Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Susu Formula Terhadap Kualitas Tidur Batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo

(1)

PENGARUH KEBIASAAN MENGKONSUMSI SUSU

FORMULA TERHADAP KUALITAS TIDUR BATITA DI

KELURAHAN PANJI DABUTAR KECAMATAN SITINJO

SKRIPSI

Oleh: Ida V Siburian

101101088

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Susu Formula Terhadap Kualitas Tidur Batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo”.

Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati S.Kep, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu

Keperawatan Sumatera Utara.

3. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan pengetahuan , bimbingan , dorongan secara moral, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS selaku dosen penguji satu.

5. Pak Ismayadi, S.Kep Ns, M.Kes,CWCCA, CHN, selaku dosen penguji


(4)

6. Ibu Farida Siregar, Skep Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing akademik.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan selama proses perkuliahan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, H. Siburian dan H. Br

Silaban yang telah memberikan sumbangan baik moril maupun material.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan , oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Juli 2014


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Skema ... vii

Abstrak ... viii

BAB 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 6

3. Tujuan Penilitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tidur ... 8

1.1 Defenisi Tidur ... 8

1.2 Fisiologi Tidur ... 8

1.3 Tahapan Tidur ... 12

1.3.1 Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) ... 12

1.3.2 Tidur Rapid Eye Movement ... 14

1.4 Siklus Tidur ... 14

1.5 Pola Tidur Normal ... 16

1.6 Konsep Batita ... 17

1.7 Fungsi Tidur ... 21

2. Dampak Kurang Tidur ... 22

3. Kualitas Tidur ... 23

3.1 Kualitas Tidur Batita ... 24

3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Batita ... 25

4. Susu ... 27

4.1 Pengertian Susu ... 27

4.2 Pengaruh Susu terhadap Tidur ... 30

BAB 3 Keangka Penelitian 1. Kerangka Konseptual ... 34

2. Defenisi Operasional ... 35

3. Hipotesis ... 37

BAB 4 Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian ... 38

2. Populasi Penelitian ... 38

3. Sampel Penelitian ... 38

4. Waktu dan Tempat Penelitian ... 40

5. Pertimbangan Etik ... 41

6. Instrumen Penelitian ... 42


(6)

9. Rencana dan Analisa Data ... 45 8.1 Analisa Univariat ... 46 8.2 Analisa Bivariat ... 46

BAB 5 Hasil dan Pembahasan

1. Hasil ... 47 2. Pembahasan ... 55

BAB 6 Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan ... 60 2. Rekomendasi ... 61

Daftar Pustaka ...62

Lampiran-lampiran

1. Inform Consent

2. Jadwal Tentatif Penelitian 3. Taksasi Dana

4. Instrumen penelitian 5. Daftar Riwayat Hidup 6. Uji Reabilitas

7. Olahan Data 8. Uji Hipotesis 9. Survei awal

10.Balasan survei awal 11.Etika penelitian

12.Surat pengantar uji reliablitas 13.Surat balasan uji reliabilitas 14.Pengambilan data

15.Surat balasan pengambilan data 16.Pengumpulan data dari kelurahan 17.Surat selelsai melakukan penelitian 18.Surat kealian terjemahan


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

3.1 Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 35 5.1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik batita dengan kebiasaan

mengkonsumsi susu formula ... 48 5.2 Distribusi responden berdasarkan karakteristik batita dengan tidak

mengkonsumsi susu formula ... 49 5.3 Distribusi dan persentase responden berdasarkan parameter tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula ... 51 5.4 Distribusi dan persentase responden berdasarkan parameter tidur batita dengan tidak mengkonsumsi susu formula ... 52 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kualitas tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula... 53 5.6 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kualitas tidur batita dengan tidak mengkonsumsi susu formula ... 53 5.7 Hasil Uji Independent t-test ... 54


(8)

DAFTAR SKEMA

Skema

Halaman

3.1 Kerangka penelitian pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo... 34


(9)

ABSTRAK

Judul : Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Susu Formula Terhadap Kualitas Tidur Batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo

Nama Mahasiswa : Ida Verawati Siburian

NIM : 101101088

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Akademik : 2013/2014

Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal ini dapat diatasi dengan cara pemberian susu formula, karena susu formula mengandung kassein, sejenis protein yang terdapat pada susu. Susu mengandung alfa protein cukup tinggi sekitar 18 % dari jumlah total protein dimana alfa protein kaya akan asam amino yang sangat berguna untuk tumbuh kembang anak, terutama triptofan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur batita di kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini

menggunakan tabel power analysis untuk uji komparatif, dan besarnya jumlah

sampel penelitian 60 orang yang terdiri dari 30 batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan 30 batita yang tidak mengkonsumsi susu

formula. Pengambilan data menggunakan purposive sampling yang dilakukan

mulai bulan Februari sampai Maret 2014. Hasil penelitian menunjukkan (97%) batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan (73%) batita yang tidak mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur baik. Analisis Uji Independent t-test menunjukkan ada perbedaan signifikan antara kualitas tidur responden dengan signifikansi t=6,274, p=0,000 (p<0,05) dimana kualitas tidur responden dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula lebih baik dari responden yang tidak mengkonsumsi susu formula. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya mengukur kualitas tidur seseorang dengan menggunakan polysomnografi agar dapat memberikan data dan hasil yang lebih akurat.


(10)

ABSTRACT

Title : The Influence of Consuming Formula to the Sleeping Quality of The Infant in Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo

Name : Ida V Siburian

Student No. : 101101088

Major : Bachelor of Nursing

Year : 2013/2014

Sleeping quality is influenced by several factors. This can be overcame by means of provision of infant formulas because it contains casein, a type of protein found in milk. Milk contains alpha protein is quite high at about 18% of the total number of proteins for which alpha protein is rich in amino acids, which are very useful to grow flower child, especially tryptophan. Research aims to identify the influence of habit of consuming infant formula to the sleeping quality of the infant in Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo. Determination of the number of samples in this study using a table of comparative test the power analysis, and the large amount of samples in this study of 60 people consisting of 30 the toddler with a habit of consuming infant formula and the toddler who do not consume 30 infant formula. Data retrieval using a purposive sampling conducted from February to March 2014. The results showed a (97%) of the toddler whith a habit of consuming infant formula and the toddler (73%) who do not consume milk formula experiencing sleep quality good. Independent t-Test analysis test showed no significant differences between the sleep quality of respondents with a habit of consuming infant formula is better than respondents who do not consume milk formula. Expected to further research to measure the quality of a person’s sleep by using polysomnography in order to provide the data and results are more accurate.


(11)

ABSTRAK

Judul : Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Susu Formula Terhadap Kualitas Tidur Batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo

Nama Mahasiswa : Ida Verawati Siburian

NIM : 101101088

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Akademik : 2013/2014

Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal ini dapat diatasi dengan cara pemberian susu formula, karena susu formula mengandung kassein, sejenis protein yang terdapat pada susu. Susu mengandung alfa protein cukup tinggi sekitar 18 % dari jumlah total protein dimana alfa protein kaya akan asam amino yang sangat berguna untuk tumbuh kembang anak, terutama triptofan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur batita di kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini

menggunakan tabel power analysis untuk uji komparatif, dan besarnya jumlah

sampel penelitian 60 orang yang terdiri dari 30 batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan 30 batita yang tidak mengkonsumsi susu

formula. Pengambilan data menggunakan purposive sampling yang dilakukan

mulai bulan Februari sampai Maret 2014. Hasil penelitian menunjukkan (97%) batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan (73%) batita yang tidak mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur baik. Analisis Uji Independent t-test menunjukkan ada perbedaan signifikan antara kualitas tidur responden dengan signifikansi t=6,274, p=0,000 (p<0,05) dimana kualitas tidur responden dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula lebih baik dari responden yang tidak mengkonsumsi susu formula. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya mengukur kualitas tidur seseorang dengan menggunakan polysomnografi agar dapat memberikan data dan hasil yang lebih akurat.


(12)

ABSTRACT

Title : The Influence of Consuming Formula to the Sleeping Quality of The Infant in Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo

Name : Ida V Siburian

Student No. : 101101088

Major : Bachelor of Nursing

Year : 2013/2014

Sleeping quality is influenced by several factors. This can be overcame by means of provision of infant formulas because it contains casein, a type of protein found in milk. Milk contains alpha protein is quite high at about 18% of the total number of proteins for which alpha protein is rich in amino acids, which are very useful to grow flower child, especially tryptophan. Research aims to identify the influence of habit of consuming infant formula to the sleeping quality of the infant in Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo. Determination of the number of samples in this study using a table of comparative test the power analysis, and the large amount of samples in this study of 60 people consisting of 30 the toddler with a habit of consuming infant formula and the toddler who do not consume 30 infant formula. Data retrieval using a purposive sampling conducted from February to March 2014. The results showed a (97%) of the toddler whith a habit of consuming infant formula and the toddler (73%) who do not consume milk formula experiencing sleep quality good. Independent t-Test analysis test showed no significant differences between the sleep quality of respondents with a habit of consuming infant formula is better than respondents who do not consume milk formula. Expected to further research to measure the quality of a person’s sleep by using polysomnography in order to provide the data and results are more accurate.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat terkait dengan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai lima tahun pertama kehidupannya. Ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya (Depkes RI, 2005).

Pembinaan tumbuh kembang anak merupakan serangkaian kegiatan yang sifatnya berkelanjutan antara lain berupa peningkatan kesejahteraan anak pada pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak anak seperti makanan, kesehatan, perlindungan, memperoleh kasih sayang, interaksi, rasa aman, stimulasi serta kesempatan belajar (BKKBN, 2007).

