Peramalan Produksi TBS Kelapa Sawit dengan Model ARIMA dan Model Fungsi Transfer Input Ganda

PERAMALAN PRODUKSI TBS KELAPA SAWIT DENGAN MODEL
ARIMA DAN MODEL FUNGSI TRANSFER INPUT GANDA

AINDRA BUDIAR

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peramalan Produksi
TBS Kelapa Sawit dengan Model ARIMA dan Model Fungsi Transfer Input
Ganda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Aindra Budiar
NIM G14090038

ABSTRAK
AINDRA BUDIAR. Peramalan Produksi TBS Kelapa Sawit dengan Model
ARIMA dan Model Fungsi Transfer Input Ganda. Dibimbing oleh BAMBANG
SUMANTRI dan YENNI ANGRAINI.
Penyusunan Rencana Kerja Operasional (RKO) merupakan suatu siklus
pekerjaan yang harus dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit. Salah satu hal
penting dalam penyusunan tersebut adalah mengenai peramalan target produksi
Tandan Buah Segar (TBS). Produksi TBS sangat dipengaruhi oleh iklim, seperti
curah hujan dan banyak hari hujan. Sehingga, model fungsi transfer diterapkan
untuk meramalkan produksi TBS. Model ARIMA musiman diterapkan juga
karena kemudahannya dalam pembentukkan model. Hasil peramalan menunjukkan
model ARIMA memiliki nilai AIC (Akaike Information Criterion) dan SBC
(Schwarz’s Bayesian Criterion) masing-masing sebesar 2830.444 dan 2835.808,
sedangkan untuk model fungsi transfer input ganda nilainya masing-masing
sebesar 2590.654 dan 2608.820. Selain itu, nilai MAPE (Mean Absolute

Percentage Error) dan MAD (Mean Absolute Deviation) untuk model ARIMA
masing-masing sebesar 7.18% dan 70732.76, sedangkan untuk model fungsi
transfer input ganda nilainya masing-masing sebesar 6.65% dan 63692.42.
Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa model fungsi transfer input
ganda sedikit lebih baik dibandingkan dengan model ARIMA.
Kata kunci: model ARIMA, model fungsi transfer, produksi TBS
ABSTRACT
AINDRA BUDIAR. Forecasting of TBS Palm Oil Production by using ARIMA
Model and Multiple-Input Transfer Function Model. Supervised by BAMBANG
SUMANTRI and YENNI ANGRAINI.
Operational Work Plan Arrangement is a work cycle that palm oil enterprise
needs to carry out. One of the important things in the arrangement is target
production forecasting of Tandan Buah Segar (TBS). TBS Production is depend
on surrounding climate, such as rainfall and lots of rainy days. It made transfer
function model applicable to forecast TBS production. Seasonal ARIMA model
applied also because of its simplicity to make a model. The forecasting showed
that ARIMA model could reached 2830.444 as the value of AIC (Akaike
Information Criterion) and 2835.808 as the value of SBC (Schwarz’s Bayesian
Criterion) while Multiple-Input Transfer Function Model reached 2590.654 as the
value of AIC and 268.820 as the value of SBC. Furthermore, ARIMA model

could reached 7.18% of MAPE (Mean Absolute Percentage Error) and 70732.76
of MAD (Mean Absolute Deviation) while Multiple-Input Transfer Function
Model reached 6.65% of MAPE and 63692.42 of MAD. Based on data, the values
conclude that Multiple-Input Transfer Function Model forecasts slightly better
than ARIMA model.
Keywords: ARIMA model, TBS production, transfer function model

PERAMALAN PRODUKSI TBS KELAPA SAWIT DENGAN MODEL
ARIMA DAN MODEL FUNGSI TRANSFER INPUT GANDA

AINDRA BUDIAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi:
Nama
NIM

Peramalan Produksi TBS Kelapa Sawit dengan Model ARlMA
dan Model Fungsi Transfer Input Ganda
Aindra Budiar
G14090038

Disetujui oleh

.-

セ@

Ir Bambang Sumantri

Pembimbing I

Diketahui oleh

Tanggal Lulus :

06 DEC 2013

.

Yenni Angmini. MSi
Pembimbing II

Judul Skripsi : Peramalan Produksi TBS Kelapa Sawit dengan Model ARIMA
dan Model Fungsi Transfer Input Ganda
Nama
: Aindra Budiar
NIM
: G14090038


Disetujui oleh

Ir Bambang Sumantri
Pembimbing I

Yenni Angraini, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam tulisan ini adalah forecasting, dengan judul “Peramalan Produksi TBS
Kelapa Sawit dengan Model ARIMA dan Model Fungsi Transfer Input Ganda”.

Penulis mendapatkan banyak inspirasi, ilmu, dan pelajaran selama proses
pembuatan tulisan ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Ir Bambang Sumantri dan Ibu Yenni Angraini, MSi sebagai
pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan waktu dan sarannya
kepada penulis.
2. Seluruh dosen Departemen Statistika atas ilmu yang diberikannya selama
penulis melaksanakan pendidikan.
3. Apa, Mamah, Aa, Teteh, Adek dan seluruh keluarga atas doa dan kasih
sayangnya yang tidak pernah putus.
4. Kak Erwin Indra dan Bapak Dimas H Pamungkas atas saran dan bantuannya.
5. Teman-teman Statistika 46 atas kebersamaannya selama kuliah, serta kakak
dan adik kelas Statistika IPB.
6. Seluruh staff Katalis Bimbel yang telah memberikan kepercayaan kepada
penulis untuk dapat menyampaikan ilmunya.
7. Seluruh staff Departemen Statistika atas segala bantuannya.
8. Seluruh teman-teman penulis di IPB.
Penulis telah berusaha dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari
bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan adanya kritik
dan saran dari pembaca. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Bogor, November 2013
Aindra Budiar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan

