Kondisi sanitasi peralatan dan air terhadap peningkatan jumlah total mikroorganisme susu individu – susu kandang – susu tempat pengumpul susu di peternakan kunak Bogor

(1)

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN AIR TERHADAP

PENINGKATAN JUMLAH TOTAL MIKROORGANISME

SUSU INDIVIDU – SUSU KANDANG – SUSU TEMPAT

PENGUMPUL SUSU DI PETERNAKAN KUNAK BOGOR

SISKA ARYANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ABSTRACT

SISKA ARYANA. Condition of equipment’s and water’s sanitation on the increasing of total number of microorganism in individual, bulk and collecting milk in Kunak, Bogor. Under direction of MIRNAWATI B. SUDARWANTO and HERWIN PISESTYANI.

Milk is food that produce by animals which is preferred by humans, animals, and also microorganism. Milk from udder always contains of few microorganism. The aimed of this research was to know the influence of equipment’s and water’s sanitation on the increasing of total number of microorganism in individual, bulk, and collecting milk from Kunak, Bogor. The result showed that total numbers of microorganism in bulk milk is 2.8 x 105 cfu/ml, and it was higher than individual milk (2.0 x 104 cfu/ml). TPC from collecting milk was 1.8 x 106 cfu/ml, and from water were 1.3 x 104 cfu/ml. Percentage of swab equipment highest in ranks 5th. The sanitation of equipment and water has high influence on total number of microorganisms in milk from Kunak, Bogor.

Keywords : Total plate count, equipment and water sanitation, individual bulk and collecting milk


(3)

SISKA ARYANA. Kondisi Sanitasi Peralatan dan Air terhadap Peningkatan Jumlah Total Mikroorganisme Susu Individu – Susu Kandang – Susu Tempat Pengumpul Susu. Dibimbing oleh MIRNAWATI B. SUDARWANTO dan HERWIN PISESTYANI.

Sapi perah merupakan sumber utama penghasil susu, disamping kambing, domba, kerbau, dan kuda. Susu sebagai pangan asal hewan diyakini memiliki nilai gizi tinggi. Susu merupakan bahan makanan utama bagi makhluk yang baru lahir, baik bagi hewan maupun manusia. Susu yang keluar dari ambing ternak sehat selalu mengandung mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme pada susu dapat berasal dari 3 sumber yaitu lingkungan, ambing dan peralatan. Jumlah total mikroorganisme dalam susu segar dapat bertambah karena beberapa faktor, antara lain pencemaran dari tangan dan baju pemerah, alat perah, lingkungan seperti kandang, air, serta peralatan lain juga dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi sanitasi peralatan dan air yang dapat mempengaruhi peningkatan jumlah total mikroorganisme dalam susu segar di Peternakan Kunak, Kabupaten Bogor, yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai Maret 2011. Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak. Total sampel susu individu yang diperoleh sebanyak 54, sampel susu kandang dan air sebanyak 7, dan sampel susu tempat pengumpul susu (TPS) sebanyak 4. Dari masing-masing peternak didapatkan sampel susu individu, susu kandang, sampel air, sampel swab peralatan yang terdiri dari ember, bibir milk can dan bagian dalam milk can. Pemeriksaan jumlah total mikroorganisme susu dan air menggunakan metode total plate count (TPC) dan ulasan peralatan pemerahan digores pada media agar darah (Akira 2009).

Sampel air, sampel susu (susu individu, susu kandang, susu tempat pengumpul susu) diambil menggunakan pipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 9 ml larutan buffered peptone water (BPW) 0.1%, kemudian dihomogenkan menggunakan tube shaker. Tahap ini menjadi pengenceran 10-1 atau 1:10. Pengenceran sampel air dan susu kandang dilakukan hingga desimal 10-4 atau 1:10 000. Pengeceran 10-2 sampai 10-4 dipupuk ke dalam cawan petri yang telah diberi label terlebih dahulu. Sampel susu individu dibuat pengenceran hingga desimal 10-3 atau 1:1 000 lalu dipupuk ke dalam cawan petri yang telah diberi label sebelumnya. Pengenceran untuk sampel susu TPS dilakukan hingga desimal 10-6 atau 1:1 000 000. Pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6 dipupuk ke dalam cawan petri steril yang telah diberi label terlebih dahulu. Media plate count agar

(PCA) dituangkan sebanyak 10–15 ml (suhu 44–46 oC) pada masing-masing cawan petri, lalu dihomogenkan isinya secara perlahan membentuk arah angka 8. Campuran didiamkan sampai PCA memadat, kemudian cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator 35 oC untuk diinkubasi selama 24 jam. Berdasarkan pada metode yang dikembangkan Akira (2009), sampel peralatan pemerahan diulas menggunakan cotton swab, kemudian digoreskan pada agar darah, dan diinkubasi dalam inkubator 37 oC selama 20–24 jam.


(4)

Rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu kandang diperoleh sebesar 2.8 x 105 cfu/ml lebih tinggi dari rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu individu (2.0 x 104 cfu/ml). Secara umum rataan jumlah total mikroorganisme dalam susu kandang mengalami peningkatan dibandingkan rataan jumlah total mikroorganisme dalam susu individu. Rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu individu dengan sampel susu kandang menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). Dari hasil pengujian terlihat adanya peningkatan rataan jumlah total mikroorganisme dari susu kandang ke susu TPS. (1.8 x 106 cfu/ml). Rataan jumlah total mikroorganisme dalam air dari 7 kandang sebesar 1.3 x 104 cfu/ml. Rataan jumlah total mikroorganisme dalam susu kandang dapat dipengaruhi oleh rataan total mikroorganisme dalam air. Mikroorganisme dari air dapat mengkontaminasi susu pada saat memandikan sapi dan membersihkan peralatan pemerahan. Persentase kebersihan peralatan ember pada rangking 2, 3 dan 6 (14.28%), rangking 4 dan 5 (28.58%). Sanitasi peralatan bibir milk can diperoleh persentase tertinggi pada rangking ke-5 (71.44%) dan sisanya pada rangking 3 dan 4 (14.28%). Sanitasi bagian dalam milk can, didapatkan rangking 5 sebesar 42.84%, dan rangking 4 dan 6 sebesar 28.58%. Persentase kebersihan terbesar dari ketiga peralatan pemerahan (ember, bibir milk can, dan bagian dalam milk can) pada rangking 5. Hal ini disebabkan oleh peralatan pemerahan tidak dicuci secara benar, hanya dibilas menggunakan air yang ada di kandang.

Dari penelitian ini terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah total mikroorganisme dari susu individu ke susu kandang dan susu TPS. Peningkatan jumlah total mikroorganisme dapat dipengaruhi dari peralatan pemerahan yang tidak dibersihkan dengan benar dan air yang digunakan mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang cukup tinggi.

Kata kunci : Total plate count, sanitasi peralatan dan air, susu individu – susu kandang – susu tempat pengumpul susu


(5)

SUSU INDIVIDU

SUSU KANDANG

SUSU TEMPAT

PENGUMPUL SUSU DI PETERNAKAN KUNAK BOGOR

SISKA ARYANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kondisi Sanitasi Peralatan dan Air terhadap Peningkatan Jumlah Total Mikroorganisme Susu Individu – Susu Kandang – Susu Tempat Pengumpul Susu di Peternakan Kunak, Bogor adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Siska Aryana


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagianatau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

Judul Skripsi : Kondisi Sanitasi Peralatan dan Air Terhadap Peningkatan

Jumlah Total Mikroorganisme Susu Individu – Susu Kandang – Susu Tempat Pengumpul Susu di

Peternakan Kunak, Bogor Nama : Siska Aryana

NIM : B04070096

Tanggal Lulus :

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati B. Sudarwanto drh. Herwin Pisestyani, MSi

Ketua Anggota

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini


(9)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah diberikan selama hidup hingga dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Judul skripsi yang dipilih dalam penelitian sejak bulan Oktober 2010 adalah Kondisi Sanitasi Peralatan dan Air terhadap Peningkatan Jumlah Total Mikroorganisme Susu Individu – Susu Kandang – Susu Tempat Pengumpul Susu di Peternakan Kunak, Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati B. Sudarwanto selaku pembimbing utama dan drh. Herwin Pisestyani, MSi selaku pembimbing anggota, yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta ilmu bagi penulis. 2. Dr. drh. Joko Pamungkas, MSc selaku pembimbing akademik.

3. Keluarga besar (Papa, mama, Via, Toro) atas kasih sayang, perhatian, dukungan, dan pengorbanan serta doa yang selalu dipanjatkan.

4. Bapak Yuhendra dan Bapak Tedi Subarkah, A.Md yang telah menuntun penulis dalam pengerjaan penelitian.

5. Dora dan Tansov untuk dukungannya.

6. Rekan-rekan Gianuzzi angkatan 44 FKH IPB, terima kasih atas persaudaraan yang berharga.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat menambah wawasan bagi dunia veteriner.

Bogor, September 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 1989. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, putri pasangan Narwoto Ariyana dan Tumi. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SDN Kebon Pala 02 Pagi dan pada tahun yang sama melanjutkan ke SMP Negeri 49 Jakarta hingga lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan ke SMA Negeri 14 Jakarta pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis berkesempatan masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI)

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di organisasi kampus. Sejak Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa TPB (BEM TPB), kemudian setelah masuk fakultas penulis aktif mengikut organisasi BEM FKH, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FKH dan Himpunan Profesi. Penulis juga aktif ikut serta dalam kepanitian kegiatan dalam dan luar kampus.