Anak batita adalah sekelompok penduduk yang berusia 1-3 tahun (batita tetapi tidak termasuk bayi). Di Indonesia terdapat jumlah anak batita 0 - 3 Tahun mencapai sekitar 13,6 juta jiwa. Di Sumatera Utara jumlah anak batita 867.784 jiwa (Pusdatin Kemenkes, 2010). Sedangkan jumlah batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo adalah 153 jiwa (Kelurahan Panji Dabutar, 2013).


(14)

Masa batita merupakan masa yang paling penting dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan struktur dan fungsi tubuh, emosi, intelektual, serta tingkah laku. Perkembangan moral dan dasar-dasar kepribadian juga terbentuk pada masa ini. Oleh karena itu, pemberian makanan pada batita tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi tetapi untuk pengalaman sosial anak sehingga berfungsi untuk mendidik anak (Uripi, 2004).

Kebutuhan dasar pada manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun psikologis. Hal ini tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Abraham Maslow mengemukakan teori hirarki kebutuhan yang menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri, serta kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia. Antara lain pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan), eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual (Potter & Perry, 2005).

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan di bawah sadar di mana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau rangsangan yang lain sehingga mampu tersadarkan kembali. Tidur harus dibedakan dengan koma, yang merupakan keadaan tidak sadar yang tidak mampu dibangunkan (Guyton & Hall, 1997).


(15)

Anak memiliki kebiasaan lama tidur yang berbeda. Hal ini tergantung dari banyak faktor, termasuk salah satunya adalah berdasarkan usia anak itu sendiri. Pada usia awal-awal kelahirannya, anak tentunya memiliki tidur yang paling lama. Kemudian seiring usia bertambah, anak mulai mengurangi jumlah jam tidurnya. Selain itu, kebiasaan yang diterapkan oleh orang tuanya mengenai jam tidur, juga menjadi faktor penentu kebiasaan tidur anak. Sebagai orang tua harus mampu mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan anak lama tidur. Selain itu, pekerjaan dan aktivitas orang tua juga mempengaruhi kebiasaan tidur anak(Rosdiana, 2007).

Di sejumlah negara, antara lain, di Beijing, China dikatakan 23,5 % anak usia 2-6 tahun mempunyai gangguan tidur. Di Swiss, ada 20 % anak usia 3 tahun terbangun setiap malam. Sedangkan di Amerika, sebanyak 84 % anak usia 1-3 tahun menderita gangguan tidur yang menetap (sulit untuk tidur pada waktu malam atau terbangun saat malam. Namun, bila dicermati, keluhan ini tidak ditanggapi secara serius. Padahal gangguan ini bila tidak tertangani dengan baik dapat mengganggu tumbuh dan berkembangnya anak. Pada 2004-2005 di lima kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang dan Batam), sebanyak 72,2 % orang tua menganggap masalah tidur pada balita bukan masalah atau hanya merupakan hal kecil. Hal yang sama juga mengungkapkan, ada sekitar 44% batita yang mengalami gangguan tidur seperti sering terbangun di malam hari dan kurang tidur. Batita dikatakan mengalami gangguan tidur jika pada malam hari tidurnya kurang dari 9 jam, terbangun lebih dari 3 kali dan lama terbangunnya lebih dari 1 jam. Selama tidur batita terlihat selalu rewel, menangis dan sulit tidur kembali


(16)

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2005)

Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah keadaan ruang tidur, peralatan yang digunakan saat tidur, posisi tidur, ada atau tidaknya depresi ataupun gangguan tidur, dan lama tidur. Walaupun lama tidur mempengaruhi efektivitas aktivitas saat terjaga, kualitas tidur lebih berperan dalam efektivitas saat terjaga (Smith, 2012).

Kualitas tidur pada anak akan menurun ketika terjadi masalah tidur. Adapun masalah tidur yang paling umum pada anak adalah menangis atau terbangun di tengah malam, meninggalkan tempat tidur, mimpi buruk dan teror malam hari, takut gelap, tidur berjalan. Untuk mengatasi masalah tidur pada anak (batita) dapat dengan pemberian susu (Thompson, 2003).

Susu formula lanjutan merupakan minuman bergizi untuk bayi berusia 6 bulan ke atas. Kandungan vitamin D dan besinya lebih banyak dibandingkan ASI atau susu sapi. Susu ini umumnya mengandung kassein, sejenis protein yang terdapat pada susu. Susu mengandung alfa protein cukup tinggi sekitar 18 % dari jumlah total protein dimana alfa protein kaya akan asam amino yang sangat berguna untuk tumbuh kembang anak, terutama triptofan (Wahyu, 2005).

Kadar peningkaan alfa protein secara langsung dapat meningkatkan triptofan yang memiliki hubungan dalam peningkatan tidur aktif yang lebih lama


(17)

dari pada anak yang mendapatkan susu tanpa penambahan alfa protein atau triptofan. Bila anak mendapatkan alfa protein yang cukup tinggi maka anak tersebut akan mendapatkan peningkatan kualitas tidur yang baik, sehingga kecukupan waktu tidur anak akan berpengaruh pada perkembangan kecerdasan dan tumbuh kembang anak karena disaat tidur pertumbuhan otak dan fisik anak berkembang secara optimal (Wahyu, 2005).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juwita (2008), yang bertujuan melihat perbedaan kualitas tidur balita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan tidak mengkonsumsi susu formula di Kelurahan Mangga Medan Tuntungan, diperoleh bahwa ada perbedaan kualitas tidur balita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan tidak mengkonsumsi susu formula. Dimana responden balita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur yang baik (97%) dan responden yang mengalami kualitas tidur buruk (3%). Sedangkan responden balita dengan kebiasaan tidak mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur baik(78%) dan responden yang mengalami kualitas tidur buruk (22%).

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur pada batita dan penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo.


(18)

2. Rumusan Masalah

Anak yang mengkonsumsi susu formula yang diperkaya alfa protein akan menyebabkan tidur anak lebih nyenyak dan tidak terlalu cengeng, dan akan memiliki daya tangkap serta fungsi kognitif lebih optimal (Wahyu, 2005). Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu, bagaimana pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur pada batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo ?

3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur pada batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo. 3.2 Tujuan Khusus

3.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden

3.2.2 Mengidentifikasi kualitas tidur batita yang mengkonsumsi susu formula di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo.

3.2.3 Mengidentifikasi kualitas tidur batita yang tidak mengkonsumsi susu formula di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo. 3.2.4 Mengidentifikasi kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap

kualitas tidur batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo.


(19)

4. Manfaat Penelitian

4.1 Pendidikan Keperawatan

Memberikan informasi bagi peserta didik di institusi pendidikan keperawatan tentang pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur pada batita.

4.2 Praktek Keperawatan

Meningkatkan pemahaman dan memberikan informasi kesehatan ini kepada perawat bahwa kebiasaan mengkonsumsi susu formula dapat meningkatkan kualitas tidur batita.

4.3 Bagi Peneliti

Menerapkan metodologi penelitian dan memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kualitas tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Tidur

1.1 Defenisi Tidur

Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di siang hari (Chopra, 2003).

1.2 Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hipotalamus. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi atau desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblongata disebut sebagai pusat penggugah (Japardi, 2002).

Salah satu rangsangan bagi tumbuh kembang otak adalah tidur. Bahkan,

aktivitas yang satu ini jadi ‘pintu’ dari tumbuh kembang otak anak selanjutnya

agar cerdas, berakal, dan berpikiran jernih. Karena, sekitar 75% hormon


(21)

ke-4 tidur. Tingginya kadar hormon pertumbuhan ini erat hubungannya dengan kondisi fisik anak karena hormon ini punya tugas merangsang pertumbuhan

tulang dan jaringan, serta mengatur metabolisme tubuh, termasuk juga otak bayi. Di samping itu, hormon pertumbuhan juga memungkinkan tubuh anak

memperbaiki dan memperbaharui seluruh sel yang ada di tubuh. Mulai dari sel kulit, sel darah sampai sel saraf otak. Kemudian, proses pembaharuan sel ini akan

berlangsung lebih cepat lagi ketika anak terlelap dari pada saat anak bangun.

Rapid

Eye Movement) atau tahap tidur aktif. Hal ini berperan penting dalam kesehatan psikis anak dan aktivitas otak bayi, sehingga memungkinkan optimalnya tumbuh kembang otak bayi. Bahkan, menurut teori autostimulation, tingginya komponen tidur REM pada anak menunjukkan stimulasi yang terjadi di otak juga berlangsung lebih maksimal. Stimulasi ini tentulah sangat penting bagi pertumbuhan sistem susunan saraf pusat anak (Tricia, 2010).

Pusat saraf tidur yang terletak pada otak akan mengatur fisiologis tidur yang teratur dan penting bagi kesehatan. Pada saat tidur ktivitas saraf parasimpatik akan bertambah dengan efek perlambatan pernafasan (bronchokonstriksi) dan turunnya kegiatan jantung serta stimulasi aktivitas saluran pencernaan (peristaltik dan sekresi getah lambung diperkuat), sehingga proses pengumpulan energi dan pemulihan tenaga dalam tubuh dipercepat. Sistem yang

mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular activating system

(RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang otak


(22)

RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR (Potter & Perry, 2005).

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas

neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik,

histaminergik.

1.2.1 Sistem Serotonergik

Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM (Japardi, 2002).


(23)

1.2.2 Sistem Adrenergik

Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga (Japardi, 2002).

1.2.3 Sistem Kholinergik

Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

1.2.4 Sistem Histaminergik

Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur

1.2.5 Sistem Hormon

Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin,


(24)

1.3 Tahapan Tidur

Penelitian tentang tidur telah menunjukkan bahwa tidur tidak saja merupakan satu keadaan tidak sadar, tetapi sesungguhnya mengandung 2 jenis tidur yang berbeda yaitu Non Rapid Eye Movement Sleep (NREM) yaitu tidur dimana mata tidak bergerak dengan cepat dan Rapid Eye Movement Sleep (REM) yaitu tidur dimana mata bergerak dengan cepat waktu mimpi (Azizah, 2013). Elektroensefalogram (EEG) memberikan gambaran jelas mengenai apa yang terjadi selama tidur. Elektroda dipasang di berbagai bagian kulit kepala orang yang sedang tidur. Elektroda menyalurkan energi listrik dari korteks serebral ke pena yang mencatat gelombang otak pada kertas grafik (Kozier, 2002)

1.3.1 Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)

Tidur NREM adalah tidur yang dalam dan tenang dan menurukan beberapa fungsi fisiologis. Pada dasarnya, semua proses metabolik yang meliputi tanda-tanda vital, metabolisme dan kerja otot menjadi lambat. Bahkan mewnelan dan produksi saliva juga berkurang. Tidur NREM juga disebut sebagai tidur gelombang lambat karena gelombang otak orang yang sedang tidur lebih lambat dibandingkan gelombang alfa dan beta orang yang sedang bangun atau terjaga (Kozier, 2002).

Tahap ini akan dibagi menjadi empat (4) tahap

a. NREM tahap 1

Tahap ini adalah tahap tidur yang sangat ringan. Selama tahap ini, individu merasa mengantuk dan relaks, bola mata bergerak dari satu sisi kesisi lain, dan denyut jantung serta frekuensi pernapasan sedikit


(25)

menurun. Orang yang tidur dapat dibangunkan dengan cepat dan tahap ini hanya berlangsung selama beberapa menit (Kozier, 2002).

b. NREM tahap 2

Tahap ini adalah tahap tidur ringan dan selama tahap ini proses tubuh terus menerus menurun. Mata secara umum tetap bergerak dari satu sisi ke sisi lain, denyut jantung dan frekuensi pernapasan sedikit menurun, dan suhu tubuh menurun. Tahap dua hanya berlangsung sekitar 10-15 menit tetapi merupakan 40 % -50 % bagian dari tidur total (Kozier, 2002).

c. NREM tahap 3

Tahap ini termasuk tidur dimana denyut jantung dan frekuensi pernapasan, serta proses tubuh lain, terus menurun karena dominasi saraf parasimpatik selama tahap ini berlangsung. Orang yang tidur menjadi lebih sulit bangun. Individu tidak terganggu dengan stimulus sensorik, otot rangka menjadi sangat relaks, refleks menghilang, dan dapat terjadi dengkuran (Kozier, 2002).

d. NREM tahap 4

Tahap ini merupakan tahap tidur yang dalam, disebut tidur delta. Denyut jantung dan frekuensi pernafasan orang yang tidur menurun sebesar 20 % - 30 % dibandingkan denyut jantung dan frekuensi pernapasan selama jam terjaga. Orang yang tidur sangat relaks, jarang bergerak, dan sulit dibangunkan. Tahap ini diduga memulihkan tubuh


(26)

secara fisik. Selama tahap ini, mata biasanya berputar, dan terjadi mimpi (Kozier, 2002).

1.3.2 Tidur Rapid Eye Movement (REM)

Tidur REM biasanya kembali terjadi sekitar setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Tidur REM tidak setenang tidur NREM dan mimpi paling sering terjadi selama tidur REM. Dan mimpi ini biasanya diingat. Selama tidur REM otak sangat aktiv dan metabolisme oak dapat meningkat sebesar 20%. Tipe tidur ini disebut juga tidur paradoksikal karena tanpaknya bertentangan bahwa tidur dapat terjadi secara simultan dengan tipe aktivitas otak ini, dimana individu yang sedang tidur dapat sulit dibangunkan atau dapat bangun secara spontan, tonus otot ditekan, sekresi lambung meningkat dan denyut jantung serta frekuensi pernapasan seringkali tidak teratur (Kozier, 2002).

1.4 Siklus Tidur

Selama siklus tidur, individu melalui tidur NREM dan REM, siklus komplet biasanya berlangsung sekitar 1,5 jam pada orang dewasa. Dalam siklus tidur pertama, orang yang tidur melalui ketiga tahap pertama tidur NREM dalam total waktu 20-30 menit. Kemudian, tahap 4 dapat berlangsung sekitar 30 menit, setelah itu tidur kembali ke tahap 3 dan 2 sekitar 20 menit. Setelah itu, terjadi tahap REM 1, yang berlangsung sekitar 10 menit, melengkapi siklus 1. Orang tidur biasanya mengalami 4-6 siklus tidur selama 7-8 jam. Orang tidur yang dibangunkan di tahap manapun harus memulai tahap 1 tidur NREM yang baru dan berlanjut ke seluruh tahap tidur REM. Durasi tahap tidur NREM dan REM


(27)

bervariasi selama periode tidur. Seiring dengan berlalunya malam, orang tidur menjadi tidak terlalu lelah dan meluangkan lebih sedikit waktu di tahap 3 dan 4 tidur NREM. Tidur Rem meningkat dan mimpi cenderung memanjang. Apabila orang tidur sangat lelah, siklus REM seringkali terjadi sangat singkat. Sebelum tidur berakhir, terjadi periode hampir terbangun, dan didominasi tahap 1 dan 2 tidur NREM dan REM (Kozier, 2002).

Skema 1. Satu siklus tidur normal

Mengantuk

Stadium 1NREM Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM Stadium 4NREM

REM

Stadium 2 NREM Stadium 3 NREM

Skema 1: Siklus tidur (dari Fundamental of Nursing by Potter & Perry, 2001)

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu (Potter & Perry, 2001).


(28)

1.5 Pola Tidur Normal

Pola tidur individu berbeda-beda tergantung pada usia, jenis kelamin, pekerjaan dan gaya hidup.Pola tidur normal berdasarkan usia adalah bayi baru lahir membutuhkan tidur 14 – 18 jam/ hari, pernafasan teratur dan 50 % tidur

REM, infant membutuhkan tidur 12 – 14 jam/ hari dan 20 – 30% tidur REM,

toodler membutuhkan tidur 11 – 12 jam/ hari dan 25% tidur REM, preschooler

membutuhkan tidur 11 jam dan 20% tidur REM, usia sekolah tidur 10 jam/ hari

dan 18,5% tidur REM, adolescent membutuhkan tidur 8,5 jam/ hari dan 20% tidur

REM, usia dewasa muda membutuhkan tidur 7 – 8 jam/ hari dan 20 – 25% tidur REM, usia dewasa tengah membutuhkan tidur 7 jam/ hari dan 20% tidur REM, usia lanjut membutuhkan tidur 6 jam/ hari dan 20 – 25% tidur REM (Kozier, 2004; Hidayat, 2005).

Pola tidur seseorang berubah sepanjang kehidupan seseorang. Shwam & Keith (2002) mengatakan bahwa ada perubahan dalam pola tidur anak.

1.5.1 Bayi

Beberapa bayi tidur selama 22 jam perhari, bayi lain tidur selama 12-14 jam perhari. Sekitar 20 % - 30 % tidur adalah tidur REM. Pertama-pertama bayi terbangun setiap 3 – 4 jam, makan, dan kemudian kembali tidur. Pada bulan keempat, sebagian besar bayi tidur sepanjang malam dan menetapkan pola tidur siang yang bervariasi pada setiap individu. Di akhir tahun pertama, seorang bayi biasanya tidur siang sebanyak 1 atau 2 kali sehari dan tidur 14 jam tiap 24 jam (Kozier, 2002).


(29)

1.5.2 Batita ( Todler )

Kebutuhan tidur batita menurun menjadi 10 -12 jam sehari. Sekitar 20% - 30% tidur berupa tidur REM. Sebagian besar batita tetap memerlukan tidur siang, tetapi kebutuhan untuk tidur dipertengahan pagi hari secara bertahap menurun. Siklus bangun tidur normal batita biasanya pada usia 2 atau 3 tahun. Batita dapat memberikan penolakan besar untuk tidur. Anak yang terbangun di malam hari mungkin takut gelap atau memiliki pengalaman buruk di malam hari atau mimpi buruk (Kozier, 2002).

1.6 Konsep Batita 1.6.1 Defenisi Batita

Anak batita adalah sekelompok penduduk yang berusia 1-3 tahun (batita tetapi tidak termasuk bayi). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.

1.6.2 Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya jumlah dan besarnya seldiseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan proses bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui kematangan dan belajar (Wong, et al., 2009).


(30)

maupu n emosional. Pada semua dimensi tumbuh kembang terdapat urutan yang jelas dan dapat diperkirakan tetapi laju perkembangan setiap anak tidak sama. Terdapat variasi yang besar dalam hal usia pencapaian tahap perkembangannya. Sebagian tumbuh dan berkembang cepat sedangkan lainnya lambat dalam mencapai maturitas (Wong, et al., 2009).

Periode usia perkembangan dapat dimulai dari usia prenatal (konsepsi –

lahir), masa bayi (lahir – 1 tahun), kanak-kanak awal (toddler dan prasekolah),

kanak-kanak pertengahan (6 – 12 tahun) dan masa kanak-kanak akhir (11- 19 tahun). Masing-masing periode memiliki tugas perkembangan yang harus dicapai yaitu serangkaian ketrampilan dan kompetensi yang harus dikuasai pada tahap perkembangannya agar anak mampu berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya (Wong, et al., 2009).