1

METODOLOGI

2

Sumber Data

2

Metode


2

PEMBAHASAN

5

Eksplorasi Data

5

Model ARIMA Produksi TBS Kelapa Sawit

6

Uji Kestasioneran Data

6

Pembentukkan Model ARIMA


7

Mempersiapkan Deret Input untuk Memeriksa Kestasioneran Data

8

Identifikasi Model ARIMA Deret Input

8

Curah Hujan

8

Banyak Hari Hujan

9

Prewhitening Deret Input dan Output

10

Identifikasi Model Fungsi Transfer Input Ganda Awal

11

Identifikasi Model ARIMA Deret Sisaan

12

Model Fungsi Transfer Input Ganda Akhir

13

Peramalan

13

Perbandingan Model ARIMA dan Model Fungsi Transfer

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk data
produksi TBS kelapa sawit
2 Nilai AIC dan SBC dari hasil overfitting model ARIMA untuk data
produksi TBS kelapa sawit
3 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk data
curah hujan
4 Nilai AIC dan SBC dari hasil overfitting model ARIMA untuk data
curah hujan
5 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk data
banyak hari hujan
6 Nilai AIC dan SBC dari hasil overfitting model ARIMA untuk data
curah hujan
7 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model fungsi transfer awal
untuk deret input
8 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model fungsi transfer awal
untuk deret input 2
9 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk deret
sisaan
10 Perbandingan hasil peramalan dengan model ARIMA dan model fungsi
transfer input ganda

7
7
9
9
10
10
11
11
12
14

DAFTAR GAMBAR
1 Data produksi TBS kelapa sawit pada periode Januari 2002 – Desember
2011
2 Data curah hujan pada periode Januari 2002 – Desember 2011
3 Data banyak hari hujan pada periode Januari 2002 – Desember 2011
4 Data produksi TBS kelapa sawit yang telah stasioner
5 Data curah hujan dan banyak hari hujan yang telah stasioner
6 Plot ACF dan PACF dari data curah hujan yang telah stasioner
7 Plot ACF dan PACF dari data banyak hari hujan yang telah stasioner

5
5
6
7
8
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Plot ACF dan PACF data asli produksi TBS kelapa sawit
2 Hasil uji Augmunted Dickey-Fuller untuk data asli produksi TBS
kelapa sawit
3 Hasil transformasi Box-Cox untuk data asli produksi TBS kelapa sawit
4 Hasil uji Augmunted Dickey-Fuller untuk data produksi TBS kelapa
sawit yang telah stasioner
5 Plot ACF dan PACF data produksi TBS kelapa sawit yang telah
stasioner
6 Pendugaan parameter akhir model ARIMA ( 0) 2 untuk peramalan
produksi TBS kelapa sawit
7 Pendugaan parameter dan korelasi antar penduga parameter untuk
model ARIMA (
)2
8 Peramalan produksi TBS kelapa sawit selama satu tahun ke depan
dengan model ARIMA
9 Plot ACF data asli curah hujan dan banyak hari hujan
10 Hasil uji Augmunted Dickey-Fuller untuk data asli curah hujan dan
banyak hari hujan
11 Hasil uji Augmunted Dickey-Fuller untuk data curah hujan dan banyak
hari hujan yang telah stasioner
12 Pendugaan parameter akhir model ARIMA (0
) 2 untuk curah hujan
( )
13 Pendugaan parameter akhir model ARIMA (0
) 2 untuk banyak hari
hujan ( 2 )
14 Hasil korelasi silang antara
dengan
15 Hasil korelasi silang antara 2 dengan 2
16 Model fungsi transfer awal untuk deret input curah hujan ( )
17 Model fungsi transfer awal untuk deret input banyak hari hujan ( 2 )
18 Model fungsi transfer input ganda awal
19 Plot ACF dan PACF deret sisaan
20 Diagnostik model fungsi transfer input ganda
21 Peramalan produksi TBS kelapa sawit selama satu tahun ke depan
dengan model fungsi transfer input ganda
22 Plot data aktual dan data hasil peramalan dengan model ARIMA dan
model fungsi transfer input ganda

16
17
17
17
18
19
19
20
21
22
22
23
23
24
24
25
25
25
26
27
28
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu tanaman perkebunan utama yang menjadi sumber penghasil
devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa
sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah
Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), perusahaan swasta dan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) (Risza 2010).
Pihak manajemen dalam suatu perusahaan kelapa sawit dituntut untuk
melakukan antisipasi mengenai hal yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Kegiatan untuk memperkirakan sesuatu hal yang akan terjadi di masa mendatang
disebut peramalan. Peramalan produksi Tandan Buah Segar (TBS) menjadi fokus
utama dalam usaha perkebunan kelapa sawit. Peramalan produksi TBS ini penting
dilakukan karena berkaitan dengan pihak manajemen dalam mengelola operasi
produksi untuk Rencana Kegiatan Operasional (RKO), seperti perencanaan
kebutuhan tenaga kerja dan kapasitas produksi pabrik. Peramalan yang akurat
memiliki nilai yang mendekati nilai sebenarnya (aktual).
Produksi TBS kelapa sawit pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor genetis,
teknis-agronomis dan lingkungan, sehingga faktor tersebut harus diusahakan
optimal untuk mendapatkan produksi TBS yang maksimal. Faktor genetis bersifat
mutlak dan sudah ada sejak mulai terbentuknya embrio dalam biji. Faktor teknisagronomis berkaitan dengan pemeliharaan tanaman di lapangan. Faktor
lingkungan merupakan satu-satunya faktor yang tidak dapat dikendalikan manusia
secara langsung. Faktor lingkungan yang paling jelas pengaruhnya terhadap
tanaman kelapa sawit yaitu faktor keadaan tanah dan iklim, seperti temperatur,
kelembapan udara, curah hujan, serta lama penyinaran matahari (Pahan 2006). Hal
inilah yang mendasari model fungsi transfer untuk diterapkan dalam meramalkan
produksi TBS kelapa sawit. Model fungsi transfer adalah model yang
mengombinasikan pendekatan deret waktu dengan pendekatan kausal, sehingga
dapat diterapkan untuk kasus data deret waktu yang memiliki sifat kausal dengan
peubah lain sebagaimana pada model regresi. Pada kasus ini, produksi TBS kelapa
sawit yang dipengaruhi oleh curah hujan dan banyak hari hujan. Model ARIMA
(Autoregressive Integrated Moving Average) diterapkan juga untuk meramalkan
produksi TBS kelapa sawit karena kemudahannya dalam pembentukkan model.
Model ARIMA merupakan model yang secara penuh mengabaikan peubah lain
dan hanya menggunakan data masa lalu dan sekarang dalam meramalkannya.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Membuat model ARIMA dan model fungsi transfer input ganda untuk
meramalkan produksi TBS kelapa sawit, sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan perusahaan dalam menyusun RKO.
2. Membandingkan efektivitas hasil peramalan dengan menggunakan model
ARIMA dan model fungsi transfer input ganda.

