari daun enau. Lidi ini bisa juga dibuat dari bambu. Jumlahnya tujuh samapi sembilan batang. Lidi ini berfungsi untuk membuat ragam hias, yaitu mengakait dan memasukkan benang.


(3)

meter. Baliga berfungsi untuk merapatkan benang dengan cara menghentakkan dua atau tiga kali. Baliga biasanya berwarna agak cokelat kehitam-hitaman.

11. Pagabe

Pagabe yaitu penjepit benang yang dikaitkan dengan tali papaut agar tetap ketat dan tali papaut tersebut dikaitkan ke pamunggung (sandaran pengrajin). Tali papaut terbuat dari benang nilon.

12. Tundalan atau Pamunggung

Tundalan atau pamunggung terbuat dari kayu. Pada bagian tengahnya dibuat berlekuk sebagian tempat sandaran panggung orang yang bertenun. Disamping sebagai sandaran, tundalan juga berfungsi untuk menegakkan benang agar dapat ditenun.

13. Sitadoan

Sitadoan berfungsi sebagai pijakan kaki penenun, dibuat dari potongan kayu broti atau sering juga terbuat dari bambu bulat. Sitadoan ini disusun sejau jangkauan kaki penenun.


(4)

Balobas terbuat dari bambu yang besarnya sedikit lebih besar dari lidi. Balobas berfungsi untuk meluruskan benang.


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi tertentu bagi masyarakat itu sendiri. Hal ini juga berlaku pada masyarakat di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan Kecamatan Pangururan. Unsur kebudayaan seperti martonun yang merupakan bagian dari mata pencaharian hidup mempunyai fungsi sosial ekonomi pada masyarakat tersebut.

Usaha penenunan di dsa ini telah lama berlangsung. Sebagian besar wanita-wanita dan ibu rumah tangga di desa ini bisa bertenun. Sejak kecil anak-anak di desaa ini telah terbiasa dengan hal-hal yang berhubungan dengan martonun dan segala peralatannya. Kain tradisional ulos ini diyakini mempunyai Sahala, yaitu membawa kesuburan vitalitas dan melindungi atau menjaga ‘tondi’ atau jiwa seseorang terhadap roh jahat.

Ulos itu mmpunyai arti tersendiri bagi masyarakat Batak Toba terutama pada upacara-upacara adat. Pemberian ulos mempunyai ketentuan atau kaidah-kaidah yang harus dipatuhi pihak mana yang memberi ulos dan pihak mana yang menerimanya. Pada masyarakat Batak Toba yang berhak memberi ulos adalah pihak ‘hula-hula’, sedang yang menerima adalah pihak ‘boru’.

Disamping merupakan simbol kedudukan, ulos juga dapat menggambarkan simbol komunikasi melalui jenis ulos yang diberikan oleh hula-hula dapat diketahui apa yang ingin disampaikan melalui ulos tersebut. Apakah berupa penghiburan atau ucapan selamat atau sehat-sehat.


(6)

Makna simbolik lain dari pemberian ulos adalah sebagai simbol solidaritas. Dengan pemberian ulos dalam suatu upacara adat, maka terwujud suatu ikatan antara si pemberi dan si penerima ulos. Adanya pemberian timbal balik antara si pemberi dan si penerima ulos mewujudkan bentuk solidaritas masyarakat Batak Toba.

Pada awal pertenunan di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan pada pengrajin hanya menenun ulos Batak Toba seperti tenunan Ulos Mangiring, Ulos Suri-suri, Ulos Bintang Maratur, dan lain-lain. Setiap motif ini masing-masing memiliki makna dan fungsi berlainan.

Pekerjaan martonun ini dilakukan dengan peralatan yang masih sangat sederhana dan tradisioanal, sehingga dikatakan bahwa pekerjaan martonun ini merupakan pekerjaan yang memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikannya. Konsentrasi, perhatian, dan ketekunan sangat diperlukan.

4.2 Saran

Sebagai warga negara Indonesia yang kaya akan budaya, kita harus memelihara kesenian tradisional dan kebudayaan yang kita miliki agar tidak hilang.