BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jual Beli
2.1.1 Definisi Jual beli
Jual beli al-bay’ secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan: “Ba’a
asy-syaia jika dia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba’ahu jika dia membelinya dan memasukkannya ke dalam hak miliknya, dan
ini masuk dalam kategori nama-nama yang memiliki lawan kata jika ia disebut mengandung makna lawannya seperti perkataannya al-qur’
yang berarti haid dan suci. Demikian juga dengan perkataan syara artinya mengambil dan syara yang berarti menjual.
Adapun makna bay’i jual beli menurut istilah ada beberapa definisi dan yang paling bagus adalah definisi yang disebutkan oleh
Syaikh Al-Qalyubi dalam Hasyiyah-nya bahwa: ‘Akad saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan terhadap
suatu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya dan bukan bertaqarrub kepada Allah.
Ada juga yang mendefinisikan jual beli sebagai pemilikan terhadap harta atau manfaat untuk selamanya dengan bayaran harta.
Definisi jual beli yang merupakan padanan kata syira’membeli dan padanan sesuatu yang berbeda dan bergabung
dengannya di bawah naungan dalil yang global. Dengan begitu akan
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari dua bagian yang satunya adalah menjual al-bai’a dan dinamakan orang yang menjualnya sebagai ba’i’an penjual dan
didefinisikan sebagai pemilikan dengan ganti dengan cara khusus, dan menjadi lawan kata syira’ membeli yang merupakan bagian kedua
dan dinamakan orang yang melakukannya sebagai pembeli dan didefinisikan sebagai pemilikan dengan ganti juga. Adapun definisi
sebagian ulama yang mengatakan jual beli adalah menukar satu harta dengan harta yang lain dengan cara khusus merupakan definisi yang
bersifat toleran karena menjadikan jual beli sebagai saling menukar, sebab pada dasarnya akad tidak harus ada saling tukar akan tetapi
menjadi bagian dari konsekuensinya, kecuali jika dikatakan: “Akad yang mempunyai sifat saling tukar menukar artinya menurut adanya
satu pertukaran”.
2.1.2 Jual Beli Lelang Muzayyadah
Penjualan barang gadai setelah jatuh tempo adalah sah. Hal itu, sesuai dengan maksud dari pengertian hakikat gadai itu sendiri, yakni
sebagai kepercayaan dari suatu utang untuk dipenuhi harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya dari orang yang
berpiutang. Karena itu barang gadai dapat dijual untuk membayar utang, dengan cara mewakilkan penjualannya kepada orang yang adil
dan terpercaya. Mengenai penjualan barang gadai oleh wakil yang adil, para ulama menyepakati akan kebolehannya. Namun, mereka
berbeda pendapat bila yang menjual adalah murtahin..
Universitas Sumatera Utara
Penjualan barang gadai hanya boleh dilakukan oleh wakil yang adil dan terpercaya. Pada prinsipnya, Syariah Islam
membolehkan jual beli barang yang halal dengan cara lelang yang dalam fiqih disebut sebagai akad bai’ muzayyadah.
Jual beli muzayyadah bukanlah proses tawar menawar karena ia merupakan tambahan yang disyariatkan dan telah dikenal. Ia juga
bukan merupakan jual beli karena jual beli tersebut belum termasuk akad, dia juga bukan merupakan jual beli al-najsy menawar dengan
maksud agar orang lain menawar lebih tinggi yang dilarang dalam hadist Abu Hurairah.
Jual beli muzayyadah merupakan jual beli atas sifat dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan dalam membeli disertai atas
hak yang sama bagi semua yang hadir untuk semuanya, dan ini diperbolehkan dalam syara’ karena sesungguhnya nabi sebagaimana
hadist yang diriwayatkan oleh Anas bahwa Nabi menjual kantong air dan celana atas orang yang menambah harga.
2.1.3 Rukun dan Syarat Jual Beli
Di dalam jual beli harus ada Rukun dan Syarat agar akad yang dilakukan sah. Rukun Beli meliputi:
a. Ba’i penjual b. Mustari pembeli
c. Shighat ijab dan qabul
d. Ma’aqud alaih benda atau barang
Universitas Sumatera Utara
Suatu jual beli yang dilakukan pihak penjual dan pembeli sah, haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Tentang Subyeknya Kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual beli
tersebut, haruslah: 1. Berakal, agar tidak terkecoh. Orang gila atau bodoh tidak
sah jual belinya. 2. Dengan kehendaknya sendiri bukan paksaan.