2

METODOLOGI
Sumber Data
Data yang digunakan dalam analisis ini diperoleh dari Kebun Aek Loba
yang merupakan salah satu kebun milik PT Socfin Indonesia. Data yang
digunakan merupakan data bulanan sejak Januari 2002 hingga Desember 2012,
yang terdiri dari data produksi TBS kelapa sawit, curah hujan dan banyak hari
hujan. Pemilihan data tersebut berdasarkan pada faktor lain yang telah diusahakan
homogen, seperti letak geografis, tahun tanam kelapa sawit, genetis tanaman, dan
teknis-agronomis. Data tersebut dibagi menjadi dua, yaitu data yang digunakan
untuk membuat model (Januari 2002 hingga Desember 2011) dan data untuk
validasi model (Januari 2012 hingga Desember 2012).
Metode
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Melakukan eksplorasi data dengan menggunakan plot deret waktu terhadap
semua peubah untuk mengetahui pola data dan kestasionerannya.
2. Menghitung nilai korelasi antar deret input (curah hujan dan banyak hari hujan).
Jika nilai korelasinya tinggi, maka ada kemungkinan ketika pembentukkan
model fungsi transfer input ganda terdapat penduga parameter yang tidak nyata.
Oleh karena itu, metode simultaneous reestimation parameter dapat digunakan
untuk memperoleh model terbaik (Olason dan Watt 1986).
3. Membuat model ARIMA untuk meramalkan produksi TBS kelapa sawit.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Memeriksa kestasioneran data produksi TBS kelapa sawit. Data yang
stasioner memiliki plot data yang berfluktuasi disekitar rataan dan ragam
yang relatif konstan untuk seluruh periode waktu. Data stasioner juga
menunjukkan plot korelasi diri (ACF) yang membentuk pola cuts off
(memotong garis) atau tails off (turun secara eksponensial menuju nol)
dengan cepat (Bowerman dan O’Connell 993). Selain itu, uji Augmented
Dickey Fuller merupakan uji formal statistik yang dapat digunakan untuk
menguji kestasioneran data. Jika data tidak stasioner dalam rataan maka
dilakukan pembedaan, sedangkan transformasi Box-Cox dilakukan jika
masalah ketidakstasioneran dalam ragam tidak terpenuhi (Wei 2006).
b. Melakukan identifikasi model ARIMA sementara dengan mengamati fungsi
korelasi diri (ACF) dan fungsi korelasi diri parsial (PACF) dari data yang
telah stasioner. Model AR(p) dicirikan dengan perilaku cuts off pada plot
PACF setelah lag ke-p dan perilaku tails off pada plot ACF. Model MA(q)
dicirikan dengan perilaku cuts off pada plot ACF setelah lag ke-q dan
perilaku tails off pada plot PACF. Jika pada kedua plot ACF dan PACF
menunjukkan perilaku tails off, hal ini mengindikasikan model ARMA(p, q)
(Bowerman dan O’Connell 993).
c. Mencari nilai penduga parameter dengan menggunakan algoritma
Marquardt’s. Prosesnya dilakukan secara iteratif dan berhenti ketika koreksi
pada nilai penduga parameter sangat kecil, serta jumlah kuadrat galat (JKG)
mendekati nilai minimum (Makridaskis et al. 1999). Model ARIMA

3
diperoleh dengan mensubstitusikan penduga parameternya ke persamaan
umum model ARIMA. Persamaan umum modelnya adalah:
yt = q(B) ( )
p(B)
dengan ordo p, d dan q menunjukkan bagian yang tidak musiman dari model,
sedangkan ordo P, D dan Q menunjukkan bagian musiman dari model, serta
S adalah periode musiman.
d. Melakukan uji terhadap masing-masing penduga parameter model ARIMA.
Penduga parameter dikatakan berpengaruh jika nilai absolut t yang
berpadanan dengan penduga parameter tersebut lebih besar dari nilai t tabel
( -

)

) pada taraf nyata dengan derajat bebasnya adalah banyak amatan
(
(n) dikurangi banyak parameter ( ) atau nilai peluang statistik t lebih kecil
dari taraf nyata (Bowerman dan O’Connel 993). Jika terdapat penduga
parameter yang tidak berbeda nyata dengan nol kembali ke langkah b.
e. Melakukan diagnostik model dengan menggunakan uji Ljung-Box untuk
menguji kelayakan model. Jika nilai
lebih kecil dari nilai
(m - )
atau nilai peluang statistik
lebih besar dari taraf nyata , maka dapat
disimpulkan bahwa model layak. Persamaan uji Ljung-Box adalah:
(

2)

(

)

Dengan = n - d - SD, n adalah jumlah pengamatan, d dan D berturut-turut
adalah derajat pembedaan yang tidak musiman dan yang musiman dan S
adalah jumlah pengamatan permusim. Kemudian m adalah lag maksimum
yang diamati, dan adalah nilai kuadrat dari korelasi diri sisaan pada lag-k
(Bowerman dan O’Connel 993). Jika terdapat sekumpulan korelasi diri
untuk nilai sisa tersebut tidak nol kembali ke langkah b.
f. Melakukan overfitting dengan cara menambahkan penduga parameter yang
lebih banyak dari model ARIMA yang telah diperoleh. Overfitting ini
bertujuan untuk memperoleh model terbaik (Makridaskis et al. 1999).
g. Menghitung nilai peramalan produksi TBS kelapa sawit dengan
menggunakan model ARIMA terbaik. Perhitungannya dilakukan secara
rekursif, yaitu menghitung peramalan satu periode kemudian dua periode
sampai 12 periode.
4. Membuat model fungsi transfer input ganda untuk meramalkan produksi TBS
kelapa sawit. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Mempersiapkan deret input curah hujan dan banyak hari hujan, serta deret
output produksi TBS kelapa sawit untuk memeriksa kestasioneran data.
b. Membuat model ARIMA untuk masing-masing deret input.
c. Melakukan prewhitening untuk masing-masing deret input. Prosesnya
diawali dengan prewhitening deret input dari model ARIMA-nya dan
dilanjutkan dengan prewhitening deret output melalui transformasi dari
deret input. Misalkan deret input xt dimodelkan sebagai proses ARIMA
(p,0,q), maka deret ini memiliki model:
dengan merupakan galat acak. Model deret input yang telah mengalami
prewhitening ( ) adalah:

4

d.

e.

f.

g.