(11)

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR………xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 3

Hipotesa ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu ... 4

Mikrobiologi Susu ... 5

Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme pada Susu ... 6

Sanitasi Peralatan dan Air ... 8

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 11

Alat dan Bahan ... 11

Metode Penelitian ... 11

Kuisioner ... 11

Jumlah Sampel ... 11

Pengambilan Sampel ... 12

a. Pengambilan Sampel dari Peralatan Sebelum Digunakan atau Diisi Susu (Sampe Swab) ... 12

b. Pengambilan Sampel Air untuk Mencuci Peralatan dan Memandikan Ternak... 12

c. Pengambilan Sampel Susu ... 12

Pemeriksaan Laboratorium ... 13

a. Sampel Air ... 13

b. Sampel Peralatan ... 13

c. Sampel Susu Individu ... 13

d. Sampel Susu Kandang ... 14

e. Sampel Susu Tempat Pengumpul Susu ... 14

Penghitungan Koloni Mikroorganisme ... 14

Analisa Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Peternak, Kondisi Kandang, dan Higiene Pemerahan ... 16

Profil Peternak ... 16

Kondisi Kandang ... 17


(12)

Jumlah Total Mikroorganisme Sampel Susu Individu dan

Susu Kandang ... 20

Jumlah Total Mikroorganisme Sampel Susu Tempat Pengumpul Susu (TPS) ... 22

Jumlah Total Mikroorganisme Sampel Air ... 23

Gambaran Koloni Mikroorganisme dari Swab Peralatan Pemerahan pada Media Agar Darah ... 25

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(13)

Halaman

1. Syarat mutu susu segar menurut SNI 01–3141–2011 ... 5

2. Sifat fisik susu normal ... 5

3. Profil peternak di peternakan Kunak berdasarkan kuisioner ... 16

4. Kondisi kandang di peternakan Kunak berdasarkan kuisioner ... 17

5. Cara pemerahan di peternakan Kunak berdasarkan kuisioner ... 18

6. Rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu individu dan susu kandang ... 21

7. Jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu TPS ... 23

8. Jumlah total mikroorganisme dalam air ... 24


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu individu dan sampel

susu kandang ... 21

2. Gambaran koloni mikroorganisme dari swab peralatan menurut Akira (2009) ... 25

3. Gambaran koloni mikroorganisme dari swab peralatan pemerahan di peternakan Kunak pada media agar darah domba 5% (a) rangking 4; (b) rangking 5 ... 26

4. Persentase rangking kebersihan ember ... 27

5. Persentase rangking kebersihan bibir milk can ... 27


(15)

Halaman

1. Contoh kuisioner yang dikerjakan ... 34 2. Hasil penelitian jumlah total mikroorganisme dalam susu individu dari


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi perah merupakan sumber utama penghasil susu, disamping susu yang dihasilkan oleh kambing, domba, kerbau, dan kuda. Susu sebagai pangan asal hewan diyakini memiliki nilai gizi tinggi. Susu merupakan bahan makanan utama bagi makhluk yang baru lahir, baik bagi hewan maupun manusia. Konsumsi susu masyarakat Indonesia pada tahun 2007 hanya 8 liter/kapita/tahun, jumlah ini sudah termasuk produk-produk olahan yang mengandung susu. Konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura rata-rata mencapai 30 liter/kapita/tahun, sedangkan negara-negara Eropa sudah mencapai 100 liter/kapita/tahun (Daryanto 2007). Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia terendah di wilayah Asia Tenggara. Konsumsi susu nasional per kapita tahun 2010 mengalami peningkatan cukup tinggi dari 7.7 liter pada 2008 menjadi 11.7 liter, namun tingkat konsumsi susu di Indonesia masih berada di bawah Vietnam yang mencapai 15 liter (Poedjono 2010).

Produksi susu pada suatu peternakan dapat mengalami penurunan yang disebabkan oleh beberapa faktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebab produksi susu turun antara lain peradangan pada ambing ternak, yang dikenal sebagai mastitis. Mastitis adalah peradangan jaringan interna ambing yang sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme. Mastitis ialah peradangan bersifat komplek dengan variasi penyebab, derajat keparahan, lama penyakit, dan akibat penyakit yang beragam (Sudarwanto & Sudarnika 2008). Mastitis merupakan penyakit komplek pada sapi perah yang diakibatkan oleh beberapa penyebab, antara lain infeksi bakteri, trauma, manajemen pemerahan yang tidak baik (Gibbons 1963). Menurut Tgen et al. (1987), mastitis digolongkan menjadi subklinis, akut, gangrenous, dan kronis. Sekitar 80% penyebab mastitis adalah bakteri (Lukman et al. 2009).

Susu yang keluar dari ambing ternak sehat selalu mengandung mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme pada susu dapat berasal dari 3 sumber yaitu lingkungan, ambing dan peralatan susu (Hayer & Boor 2001). Pencemaran mikroorganisme dapat berasal dari dalam ambing hewan ternak


(17)

tersebut atau masuk melalui puting susu. Jumlah total mikroorganisme dalam susu segar dapat bertambah karena beberapa faktor, antara lain pencemaran dari tangan dan baju pemerah, alat perah, lingkungan seperti kandang, air, serta peralatan lain juga dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme (Lukman et al.

2009).

Kualitas susu, ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya faktor kebersihan lingkungan, dan faktor ini baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas susu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka penyediaan susu dan hasil olahannya yang sehat untuk konsumen.

Dalam upaya menjamin kesehatan konsumen untuk mendapatkan susu berkualitas baik, maka diperlukan standar yang mengatur syarat–syarat, tata cara pengawasan dan pemeriksaan kualitas susu produksi dalam negeri. Sampai saat ini di Indonesia menggunakan Standar Nasional Indonesia No. 01–3141–2011, tentang Susu Segar. Dalam standar tersebut, persyaratan jumlah total bakteri dalam susu segar maksimun 106 cfu/ml.

Jumlah mikroorganisme yang tumbuh merupakan gambaran populasi mikroorganisme yang terdapat dalam susu. Penghitungan mikroorganisme dapat dilakukan dengan metode total plate count (TPC). Prinsip dari metode ini yaitu satu sel bakteri yang ditumbuhkan pada media agar akan tumbuh menjadi satu koloni yang nampak dengan mata. Jumlah koloni dinyatakan dalam colony forming unit (cfu) per gram atau per ml atau luasan tertentu.

Metode TPC dipengaruhi beberapa faktor, antara lain media dan kondisi inkubasi (ketersediaan oksigen, suhu, dan waktu inkubasi), kondisi sel mikroorganisme (cedera atau injured cell), adanya zat penghambat pada peralatan atau media yang digunakan. Kemampuan pemeriksa untuk mengenal koloni,

fatigue, pencampuran atau homogenisasi yang kurang sempurna pada saat pengenceran, adanya artefak yang sulit dibedakan dengan koloni, kesalahan menghitung koloni, dan peralatan serta media yang tidak steril juga dapat mempengaruhi perhitungan koloni (Lukman 2009).

Usaha untuk mendapatkan susu yang memenuhi standar nasional, maka digunakan berbagai cara agar susu yang dihasilkan mengandung mikroorganisme


(18)

3

dalam jumlah seminimal mungkin. Pertumbuhan bakteri dapat dihambat dengan perlakuan secara fisik, seperti pembersihan ambing, manajemen sanitasi, dan manajemen pemerahan yang baik.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi dari sanitasi peralatan dan air yang dapat mempengaruhi peningkatan jumlah total mikroorganisme dalam susu segar di peternakan Kunak, Kabupaten Bogor.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai kondisi dari sanitasi peralatan dan air yang dapat mempengaruhi peningkatan jumlah total mikroorganisme dalam susu segar.

Hipotesa

Hipotesa dari penelitian ini adalah

1. Terdapat hubungan antara sanitasi peralatan dan air terhadap peningkatan jumlah mikroorganisme dalam susu individu – susu kandang – susu tempat pengumpul susu.

2. Tidak terdapat hubungan antara sanitasi peralatan dan air terhadap peningkatan jumlah mikroorganisme dalam susu individu – susu kandang – susu tempat pengumpul susu.


(19)

Sifat Umum Susu

Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman et al. 2009). Menurut Standar Nasional Indonesia No.01–3141–2011, definisi susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu murni ialah susu segar yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.

Susu disebut sebagai makanan yang hampir sempurna dan memiliki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu selain tinggi juga lengkap. Sebagai bahan pangan asal hewan, susu mengandung unsur–unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B dan riboflavin yang tinggi. Komposisi susu yang mudah dicerna dengan kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi, menjadikan susu sebagai sumber bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen.

Menurut Khan et al. (2008), komposisi rata-rata susu terdiri dari air (87.20%), protein (3.50%), lemak (3.70%), abu (0.70%), bahan kering (12.80%), dan laktosa (4.90%). Laktosa adalah karbohidrat dalam susu yang berfungsi sebagai bahan pembakar dan digunakan untuk pengembangan sel otak. Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2008), laktosa merupakan gula susu yang dibutuhkan dalam sistem pencernaan.

Komposisi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis ternak dan hereditas, tingkat laktasi, umur, peradangan pada ambing, nutrisi pakan, lingkungan dan prosedur pemerahan susu. Keseluruhan faktor–faktor ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu faktor-faktor yang ditimbulkan oleh lingkungan, genetik dan manajemen (Saleh 2004).


(20)

5

Tabel 1 Syarat mutu susu segar menurut SNI 01–3141–2011

No Karakteristik SNI

1 Berat jenis (pada suhu 27.5 oC) minimun 1.0270 g/ml 2 Kadar lemak minimum 3.0 % 3 Kadar protein minimum 2.8 % 4 Kadar bahan kering tanpa lemak minimun 7.8 %

5 Warna, bau, rasa, kekentalan tidak ada perubahan 6 Derajat keasaman 6.0–7.5 oSH

7 pH 6.3–6.8

8 Uji alkohol 70 % Negatif 9 Jumlah sel radang maksimun 4 x 105/ml 10 Uji alkohol Negatif 11 Cemaran mikroorganisme maksimun

a. Total Plate Count 1 x 106 cfu/ml b. Staphylococcus aureus 1 x 102 cfu/ml c. Enterobacteriaceae 1 x 103 cfu/ml

Sifat umum susu yang dikenal antara lain, rasa lezat, daya cerna tinggi, dan rasa enak. Sifat fisik susu normal meliputi enam parameter, yaitu berat jenis, titik beku, tekanan osmotik, derajat keasaman, pH, dan redokspotensial.

Tabel 2 Sifat fisik susu normal (Wiesner (1985), diacu dalam Lukman et al. (2009))

Parameter Simbol Nilai normal Satuan

Berat jenis L 1.034 g/cm3 Titik beku ∆t -0.54 ọC Tekanan osmotik P 7.04 atm

Derajat asam - 6.80 SH

pH 6.60 -

Redokspotensial E 0.25 volt

Mikrobiologi Susu

Susu merupakan pangan asal hewan yang diminati oleh manusia, anak hewan dan mikroorganisme. Susu yang keluar dari ambing selalu mengandung sejumlah mikroorganisme. Adanya mikroorganisme dapat mengakibatkan kerusakan susu, menimbulkan penyakit (terutama penyakit saluran pencernaan) bahkan keracunan bagi manusia. Mutu mikrobiologik susu ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang ada dalam susu, yang secara langsung


(21)

akan mempengaruhi daya simpan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi (Handayani & Purwanti 2010).

