Optimasi Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa (vacuum frying) Keripik Talas (Colocasia esculenta)

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA
(VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS
(Colacasia esculenta)

TONI DWI NOVIANTO

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Suhu dan
Waktu Penggorengan Hampa (vacuum frying) Keripik Talas (Colocasia
esculenta) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Toni Dwi Novianto
NIM F14090046

ABSTRAK
TONI DWI NOVIANTO. Optimasi Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa
(vacuum frying) Keripik Talas (Colocasia esculenta). Dibimbing oleh I WAYAN
BUDIASTRA.
Talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang berpotensi sebagai
subtitusi beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan Kepulauan Mentawai
memiliki produksi talas yang cukup besar. Penanganan pascapanen yang sering
dilakukan adalah mengolahnya menjadi keripik. Penggorengan keripik dengan
cara konvensional mempunyai kekurangan yaitu suhu minyak yang sangat tinggi
sehingga dapat menstimulir senyawa akrilamida yang termasuk senyawa
karsinogenik. Salah satu teknologi penggorengan yang tepat adalah menggunakan
metode penggorengan hampa. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap karakteristik fisikokimia keripik
talas, menentukan suhu dan waktu penggorengan yang terbaik dalam pembuatan

keripik talas dengan menggunakan penggorengan hampa, dan menentukan biaya
pokok produksi usaha keripik talas. Talas digoreng pada suhu 102, 107, 112 oC
dan waktu penggorengan 25, 30, 35 menit. Perlakuan suhu dan waktu
berpengaruh nyata terhadap sifat fisikokimia seperti kadar air, kadar pati,
kekerasan dan warna. Suhu dan waktu yang terbaik untuk penggorengan keripik
talas adalah 112 oC selama 30 menit. Biaya pokok produksi keripik talas untuk
setiap 100 gram adalah Rp5 750.
Kata kunci: keripik talas, penggoreng hampa, suhu penggorengan, waktu
penggorengan

ABSTRACT
TONI DWI NOVIANTO. Optimation of Vacuum Frying Temperature and Time
for Taro Chips (Colocasia esculenta). Supervised by I WAYAN BUDIASTRA.
Taro is a carbohydrate crops potentially as subtitution of rice or for food
diversification. Mentawai Islands have a great taro production. Post harvest
handling of taro comonly is done by processing it into chips. Conventional frying
has the disadvantage that the oil temperature is too high so it can stimulate the
acrylamide compound that carsinogenic compound. One of suitable frying
technology is called vacuum frying. The aim of this research were to determine
the effect of temperature and frying time to physic-chemical characteristic of taro

chips, to determine the best temperature and frying time, and to determine the
production cost of taro chips. Taro was fried with temperature 102, 107, 112 oC
and time of 25, 30, 35 minutes. Temperature and time treatment significantly
influenced to physic-chemical parameters such as moisture content, carbohydrate
content, hardness, and colors. The best temperature and time for frying taro chips
is 112 oC for 30 minutes. The production cost of taro chips for every 100 grams is
5 750 Rupiahs
Keywords: frying temperature, frying time, taro chips, vacuum frying

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA
(VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS
(Colacasia esculenta)

TONI DWI NOVIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Optimasi Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa (vacuum frying)
Keripik Talas (Colocasia esculenta)
Nama
: Toni Dwi Novianto
NIM
: F14090046

Disetujui oleh

Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan.
Penelitian yang dilaksanakan di Desa Sidomakmur, Kec Sipora Utara, Kabupaten
Kepulauan Mentawai serta laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian dan laboratorium Biokimia Pangan sejak bulan November 2012 sampai
April 2012 ini berjudul Optimasi Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa (vacuum
frying) Keripik Talas (Colocasia esculenta).
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan dukungan serta arahan dan bimbingan selama penelitian dan
pembuatan skripsi, Bapak Dr Ir Rokhani, MSi dan Bapak Ir Agus Sutejo, MSi
selaku dosen penguji, Bapak Anang Lastriyanto, Bapak Deva Primadia, Bapak

Panca, keluarga Bapak Khusni, Bapak Sulyaden, Bapak Wahid atas bantuannya
selama penelitian. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ayah,
ibu, kakak dan adik tercinta yang telah memberikan dorongan, motivasi, dan doa
serta teman-teman ORION 46 khususnya teman satu bimbingan Citta dan Adytia.
Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi
yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi
pertanian.