Model deret output yang telah ditransformasi (βt) adalah:
β
Menghitung korelasi silang masing-masing deret input dengan deret output
produksi TBS kelapa sawit. Korelasi silang ini menjelaskan hubungan
antara deret input dan deret output.
Mengidentifikasi model fungsi transfer input ganda awal dengan cara
dengan , sehingga diperoleh nilai b,
melihat plot korelasi silang antara
s dan r. Nilai b, s dan r dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
 Nilai b ditentukan berdasarkan lag positif yang nyata pertama kali pada
plot korelasi silang.
 Nilai s dilihat dari lamanya
mempengaruhi
setelah nyata yang
pertama (nilai b).
 Nilai r mengindikasikan lamanya deret output (yt) berhubungan dengan
nilai terdahulu dari deret output itu sendiri. Nilai r dilihat dari plot
korelasi diri yt atau ditentukan berdasarkan pola lag (b + s), jika memiliki
pola eksponensial maka r = 1 dan memiliki pola gelombang sinus maka r
= 2 (Bowerman dan O’Connel 993).
Membuat model ARIMA deret sisaan dengan cara mengamati plot ACF dan
PACF deret sisaan. Deret sisaan ini diperoleh dari model fungsi transfer
input ganda awal yang ditransformasi.
Melakukan identifikasi model fungsi transfer input ganda akhir dengan cara
mengombinasikan model awal dengan model ARIMA deret sisaan. Nilai
penduga parameternya diperoleh dengan menggunakan algoritma
Marquardt’s sehingga diperoleh persamaan model akhir sebagai berikut:
a

dengan memasukkan nilai penduga parameter yang telah diperoleh. Jika
terdapat parameter yang tidak berbeda nyata dengan nol maka kembali ke
Langkah e.
h. Melakukan diagnostik model dengan menggunakan uji Ljung-Box.
Keacakan sisaan (at) serta tidak adanya nilai korelasi silang contoh (SCC)
antara deret input ( t) dan sisaan (at) yang berbeda nyata dengan nol
menunjukkan model tersebut layak. Jika keacakan sisaan dan tidak adanya
korelasi antara deret input dan sisaan tidak terpenuhi, maka kembali ke
Langkah e.
i. Menghitung nilai peramalan produksi TBS kelapa sawit untuk 12 periode ke
depan dengan menggunakan model fungsi transfer input ganda yang
diperoleh.
5. Membandingkan hasil peramalan kedua model. Semakin kecil nilai MAPE
(Mean Absolute Percentage Error) dan MAD (Mean Absolute Deviation)
menunjukkan data hasil peramalan semakin mendekati nilai aktual. Kemudian,
nilai AIC (Akaike Information Criterion) dan SBC (Schwa z’s a esia
Criterion) digunakan untuk menyeleksi model dan memilih nilai penduga
parameter setepat mungkin. Model terbaik adalah model yang memiliki nilai
AIC atau SBC minimum (Wei 2006).

5

PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Gambar 1 menunjukkan produksi TBS yang berfluktuasi setiap bulannya.
Hal ini dikarenakan adanya pengaruh musiman. Pada tahun 2002 produksi TBS
relatif rendah, karena pada tahun tersebut tanaman mulai berstatus sebagai
Tanaman Menghasilkan (TM). Produksi TBS relatif meningkat setiap tahunnya
sampai tanaman berumur 12 tahun, namun ketika umur tanaman 13 tahun
produksi TBS mulai menurun. Produksi TBS tertinggi terjadi pada bulan Juli 2009
sebesar 1558736 kg, sedangkan produksi TBS terendah terjadi pada bulan Januari
2003 sebesar 333765 kg.

Produksi TBS (kg)

1500000

1250000

1000000

750000

500000

Month
Year

Jan
2002

Jan
2003

Jan
2004

Jan
2005

Jan
2006

Jan
2007

Jan
2008

Jan
2009

Jan
2010

Jan
2011

Gambar 1 Data produksi TBS pada periode Januari 2002 – Desember 2011
Air hujan adalah sumber air utama yang digunakan tanaman kelapa sawit
untuk memenuhi kebutuhannya. Air tersebut berpengaruh dalam hal penyerapan
unsur hara oleh akar, membantu perkembangan bunga betina, membantu
kemasakan buah menjadi lebih sempurna dan berpengaruh terhadap berat tandan.
Hal ini secara langsung berpengaruh terhadap produksi TBS di masa yang akan
datang. Berdasarkan Gambar 2, curah hujan di kebun Aek Loba berfluktuasi.
Curah hujan pada bulan September 2003, Oktober 2003, Mei 2007, April 2009,
September 2009 dan Oktober 2011 relatif tinggi, sedangkan curah hujan pada
bulan Februari 2007 dan Februari 2010 relatif rendah.
600

Curah Hujan (mm)

500
400
300
200
100
0
Month
Year

Jan
2002

Jan
2003

Jan
2004

Jan
2005

Jan
2006

Jan
2007

Jan
2008

Jan
2009

Jan
2010

Jan
2011

Gambar 2 Data curah hujan pada periode Januari 2002 – Desember 2011

6
Ketersediaan air merupakan faktor utama yang membatasi tingkat produksi
TBS kelapa sawit. Hujan yang merata setiap bulan, membantu tanaman dalam
pembentukkan TBS yang berkualitas. Namun, hujan yang tidak merata dapat
menyebabkan terjadinya kondisi defisit air yang berdampak negatif terhadap
tanaman. Gambar 3 menunjukkan hujan yang terjadi di kebun Aek Loba cukup
merata. Hujan terjadi hampir setiap bulan, kecuali pada bulan Februari 2010 tidak
terjadi hujan. Hujan relatif sering terjadi pada bulan Oktober 2007 dan Oktober
2011, sedangkan pada bulan Februari 2005 hujan hanya terjadi satu kali dan pada
bulan Februari 2007 terjadi dua kali. Nilai korelasi antara curah hujan dan banyak
hari hujan sebesar 0.705. Nilai korelasi ini mengindikasikan terdapat hubungan
positif yang kuat antara kedua peubah tersebut.