3. Keduanya tidak mubazir. 4. Baligh.
b. Tentang Obyeknya Yang dimaksud dengan obyek jual beli di sini adalah benda
yang menjadi sebab terjadinya jual beli. Benda yang dijadikan obyek jual beli ini haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: 1. Bersih barangnya
Maksudnya bahwa barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang dikualifikasikan sebagai benda najis, atau
golongan sebagai benda yang diharamkan. 2. Dapat dimanfaatkan
Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentunya sangat relatif, sebab pada hakikatnya seluruh barang dapat
dimanfaatkan, seperti untuk dikonsumsi, dinikmati
Universitas Sumatera Utara
keindahannya dan lain sebagainya. Dalam hal ini yang dimaksud dengan barang yang bermanfaat adalah bahwa
kemanfaatan barang barang tersebut sesuai dengan ketentua syariat islam.
3. Milik orang yang melakukan akad. Orang yang melakukan perjanjian jual beli atas suatu
barang adalah pemilik sah barang tersebut atau telah mendapat ijin dari pemilik sah barang tersebut.
4. Mampu menyerahkannya. Pihak penjual dapat menyerahkan barang yang dijadikan
obyek jual beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada pihak
pembeli. 5. Mengetahui
Mengetahui disni dapat diartikan secara lebih luas, yaitu melihat sendiri keadaan barang baik hitungan, takaran,
timbangan, atau kualitasnya, sedangkan menyangkut pembayaran, kedua belah pihak harus mengetahui tentang
jumlah pembayaran maupun jangka waktu pembayaran. 6. Barang yang diakadkan ada di tangan dikuasai.
Mengenai perjanjian jual beli atas sesuatu yang belum ada di tangan tidak berada dalam penguasaan penjual adalah
dilarang.
Universitas Sumatera Utara
Sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan.
c. Tentang lafaz.
Tentang lafaz harus sesuai dengan ijab dan qabul serta berhubungannya antara ijab dan qabul tersebut. Dalam hal ini
tempat akad harus bersatu atau berhubungan antara ijab dan qabul Rahmat syafi’i, 2001:76.
2.1.4 Dasar Hukum Kebolehan Jual Beli
Alquran menyebut jual beli di dalam terjemahan surat Al-Baqarah: 275 “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad jual beli adalah haram sebagaimana yang disangka sebagian orang
berdasarkan ayat ini. Hal ini dikarenakan huruf alif dan lam dalam ayat tersebut untuk menerangkan jenis dan bukan untuk yang sudah dikenal
karena sebelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-bai’ yang dapat dijadikan referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum,
maka ia dapat dikhususkan dengan apa yang telah kami sebutkan berupa riba dan yang lainnya dari benda yang dilarang untuk di akadkan seperti
minuman keras, bangkai, dan yang lainnya dari apa yang disebutkan dalam sunnah dan ijma para ulama akan larangan tersebut.
Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara batil yaitu tanpa ganti dan hibah, yang demikian itu adalah batil yang
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan ijma umat dan termasuk didalamnya juga semua jenis akad yang rusak dan tidak boleh secara syara’ baik karena ada unsur riba atau
jahalah tidak diketahui, atau karena kadar ganti yang rusak seperti minuman keras, babi, dan yang lainnya dan jika yang diakadkan itu adalah
harta perdagangan, maka boleh hukumnya. Ada juga mengatakan istisna’ pengecualian dalam ayay ber,akna lakin tetapi artinya, akan tetapi,
makanlah dari harta perdagangan, dan perdagangan merupakan gabungan antara penjualan dan pembelian.
2.2 Gadai dalam Islam 2.2.1 Pengertian Gadai
Pengertian gadai menurut Susilo 1999 adalah: suatu hak yang diperoleh oleh seorang yang mempunyai piutang atas dasar suatu barang
yang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas
nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk
menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya
pada saat jatuh tempo. Gadai menurut bahasanya dalam bahasa Arab adalah tetap dan
lestari, seperti juga dinamai al-Habsu, artinya penahanan Sedangkan menurut syara’ adalah menahankan sesuatu yang
mempunyai harga sebagai jaminan atas hutang.