1.6.3 Perkembangan Batita

a. Motorik

Perkembangan motorik kasar anak yaitu mampu melangkah dan berjalan dengan tegak, pada umur 18 bulan anak mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari-lari kecil, menendang bola dan mulai mencoba melompat. Perkembangan motorik halus mampu menyusun atau mampu membuat menara pada kubus (Aziz, 2005).

b. Bahasa

Kemampuan bahasa pada anak sudah mulai ditunjukkan dengan anak mampu memiliki sepuluh perbendaharaan kata, kemampuan meniru dan mengenal serta responsif terhadap orang lain, mampu menunjukkan dua gambar, mampu


(31)

mengombinasikan kata-kata dan mulai mampu menunjukkan lambaian anggota badan (Aziz, 2005).

c. Adaptasi Sosial

Pada perkembangan adaptasi sosial mulai membantu kegiatan di rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju (Aziz, 2005).

1.6.3.1 Teori Perkembangan

1. Sigmeunfreud (Perkembangan Psikoseksual) a. Fase Oral (0-1 tahun)

Pusat aktivitas yang menyenangkan di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasan saat mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan tangannya atau benda-benda sekitarnya.

b. Fase Anal (2-3 tahun)

Meliputi retensi dan pengeluaran feses. Pusat kenikmatannya pada anus saat BAB, waktu yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab.

c. Fase Urogenital atau faliks (usia 3-4 tahun)

Tertarik pada perbedaan anatomis laki-laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral bila menghadapi persoalan. Kedekatan anak laki-laki pada ibunya

menimbulkan gairah seksual dan perasaan cinta yang disebut oedipus


(32)

2. Erikson (Perkembangan Psikososial)

Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas perkembangannya.

a. Trust vs Misstrust (0-1 tahun)

Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaan menyebabkan konflik basictrust dan misstrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.

b. Autonomy vs shame and doubt (2-3 tahun)

Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan membuat anak bertindak dan berpikir ragu-ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat dengan anak. 3. Kohlberg (Perkembangan Moral)

a. Pra-konvensional

Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap perilaku anak. Penilaian terhadap perilaku didasarkan pada akibat sikap yang ditimbulkan oleh perilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyusaikan diri dengan harapan-harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau benda.


(33)

b. Konvensial

Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar disebut anak baik atau anak manis.

c. Purna Konvensional

Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prisip pribadi mempunyai peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan disekitarnya lebih didasarkan atas penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.

4. Hurolck (Perkembangan Emosi)

Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum bayi bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira, marah dan takut. Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan emosi, selanjutnya perkembangan emosi dipengaruhi oleh harapan orang tua dan lingkungan.

1.7 Fungsi Tidur

Tidur adalah saat memulihkan dan mempersiapkan energi untuk periode bangun berikutnya, denyut nadi saat tidur juga menurun yang dapat memelihara jantung (McCante & Hueter, 2002 dalam Potter & Perry, 2003). Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin. Selama tidur gelombang rendah


(34)

memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan khusus seperti sel otak (Potter & Perry, 2001).

Tidur REM terlihat penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan epinefrin. Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran. Secara umum, ada dua efek fisiologis dari tidur yaitu efek pada sistem saraf yang dapat memulihkan kepekaan dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf dan efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi organ tubuh (Hidayat, 2005).

2. Dampak kurang tidur

Pada anak-anak dan bayi mempunyai dampak yang sangat merugikan pada pertumbuhan dan perkembangan fisiknya. Tidur merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan daya tahan tubuh anak kecil terhadap infeksi. Jika tidurnya sampai terganggu, kadar sel darah putih dalam tubuh akan menurun yang kemudian efektivitas sistem daya tahan tubuh anak juga akan menurun. Sehingga anak sangat mudah untuk sakit dan pertumbuhan anak juga terganggu. Masalah tidur pada anak juga membawa berbagai dampak, yang belum didefinisikan secara lengkap, di antaranya adalah gangguan pertumbuhan, kesehatan kardiovaskular, fungsi kognitif dan perilaku sehari-hari. Kemampuan akademik pada berbagai tingkatan usia juga dapat dipengaruhi oleh gangguan tidur yang tidak terdiagnosis. Kurang tidur yang berdampak pada tumbuh kembang otak anak adalah ketidakmampuan dalam berpikir secara efisien karena tubuhnya lelah yang


(35)

mengakibatkan tidak mampu untuk berkonsentrasi. Akibatnya kualitas kemampuan berpikirnya menjadi rendah. Selain itu, bayi yang kurang tidur menjadi lebih rewel, cengeng, dan sulit diatur (Kozier, 2002).

3. Kualitas tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006).

Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta (Guytton & Hall, 1997).

Selain itu, kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami (Hidayat, 2006).


(36)

3.1 Kualitas tidur pada batita

Kualitas tidur adalah mutu atau keadaan fisiologis tertentu yang didapatkan selama seseorang tidur, yang memulihkan proses-proses tubuh yang terjadi pada waktu orang itu bangun. Jika kualitas tidurnya bagus artinya fisiologi/faal tubuh dalam hal ini sel otak misalnya pulih kembali seperti semula saat bangun tidur (Kozier, 2002).

Kualitas tidur batita tidak hanya berpengaruh pada perkembangan fisik, tapi juga sikapnya keesokan hari. Batita dikatakan mengalami gangguan tidur jika pada malam hari tidurnya kurang dari 9 jam, terbangun lebih dari 3 kali dan lama terbangunnya lebih dari 1 jam. Selama tidur batita terlihat selalu rewel, menangis dan sulit jatuh tidur kembali.

Bila hal tersebut sering terjadi pada kebiasaan tidur batita, maka akan sangat mempengaruhi pertumbuhan anak, baik secara fisik maupun psikis. Besaran jumlah jam tidur anak, disesuaikan dengan tingkatan umurnya. Bayi baru lahir biasanya tidur selama 16-20 jam per hari, bayi usia 2-12 bulan jumlah waktu tidurnya mencapai 9-12 jam pada malam hari dengan tidur siang 1-4 kali sehari. Sedangkan anak usia 12 bulan-3 tahun, biasanya tidur 12-13 jam sehari dengan rata-rata tidur siang satu kali saja (Ramli, 2010).

Kualitas tidur batita dapat dinilai dari keadaan tidur yang dialami batita meliputi lama waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur pada malam hari, total jam waktu tidur malam hari, frekuensi terbangun dari tidur pada malam hari, kepuasan tidur yang dialami batita dan jumlah jam tidur pada siang hari (Foreman,1995).


(37)

3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur dan kualitas tidur pada batita

Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Diantaranya yang dapat mempengaruhinya adalah:

3.2.1 Lingkungan

Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi batita dapat mempercepat terjadinya proses tidur. Lingkungan fisik tempat batita tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur. Atur suasana kamar sehingga nyaman untuk tidur yang meliputi tata cahaya, ventilasi, tata warna, suhu, dan juga keadaan boksnya.

Boks dapat diletakkan di dalam kamar tidur, di samping ranjang orang tua atau di kamar tersendiri. Dihindari suara bising yang membuat membuat anak mudah terjaga. Tidak menggunakan pewangi ruangan dan obat pengusir nyamuk yang bisa membuat anak sesak. Nyamuk memang sering membuat anak tidak nyenyak tidur. Menggunakan kelambu bisa melindungi batita dari serangan nyamuk. Keadaan lampu yang sangat terang akan membuat anak sulit membedakan siang dan malam. Keadaan yang gelap akan merangsang otak untuk memproduksi melatonin, hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pinela untuk memberitahu otak bahwa diluar hari sudah gelap (Kozier, 2002).


(38)

3.2.2 Latihan Fisik

Keletihan akibat aktivitas fisik yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut dapat terlihat bila batita melakukan aktivitas sehari-hari atau setelah melakukan pemijatan dan mencapai kelelahan. Latihan 2 jam atau lebih dalam hal ini pemijatan batita yang dilakukan sebelum waktu tidur membuat tubuh menjadi dingin dan mempertahankan suatu keadaan kelelahan yang dapat meningkatkan relaksasi (Hidayat, 2006).

3.2.3 Nutrisi

Faktor penting untuk memaksimalkan periode emas pertumbuhan otak adalah terpenuhinya nutrisi dan kecukupan tidur batita. Batita sulit tidur atau sering terbangun dari tidurnya karena merasa belum kenyang. Karena itu, perlu diperhatikan kebutuhan makanan dan minuman batita sebelum tidur. Seperti pemberian minuman susu formula sebelum tidur merupakan cara pemenuhan minuman batita. Jika kebutuhan fisiknya dipenuhi, batita tidak akan sering terbangun di tengah malam. (Potter and Perry, 2006).

3.2.4 Penyakit

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan fisik dapat menyebabkan masalah tidur. Pada batita adanya gangguan atau rasa sakit pada gigi, telinga, kulit, saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, otot atau tulangnya merupakan hal yang dapat mengganggu kenyamanan tidur batita (Potter & Perry, 2006).


(39)

4 Susu Formula

4.1 Pengertian Susu Formula

Susu formula adalah minuman yang dibuat dari susu sapi atau susu buatan yang diubah komposisinya sehingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI. Susu formula ada dalam bentuk cairan dan bubuk dengan formula tertentu, yang diberikan pada bayi dan anak-anak. Susu formula memiliki peranan yang penting dalam makanan atau minuman bayi dan anak-anak karena seringkali bertindak sebagai satu-satunya sumber gizi (Judarwanto, 2012) .

Susu formula efektif diberikan pada usia 6 bulan ke atas, dimana setelah pemberian susu eksklusif selama 6 bulan setelah lahir. Pada batita jumlah susu yang diberikan adalah 600-700 ml setiap harinya (Nenglita, 2011).