Banyak Hari Hujan (hari)

25

20

15

10

5

0
Month
Year

Jan
2002

Jan
2003

Jan
2004

Jan
2005

Jan
2006

Jan
2007

Jan
2008

Jan
2009

Jan
2010

Jan
2011

Gambar 3 Data banyak hari hujan pada periode Januari 2002 – Desember 2011
Model ARIMA Produksi TBS Kelapa Sawit
Uji Kestasioneran Data
Kestasioneran data dapat diperiksa melalui uji secara visual dan uji formal
statistik. Uji secara visual dapat dilihat dari plot data dan plot ACF. Gambar 1
menunjukkan plot data produksi TBS kelapa sawit memiliki pola trend dan
musiman. Plot ACF (Lampiran 1) menunjukkan pola musiman yang dominan, hal
ini terlihat dari nilai ACF pada lag dengan kelipatan 12 yang tinggi. Uji formal
statistik sebaiknya dilakukan untuk menghilangkan unsur subjektivitas peneliti
dalam menarik kesimpulan mengenai kestasioneran data. Uji Augmunted DickeyFuller adalah uji formal yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji
Augmunted Dickey-Fuller (Lampiran 2) mengindikasikan bahwa data produksi
TBS kelapa sawit tidak stasioner, terlihat dari nilai p yang lebih besar dari taraf
nyatanya (
0.05).
Proses penstasioneran data perlu dilakukan sebelum pembentukkan model
ARIMA. Transformasi atau pembedaan dapat diterapkan untuk menstasionerkan
data tersebut. Transformasi Box-Cox (Lampiran 3) memperlihatkan nilai lamda
(λ) sebesar satu, artinya data tersebut telah stasioner dalam ragam sehingga tidak
perlu dilakukan transformasi. Pembedaan musiman (D=1 dan S=12) diterapkan
untuk menstasionerkan data dalam rataan. Hasil uji Augmunted Dickey-Fuller
(Lampiran 4) dan Plot ACF (Lampiran 5) menunjukkan bahwa data telah stasioner.
Gambar 4 memperlihatkan plot data yang telah stasioner.

7
400000

Produksi TBS (kg)

300000
200000
100000
0
-100000
-200000
-300000
-400000
Month Jan
Year 2002

Jan
2003

Jan
2004

Jan
2005

Jan
2006

Jan
2007

Jan
2008

Jan
2009

Jan
2010

Jan
2011

Gambar 4 Data produksi TBS kelapa sawit yang telah stasioner
Pembentukkan Model ARIMA
Plot ACF dan PACF dari data produksi TBS kelapa sawit yang telah
stasioner digunakan untuk mengidentifikasi model ARIMA. Plot ACF
menunjukkan tidak terdapat lag yang nyata, sedangkan plot PACF nyata pada lag
ke-12 (Lampiran 5). Dugaan awal modelnya adalah ARIMA (0,0,0)
dan
ARIMA (0,0,0)
. Tabel 1 menunjukkan bahwa Model ARIMA
(0,0,0)( 0) 2 memiliki nilai AIC terkecil. Penduga parameter modelnya pun
nyata dan hasil uji Ljung-Box menunjukkan sisaan dari model tersebut saling
bebas (Lampiran 6). Sehingga, model tersebut layak digunakan untuk peramalan.
Tabel 1 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk data
produksi TBS kelapa sawit
Model
AIC
SBC
2832.395
2837.759
ARIMA (0,0,0)
2834.791
2837.473
ARIMA (0,0,0)
Langkah selanjutnya melakukan overfitting untuk memperoleh model
terbaik. Hasil overfitting pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Model ARIMA
(0,0,0) (
) 2 memiliki nilai AIC dan SBC terkecil. Penduga parameter
modelnya pun nyata, namun terdapat korelasi yang tinggi antar penduga
parameternya sehingga perlu dihilangkan salah satu dari penduga parameter
model tersebut (Lampiran 7). Oleh karena itu, model ARIMA (0,0,0)( 0) 2
ditetapkan sebagai model terbaik. Persamaan model terbaiknya adalah:
( 0.2 82 2 ) ( - 2 ) = 37698.12 + a
Hasil peramalannya dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 2 Nilai AIC dan SBC dari hasil overfitting model ARIMA untuk data
produksi TBS kelapa sawit
Model
AIC
SBC
2827.590
2835.636
ARIMA (0,0,0)(
)2
2832.264
2840.310
ARIMA (1,0,0)( 0) 2 *
2832.505
2840.552
ARIMA (0,0,1)( 0) 2 *
2833.308
2841.355
ARIMA (0,0,0)(2 0) 2 *
*Terdapat parameter yang tidak nyata

8
Mempersiapkan Deret Input untuk Memeriksa Kestasioneran Data
Data deret waktu pada umumnya bersifat tidak stasioner, sehingga
diperlukan transformasi atau pembedaan untuk menstasionerkannya. Plot data asli
pada Gambar 2 dan Gambar 3, serta Plot ACF pada Lampiran 9 menunjukkan
data curah hujan dan banyak hari hujan tidak stasioner. Hasil uji Augmunted
Dickey-Fuller (Lampiran 10) pun menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf
nyata 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data asli tidak stasioner.
Pembedaan musiman (D=1 dan S=12) diterapkan untuk menstasionerkan
kedua deret input tersebut. Hasilnya menunjukkan kestasioneran untuk seluruh
deret input. Hal ini terlihat dari hasil uji Augmunted Dickey-Fuller (Lampiran 11)
yang menunjukkan nilai p kurang dari taraf nyata 0.05, sehingga kedua deret input
tersebut telah memenuhi asumsi kestasioneran. Plot data yang telah stasioner
dapat dilihat pada Gambar 5.
20

Banyak Hari Hujan (hari)

Curah Hujan (mm)

500

250

0

-250

15
10
5
0
-5
-10

-500
Month Jan
Year 2002

Jan
2003

Jan
2004

Jan
2005

Jan
2006

Jan
2007

Jan
2008

Jan
2009

Jan
2010

Jan
2011

Month Jan
Year 2002

Jan
2003

Jan
2004

Jan
2005

Jan
2006

Jan
2007

Jan
2008

Jan
2009

Jan
2010

Jan
2011

Gambar 5 Data curah hujan dan banyak hari hujan yang telah stasioner
Identifikasi Model ARIMA Deret Input
Identifikasi model ARIMA dilakukan dengan memperhatikan beberapa nilai
awal dari ACF dan PACF yang berbeda nyata dengan nol, serta pola dari plotnya.
Model ARIMA deret input ini akan digunakan untuk tahap prewhitening.
Curah Hujan
Plot ACF nyata pada lag ke-12, sedangkan plot PACF nyata pada lag ke-12
dan ke-24 (Gambar 6). Dugaan awal modelnya adalah ARIMA (0,0,0)(0
) ,
ARIMA (0,0,0)( 0) dan ARIMA (0,0,0)(2 0)
1.0