Universitas Sumatera Utara
Gadai menurut Undang-Undang Hukum Perdata Burgenlijk Wetboek Buku Bab XX pasal 1150, adalah:
Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau
seorang lain atas namanya, dan yang diberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya; dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan Usman,1995:357.
2.2.2 Perjanjian Gadai dalam Islam
Perjanjian gadai dalam Islam disebut Rahn, yaitu perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang. Kata rahn
menurut bahasa berarti “tetap”, “berlangsung” dan “menahan”. Sedangkan menurut istilah berarti menjadikan sesuatu benda
bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan utang; dengan adanya tanggungan orang itu seluruh atau sebagian utang
dapat diterima. Basyir,1983:50.
2.2.3 Rukun Gadai
Rukun gadai meliputi orang yang mengandaikan Rahin, barang yang digadaikan Murtahin, orang yang menerima
gadaiMurtahin, sesuatu yang karenanya diadakan gadai, yakni harga, dan sifat akad gadai Rusyd,1995:351.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Syarat Gadai
Syarat sah dalam gadai diantaranya adalah: a.
Rahin dan Murtahin Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn,yakni rahin dan
murtahin harus mengikuti syarat-syarat sebagai berikut: Kemampuan, yaitu berakal sehat. Kemampuan juga berakal
kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi pemilikan. b.
Shighat 1.
Shighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu waktu di masa depan.
2. Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan
pemnerian hutang seperti halnya akad jual beli. Maka, tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan
suatu waktu di masa depan. c. Marhun Bih Hutang
1. Harus merupakan hak yang wajib diberikandiserahkan kepada pemiliknya.
2. Memungkinkan pemenfaatannya. Bila sesuatu yang menjadi hutang itu tidak bisa dimanfaatkan, maka tidak sah.
3. Harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya. Bila tidak dapat diukur atau tidak dikuatifikasi, maka rahn itu
tidak sah.
Universitas Sumatera Utara
d. Marhun Barang Marhun adalah hartabarang yang ditahan murtahin penerima
gadai sebagai jaminan atas hutang yang ia berikan. Para ulama sepakat syarat yang berlaku pada barang gadai adalah syarat-syarat
pada barang yang bisa diperjualbelikan. Syarat-syarat barang rahn antara lain:
1. Harus bisa diperjual-belikan 2. Harus berupa harta yang bernilai
3. Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah 4. Harus diketahui keadaan fisiknya
5. Harus dimilki oleh rahin peminjam atau penggadai. Setidaknya harus seizin pemiliknya.
2.2.5 Ketentuan Barang Gadai
1. Kedudukan Barang Gadai
Selama ada di tangan pemegang gadai, kedudukan barang gadai hanya merupakan suatu amanat yang dipercayakan
kepadanya oleh pihak penggadai Basyir,1983:53. Lebih lanjut Basyir 1983 menambahkan bahwa sebagai
pemegang amanat, murtahin penerima gadai berkewajiban memelihara keselamatan barang gadai yang diterimanya, sesuai
dengan keadaan barang. Untuk menjaga keselamatan barang gadai tersebut dapat diadakan persetujuan untuk menyimpannya pada
pihak ketiga, dengan ketentuan bahwa persetujuan itu baru
Universitas Sumatera Utara
diadakan setelah perjanjian gadai terjadi. Namun akibatnya, ketika perjanjian gadai diadakan, barang gadai ada di tangan pihak ketiga,
maka perjanjian gadai itu dipandang tidak sah; sebab diantara syarat sahnya perjanjian gadai ialah barang gadai diserahkan
seketika kepada murtahin. 2.
Pemanfaatan barang gadai Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil
manfaatnya, baik oleh pemiliknya maupun oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut hanya sebagai jaminan
utang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Namun apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan, maka
barang tersebut boleh dimanfaatkan. Hal ini dilakukan karena pihak pemilik barang tidak memilki barang secara sempurna yang
memungkinkan ia melakukan perbuatan hukum barangnya sudah digadaikan. Misalnya, mewakafkan, menjual, dan sebagainya.
