Peramalan Harga Premium Non-Subsidi dengan Model Fungsi Transfer
ABSTRAK
NURILMA PASCARIANTI. Peramalan Harga Premium Non Subsidi dengan Model Fungsi Transfer. Dibimbing oleh YENNI ANGRAINI dan INDAHWATI.
Subsidi BBM yang tidak tepat sasaran dan melebihi kuota membuat pemerintah melakukan pengaturan ulang mengenai BBM Bersubsidi. Hal ini seiring dengan rencana pemerintah menaikan harga BBM secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian atau non subsidi untuk tahun 2014. Harga BBM khususnya premium dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Faktor tersebut dimodelkan dengan harga premium menggunakan model fungsi transfer. Model fungsi transfer merupakan suatu model yang mengkombinasikan beberapa karakteristik model ARIMA dengan karakteristik analisis regresi. Model fungsi transfer yang telah terbentuk menyimpulkan bahwa harga premium pada waktu ke-t dipengaruhi oleh harga premium satu bulan dan dua bulan sebelumnya, harga minyak mentah dunia pada bulan yang sama, serta harga minyak mentah dunia satu bulan dan dua bulan sebelumnya. Berdasarkan validasi model diperoleh nilai MAPE sebesar 13.38% dan MAD sebesar 800.23. Model fungsi transfer lebih baik melakukan peramalan dibandingkan dengan model ARIMA.
(2)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Sejak tahun 2008 harga minyak mentah dunia terus melambung dengan kisaran harganya berada pada tingkat di atas USD 130/barrel. Hal ini menggelembungkan angka subsidi BBM ke tingkat yang tidak mungkin lagi dipertahankan. Jika harga minyak mencapai rata-rata USD 120/barel sepanjang tahun 2008, maka subsidi BBM mencapai lebih dari 200 triliun rupiah. Padahal menurut UU No 16/2008 tentang APBN(P) 2008, telah ditetapkan batas maksimal anggaran subsidi BBM hanya sebesar 135.1 triliun rupiah (ESDM 2008).
Pada kenyataannya, subsidi BBM yang telah dilaksanakan salah sasaran. Sekitar 25% kelompok pendapatan rumah tangga terkaya justru menikmati 77% subsidi tersebut, sedangkan 25% kelompok pendapatan terendah hanya menikmati sekitar 15%. Oleh karena itu, pemerintah berencana untuk melakukan pengaturan ulang BBM Bersubsidi. Tanpa pengaturan ulang, BBM bersubsidi selain tidak tepat sasaran dipastikan akan melebihi kuota yang pada akhirnya kembali membebani keuangan negara. Hal itu disampaikan oleh BPH Migas seiring rencana pemerintah menaikkan harga BBM secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian atau non subsidi untuk tahun 2014 (ESDM 2010). Oleh karena itu, penulis ingin melakukan peramalan harga BBM non subsidi, khususnya pada harga premium di Indonesia.
Menurut Muttaqin (2007), salah satu penyebab kenaikan harga BBM adalah meningkatnya harga minyak mentah dunia yang menyebabkan kemampuan finansial Pertamina mengimpor BBM menjadi sangat terbatas. Hal ini diperkuat oleh Suhendra (2008) yang menyebutkan faktor-faktor penentu harga BBM antara lain harga minyak dunia, produksi BBM, permintaan pasar, politik ekonomi, dan perdagangan berjangka.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, penulis mencoba untuk meramalkan harga BBM, khususnya premium yang dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Peramalan harga premium dapat dimodelkan dengan model ARIMA. Namun jika ingin melihat pengaruh dari harga minyak mentah dunia, maka dapat digunakan model fungsi transfer. Model fungsi transfer adalah suatu model peramalan deret waktu berganda yang menggabungkan beberapa karakteristik model ARIMA dengan karakteristik analisis regresi.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Membuat model fungsi transfer yang
menjelaskan hubungan antara harga minyak mentah dunia dan harga premium.
2. Membandingkan hasil peramalan model fungsi transfer dengan model ARIMA.
TINJAUAN PUSTAKA Premium
Premium merupakan bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor yang paling populer di Indonesia. Premium berbahan bakar minyak jenis distilat yang berwarna kekuningan jernih. Premium merupakan salah satu bahan bakar minyak bensin yang diperuntukkan untuk mesin dengan pembakaran. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Otcane Number). Premium adalah BBM dengan nilai RON terendah, yakni hanya 88. Premium di Indonesia dipasarkan oleh Pertamina dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ESDM 2005).
Kestasioneran Data Deret Waktu Kestasioneran data deret waktu merupakan kondisi yang diperlukan karena dapat memperkecil kekeliruan model. Data dikatakan stasioner jika fluktuasi data berada di sekitar nilai yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan ragam dari fluktuatif tersebut tetap konstan dari waktu ke waktu (Makridakis et al. 1983) .
Model umum data deret waktu yang stasioner (Xt) dapat dituliskan sebagai berikut
(Cryer 1986):
Xt = at+ ψ1 at-1+ ψ2 at-2+ …
dengan atmerupakan ingar putih (white noise)
atau barisan peubah acak saling bebas dan memiliki sebaran identik dengan E(at) = 0,
Var(at) = σa2, dan < ∞.
Untuk memeriksa kestasioneran data terdapat dua metode pengujian, yaitu korelogram dan uji akar unit (unit root test). Korelogram merupakan teknik identifikasi kestasioneran secara visual dengan melihat plot data terhadap waktu dan plot Autocorrelation Function (Makridakis et al. 1983). Gambar 1, 2, dan 3 masing-masing menggambarkan plot deret waktu yang tidak
(3)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Sejak tahun 2008 harga minyak mentah dunia terus melambung dengan kisaran harganya berada pada tingkat di atas USD 130/barrel. Hal ini menggelembungkan angka subsidi BBM ke tingkat yang tidak mungkin lagi dipertahankan. Jika harga minyak mencapai rata-rata USD 120/barel sepanjang tahun 2008, maka subsidi BBM mencapai lebih dari 200 triliun rupiah. Padahal menurut UU No 16/2008 tentang APBN(P) 2008, telah ditetapkan batas maksimal anggaran subsidi BBM hanya sebesar 135.1 triliun rupiah (ESDM 2008).
Pada kenyataannya, subsidi BBM yang telah dilaksanakan salah sasaran. Sekitar 25% kelompok pendapatan rumah tangga terkaya justru menikmati 77% subsidi tersebut, sedangkan 25% kelompok pendapatan terendah hanya menikmati sekitar 15%. Oleh karena itu, pemerintah berencana untuk melakukan pengaturan ulang BBM Bersubsidi. Tanpa pengaturan ulang, BBM bersubsidi selain tidak tepat sasaran dipastikan akan melebihi kuota yang pada akhirnya kembali membebani keuangan negara. Hal itu disampaikan oleh BPH Migas seiring rencana pemerintah menaikkan harga BBM secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian atau non subsidi untuk tahun 2014 (ESDM 2010). Oleh karena itu, penulis ingin melakukan peramalan harga BBM non subsidi, khususnya pada harga premium di Indonesia.
Menurut Muttaqin (2007), salah satu penyebab kenaikan harga BBM adalah meningkatnya harga minyak mentah dunia yang menyebabkan kemampuan finansial Pertamina mengimpor BBM menjadi sangat terbatas. Hal ini diperkuat oleh Suhendra (2008) yang menyebutkan faktor-faktor penentu harga BBM antara lain harga minyak dunia, produksi BBM, permintaan pasar, politik ekonomi, dan perdagangan berjangka.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, penulis mencoba untuk meramalkan harga BBM, khususnya premium yang dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Peramalan harga premium dapat dimodelkan dengan model ARIMA. Namun jika ingin melihat pengaruh dari harga minyak mentah dunia, maka dapat digunakan model fungsi transfer. Model fungsi transfer adalah suatu model peramalan deret waktu berganda yang menggabungkan beberapa karakteristik model ARIMA dengan karakteristik analisis regresi.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Membuat model fungsi transfer yang
menjelaskan hubungan antara harga minyak mentah dunia dan harga premium.
2. Membandingkan hasil peramalan model fungsi transfer dengan model ARIMA.
TINJAUAN PUSTAKA Premium
Premium merupakan bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor yang paling populer di Indonesia. Premium berbahan bakar minyak jenis distilat yang berwarna kekuningan jernih. Premium merupakan salah satu bahan bakar minyak bensin yang diperuntukkan untuk mesin dengan pembakaran. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Otcane Number). Premium adalah BBM dengan nilai RON terendah, yakni hanya 88. Premium di Indonesia dipasarkan oleh Pertamina dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ESDM 2005).
Kestasioneran Data Deret Waktu Kestasioneran data deret waktu merupakan kondisi yang diperlukan karena dapat memperkecil kekeliruan model. Data dikatakan stasioner jika fluktuasi data berada di sekitar nilai yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan ragam dari fluktuatif tersebut tetap konstan dari waktu ke waktu (Makridakis et al. 1983) .
Model umum data deret waktu yang stasioner (Xt) dapat dituliskan sebagai berikut
(Cryer 1986):
Xt = at+ ψ1 at-1+ ψ2 at-2+ …
dengan atmerupakan ingar putih (white noise)
atau barisan peubah acak saling bebas dan memiliki sebaran identik dengan E(at) = 0,
Var(at) = σa2, dan < ∞.
Untuk memeriksa kestasioneran data terdapat dua metode pengujian, yaitu korelogram dan uji akar unit (unit root test). Korelogram merupakan teknik identifikasi kestasioneran secara visual dengan melihat plot data terhadap waktu dan plot Autocorrelation Function (Makridakis et al. 1983). Gambar 1, 2, dan 3 masing-masing menggambarkan plot deret waktu yang tidak
(4)
stasioner terhadap rataan, ragam, serta rataan dan ragam.
Gambar 1 Plot deret waktu tidak stasioner dalam rataan.
Gambar 2 Plot deret waktu tidak stasioner dalam ragam.
Gambar 3 Plot deret waktu tidak stasioner dalam rataan dan ragam.