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (2009) menerangkan bahwa kualitas susu segar menjadi tidak baik jika disimpan pada suhu tinggi (20–30 oC). Susu yang disimpan pada suhu 4 oC mampu bertahan sampai lebih 100 jam, pada suhu 10 oC, susu dapat bertahan selama 89 jam, dan pada suhu 15 oC, daya tahan susu selama 35 jam.

Mikroorganisme yang sering terdapat dalam susu sapi murni meliputi

Micrococcus, Pseudomonas, Staphylococcus, Bacillus serta Escherichia coli

(Sulistyowati 2009). Mikroorganisme tersebut dapat menjadi faktor kerusakan susu dan dapat menimbulkan penyakit radang ambing yang biasa disebut mastitis. Menurut Tyler dan Ensminger (1993), salah satu penyebab penyakit mastitis yaitu

Mycoplasma, Streptococcus dysgalactiae, Coliform, dan Streptococcus uberis. Menurut Tgen et al. (1987), lebih dari 90–95 % mastitis disebabkan oleh bakteri

Streptococcusagalactiae, Staphylococcus aureus dan Coliform.

Susu merupakan media yang baik untuk perkembangan mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan menurunnya masa kadaluarsa produk olahan susu atau dapat juga memperkaya variasi produk olahan susu, antara lain yoghurt, keju, dan mentega. Jumlah dan jenis mikroorganisme dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan tempat pengolahan pangan asal hewan terutama susu, kondisi sanitasi dan kondisi pengemasan serta penyimpanan pangan asal hewan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme pada Susu

Pertumbuhan merupakan proses perubahan bentuk yang semula kecil kemudian menjadi besar (Budiyanto 2010). Pertumbuhan meliputi pertambahan volume dari makhluk hidup. Pertumbuhan tergantung pada kondisi bahan makanan dan juga lingkungan. Pertumbuhan mikroorganisme berlangsung relatif cepat. Pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri yaitu dengan pembelahan sel dari satu menjadi dua dalam waktu tertentu yang disebut waktu generasi (Lukman


(22)

7

Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula (Lukman et al. 2009). Menurut Purnomo (2004), waktu generasi adalah waktu yang dibutuhkan mikroorganisme dari mulai tumbuh sampai berkembang dan menghasilkan individu baru.

Pola pertumbuhan mikroorganisme dalam susu mengikuti pola pertumbuhan mikroorganisme makanan. Pola pertumbuhan mikroorganisme susu terdiri dari 4 fase, yaitu fase lag (lag phase), fase log (log phase), fase statis (stationary phase), dan fase kematian (death phase). Fase lag disebut juga sebagai fase adaptasi, sedangkan pada fase log aktivitas mikroorganisme sudah aktif, terjadi pembelahan mikroorganisme secara cepat dan konstan dan sel bakteri sangat peka terhadap perubahan lingkungan (Lukman et al. 2009). Fase statis (stationary phase) merupakan fase penambahan dan penurunan aktivitas atau terjadi keseimbangan antara mikroorganisme yang mati dengan penambahan individu. Fase kematian (death phase) adalah fase dimana mulai terhentinya aktivitas pertumbuhan mikroorganisme (Purnomo 2004). Beberapa contoh waktu generasi pada suhu pertumbuhan yang optimal antara lain 30 menit untuk Bacillus aureus, 20 menit untuk Escherichia coli dan Salmonella sp, dan 10 menit untuk Clostridium perfringens (Yudhabuntara 2008).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan mikroorganisme meliputi faktor–faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik. Faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain temperatur, kelembaban, pengaruh perubahan tekanan osmotik, dan pH. Faktor kimia yang mempengaruhi yaitu bahan-bahan kimia yang dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme atau merusak rantai kehidupan mikroorganisme (Zaifbio 2009). Menurut Purnomo (2004), faktor biotik yang mempengaruhi kehidupan mikroorganisme meliputi bentuk dan sifat mikroorganisme, serta kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi).

Menurut Zaifbio (2009) mikroorganisme dapat hidup dalam tiga daerah aktivitas dengan temperatur berbeda, yaitu mikroorganisme psikrofilik adalah golongan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada temperatur antara 0–30 oC, dengan temperatur optimum 15 oC; mikroorganisme mesofilik merupakan


(23)

golongan mikroorganisme yang mempunyai temperatur optimum pertumbuhan antara 25–37 oC, minimum pada suhu 15 oC dan maksimum sekitar 55 oC; dan mikroorganisme termofilik adalah golongan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada temperatur tinggi, optimum antara 55–60 oC, minimum pada temperatur 40

o

C, sedangkan maksimum pada temperatur 75 oC.

Susu merupakan media yang baik untuk perkembangan mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan penurunan masa kadaluarsa produk olahan susu atau dapat juga memperkaya variasi produk olahan susu, antara lain yoghurt, keju, dan mentega.

Sanitasi Peralatan Pemerahan dan Air

Susu merupakan bahan makanan dengan nilai gizi tinggi, komponen nutrisi yang lengkap, dan komposisi yang berimbang. Di sisi lain, susu termasuk produk yang mudah rusak. Susunan yang sempurna dari susu sekaligus menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme. Susu sangat peka terhadap cemaran kuman dan mudah rusak. Kerusakan susu akibat kontaminasi kuman membahayakan konsumen, karena dapat terjadi penularan penyakit seperti brucellosis dan tubercullosis (TBC). Kontaminasi mikroorganisme dapat mempengaruhi kualitas dan masa simpan.

Cara beternak sapi perah pada umumnya masih bersifat tradisional sehingga peternak perlu dibekali pengetahuan tentang sanitasi peralatan pemerahan dan air untuk memperpanjang daya tahan produk susu sekaligus menekan pencemaran mikroorganisme. Sanitasi merupakan upaya untuk menerapkan metode pembersihan peralatan penampung susu dengan benar.

Keadaan lingkungan yang kurang bersih dapat mempermudah terjadinya pencemaran. Pencemaran dapat berasal dari berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan, dan udara. Jumlah mikroorganisme dalam susu akibat kontaminasi melalui udara sekitar 100–1 500 koloni/ml, melalui kontaminasi ambing dan sekitarnya ditemukan 300–4 000 koloni/ml, dan melalui sanitasi yang buruk pertambahan mikroorganisme mencapai 500–15 000 koloni/ml (Lukman et al. 2009).


(24)

9

Sanitasi adalah sebuah metode yang diperlukan untuk mendukung upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan pencegahan pencemaran lingkungan. Sanitasi merupakan sebuah tindakan pencegahan penyakit dan upaya pencegahan ternak sakit.

Sesuai Peraturan Menteri Pertanian No 55/Permentan/OT.140/10/2006 tentang pedoman pembibitan sapi perah yang baik, peralatan dalam ternak sapi perah meliputi tempat pakan dan tempat minum; alat pemotong dan pengangkut rumput; alat pembersih kandang dan pembuatan kompos; peralatan kesehatan hewan; peralatan pemerahan dan pengolahan susu; peralatan sanitasi kebersihan; dan peralatan pengolahan limbah. Peralatan pemerahan dalam pedoman pembibitan sapi perah, perlu dijaga dan dibersihkan, guna meminimalisir kontaminasi mikroorganisme.

Peralatan pemerahan susu meliputi ember perah, milk can dan peralatan lainnya seperti tempat pakan dan tempat minum harus dijaga kebersihannya dengan beberapa tindakan antara lain peralatan penampung susu setelah dipakai harus segera dibersihkan, selanjutnya dibilas dengan air bersih atau dapat menggunakan deterjen (sabun bubuk) dengan air hangat agar melarutkan lemak susu yang masih melekat. Peralatan penampung susu yang sudah bersih dikeringkan di bawah sinar matahari atau diletakkan terbalik. Pembersihan peralatan pemerahan susu dapat menggunakan desinfektan.

Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme (Suparyanto 2011). Faktor yang mempengaruhi efektivitas desinfektan adalah konsentrasi, waktu kontak (20–30 menit), tanggal kadaluarsa, karakteristik mikroorganisme dan pH (Rahayu 2009).

Air sangat diperlukan untuk kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan (Matahelumual 2007). Mengacu pada Peraturan Menteri No. 20 tahun 1990, klasifikasi dan kriteria mutu air dibagi menjadi 4 golongan, yaitu golongan A (air yang dapat digunakan untuk air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu); golongan B adalah air yang digunakan sebagai air baku air minum, golongan C adalah air yang digunakan untuk sektor perikanan dan peternakan,


(25)

dan golongan D (air yang digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air).

Menurut Wright (2007), 5 kriteria kualitas air peternakan meliputi bau dan rasa, sifat fisik dan sifat kimia, kehadiran senyawa beracun, konsentrasi senyawa mineral, dan kontaminasi mikroorganisme (misalnya, bakteri, protozoa, virus). Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002, bahwa kadar total mikroorganisme pada air minum adalah negatif (tidak ada sama sekali).


(26)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di peternakan Kunak, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sampel diuji di laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai Maret 2011.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini botol sampel steril, cotton swab,

cool box, ice pack, sarung tangan, spoit, lap, kertas label, spidol marker, alat tulis, plastik, kuisioner, tabung reaksi steril dan penutup, rak tabung, ose, pipet steril, cawan petri steril, api bunsen, tissue, kapas beralkohol, tube sheaker, dan inkubator.

Bahan yang digunakan adalah larutan Chlor 1.5–2 ppm, blood agar (Oxoid CM 0271) ditambah darah domba 5%, buffered peptone water (BPW) 0.1% (Pronadisa Cat.1402.00), plate count agar (PCA) (Acumedia cat 7157 A), alkohol 70%.

Metode Penelitian

Kuisioner

Pada setiap kandang yang dipilih dilakukan survei dengan mengisi kuisioner yang berisi data peternak/koperasi/perusahaan, sanitasi kandang, serta kandang dan pemerahan. Kuisioner terdiri dari 28 pertanyaan, tentang sanitasi kandang sebanyak 5, tentang kandang dan pemerahan sebanyak 11. Data yang diperoleh merupakan data primer.