Sedangkan hak penggadai tersebut hanya pada keadaan atau sifat kebendaannya yang mempunyai nilai, tetapi tidak pada guna
pemanfaatannya pemungutan hasilnya. Murtahin hanya berhak menahan barang gadai, tetapi tidak berhak menggunakan atau
memanfaatkan hasilnya, sebagaimana pemilik barang gadai tidak berhak menggunakan barangnya itu, tetapi sebagai pemilik apabila
barang gadainya itu mengeluarkan hasil, maka hasil itu menjadi miliknya.
Universitas Sumatera Utara
3. Resiko atas Kerusakan Barang Gadai Apabila murtahin sebagai pemegang amanat telah memelihara
barang gadai dengan sebaik-baiknya sesuai dengan keadaan barang, kemudian tiba-tiba barang tersebut mengalami kerusakan atau hilang tanpa
disengaja, maka para ulama dalam hal ini berbeda pendapat mengenai siapa yang harus menanggung resikonya.
Ulama-ulama Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa murtahin penerima gadai tidak menanggung resiko apapun. Namun
ualam-ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa murtahin menanggng resiko sebesar harga barang yang minimum. Penghitungan dimulai pada
saat diserahkannya barang gadai kepada murtahin sampai hari rusak dan hilangnya Basyir.1983:54.
Berbeda halnya jika barang gadai rusak atau hilang yang disebabkan oleh kelengahan murtahin. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat,
semua ulama sepakat bahwa murtahin menanggung resiko, memperbaiki kerusakan atau mengganti yang hilang.
4. Pemeliharaan Barang Gadai Dalam hal ini para ulama berbeeda pendapat, para ilama Syafi’iyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai menjadi tanggungan penggadai dengan alasan bahwa barang tersebut
berasal dari penggadai dan tetap merupakan miliknya. Sedangkan para ulama Hanafiah berpendapat lain; biaya yang diperlukan untuk
menyimpan dan memelihara keselamatan barang gadai menjadi
Universitas Sumatera Utara
tanggungan penerima gadai dalam kedudukannya sebagai orang yang menerima amanat. Kepada penggadai hanya dibebankan perbelanjaan
barang gadai agar tidak berkurang potensinya Basyir, 1983 : 58. 5.
Kategori barang gadai Jenis barang yang dapat digadaikan sebagai jaminan adalah semua
jenis barang bergerak dan tak bergerak yang memenuhi syarat sebagai berikut A.Basyir, 1983:52:
a. Benda bernilai menurut hukum syara’
b. Benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi
c. Benda diserahkan seketika kepada murtahin.
6. Akad Gadai Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa penggadaian dianggap sah
apabila telah memenuhi tiga syarat. Pertama, berupa barang, karena hutang tidak bisa digadaikan. Kedua , penerapan kepemilikan
penggadaian atas barang yang digadaikan tidak terhalang, seperti mushaf. Imam Malik membolehkan penggadaian mushaf , tetapi penerima gadai
dilarang membacanya. Ketiga, barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah tiba masa pelunasan utang gadai.
Imam Malik berpendapat bahwa menggadaikan apa yang tidak boleh dijual pada waktu pengadaian dibolehkan seperti buah-buahan
yang belum nampak kebaikannya Rusyd, 1995:352.
Universitas Sumatera Utara
7. Hak Penerima Gadai atas Harta Peninggalan Hak para kreditur atas harta peninggalan seseorang ada yang
berasal dari utang lepas, yaitu utang tanpa gadai, dan ada yang berasal dari utang terkait, yaitu utang gadai.
Hak para kreditur atas utang yang berkait dipandang lebih kuat daripada hak para kreditur atas utang lepas, sebab murtahin berhak
menahan barang gadai yang merupakan sebagian bagian dari atau bahkan seluruh harta peninggalan.
Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa hak murtahin untuk menerima pembayaran utang, lebih didahulukan daripada hak para
kreditur atas utang lepas. Dengan demikian, apabila seseorang meninggal dalam keadaan menanggung dua macam utang, utang lepas dan utang
berkait, maka yang berhak menerima pembayaran lebih dahulu adalah murtahin, kemudian baru kreditur utang lepas. Sebab apabila utang yang
dibayarkan kepada murtahin meliputi harta peninggalan yang ada, maka para kreditur utang lepas baru akan menerima pembayaran setelah gadai
diperoleh dari murtahin Basyir,1983:63. 8. PembayaranPelunasan Utang Gadai
Apabila sampai pada waktu yang telah ditentukan, rahin belum juga membayar kembali utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh murhun
untuk menjual barang gadaiannya dan kemudian digunakan untuk melunasi utangnya. Selanjutnya, apabila setelah diperintahkan hakim,
rahin tidak mau membayar utangnya dan tidak pula mau menjual barang
Universitas Sumatera Utara
gadaiannya, maka hakim dapat memutuskan untuk menjual barang tersebut guna melunasi utang-utangnya.
9. Prosedur Pelelangan Barang Gadai Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak
boleh menjual atau menghibahkan barang gadai. Sedangkan bagi penerima gadai dibolehkan untuk menjual barang tersebut dengan syarat
pada saat jatuh tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi kewajibannya.
Jika terdapat persyaratan; menjual barang gadai pada saat jatuh tempo, maka menurut Basyir 1983, hal ini dibolehkan dengan
ketentuan: a. Murtahin harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan rahin
mencari tahu penyebab belum melunasinya utang. b. Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran.
c. Kalau murtahin benar-benar butuh uang dan rahin belum melunasi hutangnya, maka murtahin boleh memindahkan
barang gadai kepada murtahin lain dengan seijin rahin. d. Apabila ketentuan diatas tidak terpenuhi, maka murtahin
boleh menjual barang gadai dan kelebihan uangnya dikembalikan kepada rahin.
2.2.6 Prosedur Pelelangan Barang Gadai
Pelaksanaan lelang harus dipilih waktu yang baik agar tidak mengurangi hak nasabah, karena setelah nasabah tidak mengurangi
Universitas Sumatera Utara
hutangnya pada saat jatuh tempo dan tidak melakukan perpanjangan, maka barang jaminannya akan dilelang dan hasil pelelangan barang
yang digadaikan akan digunakan untuk melunasi seluruh kewajiban nasabah yang terdiri dari: pokok pinjaman, bunga, serta biaya lelang,.
Sedang pelelangannya sebagai berikut: a. Waktunya diumumkan tiga hari sebelum pelaksanaan lelang.
b. Lelang dipimpin oleh kantor cabang Kepala Cabang c. Dibacakan tata tertib melalui berita acara sebelum pelaksanaan
lelang. d. Pengambilan keputusan lelang adalah bagi mereka yang menawar
paling tinggi.
2.3
Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi, dimana pengertian sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan
emosi yang menggembirakan. Menurut Stanton dalam Setiadi, 2005:160 Persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan
pengalaman masa lalu, stimuli rangsangan-rangsangan yang kita terima melalui lima indera, sedangkan menurut Webster dalam Setiadi, 2005:160
persepsi adalah proses bagaimana stimulasi-stimulasi itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan.
Kotler dan Amstrong 2008:174 menyebutkan bahwa persepsi perception adalah proses di mana orang memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang berarti.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan stimuli menurut Simamora 2003:102 adalah setiap input yang dapat ditangkap oleh indera, seperti produk, kemasan,merek, iklan, harga, dan
lain-lain.
2.4
Kerangka Konseptual
Lelang merupakan suatu bentuk penjualan umum kepada penawar tertinggi atau penjualan barang yang dilakukan di muka umum termasuk
melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan harga yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau penawaran
harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat.Kep. Men. Keu RI. No. 337KMK.012000 Bab. 1, Ps. 1.
Barang jaminan merupakan barang yaitu benda umum segala sesuatu yang berwujud atau berjasad. Jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang
diterima. Persepsi merupakan pengharapan, peninjauan, tinjauan, pandang luas.
Kerangka konseptual suatu perangkat asumsi, nilai, gagasan yang mempengaruhi suatu cara bertindak.
Perum merupakan status hukum lembaga pegadaian berdasarkan PP No. 10 tahun 1990 tanggal 10 April 1990.
Pegadaian adalah lembaga keuangan bukan bank yang menyalurkan pinjaman atau pembiyaan dengan pengikatan cara gadai.