0.8

0.8

Korelasi Diri Parsial

1.0

Korelasi Diri

0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6

0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8

-0.8

-1.0

-1.0
1

6

12

18

24

Lag

30

36

42

48

1

6

12

18

24

30

36

42

Lag

Gambar 6 Plot ACF dan PACF dari data curah hujan yang telah stasioner

48

9
Berdasarkan Tabel 3, model ARIMA (0,0,0)(0
) memiliki nilai AIC dan SBC
terkecil dan penduga parameternya juga berbeda nyata dengan nol. Hasil uji Ljung
Box pada Lampiran 12 menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf nyata 0.05.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi diri antar sisaan.
Sehingga, model ARIMA (0,0,0)(0
) layak digunakan untuk peramalan.
Tabel 3 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk data
curah hujan
Model
AIC
SBC
1329.079
1331.761
ARIMA (0,0,0)(0
)
1342.695
1348.060
ARIMA (0,0,0)(2 0)
1362.281
1364.963
ARIMA (0,0,0)( 0)
Overfitting untuk model ARIMA (0,0,0)(0
) ditunjukkan pada Tabel 4.
Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada model yang memiliki seluruh penduga
parameter yang berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 0.05. Oleh karena itu,
model ARIMA (0,0,0) (0
) 2 ditetapkan sebagai model terbaik. Persamaan
model ARIMA deret input curah hujan ( ) adalah:
(1 -

2

2

= (1 – 0.88936

a

Tabel 4 Nilai AIC dan SBC dari hasil overfitting model ARIMA untuk data
curah hujan
Model
AIC
SBC
1329.205
1334.570
ARIMA (1,0,0)(0
) *
1329.239
1334.604
ARIMA (0,0,1)(0
) 2*
1331.066
1336.431
ARIMA (0,0,0)(0 2) *
1331.069
1336.434
ARIMA (0,0,0)(
) *
*Terdapat parameter yang tidak nyata
Banyak Hari Hujan
Plot ACF nyata pada lag ke-12, sedangkan plot PACF nyata pada lag ke-12
dan ke-24 (Gambar 7). Dugaan awal modelnya adalah ARIMA (0,0,0)(0
) ,
ARIMA (0,0,0)( 0) dan ARIMA (0,0,0)(2 0) .
1.0

0.8

0.8

Korelasi Diri Parsial

1.0

Korelasi Diri

0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8

0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8

-1.0

-1.0
1

6

12

18

24

Lag

30

36

42

48

1

6

12

18

24

30

36

42

48

Lag

Gambar 7 Plot ACF dan PACF dari data banyak hari hujan yang telah stasioner
Tabel 5 menunjukkan bahwa model ARIMA (0,0,0) (0
) merupakan
model terbaik, karena memiliki nilai AIC dan SBC yang paling kecil dan seluruh

10
penduga parameternya berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 0.05 (Lampiran
13). Uji Ljung Box pun menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf nyata 0.05.
Sehingga, model ARIMA (0,0,0)(0
) layak digunakan untuk peramalan.
Tabel 5 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk data
banyak hari hujan
Model
AIC
SBC
590.0498
592.7319
ARIMA (0,0,0)(0
)
597.8514
603.2157
ARIMA (0,0,0)(2 0)
604.4978
607.1800
ARIMA (0,0,0)( 0)
Hasil overfitting yang ditunjukkan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak
ada model yang memiliki seluruh penduga parameternya berbeda nyata dengan
nol pada taraf nyata 0.05. Oleh karena itu, model ARIMA (0,0,0) (0
)2
ditetapkan sebagai model terbaik. Persamaan model ARIMA deret input banyak
hari hujan ( 2 ) adalah:
(1 -

2

= (1 – 0.79839

2

a

Tabel 6 Nilai AIC dan SBC dari hasil overfitting model ARIMA untuk data
curah hujan
Model
AIC
SBC
589.9983
595.3626
ARIMA (0,0,0)(
) *
590.2446
595.6089
ARIMA (0,0,0)(0 2) *
592.0441
597.4084
ARIMA (0,0,1)(0
) 2*
592.0492
597.4072
ARIMA (1,0,0)(0
) *
*Terdapat parameter yang tidak nyata
Prewhitening Deret Input dan Output
Prewhitening dilakukan berdasarkan identifikasi model ARIMA pada
masing-masing deret input. Dalam tahap ini digunakan unsur white noise model
tersebut. Proses ini bertujuan untuk menghitung korelasi silang, sehingga dapat
digunakan untuk menentukan hubungan antara deret input dan deret output.
Berdasarkan hal tersebut diperoleh persamaan nilai
yang telah melalui
tahap prewhitening, yaitu:
=
– - 2 + 0.88936
- 2
Kemudian dengan cara yang sama, diperoleh persamaan nilai 2 yang telah
melalui tahap prewhitening, yaitu:
2 = 2 – 2 - 2 + 0.79839 2 - 2
Selanjutnya, tahap prewhitening
diperoleh dengan cara melakukan
transformasi yang sama dengan deret inputnya. Sehingga diperoleh persamaannya,
yaitu:
= – - 2 + 0.88936
- 2
Dan persamaan nilai yang telah melalui tahap prewhitening berdasarkan
2 , yaitu:
= – - 2 + 0.79839 2 - 2
2

11
Identifikasi Model Fungsi Transfer Input Ganda Awal
Identifikasi model fungsi transfer awal dilakukan dengan melihat plot
dengan
(Lampiran 14) nyata
korelasi silangnya. Plot korelasi silang antara
pertama kali secara signifikan pada lag ke-3. Selanjutnya untuk memperoleh nilai
s kita lihat lama nilai
mempengaruhi setelah nyata yang pertama. Sedangkan
untuk nilai r dapat dilihat berdasarkan plot ACF deret output yang telah stasioner
yang menunjukkan lag yang nyata setelah nyata yang pertama. Berdasarkan
keterangan tersebut diperoleh nilai b=3, s=0 dan r=0. Untuk memperoleh model
terbaik, maka dilakukan beberapa kali pencocokkan model. Hasil dari kandidat
model beserta nilai AIC dan SBC modelnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Nilai AIC dan SBC dari hasil
untuk deret input
Model
b=3, s=0, r=0*
b=3, s=0, r=3
b=3, s=0, r=1,3*
b=3, s=3, r=3*
b=3, s=1, r=3*
b=3, s=3, r=0*
b=3, s=3, r=1*
*Terdapat parameter yang tidak nyata

identifikasi model fungsi transfer awal
AIC
2676.318
2599.228
2601.098
2601.175
2601.217
2601.401
2603.225

SBC
2681.568
2607.014
2611.478
2611.556
2611.598
2609.186
2613.606

Hasil dari tabel tersebut menunjukkan bahwa model fungsi transfer dengan
b=3, s=0 dan r=3 merupakan model terbaik karena memiliki nilai AIC dan SBC
terkecil, serta seluruh parameternya nyata. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 16. Sehingga model fungsi transfer awal untuk deret input curah hujan
( ) adalah:
303 9.