Uji akar unit pertama kali dikenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller sehingga lebih dikenal dengan nama uji Dickey-Fuller. Penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey Fuller, dengan persamaannya adalah:
dengan , , dan a
diduga melalui metode kuadrat terkecil. Hipotesis yang akan diuji adalah:
Ho: = 0 (Xt tidak stasioner)
H1: ≠ 0 (Xt stasioner)
Statistik uji yang digunakan adalah:
Jika nilai t-hit < nilai kritis dalam Tabel Dickey-Fuller atau nilai-p < α, maka keputusan yang diambil adalah menolak H0
atau data deret waktu sudah stasioner (Enders 1995).
Ketidakstasioneran data deret waktu terbagi dua, yaitu tidak stasioner dalam rataan dan tidak stasioner dalam ragam. Data deret waktu yang tidak stasioner dalam rataan dapat distasionerkan dengan cara pembedaan (differencing) dengan derajat d. Secara umum, pembedaan dengan derajat d bisa dirumuskan sebagai berikut (Makridakis et al. 1983) :
Sedangkan data deret waktu yang tidak stasioner dalam ragam dapat distasionerkan dengan transformasi Box Cox. Dalam transformasi Box Cox akan menghasilkan
nilai λ yang akan menentukan jenis
transformasi yang akan dilakukan. Transformasi harus dilakukan sebelum proses pembedaan dan analisis lainnya (Wei 1990).
Autoregressive (p)
Autoregressive atau model regresi diri berordo p, yang disingkat AR(p) menyatakan bahwa nilai pengamatan pada periode ke-t dipengaruhi oleh nilai-nilai pengamatan sebelumnya selama p periode (Makridakis et al. 1983). Dengan kata lain, nilai pengamatan Xt dipengaruhi nilai pengamatan Xt-1, Xt-2, …,
Xt-p. Secara umum, model AR(p)
diformulasikan sebagai berikut (Montgomery et al. 1990) :
dengan:
Xt = nilai pengamatan pada waktu ke-t
= konstanta
= parameter model AR = sisaan pada waktu ke-t merupakan polinomial karakteristik AR.
Moving Average (q)
Jika peubah penjelas pada model AR adalah nilai sebelumnya dari peubah tak bebas itu sendiri (Xt), maka peubah bebas pada
model Moving Average (MA) atau rataan bergerak adalah nilai sisaan pada periode sebelumnya. Rumus umum proses MA(q) adalah sebagai berikut (Montgomery et al. 1990):
dengan:
(5)
= konstanta
= parameter model MA = sisaan pada waktu ke-t merupakan polinomial karakteristik MA.
Autoregressive Integrated Moving Average
(p,d,q)
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah gabungan dari model regresi diri ordo p dan rataan bergerak ordo q terhadap data yang telah mengalami pembedaan sebanyak d kali (Montgomery et al. 1990). Model ini menjelaskan data deret waktu yang tidak stasioner. Bentuk umum model ARIMA (p,d,q) adalah sebagai berikut:
p (B) d Xt = + θq (B) at
dengan:
d
= operator pembedaan dengan derajat pembeda d
= 1 – B , B adalah operator backshift
p (B) = (1 - 1 B - … - p B p )
θq (B) = (1 - θ1 B - … - θp B p )
Model ARIMA dapat juga dimodelkan sebagai berikut (Cryer 1986):
Xt = 1 Xt-1 + 2 Xt-2 + … + p Xt-p - θ1 at-1 –
θ2 at-2 - … - θp at-p + at
dimana Xt adalah nilai pengamatan pada waktu
ke-t, i adalah koefisien AR pada ordo ke-i, θi
adalah koefisien MA pada ordo ke-i, dan at
adalah sisaan pada waktu ke-t. Metode Box-Jenkins
Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan model ARIMA adalah metode Box-Jenkins (Makridakis et al. 1983) dengan prosedur sebagai berikut:
1. Identifikasi Model
Identifikasi model berasal dari struktur data yang bersifat stasioner. Dari data ini dapat diperoleh model sementara dengan mengamati Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF). Jika data deret waktu stasioner, korelogram akan menurun dengan cepat seiring dengan meningkatnya k. Sedangkan jika data tidak stasioner, korelogram cenderung tidak menuju nol meskipun k membesar. Pengujian dilakukan untuk melihat signifikansi rk
satu per satu. Hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho: ρk = 0
H1: ρk≠ 0
Koefisien korelasi mempunyai distribusi contoh yang akan mendekati kurva normal dengan rataan 0 dan standar eror 1/√n, atau secara matematis ditulis dengan , dimana adalah standar eror. Jika interval rk mengandung
nilai 0, maka H0 tidak dapat ditolak yang
artinya tidak terdapat autokorelasi. Sedangkan jika interval rk tidak
mengandung nilai 0, maka H0 dapat
ditolak yang artinya terdapat autokorelasi antara data-data yang berdekatan (Makridakis et al. 1983) .
Ordo proses AR dapat ditentukan dengan melihat berapa banyak koefisien PCAF pertama yang berbeda nyata dengan nol. Sedangkan ordo proses MA ditentukan dengan melihat berapa banyak koefisien ACF pertama yang berbeda nyata dengan nol.
2. Pendugaan Parameter
Banyaknya parameter yang akan diduga bergantung pada banyaknya koefisien model awal. Berdasarkan kenyataan bahwa parameter model mempunyai hubungan autokorelasi atau autokorelasi parsial, maka pendugaan parameter-parameter ini dapat diperoleh dengan menyelesaikan hubungan tersebut, hubungan antara autokorelasi dan parameternya yang dinyatakan dalam persamaan Yule Walker. Menurut Cryer (1986), terdapat beberapa metode untuk menduga parameter-parameter tersebut, yaitu metode momen, metode kuadrat terkecil, dan metode maximum likelihood. 3. Diagnostik Model
Uji Box-Pierce dapat digunakan untuk menguji apakah model yang dimiliki sudah layak atau belum, yaitu dengan melihat apakah sekelompok korelasi diri sisaan secara nyata berbeda dengan nol. Hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho: ρk = 0
H1: ρk≠ 0
Persamaan statistik uji Q Box-Pierce menurut Montgomery et al. (1990) adalah:
dengan:
= nilai korelasi diri pada lag ke-k N = banyaknya amatan pada data awal d = ordo pembedaan
K = lag tertinggi
Statistik uji Q Box-Pierce menyebar
mengikuti sebaran χ2
dengan derajat bebas K-n, dimana K adalah lag tertinggi yang
(6)
diamati dan n adalah jumlah ordo AR dan MA baik regular maupun musiman. Jika nilai Q lebih besar dari nilai χ2(n-k) untuk
tingkat kepercayaan tertentu atau nilai peluang statistik Q lebih kecil dari taraf
nyata α, maka dapat disimpulkan bahwa
model tidak layak.
Pemeriksaan kelayakan model juga dapat dilakukan dengan memeriksa plot Residual Autocorrelation Function (RACF) dan plot Residual Partial Autocorrelation Function (RPACF). Model yang sesuai ditunjukkan dengan tidak adanya nilai korelasi diri sisaan dan nilai korelasi diri parsial sisaan yang berbeda nyata dengan nol.
4. Peramalan
Peramalan merupakan suatu proses untuk memperoleh data beberapa periode waktu ke depan. Untuk memperoleh sejauh a periode ke depan dari titik waktu ke-t, maka dipilih satu model yang memiliki nilai KTG minimum. Perhitungan dilakukan secara rekursif, yaitu menghitung peramalan satu periode kemudian dua periode, dan seterusnya sampai a periode ke depan.
Setelah melakukan peramalan, ketepatan peramalan dapat dicari dengan menghitung Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dan Mean Absolute Deviation (MAD) dengan rumus sebagai berikut (Makridakis et al. 1983):
Semakin kecil nilai MAPE dan MAD menunjukkan data data hasil peramalan semakin mendekati nilai aktual.
Model Fungsi Transfer
Model fungsi transfer merupakan suatu model pengembangan dari model ARIMA yang biasa disebut dengan multivariat ARIMA. Jika deret waktu Yt berhubungan
dengan satu atau lebih deret waktu lain (Xt),
maka dapat dibuat sebuah model deret waktu untuk menduga nilai Yt berdasarkan informasi
Xt. Model yang dihasilkan disebut model
fungsi transfer. Deret waktu Yt dinamakan
deret output dan deret waktu Xt sebagai deret
input (Makridakis et al. 1983).
Model fungsi transfer merupakan suatu model yang mengkombinasikan pendekatan deret waktu dengan pendekatan kausal. Perbedaannya dengan regresi linier terdapat pada jenis data yang digunakan. Fungsi transfer menggunakan data deret waktu yang
tidak saling bebas antar periodenya. Model fungsi transfer memiliki bentuk umum sebagai berikut (Wei 1990):
dengan:
Komponen galat (at) dapat dimodelkan
dengan proses ARIMA (p,d,q) sehingga model kombinasi fungsi transfer galat : dengan:
b, r, s, p, q adalah konstanta,
merupakan sisaan pada waktu ke-t, merupakan operator regresi diri umum.
Adapun prosedur pembentukan model fungsi transfer meliputi tahapan-tahapan berikut (Makridakis et al. 1983):
1. Identifikasi bentuk model fungsi transfer
1.1 Mempersiapkan deret input dan output Pada tahap awal dilakukan pemeriksaan kestasioneran terhadap deret input dan deret output, baik dalam rataan maupun dalam ragam. Jika data tidak stasioner maka dilakukan pembedaan dan transformasi untuk mengatasi ketidakstasioneran.
1.2 Prewhitening deret input
Tahap prewhitening deret input merupakan proses transformasi deret yang berkorelasi menuju perilaku white noise yang tidak berkorelasi. Sebelum proses prewhitening, dibangun terlebih dahulu model ARIMA bagi (Xt) karena proses ini
menggunakan model ARIMA untuk deret input.