Jumlah Sampel

Sampel ditentukan dengan metode purposif, dimana jumlah dan jenis sampel ditentukan oleh peneliti berdasarkan kondisi di lapangan. Jumlah sampel susu


(27)

individu sebanyak 54, sampel susu kandang, air, swab peralatan yang terdiri dari ember, bibir milk can dan bagian dalam milk can sebanyak 7, dan sampel susu tempat pengumpul susu (TPS) sebanyak 4.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada pemerahan pagi. Pengambilan sampel di peternakan dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:

a. Pengambilan Sampel dari Peralatan Sebelum Digunakan atau Diisi Susu (Sampel Swab)

Pengambilan sampel dari peralatan kandang dilakukan sebelum digunakan atau diisi susu. Peralatan yang diambil sampel untuk diuji adalah ember, bibir milk can, dan bagian dalam milk can. Cotton swab diulas pada ketiga alat tersebut, kemudian cotton swab disimpan dalam cool box.

b. Pengambilan Sampel Air untuk Mencuci Peralatan dan Memandikan Ternak

Syarat minimum pengambilan sampel air sebanyak 500 ml. Dalam penelitian ini sampel air diambil sebanyak 5 ml untuk mengetahui jumlah total mikroorganisme. Sampel air diambil menggunakan spoit steril, kemudian di simpan dalam cool box.

c. Pengambilan Sampel Susu

Sampel diambil dari ambing sapi yang aktif. Ambing sapi dibersihkan dengan lap yang telah dibasahi dengan larutan Chlor 1.5–2 ppm, kemudian ambing sapi tersebut dikeringkan dengan tissue Setiap puting ambing dibersihkan dengan kapas beralkohol, setelah puting ambing bersih, puting diperah secara manual. Susu pancaran pertama dan kedua yang keluar dari puting dibuang (tidak dimasukkan kedalam tabung steril). Susu ditampung sebanyak 10–15 ml dari setiap kuartir. Sampel susu kuartir dicampur di laboratorium sehingga akan menjadi sampel susu individu. Sampel susu kandang diambil setelah susu individu dicampurkan dalam milk can. Sampel susu kandang diambil menggunakan spoit steril. Sampel susu TPS diambil dari tangki TPS menggunakan spoit steril setelah masing-masing


(28)

13

peternak menyerahkan susunya ke TPS. Tabung-tabung dan spoit yang telah berisi susu dimasukkan ke dalam cool box, yang berisi ice pack.

Pemeriksaan Laboratorium a. Sampel Air

Sampel air diambil menggunakan pipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 9 ml larutan buffered peptone water (BPW) 0.1%, kemudian dihomogenkan menggunakan tube shaker. Tahap ini menjadi pengenceran 10-1 atau 1:10. Pengenceran dilakukan hingga desimal 10-4 atau 1:10 000. Pengeceran 10-2 sampai 10-4 dipupuk ke dalam cawan petri yang telah diberi label terlebih dahulu. Sebanyak 10–15 ml PCA (suhu 44–46 oC) dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri tersebut, lalu dihomogenkan isinya secara perlahan dengan membentuk arah angka 8. Campuran tersebut kemudian didiamkan sampai PCA memadat, setelah memadat cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator 35 oC untuk diinkubasi selama 24 jam.

b. Sampel Peralatan

Berdasarkan pada metode yang dikembangkan Akira (2009), sampel peralatan yang telah diambil menggunakan cotton swab digoreskan pada agar darah, kemudian diinkubasi dalam inkubator 37 oC selama 20–24 jam.

c. Sampel Susu Individu

Sampel individu terlebih dahulu dihomogenkan. Sampel susu individu diambil sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 9 ml larutan buffered peptone water (BPW) 0.1%, kemudian dihomogenkan menggunakan tube shaker. Tahap ini menjadi pengenceran 10-1. Pengenceran dilakukan hingga desimal 10-3 atau 1:1 000. Dari setiap pengenceran diambil 1 ml dan dipupuk ke dalam cawan petri steril yang telah diberi label terlebih dahulu. Sebanyak 10–15 ml PCA (suhu 44–46 oC) dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri tersebut, lalu dihomogenkan isinya secara perlahan dengan membentuk arah angka 8. Campuran tersebut kemudian didiamkan agar memadat, setelah memadat cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator 35 oC untuk diinkubasi selama 24 jam.


(29)

d. Sampel Susu Kandang

Sampel kandang terlebih dahulu dihomogenkan. Sampel susu kandang diambil sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 9 ml larutan buffered peptone water (BPW) 0.1%, lalu dihomogenkan menggunakan tube shaker. Tahap ini menjadi pengenceran 10-1 atau 1:10. Pengenceran dilakukan hingga desimal 10-4 atau 1:10 000. Pengenceran 10-2 sampai 10-4 kemudian dipupuk ke dalam cawan petri yang telah diberi label terlebih dahulu. Sebanyak 10–15 ml PCA (suhu 44–46 oC) dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri tersebut, kemudian dihomogenkan isinya secara perlahan dengan membentuk arah angka 8. Campuran tersebut kemudian didiamkan sampai PCA memadat, setelah memadat cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator 35 oC untuk diinkubasi selama 24 jam.

e. Sampel Tempat Pengumpul Susu

Pengerjaan sampel TPS sama dengan pengerjaan sampel individu dan sampel kandang. Sampel TPS terlebih dahulu dihomogenkan. Sampel susu TPS diambil sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 9 ml larutan buffered peptone water (BPW) 0.1%, kemudian dihomogenkan menggunakan tube shaker. Tahap ini menjadi pengenceran 10-1 atau 1:10. Pengenceran dilakukan hingga desimal 10-6 atau 1:1 000 000. Pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6 kemudian dipupuk ke dalam cawan petri steril yang telah diberi label terlebih dahulu. Sebanyak 10–15 ml PCA (suhu 44–46 oC) dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri tersebut, lalu dihomogenkan isinya secara perlahan dengan membentuk arah angka 8. Campuran tersebut kemudian didiamkan sampai PCA memadat, setelah memadat cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator 35 oC selama 24 jam.

Penghitungan Koloni Mikroorganisme

Penghitungan jumlah koloni pada cawan petri menggunakan pedoman penghitungan jumlah mikroba menurut Compendium of Methods for the Microbiological Examination of Food (Richter & Vedamuthu 2001). Setiap cawan petri dihitung koloni yang tumbuh. Jumlah koloni dihitung dari cawan petri yang berisi 25–250 koloni. Jumlah koloni lebih besar dari 250 koloni maka


(30)

15

tidak bisa untuk dihitung (TBUD). Jumlah mikroba yang tumbuh dihitung dengan rumus jumlah koloni dikalikan dengan faktor pengenceran. Satuan yang digunakan adalah cfu/ml.

Rumus :

Jumlah mikroba = Jumlah koloni x faktor pengencer

Faktor pengencer =

Analisa Data

Analisa data yang digunakan untuk menggambarkan peningkatan jumlah mikroorganisme pada sampel yaitu analisa deskriptif, dalam bentuk tabel dan grafik. Serta digunakan aplikasi SPSS 16 untuk melihat uji korelasi antara susu individu dan susu kandang.

1


(31)

Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu individu yang diperoleh sebanyak 54, sampel susu kandang dan air sebanyak 7, sampel TPS sebanyak 4. Sampel susu individu, susu kandang, sampel air, sampel swab peralatan yang terdiri dari ember, bibir milk can dan bagian dalam milk can diambil dari masing-masing peternak.

Profil Peternak, Kondisi Kandangdan Higiene Pemerahan Profil Peternak

Peternakan Kunak merupakan peternakan rakyat dengan metode pemeliharaan yang masih tradisional. Berdasarkan hasil kuisioner diperoleh profil peternak yang diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Profil peternak di peternakan Kunak berdasarkan kuisioner

Karakteristik Persentase (%)

Jenis usaha sapi perah

a. Usaha pokok 85.72 b. Usaha tambahan 14.28 Penyuluhan mengenai mastitis

a. Ya 71.42 b. Tidak 28.58

Peternak di Kunak memiliki pengalaman beternak lebih dari 5 tahun. Sebanyak 85.72% peternak menjadikan usaha sapi perah sebagai usaha pokok dan 14.28% menjadikan sebagai usaha tambahan. Sebanyak 5 dari 7 peternak pernah mendapatkan penyuluhan atau pendidikan mengenai mastitis. Penyuluhan dan pendidikan kepada peternak diberikan dalam rangka peningkatan produksi dan kualitas susu, serta upaya pencegahan penyebaran penyakit. Peternak yang telah mendapatkan penyuluhan seharusnya memiliki pengetahuan mengenai mastitis dan penyebabnya, sehingga diharapkan cara pemerahan sapi perah lebih baik dibandingkan peternak yang belum pernah mendapatkan penyuluhan.


(32)

17

Kondisi Kandang

Kandang merupakan bangunan sebagai tempat tinggal ternak yang ditujukan untuk melindungi ternak terhadap gangguan luar seperti terik matahari, hujan, angin, dan gangguan binatang lain, serta untuk memudahkan dalam pengelolaan (Ernawati et al. 2000). Sebagian besar lantai kandang di Kunak telah menggunakan semen. Lantai kandang yang sudah disemen, memudahkan dalam pembersihan kotoran sapi. Hasil kuisioner terkait kondisi kandang di peternakan Kunak dalam dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kondisi kandang di peternakan Kunak berdasarkan kuisioner

Karakteristik Persentase (%)

Tingkat kepadatan ternak

a. Padat 0

b. Tidak padat 100

Keadaan ventilasi kandang

a. Terbuka 57.14

b. Dikelilingi tembok setinggi 0.5 meter 0 c. Dikelilingi tembok setinggi 1 meter 42.86

Tingkat kepadatan ternak di Kunak tergolong baik (ada tempat untuk berbaring sapi). Hal ini ditunjukkan dengan hasil kuisioner mencapai 100%. Adanya tempat untuk berbaring sapi, akan memberi kesempatan bagi ternak untuk bergerak. Kepadatan yang tinggi di suatu kandang akan memudahkan penyebaran penyakit.