. 959
0. 5985

3

3

Model fungsi transfer awal untuk 2 diperoleh dengan cara yang sama
seperti . Dari plot korelasi silang antara 2 dengan 2 (Lampiran 15) dan plot
ACF deret outputnya diperoleh nilai b=2, s=1 dan r=0. Hasil kandidat model yang
dicobakan beserta nilai AIC dan SBC modelnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai AIC dan SBC dari hasil
untuk deret input 2
Model
b=2, s=1, r=0*
b=2, s=2, r=2,3
b=2, s=1, r=3*
b=2, s=0, r=1,3
b=2, s=0, r=3
b=2, s=1, r=1
b=2, s=0, r=0
*Terdapat parameter yang tidak nyata

identifikasi awal model fungsi transfer
AIC
2676.221
2619.856
2620.021
2620.204
2623.415
2675.191
2701.105

SBC
2684.096
2632.881
2630.441
2630.624
2631.231
2685.691
2706.375

12
Model fungsi transfer dengan nilai b=2, s=2 dan r=2,3 memiliki nilai AIC dan
SBC terkecil, serta seluruh parameternya nyata. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 17. Sehingga model fungsi transfer awal untuk deret input banyak
hari hujan ( 2 ) adalah:
2

.

5922.9

. 2

0.53 09

2

2

0.

523

2 2

3

Hasil identifikasi model fungsi transfer awal untuk masing-masing deret
input digunakan untuk identifikasi model fungsi transfer input ganda awal dengan
cara melakukan identifikasi model secara bersama antara
, 2 dan . Hasil
identifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 18. Sehingga diperoleh model fungsi
transfer input ganda awal adalah:
29309.2

8 . 22
0. 5

2 .

3

3

0. 5 2

.5 299
2

2
2 2

3

0.3509

Identifikasi Model ARIMA Deret Sisaan
Model fungsi transfer input ganda awal digunakan untuk menghitung nilai nt
dari model tersebut. Perhitungan nilai nt diperoleh dengan cara melakukan
transformasi terhadap model awalnya. Sehingga nilai nt diperoleh dengan
menggunakan persamaan:
29309.2

8 . 22
0. 5

3

3

2 .
0. 5 2

.5 299
2

2

0.3509

3

2 2

Dari hasil tersebut didapatkan plot ACF dan PACF deret sisaan (Lampiran 19).
Plot ACF nyata pada lag pertama, sedangkan plot PACF nyata pada lag
pertama dan ke-12. Tabel 9 menunjukkan hasil pengidentifikasian model ARIMA
deret sisaan. Model ARIMA (0,0,0) merupakan satu-satunya model yang
memenuhi asumsi penduga parameter yang nyata dan nilai sisaan yang saling
bebas. Sehingga model ARIMA deret sisaannya adalah:
= a
Tabel 9 Nilai AIC dan SBC dari hasil identifikasi model ARIMA untuk deret
sisaan
Deret input
Deret input 2
Model sisaan
AIC
SBC
b=3, s=0, r=3
b=2, s=2, r=2,3 ARIMA(0,0,0)
2590.65 2608.82
ARIMA(1,0,0)●
2588.42 2609.18
ARIMA(0,0,1)●
2588.01 2608.77
ARIMA(0,0,0)( 0 0) 2 * 2589.09 2609.85
ARIMA(1,0,0) ( 0 0) 2 * 2586.84 2610.20
ARIMA(0,0,1) ( 0 0) 2 * 2586.49 2609.84
* Terdapat parameter yang tidak nyata
●Terdapat nilai sisaan yang tidak saling bebas

13
Model Fungsi Transfer Input Ganda Akhir
Identifikasi model fungsi transfer input ganda akhir dilakukan dengan
mengombinasikan model fungsi transfer input ganda awal dengan model ARIMA
deret sisaan. Untuk kasus ini, penduga parameter model fungsi transfer input
ganda awal sama dengan penduga parameter model akhirnya. Sehingga diperoleh
modelnya sebagai berikut:
29309.2

8 . 22
0. 5

3

3

2 .
0. 5 2

.5 299
2

2

0.3509

3

2 2

a

Selanjutnya pemeriksaan diagnostik model fungsi transfer input ganda. Hal
tersebut dilakukan untuk mengetahui kelayakan model dalam peramalan. Hasil uji
Ljung Box pada Lampiran 20 menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf
nyata 0.05, nilai tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat korelasi diri antar
sisaan. Selain itu, nilai korelasi silang antara sisaan dengan masing-masing input
tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 0.05, sehingga asumsi kebebasan
antar input dan sisaan terpenuhi. Dengan pertimbangan penduga parameter yang
berbeda nyata dengan nol, kebebasan sisaan, dan kebebasan antara input dan
sisaan, maka model tesebut ditetapkan sebagai model terbaik dan layak digunakan
untuk peramalan.
Peramalan
Peramalan data produksi TBS kelapa sawit untuk beberapa periode ke depan
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
= 0.64572 -2 + 0.30652 -3 - 0.42454 -5 + 0.23073 - + - 2 - 0.64572 - 0.30652 - 5 + 0.42454 - - 0.23073 - 8 + 29309.2 + 184.72211 -3 119.27876
-5 + 64.82638
- - 184.72211
- 5 + 119.27876
64.82638 - 8 + 6124.1 2 -2 - 1.51299 2 - - 4026.35079 2 -5 + 0.99473
2 - - 6124.1 2 - + 1.51299 2 - + 4026.35079 2 - - 0.99473 2 - 9 +
a - 0.64572 a -2 - 0.30652 a -3 + 0.42454 a -5 - 0.23073 a dengan memasukkan nilai-nilai deret input dan output, serta nilai sisaan yang
diperoleh dari tahapan sebelumnya. Perhitungannya dilakukan secara rekursif,
yaitu menghitung peramalan satu periode kemudian dua periode dan seterusnya
sampai dua belas periode (satu tahun) ke depan. Hasil peramalannya dapat dilihat
pada Lampiran 21.
Model tersebut menjelaskan bahwa peramalan produksi TBS kelapa sawit di
masa yang akan datang dipengaruhi oleh:
(1) Produksi TBS kelapa sawit 2 bulan, 3 bulan, 5 bulan, 6 bulan, 12 bulan, 14
bulan, 15 bulan, 17 bulan dan 18 bulan sebelumnya.
(2) Curah hujan 3 bulan, 5 bulan, 6 bulan, 15 bulan, 17 bulan dan 18 bulan
sebelumnya.
(3) Banyak hari hujan 2 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 7 bulan, 14 bulan, 16 bulan, 17
bulan dan 19 bulan sebelumnya.