2.4 Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh A Aila Rezannia dari Jurusan Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN
Universitas Sumatera Utara
Surakarta mengenai “Analisis Pelelangan Benda Benda Jaminan Gadai Pada Pegadaian Syariah Cabang Mlati,Sleman,Jogjakarta. Dimana dalam hasil yang
disimpulkan setelah melakukan penelitian adalah bahwa pelelangan benda jaminan gadai marhun di Pegadaian Syariah Cabang Mlati,Sleman,
Jogjakarta. Pada praktiknya menerapkan sistem penjualan. Marhun yang telah jatuh tempo dan tidak ditebus rahin oleh pihak murtahin pegadaian syariah
akan dijual. Adapun maksud dalam penjualan marhun tersebut adalah salah satu upaya pengembalian uang pinjaman beserta jasa simpan yang tidak dapat
dilunasi sampai batas waktu yang telah ditentukan http:garden.iain- surakarta.ac.idseg.php?a=detilid=652.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Yayah Kamsiyah Jurusan Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN
Surakarta mengenai “ Analisis Perspektif Syariah Terhadap proses Lelang Barang Jaminan Pada Perum Pegadaian Cabang Indramayu. Proses lelang
barang jaminan di Perum Pegadaian Cabang Indramayu menggunakan sistem jual beli yang disebut sebagai penjualan, sehingga dalam proses penjualan
barang jaminan terjadi tawar-menawar harga yang dilakukan di muka umum dari harga rendah ke harga tertinggi
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi Mudrajat Kuncoro,
2003:48. Berdasarkan masalah di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Persepsi merupakan pengharapan, peninjauan, tinjauan, pandang luas. Kerangka konseptual suatu perangkat asumsi, nilai, gagasan yang
mempengaruhi suatu cara bertindak. 2. Proses pelelangan barang jaminan di Pegadaian Syariah Cabang
Setia Budi dengan menggunakan sistem jual-beli yang disebut penjualan barang lelang gadai.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan field research dan metode
penelitian kualitatif. Pada penelitian kualitatif bersifat deskriptif data yang dikumpulkan dalam bentuk kata-kata gambar dan kebanyakan bukan angka-
angka. Kalaupun ada angka sifatnya hanya sebagai penunjang Data yang dimaksud yaitu wawancara, catatan data lapangan, dokumen pribadi, nota
dan catatan lainnya Danim Sudarwan,2002:61.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Pelelangan barang jaminan perum pegadaian berkantor di Jl. Setia Budi Tanjung Rejo Medan. Adapun mengenai organisasi dan hal-hal lain
yang menyangkut di dalamnya, akan diuraikan dalam bab gambaran umum PT. Pegadaian cabang Medan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memilki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Objek
atau nilai yang akan diteliti dalam populasi disebut unit analisis atau elemen populasi. Unit analisis dapat berupa orang perusahaan, media, dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memilki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang
dianggap bisa mewakili populasi. Objek atau nilai yang diteliti dalam sampel disebut unit sampel. Unit sampel mungkin sama dengan unit
analisis, tetapi mungkin juga tidak.
3.4 Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan survei lapangan. Data primer yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah diperoleh
langsung dari responden melalui wawancara dengan pimpinan dan staf- staf Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi, Medan. Serta nasabah peserta
lelang gadai. 2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung berupa keterangan atau fakta yang mempelajari bahan-bahan kepustakaan.
Data ini diperoleh dari literatur-literatur, ensiklopedi dan data-data resmi dari instansi yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.
3.5 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1.
Data primer yaitu dengan observasi, wawancara, dan kuesioner.
Universitas Sumatera Utara
a. Wawancara, yaitu salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan mewawancarai pimpinan atau pejabat-pejabat
berwenang di PT. Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi Tanjung Rejo Medan.
b. Kuesioner, yaitu salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan cara menyebarkan angket daftar pertanyaan
yang harus dijawab secara tertulis oleh responden yang dijadikan sampel penelitian. Dalam hal ini yang dijadikan responden
adalah para nasabah sebanyak 40 orang. Keterangan:
SS = Sangat Setuju Skor = 5
S = Setuju Skor = 4
RG = Ragu-Ragu Skor = 3
TS = Tidak Setuju Skor = 2
STS= Sangat Tidak Setuju Skor = 1
2. Data sekunder yaitu data yang diambil dengan
mengumpulkan data yang berhubungan dengan skripsi ini dari perum pegadaian syariah cabang Setia Budi Tanjung Rejo Medan dan buku-
buku literatur.