Berdasarkan hasil kuisioner 57.14% kandang menggunakan ventilasi terbuka, sedangkan sisanya sekitar 42.86%, dikelilingi oleh tembok 1 meter. Ventilasi terbuka akan menimbulkan adanya kontaminasi lingkungan di kandang lebih tinggi. Persyaratan kandang yang baik terdiri dari bahan bangunan kandang ekonomis, mudah didapat, tahan lama, awet, tidak menimbulkan panas dan memberikan kenyamanan terhadap ternak yang dipelihara; ventilasi yang cukup; tidak ada genangan air di dalam atau di luar kandang; serta kandang mudah dibersihkan. Lokasi kandang sebaiknyatidak menjadi satu dengan rumah tinggal peternak, berjarak minimal 10 meter; tidak berdekatan dengan bangunan umum; tersedia tempat penampungan kotoran dan limbah sisa pakan; serta tersedia air bersih. Arah bangunan kandang tunggal sebaiknya menghadap ke timur,


(33)

sedangkan bangunan kandang ganda membujur utara ke selatan. Hal ini dimaksudkan agar sinar matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang untuk membantu pembentukan vitamin D sekaligus pembasmi bibit penyakit (Ernawati

et al. 2000).

Cara Pemerahan

Peternakan Kunak termasuk peternakan rakyat yang tergolong masih tradisional. Manajemen pemerahan sapi perah berkaitan erat dengan kesehatan ambing. Hasil kuisioner terkait cara pemerahan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Cara pemerahan di peternakan Kunak berdasarkan kuisioner

Karakteristik Persentase (%)

Membersihkan ambing sebelum diperah

a. Dilap dengan kain 14.29 b. Dilap dengan tissue 0 c. Tidak dilap (hanya disiram

air)

71.42

d. Disikat 14.29

Cara pemerahan

a. Seluruh jari 42.86

b. Dua jari 28.57

c. Kombinasi 28.57

d. Mesin perah 0

Menggunakan bahan pelican 100

Teat dipping

a. Ya 57.14

b. Tidak 42.86

Pemerah mencuci tangan 100

Sistem pemerahan di peternakan Kunak masih tergolong manual, yakni menggunakan tangan. Hasil yang diperoleh 42.86% peternak menggunakan seluruh jari, 28.57% menggunakan dua jari dan 28.57% kombinasi untuk memerah ambing. Kelemahan pemerahan dengan dua jari adalah mudah terjadi perlukaan pada ambing, ambing dan puting selalu basah, dan sumber kontaminasi karena ambing terus bergerak dan tertarik. Keuntungan pemerahan dengan seluruh jari adalah memerah lebih cepat, puting tidak tertarik, dan puting tidak terlalu basah sehingga kotoran jarang atau sedikit terikut dalam susu (Lukman et al. 2009).


(34)

19

Semua peternak memerah dua kali sehari yaitu pagi (pukul 04.00) dan sore (pukul 15.30), serta memandikan sapi dua kali sehari sebelum diperah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, peternak hanya memandikan sapi dengan menyiram air pada tubuh ternak, tanpa membersihkan dengan sabun dan menyikatnya. Air yang menempel pada tubuh sapi dapat menjadi sumber kontaminasi susu segar pada saat pemerahan.

Higiene pemerahan yang diterapkan oleh sebagian peternak meliputi membersihkan ambing sebelum pemerahan. Sebanyak 14.29% peternak membersihkan ambing sapi sebelum diperah dengan lap, 14.29% peternak menyikat ambing sapinya dan sebanyak 71.42% peternak membersihkan ambing sapi hanya dengan disiram air tanpa dikeringkan. Semua peternak menggunakan bahan pelicin saat memerah (100%). Bahan pelicin yang sering digunakan antara lain vaselin. Vaselin dapat menjadi sumber kontaminasi dalam susu segar.

Hasil kuisioner menunjukkan 57.14% peternak melakukan teat dipping

setelah pemerahan dan 42.86% tidak melakukan teat dipping setelah pemerahan.

Teat dipping merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan mencelupkan puting sapi ke dalam desinfektan setelah pemerahan berakhir. Hal ini bertujuan untuk mencegah bakteri masuk setelah pemerahan. Perlakuan pencelupan puting akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang masuk melalui lubang puting, dengan cara merusak dinding sel mikroorganisme bagian luar dan membran sel sehingga desinfektan dapat masuk dalam sitoplasma sampai pada sel mikroorganisme, dengan demikian mikroorganisme tidak dapat berkembang biak hingg perkembangannya terhambat sampai akhirnya mikroorganisme tersebut mati, sehingga kontaminasi susu dapat dicegah sedini mungkin (Khasanah 2010).

Tangan pemerah merupakan salah satu sumber kontaminasi mikroorganisme dalam susu, dengan ditemukannya mikroorganisme patogen seperti

Staphylococcus aureus (S. aureus) dan Escherichia coli (E. coli). Kuku mengandung mikroorganisme patogen hingga 107 cfu/cm2. S. aureus dapat ditemukan pada permukaan kulit yang lembab sebesar 103–106 cfu/cm2. (Handayani & Purwanti 2010).

Berdasarkan penelitian Sartika et al. (2005), usapan tangan pemerah susu di daerah Kukusan dan Batutulis diperoleh persentase sebesar 41.7% tercemar E.coli


(35)

0157:H7. Pencemaran E.coli dapat berasal dari air di peternakan yang digunakan

untuk mencuci tangan atau kebersihan pekerja setelah buang air besar tidak mencuci tangan dengan sabun. Mencuci tangan dengan sabun merupakan upaya untuk menekan kontaminasi mikroorganisme dalam susu pada saat pemerahan.

Pemerahan yang baik dan benar akan mengurangi jumlah total mikroorganisme dalam susu. Pemerahan yang baik dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek, yaitu pemerahan dilakukan dalam interval yang teratur dan cepat, menggunakan prosedur sanitasi, efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Pemerahan dimulai pada kuartir bagian depan sampai habis kemudian pada kedua kuartir bagian belakang (Putra 2009).

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum pemerahan dilakukan antara lain kandang terlebih dahulu dibersihkan dan menghindari mengerjakan aktifitas lain (Lukman et al. 2009). Menurut Akira (2009) dan Lukman et al. (2009), tahapan higiene pemerahan dengan tangan yaitu sanitasi peralatan sebelum pemerahan; kaki, lipatan paha, dan ekor sapi dibersihkan untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme; ambing dicuci dengan air hangat selama 15–30 detik; ambing dikeringkan dengan menggunakan lap yang bersih dan kering kemudian ambing diberikan larutan pembersih seperti larutan Chlor dan ambing dilap dengan kain yang kering. Tangan pemerah harus dicuci dengan sabun dan disikat hingga bersih. Wadah tempat susu diletakkan di atas lantai di antara kedua kaki dan membentuk sudut 45o dengan puting susu. Puting susu diberikan

sanitaiser (teat dipping) dan peralatan pemerahan harus dibersihkan setelah pemerahan selesai.

Jumlah Total Mikroorganisme Sampel Susu Individu dan Susu Kandang

Susu individu adalah susu yang diperoleh dari masing–masing individu produktif yang terdapat dalam kandang. Susu kandang merupakan susu yang diperoleh dari seluruh individu ternak produktif yang telah dicampur dalam milk can. Data rataan sampel susu individu dan sampel susu kandang dari 7 kandang disajikan pada Tabel 6.


(36)

21

1 10 100 1000 10000 100000 1000000

A B C D E F G

Susu individu Susu kandang

Tabel 6 Rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu individu dan susu kandang

Secara umum rataan jumlah total mikroorganisme dalam susu kandang mengalami peningkatan dibandingkan rataan jumlah total mikroorganisme dalam susu individu. Rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu individu dengan sampel susu kandang (Gambar 1) menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi yang signifikan (p<0.05) yaitu sebesar 0.03.

Gambar 1 Rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu individu dan sampel susu kandang.

Peternakan Jumlah total mikroorganisme (cfu/ml) Susu individu Susu kandang

A 1.6 x 104 8.3 x 104 B 6.9 x 103 6.4 x 105 C 4.9 x 104 3.5 x 105 D 3.7 x 104 6.5 x 104 E 1.3 x 104 2.4 x 104 F 9.4 x 103 7.4 x 105 G 9.8 x 103 8.6 x 104 Rataan 2.0 x 104 2.8 x 105

Jumlah total mikroorganisme (cfu/ml)


(37)

Peningkatan jumlah total mikroorganisme dapat dipengaruhi oleh peralatan yang tidak dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan, pemerah yang tidak mencuci tangan, ambing sapi yang tidak dibersihkan atau dicuci sebelum diperah. Berdasarkan kuisioner sebanyak 14.29% peternak membersihkan ambing sapi sebelum diperah dengan lap, 14.29% peternak menyikat ambing sapinya dan sebanyak 71.42% peternak membersihkan ambing sapi hanya dengan disiram air tanpa dikeringkan. Air yang masih menempel di ambing sapi dapat jatuh dan menjadi sumber kontaminasi dalam susu segar.

Jumlah total mikroorganisme dalam susu individu berasal dari kulit hewan, tangan pemerah, kandang sapi dan peralatan pemerahan (Khan et al. 2008). Jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu kandang yang tinggi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari hewan itu sendiri, yaitu mikroorganisme berasal dari ambing sapi. Faktor eksternal terkait dengan cara pemerahan, sanitasi peralatan dan air, tangan dan baju pemerah serta lingkungan sekitar. Menurut Lukman et al. (2009), jumlah total mikroorganisme dalam susu segar akan meningkat melalui kontaminasi peralatan susu (ember, lap, milk can, atau saringan) sampai dengan lebih dari 106 cfu/ml. Dari hasil kuisioner pemerah mencuci tangan tanpa menggunakan sabun sebelum pemerahan sebanyak 100%. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya praktik higiene personal saat pemerahan yang tidak baik.

Kontaminasi mikroorganisme dalam susu segar berasal dari tiga sumber utama yaitu dari dalam ambing, pada saat penanganan susu dan peralatan pemerahan. Kesehatan dan kebersihan sapi merupakan aspek yang mempengaruhi tingkat kontaminasi mikroorganisme dalam susu (Rysanek et al.

2009). Peralatan pemerahan seperti ember dan milk can hanya dibersihkan menggunakan air tanpa menggunakan sabun dan desinfektan, sehingga lemak susu yang masih melekat di peralatan pemerahan merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak.