Susu formula merupakan makanan paling utama karena susu kaya akan gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu susu juga kaya akan karbohidrat, lemak, protein serta vitamin dan garam mineral yang bermacam-macam.

4.1.1 Karbohidrat. Kandungan karbohidrat pada susu formula antara 5.4 dan 8.2 gr setiap 100 ml. Dianjurkan supaya sebagai karbohidrat hanya atau hampir seluruhnya memakai laktosa, selebihnya glukosa atau destrin-maltosa. Tidak dibenarkan pada pembuatan susu formula untuk memakai tepung atau

madu, maupun diasamkan (acidified) karena belum diketahui efek sampingannya


(40)

laktose pada bayi baru lahir memuaskan, sebagian masukan laktosa akan mengalami proses fermentasi oleh kuman-kuman usus besar dan diubah menjadi asam laknat, asam lemak dengan berat molekul rendah. Dengan demikian laktosa merupakan faktor penting untuk menurunkan pH tinja. PH yang rendah ini disertai kapasitas buffer yang rendah pula karena rendahnya kandungan protein dan fosfat, memberi dampak yang baik untuk menekan pertumbuhan Escherichia Coli pada usus anak (Suhardjo, 2001).

4.1.2 Lemak. Berbentuk cair yang terdapat di dalam susu sangat mudah dicerna dalam takaran yang mencukupi susuai dengan kebutuhan aktivitas keseharian. Dengan kata lain lemak itu terbakar dan tidak akan tertimbun dalam tubuh.

4.1.3 Protein. Yang terdapat di dalam susu dapat memberikan asam amino utama kepada seseorang untuk membentuk jaringan tubuh dan membangun sel-sel tubuh yang beragam. Sehingga susu sangat penting bagi pertumbuhan anak, juga untuk orang dewasa pada masa penyembuhan. Protein juga berfungsi untuk menambah stamina dan meningkatkan imunitas tubuh manusia. Asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh juga dapat diganti dengan asam amino

lain yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan atau nabati (Zarnadi, 2012).

4.1.4 Glukosa. Adalah gula yang mengandung dua unsur yaitu glukosa dan galaktosa. Rasa manis susu 1/6 manis sukrosa, sehingga susu tidak terlalu berbahaya, karena susu hanya sedikit sekali mengandung galaktosa (Zarnadi,


(41)

4.1.5 Vitamin. Beberapa unsur vitamin yang terkandung dalam susu, diantaranya vitamin A berbentuk cair dan terdapat di dalam lemak, vitamin ini adalah sangat baik untuk anak-anak dan remaja untuk pertumbuhannya, karena ini merupakan unsur yang paling utama dalam pembentukan selaput retina pada mata yang disebut rods dan cons, dalam penyempurnaan fungsi penglihatan. Fungsi lain dari vitamin A ini adalah berperan dalam perawatan kulit dan kesehatan lendir, karena merupakan benteng pertahanan terhadap serangan mikroba dan virus. Selain vitamin A susu juga mengandung vitamin D yang berperan penting dalam tubuh dan bekerja sama dengan mineral serta kalsium dalam pembentukan jaringan tulang, sehingga susu sangat penting bagi pertumbuhan anak dan bayi yang masih menyusui (Zarnadi, 2012).

Selain itu, terdapat kandungan tambahan di dalam susu seperti AA-DHA, karoten, selenium, sphingomyelin, nukleotida, laktoferin, laktulosa, asam linoleat, asam linolenat, zat besi dan prebiotik .

4.1.1 AA (Asam Arakidonat)-DHA (Dokosaheksaenoat) merupakan komponen dari asam lemak essensial yang terdapat pada otak. AA dan DHA berfungsi untuk perkembangan syaraf otak, untuk perkembangan organ penglihatan yang optimal dan pertumbuhan jaringan tubuh serta prostaglandin (Ardinasari, 2011).

4.1.2 Karoten berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh, memelihara sel-sel sehat dan melindungi bahaya kumulatif radikal bebas (Ardinasari, 2011).


(42)

4.1.3 Selenium yang berfungsi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh sekaligus sebagai antioksidan (Ardinasari, 2011).

4.1.3 Sphingomyelin berfungsi dalam mempercepat rangsangan dari satu sel saraf ke sel saraf yang lain (Ardinasari, 2011).

4.1.4 Nukleotida yang berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan hidrobakteria di dalam usus, menurunkan kejadian diare dan membantu absorpsi zat besi (Ardinasari, 2011).

4.1.5 Laktoferin yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan bakteri berbahaya dan mengikat zat besi yang dibutuhkan bakteri tersebut sebagai sumber makanan (Ardinasari, 2011).

4.1.6 Laktulosa yang berfungsi untuk membantu kesehatan sistem pencernaan dan memperbaiki penyerapan zat gizi (Ardinasari, 2011).

4.1.7 Asam Lino leat (Omega 6) dan Asam Linolenat (Omega 3) yang berfungsi membuat lentur pembuluh darah dan menghindari terjadi sumbatan pada pembuluh darah (Ardinasari, 2011).

4.1.8 Zat besi yang berfungsi untuk pembentukan sel darah merah, berperan dalam mylenisasi otak dan meningkatkan daya konsentrasi (Ardinasari, 2011).

4.1.9 Prebiotik berperan dalam menstimulir pertumbuhan dan berfungsi mencegah sembelit (Ardinasari, 2011).


(43)

Intervensi gangguan tidur pada batita dapat dilakukan dengan intervensi makanan yang mengandung alfa protein yang kaya triptofan. Susu mengandung Alfa Protein cukup tinggi yang berperan dalam mengatur pola tidur bayi dan membuatnya dapat tidur lelap serta mempengaruhi keadaan prilaku bayi. Keadaan ini meliputi lama waktu yang dibutuhkan bayi sebelum terlelap, tidur tenang, menangis, dan keadaan terbangun. Adanya triptofan pada susu menjadi prekursor dari hormon melatonin dan serotin yang bertugas sebagai penghubung antarsaraf (neurotransmitter) serta pengatur pola kebiasaan (neurobehavioral). Dan ini

berdampak pada pola kesadaran, persepsi atas rasa sakit dan pola tidur (Wahyu,

2005).

Triptofan merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan otak, sebab itu zat ini penting dikonsumsi bayi dan anak. Triptofan adalah asam amino essensial yang berfungsi sebagai prekusor pembentukan serotonin. Triptofan akan dikonversi menjadi serotonin di dalam tubuh. Konversi triptofan menjadi serotonin dibantu oleh vitamin B6 dan vitamin C. Serotonin merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap transfer impuls-impuls saraf ke otak.

Serotonin juga berperan dalam menginduksi rasa kantuk dan relaksasi serta memiliki efek meredakan rasa sakit. Fungsi serotonin di dalam otak adalah mempengaruhi mood/perasaan seseorang, mempengaruhi keinginan/hasrat seseorang terhadap aktivitas, memunculkan rangsangan lapar, mengantuk, mengatur suhu tubuh dan berperan penting dalam aktivitas memory dan regulasi selera makan.


(44)

Serotonin di dalam tubuh kemudian diubah menjadi hormon melatonin. Melatonin merupakan hormon yang dibuat oleh kelenjar pineal, sebuah kelenjar kecil di otak. Hormon ini diproduksi secara alami dalam tubuh apabila matahari sudah mulai tenggelam (mendekati senja). Melatonin membantu mengendalikan siklus tidur dan bangun. Melatonin mulai meningkat di pertengahan sampai larut malam, tetap tinggi untuk hampir sepanjang malam, dan kemudian turun di pagi hari. Cahaya mempengaruhi berapa banyak tubuh Anda memproduksi melatonin. Hormon melatonin mempunyai kecenderungan menurun jumlah dan kadarnya di dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya kemampuan sel untuk melaksanakan fungsinya, memperlambat regenerasi dan meningkatkan resiko timbulnya sel-sel abnormal sehingga seseorang tersebut menjadi tidak teratur ritme hidupnya karena sukar, mudah terjaga dan mudah mengalami kecemasan (Ali, 2006).

Manfaat penggunaan melatonin adalah untuk memperbaiki kua litas tidur (sulit tidur, jet lag serta gangguan irama biologis lainnya yang mengganggu tidur), membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mempunyai potensi sebagai antioksidan, mempertahankan kesehatan jantung (termasuk menstabilkan kadar kolesterol di dalam darah dan menurunkan resiko timbulnya ketidakteraturan detak jantung yang biasa timbul pada orang tua), mencegah kanker serta mendukung pengobatan kanker (Ali, 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendukung tidur lelap adalah rasa santai dan rileks di seluruh tubuh. kecepatan metabolisme tubuh dan ketegangan pikiran harus dirilekskan sebelum tidur. Salah satu cara yang sering


(45)

digunakan dapat membantu tidur lelap adalah meminum susu sebelum tidur. Susu dapat menimbulkan efek rileks dan nyaman pada tubuh. Mekanisme menuju kenyamanan dalam tidur merupakan interaksi molekul-molekul dalam susu dan merupakan reaksi yang terjadi dalam tubuh akibat asupan susu tersebut. Substansi utama dalam susu yang dapat membantu relaksasi adalah mineral susu dan protein susu. Susu dapat memperlambat metabolisme tubuh dan menimbulkan rasa kantuk. Vitamin B6 dan vitamin C yang ada pada susu turut membantu pembentukan serotonin dan hormon melatonin (Made, 2006).


(46)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konseptual pada penelitian ini mendeskripsikan kebiasaan mengkonsumsi susu formula (variabel independen) mempengaruhi kualitas tidur batita (variabel dependen). Sasaran penelitian adalah anak usia batita yang ada di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo. Dalam penelitian ini, kualitas tidur responden akan diketahui dari variabel tidur yaitu lama waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur pada malam hari, total jam waktu tidur malam hari, frekuensi terbangun dari tidur pada malam hari, kepulasan tidur yang dialami batita, frekuensi tidur siang hari dan jumlah jam tidur pada siang hari (Foreman,1995).