Jika deret input Xt dimodelkan sebagai
proses ARIMA (p,0,q), maka deret ini memiliki model :
dengan merupakan sisaan acak. Dengan demikian deret input yang mengalami prewhitening ( ) adalah :
1.3 Prewhitening deret output
Fungsi transfer merupakan proses pemetaan Xt terhadap Yt. Apabila
diterapkan suatu proses prewhitening terhadap Xt, maka transformasi yang sama
juga harus diterapkan terhadap Yt agar
(7)
fungsional. Sehingga deret output yang
telah ditransformasi ( t) adalah :
1.4 Perhitungan korelasi silang antara dan
Fungsi korelasi silang antara αtdan t pada
lag ke-k adalah :
, k =0, ±1, ±β, …
dengan:
= korelasi silang antara αt dan t
pada lag ke-k
= kovarian antara αt dan t pada
lag ke-k
= simpangan baku deret αt
= simpangan baku deret t
1.5 Menentukan nilai b, s, dan r model fungsi transfer
Konstanta b, s, dan r ditentukan berdasarkan pola fungsi korelasi silang
antara αtdan t . Cara menentukan nilai b,
r dan s adalah :
a. b ditentukan berdasarkan lag yang nyata pertama kali pada plot korelasi silang
b. s dilihat dari berapa lama Xt
mempengaruhi Yt setelah nyata yang
pertama
c. r ditentukan berdasarkan plot ACF Yt
stasioner yang menunjukkan lag yang nyata setelah nyata yang pertama. 1.6 Pendugaan awal parameter dan ω
Penduga awal parameter fungsi transfer yaitu = ( 1, 2, … , r ) dan =
(ω0, ω1, …, ωs). Model umum untuk
pendugaan parameter awal dari model fungsi transfer yaitu :
Penduga awal ini digunakan sebagai nilai awal algoritma pendugaan akhir nonlinier dan untuk menduga deret sisaan. 2. Pendugaan akhir parameter model
fungsi transfer
Pendugaan awal parameter merupakan nilai awal pada logaritma pendugaan kuadrat terkecil nonlinier untuk membentuk penduga akhir parameter model. Proses ini dilakukan secara iteratif dan diulang sampai kekonvergenan tercapai. Iterasi akan berhenti jika jumlah kuadrat galatnya mencapai nilai minimum.
3. Uji diagnostik model fungsi transfer Pemeriksaan kesesuaian model dilakukan dengan melihat perilaku sisaan (at) dan Sample Cross Corelation (SCC)
antara at dan αt (input). Keacakan sisaan
serta tidak adanya nilai SCC yang berbeda nyata dengan nol menunjukkan model sudah sesuai. Uji Q Box-Pierce dapat diaplikasikan untuk menguji kebebasan sisaan dan tidak adanya korelasi antara input dan sisaan.
4. Penggunaan model fungsi transfer untuk peramalan
Peramalan dihitung dengan menggunakan persamaan :
dengan memasukkan nilai-nilai parameter fungsi transfer dan nilai deret input dan output dari tahapan sebelumnya.
METODOLOGI Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data harga premium (Rp/liter) sebagai deret output dan harga minyak mentah dunia (USD/barrel) sebagai deret input. Data harga premium diperoleh dari Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral melalui website www.esdm.co.id, sedangkan data harga minyak mentah dunia diperoleh dari website www.opec.org. Data yang digunakan merupakan data bulanan sejak bulan Januari 2005 hingga bulan Mei 2009. Data bulan Januari 2005 hingga September 2008 digunakan untuk pembuatan model, sedangkan data bulan Oktober 2008 hingga Mei 2009 digunakan sebagai validasi model.
Metode
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Eksplorasi data harga minyak mentah dunia dan harga premium.
2. Membangun model fungsi transfer. a. Mempersiapkan deret input dan deret
output dengan penstasioneran data. b. Identifikasi model ARIMA untuk deret
input dan output.
c. Prewhitening deret input harga minyak mentah dunia.
d. Menghitung korelasi silang antara deret input dan deret output.
(8)
fungsional. Sehingga deret output yang
telah ditransformasi ( t) adalah :
1.4 Perhitungan korelasi silang antara dan
Fungsi korelasi silang antara αtdan t pada
lag ke-k adalah :
, k =0, ±1, ±β, …
dengan:
= korelasi silang antara αt dan t
pada lag ke-k
= kovarian antara αt dan t pada
lag ke-k
= simpangan baku deret αt
= simpangan baku deret t
1.5 Menentukan nilai b, s, dan r model fungsi transfer
Konstanta b, s, dan r ditentukan berdasarkan pola fungsi korelasi silang
antara αtdan t . Cara menentukan nilai b,
r dan s adalah :
a. b ditentukan berdasarkan lag yang nyata pertama kali pada plot korelasi silang
b. s dilihat dari berapa lama Xt
mempengaruhi Yt setelah nyata yang
pertama
c. r ditentukan berdasarkan plot ACF Yt
stasioner yang menunjukkan lag yang nyata setelah nyata yang pertama. 1.6 Pendugaan awal parameter dan ω
Penduga awal parameter fungsi transfer yaitu = ( 1, 2, … , r ) dan =
(ω0, ω1, …, ωs). Model umum untuk
pendugaan parameter awal dari model fungsi transfer yaitu :
Penduga awal ini digunakan sebagai nilai awal algoritma pendugaan akhir nonlinier dan untuk menduga deret sisaan. 2. Pendugaan akhir parameter model
fungsi transfer
Pendugaan awal parameter merupakan nilai awal pada logaritma pendugaan kuadrat terkecil nonlinier untuk membentuk penduga akhir parameter model. Proses ini dilakukan secara iteratif dan diulang sampai kekonvergenan tercapai. Iterasi akan berhenti jika jumlah kuadrat galatnya mencapai nilai minimum.
3. Uji diagnostik model fungsi transfer Pemeriksaan kesesuaian model dilakukan dengan melihat perilaku sisaan (at) dan Sample Cross Corelation (SCC)
antara at dan αt (input). Keacakan sisaan
serta tidak adanya nilai SCC yang berbeda nyata dengan nol menunjukkan model sudah sesuai. Uji Q Box-Pierce dapat diaplikasikan untuk menguji kebebasan sisaan dan tidak adanya korelasi antara input dan sisaan.
4. Penggunaan model fungsi transfer untuk peramalan
Peramalan dihitung dengan menggunakan persamaan :
dengan memasukkan nilai-nilai parameter fungsi transfer dan nilai deret input dan output dari tahapan sebelumnya.
METODOLOGI Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data harga premium (Rp/liter) sebagai deret output dan harga minyak mentah dunia (USD/barrel) sebagai deret input. Data harga premium diperoleh dari Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral melalui website www.esdm.co.id, sedangkan data harga minyak mentah dunia diperoleh dari website www.opec.org. Data yang digunakan merupakan data bulanan sejak bulan Januari 2005 hingga bulan Mei 2009. Data bulan Januari 2005 hingga September 2008 digunakan untuk pembuatan model, sedangkan data bulan Oktober 2008 hingga Mei 2009 digunakan sebagai validasi model.
Metode
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Eksplorasi data harga minyak mentah dunia dan harga premium.
2. Membangun model fungsi transfer. a. Mempersiapkan deret input dan deret
output dengan penstasioneran data. b. Identifikasi model ARIMA untuk deret
input dan output.
c. Prewhitening deret input harga minyak mentah dunia.
d. Menghitung korelasi silang antara deret input dan deret output.
(9)
f. Identifikasi model ARIMA deret sisaan.
g. Menentukan model kombinasi fungsi transfer.
h. Melakukan diagnostik model fungsi transfer.
i. Meramalkan harga premium dengan menggunakan model fungsi transfer. 3. Membandingkan hasil peramalan model
fungsi transfer dengan model ARIMA.
HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data
Pada Gambar 4, data harga minyak mentah dunia menunjukkan pola fluktuatif yang cendrung meningkat dari bulan Januari 2005 sampai mencapai titik puncak yaitu bulan Juli 2008. Pada bulan Juli 2008, harga tersebut mengalami titik tertinggi dengan harga yang mencapai USD 136.94/barrel. Terjadinya lonjakan harga ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan minyak mentah yang berasal dari negara Libya. Pada awal tahun 2008 terjadi gejolak politik yang memperebutkan sejumlah kota penghasil minyak di Libya. Kemudian harga minyak mentah mengalami penurunan tajam sampai bulan September 2008.
Pada Gambar 5 terlihat data perkembangan harga premium menunjukkan pola fluktuatif yang cendrung meningkat dari bulan Januari 2005 hingga mencapai titik puncak yaitu bulan Juli 2008. Pada bulan Juli 2008, harga premium mengalami titik tertinggi dengan harga yang mencapai Rp9136/liter. Meningkatnya harga premium pada bulan Juli 2008 disebabkan oleh harga minyak mentah dunia yang meningkat tajam. Kemudian harga premium mengalami penurunan sampai bulan September 2008. Titik terendah terjadi pada bulan Juli 2005 dengan harga premium sebesar Rp4060/liter.
Gambar 4 Harga minyak mentah dunia Januari 2005- September 2008
Gambar 5 Harga premium Januari 2005- September 2008
Mempersiapkan Deret Output dan Deret Input (Penstasioneran Data) Pada Gambar 4 dan 5 terlihat bahwa data harga minyak dunia dan harga premium tidak stasioner. Hal ini terlihat dari fluktuatif data yang tidak konstan pada suatu nilai dan ragam yang tidak konstan dari waktu ke waktu. Data deret waktu memerlukan pembedaan untuk mencapai kestasioneran data. Pembedaan satu kali telah menghasilkan deret output harga premium serta deret input harga minyak mentah dunia yang stasioner.
Kestasioneran juga dapat diuji dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller. Pada Tabel 1, pengujian data asli memperlihatkan bahwa untuk deret harga premium (Yt) dan harga minyak mentah dunia
(Xt) mengandung nilai-p yang lebih besar dari
0.10. Setelah dilakukan pembedaan satu kali, hasilnya menunjukkan kestasioneran untuk semua deret waktu. Hal ini terlihat dari nilai-p yang lebih kecil dari 0.10 atau tolak H0. Plot
data yang telah stasioner dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 1 Hasil uji Augmented Dickey Fuller
Deret p-value
d=0 d=1
Harga Premium 0.7364 <0.0001 Harga Minyak Mentah 0.9109 <0.0001
Identifikasi Model ARIMA Identifikasi model ARIMA dilakukan dengan memperlihatkan beberapa nilai awal dari korelasi diri dan korelasi diri parsialnya saat interval rk tidak mengandung nilai 0
(terdapat autokorelasi), serta pola dari plot ACF dan plot PACFnya.
