Analisis Penyelenggaraan, Kontribusi, Tingkat Kesukaan dan Daya Terima PMT-AS di SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten

ABSTRACT
PUJANI HANDAYANI. Analyze of Organization, Contribution, Level of
Preferences and Acceptability of PMT-AS in SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak,
Banten. Advisory by TIURMA SINAGA.
Objective of this research is to analyze the PMT-AS organization,
contribution, level of preferences and food acceptability at Malangsari 1
elementary school. The study was located in Cipanas, Lebak, Banten. Study
design used a cross sectional study. Number of subjects taken as many as 68
students in grade 5 and 6 in SDN 1 Malangsari, Cipanas Lebak, Banten. The
results of this study is the organization of snack PMT-AS was very good. PMT-AS
contributed to the adequacy of energy (11%) and protein (8.6%). The highest of
acceptability level (97.1%) and the degree of preferences (98.5%) was aremarem snack. Spearman correlation test showed that there is a significant
relationship between consumption at each level of each PMT-AS snack, exept on
combro ayam snack. Independent T-test showed that had different between male
and female students at nagasari ayam and bakwan sayur snack (p0.05).
Keywords : foodservice organization, school feeding, level of preferences,
degree of food acceptability.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan

sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik
yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Kualitas
sumber daya manusia salah satunya dipengaruhi oleh sejauhmana tingkat mutu
penyelenggaraan pendidikan. Tingkat pendidikan dimulai dari taman kanakkanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah
menengah atas/sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK) hingga perguruan
tinggi. Pembangunan dan pembinaan SDM yang berkualitas sangat baik dimulai
sejak dini, yaitu pada usia sekolah.
Usia sekolah merupakan masa peralihan dari anak menjadi dewasa
dimana terjadi pertumbuhan fisik, mental dan emosional yang sangat cepat,
sehingga memerlukan pemenuhan kebutuhan gizi yang tepat agar kelak menjadi
remaja dan dewasa yang produktif (Badan Informasi Daerah 2007). Anak usia
sekolah (usia 6 sampai 12 tahun) terus membutuhkan makanan sehat dan
camilan bergizi. Pada masa ini mereka biasanya makan 4-5 kali sehari termasuk
camilan, sehingga program gizi sangat diperlukan.
Menurut Dinas Komunikasi Informatika Kota Surakarta (2009), program
gizi pada kelompok anak sekolah memiliki dampak luas yang tidak saja pada
aspek kesehatan, gizi dan pendidikan masa kini tetapi juga secara langsung
mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Anak sekolah
merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi masyarakat. Hal ini menjadi
penting karena anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan secara fisik dan

mental yang sangat diperlukan guna menunjang kehidupannya di masa
mendatang, sehingga untuk mendukung keadaan tersebut anak sekolah
memerlukan kondisi tubuh yang optimal dan bugar sehingga memerlukan status
gizi yang baik; Selain itu anak sekolah dapat dijadikan perantara dalam
penyuluhan gizi pada keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Salah satu program gizi dari pemerintah yaitu dilaksanakannya
penyediaan makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS). Kegiatan PMT-AS
adalah kegiatan pemberian makanan kepada peserta didik TK/SD dan RA/MI
dalam bentuk kudapan yang aman dan bermutu beserta kegiatan pendukung
lainnya, dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan (Direktorat
Pembinaan TK dan SD 2010).

2

Tujuan PMT-AS adalah untuk meningkatkan ketahanan fisik anak sekolah
melalui perbaikan gizi dan kesehatan sehingga dapat mendorong minat
kemampuan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi. Sasaran dari PMT-AS
ini adalah seluruh peserta didik TK/SD baik negeri maupun swasta di wilayah
kabupaten terpilih yang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Bupati dan
peserta RA/MI baik negeri maupun swasta di wilayah kabupaten terpilih

ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendidikan Islam. Pada tahun
2010 sasaran PMT-AS adalah sebanyak 1,2 juta peserta didik TK/SD negeri dan
swasta di 27 kabupaten pada 27 provinsi, serta 180.000 peserta didik RA/MI
yang tersebar di 26 kabupaten pada 26 provinsi. Penetapan kabupaten
didasarkan pada kriteria: (a) kabupaten tertinggal (Kementerian PDT, 2010); (b)
persentase penduduk miskin (BPS, 2008) dan (c) prevalensi penduduk stunting
(Riskesdas, 2007) (Direktorat Pembinaan TK dan SD 2010).
Pemberian PMT-AS ini berupa makanan kudapan yang minimal
mengandung energi 300 kilo kalori dan 5 gram protein untuk tiap peserta didik
setiap hari pelaksanaan PMT-AS. Setiap harinya menu kudapan bervariasi,
terdiri dari kudapan manis dan kudapan asin yang dibuat dari bahan makanan
setempat.
PMT-AS ini merupakan program pemberian makanan tambahan dari
pemerintah untuk anak sekolah, yang artinya memiliki sistem penyelenggaraan
makanan. Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan di luar lingkungan
keluarga diperlukan oleh sekelompok konsumen karena berbagai hal tidak dapat
makan bersama dengan keluarganya di rumah. Penyelenggaraan makanan bagi
sekelompok konsumen yang bukan merupakan satu keluarga, tetapi merupakan
satu kesatuan dikenal dengan istilah penyelenggaraan makanan kelompok.
Penyelenggaraan makanan dapat berupa makanan lengkap maupun makanan

selingan/kudapan (snack). Salah satu contoh penyelenggaraan makanan
kelompok dan berupa kudapan, yaitu pada PMT-AS.
Penyelenggaraan makanan institusi, makanan komersial dan jasa boga
merupakan suatu rangkaian kerja yang melibatkan tenaga manusia, peralatan,
material,

dana,

menerapkan

serta

berbagai

prinsip-prinsip

masukan lainnya.

manajemen


dalam

Penyelenggara

perlu

penyelenggaraannya.