14
Perbandingan Model ARIMA dan Model Fungsi Transfer
Plot bersama pada Lampiran 22 memperlihatkan bahwa hasil peramalan
dengan model fungsi transfer input ganda sangat baik pada bulan Januari, April,
Juni, Agustus September dan November karena hampir mendekati data aktualnya,
sedangkan pada bulan Februari, Maret, Mei dan Oktober hasil peramalannya
kurang baik. Hasil peramalan dengan model ARIMA sangat baik pada bulan
Januari, April, September, November dan Desember karena hampir mendekati
data aktualnya, sedangkan pada bulan Maret dan Mei hasil peramalannya kurang
baik. Namun, secara keseluruhan model fungsi transfer input ganda lebih baik
dibandingkan dengan model ARIMA, terlihat dari plotnya yang lebih banyak
mendekati data aktualnya.
Kriteria lain dalam menentukan model terbaik dapat dilihat dari nilai MAPE
dan MAD yang terkecil. Tabel 10 menunjukkan hasil peramalan dan nilai MAPE
dan MAD untuk kedua model. Nilai MAPE dan MAD untuk model fungsi
transfer input ganda sedikit lebih kecil dibandingkan dengan model ARIMA.
Selain itu, untuk menentukkan model terbaik dapat dilihat juga dari nilai AIC dan
SBC. Sama halnya dengan nilai MAPE dan MAD, nilai AIC dan SBC terkecil
menunjukkan model tersebut merupakan model terbaik. Model ARIMA memiliki
nilai AIC dan SBC masing-masing sebesar 2830.444 dan 2835.808. Sedangkan
model fungsi transfer input ganda memiliki nilai AIC dan SBC masing-masing
sebesar 2590.654 dan 2608.820. Berdasarkan plot bersama dan kriteria-kriteria
tersebut maka dapat disimpulkan model fungsi transfer input ganda lebih baik
dibandingkan dengan model ARIMA.
Tabel 10 Perbandingan hasil peramalan dengan model ARIMA dan model
fungsi transfer input ganda
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
MAPE
MAD

Peramalan
Model Fungsi Transfer
Model ARIMA
Input Ganda
884515.1
897253.9
758740.5
654936.8
1060051.4
1001258.4
1021501.8
986840.6
1138252.0
1048312.3
1306877.6
1246724.5
1278646.5
1333200.1
1322153.5
1309203.8
1236364.7
1246802.8
1146763.3
1213805.4
1057974.9
1082144.7
946558.2
922208.5
7.18%
6.65%
70732.76
63692.42

Data Aktual
900165
828806
834313
989963
934386
1255800
1412287
1281578
1231321
1102315
1065422
966260

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Model ARIMA yang diperoleh menjelaskan bahwa peramalan produksi
TBS pada waktu ke-t dipengaruhi oleh produksi TBS 12 bulan dan 24 bulan yang
lalu. Model fungsi transfer input ganda menjelaskan hubungan antara produksi
TBS dengan curah hujan dan banyak hari hujan. Berdasarkan Model tersebut,
produksi TBS mulai dipengaruhi curah hujan sejak 18 bulan yang lalu dan banyak
hari hujan sejak 19 bulan yang lalu. Hasil peramalannya menunjukkan model
fungsi transfer input ganda memiliki hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan
dengan model ARIMA. Selisih MAPE dan MAD antara kedua model tersebut
masing-masing sebesar 0.53 % dan 7040.34 kg. Namun, model ARIMA memiliki
keunggulan dalam hal kemudahan pembentukkan modelnya.
Saran
Alat pengukur hujan sebagai penyedia data curah hujan dan banyak hari
hujan yang menjadi faktor yang mempengaruhi produksi TBS kelapa sawit
menjadi elemen penting untuk memperoleh model fungsi transfer yang lebih baik.
Oleh karena itu, penulis menyarankan untuk melakukan pendataan curah hujan
dan banyak hari hujan yang lebih baik, serta menggunakan alat yang lebih modern.

DAFTAR PUSTAKA
Bowerman BL O’Connell RT. 993. Forecasting and Time Series: an Applied
Approach. 3rd Ed. California (US): Wadsworth.
Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE. 1999. Metode dan Aplikasi
Peramalan. Suminto H, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.
Olason T, Watt WE. 1986. Multivariate Transfer Function-Noise Model of River
Flow for Hydropower Operation. Nordic Hydrology. 17(1):185-202.
Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Risza S. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Wei WWS. 2006. Time Series Analysis: Univariate and Multivariate Methods. 2nd
Ed. New York (US): Pearson Education.

16
Lampiran 1 Plot ACF dan PACF data asli produksi TBS kelapa sawit
1.0
0.8
0.6

Korelasi Diri

0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
1

6

12

18

24

30

36

42

48

30

36

42

48

Lag

1.0
0.8

Korelasi Diri Parsial

0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
1

6

12

18

24

Lag

17
Lampiran 2 Hasil uji Augmunted Dickey-Fuller untuk data asli produksi TBS
kelapa sawit

Type
Zero Mean
Single Mean
Trend

Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller
Lags
Rho
P < Rho
Tau
P < Tau
F
P>F
1
-0.6958
0.5277
-0.48
0.5049
12
0.2660
0.7446
1.82
0.9830
1
-37.0643
0.0011
-4.56
0.0003 10.44 0.0010
12
-2.6411
0.6967
-1.88
0.3403 3.92 0.0934
1
-58.4991
0.0004
-5.40
0.0001 14.80 0.0010
12
-3.5015
0.9111
-0.84
0.9581 1.77 0.8246

Lampiran 3 Hasil transformasi Box-Cox untuk data asli produksi TBS kelapa
sawit
Lower CL

800000

Upper CL
Lambda
(using 95.0% confidence)

700000

StDev

600000

Estimate

1.04

Lower CL
Upper CL

0.37
1.77

Rounded Value

1.00

500000
400000
300000
200000
Limit

100000
-5.0

-2.5

0.0
Lambda

2.5

5.0

Lampiran 4 Hasil uji Augmunted Dickey-Fuller untuk data produksi TBS kelapa
sawit yang telah stasioner
Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller
Type
Lags
Rho
P < Rho Tau
P < Tau
F
Zero Mean
1
-66.6797