Harga Minyak Mentah Dunia
Plot ACF dan PACF deret input harga minyak mentah dunia yang telah stasioner pada Gambar 6 dan 7 menunjukkan tidak ada lag yang nyata. Sehingga identifikasi awal model adalah ARIMA(0,1,0). Langkah
0 20 40 60 80 100 120 140 160 Ja n -05 A pr -05 Jul -05 Okt -05 Ja n -06 A pr -06 Jul -06 Okt -06 Ja n -07 A pr -07 Jul -07 Okt -07 Ja n -08 A pr -08 Jul -08 H ar g a M in y ak M en ta h D u n ia ( U S D /b ar re l) Bulan 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 Ja n -05 A pr -05 Jul -05 Okt -05 Ja n -06 A pr -06 Jul -06 Okt -06 Ja n -07 A pr -07 Jul -07 Okt -07 Ja n -08 A pr -08 Jul -08 H ar g a P re mi u m (R p /l it er ) Bulan
(10)
selanjutnya adalah melakukan overfitting yang ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil overfitting menunjukkan bahwa tidak ada model yang memiliki semua parameter nyata pada taraf nyata 10%, sehingga model yang terpilih adalah model ARIMA(0,1,0). Selain itu, pengujian Box Pierce menunjukkan bahwa model ARIMA(0,1,0) memiliki nilai korelasi diri sisaan tidak berbeda nyata dengan nol untuk semua lag-nya (Lampiran 2). Sehingga model ARIMA yang diperoleh adalah:
24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to c o rr e la ti o n
Gambar 6 Plot ACF deret input harga minyak mentah dunia 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n
Gambar 7 Plot PACF deret input harga minyak mentah dunia
Tabel 2 NIlai AIC dan SBC Kandidat Model ARIMA Xt
Model AIC SBC
ARIMA(0,1,0) 289.96 289.96 ARIMA(0,1,1)* 290.13 231.92 ARIMA(1,1,0)* 290.41 292.19 Ket : (*) salah satu parameter tidak nyata Harga premium
Pada Gambar 8 terlihat bahwa plot ACF deret output harga premium yang telah stasioner tidak ada lag yang nyata. Hal yang sama ditunjukkan plot PACF pada Gambar 9. Sehingga identifikasi awal model adalah ARIMA(0,1,0). Langkah selanjutnya adalah melakukan overfitting yang ditunjukkan pada Tabel 3. Hasil overfitting menunjukkan bahwa tidak ada model yang memiliki semua
parameter nyata pada taraf nyata 10%, sehingga model yang terpilih adalah model ARIMA(0,1,0). Selain itu, pengujian Box Pierce menunjukkan bahwa nilai korelasi diri sisaan tidak berbeda nyata dengan nol untuk semua lag-nya (Lampiran 3). Sehingga model ARIMA yang diperoleh adalah:
24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag A u to c o rr e la ti o n
Gambar 8 Plot ACF deret output harga premium 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n
Gambar 9 Plot PACF deret output harga premium
Tabel 3 NIlai AIC dan SBC kandidat model ARIMA Yt
Model AIC SBC
ARIMA(0,1,0) 686.89 686.89 ARIMA(1,1,0)* 688.75 690.53 ARIMA(0,1,1)* 688.69 690.48 Ket : (*) salah satu parameter tidak nyata
Prewhitening Deret Input dan Deret Output
Tahap prewhitening dilakukan berdasarkan identifikasi model ARIMA pada deret input. Dalam tahap ini digunakan unsur white noise model tersebut. Model prewhitening untuk deret input harga minyak mentah dunia (Xt) adalah:
Prewhitening deret output Yt diperoleh
dengan cara melakukan transformasi yang sama dengan deret input Xt, sehingga model
(11)
Perhitungan Korelasi Silang Perhitungan korelasi silang dilakukan antara peubah output dan input yang telah melalui proses prewhitening. Korelasi silang ini menunjukkan hubungan antara harga minyak mentah dunia dan harga premium. Pola korelasi silang yang dihasilkan akan digunakan untuk identifikasi model awal fungsi transfer (b,s,r). Hasil korelasi silang
antara αtdan t dapat dilihat pada Lampiran 4.
Identifikasi Model Awal
Identifikasi awal model fungsi transfer dilakukan dengan melihat plot korelasi silang antara αt dan t. Nilai b ditentukan
berdasarkan lag yang nyata pertama kali pada plot korelasi silangnya. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai s dilihat berapa lama nilai Xt mempengaruhi Yt setelah nyata yang
pertama. Sedangkan untuk nilai r dapat dilihat berdasarkan plot korelasi diri Yt stasioner
yang menunjukkan lag yang nyata setelah nyata yang pertama.
Berdasarkan keterangan di atas didapatkan beberapa identifikasi model awal fungsi transfer yang ditunjukkan pada Tabel 4. Pada Tabel 4 terlihat bahwa model terpilih adalah model dengan nilai b=0, s=1, dan r=0. Kemudian dilakukan overfitting untuk mendapatkan model terbaik.
Hasil overfitting menunjukkan bahwa model yang seluruh koefisiennya nyata dan memiliki nilai model dengan nilai AIC dan SBC terkecil adalah model dengan nilai b=0, s=1, dan r=0. Pendugaan parameter model awal dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengujian Box Pierce menunjukkan bahwa nilai korelasi diri sisaan saling bebas, sehingga model untuk pendugaan parameter awal dari model fungsi transfer adalah:
Tabel 4 Identifikasi awal korelasi silang αt dan t
No. Konstanta AIC SBC 1 b=0,s=1,r=0 660.87 664.39 2 b=0,s=2,r=0* 651.25 654.73 3 b=1,s=1,r=0* 653.49 656.96 4 b=0,s=1,r=1* 662.66 667.94 Ket : (*) salah satu parameter tidak nyata
Identifikasi Model Sisaan
Model yang didapat dari identifikasi awal yaitu:
Sehingga nilai nt adalah:
Identifikasi awal model fungsi transfer menghasilkan plot ACF dan PACF sisaan pada Lampiran 6.
Pendugaan Akhir Parameter Model Fungsi Transfer
Identifikasi akhir model fungsi transfer dilakukan dengan mengkombinasikan model awal dengan sisaannya (Lampiran 7). Dengan pertimbangan penduga parameter yang nyata dan sisaan yang saling bebas, maka ditetapkan bahwa model akhir yang diperoleh adalah model fungsi transfer dengan nilai b=0, s=1, dan r=0 dengan model sisaan ARIMA(1,0,0). Pendugaan parameter yang nyata mengindikasikan bahwa peubah harga minyak mentah dunia mempengaruhi harga premium secara signifikan pada taraf nyata 10% (Lampiran 8).
Kemudian diagnostik model dilakukan dengan melihat kebebasan sisaan serta kebebasan antar input dan sisaan. Kebebasan sisaan dapat dilihat dari plot ACF dan PACF yang tidak berbeda nyata dengan nol (Lampiran 9). Selain itu, uji Box Pierce memperlihatkan nilai-p yang lebih besar dari 0.10 sehingga sisaan saling bebas pada taraf nyata 10%. Nilai korelasi silang antara sisaan dan masing-masing input pun tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 10% (Lampiran 10), sehingga asumsi kebebasan antara input dan sisaan terpenuhi. Dengan mempertimbangkan penduga parameter yang nyata, kebebasan sisaan, dan kebebasan antara input dan sisaan, maka ditetapkan model akhir fungsi transfer yang diidentifikasi adalah:
Model fungsi transfer yang telah terbentuk menyimpulkan bahwa harga premium pada waktu ke-t dipengaruhi oleh harga premium satu bulan dan dua bulan sebelumnya, harga minyak mentah dunia pada bulan yang sama, serta harga minyak mentah dunia satu bulan dan dua bulan sebelumnya.
Peramalan
Validasi model dilakukan untuk mengetahui keakuratan prakiraan harga premium berdasarkan model yang telah diperoleh. Validasi model membandingkan data aktual dengan data peramalan yang diperoleh dari model fungsi transfer. Keakuratan model dapat dilihat dari nilai MAPE dan MAD yang dihasilkan. Semakin kecil nilainya, maka data peramalan semakin
(12)
mendekati data aktual sehingga model yang dihasilkan semakin baik. Hasil peramalan untuk model akhir fungsi transfer dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan nilai MAPE dan MAD hasil peramalan dengan fungsi transfer masing-masing sebesar 13.38% dan 800.23.
Tabel 5 Perbandingan peramalan model fungsi transfer dan data aktual
Bulan Y Ŷ
Oktober 2008 6805 6987
November 2008 5925 6968
Desember 2008 6500 6972
Januari 2009 5565 6971
Februari 2009 5877 6971
Maret 2009 6076 6971
April 2009 6141 6971
Mei 2009 6491 6971
MAPE 13.38%
MAD 800.23
Perbandingan Model Fungsi Transfer dengan Model ARIMA
Model terbaik adalah model yang memiliki nilai MAPE dan MAD terkecil. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai MAPE dan MAD pada model fungsi transfer sedikit lebih kecil dari nilai MAPE dan MAD pada model ARIMA. Pada Gambar 10 juga memperlihatkan bahwa hasil peramalan dengan model fungsi transfer dan model ARIMA tidak terlalu berbeda dan selalu berada di atas data aktual. Sedangkan plot bersama antara data aktual, model fungsi transfer, dan model ARIMA menunjukkan bahwa pendugaan model fungsi transfer dan model ARIMA mendekati data aktual (Lampiran 11). Nilai MAPE dan MAD data keseluruhan dari model fungsi transfer masing-masing sebesar 7.43% dan 425.17. Sedangkan nilai MAPE dan MAD data keseluruhan dari model ARIMA masing-masing sebesar 9.73% dan 566.58.