Penyelenggaraan PMT-AS ini merupakan penyelenggaraan kudapan yang hanya
bersifat sementara karena hanya dilakukan selama beberapa bulan saja. Oleh

3

karena

itu

peneliti

ingin


mengetahui

dan

menganalisis

mengenai

penyelenggaraan PMT-AS di SD Negeri 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten.
Selain itu peneliti juga ingin mengetahui kontribusi makanan dari PMT-AS
terhadap kecukupan anak usia sekolah, karena usia anak sekolah ini umumnya
memiliki kebiasaan makan banyak, kesukaan atau ketidaksukaan terhadap
makanan tertentu, salah satunya adalah makanan yang diberikan dari PMT-AS.
Makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat kecukupan siswa,
sehingga daya terima PMT-AS siswa di SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak,
Banten terhadap PMT-AS yang diberikan akan menentukan tingkat konsumsi
dari PMT-AS tersebut.
Tujuan
Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis penyelenggaraan, kontribusi, tingkat kesukaan dan daya terima
PMT-AS di SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis penyelenggaraan PMT-AS di SDN 1 Malangsari, Cipanas,
Lebak, Banten.
2. Mengetahui karakteristik siswa SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten
(umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, jumlah uang jajan).
3. Mengetahui status gizi siswa SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten.
4. Mengetahui tingkat kecukupan gizi siswa SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak,
Banten.
5. Mengetahui kontribusi kudapan PMT-AS terhadap total konsumsi energi dan
zat gizi siswa SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten.
6. Mengetahui tingkat kesukaan dan daya terima siswa terhadap kudapan PMTAS di SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten.
7. Menganalisis hubungan konsumsi kudapan PMT-AS terhadap tingkat
kesukaan siswa SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten.
8. Menganalisis hubungan status gizi terhadap tingkat kesukaan dan daya terima
kudapan PMT-AS di SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten.

4


Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penyelenggaraan kudapan PMT-AS yang dilakukan di SDN 1 Malangsari,
kontribusi PMT-AS dan tingkat kesukaan serta daya terima siswa di SDN 1
Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten terhadap kudapan
disediakan.

PMT-AS

yang

5

TINJAUAN PUSTAKA
Penyelenggaraan Makanan
Menurut Moehyi (1992), makanan merupakan salah satu kebutuhan
utama manusia, oleh karena itu penyelenggaraan merupakan suatu keharusan,
baik


di

lingkungan

keluarga

maupun

di

luar

lingkungan

keluarga.

Penyelenggaraan makanan di luar lingkungan keluarga diperlukan oleh
sekelompok konsumen karena berbagai hal tidak dapat makan bersama dengan
keluarganya di rumah. Penyelenggaraan makanan bagi sekelompok konsumen
yang bukan merupakan satu keluarga, tetapi merupakan satu kesatuan dikenal

dengan istilah penyelenggaraan makanan kelompok.
Penyelenggaraan

makanan

kelompok

memiliki

dua

sifat

penyelenggaraan, yaitu penyelenggaraan makanan yang bersifat komersial dan
nonkomersial. Penyelenggaraan makanan yang bersifat komersial bertujuan
untuk memperoleh keuntungan, contohnya yaitu usaha jasa boga kantin,
kafetaria, restoran dan warung makan. Penyelenggaraan makanan yang bersifat
nonkomersial tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, contohnya yaitu
penyelenggaraan makanan untuk orang sakit di rumah sakit, penghuni asrama,
panti asuhan, barak militer, pengungsi dan narapidana (Moehyi 1992).

Penyelenggaraan makanan institusi, makanan komersial dan jasa boga
merupakan suatu rangkaian kerja yang melibatkan tenaga manusia, peralatan,
material,

dana,

serta

berbagai

masukan lainnya.

Penyelenggara

perlu

menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam penyelenggaraannya.
Tata Letak Ruangan dan Peralatan
Menurut

Moehyi

(1992),

perencanaan

dapat

diartikan

sebagai

serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil yang
diinginkan. Berbagai masukan yang diperlukan, baik yang berkenaan dengan
tenaga, biaya, peralatan dan sebagainya akan dapat ditetapkan dengan
perencanaan.
Letak ruangan yang ditata secara baik dengan memperhatikan efisiensi
kerja sangat membantu mencegah terjadinya kelelahan tenaga kerja. Ruang
penerimaan dan penyimpanan bahan makanan yang jauh letaknya dari ruang
penyiapan bahan makanan akan menjadi tidak efisien karena pekerja harus
menempuh jarak yang lebih jauh, waktu mengambil bahan makanan untuk
diolah.

6

Menurut Tarwotjo (1998), luas dapur yang optimal, perlu diperhitungkan
macam dan banyaknya makanan atau volume makanan yang akan diproduksi
serta macam dan jumlah peralatan masak yang digunakan. Bahan bangunan
dapur sebaiknya dipilih yang tidak mudah terbakar, mudah dibersihkan, anti lalat
dan serangga lain, tahan panas dan benturan. Warna interior dapur, hendaknya
memberi sinar terang; warna itu dapat menangkap sinar dan dapat merefleksikan
kembali. Warna dapur dengan persentasenya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Warna dapur dan persentasenya
Warna

Persentase

Putih

89

Putih gading (ivory white)

74

Krem

72

Keabu-abuan (pearl grey)

65

Kekuning-kuningan (buff)

64

Hijau muda

60

Abu-abu muda

55

Menu
Kata menu memiliki arti hidangan makanan yang disajikan dalam suatu
acara makan, baik makan siang maupun makan malam. Menu dapat juga
disusun untuk lebih dari satu kali makan, misalnya untuk satu hari yang terdiri
dari menu makan pagi, makan siang dan makan malam, serta makanan selingan.
Menu dalam penyelenggaraan makanan institusi dapat disusun untuk jangka
waktu yang cukup lama, misalnya untuk tujuh atau sepuluh hari. Menu yang
disusun seperti itu disebut menu induk (master menu). Menu induk digunakan
sebagai patokan dalam penyelenggaraan makanan (Moehyi 1992).
Menurut Moehyi (1992), ada tiga macam menu yang biasa digunakan,
yaitu Menu bebas (menu yang disusun sesuai dengan keinginan pemesan);
Menu pilihan (menu yang menyajikan pilihan jenis masakan sehingga konsumen
dapat memilih makanan sesuai dengan seleranya) dan; Menu standar atau
master menu (susunan menu yang digunakan untuk penyelenggaraan makanan
dengan jangka waktu cukup panjang antara tujuh hari atau sepuluh hari).
Menurut Sinaga (2007), faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
perencanaan menu adalah faktor konsumen dan manajemen. Faktor konsumen
meliputi kecukupan gizi, kebiasaan makan dan kesukaan terhadap makanan,
karakteristik makanan dan sifat rangsangannya, serta macam dan jumlah

7

orang/konsumen yang dilayani. Faktor manajemen meliputi sasaran dan tujuan
organisasi, dana yang tersedia, sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
musim/iklim dan keadaan pasar, macam dan peraturan institusi, serta tipe
produksi dan sistem pelayanan.
Pengorganisasian
Menurut Moehyi (1992), organisasi dalam penyelenggaraan makanan
adalah kelompok kegiatan serta tugas dan fungsi masing-masing unit kerja yang
ada dalam organisasi itu serta hubungan kerja antara masing-masing unit kerja.
Pelaksanaan
Pengadaan Bahan Pangan. Pengadaan bahan pangan yang diperlukan
dalam penyelenggaraan makanan institusi dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu membeli sendiri dan melalui pemasok bahan pangan. Pengadaan bahan
pangan dengan cara membeli sendiri yaitu bahan pangan yang diperlukan dibeli
sendiri di pasar atau di toko-toko. Cara ini mudah dan praktis, tetapi hanya
dilakukan apabila jumlah konsumen yang akan dilayani tidak banyak atau jika
penyelenggaraan makanan itu hanya berlangsung dalam waktu singkat (Moehyi
1992).
Penyimpanan Bahan Pangan.

Penyimpanan bahan pangan adalah

suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan pangan
kering dan basah, baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan pangan
kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya. Tujuannya adalah
tersedianya bahan pangan siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat
sesuai dengan perencanaan (Depkes 2003b).
Pengolahan Bahan Pangan. Menurut Moehyi (1992), kegiatan mengolah
dan memasak makanan merupakan kegiatan yang terpenting dalam proses
penyelenggaraan makanan karena cita rasa makanan yang dihasilkan akan
ditentukan oleh proses pemasakan makanan. Bahan pangan yang akan dimasak
harus disiapkan terlebih dahulu. Persiapan bahan pangan adalah kegiatan
membersihkan, mengupas atau membuang bagian yang tidak dapat dimakan,
memotong, mengiris, mencincang, menggiling, memberi bentuk, memberi
lapisan, atau melakukan berbagai hal lainnya yang diperlukan sebelum bahan
pangan dimasak. Tujuan mengolah dan memasak makanan adalah untuk
menghasilkan makanan yang bercita rasa tinggi sehingga memuaskan bagi yang
memakannya.

8

Pengolahan bahan pangan merupakan suatu kegiatan mengubah
(memasak) bahan pangan mentah menjadi makanan yang siap dimakan,
berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan pangan
adalah mengurangi risiko kehilangan zat-zat gizi bahan pangan; meningkatkan
nilai cerna; meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan
penampilan makanan; dan bebas dari organisme dan zat berbahaya untuk tubuh
(Depkes 2003b).
Penyajian

Makanan.

Perlakuan

terakhir

dalam

penyelenggaraan

makanan adalah penyajian makanan untuk konsumen. Penyajian makanan
merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika
penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah
dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa yang tinggi akan tidak
berarti. Penampilan makanan pada saat disajikan akan merangsang indera,
terutama indera penglihatan yang berhubungan dengan cita rasa makanan itu
(Moehyi 1992). Menurut Maryati (2000), umumnya hidangan yang disajikan
dengan cara menarik dapat menimbulkan nafsu makan, walaupun rasanya belum
tentu enak.
Higiene dan Sanitasi. Higiene adalah semua kondisi dan tindakan yang
diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua
tahap dalam rantai makanan. Sanitasi adalah perilaku yang disengaja dalam
pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan
langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan
harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia
(Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian 2009). Higiene sanitasi makanan adalah
upaya

untuk

perlengkapannya

mengendalikan
yang

dapat

faktor
atau

makanan,

orang,

tempat

dan

mungkin

dapat

menimbulkan

penyakit/gangguan kesehatan (Depkes 2003a).
Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS)
Penyediaan makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) adalah kegiatan
pemberian makanan kepada peserta didik TK/SD dan RA/MI dalam bentuk
kudapan yang aman dan bermutu beserta kegiatan pendukung lainnya, dengan
memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan (Direktorat Pembinaan TK
dan SD 2010).
Sasaran penerima PMT-AS ini yaitu Seluruh peserta didik TK/SD baik
negeri maupun swasta di wilayah kabupaten terpilih yang ditetapkan dengan

9

Surat Keputusan (SK) Bupati dan peserta RA/MI baik negeri maupun swasta di
wilayah kabupaten terpilih ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Dirjen
Pendidikan Islam. Pada tahun 2010 sasaran PMT-AS adalah sebanyak 1,2 juta
peserta didik TK/SD negeri dan swasta di 27 kabupaten pada 27 provinsi, serta
180.000 peserta didik RA/MI yang tersebar di 26 kabupaten pada 26 provinsi.
Penetapan kabupaten didasarkan pada kriteria: (a) kabupaten tertinggal
(Kementerian PDT, 2010); (b) persentase penduduk miskin (BPS, 2008) dan (c)
prevalensi penduduk stunting (Riskesdas, 2007) (Direktorat Pembinaan TK dan
SD 2010).
Kegiatan PMT-AS meliputi penyediaan makanan, pendidikan gizi dan
kesehatan

(termasuk

Perilaku

Hidup

Bersih

dan

Sehat/PHBS,

penganekaragaman pangan, pemanfaatan pekarangan rumah dan sekolah,
Lingkungan Bersih dan Sehat/LBS, pemberian obat cacing bagi peserta didik
TK/RA dan SD/MI. Persyaratan makanan tambahan yang diberikan kepada
peserta didik pada prinsipnya beragam, bergizi seimbang dan aman yang
mengandung karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (Tim Koordinasi PMT-AS
Pusat 2010).
Bentuk makanan tambahan adalah berupa kudapan yang menyediakan
10 - 20 % dari kebutuhan energi dan protein peserta didik. Syarat kudapan harus
memperhatikan kandungan gizi, keamanan makanan, dan citarasa. Makanan
kudapan minimal mengandung energi 300 Kal dan 5 g protein untuk tiap peserta
didik setiap hari pelaksanaan PMT-AS. Pencegahan dalam rangka peningkatan
keamanan makanan kudapan perlu dilakukan agar tidak terjadi keracunan.
Upaya-upaya pencegahan diperlukan dari berbagai kemungkinan cemaran
pangan (mikrobiologis, kimia, dan fisik) pada berbagai tahap penyelenggaraan
PMT-AS yaitu tahap penyediaan bahan baku, proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, pembagian dan konsumsi di sekolah/madrasah, kebersihan diri
petugas, dan peserta didik serta lingkungan, terutama air untuk mencuci tangan
(Direktorat Pembinaan TK dan SD 2010).

Keberhasilan PMT-AS ditentukan salah satunya oleh penerimaan anak
terhadap makanan yang diberikan. Oleh karena itu cita rasa kudapan PMT-AS
penting untuk diperhatikan. Untuk mendapatkan cita rasa makanan yang baik
diperlukan kreasi dalam pengolahan dan penyajian termasuk penggunaan
bumbu-bumbu dan bahan tambahan yang aman dan disukai anak. Beberapa

10

jenis bumbu dan bahan tambahan juga sekaligus berguna untuk meningkatkan
asupan energi seperti gula, minyak, santan, susu dan telur.
Bahan pangan PMT-AS sebaiknya menggunakan bahan hasil pertanian
setempat (desa, kecamatan atau, kabupaten). Tujuannya adalah agar peserta
didik dan masyarakat dapat memanfaatkan dan mencintai bahan pangan dan
makanan yang diproduksi dari usaha pertanian setempat. Bahan utama kudapan
terutama mengandung sumber karbohidrat seperti ubi jalar, ubi kayu, talas,
sukun, sagu, beras, jagung, dan sebagainya; buah-buahan seperti pisang, dan
sebagainya. Bahan pangan tersebut perlu ditambahkan atau dikonsumsi dengan
pangan lainnya, terutama pangan sumber protein untuk meningkatkan mutu
gizinya. Misalnya kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kedelai, kedelai
hitam, tempe, tahu, oncom, telor, daging, susu, ikan dan sebagainya yang
diproduksi oleh usaha pertanian setempat.
Anak Usia Sekolah
Anak di dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan dikelompokkan menjadi
anak prasekolah (1-6 tahun), anak usia sekolah (7-12 tahun) dan remaja (13-18
tahun). Secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk sekolah dasar,
(RSCM dan Persagi 1990). Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok, yaitu
kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardinsyah dan
Tambunan 2004). Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan
perkembangan. Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada
anak remaja, anak usia sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang
seimbang, baik jenis dan jumlahnya.
Pada golongan anak sekolah, gigi-geligi susu tanggal secara berangsur
dan diganti dengan gigi permanen. Anak sudah lebih aktif memilih makanan yang
disukai. Kebutuhan energi lebih besar karena mereka lebih banyak melakukan
aktivitas fisik, misalnya berolahraga, bermain atau membantu orang tua.
Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada
golongan umur 7-9 tahun karena

pertumbuhan lebih cepat, terutama

pertumbuhan tinggi badan.
Mulai umur 10-12 tahun, kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan
anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga
membutuhkan energi lebih banyak. Anak perempuan biasanya sudah mulai haid
sehingga memerlukan protein dan zat besi yang lebih banyak. Golongan anak

11

sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah
sehingga sering melupakan waktu makan (RSCM dan Persagi 1990).
Tingkat Kesukaan
Menurut Gregoire & Spears (2007), umumnya survey tingkat kesukaan
menggunakan skala hedonik, dimana makanan yang dinilai oleh seseorang
memiliki tingkatan, yaitu dari “sangat suka” hingga “sangat tidak suka”.
Pengukuran

tingkat

kesukaan

makanan

untuk

anak-anak

umumnya

menggunakan skala hedonik wajah atau yang biasa disebut dengan skala
tingkatan wajah tersenyum (smiley face). Gambar 1 menunjukkan contoh skala
hedonik wajah untuk mengukur tingkat kesukaan anak-anak terhadap makanan
yang diberikan. Menurut Gregoire & Spears (2007), penggunaan metode hedonik
wajah lebih mudah digunakan untuk anak-anak dibandingkan dengan metode
tulisan atau angka karena kedua metode itu membutuhkan komunikasi yang baik
dan pemahaman, kecerdasan dan pendidikan.
Food
1. Spaghetti
with meat
sauce

Great

Good

So-So

Bad

Awful

2. Broccoli
Great
Good
Sumber : Gregoire & Spears (2007)

So-So

Bad

Awful

Gambar 1 Skala hedonik wajah untuk mengukur tingkat kesukaan anak-anak
Daya Terima Makanan
Menurut

Winarno

(2002),

pengaturan

terhadap

cita

rasa

untuk

menunjukkan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan pangan umumnya
dilakukan dengan alat indera manusia. Bahan pangan yang akan diuji dicobakan
kepada beberapa orang panelis pencicip yang terlatih. Masing-masing panelis
memberi nilai terhadap cita rasa bahan tersebut. Jumlah nilai dari para panelis
akan menentukan mutu atau penerimaan terhadap bahan yang diuji.
Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang
timbul oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, pencicipan,
dan pendengaran. Rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan adalah
faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya terima terhadap makanan.
Tanggapan senang atau suka sangat bersifat pribadi, karena itu kesan
seseorang tidak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan suatu

12

komoditi. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi
atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Tanggapan senang
atau suka harus diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat
umum atau suatu populasi masyarakat tertentu (Soekarto 1985).
Evaluasi sensori sering digunakan untuk mengukur reaksi individu
terhadap makanan yang memiliki dimensi yang bervariasi seperti rasa,
penampilan, suhu dan porsi makanan. Metode yang digunakan untuk mengukur
daya terima makanan adalah plate waste (sisa makanan), yaitu jumlah makanan
yang tersisa di piring. Salah satu metode plate waste adalah observasi, yaitu
metode yang dianjurkan bagi pengamat terlatih untuk mengestimasi secara
visual jumlah dari sisa makanan. Hasil penelitian umum mengindikasikan bahwa
estimasi visual dari sisa makanan merupakan metode yang akurat dan
sederhana untuk menghitung daya terima makanan. Teknik lain untuk mengukur
sisa makanan adalah dengan cara mengukur makanan yang dikonsumsi sendiri
dengan menggunakan skala (self-reported consumption). Contoh formulir
pengukuran self-reported consumption dapat dilihat pada Gambar 2.
Food

I ate none
of it

I just
tasted it

I ate a
little

I ate half
of it

I ate
a lot

I ate all
of it

1. Spaghetti
with meat
sauce

2. Broccoli
Sumber : Gregoire & Spears (2007)

Gambar 2 Formulir self-reported consumption
Angka Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Gizi
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) atau recommended dietary
allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang berdasarkan
pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua
orang sehat. AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk
masing-masing kelompok umur, gender dan aktivitas fisik (Almatsier 2006).
Angka kecukupan energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi
dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur,
jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat
dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Angka
kecukupan protein adalah rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan
protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua

13

populasi sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh
tertentu pada tingkat aktifitas sedang (WNPG VIII 2004). AKG yang dianjurkan
bagi anak usia sekolah berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII
2004 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 AKG rata-rata yang dianjurkan per orang per hari bagi anak usia sekolah
Umur
Energi
(tahun)
(Kal)
7-9
1800
10-12
2050
Pria
13-15
2400
10-12
2050
Wanita
13-15
2350
Sumber : WNPG VIII (2004)

Protein
(g)
45
50
60
50
57

Ca
(mg)
600
1000
1000
1000
1000

Fe
(mg)
10
13
19
20
26

Vitamin A
(RE)
500
600
600
600
600

Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan
membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual dengan kecukupan gizi yang
dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum,
tingkat kecukupan dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100%
AKG
Energi
Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,
pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Pangan sumber energi adalah pangan
sumber lemak, karbohidrat dan protein (WNPG VIII 2004). Menurut Almatsier
(2004), pangan sumber energi tertinggi terdapat pada bahan makanan sumber
lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian, bahan makanan sumber
karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni.
Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Protein merupakan molekul makro yang mempunyai
berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantairantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida.
Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain,
yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2004).
Pangan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutunya
terdapat pada bahan makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan

14

dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti
tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber
protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi (Almatsier 2004).
Kalsium
Menurut Winarno (2002), tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium
daripada mineral lain. Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi
dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi serta mengukur proses biologis
dalam tubuh. Kebutuhan kalsium terbesar terjadi pada masa pertumbuhan.
Penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan.
Kalsium yang dicerna dan diserap pada masa kanak-kanak atau pertumbuhan
sekitar 50-70%, sedangkan pada saat dewasa hanya sekitar 10-40% yang
diserap. Anak yang masih tumbuh dan kembang memerlukan pembentukan
tulang yang lebih banyak daripada orang yang sudah tua (WNPG VIII 2004).
Pada masa pertumbuhan, kekurangan kalsium dapat menyebabkan
pengurangan pada masa dan kekerasan tulang yang sedang dibentuk. Faktor
yang mempengaruhi kebutuhan kalsium adalah bioavailabilitas, aktivitas fisik dan
keberadaan zat gizi lain. Menurut Soenardi (2007), kalsium terdapat dalam susu
dan produk susu seperti keju, ikan, kedelai dan hasilnya, kacang-kacangan,
sayuran hijau. Sumber utama kalsium untuk masyarakat dengan tingkat sosial
(kaya) adalah susu dan hasil olahannya. Sumber lain kalsium adalah sayuran
hijau, kacang-kacangan dan ikan yang dikalengkan. Roti dan biji-bijian
menyumbang asupan kalsium yang nyata karena konsumsi yang sering. Ikan
dan sumber makanan laut mengandung kalsium lebih banyak dibandingkan
daging sapi maupun ayam (WNPG VIII 2004).
Zat Besi
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa. Kekurangan zat besi menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai
dengan kulit pucat, lemah/letih dan nafasnya pendek akibat kekurangan oksigen.
Anemia menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan dan menurunkan
kognitif, selain itu juga dapat menurunkan daya tahan tubuh (WNPG VIII 2004).
Menurut Muhilal & Akmal (2007), zat besi adalah salah satu unsur paling penting
dalam proses pembentukan sel darah merah. Kekurangan zat besi secara
berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit kurang darah atau anemia gizi besi

15

yang ditandai dengan letih, lesu, pucat, mudah mengantuk serta kurang
konsentrasi belajar.
Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja.
Kadar besi otak yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah
dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama
terhadap fungsi neurotransmitter (pengantar saraf). Akibatnya daya konsentrasi,
daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu (Almatsier 2004). Faktor yang
mempengaruhi

kebutuhan

zat

besi

adalah

keasamaan

lambung

dan

bioavailabilitas termasuk pemacu dan penghambat penyerapan besi non heme
(WNPG VIII 2004).
Menurut Almatsier (2004), pangan sumber zat besi yaitu makanan
hewani, seperti daging, ayam, ikan, telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Daging, jeroan, ikan dan unggas
mengandung tinggi besi heme. Sumber besi non heme adalah dari pangan
nabati seperti kedelai, kacang-kacangan, sayuran berdaun hijau dan rumput laut.
Besi dari pangan nabati memiliki bioavailabilitas yang lebih rendah dibanding
besi dari pangan hewani (WNPG VIII 2004).
Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A
terdapat di dalam pangan hewani, sedangkan karoten terutama di dalam pangan
nabati. Pangan sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam
lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua
serta sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning-jingga, seperti daun
singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel,
tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak dan jeruk. Minyak kelapa
sawit yang berwarna merah kaya akan karoten (Almatsier 2004). Menurut
Winarno (2002), meskipun kandungan vitamin A pada sayuran hijau tergolong
tidak tinggi tetapi memiliki arti penting bagi masyarakat di daerah pedesaan
sebagai sumber vitamin A karena murah dan mudah didapat secara lokal.

16

KERANGKA PEMIKIRAN
Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah tidak secepat pada anak
remaja, anak usia sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang
seimbang, baik jenis dan jumlahnya. Pada masa ini mereka biasanya makan 4-5
kali sehari termasuk camilan, sehingga program gizi sangat diperlukan.
Program gizi pada kelompok anak sekolah memiliki dampak luas yang
tidak saja pada aspek kesehatan, gizi dan pendidikan masa kini tetapi juga
secara langsung mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa
mendatang. Anak sekolah merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi
masyarakat. Pemerintah berupaya untuk melakukan perbaikan gizi masyarakat
dengan pengadaan program gizi. Salah satunya adalah dilaksanakannya
program PMT-AS (Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah).
Kegiatan PMT-AS ini tentunya memiliki sistem penyelenggaraan makan
didalamnya yang terdiri dari perencanaan hingga pendistribusian kudapan PMTAS. Pemberian Makanan PMT-AS bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan
gizi murid, sehingga dapat meningkatkan minat dan kemampuan belajar murid.
Kudapan dibuat dari bahan makanan setempat, dan bukan bahan makanan
produk pabrik/industri (Direktorat Pembinaan TK dan SD 2010).
Usia anak sekolah ini umumnya memiliki kebiasaan makan banyak dan
kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan tertentu. Konsumsi makanan
mereka terdiri dari makanan jajanan, makanan yang disediakan di rumah
maupun kudapan PMT-AS. Umumnya mereka menilai suatu makanan dari segi
rasa, penampilan, porsi dan tekstur, apakah sesuai dengan kesukaan mereka
atau tidak. Karakteristik anak sekolah juga dapat menentukan tingkat kesukaan
dan daya terima mereka terhadap suatu makanan.
Kesukaan dan ketidaksukaan anak usia sekolah terhadap makanan
berpengaruh terhadap konsumsi mereka, yang dilihat dari daya terimanya
(jumlah yang dihabiskan). Salah satunya adalah kesukaan terhadap kudapan
PMT-AS. Berdasarkan tingkat konsumsi dapat dilihat tingkat kecukupannya yang
juga akan berpengaruh terhadap status gizinya.

17

Kerangka Pemikiran

Karakteristik contoh:
- umur,
- jenis kelamin,
- TB dan BB,
- jumlah uang jajan

Anak
sekolah

Makanan sekolah

Penyelenggaraan
kudapan

PMT-AS

Tingkat
kesukaan dan
daya terima

Makanan luar sekolah

Jajanan

Konsumsi

Kecukupan energi
dan zat gizi

Status gizi

Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Hubungan yang diteliti

Gambar 3 Kerangka pikir

Di rumah

18

METODOLOGI
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional study dimana seluruh
pengumpulan data dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di SD
Negeri 1 Malangsari Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak, Banten, Jawa Barat.
Pengambilan tempat dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan
bahwa SDN 1 Malangsari merupakan sekolah yang mendapatkan program PMTAS dan melakukan penyelenggaraan kudapan PMT-AS untuk sekolah itu sendiri.
Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan November 2011.
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas 5 dan 6 yang berada di
SDN 1 Malangsari Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak, Banten, Jawa Barat
sebanyak 88 orang. Cara yang digunakan dalam penarikan contoh yaitu
purposive sampling dengan jumlah contoh yang digunakan adalah 68 siswa dari
88 siswa kelas 5 dan 6. Contoh yang diambil oleh peneliti memiliki kriteria inklusi
dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu kriteria yang digunakan oleh peneliti,
sedangkan kriteria eksklusi yang tidak diambil oleh peneliti. Kriteria inklusi yang
diambil yaitu 1) merupakan siswa kelas 5 dan 6 SDN 1 Malangsari, 2) terdiri dari
laki-laki dan perempuan, 3) bersedia mengisi food record 3 hari selama program
PMT-AS, 4) bersedia mengisi formulir tingkat kesukaan dan daya terima PMT-AS
yang diberikan.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat
bantu kuesioner. Pada sistem penyelenggaraan kudapan PMT-AS, siklus menu
yang digunakan SDN 1 Malangsari adalah 12 hari, tetapi data yang diambil
hanya enam hari saja. Data primer meliputi sistem penyelenggaraan kudapan
PMT-AS yang diperoleh dengan wawancara dan pengamatan; karakteristik
individu dan keluarga diperoleh dengan wawancara langsung mengunakan
kuesioner; daya terima dan tingkat kesukaan diperoleh dengan formulir uji
penerimaan dan kesukaan serta total konsumsi siswa minimal selama 3 hari
dengan menggunakan food record 3×24 jam. Data antropometri seperti berat
badan dan tinggi badan diukur melalui penimbangan dan pengukuran yang
dilakukan kepada contoh. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan

19

adalah timbangan injak digital yang memiliki ketelitian 1 kg, sedangkan alat yang
digunakan untuk mengukur tinggi badan adalah microtoise dengan ketelitian 1
cm. Data tingkat konsumsi pangan diperoleh melalui food record 3x24 jam. Data
sekunder yang dikumpulkan meliputi gambaran umum SDN 1 Malangsari,
Cipanas, Lebak, Banten dan berbagai literatur yang mendukung. Jenis data dan
cara pengumpulannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data
No
1.

2.

Variabel
Penyelenggaraan
kudapan PMT-AS
Karakteristik individu dan
keluarga:
- Nama
- Umur
- Jenis kelamin
- Uang jajan
- Pendidikan Orang tua
- Pekerjaan orang tua
- Kebiasaan makan dan
jajan

Jenis Data
Primer

Primer

3.

Antropometri siswa:
- Berat Badan
- Tinggi Badan

Primer

4.

Konsumsi pangan siswa
dalam satu hari

Primer

5.

Berat satu porsi kudapan
PMT-AS

Primer

6.
7.

Daya terima dan tingkat
kesukaan
Gambaran umum SDN 1
Malangsari

Primer
Sekunder

Cara pengumpulan data
Wawancara dan
pengamatan langsung

Wawancara menggunakan
kuesioner

Pengukuran Antropometri
1. Berat badan diukur
menggunakan
bathscale digital
dengan ketelitian 1
kg
2. Tinggi badan diukur
menggunakan
microtoise dengan
ketelitian 1 cm
Food record 3x24 jam
Penimbangan
menggunakan timbangan
digital dengan ketelitian 1 g
Formulir uji penerimaan
dan kesukaan
Data dan laporan tahunan
SD bersangkutan

Pengolahan dan Analisis Data
Tahapan pengolahan data meliputi entry, editing, coding, cleaning,
tabulasi dan analisis data. Entry adalah memasukkan data jawaban kuesioner
sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga
menjadi suatu data dasar. Proses editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner
setelah data terkumpul. Coding adalah pemberian angka atau kode tertentu yang
telah disepakati terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner,
sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Cleaning

20

adalah mengecek ulang data-data yang telah di entry dan dihilangkan bila tidak
diperlukan. Data-data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis
menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social
Science (SPSS) versi 16 for Window.
Data penyelenggaraan kudapan PMT-AS yang didapat, dianalisis dengan
analisis deskriptif. Data konsumsi pangan (food record 3x24 jam) dikonversi
dalam bentuk energi (kkal), protein (g), kalsium (mg), zat besi (mg) dan vitamin A
(RE) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan sehingga
diperoleh konsumsinya sehari (Hardinsyah & Briawan 2002). Konversi dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
KG = (B/100) x G x (BDD/100)
Keterangan :
KG

= Kandungan zat gizi bahan makanan dengan berat B g

B

= Berat makanan yang akan dihitung (g)

G

= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan

BDD

= Persen Bahan makanan yang dapat dimakan (%BDD)

Kemudian dihitung tingkat kecukupan zat gizinya dengan rumus :
Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100%
Angka kecukupan gizi (AKG)
Menurut Depkes (1996) dalam Hardinsyah et al (2002), tingkat konsumsi
energi dan protein dikelompokkan menjadi empat cut off point yaitu : (1) defisit
tingkat berat (
120% AKG).
Pengukuran status gizi siswa SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten
dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks massa tubuh
menurut umur (IMT/U), berat badan menurut umur (BB/U) dan tinggi badan
menurut umur (TB/U). Penentuan nilai z skor untuk TB/U dan IMT/U
menggunakan software anthroplus 2007 sedangkan untuk BB/U menggunakan
CDC 2000 dari software nutrisurvey. Klasifikasi status gizi berdasarkan nilai zskor dapat dilihat pada Tabel 4.

21

Tabel 4 Klasifikasi status gizi berdasarkan nilai z-skor
Indikator
BB/U

TB/U

IMT/U

Kriteria
Gizi kurang
Gizi normal
Gizi lebih
Sangat pendek
Pendek
Normal
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas

Standar
-3 SD ≤ z skor < -2 SD
-2 SD ≤ z skor ≤ 2 SD
z skor > 2 SD
z skor < -3 SD
-3 SD ≤ z skor < -2 SD
z skor ≥ -2 SD
z skor < -3 SD
-3 SD < z skor < -2 SD
-2 SD < z skor < 1 SD
1 SD < z skor < 2 SD
z skor > 2 SD

Menurut Supariasa (2002), berat badan adalah salah satu parameter
yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit
infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang
dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Tinggi
badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal.

Pada keadaan

normal,

tinggi

badan

tumbuh

seiring dengan

pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu
yang relatif lama. Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi
masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.
Analisis data yang dilakukan adalah secara deskriptif dan inferensia yang
terdiri dari deskriptif, uji beda independent sample T-test, uji korelasi Spearman
dan uji chi-square. Analisis deskriptif menggunakan persentase dan rata-rata
yang meliputi karakteristik individu, karakteristik keluarga, kebiasaan makan,
kebiasaan jajan, konsumsi, tingkat konsumsi energi dan zat gizi kudapan PMTAS, tingkat kesukaan kudapan PMT-AS, daya terima kudapan PMT-AS, dan
kontribusi kudapan PMT-AS terhadap total konsumsi sehari. Uji chi-square untuk
melihat hubungan antar variabel yaitu menganalisis hubungan status gizi siswa
dengan tingkat kesukaan dan daya terima kudapan PMT-AS. Uji Spearman
dilakukan untuk melihat hubungan antara konsumsi pada masing-masing
kudapan terhadap tingkat kesukaannya. Uji beda independent sample T-test
dilakukan untuk melihat perbedaan tingkat kesukaan antara siswa laki-laki dan
siswa perempuan. Pengkategorian variabel dan kriteria untuk setiap variabel
penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

22

Tabel 5 Kategori dan kriteria untuk setiap variabel penelitian
No

Variabel

Kategori
Keluarga kecil
Keluarga sedang
Keluarga besar

1.

Besar keluarga
(BKKBN 1998)

2.

Pendidikan orangtua
(ketentuan peneliti)

3.

Pekerjaan orangtua
(ketentuan peneliti)

4.

Tingkat kecukupan energi
dan protein
(Depkes 1996)

Defisit tingkat berat
Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan
Normal
Lebih

Kriteria
≤ 4 orang
5 – 6 orang
≥ 7 orang
Tidak sekolah
SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Perguruan tinggi
Tidak bekerja
Ibu rumah tangga
Buruh
Petani
Wiraswasta
Guru (non PNS)
PNS/TNI
Lain-lain
< 70% kebutuhan
70 – 79% kebutuhan
80 – 89% kebutuhan
90 – 119% kebutuhan
≥ 120% kebutuhan

5.

Tingkat kecukupan
vitamin dan mineral
(Gibson 2005)

Kurang
Cukup

< 77% AKG
≥ 77% AKG

Tidak dimakan
Hanya dicicipi
Dimakan ¼ bagian
6.

Daya terima
(Gregoire & Spears 2007)

Dimakan ½ bagian
Dimakan ¾ bagian
Dimakan habis
Sangat suka
Suka

7.

Tingkat kesukaan
(Gregoire & Spears 2007)

Biasa
Tidak suka
Sangat tidak suka

Definisi Operasional
Anak usia sekolah adalah anak laki-laki dan perempuan berumur (9-14 tahun)
yang duduk di kelas 5 dan 6 SDN 1 Malangsari yang dijadikan contoh
penelitian.

23

Daya terima makanan adalah penerimaan (habis/tidaknya konsumsi) siswa
kelas 5 dan 6 SDN 1 Malangsari terhadap kudapan PMT-AS yang diukur
dengan metode self-reported consumption.
Food record adalah catatan konsumsi makanan yang diberikan kepada siswa
untuk mengetahui total konsumsi siswa selama 1x24 jam. Catatan
tersebut diberikan satu hari sebelumnya untuk diisi oleh siswa di rumah
dan dikembalikan pada esok harinya.
Konsumsi kudapan PMT-AS adalah jumlah masing-masing kudapan PMT-AS
yang dimakan/dihabiskan oleh siswa SDN 1 Malangsari setiap harinya di
sekolah.
Kudapan adalah makanan selingan berupa snack dengan citarasa asin atau
manis yang diberikan kepada siswa SDN 1 Malangsari melalui program
PMT-AS. Jenis kudapannya adalah arem-arem, nagasari ayam, combro
ayam, kumbu kacang hijau, perkedel singkong dan bakwan sayur.
Penyelenggaraan

kudapan

PMT-AS

adalah

serangkaian

kegiatan

penyelenggaraan kudapan yang dimulai dari perencanaan hingga
pendistribusian dan saling berkaitan dalam penyediaan kudapan PMTAS bagi siswa di SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak, Banten.
PMT-AS adalah pemberian makanan tambahan berupa kudapan untuk anak
sekolah khususnya TK dan SD yang mengandung energi minimal 300
Kal dan protein 5 g.
Tingkat kesukaan kudapan PMT-AS adalah tingkatan dari “sangat suka” hingga
“sangat tidak suka” siswa kelas 5 dan 6 SDN 1 Malangsari terhadap
kudapan PMT-AS yang diberikan dan diukur menggunakan metode
smiley face.

24

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum SDN 1 Malangsari
SDN 1 Malangsari Lebak, Banten dahulu bernama Sekolah Rakyat yang
didirikan pada tahun 1950an dan terletak di Kampung Kadubitung, Desa
Malangsari. SDN 1 Malangsari mengalami beberapa kali perpindahan tempat
hingga akhirnya pada tahun 1956 menetap di lokasi sekarang. Alasan pindah ke
tempat sekarang yaitu karena sekolah pertama yang terbuat dari tiang bambu,
bilik dan atap kiray tersebut rubuh.
SDN 1 Malangsari mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, baik
fisik bangunan, yang sebelumnya terbuat dari kayu dan bilik menjadi bangunan
semi permanen. Sejak tahun 1971, sekolah rakyat ini berubah nama menjadi
SDN 1 Malangsari dan telah memiliki bangunan permanen.
SDN 1 Malangsari terletak di Jalan Raya Muncang KM 04 CipanasLebak, Desa Malangsari Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten. SDN 1
Malangsari adalah SDN yang mempunyai akreditasi B. SDN 1 Malangsari
memiliki luas tanah sebesar 1057 m2 dengan luas bangunan sebesar 492 m2.
Ruangan yang dimiliki SDN 1 Malangsari terdiri dari 6 ruang kelas 1-6, 1 ruang
serbaguna, 1 ruang kantor guru, 1 ruang kantin sekolah, 1 toilet guru dan 2 toilet
siswa. Jumlah guru yang dimiliki yaitu 8 orang guru tetap dan 1 orang guru bantu.
Visi SDN 1 Malangsari yaitu menghasilkan lulusan yang berbudi, cerdas
dan terampil. Misi dari SDN 1 Malangsari adalah (1) menjalin hubungan yang
harmonis antara kepala sekolah, guru, komite sekolah, orang tua/wali murid dan
masyarakat; (2) menanamkan kesadaran untuk mengamalkan nilai-nilai islami
dalam aktivitas sekolah dan; (3) mengoptimalkan proses pembelajaran dan
bimbingan, baik kurikuler maupun ekstrakulikuler.
Karakteristik Siswa
Umur dan Jenis Kelamin
Umur siswa kelas 5 dan 6 antara 9 sampai 14 tahun. Siswa berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 31 orang (45.6%) dan perempuan sebanyak 37 orang
(54.4%). Rata-rata umur siswa adalah 11 tahun dengan standar deviasi sebesar
0.94 tahun. Persentase umur tertinggi berada pada umur 11 tahun (51.5%)
sedangkan persentase umur terendah berada pada umur 14 tahun (1.5%).
Jumlah siswa berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6.

25

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan umur dan jenis kelamin
Laki-laki

Perempuan

Total

Umur
(tahun)

n

%

n

%

n

%

9

1

3.2

2

5.4

3

4.4

10

6

19.4

10

27

16

23.5

11

17

54.8

18

48.6

35

51.5

12

5

16.1

5

13.5

10

14.7

13

1

3.2

2

5.4

3

4.4

14

1

3.2

0

0

1

1.5

37

100

68
11 ± 0.94

100

Total
31
100
Rata-rata ± standar deviasi

Tabel 6 menunjukkan 4.4% siswa berumur 9 tahun dan 1.5% siswa
berumur 14 tahun. Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), anak sekolah
dasar dibagi atas dua kelompok, yaitu kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok
umur 10-12 tahun. Umumnya umur anak kelas 5 antara 10-11 tahun dan umur
anak kelas 6 antara 12-13 tahun.
Siswa kelas 5 dengan umur 9 tahun (4.4%) di SDN 1 Malangsari
seharusnya masih berada di kelas 3 atau 4, karena penerimaan murid kelas 1
pada tahun ajaran baru memiliki syarat bahwa minimal umur anak adalah 6
tahun. Hal yang menyebabkan terdapatnya siswa kelas 5 dengan umur 9 tahun
di SDN 1 Malangsari adalah jumlah kuota siswa yang diterima di SDN 1
Malangsari kurang, sehingga anak-anak yang berumur kurang dari 6 tahun
dengan syarat sudah mampu membaca dan menulis diterima.
Berat Badan dan Tinggi Badan
Berat badan siswa antara 18.8 – 46.1 kg. Rata-rata berat badan siswa
adalah 28.7 kg dengan standar deviasi sebesar 5.4 kg. Tinggi badan siswa
antara 112.4 – 151.4 cm. Rata-rata tinggi badan siswa adalah 133.2 cm dengan
standar deviasi sebesar 7.14 cm.
Berat badan dan tinggi badan ideal anak usia 9-14 tahun adalah 25-48 kg
dan 120-153 cm (WNPG 2004). Berdasarkan hal tersebut, berat badan dan tinggi
badan siswa SDN 1 Malangsari belum sesuai dan bahkan kurang dari berat
badan dan tinggi badan ideal.
Status Gizi
Status gizi siswa didasarkan pada indeks tinggi badan menurut umur
(TB/U), berat badan menurut umur (BB/U), dan indeks masa tubuh menurut umur
(IMT/U). Data status gizi siswa dapat dilihat pada Tabel 7.

26

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan status gizi

TBU

BBU

IMT/U

Status Gizi

n

%

Sangat pendek

7

10.3

Pendek

26

38.2

Normal

35

51.5

Total

68

100

Kurang

27

39.7

Normal

41

60.3

Lebih

0

0

Total

68

100

Sangat kurus

2

2.9

Kurus

6

8.8

Normal

60

88.2

Gemuk

0

0

Total

68

100

Tabel 7 menunjukkan tiga kategori status gizi, yaitu TB/U, BB/U dan
IMT/U. Pada ketiga kategori status gizi tersebut, sebagian besar (>50%) siswa
berada dalam kategori normal. Pada st