Jumlah Total Mikroorganisme Sampel Susu Tempat Pengumpul Susu (TPS)

Susu dari seluruh peternak di Kunak, dikumpulkan pada tempat penampung susu (TPS) sebelum dikirim ke industri pengolah susu (IPS). Pengambilan sampel


(38)

23

susu dari TPS dilakukan sebanyak 4 kali dengan waktu yang berbeda. Hasil jumlah total mikroorganisme dalam susu TPS disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu TPS

Berdasarkan hasil pengujian terlihat adanya peningkatan rataan jumlah total mikroorganisme dari susu kandang ke susu TPS. Rataan jumlah total mikroorganisme dalam susu TPS pada penelitian ini lebih tinggi dari penelitian sebelumnya, dimana jumlah total mikroorganisme dalam susu TPS di peternakan Kunak sebesar 1.7 x 106 cfu/ml (Liban 2010). Tingginya jumlah total mikroorganisme dari sampel susu TPS dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain susu disimpan pada suhu kamar dalam waktu yang lama (tidak langsung disetorkan ke TPS) karena menunggu mobil jemputan, distribusi dari kandang ke TPS yang tidak menggunakan rantai dingin, dan jauhnya distribusi susu dari kandang ke TPS. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menjaga kualitas susu selama distribusi, antara lain tempat atau wadah susu harus bersih, susu tetap dalam keadaan dingin, dan waktu susu selama dalam suhu kamar harus sesingkat mungkin(Lukman et al. 2009).

Susu yang didiamkan dalam waktu tertentu akan menunjukkan peningkatan jumlah total mikroorganisme yang lebih tinggi. Menurut Dinas Peternakan Jawa Timur (2009) dan Giffel (2003), susu yang didiamkan selama 3 jam tanpa pendinginan dapat menyebabkan susu menjadi rusak. Suhu dan lamanya waktu penyimpanan dapat menjadi faktor predisposisi peningkatan jumlah total mikroorganisme dalam susu segar (Rysanek et al. 2009).

Jumlah Total Mikroorganisme dalam Air

Sampel air diambil dari 7 kandang menggunakan spoit. Data jumlah total mikroorganisme pada air terdapat pada Tabel 8.

Pengambilan Jumlah total mikroorganisme (cfu/ml)

1 3.9 x 105 2 4.2 x 105 3 5.2 x 105 4 5.8 x 106 Rataan 1.8 x 106


(39)

Tabel 8 Jumlah total mikroorganisme dalam air

Peternakan Jumlah total mikroorganisme (cfu/ml) Air

A 2.9 x 103

B 8.4 x 102

C 1.5 x 103

D 1.2 x 103

E 7.0 x 104

F 1.4 x 104

G 5.4 x 102

Rataan 1.3 x 104

Rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel air dari 7 kandang sebesar 1.3 x 104 cfu/ml. Penelitian Handayani dan Purwanti (2010) diperoleh rataan mikroba aerob dalam air di peternakan sapi perah Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin sebesar 7.4 x 104 cfu/ml. Menurut SNI No. 01–3553–2006, angka lempeng total akhir cemaran mikroba adalah 1.0 x 105 cfu/ml. Mikroorganisme dalam air dapat mengkontaminasi susu pada saat memandikan sapi dan membersihkan peralatan pemerahan, sehingga jumlah total mikroorganisme dalam air merupakan faktor predisposisi meningkatnya jumlah total mikroorganisme dalam susu.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang standar air bersih, air bersih harus memiliki kriteria sifat fisik yang terdiri dari bau dan rasa yang negatif, artinya air bersih tidak berbau dan tidak berasa. Sumber air yang cocok untuk sebuah peternakan terdiri dari 3 aspek yaitu nilai pH, salinitas dan kandungan klorida. Nilai pH berkisar antara 6.50–8.50. Salinitas adalah jumlah mineral dalam air, termasuk natrium, kalsium, magnesium, klorida, sulfat dan karbonat (Curran & Robson 2007).

Sumber air yang digunakan pada masing-masing peternakan berasal dari dua sumber yaitu air PAM dan air sungai. Ketersediaan air di peternakan Kunak juga bervariasi, sebanyak 85.71% peternakan menyediakan air secara terus menerus dan sisanya 14.29% ketersediaan air di kandang secara periodik.


(40)

25

Gambaran Koloni Mikroorganisme dari Swab Peralatan Pemerahan pada Media Agar Darah

Total sampel swab peralatan pemerahan yaitu 21. Swab peralatan pemerahan diambil dari ember, bibir milk can dan bagian dalam milk can. Biakan

swab peralatan pemerahan menunjukkan jumlah mikroorganisme (Gambar 2) pada rangking 1 sekitar 2 000/ml, rangking2 sekitar 4 000/ml, rangking3 sekitar 6 000/ml, rangking 4 sekitar 12 000/ml, rangking 5 sekitar 17 500/ml dan rangking6 (carpet-like) sekitar 38 000/ml (Akira 2009)

Gambar 2 Gambaran koloni mikroorganisme dari swab peralatan menurut Akira (2009).

Persentase kebersihan peralatan pemerahan disajikan pada Tabel 9. Persentase kebersihan peralatan ember rangking 2, 3 dan 6 (14.28%), rangking 4 dan 5 (28.58%). Kebersihan milk can bagian bibir diperoleh persentase rangking tertinggi pada rangking ke-5 (71.44%) dan sisanya pada rangking 3 dan 4 (14.28%). Kebersihan bagian dalam milk can, didapatkan rangking 5 sebesar 42.84%, dan rangking 4 dan 6 sebesar 28.58%. Gambaran koloni mikroorganisme dari kebersihan peralatan pemerahan di peternakan Kunak terlihat pada Gambar 3.


(41)

Tabel 9 Persentase kebersihan peralatan pemerahan

(a) (b)

Gambar 3 Gambaran koloni mikroorganisme dari swab peralatan pemerahan di peternakan Kunak pada media agar darah domba 5% (a) rangking 4; (b) rangking 5.

Kebersihan peralatan merupakan faktor predisposisi dari peningkatan jumlah total mikroorganisme dalam susu. Wadah untuk menampung susu tidak boleh terbuat dari bahan seng, kayu, bahan yang mudah berkarat, logam dengan kandungan timbal (Pb) lebih dari 1%, dan bahan yang dilapisi cat (Lukman et al.

2009). Persyaratan tersebut menjaga agar susu dalam kondisi baik (tidak terjadi kerusakan), sehingga kualitas susu baik.

Berikut adalah gambar persentase rangking kebersihan peralatan pemerahan dalam diagram; ember (Gambar 4), bibir milk can (Gambar 5), dan bagian dalam

milk can (Gambar 6).

Ranking

Peralatan pemerahan (%) Ember Bibir milk

can

Dalam milk can

1 0 0 0 2 14.28 0 0 3 14.28 14.28 0 4 28.58 14.28 28.58 5 28.58 71.44 42.84 6 14.28 0 28.58 Total 100 100 100


(42)

27

14.28% 14.28%

28.58% 28.58%

14.28%

2 3 4 5 6

Gambar 4 Persentase rangking kebersihan ember.

Persentase kebersihan terbesar dari ember terdapat pada rangking 4 dan 5. Umumnya ember yang digunakan pada masing-masing kandang tidak dibersihkan dengan benar sebelum dan sesudah digunakan, hanya dibilas menggunakan air. Ember digunakan untuk menampung air, bahkan ember digunakan juga untuk menampung susu.

Gambar 5 Persentase rangking kebersihan bibir milk can.

Persentase kebersihan bibir milk can terbesar yaitu pada rangking 5 (71.44%). Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (1998), tempat penampung susu (milk can) dengan mulut sempit baik untuk menampung susu sewaktu diperah. Penggunaan milk can dengan mulut sempit dapat mengurangi jumlah mikroorganisme dalam susu.


(43)

Gambar 6 Persentase rangking kebersihan bagian dalam milk can.

Persentase kebersihan terbesar dari ketiga peralatan pemerahan (ember, bibir

milk can, dan bagian dalam milk can) pada rangking 5. Hal ini disebabkan peralatan pemerahan tersebut tidak dicuci dengan benar, hanya dibilas menggunakan air yang ada di kandang, sehingga lemak tidak larut dan menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme Berdasarkan hasil pengujian terlihat bahwa air mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang cukup tinggi. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (1998) pencucian peralatan misalnya ember, milk can, botol dan lain-lain sebaiknya dengan menggunakan air panas dan larutan chlor. Hal ini dapat melarutkan lemak susu yang menempel pada alat–alat tersebut. Peralatan yang tidak bersih dalam penanganan susu mengakibatkan susu banyak mengandung mikroorganisme. Menurut Isnaeny (2009), pemanasan merupakan proses yang relatif sederhana, baik peralatan atau cara pengolahan susu.

28.58%

42.84% 28.58%


(44)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sanitasi peralatan dan air yang buruk dapat mempengaruhi jumlah total mikroorganisme dalam susu segar dari Peternakan Kunak, Bogor. Dari hasil penelitian diperoleh rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu kandang sebesar 2.8 x 105 cfu/ml, nilai ini lebih tinggi dari rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel susu individu (2.0 x 104 cfu/ml). Rataan jumlah total mikroorganisme dari susu TPS sebesar 1.8 x 106 cfu/ml dan nilai ini sudah melampaui batas cemaran mikroba TPC SNI No. 01-3141-2011. Rataan jumlah total mikroorganisme dalam sampel air sebesar 1.3 x 104 cfu/ml, nilai ini masih dalam batasan baku mutu air menurut SNI No. 01-3553-2006. Persentase kebersihan peralatan pemerahan (ember, bibir milk can, bagian dalam milk can) terbanyak pada rangking 5 setara dengan 1.7 x 104 cfu/ml.

Saran

1. Sebaiknya diadakan penyuluhan secara berkala kepada peternak di Peternakan Kunak mengenai sanitasi peralatan dan air, higiene personal dan cara pemerahan yang benar, yang dikaitkan dengan kualitas dan harga jual susu.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan guna mengetahui penyebab peningkatan jumlah mikroorganisme pada susu selain dari sanitasi peralatan dan air. 3. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak.


(45)

Akira A. 2009. Mastitis situation in West Java. Jawa Barat: JICA Short Course. [BADAN POM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2008. Kenali intoleransi

susu. Infopom 9(1):1–3.

[BPLHD]. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jawa Barat. 2009. Peraturan Pemertintah No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air [terhubung berkala]www.bplhdjabar.go.id [09 Agustus 2011].

Budiyanto AK. 2010. Pertumbuhan mikroorganisme. [terhubung berkala]. http://budiyanto.wordpress.com [10 Maret 2011].

Curran B, Robson S. 2007. Water for livestock: interperetating water quality tests.

Primefact:533.