Bogor, April 2013
Toni Dwi Novianto

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA

Talas
Proses Penggorengan
Karaketristik Produk Hasil Penggorengan
Mesin Penggoreng Vakum
Penelitian Penerapan Penggorengan Hampa (Vacuum frying)
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Prosedur Analisis Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Talas
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Karakteristik
Fisikokimia Keripik Talas
Analisis Biaya Pokok Produksi Keripik Talas dengan Penggorengan
Hampa
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


vi
vii
vii
viii
1
1
2
2
2
3
5
5
8
9
9
9
9
12
14
16

16
29
33
34
36

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Umbi Talas
Mekanisme perpindahan panas dan massa selama penggorengan
Penampang melintang makanan hasil penggorengan

Mesin Vacuum Frying Rancangan Anang Lastriyanto
Bagan skema sistem mesin penggoreng hampa jet air
Skema water jet
Skema kondensor
Diagram alir penelitian
Proses perendaman irisan talas dengan menggunakan larutan tawas

3
4
5
6
7
7
8
10
11

10. Proses penggorengan keripik talas
11
11. Proses pengemasan keripik talas

12
12. Hasil penggorengan keripik talas dalam berbagai perlakuan suhu dan waktu
penggorengan
16
13. Rendemen keripik talas pada 9 perlakuan
17
14. Kadar air keripik talas pada 9 perlakuan
17
15. Kadar lemak keripik talas pada 9 perlakuan
18
16. Nilai kekerasan keripik talas pada 9 perlakuan
19
17. Kadar pati keripik talas pada 9 perlakuan
21
18. Nilai kecerahan (L) keripik talas pada 9 perlakuan
22
19. Nilai a keripik talas pada 9 perlakuan
23
20. Nilai b keripik talas pada 9 perlakuan
24
21. Skor warna pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan
25
22. Skor kerenyahan pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan
25
23. Skor rasa pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan
26
24. Skor aroma pengujian organoleptik keripik talas pada 9 perlakuan
26
25. Nilai kepentingan (bobot) tiap parameter organoleptik
27
o
26. Hasil penggorengan hampa dengan suhu 112 C dan waktu 25 menit
29

DAFTAR TABEL
1. Produksi Talas Kabupaten Kepulauan Mentawai
2. Kandungan Gizi dari Talas Tiap 100 Gram Bahan
3. Spesifikasi mesin penggorengan hampa desain
Anang Lastriyanto
4. Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar air keripik
talas
5. Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kekerasan
keripik talas
6. Uji DMRT perlakuan waktu penggorengan hampa terhadap kekerasan
keripik talas
7. Uji DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa
terhadap kekerasan keripik talas
8. Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar pati
keripik talas
9. Uji DMRT perlakuan waktu penggorengan hampa terhadap kadar pati
keripik talas
10. Uji DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa
terhadap kadar pati keripik talas
11. Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap nilai a keripik
talas

1
3
9
18
19
20
20
21
21
22
23

12. Uji DMRT interaksi perlakuan suhu dan waktu penggorengan hampa
terhadap nilai b keripik talas
13. Persamaan hubungan hasil uji organoleptik dengan uji fisikokimia
14. Uji pembobotan hasil organoleptik
15. Rekapitulasi hasil uji fisikokimia keripik talas
16. Perbandingan Sifat Fisikokimia Keripik Talas Hasil Penggorengan Hampa
dengan Penggorengan Konvensional
17. Biaya investasi usaha keripik talas
18. Biaya penyusutan usaha keripik talas
19. Biaya bunga modal usaha keripik talas
20. Analisis kebutuhan gas
21. Analisis kebutuhan bahan tambahan
22. Analisis biaya listrik (tarif Rp 833/Kwh)
23. Perhitungan biaya tidak tetap