Variabel Independen

Variabel Dependen

Skema 3.1 Kerangka konsep Pengaruh pemberian susu formula terhadap kualitas tidur batita.

Batita yang mengkonsumsi susu formula

Batita yang tidak

mengkonsumsi susu formula

1. Susu formula mengandung alfa protein(susu sapi, susu kedelai, susu soya)

2. Mengkonsumsi susu formula lebih dari 6 bulan

3. Masih tetap rutin mengkonsumsi susu formula

4. Jumlah susu yang di konsumsi 600-700 ml/hari (3-4 botol susu/dot)

5. Keinginan anak untuk tidur setelah minum susu formula

6. Merasa tenang dan tidak rewel setelah minum susu formula

7. lama anak tidur setelah minum susu

1. lama waktu memulai tidur

2. jumlah jam saat tidur malam hari, 3. frekuensi terbangun di malam hari 4. kepulasan tidur

5. frekuensi tidur siang hari 6 jumlah jam tidur siang hari

Kualitas tidur batita:

- Baik (15-24)


(47)

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Def.Operasional Alat ukur Hasil Ukur Skala

1. Variabel

Dependen Kualitas tidur batita

Keadaan tidur yang dialami batita di Kelurahan Panji Dabutar pada malam hari dan siang hari meliputi lama waktu memulai tidur, jumlah jam saat tidur malam hari,

frekuensi terbangun di malam hari ,kepulasan tidur, frekuensi tidur siang hari, jumlah jam tidur.

Kuesioner Kualitas Tidur

1. lama waktu memulai tidur malam hari

1. > 60 menit

2. 31-60 menit

3. 16-30 menit

4. < 15 menit

2. jumlah jam saat tidur malam hari

1. < 5 jam

2. 5-6 jam

3. > 6-7 jam

4. > 7 jam

3. frekuensi

terbangun di malam hari

1. > 5 kali

2. 3-4 kali

3. 1-2 kali

4. Tidak ada

4. kepulasan tidur 1. Sangat tidak nyenyak sekali 2. Tidur tetapi sering terbangun 3. Tidur tetapi

tidak cukup nyenyak 4. Sangat

nyenyak 5. frekuensi tidur siang hari : kali

1. tidak ada 2. 1 kali 3. 2 kali

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal


(48)

2. Variabel Independen Susu formula

Minuman yang dibuat dari susu sapi atau susu buatan yang diubah komposisinya

sehingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI yang dikonsumsi anak batita di Kelurahan Panji Dabutar.

Kuesioner Susu Formula

6. jumlah jam tidur siang hari

1. tidak ada 2. kurang dari 1

jam 3. 1-2 jam 4. 2 jam/lebih Berdasarkan skor:

1. 6-14= kualitas tidur buruk 2. 15-24=

Kualitas tidur baik

- Nominal Interval - 3. 4. Umur Jenis Kelamin Umur adalah

dihitung mulai sejak individu lahir dan sampai penelitian dilakukan.

Jenis kelamin adalah gambaran diri yang dimiliki individu secara numum.

-

-

Umur : 1. 12-24 bulan 2. 25-36 bulan

Jenis kelamin: 1. Laki-laki 2.Perempuan

nominal


(49)

3. Hipotesis

Hipotesa dalam penelitian ini Ha yaitu ada pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur batita.

5.

6.

Agama

Suku

Agama adalah suatu keyakinan yang dimiliki setiap individu sesuai dengan

kepercayaanya. Suku adalah suatu budaya yang dimiliki setiap individu.

-

-

1. Islam 2. Protestan 3. Katolik 4. Budha 5. Hindu

1. Batak 2. Jawa 3. Melayu 4. Aceh

5. Dan lain-lain

nominal


(50)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif komparatif, dimana tujuannya adalah untuk mendiskripsikan pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo.

2. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah bayi tiga tahun (batita), yang sedang mengkonsumsi susu formula dan tidak mengkonsumsi susu formula dalam kurun waktu terhitung mulai dari bulan November 2013 dengan jumlah 153 orang. Kedua jenis populasi ini akan dibandingkan untuk melihat bagaimana kualitas tidurnya, antara yang sedang mengkonsumsi susu formula dan tidak mengkonsumsi susu formula. Data diperoleh dari catatan jumlah batita tahun 2013 di Kantor Kelurahan Panji Dabutar .

3. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian populasi yang terjangkau yang digunakan menjadi subjek penelitian. Penentuan besar sampel dalam penelitian ini yaitu dengan


(51)

Rumus : N

n =

1+N (d)2

153 n =

1+ 153 (0,1)2

n = 60, 42 n = 60 orang

Keterangan : n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat kesalahan yang dipilih ( d=10% atau 0,1)

Total sampel 60 orang, yang akan di bagi dua yaitu 30 orang untuk sampel dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan 30 orang dengan tidak mengkonsumsi susu formula, cara pengambilan sampel dalam penelitian

menggunakan metode non probability sampling dengan cara purposive sampling.

Purposive sampling ialah cara memilih sampel dari populasi berdasarkan kriteria khusus yang dibuat peneliti.


(52)

Kriteria inklusi untuk batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu:

1 Bayi usia 1-3 tahun yang mengkonsumsi susu formula secara rutin mulai

usia 6 bulan sampai penelitian dilakukan, minimal 1 kali dalam sehari atau lebih sebanyak minimal 2 gelas dengan ukuran 200 cc atau lebih

2 Tidak sakit

3 Tidak sedang mendapat terapi yang mempengaruhi tidur seperti

obat-obatan sedatif-hipnotik,

4 Batita sehat berdasarkan kondisi umum yang diamati oleh peneliti

5 Orang tua klien bersedia anaknya menjadi sampel dalam penelitian

6 Susu mengandung triptofan (alfa protein) seperti susu sapi, susu kedelai

dan susu soya)

Kriteria inklusi untuk batita dengan tidak mengkonsumsi susu:

1. Batita yang sudah 6 bulan tidak minum susu

2. Tidak sakit

3. Tidak sedang mendapat terapi yang mempengaruhi tidur seperti

obat-obatan sedatif-hipnotik,

4. Batita sehat berdasarkan laporan subjektif dari ibu klien,

5. Orang tua klien bersedia anaknya menjadi sampel dalam penelitian

Kriteria eksklusi batita yang mengkonsumsi dan tidak mengkonsumsi susu:

1. Batita dengan gangguan mental

2. Kondisi batita sakit atau mengalami penurunan kesadaran


(53)

4. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari – Maret 2014 di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo. Alasan peneliti memilih daerah Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo sebagai tempat penelitian karena memungkinkan peneliti untuk mendapatkan sampel yang memadai sesuai dengan kriteria penelitian dan merupakan kampung halaman peneliti sehingga memudahkan untuk melakukan penelitian.

5. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan etik penelitian, yaitu yang terlebih dahulu mengajukan permohonan izin penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapatkan izin tersebut, peneliti memberi surat izin penelitian kepada Kepala Kantor Lurah Panji Dabutar untuk pengambilan data. Peneliti menjelaskan kepada keluarga dan calon responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan proses penelitian kemudian peneliti membuat surat persetujuan pada keluarga calon responden. Calon responden yang bersedia berpartisipasi melakukan penelitian maka harus mengisi

lembar persetujuan (informed consent) dan calon responden yang tidak bersedia

maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak tanpa ada tekanan fisik maupun psikologis.

Untuk menjaga kerahasiaan calon responden, peneliti tidak mencantumkan nama lengkap tetapi mencantumkan inisial atau memberi kode pada


(54)

masing-responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan sebagai hasil penelitian.

6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini dengan menggunakan kuesioner data demografi, kuesioner kualitas tidur yang sudah baku namun di revisi kembali berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Verawati (2008), dan kuesioner susu formula yang disusun oleh peneliti.

a. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi untuk melihat data karakteristik responden yang meliputi usia anak, jenis kelamin, agama, dan suku.

b. Kuesioner Kualitas Tidur

Kuesioner kualitas tidur yang digunakan untuk melihat tingkat kualitas tidur batita. Kuesioner yang digunakan disusun berdasarkan modifikasi pada komponen parameter tidur secara umum dari Handbook of Public and Community Health Nursing Practice (Stanhope & Knollmueller, 2001), kuesioner St. Mary Hospitals Sleep Questionnaire. Instrumen terdiri atas 6 kelompok pertanyaan tentang kualitas tidur yang lebih rinci yang meliputi (1) lama waktu memulai tidur, (2) jumlah jam saat tidur malam hari, (3) frekuensi terbangun di malam hari, (4) kepulasan tidur, (5) frekuensi tidur siang hari, (6) jumlah jam tidur siang hari.

Kuesioner berupa pertanyaan tertutup pilihan berganda terstruktur dengan skor 1-4. Setiap 1 pertanyaan, skor terendah adalah 1 dan tertinggi adalah 4. Skor 1 mengidentifikasi adanya kualitas tidur buruk, sementara skor 4 mengidentifikasi kualitas tidur yang baik, keenam skor masing-masing pertanyaan akan


(55)

dijumlahkan untuk mendapatkan total skor kualitas tidur. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 6 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 24. Semakin rendah nilai total skor kuesioner maka semakin buruk kualitas tidur yang dialami batita.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana(1992), p= Rentang Banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah ) yaitu 18 dan 2 kategori kelas untuk kualitas tidur yaitu kualitas tidur buruk dan kualitas baik, maka didapatkan panjang kelas sebesar 9, menggunakan p=9 dan nilai terendah=6 sebagai batas bawah kelas interval pertama, data kualitas tidur pada batita dikategorikan yaitu 6-14 adalah kualitas tidur buruk dan 15-24 adalah kualitas tidur baik.

c. Kuesioner Susu Formula

Kuesioner Susu Formula ini dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka yang menggambarkan tentang penggunaan susu formula . Kuesioner ini terdiri dari 6 pernyataan. Jenis pernyataan tertutup sehingga peneliti hanya

memberikan jawaban berupa tanda checklist (√) pada lembar kuesioner yang

tersedia.