Kriteria lain dalam pemilihan model terbaik adalah nilai AIC dan SBC. Model terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC dan SBC terkecil. Pada model fungsi transfer, nilai AIC dan SBC masing-masing sebesar 661.40 dan 666.68. Sedangkan nilai AIC dan SBC untuk model ARIMA masing-masing sebesar 686.89 dan 686.89. Berdasarkan kriteria-kriteria pemilihan model terbaik, maka dapat disimpulkan bahwa model model fungsi transfer lebih baik daripada model ARIMA.
Tabel 6 Perbandingan peramalan model fungsi transfer dan model ARIMA
Bulan Fungsi
Transfer ARIMA
Oktober 2008 6987 7339
November 2008 6968 7339
Desember 2008 6972 7339
Januari 2009 6971 7339
Februari 2009 6971 7339
Maret 2009 6971 7339
April 2009 6971 7339
Mei 2009 6971 7339
MAPE 13.38% 19.34%
MAD 800.23 1166.48
Gambar 10 Plot hasil peramalan dan data aktual
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Model fungsi transfer dapat menjelaskan hubungan antara harga premium dan harga minyak mentah dunia. Harga premium dipengaruhi oleh harga premium satu bulan sebelumnya, harga minyak mentah dunia pada bulan yang sama, serta harga minyak mentah dunia satu bulan dan dua bulan sebelumnya. Model fungsi transfer lebih baik meramalkan harga premium dibandingkan dengan model ARIMA karena peubah harga minyak mentah dunia berpengaruh signifikan terhadap harga premium.
Saran
Penulis menyarankan untuk menggunakan fungsi transfer multi input untuk peramalan harga premium bulanan dengan menambahkan deret input lainnya. Selain itu penambahan jumlah data juga memungkinkan diperoleh model baru yang lebih mampu menjelaskan hubungan harga premium dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
1 2 3 4 5 6 7 8
Ha rg a P re m iu m Bulan ARIMA f.transfer aktual
(13)
mendekati data aktual sehingga model yang dihasilkan semakin baik. Hasil peramalan untuk model akhir fungsi transfer dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan nilai MAPE dan MAD hasil peramalan dengan fungsi transfer masing-masing sebesar 13.38% dan 800.23.
Tabel 5 Perbandingan peramalan model fungsi transfer dan data aktual
Bulan Y Ŷ
Oktober 2008 6805 6987
November 2008 5925 6968
Desember 2008 6500 6972
Januari 2009 5565 6971
Februari 2009 5877 6971
Maret 2009 6076 6971
April 2009 6141 6971
Mei 2009 6491 6971
MAPE 13.38%
MAD 800.23
Perbandingan Model Fungsi Transfer dengan Model ARIMA
Model terbaik adalah model yang memiliki nilai MAPE dan MAD terkecil. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai MAPE dan MAD pada model fungsi transfer sedikit lebih kecil dari nilai MAPE dan MAD pada model ARIMA. Pada Gambar 10 juga memperlihatkan bahwa hasil peramalan dengan model fungsi transfer dan model ARIMA tidak terlalu berbeda dan selalu berada di atas data aktual. Sedangkan plot bersama antara data aktual, model fungsi transfer, dan model ARIMA menunjukkan bahwa pendugaan model fungsi transfer dan model ARIMA mendekati data aktual (Lampiran 11). Nilai MAPE dan MAD data keseluruhan dari model fungsi transfer masing-masing sebesar 7.43% dan 425.17. Sedangkan nilai MAPE dan MAD data keseluruhan dari model ARIMA masing-masing sebesar 9.73% dan 566.58.
Kriteria lain dalam pemilihan model terbaik adalah nilai AIC dan SBC. Model terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC dan SBC terkecil. Pada model fungsi transfer, nilai AIC dan SBC masing-masing sebesar 661.40 dan 666.68. Sedangkan nilai AIC dan SBC untuk model ARIMA masing-masing sebesar 686.89 dan 686.89. Berdasarkan kriteria-kriteria pemilihan model terbaik, maka dapat disimpulkan bahwa model model fungsi transfer lebih baik daripada model ARIMA.
Tabel 6 Perbandingan peramalan model fungsi transfer dan model ARIMA
Bulan Fungsi
Transfer ARIMA
Oktober 2008 6987 7339
November 2008 6968 7339
Desember 2008 6972 7339
Januari 2009 6971 7339
Februari 2009 6971 7339
Maret 2009 6971 7339
April 2009 6971 7339
Mei 2009 6971 7339
MAPE 13.38% 19.34%
MAD 800.23 1166.48
Gambar 10 Plot hasil peramalan dan data aktual
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Model fungsi transfer dapat menjelaskan hubungan antara harga premium dan harga minyak mentah dunia. Harga premium dipengaruhi oleh harga premium satu bulan sebelumnya, harga minyak mentah dunia pada bulan yang sama, serta harga minyak mentah dunia satu bulan dan dua bulan sebelumnya. Model fungsi transfer lebih baik meramalkan harga premium dibandingkan dengan model ARIMA karena peubah harga minyak mentah dunia berpengaruh signifikan terhadap harga premium.
Saran
Penulis menyarankan untuk menggunakan fungsi transfer multi input untuk peramalan harga premium bulanan dengan menambahkan deret input lainnya. Selain itu penambahan jumlah data juga memungkinkan diperoleh model baru yang lebih mampu menjelaskan hubungan harga premium dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
1 2 3 4 5 6 7 8
Ha rg a P re m iu m Bulan ARIMA f.transfer aktual
(14)
PERAMALAN HARGA PREMIUM NON SUBSIDI
DENGAN MODEL FUNGSI TRANSFER
NURILMA PASCARIANTI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(15)
DAFTAR PUSTAKA
[ESDM] Energi dan Sumber Daya Mineral. 2005. Komoditas BBM. http://www. esdm. go.id [7 Juli 2011].
[ESDM] Energi dan Sumber Daya Mineral. 2008. Penjelasan Pemerintah Tentang Pengurangan Subsidi BBM dan Kebijakan Lain yang Menyertainya. http://www. esdm.go.id [17 Juni 2011].
[ESDM] Energi dan Sumber Daya Mineral. 2010. Pengaturan Kembali BBM Bersubsidi Perlu untuk Tegakkan Keadilan. http: //www.esdm.go.id [16 Juni 2011].
Cryer JD. 1986. Time Series Analysis. Boston: Duxbury Press.
Enders W. 1995. Applied Econometric Time Series. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE.
1983. Forecasting : Method and Applications. New York : John Wiley and Sons.
Montgomery DC, Johnson LA, Gardiner JS. 1990. Forecasting and Time Series Analysis. Ed ke-2. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Muttaqin H. 2007. Faktor-Faktor Penyebab Kelangkaan dan Kenaikan Harga BBM. Jurnal Ekonomi Ideologis. http://www. jurnal-ekonomi.org [8 Juni 2011].
Suhendra. 9 Faktor Penentu Harga BBM. Detik 5 Juni 2008. http://www.detik finance.com [8 Juni 2011].
Wei WWS. 1990. Time Series Analysis, Univariate and Multivariate Methods. Canada : Addison-Wesley.
(16)
PERAMALAN HARGA PREMIUM NON SUBSIDI
DENGAN MODEL FUNGSI TRANSFER
NURILMA PASCARIANTI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(17)
ABSTRAK
NURILMA PASCARIANTI. Peramalan Harga Premium Non Subsidi dengan Model Fungsi Transfer. Dibimbing oleh YENNI ANGRAINI dan INDAHWATI.
Subsidi BBM yang tidak tepat sasaran dan melebihi kuota membuat pemerintah melakukan pengaturan ulang mengenai BBM Bersubsidi. Hal ini seiring dengan rencana pemerintah menaikan harga BBM secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian atau non subsidi untuk tahun 2014. Harga BBM khususnya premium dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Faktor tersebut dimodelkan dengan harga premium menggunakan model fungsi transfer. Model fungsi transfer merupakan suatu model yang mengkombinasikan beberapa karakteristik model ARIMA dengan karakteristik analisis regresi. Model fungsi transfer yang telah terbentuk menyimpulkan bahwa harga premium pada waktu ke-t dipengaruhi oleh harga premium satu bulan dan dua bulan sebelumnya, harga minyak mentah dunia pada bulan yang sama, serta harga minyak mentah dunia satu bulan dan dua bulan sebelumnya. Berdasarkan validasi model diperoleh nilai MAPE sebesar 13.38% dan MAD sebesar 800.23. Model fungsi transfer lebih baik melakukan peramalan dibandingkan dengan model ARIMA.
(18)
PERAMALAN HARGA PREMIUM NON SUBSIDI
DENGAN MODEL FUNGSI TRANSFER
NURILMA PASCARIANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(19)
Judul Skripsi : Peramalan Harga Premium Non-Subsidi dengan Model Fungsi
Transfer
Nama
: Nurilma Pascarianti
NRP
: G14070011
Menyetujui :
Pembimbing I
Yenni Angraini, S.Si, M.Si
NIP. 197805112007012001
Pembimbing II
Ir. Indahwati, M.Si
NIP. 196507121990032002
Mengetahui :
Ketua Departemen Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si
NIP. 196504211990021001
(20)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan segala karunia-Nya sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan. Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis dalam rangka memenuhi tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada :
1. Allah SWT yang salalu memberikan rahmat, hidayah, dan hal-hal terbaik dalam hidup penulis.
2. Ibu Yenni Angraini, S.Si, M.Si dan Ibu Ir. Indahwati, M.Si yang atas segala bimbingan dan arahan kepada penulis.
3. Ibu Pika Silvianti, S.Si, M.Si selaku dosen penguji yang memberikan masukan untuk penyempurnaan tulisan ini.
4. Mama dra. Hj. Neni Nurhaeni, papa Dr. H. Aos Santosa Hadiwijaya, adik-adikku Nurfitri Magnarianti dan Nurani Fahmarianti, serta seluruh keluarga besar atas doa tulus yang tidak pernah putus selalu dipanjatkan untuk penulis.
5. Febry Irfansyah atas doa, dorongan semangat, dan perhatiannya yang tiada henti.
6. Anna Chintya Dewi, Liberty Ayu Pratiwi, Akbar Rizki dan seluruh statistika 44 yang telah menjadi teman berbagi cerita suka dan duka selama masa-masa kuliah.