24
27
28
28
29
30
30
31
32
32
32
32

DAFTAR LAMPIRAN
1. Data rendemen keripik talas
2. Data kadar air keripik talas
3. Data kadar lemak keripik talas
4. Data kekerasan keripik talas
5. Data kadar pati keripik talas
6. Data kecerahan (L) keripik talas
7. Data nilai a keripik talas
8. Data nilai b keripik talas
9. Form uji organoleptik keripik talas
10. Kuesioner tingkat kepentingan keripik
11. Hasil pengujian organoleptik terhadap warna keripik talas
12. Hasil pengujian organoleptik terhadap kerenyahan keripik talas
13. Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa keripik talas
14. Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma keripik talas
15. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap
kadar air keripik talas
16. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap
kadar lemak keripik talas
17. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap
kekerasan keripik talas
18. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap
kadar pati keripik talas
19. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap
kecerahan (L) keripik talas

36
36
36
37
37
38
38
39
40
40
41
41
42
42
43
43
43
43
44

20. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap
nilai a keripik talas
21. Analisis sidik ragam pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap
nilai b keripik talas

44
44

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Talas merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang memiliki nilai ekonomi
yang tinggi karena hampir sebagian besar bagian tanaman dapat dimanfaatkan
untuk dikonsumsi manusia. Tanaman talas yang merupakan penghasil karbohidrat
berpotensi sebagai subtitusi beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan maupun
industri. Talas mempunyai peluang yang cukup besar untuk dikembangkan karena
memiliki beberapa manfaat dan dapat dibudidayakan dengan mudah.
Di Indonesia talas tumbuh hampir diseluruh kepulauan dan tersebar dari tepi
pantai sampai pegunungan diatas 1000 m dpl, baik liar maupun ditanam. Tingkat
produktifitas talas tergantung pada kultivar, umur tanaman dan kondisi
lingkungan tempat tumbuh (Purwono 2007).
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten baru di Sumatera
Barat yang memiliki potensi produksi talas yang cukup besar. Tanaman talas
mudah ditemukan di seluruh daerah Kepulauan Mentawai, hal ini disebabkan
sebagian masyarakatnya masih menjadikan talas sebagai makanan pokok mereka.
Menurut data BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2011, produksi talas
mengalami peningkatan setiap tahunnya selain itu dibandingkan dengan produksi
jenis tanaman pangan lainnya produksi talas lebih dominan (Tabel 1).
Tabel 1 Produksi Talas Kabupaten Kepulauan Mentawai
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010

Padi Sawah
1 111
2 914
2 403.6
1 582
1 376.3
2 691

Produksi (ton)
Jagung
Talas
Ubi Jalar
53.4
2 515.8
142.2
18.9
350.5
150
80
2 630.2
1 401.9
82.5
2 801.5
1 091.7
79.5
4 792
704.7
72
5 013
441

Ubi Kayu
371
200
1 905.4
2 114.2
1 460
600

Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2011

Seperti produk pertanian yang lain, talas memiliki masa simpan yang
terbatas. Talas yang tidak terkonsumsi sampai batas masa simpannya akan
terbuang percuma. Selama ini penanganan pascapanen yang umum dilakukan
terhadap talas adalah mengolahnya menjadi keripik. Pengolahan keripik talas saat
ini umumnya masih menggunakan metode penggorengan yang konvensional yaitu
menggoreng menggunakan wajan biasa. Penggorengan ini mempunyai banyak
kelemahan yaitu salah satunya adalah suhu minyak yang sangat tinggi dan sulit
untuk dikontrol. Hal ini dapat menstimulir terbentuknya senyawa akrilamida,
yaitu suatu senyawa karsinogenik yang dapat terbentuk akibat proses pengolahan
pangan pada suhu tinggi (Tareke et al 2000; Granda et al 2004). Pembentukan
senyawa ini umumnya terjadi pada produk pangan berbasis karbohidrat (EC 2000;
Granda et al 2004). Salah satu alternatif metode penggorengan yang tepat
sehingga dapat diperoleh keripik yang bermutu tinggi adalah menggunakan