7. Uji Reabilitas

Reabilitas menunjukkan pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Hal ini berarti


(56)

pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sama. Dalam penelitian ini dilakukan uji reablilitas internal yaitu pembagian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen yang akan diuji cobakan.Uji reabilitas dilakukan pada 20 orang batita yang mengkonsumsi susu formula dan 20 orang batita yang tidak mengkonsumsi susu formula sesuai kriteria eklusi dan inklusi sampel di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang, dimana bukan sampel yang diteliti. Uji reabilitas dilakukan pada bulan Februari 2014 . Uji reabilitas untuk instrumen

dianalis menggunakan analisis cronbach alpha. Cronbach alpha digunakan pada

kuesioner ini karena menggunakan skala bertingkat/likert (Arikunto, 2006). Hasil yang diperoleh terhadap kuesioner kualitas tidur adalah (0,815). Berdasarkan Polit & Hungler (1999) yang menyatakan bahwa suatu instrumen akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0,70. Dengan demikian kuesioner kualitas tidur sudah reliabel, sehingga layak digunakan dalam penelitian selanjutnya.

8. Proses Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data, yaitu mengajukan surat permohonan izin kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian mengajukan surat permohonan izin kepada Kepala Lurah Panji Dabutar dan Kepala Puskesmas Pembantu Kelurahan Panji Dabutar. Sesudah izin penelitian diberikan, peneliti mendata jumlah batita yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan responden. Pengisian kuesioner pada penelitian ini dilakukan peneliti dengan cara mendatangi rumah setiap responden dan mengunjungi tempat posyandu ketika posyandu berlangsung di daerah Kelurahan Panji Dabutar. Setelah itu peneliti menjelaskan kepada keluarga dan responden


(57)

tentang tujuan, manfaat penelitian dan proses penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan setelah proses pengumpulan data. Sesudah ibu bersedia menjadi responden penelitian maka peneliti memberikan

lembaran informed consent sebagai bentuk persetujuan dan meminta responden

untuk memberikan tanda tangannya pada lembar persetujuan tersebut.

Setelah itu peneliti memberikan kuesioner data demografi, kuesioner kualitas tidur batita dan kuesioner susu formula pada ibu untuk batita yang mengkonsumsi susu formula, sedangkan pada batita yang tidak mengkonsumsi susu formula tidak diberikan kuesioner susu formula dan dilakukan selama 10 menit. Agar tidak terjadi kesalahan interpretasi pada keluarga responden, peneliti mendampingi keluarga responden selama pengisian kuesioner sehingga hal-hal yang kurang dimengerti keluarga responden dapat dijelaskan. Setelah keluarga responden selesai mengisi kuesioner, maka seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

9. Analisa Data

Semua data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan data dengan

memeriksa semua kuesioner. Data yang ada dilakukan editing, coding,

processing, dan cleaning,saving.

Hasil kuesioner yang telah selesai dikumpulkan, kemudian dilakukan

editing terlebih dahulu. Editing dilakukan untuk memeriksa dan memperbaiki isian kuesioner. Pada tahap ini, peneliti memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan apakah telah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten. Data yang telah


(58)

menjadi angka. Pada penelitian ini coding yang dilakukan yaitu pada kualitas tidur batita, umur, jenis kelamin, agama dan suku. Data yang telah siap untuk diolah di komputerisasi. Dalam memasukkan data, ketelitian perlu diperhatikan untuk

mencegah kesalahan dalam memasukkan data dan memaknai data (data entry dan

processing). Setelah data dimasukkan kedalam komputer dilakukan pemeriksaan terhadap semua data guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan

data (cleaning data). Tahap terakhir dilakukan penyimpanan data untuk siap

dianalisis (saving).

9.1 Analisa Univariat

Analisa data univariat meliputi data demografi berupa usia anak, jenis kelamin, agama, suku, serta data yang berhubungan dengan karakteristik responden. Disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

9.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat yang digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur batita dengan melihat perbedaan kualitas tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dengan batita yang tidak mengkonsumsi susu formula yaitu

menggunakan uji t-Independent. Dan hasil analisis akan disajikan dalam bentuk


(59)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian tentang pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur batita di kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo melalui proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Maret 2014. Penyajian data meliputi deskripsi karakteristik batita, kualitas tidur responden dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan yang tidak mengkonsumsi susu formula di kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo dengan jumlah sampel keseluruhan adalah 60 orang. Setiap kelompok terdiri dari 30 batita yang mengkonsusmsi susu formula dan 30 batita yang tidak mengkonsumsi susu formula.

1.1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik

Hasil penelitian diperoleh data bahwa batita yang mengkonsumsi susu formula berusia 25-36 bulan sebanyak (53%), jenis kelamin perempuan (53%). Mayoritas batita dengan kebiasaan mengkonsumsi formula beragama Kristen Protestan (50%), suku batak (83%). Sedangkan batita dengan kebiasaan yang tidak mengkonsumsi susu formula sebagian besar batita berusia 13-24 bulan sebanyak (57%) , jenis kelamin perempuan (67%) dan laki-laki (33%). Batita yang tidak mengkonsumsi susu formula sebagian besar beragama Kristen Protestan (50%) dan suku batak (73%).


(60)

Tabel 5.1

Distribusi responden berdasarkan karakteristik batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula (n=30) di Kelurahan Panji Dabutar

Karakteristik Batita yang mengkonsumsi

susu formula

f % Usia

12-24 bulan 14 47

25-36 bulan 16 53

Jenis kelamin

Laki-laki 14 47

Perempuan 16 53

Suku

Batak 25 83

Jawa 2 7

Melayu 1 3

Aceh 2 7

Agama

Islam 12 40

Protestan 15 50


(61)

Tabel 5.2

Distribusi responden berdasarkan karakteristik batita dengan tidak mengkonsumsi susu formula (n=30) di Kelurahan Panji Dabutar

Karakteristik Batita yang tidak

mengkonsumsi susu formula

f % Usia

12-24 bulan 17 57

25-36 bulan 13 43

Jenis kelamin

Laki-laki 10 33

Perempuan 20 67

Suku

Batak 22 73

Jawa 3 10

Melayu 0 0

Aceh 5 17

Agama

Islam 13 43

Protestan 15 50


(62)

1.2 Kualitas tidur batita

Kualitas tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan yang tidak mengkonsumsi susu formula.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas kualitas tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula membutuhkan waktu untuk mulai tertidur <15 menit (73%), jumlah jam tidur dimalam hari >7 jam (97%) dan frekuensi terbangun di malam hari 1-2 kali (60%). Berdasarkan kepulasan tidur, pada batita tidur sangat nyenyak (77%), frekuensi tidur di siang hari 2 kali (50%) dan jumlah jam tidur di siang hari 1-2 jam (73%).

Sedangkan batita dengan kebiasaan tidak mengkonsumsi susu formula membutuhkan waktu 16-30 menit untuk memulai tidur (60%), jumlah jam tidur di malam hari >7 jam (60%) dan >6-7 (40%). Frekuensi terbangun di malam hari 1-2 kali(50%) dan 3-4 kali (33%). berdasarkan kepulasan tidur, batita tidur tetapi tidak cukup nyenyak (57%). Frekuensi tidur di siang hari 1 kali (40%) dan 2 kali (37%). Jumlah jam tidur di siang hari <1 jam (50%) dan 1-2 jam (40%).

1.3 Identifikasi kualitas tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan tidak mengkonsumsi susu formula.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil kualitas tidur batita yaitu batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur baik (97%) dan yang mengalami kualitas tidur buruk (3%). Pada batita yang tidak mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur baik (73%) dan mengalami kualitas tidur buruk (27%)


(63)

Tabel 5.3

Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan kualitas tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula di Kelurahan Panji Dabutar

Kualitas tidur Batita yang mengkonsumsi

susu formula

f n %

Baik 29 97

Buruk 1 3

Tabel 5.4

Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan kualitas tidur batita yang tidak mengkonsumsi susu formula di Kelurahan Panji Dabutar

Kualitas tidur Batita yang tidak mengkonsumsi

susu formula

f n %

Baik 22 73

Buruk 8 27

1.4 Pengaruh kualitas tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan tidak mengkonsumsi susu formula.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kualitas tidur batita yang mengkonsumsi susu formula 20,23 dan batita yang tidak mengkonsumsi susu formula 17,03 , Standar Deviasi yang mengkonsumsi susu formula 1,736 dan yang tidak mengkonsumsi susu formula 2,189. Hasil uji statistik diperoleh beda mean 3,200 dan nilai p diperoleh 0,000. Sehingga terdapat perbedaan kualitas tidur pada batita yang mengkonsumsi susu formula dengan batita yang tidak


(64)

Tabel 5.5

Perbedaan kualitas tidur klien responden dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula dan yang tidak mengkonsumsi susu formula (n=30) di Kelurahan Panji

Dabutar

Variabel Mean SD Mean t SE p

Difference Difference value

Kualitas tidur responden yang 20,23 1,736

mengkonsumsi susu formula 3,200 6,274 0,510 0.000

Kualitas tidur responden yang 17,03 2,189 tidak mengkonsumsi susu

formula

2. Pembahasan

2.1 Kualitas tidur batita

Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang mampu dilihat dari kemampuan individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup dari tidur REM dan Non REM (Kozier&Erb, 1987). Kualitas tidur dapat diidentifikasikan dari beberapa parameter tidur dan dalam penelitian ini meliput i lama waktu memulai tidur, jumlah jam tidur malam hari, frekue nsi terbangun di malam hari, kepulasan tidur, frekuensi tidur di siang hari dan jumlah jam tidur di siang hari.