Penulis hanya bisa mengucapkan doa kepada Allah SWT agar mereka semua mendapatkan balasan atas kebaikan yang telah mereka lakukan. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat. Amin.
Bogor, Oktober 2011
(21)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nurilma Pascarianti, lahir di Jakarta pada tanggal 3 Januari 1990 dari pasangan bapak Dr. H. Aos Santosa Hadiwijaya dan ibu dra. Hj. Neni Nurhaeni. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan SMP di SMP Negeri 2 Mataram pada tahun 2004. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Mataram dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama kuliah penulis pernah melakukan praktek kerja lapangan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN).
(22)
vi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... vii DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... vii PENDAHULUAN ... 1 Latar belakang ... 1 Tujuan ... 1 TINJAUAN PUSTAKA ... 1 Premium ... 1 Kestasioneran Data Deret Waktu ... 1 Autoregressive (p) ... 2 Moving Average (q) ... 2 Autoregressive Integrated Moving Average (p,d,q) ... 3 Metode Box-Jenkins ... 3 Model Fungsi Transfer ... 4 METODOLOGI ... 5 Data ... 5 Metode ... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 9 DAFTAR PUSTAKA ... 10 LAMPIRAN ... 11
(23)
vii
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Hasil uji Augmented Dickey Fuller ... 6 2 Nilai AIC dan SBC kandidat model ARIMA Xt ... 7
3 Nilai AIC dan SBC kandidat model ARIMA Yt ... 7
4 Identifikasi awal korelasi silang αt dan t ... 8
5 Perbandingan peramalan model fungsi transfer dan data aktual ... 9 6 Perbandingan peramalan model fungsi transfer dan model ARIMA ... 9
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Plot deret waktu tidak stasioner dalam rataan ... 2 2 Plot deret waktu tidak stasioner dalam ragam ... 2 3 Plot deret waktu tidak stasioner dalam rataan dan ragam ... 2 4 Harga premium Januari 2005-Mei 2009 ... 6 5 Harga minyak mentah dunia Januari 2005-Mei 2009 ... 6 6 Plot ACF deret input harga minyak mentah dunia ... 7 7 Plot PACF deret input harga minyak mentah dunia ... 7 8 Plot ACF deret output harga premium ... 7 9 Plot PACF deret output harga premium ... 7 10 Plot hasil peramalan dan data aktual ... 9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Plot data deret waktu harga minyak mentah dunia dan harga premium yang telah
stasioner ... 12 2 Pendugaan parameter ARIMA (0,1,0) deret input harga minyak mentah dunia ... 13 3 Pendugaan parameter ARIMA (0,1,0) deret output harga premium ... 13 4 Korelasi silang antara αtdan t ... 14
5 Pendugaan awal model fungsi transfer ... 14 6 Plot ACF dan PACF deret sisaan ... 15 7 Kombinasi model fungsi transfer dengan model sisaan ... 15 8 Pendugaan akhir model fungsi transfer ... 15 9 Plot ACF dan PACF deret sisaan model fungsi transfer ... 16 10 Statistik χ2 Box-Pierce untuk menguji kebebasan antara input dan sisaan ... 16 11 Plot bersama data aktual, model fungsi transfer dan model ARIMA ... 17
(24)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Sejak tahun 2008 harga minyak mentah dunia terus melambung dengan kisaran harganya berada pada tingkat di atas USD 130/barrel. Hal ini menggelembungkan angka subsidi BBM ke tingkat yang tidak mungkin lagi dipertahankan. Jika harga minyak mencapai rata-rata USD 120/barel sepanjang tahun 2008, maka subsidi BBM mencapai lebih dari 200 triliun rupiah. Padahal menurut UU No 16/2008 tentang APBN(P) 2008, telah ditetapkan batas maksimal anggaran subsidi BBM hanya sebesar 135.1 triliun rupiah (ESDM 2008).
Pada kenyataannya, subsidi BBM yang telah dilaksanakan salah sasaran. Sekitar 25% kelompok pendapatan rumah tangga terkaya justru menikmati 77% subsidi tersebut, sedangkan 25% kelompok pendapatan terendah hanya menikmati sekitar 15%. Oleh karena itu, pemerintah berencana untuk melakukan pengaturan ulang BBM Bersubsidi. Tanpa pengaturan ulang, BBM bersubsidi selain tidak tepat sasaran dipastikan akan melebihi kuota yang pada akhirnya kembali membebani keuangan negara. Hal itu disampaikan oleh BPH Migas seiring rencana pemerintah menaikkan harga BBM secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian atau non subsidi untuk tahun 2014 (ESDM 2010). Oleh karena itu, penulis ingin melakukan peramalan harga BBM non subsidi, khususnya pada harga premium di Indonesia.
Menurut Muttaqin (2007), salah satu penyebab kenaikan harga BBM adalah meningkatnya harga minyak mentah dunia yang menyebabkan kemampuan finansial Pertamina mengimpor BBM menjadi sangat terbatas. Hal ini diperkuat oleh Suhendra (2008) yang menyebutkan faktor-faktor penentu harga BBM antara lain harga minyak dunia, produksi BBM, permintaan pasar, politik ekonomi, dan perdagangan berjangka.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, penulis mencoba untuk meramalkan harga BBM, khususnya premium yang dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Peramalan harga premium dapat dimodelkan dengan model ARIMA. Namun jika ingin melihat pengaruh dari harga minyak mentah dunia, maka dapat digunakan model fungsi transfer. Model fungsi transfer adalah suatu model peramalan deret waktu berganda yang menggabungkan beberapa karakteristik model ARIMA dengan karakteristik analisis regresi.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Membuat model fungsi transfer yang
menjelaskan hubungan antara harga minyak mentah dunia dan harga premium.
2. Membandingkan hasil peramalan model fungsi transfer dengan model ARIMA.
TINJAUAN PUSTAKA Premium
Premium merupakan bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor yang paling populer di Indonesia. Premium berbahan bakar minyak jenis distilat yang berwarna kekuningan jernih. Premium merupakan salah satu bahan bakar minyak bensin yang diperuntukkan untuk mesin dengan pembakaran. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Otcane Number). Premium adalah BBM dengan nilai RON terendah, yakni hanya 88. Premium di Indonesia dipasarkan oleh Pertamina dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ESDM 2005).
Kestasioneran Data Deret Waktu Kestasioneran data deret waktu merupakan kondisi yang diperlukan karena dapat memperkecil kekeliruan model. Data dikatakan stasioner jika fluktuasi data berada di sekitar nilai yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan ragam dari fluktuatif tersebut tetap konstan dari waktu ke waktu (Makridakis et al. 1983) .
Model umum data deret waktu yang stasioner (Xt) dapat dituliskan sebagai berikut
(Cryer 1986):
Xt = at+ ψ1 at-1+ ψ2 at-2+ …
dengan atmerupakan ingar putih (white noise)
atau barisan peubah acak saling bebas dan memiliki sebaran identik dengan E(at) = 0,
Var(at) = σa2, dan < ∞.
Untuk memeriksa kestasioneran data terdapat dua metode pengujian, yaitu korelogram dan uji akar unit (unit root test). Korelogram merupakan teknik identifikasi kestasioneran secara visual dengan melihat plot data terhadap waktu dan plot Autocorrelation Function (Makridakis et al. 1983). Gambar 1, 2, dan 3 masing-masing menggambarkan plot deret waktu yang tidak
(25)
stasioner terhadap rataan, ragam, serta rataan dan ragam.
Gambar 1 Plot deret waktu tidak stasioner dalam rataan.
Gambar 2 Plot deret waktu tidak stasioner dalam ragam.
Gambar 3 Plot deret waktu tidak stasioner dalam rataan dan ragam.
Uji akar unit pertama kali dikenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller sehingga lebih dikenal dengan nama uji Dickey-Fuller. Penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey Fuller, dengan persamaannya adalah:
dengan , , dan a
diduga melalui metode kuadrat terkecil. Hipotesis yang akan diuji adalah:
Ho: = 0 (Xt tidak stasioner)
H1: ≠ 0 (Xt stasioner)
Statistik uji yang digunakan adalah:
Jika nilai t-hit < nilai kritis dalam Tabel Dickey-Fuller atau nilai-p < α, maka keputusan yang diambil adalah menolak H0
atau data deret waktu sudah stasioner (Enders 1995).
Ketidakstasioneran data deret waktu terbagi dua, yaitu tidak stasioner dalam rataan dan tidak stasioner dalam ragam. Data deret waktu yang tidak stasioner dalam rataan dapat distasionerkan dengan cara pembedaan (differencing) dengan derajat d. Secara umum, pembedaan dengan derajat d bisa dirumuskan sebagai berikut (Makridakis et al. 1983) :
Sedangkan data deret waktu yang tidak stasioner dalam ragam dapat distasionerkan dengan transformasi Box Cox. Dalam transformasi Box Cox akan menghasilkan
nilai λ yang akan menentukan jenis
transformasi yang akan dilakukan. Transformasi harus dilakukan sebelum proses pembedaan dan analisis lainnya (Wei 1990).
Autoregressive (p)
Autoregressive atau model regresi diri berordo p, yang disingkat AR(p) menyatakan bahwa nilai pengamatan pada periode ke-t dipengaruhi oleh nilai-nilai pengamatan sebelumnya selama p periode (Makridakis et al. 1983). Dengan kata lain, nilai pengamatan Xt dipengaruhi nilai pengamatan Xt-1, Xt-2, …,
Xt-p. Secara umum, model AR(p)
diformulasikan sebagai berikut (Montgomery et al. 1990) :
dengan:
Xt = nilai pengamatan pada waktu ke-t
= konstanta
= parameter model AR = sisaan pada waktu ke-t merupakan polinomial karakteristik AR.
Moving Average (q)
Jika peubah penjelas pada model AR adalah nilai sebelumnya dari peubah tak bebas itu sendiri (Xt), maka peubah bebas pada
model Moving Average (MA) atau rataan bergerak adalah nilai sisaan pada periode sebelumnya. Rumus umum proses MA(q) adalah sebagai berikut (Montgomery et al. 1990):
dengan:
(26)
= konstanta
= parameter model MA = sisaan pada waktu ke-t merupakan polinomial karakteristik MA.
Autoregressive Integrated Moving Average
(p,d,q)
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah gabungan dari model regresi diri ordo p dan rataan bergerak ordo q terhadap data yang telah mengalami pembedaan sebanyak d kali (Montgomery et al. 1990). Model ini menjelaskan data deret waktu yang tidak stasioner. Bentuk umum model ARIMA (p,d,q) adalah sebagai berikut:
p (B) d Xt = + θq (B) at
dengan:
d
= operator pembedaan dengan derajat pembeda d
= 1 – B , B adalah operator backshift
p (B) = (1 - 1 B - … - p B p )
θq (B) = (1 - θ1 B - … - θp B p )
Model ARIMA dapat juga dimodelkan sebagai berikut (Cryer 1986):
Xt = 1 Xt-1 + 2 Xt-2 + … + p Xt-p - θ1 at-1 –
θ2 at-2 - … - θp at-p + at
dimana Xt adalah nilai pengamatan pada waktu
ke-t, i adalah koefisien AR pada ordo ke-i, θi
adalah koefisien MA pada ordo ke-i, dan at
adalah sisaan pada waktu ke-t. Metode Box-Jenkins
Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan model ARIMA adalah metode Box-Jenkins (Makridakis et al. 1983) dengan prosedur sebagai berikut:
1. Identifikasi Model
Identifikasi model berasal dari struktur data yang bersifat stasioner. Dari data ini dapat diperoleh model sementara dengan mengamati Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF). Jika data deret waktu stasioner, korelogram akan menurun dengan cepat seiring dengan meningkatnya k. Sedangkan jika data tidak stasioner, korelogram cenderung tidak menuju nol meskipun k membesar. Pengujian dilakukan untuk melihat signifikansi rk
satu per satu. Hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho: ρk = 0
H1: ρk≠ 0
Koefisien korelasi mempunyai distribusi contoh yang akan mendekati kurva normal dengan rataan 0 dan standar eror 1/√n, atau secara matematis ditulis dengan , dimana adalah standar eror. Jika interval rk mengandung
nilai 0, maka H0 tidak dapat ditolak yang
artinya tidak terdapat autokorelasi. Sedangkan jika interval rk tidak
mengandung nilai 0, maka H0 dapat
ditolak yang artinya terdapat autokorelasi antara data-data yang berdekatan (Makridakis et al. 1983) .
Ordo proses AR dapat ditentukan dengan melihat berapa banyak koefisien PCAF pertama yang berbeda nyata dengan nol. Sedangkan ordo proses MA ditentukan dengan melihat berapa banyak koefisien ACF pertama yang berbeda nyata dengan nol.
2. Pendugaan Parameter
Banyaknya parameter yang akan diduga bergantung pada banyaknya koefisien model awal. Berdasarkan kenyataan bahwa parameter model mempunyai hubungan autokorelasi atau autokorelasi parsial, maka pendugaan parameter-parameter ini dapat diperoleh dengan menyelesaikan hubungan tersebut, hubungan antara autokorelasi dan parameternya yang dinyatakan dalam persamaan Yule Walker. Menurut Cryer (1986), terdapat beberapa metode untuk menduga parameter-parameter tersebut, yaitu metode momen, metode kuadrat terkecil, dan metode maximum likelihood. 3. Diagnostik Model
Uji Box-Pierce dapat digunakan untuk menguji apakah model yang dimiliki sudah layak atau belum, yaitu dengan melihat apakah sekelompok korelasi diri sisaan secara nyata berbeda dengan nol. Hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho: ρk = 0
H1: ρk≠ 0
Persamaan statistik uji Q Box-Pierce menurut Montgomery et al. (1990) adalah:
dengan:
= nilai korelasi diri pada lag ke-k N = banyaknya amatan pada data awal d = ordo pembedaan
K = lag tertinggi
Statistik uji Q Box-Pierce menyebar
mengikuti sebaran χ2
dengan derajat bebas K-n, dimana K adalah lag tertinggi yang
(27)
diamati dan n adalah jumlah ordo AR dan MA baik regular maupun musiman. Jika nilai Q lebih besar dari nilai χ2(n-k) untuk
tingkat kepercayaan tertentu atau nilai peluang statistik Q lebih kecil dari taraf
nyata α, maka dapat disimpulkan bahwa
model tidak layak.
Pemeriksaan kelayakan model juga dapat dilakukan dengan memeriksa plot Residual Autocorrelation Function (RACF) dan plot Residual Partial Autocorrelation Function (RPACF). Model yang sesuai ditunjukkan dengan tidak adanya nilai korelasi diri sisaan dan nilai korelasi diri parsial sisaan yang berbeda nyata dengan nol.
4. Peramalan
Peramalan merupakan suatu proses untuk memperoleh data beberapa periode waktu ke depan. Untuk memperoleh sejauh a periode ke depan dari titik waktu ke-t, maka dipilih satu model yang memiliki nilai KTG minimum. Perhitungan dilakukan secara rekursif, yaitu menghitung peramalan satu periode kemudian dua periode, dan seterusnya sampai a periode ke depan.
Setelah melakukan peramalan, ketepatan peramalan dapat dicari dengan menghitung Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dan Mean Absolute Deviation (MAD) dengan rumus sebagai berikut (Makridakis et al. 1983):
Semakin kecil nilai MAPE dan MAD menunjukkan data data hasil peramalan semakin mendekati nilai aktual.
Model Fungsi Transfer
Model fungsi transfer merupakan suatu model pengembangan dari model ARIMA yang biasa disebut dengan multivariat ARIMA. Jika deret waktu Yt berhubungan
dengan satu atau lebih deret waktu lain (Xt),
maka dapat dibuat sebuah model deret waktu untuk menduga nilai Yt berdasarkan informasi
Xt. Model yang dihasilkan disebut model
fungsi transfer. Deret waktu Yt dinamakan
deret output dan deret waktu Xt sebagai deret
input (Makridakis et al. 1983).
Model fungsi transfer merupakan suatu model yang mengkombinasikan pendekatan deret waktu dengan pendekatan kausal. Perbedaannya dengan regresi linier terdapat pada jenis data yang digunakan. Fungsi transfer menggunakan data deret waktu yang
tidak saling bebas antar periodenya. Model fungsi transfer memiliki bentuk umum sebagai berikut (Wei 1990):
dengan:
Komponen galat (at) dapat dimodelkan
dengan proses ARIMA (p,d,q) sehingga model kombinasi fungsi transfer galat : dengan:
b, r, s, p, q adalah konstanta,
merupakan sisaan pada waktu ke-t, merupakan operator regresi diri umum.
Adapun prosedur pembentukan model fungsi transfer meliputi tahapan-tahapan berikut (Makridakis et al. 1983):
1. Identifikasi bentuk model fungsi transfer
1.1 Mempersiapkan deret input dan output Pada tahap awal dilakukan pemeriksaan kestasioneran terhadap deret input dan deret output, baik dalam rataan maupun dalam ragam. Jika data tidak stasioner maka dilakukan pembedaan dan transformasi untuk mengatasi ketidakstasioneran.
1.2 Prewhitening deret input
Tahap prewhitening deret input merupakan proses transformasi deret yang berkorelasi menuju perilaku white noise yang tidak berkorelasi. Sebelum proses prewhitening, dibangun terlebih dahulu model ARIMA bagi (Xt) karena proses ini
menggunakan model ARIMA untuk deret input.
Jika deret input Xt dimodelkan sebagai
proses ARIMA (p,0,q), maka deret ini memiliki model :
dengan merupakan sisaan acak. Dengan demikian deret input yang mengalami prewhitening ( ) adalah :
1.3 Prewhitening deret output
Fungsi transfer merupakan proses pemetaan Xt terhadap Yt. Apabila
diterapkan suatu proses prewhitening terhadap Xt, maka transformasi yang sama
juga harus diterapkan terhadap Yt agar
(28)
fungsional. Sehingga deret output yang
telah ditransformasi ( t) adalah :
1.4 Perhitungan korelasi silang antara dan
Fungsi korelasi silang antara αtdan t pada
lag ke-k adalah :
, k =0, ±1, ±β, …
dengan:
= korelasi silang antara αt dan t
pada lag ke-k
= kovarian antara αt dan t pada
lag ke-k
= simpangan baku deret αt
= simpangan baku deret t
1.5 Menentukan nilai b, s, dan r model fungsi transfer
Konstanta b, s, dan r ditentukan berdasarkan pola fungsi korelasi silang
antara αtdan t . Cara menentukan nilai b,
r dan s adalah :
a. b ditentukan berdasarkan lag yang nyata pertama kali pada plot korelasi silang
b. s dilihat dari berapa lama Xt
mempengaruhi Yt setelah nyata yang
pertama
c. r ditentukan berdasarkan plot ACF Yt
stasioner yang menunjukkan lag yang nyata setelah nyata yang pertama. 1.6 Pendugaan awal parameter dan ω
Penduga awal parameter fungsi transfer yaitu = ( 1, 2, … , r ) dan =
(ω0, ω1, …, ωs). Model umum untuk
pendugaan parameter awal dari model fungsi transfer yaitu :
Penduga awal ini digunakan sebagai nilai awal algoritma pendugaan akhir nonlinier dan untuk menduga deret sisaan. 2. Pendugaan akhir parameter model
fungsi transfer
Pendugaan awal parameter merupakan nilai awal pada logaritma pendugaan kuadrat terkecil nonlinier untuk membentuk penduga akhir parameter model. Proses ini dilakukan secara iteratif dan diulang sampai kekonvergenan tercapai. Iterasi akan berhenti jika jumlah kuadrat galatnya mencapai nilai minimum.
3. Uji diagnostik model fungsi transfer Pemeriksaan kesesuaian model dilakukan dengan melihat perilaku sisaan (at) dan Sample Cross Corelation (SCC)
antara at dan αt (input). Keacakan sisaan
serta tidak adanya nilai SCC yang berbeda nyata dengan nol menunjukkan model sudah sesuai. Uji Q Box-Pierce dapat diaplikasikan untuk menguji kebebasan sisaan dan tidak adanya korelasi antara input dan sisaan.