2
metode penggorengan hampa atau vacuum frying (Garayo dan Moreira 2002).
Proses penggorengan pada kondisi hampa berarti bahwa proses penggorengan
terjadi pada kondisi tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, hingga kondisi
hampa udara. Akibatnya titik didih minyak goreng juga menjadi lebih rendah.
Penggorengan hampa mempunyai banyak keuntungan yaitu dapat mengurangi
kadar minyak pada produk hasil penggorengan, dapat mempertahankan warna
alami dan rasa dari produk, dan dapat menjaga kualitas minyak dalam waktu yang
lama (Shyu et al 1998; Garayo dan Moreira 2002).
Secara umum waktu dan suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh
menentukan karakteristik produk gorengan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi
selain dapat menurunkan nilai jual juga mungkin dapat menurunkan nilai gizi
produk gorengan. Banyak komponen gizi pada bahan pangan yang mudah rusak
karena suhu yang terlalu tinggi selama penggorengan. Waktu yang terlalu lama
untuk menggoreng dapat menyebabkan inefisiensi dalam aplikasinya di industri.
Penelitian yang mengarah pada penentuan suhu dan waktu penggorengan
terhadap mutu keripik talas yang dihasilkan sudah pernah dilakukan namun
dengan jenis talas dan variabel suhu dan waktu yang berbeda seperti yang
dilakukan oleh Sriyono (2012) yang menggoreng talas (Colocasia giganteum)
dengan suhu 70oC dengan variabel lama penggorengan sebesar 45, 50, 55, 65
menit. Penelitian terhadap suhu dan waktu penggorengan hampa talas (Colocasia
esculenta)
ini diharapkan dapat menentukan kondisi optimumnya untuk
menghasilkan keripik talas yang dapat diterima konsumen.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh suhu dan waktu
penggorengan terhadap karakteristik fisikokimia keripik talas, menentukan suhu
dan waktu penggorengan yang terbaik dalam pembuatan keripik talas dengan
menggunakan penggorengan hampa (vacuum frying), dan menentukan biaya
pokok produksi usaha keripik talas.

TINJAUAN PUSTAKA
Talas
Talas merupakan tanaman daerah tropis yang bersifat perenmial herbaceous,
yaitu tanaman yang dapat tumbuh bertahun-tahun dan banyak mengandung air.
Talas merupakan tumbuhan berbiji (spermatophyta) dengan biji tertutup
(angiospermae) berkeping satu (monocotyledonae). Talas tersebar dalam tiga
genus tumbuhan yaitu Colocasia, Xanthosoma, dan Alocasia dari famili Araceae.
Di Indonesia, dikenal adanya 2 jenis talas, yaitu talas Bogor dan talas
Padang. Jenis talas yang paling banyak dibudidayakan adalah talas Bogor yang
dicirikan dengan bentuk umbi agak bulat sampai silinder dan berasa enak.
Beberapa jenis talas yang termasuk dalam varietas talas Bogor adalah talas ketan,
sutera, bentul, lampung, mentega, paris, dan talas loma (Rukmana 2001)

3

Gambar 1 Umbi talas
Umbi talas merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup
baik. Nilai lebih dari umbi talas adalah kemudahan patinya untuk dicerna. Hal ini
disebabkan oleh ukuran granula patinya yang cukup kecil dan patinya
mengandung amilosa dalam jumlah yang cukup banyak sekitar 20-25 %.
Kandungan gizi talas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan Gizi dari Talas Tiap 100 Gram Bahan
Komponen
Kandungan
Air
63-85%
Karbohidrat
13-29%
Protein
1.4-3.0%
Lemak
0.16-0.36%
Serat kasar
0.60-1.18%
Fosfor
61 mg
Kalsium
28 mg
Besi
1.00 mg
Vitamin C
7-9 mg
Tiamin
0.18 mg
Riboflavin
0.04 mg
Niasin
0.9 mg
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 2012

Proses Penggorengan
Penggorengan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air bahan yang
dipindahkan dari permukaan bahan yang digoreng dengan minyak sebagai media
penghantar panas. Tujuan penggorengan adalah mengurangi kadar air bahan,
kehilangan kadar air selama penggorengan merupakan akibat dari penguapan
karena pemanasan.

4
Selama penggorengan, panas dipindahkan dari media penggoreng ke
permukaan bahan secara konveksi, dan dari permukaan bahan ke bagian dalam
secara konduksi. Pindah massa dalam proses penggorengan ditandai dengan
hilangnya sejumlah kandungan air bahan yang terjadi karena menguapnya air dari
bagian renyahan (Hallstrom 1986). Gambar 2 menunjukkan susunan mekanisme
dan arah penyebaran panas dan uap selama proses penggorengan bahan.

Gambar 2 Mekanisme perpindahan panas dan massa selama penggorengan
Proses penggorengan terdiri dari 4 tahap. Tahap pertama disebut tahap
pemanasan awal. Pindah panas yang terjadi antara minyak dan bahan adalah
konveksi dan belum ada penguapan dari bahan. Tahap kedua terjadi dimana
lapisan luar bahan pangan mulai mendidih. Pada tahap ini penguapan air bahan
mulai terjadi sehingga terbentuk renyahan. Tahap ketiga disebut Falling Rate,
ditandai dengan lebih banyak air keluar dari bahan pangan, suhu permukaan
bahan diatas 100 oC, temperatur lapisan inti (Core) mulai mencapai titik didih,
lapisan renyahan terus terbentuk. Tahap keempat disebut Bubble End Point,
terjadi jika bahan pangan digoreng untuk waktu yang lama sehingga laju
penguapan air berkurang dan tidak ada gelembung terlihat di lapisan permukaan
bahan.
Pindah massa selama penggorengan tidak hanya dicirikan oleh perpindahan
air dalam bentuk uap dari bahan ke minyak keluar dari sistem, tetapi juga
perpindahan minyak ke dalam bahan. Penyerapan minyak goreng selama proses
penggorengan meningkat dengan bertambah lamanya waktu penggorengan dan
bertambah tingginya suhu penggorengan. Selama uap dibebaskan secara cepat
dari irisan yang dimasak, tingkat penyerapan minyak akan berbeda pada tingkat
yang paling rendah. Pada tahap akhir penggorengan, lapisan uap air pada
permukaan bahan dilepaskan, sehingga perannya sebagai lapisan pelindung akan
hilang, akibatnya minyak akan masuk dan mengisi rongga-rongga dalam jaringan
yang telah mengering (Block 1964).
Muchtadi (2008) menyatakan berdasarkan metode pindah panas yang terjadi
selama penggorengan terdapat dua metode penggorengan yang telah ditetapkan
secara komersial yaitu shallow/pan frying atau penggorengan dangkal dan deepfat frying.

5
Shallow/pan Frying atau Penggorengan Dangkal
Shallow atau pan frying adalah proses penggorengan dengan menggunakan
sedikit minyak goreng sehingga proses penggorengan terjadi pada minyak dangkal
(shallow). Pada metode penggorengan seperti ini, bahan yang digoreng tidak
seluruhnya terendam dalam minyak. Bahan pangan akan mengalami kontak
langsung dengan wajan atau pan penggorengan. Konsekuensi dari proses
penggorengan ini adalah proses pematangan dan pencoklatan tidak terjadi merata
seluruh lapisan permukaan bahan yang digoreng.
Deep-Fat Frying
Metode deep-fat frying yaitu metode penggorengan dengan menggunakan
minyak goreng yang banyak sehingga bahan pangan yang digoreng terendam
seluruhnya dalam minyak goreng. Proses penggorengan ini akan menghasilkan
bahan pangan yang digoreng matang secara merata serta warnanya cenderung
seragam.

Karakteristik Produk Hasil Penggorengan
Semua pangan hasil penggorengan mempunyai struktur dasar sama yaitu
terdiri dari inner zone (core), outer zone (crust) dan outer zone (surface) (Ketaren
1986). Inner zone adalah bagian luar pangan gorengan yang mengalami dehidrasi
pada waktu proses penggorengan dan berwarna coklat kekuning-kuningan.
Warna coklat umumnya merupakan hasil reaksi Mailiard yang dipengaruhi oleh
komposisi makanan, suhu dan lama penggorengan. Rongga pada bahan pangan
goreng akibat penguapan air tergantung pada ketebalan crust dan core. Semakin
tebal crust semakin banyak minyak yang terserap (Robertson 1967; Rosyanti
2000). Minyak yang terserap ini berdampak positif pada rasa yang khas,
kerenyahan produk dan mengempukkan produk. Tetapi juga dapat berdampak
negatif seperti berkurangnya tingkat penerimaan konsumen karena penampakan
produk yang berminyak (Susanti 1993). Selain itu absorpsi minyak yang tinggi
akan menyebabkan produk lebih mudah mengalami ketengikan. Crust akan
terbentuk pada kadar air 3% atau kurang di mana bahan pangan biasa dikatakan
matang.
Outer zone (surface)
Inner zone (core)
Outer zone (crust)

Gambar 3 Penampang melintang makanan hasil penggorengan (Ketaren 1986)
Mesin Penggorengan Hampa (vacuum frying)
Proses penggorengan hampa (vacuum frying) pada dasarnya adalah proses
penggorengan yang dilakukan pada tekanan rendah (-70 cmHg). Penggorengan
hampa udara dapat digunakan sebagai alternatif pengolahan bahan yang rentan

6
terhadap suhu yang tinggi. Bahan dipanaskan dibawah tekanan vakum sehingga
menurunkan titik didih air dalam bahan (Muchtadi 2008). Dengan penurunan
tekanan maka suhu penggorengan bisa dilakukan relatif lebih rendah
dibandingkan suhu penggorengan dengan tekanan atmosfer. Beberapa keuntungan
yang diperoleh dengan penggorengan hampa adalah warna, rasa,dan aroma tidak
banyak berubah, kandungan seratnya tinggi, tahan lama meskipun tidak
mempergunakan bahan pengawet (Lastriyanto 2006). Pada kodisi vakum suhu
penggorengan dapat diturunkan hingga 85 oC karena penurunan titik didih air.
Dengan demikian produk yang mengalami kerusakan warna, aroma, rasa, dan
nutrisi akibat panas dapat diproses dengan teknologi ini. Di sisi lain kerusakan
minyak dan akibat-akibat yang ditimbulkan dapat diminimumkan karena proses
dilakukan pada suhu dan tekanan rendah (Lastriyanto 2006).

Gambar 4 Mesin Vacuum Frying Rancangan Anang Lastriyanto
Proses tersebut mempergunakan mesin penggoreng hampa (vacuum fryer),
dimana mesin ini terdiri dari 5 komponen, yakni : pompa vakum, tabung
penggorengan, kondensor, sumber pemanas, dan pengendali suhu (Gambar 4).
Adapun fungsi bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut:
Pompa vakum merupakan komponen terpenting dari sistem penggorengan
hampa yang berfungsi untuk menghisap udara di dalam ruang penggorengan
sehingga tekanan menjadi rendah, serta untuk menghisap uap air dari bahan.
Tabung/ruang penggoreng berfungsi untuk mengkondisikan bahan yang
diproses agar sesuai dengan tekanan yang direkomendasikan. Di dalamnya berisi
minyak sebagai media pindah panas yang dilengkapi dengan pengaduk dan
keranjang.
Kondensor berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama
penggorengan, kondensor ini mempergunakan air sebagai media pendingin.
Unit pemanas, sumber panas mempergunakan kompor gas LPG
Unit pengendali suhu, unit ini keberadaannya sangat penting, karena suhu proses
dilakukan pada suhu dibawah media pemanas. Toleransi suhu sangat rendah
sehingga pemilihan sensifitas pengendali suhu menjadi sangat penting.