3.6 Pengolahan Data
Penulis menggunakan program komputer SPSS versi 16 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
3.7 Teknik Analisis Data
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan
Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:
Sangat setuju = 5
Setuju = 4
Ragu-ragu = 3
Tidak setuju = 2
Sangat tidak setuju = 1
3.7.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Pada metode analisis data skripsi ini menggunakan uji validitas, reliabilitas dan analisis deskriptif.
Uji validitas dan uji reabilitas merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Uji validitas dan
reabilitas digunakan untuk kuisioner yang menggunakan skala Likert.
Universitas Sumatera Utara
a. Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk menguji apakah kuesioner layak
digunakan sebagai instrumen penelitian. Instrumen yang valid merupakan alat ukur yang digunakan untuk menyatakan data itu valid Sugioyono,
2005: 109. Untuk menguji validitas digunakan pendekatan korelasi yaitu dengan cara mengkorelasikan antara skor butir pertanyaan dengan skor
totalnya. Bila nilai korelasinya positif maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid.
Rumus : r
{ }{
}
∑ −
∑
∑
− ∑
− =
∑ ∑
∑
N N
N y
x xy
y y
x x
2 2
2 2
Dimana : r
: Koefisien validitas item yang dicari N
: Jumlah Subyek X
: Skor item Y
: Skor total ∑X : Jumlah skor items
∑Y : Jumlah skor total ∑X
2 :
Jumlah kuadrat skor item ∑Y
2 :
Jumlah kuadrat skor total
Kriteria pengambilan keputusan adalah : 1. Jika r
hitung
r
tabel
, maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid 2. Jika r
hitung
r
tabel,
maka pertanyaan tersebut tidak dinyatakan valid.
Universitas Sumatera Utara
b. Uji Reliabilitas
Uji reabilitas merupakan uji untuk mengukur tingkat kehandalan suatu instrumen penelitian. Instrumen yang reliabel berarti instrumen
yang digunakan beberapa kali dengan waktu yang berbeda mempunyai hasil yang konsisten. Butir pertanyaan yang dinyatakan
valid akan ditentukan reliabilitasnya dengan kriteria sebagai berikut: 1. Jika r
positif
r
tabel
, maka pertanyaan reliabel 2. Jika r
negatif
atau r
tabel
, maka pertanyaan tidak reliabel Dalam penelitian ini, uji reabilitas dilakukan dengan menggunakan
teknik Formula Alpha Cronbach sebagai berikut:
α =
∑ −
− x
S j
S k
k
2 2
1 1
Dimana : α = koefisien reliabilitas alpha
k = jumlah item Sj = varians responden untuk item I
Sx = jumlah varians skor total
3.7.2 Spearman Rank Test
Metode yang dipakai dalam menganalisis data penelitian bersifat korelasi hubungan maka dapat di analisa dengan analisa non
parametrik menggunakan Rank Spearman Test, yaitu sebuah ukuran
hubungan antara dua variabel.
Rumus Rank Spearman Test
: ρ = 1- Dimana :
d = perbedaan antara rangking
Universitas Sumatera Utara
n = jumlah sampel Uji hipotesis :
ρ = 0 tidak ada hubungan antara X dan Y
ρ 0 ada hubungan antara X dan Y
Untuk dapat mengetahui kuat lemahnya tingkat derajat atau derajat keeratan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti, digunakan tabel
kriteria pedoman untuk koefisien korelasi sesuai pendapat Sugiyono 2008:257.
Pedoman untuk memberikan intrepretasi Koefisien Kolerasi Interval Koefisien
Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199
Sangat Rendah 0,20 – 0399
Rendah 0,40 – 0,599
Sedang 0,60 – 0,799
Kuat 0,80 – 1,000
Sangat Kuat Analisis data
Istilah analisis deskriptif arti yang sulit didefinisikan, karena menyangkut berbagai macam aktivitas dan proses. Salah satu bentuk
analisis adalah kegiatan menyimpulkan data mentah dalam jumlah yang besar sehingga hasilnya dapat ditafsirkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN