Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi

PROFIL VERTIKAL SUHU UDARA DAN
AKUMULASI PANAS TANAMAN CABAI MERAH
PADA KONDISI TERNAUNGI DAN TIDAK TERNAUNGI

NOWA ADIPATI SIREGAR

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Vertikal Suhu
dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak
Ternaungi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Nowa Adipati Siregar
NIM G24080047

ABSTRAK
NOWA ADIPATI SIREGAR. Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas
Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi. Dibimbing
oleh IMPRON.
Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dimana salah satu faktor yang mempengaruhi nilai
jualnya adalah faktor fisik seperti kualitas dan penampilan buahnya. Suhu udara
mempunyai pengaruh terhadap respon akumulasi panas (heat unit) dan fenologi
tanaman kemudian berguna untuk penentuan masa tanam suatu tanaman pada
berbagai kondisi suhu lingkungan, dimulai dari masa penanaman benih sampai
masa panen. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati profil vertikal suhu dan
kelembaban udara disekitar tajuk tanaman serta menganalisis pengaruh naungan
paranet terhadap akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah. Hasil
penelitian menunjukkan profil vertikal suhu udara dan kelembaban relatif

disekitar tajuk tanaman cabai merah sangat fluktuatif yaitu memiliki pola lapse
rate dan inversi pada setiap ketinggian. Akumulasi panas tanaman cabai merah
tanpa naungan dan naungan 50% sebesar 1750 Cohari dan 2005 Cohari (15% lebih
besar daripada tanaman tanpa naungan). Secara keseluruhan, pemakaian naungan
paranet dapat menurunkan suhu udara sebesar 0.3 oC. Tanaman cabai merah tidak
cocok ditanam dengan menggunakan naungan 75% karena fase generatif tanaman
menjadi terhambat.
Kata kunci: profil vertikal suhu udara, akumulasi panas, cabai merah (Capsicum
annuum L.), fenologi, naungan.

ABSTRACT
NOWA ADIPATI SIREGAR. Temperature Vertical Profile and Heat Unit of Red
Pepper on Paranet Shaded and Non-shaded Condition. Supervised by IMPRON.
Red pepper (Capsicum annuum L.) is an economically high valued plant
which its selling influenced by physical factors such as quality and appearance.
Air temperature affects heat unit response and plant phenology which can be used
to determine planting period on various environment temperature condition,
starting from seed planting until harvesting period. This research aimed to observe
temperature and relative humidity vertical profiles around plant canopy and to
analyse paranet shading influence toward heat unit and phenology of red pepper

plant. The result shows air temperature and relative humidity vertical profile
around plant canopy are fluctuative as having lapse rate and inversion pattern at
each height.Heat unit of non-shaded and 50%-shaded red pepper plant are 1750
Coday and 2005 Coday respectively (15% greater than without shading). As a
whole, using of paranet shading can decrease air temperature by 0.3 oC. Red
pepper plant is unsuitable to be planted using 75%-shading because its generative
phase become obstructed.
Keyword: air temperature vertical profile, heat unit, red pepper (Capsicum
annuum L.), phenology, shading.

PROFIL VERTIKAL SUHU UDARA DAN
AKUMULASI PANAS TANAMAN CABAI MERAH
PADA KONDISI TERNAUNGI DAN TIDAK TERNAUNGI

NOWA ADIPATI SIREGAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah
pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi
Nama
: Nowa Adipati Siregar
NIM
: G24080047

Disetujui oleh

Dr IrImpron, MAgrSc
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah
perkembangan dan pertumbuhan tanaman, dengan judul Profil Vertikal Suhu dan
Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak
Ternaungi.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut
peran serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1. Keluarga tercinta, Bapak, Mama, Bang Dika, Teh Shita, Anggi, Adinda,
Vista dan Abi yang penulis sangat sayangi atas dukungan, do’a dan kasih
sayang yang telah diberikan selama ini.
2. Dr Ir Impron, MAgrSc, selaku dosen pendamping yang telah membimbing

dan memberikan arahan dalam penyelesaian karya tulis ini.
3. Ir Bregas Budianto, AssDpl dan Yon Sugiarto, SSi MSc, selaku dosen
penguji sidang tugas akhir.
4. Dr Ir Rini Hidayati, MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan nasehat selama penulis menuntut ilmu di Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.
5. Nuryadi,SSi MSi, selaku Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga
Bogor yang telah menyediakan lahan penelitian tugas akhir.
6. Seluruh dosen GFM yang telah memberikan ilmu dan wawasannya.
7. Bapak Yudi atas kediaannya dalam membantu pengolahan lahan penelitian.
8. Seluruh staf Tata Usaha GFM Pak Badrudin, Bu Wanti, Pak Azis, Pak
Nandang, Mas Kiki, Pak Pono atas bantuan untuk semua urusan
administrasi.
9. Teman satu bimbingan skripsi (Kresna Rahardian, Enda Ulinata, Rizal
Choirul Insani, dan Ika Purnamasari), sahabat terbaik GFM 46 Muharrom,
Winda, Hijjaz, Rikson, Dimas, Edo, Ipin, Noya, Ika F, Silvi, Dissa, Wayan,
Lidya, Risa, May, Risna, Eka Fay, Nita, Fahmi, Wengki, Tommy, Santi,
Dodik, Zaenal, Icha, Ervan, Ocha, Jame, Dwi Putri, Ima, Sholah, Rini Abu,
Eko, Hanifah, Iif, Halimah, Normi, Gaseh, Depe, Hifdy, Dieni, Zia,
Bambang, Khabib, Alin, Didi, Rini, Eka A dan Umar, teman satu angkatan

(Citra, Iput, Taufik, Geno, Hanifah dan teman-teman GFM 45 lainnya)
serta adik-adik GFM 47 yang telah bersedia direpotkan dan memberikan
motivasi selama ini.
10. Teman terbaik kostan Hamas Mas Arief, Kak Dimas, Kak David, Kak
Budi, Hario, Lucky, Dede, Heru, dan Fajar atas keceriaan dan dukungan
selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013
Nowa Adipati Siregar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2


Karakteristik Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

2

Cabai Besar Varietas Seloka IPB

3

Fenologi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

4

Konsep Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU)

5

Naungan

6


METODE

6

Waktu dan Lokasi Penelitian

6

Bahan

6

Alat

6

Metode Pelaksanaan

7


Pengamatan

8

Prosedur Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

11

Profil Vertikal Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Tajuk Tanaman

11

Fase Perkembangan Tanaman Cabai Merah

14

Akumulasi Panas (Heat Unit) dan Fenologi Tanaman Cabai Merah

14

Faktor yang Mempengaruhi Akumulasi Panas dan Fenologi Tanaman

17

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1 Fase perkembangan cabai merah (Capsicum annuum L.)
2 Akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah
3 Akumulasi panas tanaman cabai merah di berbagai ketinggian

4
15
17

DAFTAR GAMBAR
Cabai merah varietas Seloka IPB (Capsicum annum L )
Jarak antar tanaman dalam baris untuk perlakuan naungan
Pembagian petak perlakuan
Lokasi penelitian
Profil vertikal suhu udara di sekitar tanaman cabai merah pada (a) 2
MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───), naungan
50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -)
6 Profil vertikal kelembaban udara di sekitar tanaman cabai merah pada
(a) β MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───),
naungan 50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -)
1
2
3
4
5

3
7
10
11

12

13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Data perhitungan akumulasi panas (heat unit)
Persentase perpindahan fase perkembangan tanaman cabai merah
Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa semai
Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa tanam
Data selisih hari setiap fase perkembangan antar naungan
Data selisih hari antar selang fase perkembangan pada kondisi tanpa
naungan 0% dan naungan 50%
Data selisih nilai suhu udara pada setiap ketinggian
Data selisih nilai kelembaban udara pada setiap ketinggian
Data produksi panen cabai merah Seloka IPB
Data kalibrasi sensor suhu bola basah dan bola kering
Analisis ragam regresi linear suhu bola kering dengan naungan
Analisis ragam regresi linear kelembaban relatif dengan naungan
Deskripsi lengkap cabai merah varietas Seloka IPB
Perubahan fase pada tanaman cabai merah tanpa naungan
Penyakit tanaman cabai merah (a) antraknosa (b) keriting daun
Kondisi lahan penelitian ketika masa (a) semai (b) tanam
Sensor suhu bola basah dan bola kering

22
25
26
27
29
30
30
31
31
31
33
33
33
35
37
37
38

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merah (Capsicum annuum L.) adalah komoditas sayuran yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dimana salah satu faktor yang mempengaruhi nilai
jualnyaadalah faktor fisik seperti kualitas dan penampilan buahnya. Tanaman
cabai merah merupakan tanaman hortikultur yang sangat bermanfaat. Cabai merah
banyak digunakan sebagai bahan makanan, pelengkap, penghangat serta penyedap
cita rasa masakan. Menurut Prajnanta (2007), selain untuk penyedap masakan,
cabai juga mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan
manusia.
Suhu lingkungan mempunyai pengaruh terhadap respon pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Setiap tanaman memiliki kisaran suhu lingkungan yang
berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya.
Suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan
generatif suatu tanaman. Suhu lingkungan yang mengalami perubahan akan
mempengaruhi proses respirasi, laju penyerapan nutrisi, laju transpirasi, proses
fotosintesis dan pembukaan stomata pada tanaman. Suhu yang terlalu tinggi atau
rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman bahkan akan
dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman.
Tanaman membutuhkan sejumlah satuan panas untuk mencapai tingkat
perkembangan tertentu hingga masa panen. Jumlah satuan panas yang
diakumulasi selama masa perkembangan tanaman dinamakan akumulasi panas
(heat unit). Analisis akumulasi panas pada setiap fase perkembangan suatu jenis
tanaman perlu dilakukan dimulai dari penyemaian benih sampai dengan masa
panen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemakaian naungan
paranet terhadap akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah di lahan
penelitian BMKG Dramaga Bogor. Merujuk pada penelitian sebelumnya, Polii
(2003) menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai akumulasi panas tanaman
cabai merah yang ditanam pada berbagai ketinggian. Pembudidaya tanaman cabai
merah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk memprediksi penentuan
perkembangan tanaman dan khususnya bagi berbagai keperluan pada masa panen.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari pelaksanaan penelitian adalah untuk:
1. Mengamati profil vertikal suhu udara dan kelembaban udara disekitar tanaman
cabai merah (Capsicum annuum L.).
2. Mengamati pengaruh pemakaian naungan terhadap perkembangan tanaman
cabai merah (Capsicum annuum L.).
3. Menghitung dan menganalisis akumulasi panas cabai merah (Capsicum
annuum L.) yang diberi perlakuan naungan dengan menggunakan metode
Heat Unit.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Karakterisitik Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
Tanaman cabai pada awalnya tumbuh di daratan Amerika Selatan dan
Amerika Tengah sejak 2500 tahun sebelum Masehi (Wiryanta 2002). Masyarakat
yang pertama kali memanfaatkan dan mengembangkan cabai adalah orang Inca di
Amerika Selatan, orang Maya di Amerika Tengah, dan orang Aztek di Meksiko.
Awal mula penyebaran cabai ke seluruh dunia dilakukan oleh seorang pelaut Italia
yang mendarat di Pantai Salvador, kepulauan Bahama yaitu Christoper
Columbus.Dia menemukan penduduk asli yang menggunakan buah merah
menyala berasa pedas sebagai bumbu masakan mereka.
Klasifikasi tanaman cabai merah adalah sebagai berikut (Wiryanta 2002):
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Tubiflorae (Solanales)
Famili
: Solanaceae
Genus
: Capsicum
Spesies
: Capsicum annuum L
Cabai merah merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan
(Solonaceae), diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 spesies yang
terdiri dari tumbuhan herba, semak dan tumbuhan kecil lainnya. Sebagian besar
dari semua spesies yang ada merupakan tumbuhan daerah tropis tetapi yang
bernilai ekonomis atau yang sudah dimanfaatkan hanya beberapa spesies
saja.Tanaman cabai diperkirakan mempunyai sekitar 20 spesies yang sebagian
besar tumbuh di daratan Amerika.
Tanaman cabai merah merupakan tanaman tahunan yang tumbuh tegak
dengan batang berkayu dan memiliki banyak cabang.Tinggi tanaman cabai
berkisar antara 50-90 cm (Setiadi 2008). Tanaman ini memiliki bentuk daun bulat
telur, lonjong dan oval dengan ujung meruncing. Tanaman cabai merah memiliki
bentuk bunga seperti terompet. Bunga tanaman cabai merupakan bunga lengkap
dan bunga berkelamin ganda. Ukuran buah tanaman cabai sangat bervariasi
bentuk dan ukurannya tergantung dari spesiesnya. Perakaran cabai merah
merupakan akar tunggang yang terdiri dari akar utama (primer) dan akar lateral
(sekunder). Panjang akar primer berkisar antara 35-50 cm dan akar sekunder
berkisar antara 35-45 cm (Prajnanta 2007).
Cabai merah memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia.Menurut Kunri
(2010) cabai merupakan sumber vitamin A, B, C, E dan mineral.Secara medis
cabai merah dapat digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit dan
antibiotik.Sifat obat dari cabai dapat mengobati berbagai penyakit pada organ
dalam seperti kanker, jantung dan paru-paru.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai tidak lepas dari faktor
topografi dan iklim. Menurut George (2010), tanaman cabai dapat tumbuh pada
tanah dengan pH 6 – 6,5. Jika pH tanah kurang dari kisaran tersebut maka
pengapuran harus dilakukan untuk menetralkan tanahnya. Ketinggian tempat yang
cocok untuk tanaman cabai daerah tropis yaitu berkisar antara 150-1800 mdpl

3
(Valenzuela 2010). Tanah harus berstruktur remah atau gembur tetapi cabai masih
dapat tumbuh pada tanah dengan struktur lempung, agak liat, tanah merah maupun
tanah hitam (Setiadi 2008). Tanah dengan kondisi tersebut harus diolah terlebih
dahulu sebelum ditanami.
Tanaman cabai dapat tumbuh optimal dengan lama penyinaran cahaya
matahari sekurang-kurangnya selama 10-12 jam untuk fotosintesis, pembentukan
bunga dan buah serta pemasakan buah (Wiryanta 2002). Cabai merah dapat
tumbuh dengan baik pada daerah dengan suhu rata-rata 30 oC. Suhu ideal untuk
perkecambahan benih cabai yaitu 25-30 oC.Suhu optimum untuk pertumbuhannya
adalah 24-32 oC (Kunri 2010). Jika suhunya terlalu rendah atau tinggi
pertumbuhan tanaman dan perkembangan bunga akan tehambat dan
mengakibatkan kualitas buah menjadi rendah. Tanaman cabai merah memiliki
suhu dasar yang berbeda pada setiap fase perkembangan secara umum, yaitu
kecambah 11.8 oC, berbunga 9.6 oC dan berbuah 10.7 oC (Polii 2003). Menurut
Prajnanta (2007) cabai memerlukan curah hujan 1500-2500 mm/tahun.Cabai
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada tipe iklim A, B, C dan D
berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson.

Cabai Besar Varietas Seloka IPB
Cabai merah varietas Seloka IPB merupakan hasil persilangan antara cabai
merah besar IPB C2 dan IPB C5. Cabai Seloka IPB adalah varietas cabai bersari
bebas yang memiliki produktivitas tinggi dan cocok ditanam pada dataran rendah
hingga menengah. Cabai merah iniberadaptasi dengan baik di dataran rendah
dengan ketinggian 100 – 250 mdpl. Produktivitas cabai merah ini mencapai 11.59
ton/ha dengan potensi produktivitas sebesar 0.92 kg/tanaman (Wibowo et al.
2010). Jumlah buah pada setiap tanamanberkisar 51 – 80 buah. Rasa buah cabai
merah Seloka IPB sangat pedas dengan kadar capsaicin 917.25 – 979.15 ppm.
Cabai ini memiliki umur mulai berbunga 25 – 29 HST dan umur mulai panen 71 –
78 HST.

Gambar 1 Cabai merah varietas Seloka IPB (Capsicum annum L )
(Sumber: Wibowo et al. 2010)

4
Fenologi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
Kajian mengenai tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan suatu
tanaman sangat penting. Setiap jenis tanaman memiliki respon fisiologis dan
morfologis yang berbeda-beda dalam siklus hidup mereka. Perubahan fisiologis
dan morfologis pada tanaman melalui berbagai tahap pertumbuhan dan
perkembangan. Kebutuhan air dan nutrisi tanaman pun akan berubah-rubah
seiring dengan meningkatnya tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Fenologi merupakan ilmu tentang periode fase-fase yang terjadi secara
alami pada tumbuhan. Berlangsungnya fase-fase tersebut sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban
udara (Felwess 2006 dalam Yulia 2007 ). Perubahan fenologi suatu tanaman
merupakan fenomena yang sudah lazim ketika terjadi perubahan lingkungan
tumbuh yang sangat besar. Analisis mengenai fenologi menjadi faktor penting
dalam kemampuan adaptasi suatu tanaman terhadap perubahan lingkungan
tumbuh yang terjadi secara alami atau dikondisikan pada lingkungan terentu (Nur
et al. 2010).
Studi mengenai fenologi tanaman cabai merah pernah dilakukan oleh
Marwanti (1985) dalam Harini (1997). Hasil studi fenologi cabai tersebut
disajikan dalam Tabel 1.

Fase

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Tabel 1 Fase perkembangan cabai merah (Marwanti 1985)
Umur
Tanaman
Deskripsi Fase perkembangan
Hari Setelah
Berbunga
(HSB)
Kuncup baru muncul: mahkota bunga belum mekar,
0
tetapi masih tertutup oleh kelopak bunga
9
Mahkota bunga mulai muncul
Mahkota bunga makin mengembang dan hampir
11
mekar
12
Mahkota bunga mekar penuh
Mahkota bunga menutup kembali, layu, dan
14
akhirnya terlepas dari tangkainya
Buah mulai terbentuk, berwarna hijau muda, kulit
20
buah sangat lunak, panjang buah kira-kira 2 cm
Buah telah berkembang menjadi lebih besar,
33
panjangnya 5-6 cm, berwarna hijau muda dan masih
lunak
Buah masih berwarna hijau muda, tetapi kulit buah
45
dan tangkai buah agak liat, panjang buah 8-10 cm
Warna kulit buah mulai memerah pada seperempat
50
ujungnya
51
Kulit buah memerah pada separoh ujungnya
53
Buah berwarna merah merata dengan tangkai liat
Kulit buah mulai berkerut, tangkai buah mongering
58
dah mudah lepas dari batang

5
Pengamatan mengenai fenologi biasa dilakukan pada fase vegetatif dan
generatif dari suatu tanaman dan dilakukan dengan mengamati fase
perkecambahan, pembungaan, pembentukan biji, dan saat panen. Menurut Tabla
dan Vargas (2004), fenologi perbungaan suatu jenis tumbuhan merupakan salah
satu karakter penting dalam siklus tumbuhan, karena pada fase tersebut terjadi
proses awal bagi suatu tumbuhan untuk berkembang biak. Suatu tumbuhan
memiliki respon yang berbeda-beda terhadap pola perbungaan dan pemunculan
biji tetapi pada umumnya diawali oleh pemunculan kuncup bunga dan diakhiri
dengan pematangan buah.

Konsep Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU)
Suhu udara merupakan salah satu faktor iklim yang dapat dijadikan sebagai
indikasi jumlah energi panas didalam suatu sistem.Suhu udara dapat menentukan
berbagai tingkat pertumbuhan dari segi fisiologis, perkembangan vegetatif dan
generatif. Suhu udara berpengaruh langsung pada proses fotosintesis, respirasi,
permeabilitas dinding sel, absorb air dan hara, transpirasi, aktivitas enzim dan
koagulasi protein (Sungadji 2001).
Konsep perkembangan tanaman (fenologi) selama siklus hidupnya dapat
diduga dengan menggunakan konsep akumulasi panas atau heat unit (HU).
Menurut Rittner dan McCabe (2004), konsep heat unit pertama kali dikemukakan
oleh Reamur pada tahun 1735. Reamur menjelaskan bahwa terdapat hubungan
numerik antara pengukuran meteorologi dengan pertumbuhan tanaman.Reamur
mengembangkan skala termometer dan mempelajari hubungan antara suhu dan
pertumbuhan tanaman. Reamur menerbitkan hasil studinya dengan nama
Reamur’s Thermal Constant atau konsep heat unit (Reifsnyder 2005). Konsep
heat unit hanya berlaku untuk tanaman yang tidak responsif terhadap panjang hari.
Konsep ini menggunakan suhu udara rata-rata harian dan suhu dasar tanaman
sebagai peubah untuk menentukan tahapan perkembangan dan umur tanaman.
Menurut Handoko (1994) nilai laju perkembangan tanaman (s) berbanding lurus
dengan suhu udara rata-rata harian (T) di atas suhu dasar (Tb), sehingga dapat
diformulasikan sebagai berikut:
n

s ∑ T Tb
i

Keterangan :
AP
= akumulasi panas (oC hari)
s
= fase perkembangan tanaman
T
= suhu rata-rata harian
Tb
= suhu dasar tanaman cabai merah fasekecambah 11.8 oC,
faseberbunga 9.6 oC dan fase berbuah 10.7 oC(Polii 2003)

6
Naungan
Faktor lingkungan di atas permukaan tanah dan di sekitar perakaran
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu
faktor iklim seperti suhu udara, radiasi matahari, kelembaban udara, curah hujan
dan kecepatan angin. Intensitas radiasi matahari dapat mempengaruhi suhu udara.
Intensitas radiasi matahari yang tinggi mengakibatkan suhu udara menjadi
meningkat. Menurut Koesmaryono (1996) interaksi antara suhu udara dan radiasi
matahari dapat mempengaruhi suhu daun yang kemudian dapat berpengaruh pada
proses fotosintesis tanaman.
Kondisi iklim mikro yang tidak sesuai dengan karakteristik tanaman tertentu
dapat diatasi dengan memodifikasi lingkungan disekitar tanaman. Salah satunya
yaitu dengan memberikan naungan selama masa tanam. Prinsip dasar naungan
yaitu suatu bentuk modifikasi lingkungan disekitar tanaman dengan tujuan untuk
mengurangi intensitas radiasi matahari yang sampai ke tanaman. Menurut
Supijatno (2006), sifat yang dicari untuk toleransi terhadap naungan adalah
kemampuan yang tinggi untuk melakukan fotosintesis secara efisien dalam
kondisi defisit cahaya. Hal ini berkaitan dengan sifat morfologi dan fisiologi
tanaman yang berkaitan dengan proses fotosintesis. Naungan berkorelasi dengan
suhu sehingga dapat mempengaruhi viabilitas serbuk sari dan pembentukan biji
(Feng et al. 2001 dalam Wang dan Campbell 2004).

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai Juli 2013 di lahan
milik Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten Bogor dan
Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut
Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah benih cabai merah varietas
Seloka IPB, pupuk (kompos, urea, KCl, NPK, TSP) abu sekam, fungisida, larutan
atonik dan furadan 3G.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensor suhu bola basah dan
bola kering, digital multimeter, cangkul, kored, tugal, ajir, gembor, paranet Sun
Net 50 % dan 75 %, bambu penyangga paranet, mulsa plastik hitam perak, pot
tray, sprayer dan seperangkat komputer yang dilengkapi software Microsoft
Office 2007 dan SPSS Statistics 17.

7
Metode Pelaksanaan
Pembuatan sensor suhu bola kering dan bola basah
Sensor suhu bola kering dan bola basah yang dibuat sebanyak dua unit,
yaitu untuk pengukuran akumulasi panas dan profil suhu udara. Sensor suhu bola
kering dan bola basah dibuat dengan menggunakan LM35D. Sensor ini memiliki
akurasi± 0.5 oC dengan dengan syarat kondisi pengukuran nilai rata-rata suhu
harian berada diantara suhu minimum dan maksimum (Texas Instruments 1999).
Resolusi sensor suhu LM35D sebesar 10 mV/oC yang berarti bahwa setiap
kenaikan suhu 1 oC maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV.
Ketelitian sensor ini kurang lebih seperempat derajat celcius pada temperatur
ruang.Data yang telah diambil menggunakan sensor suhu tersebut kemudian di
kalibrasi (Lampiran 10) menggunakan data suhu dari Stasiun Klimatologi Klas 1
BMKG Dramaga Kabupaten Bogor.
Penyemaian Benih
Kegiatan penyemaian benih cabai untuk penanaman di lahan dilakukan
dengan menggunakan potray, kemudian tanaman dipindahkan ke lahan setelah
berumur 30-40 hari (tanaman memiliki 4-5 helai daun).
Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan meliputi pembersihan lahan dari gulma, penggemburan
tanah, pembuatan bedengan, pemberian pupuk dasar dan pemberian mulsa pada
setiap bedengan.
Pemasangan naungan
Naungan yang digunakan pada kegiatan penelitian adalah paranet dengan
kerapatan 75 % dan 50 %. Posisi naungan berada diatas tanaman (menutupi semua
tanaman) dengan tiang penyangga yang terbuat dari bambu atau kayu dengan
tinggi 1,8 m. Banyaknya tiang penyangga disesuaikan dengan kondisi lapangan
dan ukuran lahan. Naungan dipasang sejak awal penanaman. Naungan secara
vertikal dipasang pada sisi Timur dan Barat agar ketika matahari terbit atau
terbenam,tanaman didalam naungan tidak terlalu terkena sinar matahari.
Penanaman
Penanaman cabai merah di lahan menggunakan mulsa plastik dan perlakuan
naungan dengan lebar bedengan 1 m, jarak antar bedengan 50 cm dan jarak antar
baris 40 cm x 50 cm. Satu bedengan berisi dua baris tanaman, dimana setiap baris
memiliki 27 tanaman (9 baris tiap ulangan). Posisi bedengan mengarah pada arah
Barat dan Timur agar sinar matahari merata ketika menyinari tanaman.
Penanaman cabai merah di lahan dilakukan selama 3 - 3,5 bulan.

Gambar 2 Jarak antar tanaman dalam baris untuk perlakuan naungan

8
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengairan (setiap hari),
pemasangan ajir, pemupukan (setiap dua minggu sekali), penyulaman dan
pengendalian hama penyakit tanaman (setiap dua minggu sekali). Dosis pupuk
yang digunakan adalah 220 Liter air ditambah 5 kg pupuk kandang, 400 ml
atonik, 600 ml pupuk cair dan 4 kg NPK.
Pemanenan
Kegiatan pemanenan merupakan tahap akhir dari budidaya cabai. Cabai
merah di dataran rendah pada umumnya dipanen pada umur 75-80 HST dengan
tingkat kemasakan 85% sampai dengan 90%. Pemanenan dilakukan dengan
memetik buah tanaman cabai merah.

Pengamatan
Kondisi Iklim Makro
Kondisi iklim makro dapat dilihat dengan menggunakan data sekunder dari
Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten Bogor. Data yang
digunakan adalah data suhu udara rata-rata harian.
Kondisi Iklim Mikro
Pengukuran kondisi iklim mikro dilakukan pada setiap perlakuan pada petak
percobaan yaitu mengukur suhu udara dan profil suhu udara di dalam tajuk
tanaman. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu udara dan profil suhu udara
dalam tajuk tanaman yaitu termometer bola basah dan bola kering. Pengamatan
profil suhu udara dilakukan untuk setiap 20 cm sampai 100 cm pada setiap
perlakuan. Pengukuran suhu udara dilakukan pada pukul 07.30, 13.30 dan 17.30
WIB atau disesuaikan dengan waktu pengukuran yang dilakukan oleh stasiun
pengamatan cuaca. Selama masa tanam, pengukuran suhu udara juga dilakukan
satu jam sekali tiap dua minggu sekali. Kelembaban udara dihitung berdasarkan
data suhu bola kering dan bola basah hasil pengukuran.

Prosedur Analisis Data
Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU)
Persamaan yang digunakan untuk menentukan akumulasi panas pada
tanaman adalah sebagai berikut:
n

s ∑ T Tb
i

Keterangan :
AP
= akumulasi panas (oC hari)
s
= fase perkembangan tanaman
T
= suhu rata-rata harian
Tb
= suhu dasar tanaman cabai merah fase kecambah 11.8 oC,
fase berbunga 9.6 oC dan fase berbuah 10.7 oC (Polii 2003).

9
Kelembaban Udara
Kelembaban udara dihitung berdasarkan data suhu bola kering dan bola
basah hasil pengukuran dengan menggunakan persamaan - persamaan:
β γ 0 00 5 5 β
0 γ(
)
β γ

P

p

=

0

es(TBK)

= 0

08

es(TBB)

= 0

08

ea

= es(TBB) – (T

RH

=

ea
es(T )



5

[

7 β7 T
]
T
βγ7 γ

[

7 β7 T
]
T
βγ7 γ
–T

)

00

Keterangan:
P
: tekanan atmosfer (kPa)
z
: ketinggian tempat stasiun Klimatologi Dramaga = 207 (mdpl)
: konstanta psikrometri (kPa oC-1)
Cp
: bahang spesifik pada tekanan konstan (MJ kg-1oC-1)
: rasio berat molekul uap air dalam udara kering = 0.622
TBK
: suhu bola kering
TBB
: suhu bola basah
es(TBK)
: tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering (kPa)
es(TBB)
: tekanan uap air jenuh pada suhu bola basah (kPa)
ea
: tekanan uap aktual (kPa)
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis
Regresi Linear Sederhana. Ukuran petak percobaan seluruhnya adalah 13 m x 10
m, jarak antar bedengan dan perlakuan adalah 50 cm. Kultivar cabai yang
digunakan hanya satu jenis. Setiap tanaman ditanam dengan jarak tanam 50 cm x
40 cm dan tiga kali ulangan. Jumlah tanaman yang diperlukan untuk pengamatan
suhu udara adalah 600 tanaman dimana setiap perlakuan menggunakan 162
tanaman. Taraf perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Perlakuan naungan (N) sebagai petak utama :
N0 = tanpa naungan
N50 = naungan 50 %
N75 = naungan 75 %

10
Model linear yang digunakan adalah:
y α
x
dimana:
y = peubah tak bebas
x = peubah bebas
α = intersep/perpotongan dengan sumbu tegak
= kemiringan/gradient
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
(annova). Analisis statistik dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan
akumulasi panas pada setiap fase tanaman cabai merah akibat pengaruh perlakuan
naungan. Pengujian dilakukan menggunakan uji F. Pengaruh perlakuan dikatakan
sebagai pengaruh nyata apabila F tabel lebih kecil daripada F hitung. Data yang
dianalisis adalah data suhu bola kering dan kelembaban relatif pada masa tanam
saja karena ketika masa semai perlakuan berupa naungan belum dilakukan. Selang
kepercayaan yang digunakan yaitu 95% dan taraf nyata 5%. Nilai P-value pada
kedua respon lebih kecil dari 0.05 (taraf nyata) yaitu sebesar 0.000. Nilai F-hitung
antara pengaruh naungan terhadap suhu bola kering dan kelembaban udara secara
berturut-turut sebesar 18.7 dan 18.2. Kedua nilai tersebut lebih besar dari nilai Ftabel yaitu 3.9 maka tolak H0, artinya peubah bebas (naungan) berpengaruh nyata
terhadap peubah tak bebas (suhu bola kering dan kelembaban relatif).

Gambar 3 Pembagian petak perlakuan
Keterangan:
N0
= Tanpa Naungan
U1
= Ulangan 1
N50
= Naungan 50%
U2
= Ulangan 2
N75
= Naungan 75%
U3
= Ulangan 3

Pengolahan Data
Data suhu udara yang diperoleh dari penelitian akan diolah dengan
menggunakan software Microsoft Excel dan Microsoft Word, sedangkan
pengolahan data secara statistik yaitu dengan menggunakan SPSS Statistics 17.0.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lahan penelitian Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten
Bogor terletak pada 06º31' LS dan 106º44' BT dengan ketinggian tempat 207
mdpl. Suhu udara rata-rata lokasi penelitian diluar naungan, naungan 50% dan
75% secara berturut-turut 27.4, oC, 27.2 oC dan 27.1 oC. Kelembaban udara ratarata sebesar 79% dan curah hujan selama penelitian sebesar 994 mm dengan hari
hujan sebanyak 75 hari.

Gambar 4 Lokasi penelitian

Profil Vertikal Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Tajuk Tanaman
Pengukuran profil suhu dan kelembaban udara udara dilakukan pada
ketinggian 20 cm setiap 2 minggu sekali (2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST,10 MST
dan 12 MST). Profil suhu udara disekitar tajuk sangat fluktuatif pada setiap
ketinggian (Gambar 5). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi kondisi lingkungan ketika pengukuran seperti angin, tutupan tajuk,
dan tidak adanya pembatas vertikal antar perlakuan. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan udara bergerak bebas antar perlakuan yang akan menggerakan tajuk
tanaman sehingga mempengaruhi nilai radiasi, suhu dan kelembaban udara yang
diukur didalam tajuk tanaman. Suhu udara ketika cuaca cerah relatif lebih tinggi
dibandingkan saat berawan atau mendung. Hal tersebut terjadi karena radiasi netto
yang diterima oleh permukaan bumi pada siang hari salah satunya dipergunakan
untuk memanaskan udara (bahang terasa), sehingga suhu udara relatif menjadi
panas (Perdinan 2002).

12
Pukul 07.00
100
Ketinggian (cm)

Ketinggian (cm)

100
80
60
40

20

80
60
40

20

0
23.5

23.8
24.1
Suhu (ºC)

0
25.2

24.4

25.5

25.8

26.1

26.4

26.7

Suhu (ºC)

Pukul 14.00
100
Ketinggian (cm)

Ketinggian (cm)

100
80

60
40

60
40
20

20

0
26.7

80

27.0

27.3

27.6

27.9

28.2

0
30.3

28.5

30.6

30.9
31.2
Suhu (ºC)

31.5

31.8

26.1

26.4
26.7
Suhu (ºC)

27.0

27.3

Suhu (ºC)

Pukul 17.00
100
Ketinggian (cm)

Ketinggian (cm)

100
80
60
40

60
40

20

20
0
24.6

80

24.9
25.2
Suhu (ºC)

(a)

25.5

0
25.8

(b)

Gambar 5 Profil vertikal suhu udara disekitar tanaman cabai merah pada (a)2
MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───), naungan
50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -)
Profil vertikal suhu pada ketinggian 0 - 20 cm, 40 - 60 cm dan 80 – 100 cm
di sekitar tajuk tanaman setiapkondisi naungan memiliki pola lapse rate
(penurunan suhu), sedangkan pola inversi (peningkatan suhu) terjadi pada
ketinggian 20 - 40 cm dan 60 - 80 cm. Berdasarkan Gambar 4, terdapat pola lapse
rate dan inversi pada 2 MST dan 8 MST dengan kisaran selisih nilai suhu yang
berbeda pada setiap ketinggian (Lampiran 7). Selisih nilai suhu pola lapse rate
pada 2 MST dan 8 MST secara berturut-turut berkisar 0.1 oC – 0.3 oC dan 0.2 oC –
0.6 oC sedangkan pada pola inversi secara berturut- turut berkisar 0 oC - 0.3 oC
dan 0.2 oC – 0.6 oC. Pada semua kondisi naungan, pola inversi ketika 2 MST lebih
banyak terjadi sedangkan ketika 8 MST pola lapse rate lebih banyak terjadi

13
daripada pola inversi. Kisaran selisih nilai suhu pada 8 MST terlihat lebih tinggi
dan fluktuatif daripada 2 MST. Hal tersebut terjadi karena pada 8 MST, kondisi
morfologi tanaman sudah rimbun oleh daun sehingga mempengaruhi nilai suhu
udara disekitar tanaman.
Pukul 07.00
100
Ketinggian (cm)

Ketinggian (cm)

100
80
60
40
20

80

60
40

20

0
83

85

87
89
91
93
Kelembaban Relatif (%)

0

95

76

78
80
82
84
Kelembaban Relatif (%)

86

Pukul 14.00
100

Ketinggian (cm)

Ketinggian (cm)

100
80
60
40

20

80
60
40
20

0

0

74 76 78 80 82 84 86 88 90 92 94
Kelembaban Relatif (%)

70 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90
Kelembaban Relatif (%)

Pukul 17.00
100

Ketinggian (cm)

Ketinggian (cm)

100
80
60
40
20
0

80
60

40
20

80

82
84
86
88
90
Kelembaban Relatif (%)

(a)

92

0

78

80 82 84 86 88 90
Kelembaban Relatif (%)

(b)

Gambar 6 Profil vertikal kelembaban udara di sekitar tanaman cabai merah pada
(a) 2 MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───),
naungan 50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -)
Sama halnya pada suhu udara, profil vertikal kelembaban relatif juga sangat
berfluktuatif (Gambar 6). Kelembaban relatif rata-rata berdasarkan ketinggian
ketika indeks luas daun (ILD) minimum (2 MST) untuk tanaman tanpa naungan,
naungan 50% dan naungan 75% secara berturut-turut yaitu 89%, 85% dan 86%
sedangkan ketika ILD maksimum (8 MST) nilai rataan kelembaban relatif secara
berturut-turut sebesar 81%, 79% dan 80%. Suhu pada saat ILD maksimum

14
cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan saat ILD minimum pada
semua jenis naungan. Nilai suhu yang cenderung tinggi pada saat ILD maksimum
terjadi karena daun yang lebih luas mengakibatkan nilai radiasi yang diterima
lebih tinggi sehingga mempengaruhi nilai suhu. Nilai kelembaban relatif pada ILD
minimum lebih tinggi dibandingkan dengan ILD maksimum. Nilai kelembaban
relatif berbanding terbalik terhadap suhu (Allen et al. 1998) sehingga saat ILD
minimum dengan suhu yang lebih rendah memiliki nilai kelembaban relatif yang
cenderung lebih tinggi dibandingkan saat ILD maksimum.

Fase Perkembangan Tanaman Cabai Merah
Fase perkembangan tanaman terdiri dari fase vegetatif dan generatif.Fase
vegetatif tanaman cabai merah terdiri dari tiga fase sedangkan fase generatifnya
terdiri dari dua belas fase (Marwanti 1985 dalam Harini 1997). Fenologi tanaman
cabai merah terdiri dari perkecambahan (FV1-FV3), pembungaan (FG1-FG5) dan
pembentukan buah (FG6-FG11). Tanaman cabai merah varietas Seloka IPB
memiliki persentase perkecambahan sebesar 85% dari jumlah benih tetapi
persentase perkecambahan tersebut tidak dijadikan sebagai acuan sebagai
penentuan perpindahan fase tanaman. Penelitian mengenai akumulasi panas
tanaman cabai merah yang dilakukan oleh Polii (2003) menggunakan persentase
perkembangan sebesar 50% dan dijadikan sebagai acuan perpindahan fase
perkembangan tanaman. Penelitian mengenai akumulasi panas di lahan penelitian
BMKG Dramaga yaitu menggunakan persentase perkembangan 50% - 60% yang
dijadikan sebagai acuan perpindahan fase perkembangan.Jika jumlah tanaman dari
satu fase telah mencapai 50% - 60% dari jumlah tanaman dalam satu perlakuan
maka fase tanaman dalam perlakuan tersebut telah memasuki fase selanjutnya.

Akumulasi Panas (Heat Unit) Tanaman Cabai Merah
Konsep heat unit hanya berlaku untuk tanaman yang tidak responsif
terhadap panjang hari. Konsep ini menggunakan suhu udara rata-rata harian dan
suhu dasar tanaman sebagai peubah untuk menentukan tahapan perkembangan
dan umur tanaman. Menurut Handoko (1994) nilai laju perkembangan tanaman
(s) berbanding lurus dengan suhu udara rata-rata harian (T) di atas suhu dasar
(Tb).
Tabel 2 menunjukkan nilai akumulasi panas dan deskripsi fase
perkembangan tanaman cabai merah dari setiap kondisi naungan. Tanaman yang
berada pada kondisi tanpa naungan memerlukan 1750 Cohari atau 106 HSS
hingga panen pertama sedangkan pada kondisi naungan 50% memerlukan 2005
Cohari atau 123 HSS hingga panen pertama. Akumulasi panas fase generatif
(FG1-FG11) tanaman dengan kondisi naungan 75% tidak dapat diamati karena
ketika pengamatan tiga tanaman contoh tetap berada pada fase FV3 (muncul
cabang pertama) dan jumlah tanaman tidak ada yang mencapai 50% - 60% untuk
berpindah ke fase selanjutnya sampai dengan tanaman mati karena penyakit
antraknosa dan keriting daun. Menurut penelitian Ernila (2012) cabai merah
Seloka IPB sangat rentan terhadap penyakit antraknosa. Akumulasi panas fase

15
vegetatif tanaman pada kondisi naungan 75% dapat teramati yaitu sebesar 45
Cohari (FV1), 111 Cohari (FV2) dan 710 Cohari (FV3). Fase perkecambahan
(FV1) dan muncul daun (FV2) pada semua kondisi naungan memiliki nilai
akumulasi panas yang sama. Hal ini terjadi karena tanaman berada pada masa
semai yang belum mendapat perlakuan. Fase generatif ke 12 (FG12) pada semua
perlakuan tidak dapat diamati karena selalu dilakukan pemanenan cabai merah
pada semua tanaman.
Tabel 2 Akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah
HST/HSS
Naungan

Akumulasi
Panas
(Cohari)
Naungan

s
Naungan

Simbol
Fase

Deskripsi Fase
Perkembangan

Perkecambahan
Muncul Daun Pertama
Muncul Cabang
Pertama
Kuncup baru muncul:
mahkota bunga belum
mekar, tetapi masih
tertutup oleh kelopak
bunga
Mahkota bunga mulai
muncul

0%

50%

0%

50%

0%

50%

0/3
0/7

0/3
0/7

45
111

45
111

0.026
0.063

0.020
0.053

FV1
FV2

8/42

11/45

653

694

0.373

0.346

FV3

13/47

19/53

735

821

0.420

0.409

FG1

23/57

25/59

913

926

0.522

0.462

FG2

25/59

29/63

949

996

0.542

0.497

FG3

29/63

31/65

1020

1032

0.583

0.515

FG4

34/68

34/68

1111

1086

0.635

0.542

FG5

43/77

48/82

1271

1331

0.726

0.664

FG6

48/82

53/87

1353

1414

0.773

0.705

FG7

55/89

70/104

1470

1691

0.840

0.843

FG8

Mahkota bunga makin
mengembang dan
hampir mekar
Mahkota bunga mekar
penuh
Mahkota bunga
menutup kembali,
layu, dan akhirnya
terlepas dari
tangkainya
Buah mulai terbentuk,
berwarna hijau muda,
kulit buah sangat
lunak, panjang buah
kira-kira 2 cm
Buah telah
berkembang menjadi
lebih besar,
panjangnya 5-6 cm,
berwarna hijau muda
dan masih lunak
Buah masih berwarna
hijau muda, tetapi
kulit buah dan tangkai
buah agak liat,
panjang buah 8-10 cm

16

66/100

77/111

1650

1805

0.943

0.900

FG9

70/104

81/115

1717

1873

0.981

0.934

FG10

72/106

89/123

1750

2005

1

1

FG11

Tidak melakukan pengamatan

FG12

Warna kulit buah
mulai memerah pada
seperempat ujungnya
Kulit buah memerah
pada separoh ujungnya
Buah berwarna merah
merata dengan tangkai
liat
Kulit buah mulai
berkerut, tangkai buah
mengering dan mudah
lepas dari batang

Keterangan: HST = hari setelah tanam, HSS = hari setelah semai, s = proporsi satuan panas
terhadap akumulasi panas, FVn = fase vegetatif ke n, FGn = fase generatif ke n.

Nilai akumulasi panas tanaman cabai merah pada kondisi naungan 50%
(Tabel 2) lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi tanpa naungan. Salah satu
faktor yang mempengaruhi adalah faktor iklim yaitu radiasi matahari dan suhu
udara. Radiasi matahari dan suhu udara yang berinteraksi dapat mengubah suhu
daun sehingga mempengaruhi proses fotosintesis tanaman (Koesmaryono 1996).
Pada dasarnya pemberian naungan memiliki tujuan untuk mengurangi intensitas
radiasi matahari yang sampai ke tanaman. Apabila tanaman berada pada kondisi
kekurangan cahaya, toleransi tanaman terhadap pemberian naungan adalah
kemampuan tinggi agar dapat melakukan fotosintesis secara efisien yang akan
mempengaruhi sifat morfologi dan fisiologi tanaman (Supijatno 2006).
Tanaman yang berada didalam naungan 50% memerlukan jumlah hari yang
lebih banyak untuk mencapai masa panen dibandingkan dengan tanaman tanpa
naungan. Selisih waktu panen antara kedua perlakuan tersebut mencapai 17 hari.
Selisih waktu panen disebabkan oleh adanya perbedaan jangka waktu setiap fase
pada kedua perlakuan yaitu 0 - 18 hari. Nilai proporsi akumulasi panas fase
perkembangan terhadap akumulasi panas total (s) pada tanaman tanpa naungan
maupun naungan 50% semakin meningkat seiring bertambahnya umur tanaman.
Hal tersebut terjadi karena semakin bertambahnya umur tanaman hingga
mencapai panen maka panas yang dibutuhkan oleh tanaman pun akan bertambah
sehingga akumulasi panas pada setiap fase semakin meningkat seiring
bertambahnya umur tanaman.
Tabel 3 Akumulasi panas tanaman cabai merah di berbagai ketinggian
Tahap
Perkembangan
Tanaman
Kecambah
Berbunga
Berbuah

Lahan
BMKG
Dramaga
(207 mdpl)
45
1111
1750

Akumulasi Panas (Co hari)
Penelitian Polii (2003)
Lahan
BMKG
Warembungan
Tomohon
Kayuwatu
(67 mdpl)
(375 mdpl)
(770 mdpl)
66
67
69
1153
1167
1167
1408
1412
1426

17
Tabel 3 menunjukkan nilai akumulasi panas tanaman cabai merah di
berbagai ketinggian. Polii (2003) melakukan penelitian mengenai akumulasi panas
cabai merah pada tiga tempat, yaitu lahan BMKG Kayuwatu, Warembungan dan
Tomohon. Suhu dasar yang digunakan pada penelitian Polii (2003) merupakan
hasil perhitungan dengan cara mengekstrapolasi hubungan antara suhu rata-rata
harian dengan laju perkembangan. Suhu dasar tersebut memiliki nilai yang
berbeda untuk setiap fase perkembangan tanaman secara umum (kecambah,
berbunga dan berbuah), yaitu secara berturut-turut sebesar 11.8 oC, 9.6 oC dan
10.7 oC. Ketiga nilai suhu dasar tersebut digunakan pada penelitian mngenai
akumulasi panas di lahan BMKG Dramaga Bogor. Merujuk pada penelitian yang
dilakukan oleh Polii (2003), terdapat perbedaan nilai akumulasi panas tanaman
cabai merah di lahan penelitian BMKG Dramaga Bogor dengan lahan BMKG
Kayuwatu, Warembungan dan Tomohon. Hal tersebut terjadi karena varietas
cabai merah yang digunakan berbeda. Penelitian Polii (2003) menggunakan cabai
merah keriting (Capsicum annuum var. Longum Sendt) sedangkan penelitian
akumulasi panas di lahan BMKG Dramaga menggunakan cabai merah besar
(Capsicum annuum L var. Seloka). Perbedaan varietas sangat mempengaruhi
perbedaan sifat dalam tanaman. Keragaman penampilan dan karakteristik tanaman
disebabkan oleh perbedaan susunan genetik dari setiap tanaman. Program genetik
merupakan suatu untaian susunan genetik yang akan diekspresikan pada satu atau
keseluruhan fase pertumbuhan yang berbeda dan dapat diekspresikan pada
berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman sehingga
menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno1995).

Faktor yang Mempengaruhi Akumulasi Panas dan Fenologi Tanaman
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai akumulasi panas dan
fenologi tanaman cabai merah pada setiap kondisi naungan, yaitu suhu udara,
radiasi matahari, dan faktor lain. Pada dasarnya faktor-faktor tersebut juga saling
mempengaruhi satu sama lain. Radiasi matahari dan suhu udara mempengaruhi
pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tangkai daun) dan
generatif tanaman (Syakur 2012). Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010)
perubahan meristem vegetatif menjadi generatif membawa perubahan besar
terhadap perkembangan tanaman seperti asimilasi meningkat, respirasi meningkat
dan kecepatan pengangkutan air dan hara ke arah organ bunga juga meningkat.
Pengaruh Suhu Udara
Suhu udara merupakan faktor yang paling mempengaruhi nilai akumulasi
panas tanaman.Pemberian naungan dengan kerapatan yang berbeda sangat
berkorelasi dengan suhu udara disekitar tanaman sehingga dapat mempengaruhi
viabilitas serbuk sari dan pembentukan biji (Feng et al. 2001 dalam Wang dan
Campbell 2004). Salah satu penyebab lambatnya proses perubahan fase pada
tanaman dengan kondisi naungan 50% dan 75% adalah lebih rendahnya suhu
udara di dalam naungan daripada suhu udara di luar naungan. Menurut Harjadi
(1979) suhu dapat mengendalikan reaksi biokimia, fisiologi dan mengendalikan
kestabilan sistem enzim pada tanaman. Selain itu, suhu juga dapat mempengaruhi
sejumlah proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti respirasi,

18
fotosintesis, dormansi, pembungaan dan pembentukan buah. Suhu rendah
menyebabkan laju fotosintesis menjadi lambat sehingga mengakibatkan laju
pertumbuhan dan perkembangan menjadi lambat. Apabila suhu udara disekitar
tanaman terlalu rendah atau tinggi dapat menghambat perkembangan bunga
sehingga kualitas buah menjadi rendah, menghambat waktu panen dan
menurunkan produksi panen (Lampiran 9). Hal tersebut terjadi pada tanaman
dengan naungan 50% dan 75%. Jumlah produksi dan waktu panen tanaman tanpa
naungan berbanding terbalik dengan tanaman didalam naungan. Terdapat faktor
lain yang mempengaruhi akumulasi panas tanaman karena selisih nilai rata-rata
suhu udara pada setiap perlakuan selama masa tanam tidak terlalu berbeda.
Pengaruh Radiasi Matahari
Intensitas radiasi matahari berbanding lurus dengan suhu udara. Tanaman
akan tetap mempertahankan proses fotosintesis dalam kondisi kekurangan cahaya.
Proses fotosontesis sangat memiliki pengaruh kuat terhadap fenologi tanaman
karena menurut Harjadi (1979) laju fotosintesis berbanding lurus dengan
intensitas radiasi matahari. Kondisi defisit cahaya dapat mengakibatkan
metabolisme tanaman menjadi terganggu.
Naungan mempengaruhi intensitas radiasi yang diterima oleh tanaman.
Pemberian naungan 50% dan 75% menyebabkan intensitas radiasi matahari yang
diterima tanaman secara berturut-turut 50% dan 25% sehingga suhu di sekitar
tanaman menurun. Kombinasi pengaruh suhu dan radiasi matahari menunjukkan
adanya keterkaitan antara radiasi dengan akumulasi panas tanaman cabai merah.
Masa tanam dan nilai akumulasi panas tanaman yang berada diluar naungan lebih
rendah dibandingkan dengan tanaman yang berada di dalam naungan.Tanaman
yang berada di luar naungan mendapat intensitas radiasi matahari lebih besar
daripada di dalam naungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa radiasi matahari
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pengaruh Faktor Lain
Selain suhu udara dan radiasi, terdapat faktor lain yang mempengaruhi
akumulasi panas dan fenologi tanaman seperti fitohormon pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yaitu auksin dan giberelin. Akumulasi panas tidak
dipengaruhi langsung oleh auksin dan giberelin. Kedua fitohormon tersebut
mempunyai pengaruh besar terhadap fenologi tanaman seperti pembesaran sel,
dominansi pucuk dan perkembangan organ-organ tanaman (Harjadi 1979). Pada
dasarnya auksin dan giberelin sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan suhu
(fotoperiode). Pengurangan intensitas cahaya dengan menggunakan naungan
dapat menyebabkan penyebaran auksin tidak merata dan penghambatan sintesa
auksin dan giberelin sehingga mengakibatkan perkecambahan perkembangan
organ reproduksi tanaman menjadi terganggu. Hal tersebut terjadi pada tanaman
yang berada dalam naungan.
Kondisi morfologi tanaman dalam naungan 50% tidak terlalu berbeda
dengan tanaman tanpa naungan karena kerapatan pada naungan 50% masih dapat
ditoleransi sehingga radiasi dan suhu disekitar tanaman masih dinilai cukup untuk
perkembangan tanaman. Hal ini dibuktikan dengan selisih waktu dan hasil panen
yang tidak terlalu jauh dari tanaman tanpa naungan. Kondisi morfologi tanaman
dalam naungan 75% sangat jauh berbeda dengan tanaman tanpa naungan dan

19
naungan 50%. Fase vegetatif ketiga (fase muncul cabang pertama) pada tanaman
dengan naungan 75% konstan hingga tanaman mati karena terkena antraknosa.
Tinggi tanaman pada naungan 75% lebih besar daripada tanaman dengan
perlakuan lainnya dan memiliki batang yang kecil (etiolasi). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa penyebaran auksin dan giberelin pada tanaman dengan
kondisi defisit cahaya tidak merata.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Profil vertikal suhu udara dan kelembaban disekitar tajuk tanaman cabai
merah sangat fluktuatif pada setiap ketinggian. Secara keseluruhan, selisih nilai
suhu pada pola lapse rate berkisar 0.1 ᵒC – 0.6 ᵒC, pola inversi berkisar 0 ᵒC – 0.6
ᵒC sedangkan selisih nilai kelembaban relatif pada setiap ketinggian berkisar 0% –
3%. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah lebih baik ditanam
pada kondisi tanpa naungan dengan upaya pengendalian hama penyakit tanaman
yang tepat karena cabai varietas seloka IPB rentan dengan penyakit antraknosa.
Perlakuan naungan berpengaruh nyata terhadap akumulasi panas dan
perkembangan tanaman cabai merah varietas seloka IPB. Pemakaian naungan
paranet, seca