Daryanto A. 2007. Persusuan Indonesia kondisi permasalahan dan arah kebijakan. [terhubung berkala]. http://ariefdaryanto.wordpress.com [09 April 2011]. [DEPKES]. Departemen Kesehatan. 1990. Permenkes No.416/MENKES/1990

tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air [terhubung berkala] http://depkes.go.id [02 Agustus 2011].

[DEPTAN]. Departemen Pertanian. 2006. Permentan No.55/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik [terhubung berkala] http://www.deptan.go.id [02 Agustus 2011]. [DINKES] Dinas Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum [terhubung berkala] http://dinkes-sulsel.go.id [02 Agustus 2011]. [DISNAK] Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2009. Mempertahankan kualitas susu segar. [terhubung berkala]. http://www.disnak–jatim.go.id. [10 Maret 2011].

Ernawati et al. 2000. Laporan hasil kegiatan gelar teknologi manajemen usaha pemeliharaan sapi perah rakyat. [terhubung berkala] http://www.litbang.deptan.go.id [29 Juni 2011].

Gibbons WJ. 1963. Disease of Cattle. Ed ke–2. California: America Veterinary. hlm 427–455.

Giffel MC. 2003. Good hygienic practice in milk processing. Di dalam: Semit G, editor. Dairy Proccessing Improving Quality. Netherland: CRC. hlm 68–79. Handayani KS, Purwanti M. 2010. Kesehatan ambing dan higiene pemerahan di

peternakan sapi perah Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin. J Penyuluh Per 5(1):47–54.

Hayer, Boor. 2001. Raw milk and fluid milk products. Di dalam: Maith EH dan Steelc J, editor. Applied Dairy Microbiology. Ed ke–2. New York: Marcel Dekker. hlm 61–73.


(46)

31

Isnaeny FY. 2009. Total bakteri dan bakteri coliform pada susu segar dan susu pasteurisasi hasil peternakan sapi perah [skripsi]. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Khan MTG et al. 2008. Physical and microbial qualities of raw milk collected

from Bangladesh Agricultural University dairy farm and the surrounding villages. J Vet Med 6(2):217–221.

Khasanah I. 2010. Pengaruh berbagai konsentrasi desinfektan untuk dipping pada puting susu sapi perah terhadap total bakteri dan pH susu [skripsi]. Semarang: Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro Semarang.

Liban NMB. 2010. Kejadian mastitis subklinis akibat Streptococcus sp. pada peternakan sapi perah di daerah Garut dan Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

[LITBANG] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1998. Pasca panen susu. [terhubung berkala]. http://www.litbang.deptan.go.id [29 Juni 2011]. Lukman DW. 2009. Penghitungan jumlah mikroorganisme dengan metode

hitungan cawan. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 10–17.

Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono RR. 2009. Pemerahan dan penanganan. Di dalam: Pisestyani H, editor.

Higiene Pangan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 51–56.

Matahelumual BC. 2007. Penentuan status mutu air dengan sistem STORET di Kecamatan Bantar Gebang. J Geol Indones 2(2):113–118.

Poedjono HH. 2010. Tingkat konsumsi susu Indonesia terendah di Asia Tenggara. [terhubung berkala]. http://frisianflag.com.4211.masterweb.net. [30 Juni 2011].

Purnomo B. 2004. Pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. [terhubung berkala]. http://www.geocities.ws/bpurnomo51/mik_files/mik4.pdf. [25 Agustus 2011].

Putra A. 2009. Potensi penerapan produksi bersih pada usaha peternakan sapi perah (Studi kasus pemerahan susu sapi Moeria Kudus, Jawa Tengah) [tesis]. Semarang: Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang.

Rahayu ID. 2009. Aplikasi desinfektan dan antiseptik di bidang peternakan. [terhubung berkala] http://imbang.staff.umm.ac.id. [09 Juli 2011].

Richter RL, Vedamuthu. 2001. Milk and milk products. Di dalam: Downes FP, Ito K, editor. Compendium of Methods for the Microbiological Examination of Food. Ed ke4. Washington: APHA.

Rysanek D, Zouharova M, Babak V. 2009. Major mammary pathogens as contributors to total bacterial counts in raw milk. Acta Vet 78:455461.


(47)

Saleh A. 2004. Dasar pengolahan susu dan hasil ikutan ternak. [skripsi]. Sumatera Utara: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Sartika RAD, Indrawani YM, Sudiarti T. 2005. Analisis mikrobiologi Escherichia coli 0157:H7 pada hasil olahan hewan sapi dalam proses produksinya. Makara

9:23–28.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI No 01–3553–2006 tentang Air Minum dalam Kemasan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2011. SNI No 01–3141–2011 tentang Susu Segar. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Sudarwanto M, Sudarnika E. 2008. Hubungan antara pH susu dengan jumlah sel somatik sebagai parameter mastitis subklinik. Med Pet 31:107–113.

Sulistyowati Y. 2009. Pemeriksaan mikrobiologik susu sapi murni dari Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Suparyanto. 2011. Konsep desinfektan. [terhubung berkala]. http://dr-suparyanto.blogspot.com [09 Juli 2011].

Tgen MW, James RE, Reavis P.M. 1987. Dairy Cattle Feeding and Management.

Canada: The United Stated. hlm 342–364.

Tyler HE, Ensminger ME. 1993. Dairy Cattle Science. Ed ke–4. Columbus: Pearson Education. hlm 258–267.

Yudhabuntara D. 2008. Pengendalian mikroorganisme dalam bahan. [terhubung berkala]. http://milkordie.blogspot.com [13 Mei 2011].

Zaifbio. 2009. Lingkungan dan proses adaptasi pertahanan mikroorganisme dalam kehidupan. [terhubung berkala]. http://zaifbio.wordpress.com [10 Maret 2011].


(48)

(49)

Peternakan Kode sapi Jumlah total mikroorganisme (cfu/ml)

Rataan (cfu/ml)

A

1 6.7 x 103

1.6 x 104 2 2.3 x 104

3 3.3 x 104 4 4.1 x 102 B

1 1.3 x 104

6.9 x 103 2 1.4 x 104

3 4.5 x 102 4 3.6 x 103 5 3.2 x 103 C

1 7.7 x 103

4.9 x 104 2 8.0 x 103

3 2.2 x 103 4 7.2 x 103 5 1.6 x 104 6 3.0 x 105 7 3.8 x 103 D

1 3.8 x 104

3.7 x 104 2 5.7 x 102

3 1.5 x 104 4 2.6 x 103 5 2.2 x 103 6 2.6 x 103 7 6.3 x 104 8 2.1 x 105 9 1.0 x 103 10 1.6 x 102 11 6.2 x 104 E

1 1.7 x 103

1.3 x 104 2 1.5 x 104

3 5.1 x 104 4 1.7 x 104 5 1.5 x 104 6 5.8 x 103 7 3.5 x 103 8 2.0 x 102 9 3.8 x 103 10 1.5 x 104 F

1 7.3 x 102

9.4 x 103 2 7.1 x 103

3 2.3 x 104 4 4.0 x 103 5 2.0 x 104 6 1.7 x 103 7 2.0 x 104 8 2.2 x 103 9 6.3 x 103


(50)

38

G

1 1.5 x 104

9.8 x 103 2 6.8 x 102

3 4.1 x 103 4 1.4 x 104 5 1.2 x 104 6 8.8 x 103 7 2.1 x 104 8 2.7 x 103


(51)

increasing of total number of microorganism in individual, bulk and collecting milk in Kunak, Bogor. Under direction of MIRNAWATI B. SUDARWANTO and HERWIN PISESTYANI.

Milk is food that produce by animals which is preferred by humans, animals, and also microorganism. Milk from udder always contains of few microorganism. The aimed of this research was to know the influence of equipment’s and water’s sanitation on the increasing of total number of microorganism in individual, bulk, and collecting milk from Kunak, Bogor. The result showed that total numbers of microorganism in bulk milk is 2.8 x 105 cfu/ml, and it was higher than individual milk (2.0 x 104 cfu/ml). TPC from collecting milk was 1.8 x 106 cfu/ml, and from water were 1.3 x 104 cfu/ml. Percentage of swab equipment highest in ranks 5th. The sanitation of equipment and water has high influence on total number of microorganisms in milk from Kunak, Bogor.

Keywords : Total plate count, equipment and water sanitation, individual bulk and collecting milk


(52)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi perah merupakan sumber utama penghasil susu, disamping susu yang dihasilkan oleh kambing, domba, kerbau, dan kuda. Susu sebagai pangan asal hewan diyakini memiliki nilai gizi tinggi. Susu merupakan bahan makanan utama bagi makhluk yang baru lahir, baik bagi hewan maupun manusia. Konsumsi susu masyarakat Indonesia pada tahun 2007 hanya 8 liter/kapita/tahun, jumlah ini sudah termasuk produk-produk olahan yang mengandung susu. Konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura rata-rata mencapai 30 liter/kapita/tahun, sedangkan negara-negara Eropa sudah mencapai 100 liter/kapita/tahun (Daryanto 2007). Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia terendah di wilayah Asia Tenggara. Konsumsi susu nasional per kapita tahun 2010 mengalami peningkatan cukup tinggi dari 7.7 liter pada 2008 menjadi 11.7 liter, namun tingkat konsumsi susu di Indonesia masih berada di bawah Vietnam yang mencapai 15 liter (Poedjono 2010).

Produksi susu pada suatu peternakan dapat mengalami penurunan yang disebabkan oleh beberapa faktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebab produksi susu turun antara lain peradangan pada ambing ternak, yang dikenal sebagai mastitis. Mastitis adalah peradangan jaringan interna ambing yang sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme. Mastitis ialah peradangan bersifat komplek dengan variasi penyebab, derajat keparahan, lama penyakit, dan akibat penyakit yang beragam (Sudarwanto & Sudarnika 2008). Mastitis merupakan penyakit komplek pada sapi perah yang diakibatkan oleh beberapa penyebab, antara lain infeksi bakteri, trauma, manajemen pemerahan yang tidak baik (Gibbons 1963). Menurut Tgen et al. (1987), mastitis digolongkan menjadi subklinis, akut, gangrenous, dan kronis. Sekitar 80% penyebab mastitis adalah bakteri (Lukman et al. 2009).