Berdasarkan parameter tidur (tabel 5.2) menunjukkan bahwa batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu membutuhkan waktu kurang dari 15 menit untuk dapat tertidur (73 %). Temuan ini sesuai dengan bahan tinjauan pustaka bahwa susu mengandung alfa protein cukup tinggi terutama triptofan dimana triptofan merupakan komponen penting dalam sistem saraf dan berfungsi sebagai precursor


(65)

pembentukan serotonin sehingga dengan bertambahnya jumlah triptofan maka jumlah serotonin yang terbentuk juga akan meningkat dan menyebabkan keadaan mengantuk atau tidur (Taylor et al., 2001; Irawan, 2006).

Sedangkan batita yang tidak mengkonsumsi susu formula mayoritas membutuhkan waktu untuk memulai tertidur 16-30 menit (60%). Hal ini dimungkinkan karena sistem serotonin terhambat pembentukannya sehingga menyebabkan keadaan terjaga menjadi memanjang (Taylor ed all., 2001).

Pada penelitian ini, batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula mempunyai jumlah jam tidur di malam hari >7 jam (97%) dan kepulasan tidur responden dengan kebiasaan yang mengkonsumsi susu sangat nyenyak (77%). Hal ini mengidentifikasi adanya efek pemberian susu yang mengandung alfa protein kaya asam amino terutama triptofan dan alfa protein yang terdapat pada susu sehingga membuat anak dapat tertidur lebih lelap. Mekanisme menuju kenyamanan dalam tidur merupakan interaksi molekul-molekul dalam susu dan merupakan reaksi yang terjadi dalam tubuh akibat asupan susu tersebut. Pengaruh sejumlah alfa protein atau triptofan yang terdapat pada susu membuat anak tertidur lelap. Selain itu kepulasan tidur juga dipengaruhi ketika responden tidur tidak menggunakan popok, sehingga membuat responden terbangun karena kencing saat tidur (Irawan, 2006: Wahyu, 2005).

Batita yang tidak mengkonsumsi susu formula mempunyai jumlah jam tidur di malam hari > 6-7 jam (40%) dan kepulasan tidur batita yang tidak mengkonsumsi susu formula mengalami tidur tetapi tidak cukup nyenyak (57%). Hal ini dapat dimungkinkan dari adanya berbagai kondisi fungsi tubuh yang


(66)

berpengaruh terhadap tidur batita diantaranya pengaruh hormone melatonin yang mengakibatkan menurunnya kemampuan sel untuk melaksanakn fungsinya sehingga seseorang tersebut menjadi tidak teratur ritme hidupnya, mudah terjaga dan mudah mengalami kecemasan (Ali, 2006).

Batita dengan kebiasan mengkonsumsi susu formula mayoritas tidur siang sebanyak 2 kali dan waktu yang dibutuhkan untuk tidur siang selama 1-2 jam dan yang tidak menkonsumsi susu formula mayoritas tidur siang sebanyak 1 kali dan waktu yang dibutuhkan untuk tidur siang kurang dari 1 jam . Hal ini dapat terjadi dari aspek usia batita diantaranya seiring dengan bertambahnya usia anak-anak maka kebutuhan mereka untuk tidur siang juga menurun.

2.2 Perbedaan kualitas tidur batita

Dari tabel 5.3 diperoleh data bahwa 97% batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula memiliki kualitas tidur yang baik. Hasil ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa batita yang mengkonsumsi susu formula akan mendapatkan peningkatan kualitas tidur yang baik dari pada batita yang tidak mengkonsumsi susu formula karena susu formula mengandung alfa protein yang cukup tinggi terutama triptofan dapat membuat anak tertidur lebih lelap dan tidak terlalu rewel. Kadar peningkatan alfa protein secara langsung dapat meningkatkan triptofan yang memiliki hubungan dalam peningkatan tidur yang aktif yang lebih lama sehingga akan berpengaruh pada perkembangan kecerdasan dan tumbuh kembang anak karena disaat tidur pertumbuhan otak dan fisik berkembang secara optimal (Wahyu, 2005).


(67)

Hasil di atas bila dibandingkan dengan kualitas tidur batita yang mengkonsumsi susu formula dan yang tidak mengkonsumsi formula menunjukkan hasil yang berbeda dimana batita yang tidak mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur buruk 27% (sesuai tabel 5.3). Hasil ini sejalan dengan penelitian Sekartini (2004) melaporkan bahwa anak yang berumur kurang dari 3 tahun sekitar 51,3% mengalami gangguan tidur dimana 44,2% jumlah jam tidurnya kurang dari 9 jam, terbangun pada malam hari lebih dari 3 kali dan lama terbangun pada malam hari lebih dari 1 jam. Dan pada penelitian Juwita (2008) juga melaporkan bahwa responden balita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur yang baik (97%) dan responden yang mengalami kualitas tidur buruk (3%). Sedangkan responden balita dengan kebiasaan tidak mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur baik (78%) dan responden yang mengalami kualitas tidur buruk (22%). Penelitin ini juga sejalan dengan tinjauan pustaka bahwa asupan alfa protein yang menaikkan kadar triptofan akan berpengaruh terhadap kualitas tidur anak (Wahyu,2005).

Tidur merupakan proses yang sangat diperlukan oleh manusia untuk terjadinya pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh tyang rusak, memberi waktu organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimia tubuh. Sebagian besar penelitan menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa hormone antara lain serotonin, asetilkolin dan dupamin yang saling berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang (Shwan & Keith, 2002). Tidur yang cukup sangat perlu diperhatikan karena jumlah dan kualitas tidur sangat


(68)

membantu pertumbuhan anak karena disaat tidur homon pertumbuhan anak bekerja secara optimal. Selain itu tidur yang cukup juga sangat membantu perkembangan kognitif dan emosional anak. Apabila anak mengalami tidur yang kurang maka akan memberikan dampak terhadap tumbuh kembang otak anak terutama kemampuan berpikirnya. Jika tidur anak terganggu maka kadar sel darah putih dalam tubuh anak akan menurun sehingga efektifitas sistem daya tahan tubuh anak juga menurun sehingga anak mudah sakit dan pertumbuhannya juga terganggu.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai signifikan adalah 0,000 (p<0,05) dengan demikian ada pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur batita.


(69)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan mengenai pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap kualitas tidur batita di kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo.

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo dan dari pembahasan didapatkan kesimpulan bahwa mayoritas responden batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula berusia 24-36 bulan (53%), jenis kelamin perempuan (53%), beragama Kristen Protestan (50%) dan bersuku batak (83%). Sedangkan responden batita dengan kebiasaan yang tidak mengkonsumsi susu formula mayoritas berusia 12-24 bulan (57%), jenis kelamin perempuan (67%), beragama Kristen Protestan (50%) dan bersuku batak (73%). Responden batita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur yang baik (97%) dan responden yang mengalami kualitas tidur buruk (3%). Sedangkan responden batita dengan kebiasaan yang tidak mengkonsumsi susu formula mengalami kualitas tidur baik (73%) dan responden yang mengalami kualitas tidur buruk (27%).

Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Independendent t-test didapatkan nilai signifikan (2-tailed) sebesar 0,000 (p<0,05) dengan hipotesa alternative dari penelitian ini ditolak yaitu ada perbedaan kualitas tidur batita


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Kualitas Tidur Pria Dewasa di Lingkungan X Kelurahan Harjosari 2 Medan

6 79 69

Analisis Faktor Ketertarikan Ibu Terhadap Susu Formula Untuk balita (Studi Kasus: di Kecamatan Kualuh Selatan , Labuhan Batu Utara)

4 45 83

Hubungan Kualitas Tidur dan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang

11 91 19

PERSEPSI ORANGTUA TERHADAP PENGKOMSUMSIAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI DESA PANJI PORSEA KECAMATAN SITINJO KABUPATEN DAIRI.

0 1 29

PENGARUH PEMBERIAN SUSU FORMULA MENGGUNAKAN BOTOL SUSU (DOT) TERHADAP KEJADIAN RAMPAN Pengaruh Pemberian Susu Formula Menggunakan Botol Susu (Dot) Terhadap Kejadian Rampan Karies Pada Anak Prasekolah Di Kelurahan Pabelan.

0 2 17

PENGARUH PEMBERIAN SUSU FORMULA MENGGUNAKAN BOTOL SUSU (DOT) TERHADAP KEJADIAN RAMPAN Pengaruh Pemberian Susu Formula Menggunakan Botol Susu (Dot) Terhadap Kejadian Rampan Karies Pada Anak Prasekolah Di Kelurahan Pabelan.

0 3 15

Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Kualitas Tidur Pria Dewasa di Lingkungan X Kelurahan Harjosari 2 Medan

0 0 22

Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Kualitas Tidur Pria Dewasa di Lingkungan X Kelurahan Harjosari 2 Medan

0 0 9

Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Kualitas Tidur Pria Dewasa di Lingkungan X Kelurahan Harjosari 2 Medan

0 0 14

Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Susu Formula Terhadap Kualitas Tidur Batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo

0 0 10