4. Penggunaan model fungsi transfer untuk peramalan
Peramalan dihitung dengan menggunakan persamaan :
dengan memasukkan nilai-nilai parameter fungsi transfer dan nilai deret input dan output dari tahapan sebelumnya.
METODOLOGI Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data harga premium (Rp/liter) sebagai deret output dan harga minyak mentah dunia (USD/barrel) sebagai deret input. Data harga premium diperoleh dari Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral melalui website www.esdm.co.id, sedangkan data harga minyak mentah dunia diperoleh dari website www.opec.org. Data yang digunakan merupakan data bulanan sejak bulan Januari 2005 hingga bulan Mei 2009. Data bulan Januari 2005 hingga September 2008 digunakan untuk pembuatan model, sedangkan data bulan Oktober 2008 hingga Mei 2009 digunakan sebagai validasi model.
Metode
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Eksplorasi data harga minyak mentah dunia dan harga premium.
2. Membangun model fungsi transfer. a. Mempersiapkan deret input dan deret
output dengan penstasioneran data. b. Identifikasi model ARIMA untuk deret
input dan output.
c. Prewhitening deret input harga minyak mentah dunia.
d. Menghitung korelasi silang antara deret input dan deret output.
(1)
Lampiran 1 Plot data deret waktu harga minyak mentah dunia dan harga premium yang telah
stasioner
44 40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 20
10
0
-10
-20
Index
H
a
rg
a
M
in
y
a
k
M
e
n
ta
h
D
u
n
ia
44 40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 1000
500
0
-500
-1000
-1500
-2000
Index
h
a
rg
a
p
re
m
iu
(2)
Lampiran 2 Pendugaan parameter ARIMA (0,1,0) deret input harga minyak mentah dunia
Variance Estimate
42.61378
Std Error Estimate
6.527923
AIC
289.9624
SBC
289.9624
Number of Residuals
44
* AIC and SBC do not include log determinant.
Autocorrelation Check of Residuals
To Lag Chi-Square DF Pr > ChiSq
Autocorrelations
6
3.56
6
0.7360
0.180 -0.097 -0.104
0.142 -0.018 0.015
12
8.92
12
0.7100
0.146
0.114 -0.148 -0.005
0.189 0.002
18
13.19
18
0.7803 -0.088
0.027
0.160 -0.074 -0.139 0.035
24
18.15
24
0.7959 -0.011 -0.138 -0.052
0.103
0.147 0.024
Lampiran 3 Pendugaan parameter ARIMA (0,1,0) deret output harga premium
Variance Estimate
352706.2
Std Error Estimate
593.8908
AIC
686.8958
SBC
686.8958
Number of Residuals
44
* AIC and SBC do not include log determinant.
Autocorrelation Check of Residuals
To Lag Chi-Square DF Pr > ChiSq
Autocorrelations
6
6.34
6
0.3866 0.054 -0.110 -0.089 -0.314
0.065
0.011
12
6.78
12
0.8718 0.051
0.033 -0.056
0.001
0.017 -0.025
18
8.22
18
0.9752 0.029
0.044 -0.004 -0.063 -0.112
0.019
24
11.63
24
0.9838 0.135 -0.103 -0.053
0.023
0.007
0.085
(3)
Lampiran 4 Korelasi silang antara
α
t dan tCorrelation of y and x
Lag Covariance Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 -10 12.466605 0.00334 | . | . | -9 -530.714 -.14223 | . ***| . | -8 -228.747 -.06130 | . *| . | -7 408.942 0.10959 | . |** . | -6 -46.995591 -.01259 | . | . | -5 464.206 0.12441 | . |** . | -4 30.647867 0.00821 | . | . | -3 -30.802878 -.00826 | . | . | -2 -1137.260 -.30478 | ******| . | -1 297.410 0.07970 | . |** . | 0 1580.348 0.42353 | . |******** | 1 1414.004 0.37895 | . |******** | 2 170.521 0.04570 | . |* . | 3 -1035.762 -.27758 | ******| . | 4 -9.036327 -.00242 | . | . | 5 -282.349 -.07567 | . **| . | 6 -747.343 -.20028 | . ****| . | 7 253.678 0.06798 | . |* . | 8 14.147594 0.00379 | . | . | 9 -156.591 -.04197 | . *| . | 10 -402.869 -.10797 | . **| . |
"." marks two standard errors
Lampiran 5 Pendugaan awal model fungsi transfer
Conditional Least Squares Estimation
Parameter
Estimate Standard Error t Value Approx
Pr > |t|
Lag Variable Shift
NUM1
34.39923
12.19673
2.82
0.0074
0 x
0
NUM1,1
-31.49531
12.50964
-2.52
0.0158
1 x
0
Variance Estimate
264541.3
Std Error Estimate
514.3358
AIC
660.8681
SBC
664.3905
Number of Residuals
43
* AIC and SBC do not include log determinant.
Autocorrelation Check of Residuals
To Lag Chi-Square DF Pr > ChiSq
Autocorrelations
6
11.13
6
0.0845 -0.180 -0.009
0.101 -0.420
0.066
0.057
12
11.69
12
0.4710
0.023
0.043
0.065
0.015 -0.046 -0.027
18
13.13
18
0.7835
0.053 -0.084 -0.062 -0.029
0.006
0.078
24
16.84
24
0.8553
0.179 -0.032 -0.048 -0.058 -0.075 -0.009
(4)
Lampiran 6 Plot ACF dan PACF deret sisaan
Autocorrelation Plot of Residuals
Lag Covariance Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Std Error 0 264541 1.00000 | |********************| 0 1 -47611.646 -.17998 | . ****| . | 0.152499 2 -2357.192 -.00891 | . | . | 0.157361 3 26699.852 0.10093 | . |** . | 0.157373 4 -111088 -.41993 | ********| . | 0.158871 5 17455.984 0.06599 | . |* . | 0.182871 6 15014.572 0.05676 | . |* . | 0.183424 7 6039.161 0.02283 | . | . | 0.183832 8 11488.514 0.04343 | . |* . | 0.183898 9 17303.643 0.06541 | . |* . | 0.184136 10 4064.500 0.01536 | . | . | 0.184676 11 -12043.360 -.04553 | . *| . | 0.184705
12 -7134.596 -.02697 | . *| . | 0.184966
Partial Autocorrelations
Lag Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
1 -0.17998 | . ****| . | 2 -0.04269 | . *| . | 3 0.09481 | . |** . | 4 -0.40176 | ********| . | 5 -0.07939 | . **| . | 6 0.04350 | . |* . | 7 0.11281 | . |** . | 8 -0.12998 | . ***| . | 9 0.05889 | . |* . | 10 0.10190 | . |** . | 11 0.03488 | . |* . | 12 -0.10551 | . **| . |
Lampiran 7 Kombinasi model fungsi transfer dengan model sisaan
Nilai b,s,r
Model sisaan
AIC
BIC
b=0,s=1,r=0
ARIMA(0,0,0)*
660.87
664.39
ARIMA(1,0,0)
661.40
666.68
ARIMA(0,0,1)
662.31
667.59
Ket : (*) sisaan tidak saling bebas
Lampiran 8 Pendugaan akhir model fungsi transfer
Conditional Least Squares Estimation
Parameter
Estimate Standard Error t Value Approx Pr > |t| Lag Variable Shift
AR1,1
-0.18618
0.15897
-1.17
0.0485
1 y
0
NUM1
35.47435
12.13096
2.92
0.0057
0 x
0
NUM1,1
-31.67707
12.60119
-2.51
0.0161
1 x
0
Variance Estimate
262057
Std Error Estimate
511.915
AIC
661.4006
SBC
666.6842
(5)
Lampiran 9 Plot ACF dan PACF deret sisaan model fungsi transfer
Autocorrelation Plot of Residuals
Lag Covariance Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Std Error 0 183966 1.00000 | |********************| 0 1 -21769.594 -.11833 | . **| . | 0.152499 2 -8752.569 -.04758 | . *| . | 0.154619 3 3692.429 0.02007 | . | . | 0.154959 4 6017.237 0.03271 | . |* . | 0.155020 5 -6884.686 -.03742 | . *| . | 0.155180 6 -1608.652 -.00874 | . | . | 0.155390 7 9881.602 0.05371 | . |* . | 0.155401 8 -2627.336 -.01428 | . | . | 0.155833 9 1641.530 0.00892 | . | . | 0.155863 10 -10332.629 -.05617 | . *| . | 0.155875 11 5717.909 0.03108 | . |* . | 0.156345 12 -4607.375 -.02504 | . *| . | 0.156488
Partial Autocorrelations
Lag Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 -0.11833 | . **| . | 2 -0.06245 | . *| . | 3 0.00682 | . | . | 4 0.03370 | . |* . | 5 -0.02814 | . *| . | 6 -0.01383 | . | . | 7 0.04741 | . |* . | 8 -0.00304 | . | . | 9 0.01464 | . | . | 10 -0.05740 | . *| . | 11 0.01525 | . | . | 12 -0.02234 | . | . |
Lampiran 10 Diagnostik model
Autocorrelation Check of Residuals
To Lag Chi-Square DF Pr > ChiSq
Autocorrelations
6
8.87
5
0.1143 -0.009 -0.027
0.026 -0.415
0.001
0.072
12
9.89
11
0.5406
0.045
0.066
0.083
0.029 -0.054 -0.028
18
12.45
17
0.7719
0.030 -0.096 -0.091 -0.035
0.023
0.124
24
17.89
23
0.7634
0.204 -0.012 -0.068 -0.088 -0.098 -0.013
Crosscorrelation Check of Residuals with Input x
To Lag Chi-Square DF Pr > ChiSq
Crosscorrelations
5
3.13
4
0.5367
0.005 -0.025
0.092 -0.222 -0.093 -0.075
11
5.94
10
0.8205 -0.225 -0.034 -0.078 -0.075 -0.034
0.024
17
6.73
16
0.9781
0.027 -0.078
0.006
0.024 -0.090 -0.053
23
7.20
22
0.9987 -0.008 -0.013
0.013
0.030
0.090
0.040
(6)