Susu yang keluar dari ambing ternak sehat selalu mengandung mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme pada susu dapat berasal dari 3 sumber yaitu lingkungan, ambing dan peralatan susu (Hayer & Boor 2001). Pencemaran mikroorganisme dapat berasal dari dalam ambing hewan ternak


(53)

tersebut atau masuk melalui puting susu. Jumlah total mikroorganisme dalam susu segar dapat bertambah karena beberapa faktor, antara lain pencemaran dari tangan dan baju pemerah, alat perah, lingkungan seperti kandang, air, serta peralatan lain juga dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme (Lukman et al.

2009).

Kualitas susu, ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya faktor kebersihan lingkungan, dan faktor ini baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas susu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka penyediaan susu dan hasil olahannya yang sehat untuk konsumen.

Dalam upaya menjamin kesehatan konsumen untuk mendapatkan susu berkualitas baik, maka diperlukan standar yang mengatur syarat–syarat, tata cara pengawasan dan pemeriksaan kualitas susu produksi dalam negeri. Sampai saat ini di Indonesia menggunakan Standar Nasional Indonesia No. 01–3141–2011, tentang Susu Segar. Dalam standar tersebut, persyaratan jumlah total bakteri dalam susu segar maksimun 106 cfu/ml.

Jumlah mikroorganisme yang tumbuh merupakan gambaran populasi mikroorganisme yang terdapat dalam susu. Penghitungan mikroorganisme dapat dilakukan dengan metode total plate count (TPC). Prinsip dari metode ini yaitu satu sel bakteri yang ditumbuhkan pada media agar akan tumbuh menjadi satu koloni yang nampak dengan mata. Jumlah koloni dinyatakan dalam colony forming unit (cfu) per gram atau per ml atau luasan tertentu.

Metode TPC dipengaruhi beberapa faktor, antara lain media dan kondisi inkubasi (ketersediaan oksigen, suhu, dan waktu inkubasi), kondisi sel mikroorganisme (cedera atau injured cell), adanya zat penghambat pada peralatan atau media yang digunakan. Kemampuan pemeriksa untuk mengenal koloni,

fatigue, pencampuran atau homogenisasi yang kurang sempurna pada saat pengenceran, adanya artefak yang sulit dibedakan dengan koloni, kesalahan menghitung koloni, dan peralatan serta media yang tidak steril juga dapat mempengaruhi perhitungan koloni (Lukman 2009).

Usaha untuk mendapatkan susu yang memenuhi standar nasional, maka digunakan berbagai cara agar susu yang dihasilkan mengandung mikroorganisme


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Akira A. 2009. Mastitis situation in West Java. Jawa Barat: JICA Short Course. [BADAN POM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2008. Kenali intoleransi

susu. Infopom 9(1):1–3.

[BPLHD]. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jawa Barat. 2009. Peraturan Pemertintah No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air [terhubung berkala] www.bplhdjabar.go.id [09 Agustus 2011].

Budiyanto AK. 2010. Pertumbuhan mikroorganisme. [terhubung berkala]. http://budiyanto.wordpress.com [10 Maret 2011].

Curran B, Robson S. 2007. Water for livestock: interperetating water quality tests. Primefact:533.

Daryanto A. 2007. Persusuan Indonesia kondisi permasalahan dan arah kebijakan. [terhubung berkala]. http://ariefdaryanto.wordpress.com [09 April 2011]. [DEPKES]. Departemen Kesehatan. 1990. Permenkes No.416/MENKES/1990

tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air [terhubung berkala] http://depkes.go.id [02 Agustus 2011].

[DEPTAN]. Departemen Pertanian. 2006. Permentan No.55/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik [terhubung berkala] http://www.deptan.go.id [02 Agustus 2011]. [DINKES] Dinas Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum [terhubung berkala] http://dinkes-sulsel.go.id [02 Agustus 2011]. [DISNAK] Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2009. Mempertahankan kualitas susu segar. [terhubung berkala]. http://www.disnak–jatim.go.id. [10 Maret 2011].

Ernawati et al. 2000. Laporan hasil kegiatan gelar teknologi manajemen usaha pemeliharaan sapi perah rakyat. [terhubung berkala] http://www.litbang.deptan.go.id [29 Juni 2011].

Gibbons WJ. 1963. Disease of Cattle. Ed ke–2. California: America Veterinary. hlm 427–455.

Giffel MC. 2003. Good hygienic practice in milk processing. Di dalam: Semit G, editor. Dairy Proccessing Improving Quality. Netherland: CRC. hlm 68–79. Handayani KS, Purwanti M. 2010. Kesehatan ambing dan higiene pemerahan di

peternakan sapi perah Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin. J Penyuluh Per 5(1):47–54.

Hayer, Boor. 2001. Raw milk and fluid milk products. Di dalam: Maith EH dan Steelc J, editor. Applied Dairy Microbiology. Ed ke–2. New York: Marcel Dekker. hlm 61–73.


(2)

31

Isnaeny FY. 2009. Total bakteri dan bakteri coliform pada susu segar dan susu pasteurisasi hasil peternakan sapi perah [skripsi]. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Khan MTG et al. 2008. Physical and microbial qualities of raw milk collected

from Bangladesh Agricultural University dairy farm and the surrounding villages. J Vet Med 6(2):217–221.

Khasanah I. 2010. Pengaruh berbagai konsentrasi desinfektan untuk dipping pada puting susu sapi perah terhadap total bakteri dan pH susu [skripsi]. Semarang: Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro Semarang.

Liban NMB. 2010. Kejadian mastitis subklinis akibat Streptococcus sp. pada peternakan sapi perah di daerah Garut dan Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

[LITBANG] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1998. Pasca panen susu. [terhubung berkala]. http://www.litbang.deptan.go.id [29 Juni 2011]. Lukman DW. 2009. Penghitungan jumlah mikroorganisme dengan metode

hitungan cawan. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 10–17.

Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono RR. 2009. Pemerahan dan penanganan. Di dalam: Pisestyani H, editor. Higiene Pangan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 51–56.

Matahelumual BC. 2007. Penentuan status mutu air dengan sistem STORET di Kecamatan Bantar Gebang. J Geol Indones 2(2):113–118.

Poedjono HH. 2010. Tingkat konsumsi susu Indonesia terendah di Asia Tenggara. [terhubung berkala]. http://frisianflag.com.4211.masterweb.net. [30 Juni 2011].

Purnomo B. 2004. Pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. [terhubung berkala]. http://www.geocities.ws/bpurnomo51/mik_files/mik4.pdf. [25 Agustus 2011].

Putra A. 2009. Potensi penerapan produksi bersih pada usaha peternakan sapi perah (Studi kasus pemerahan susu sapi Moeria Kudus, Jawa Tengah) [tesis]. Semarang: Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang.

Rahayu ID. 2009. Aplikasi desinfektan dan antiseptik di bidang peternakan. [terhubung berkala] http://imbang.staff.umm.ac.id. [09 Juli 2011].

Richter RL, Vedamuthu. 2001. Milk and milk products. Di dalam: Downes FP, Ito K, editor. Compendium of Methods for the Microbiological Examination of Food. Ed ke4. Washington: APHA.

Rysanek D, Zouharova M, Babak V. 2009. Major mammary pathogens as contributors to total bacterial counts in raw milk. Acta Vet 78:455461.


(3)

32

Saleh A. 2004. Dasar pengolahan susu dan hasil ikutan ternak. [skripsi]. Sumatera Utara: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Sartika RAD, Indrawani YM, Sudiarti T. 2005. Analisis mikrobiologi Escherichia coli 0157:H7 pada hasil olahan hewan sapi dalam proses produksinya. Makara

9:23–28.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI No 01–3553–2006 tentang Air Minum dalam Kemasan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2011. SNI No 01–3141–2011 tentang Susu Segar. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Sudarwanto M, Sudarnika E. 2008. Hubungan antara pH susu dengan jumlah sel somatik sebagai parameter mastitis subklinik. Med Pet 31:107–113.

Sulistyowati Y. 2009. Pemeriksaan mikrobiologik susu sapi murni dari Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Suparyanto. 2011. Konsep desinfektan. [terhubung berkala]. http://dr-suparyanto.blogspot.com [09 Juli 2011].

Tgen MW, James RE, Reavis P.M. 1987. Dairy Cattle Feeding and Management. Canada: The United Stated. hlm 342–364.

Tyler HE, Ensminger ME. 1993. Dairy Cattle Science. Ed ke–4. Columbus: Pearson Education. hlm 258–267.

Yudhabuntara D. 2008. Pengendalian mikroorganisme dalam bahan. [terhubung berkala]. http://milkordie.blogspot.com [13 Mei 2011].

Zaifbio. 2009. Lingkungan dan proses adaptasi pertahanan mikroorganisme dalam kehidupan. [terhubung berkala]. http://zaifbio.wordpress.com [10 Maret 2011].


(4)

(5)

Lampiran 2 Hasil penelitian jumlah total mikroorganisme dalam susu individu dari masing-masing kandang

Peternakan Kode sapi Jumlah total mikroorganisme (cfu/ml)

Rataan (cfu/ml) A

1 6.7 x 103

1.6 x 104

2 2.3 x 104

3 3.3 x 104

4 4.1 x 102

B

1 1.3 x 104

6.9 x 103

2 1.4 x 104

3 4.5 x 102

4 3.6 x 103

5 3.2 x 103

C

1 7.7 x 103

4.9 x 104

2 8.0 x 103

3 2.2 x 103

4 7.2 x 103

5 1.6 x 104

6 3.0 x 105

7 3.8 x 103

D

1 3.8 x 104

3.7 x 104

2 5.7 x 102

3 1.5 x 104

4 2.6 x 103

5 2.2 x 103

6 2.6 x 103

7 6.3 x 104

8 2.1 x 105

9 1.0 x 103

10 1.6 x 102

11 6.2 x 104

E

1 1.7 x 103

1.3 x 104

2 1.5 x 104

3 5.1 x 104

4 1.7 x 104

5 1.5 x 104

6 5.8 x 103

7 3.5 x 103

8 2.0 x 102

9 3.8 x 103

10 1.5 x 104

F

1 7.3 x 102

9.4 x 103

2 7.1 x 103

3 2.3 x 104

4 4.0 x 103

5 2.0 x 104

6 1.7 x 103

7 2.0 x 104

8 2.2 x 103


(6)

38

G

1 1.5 x 104

9.8 x 103

2 6.8 x 102

3 4.1 x 103

4 1.4 x 104

5 1.2 x 104

6 8.8 x 103

7 2.1 x 104