7

Gambar 5 Bagan skema sistem mesin penggoreng hampa jet air
1. Sumber pemanas
2. Tabung penggoreng
3. Tuas pengaduk
4. Pengendali suhu
5.Penampung kondensat

6. Pengukur vakum
7. Keranjang tempat bahan
8. Kondensor
9. Saluran hisap uap air
10. Water jet

11. Pompa sirkulasi
12. Saluran pendingin
13. Bak air sirkulasi
14. Kerangka

Mesin penggoreng hampa desain Anang Lastriyanto ini merupakan tipe
horizontal yang bekerja dengan prinsip Bernoulli. Semburan air dari pompa yang
dilalui pipa menghasilkan efek venturi atau sedotan (vacuum). Dengan
menggunakan 7 atau 8 nosel, pipa khusus menghisap udara hingga tekanan di
dalam tabung penggorengan turun hingga 10 kPa (7.52 cmHg) sehingga dengan
tekanan tersebut titik didih air akan turun menjadi 45.80 oC. Uap air yang terjadi
sewaktu proses penggorengan disedot oleh pompa vakum. Air di dalam tabung
penggoreng selanjutnya didinginkan di kondensor (Gambar 7) dengan sirkulasi air
pendingin. Setelah melalui kondensor, uap air mengembun dan kondensat yang
terjadi dapat dikeluarkan. Setelah dingin, air dimasukkan ke dalam bak air
sedangkan uap air yang telah mengalami kondensasi ditampung di penampung
kondensat. Sirkulasi air pendingin pada kondensor dihidupkan sewaktu proses
penggorengan.

Gambar 6 Skema water jet

8

Gambar 7 Skema kondensor
Penelitian Penerapan Penggorengan Hampa (Vacuum frying)
Penggorengan hampa telah banyak diteliti dan diterapkan dalam
penggorengan keripik seperti keripik buah, jamur, umbi, dan ikan. Biasanya setiap
produk pangan memiliki suhu dan waktu penggorengan yang berbeda jika
digoreng hampa. Menurut Lastriyanto (1997; Paramita 1999), penggorengan
hampa dilakukan dalam ruangan tertutup dengan kondisi tekanan rendah dimana
kondisi yang baik untuk buah secara vakum adalah suhu 90 oC, tekanan -70 cmHg
dan waktu penggorengan satu jam. Garayo dan Moreira (2002), membandingkan
keripik kentang yang digoreng pada suhu (118, 132, 144 oC) dan tekanan hampa
(6.66, 9.89, 3.12 kPa) dengan keripik kentang yang digoreng dalam kondisi
atmosfer (165 oC). Ternyata keripik dengan penyerapan minyak terendah dengan
kualitas produk seperti penyusutan, warna, dan tekstur terbaik didapatkan pada
keripik kentang yang digoreng pada kondisi suhu 144 oC dengan tekanan hampa
3.12 kPa.
Selain itu, menurut Nurhudaya (2011), dengan judul penelitian “Rekayasa
Proses Penggorengan Vakum (vacuum frying) dan Pengemasan Keripik Durian
Mentawai”, diperoleh suhu dan waktu yang optimal untuk penggorengan hampa
durian menjadi keripik durian berdasarkan hasil uji pembobotan adalah 75 oC dan
85 menit.
Dalam penelitian Nursofiyatun (2012), dengan judul “Optimasi Proses
Penggorengan Vakum (vacuum frying) Keripik Daging Sapi menyimpulkan
bahwa keripik daging sapi terbaik diperoleh pada perlakuan suhu 90 oC dan
waktu 70 menit.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sriyono (2012), dengan judul
Pembuatan Keripik Umbi Talas (Colocasia giganteum) dengan Variabel Lama
Waktu Penggorengan Menggunakan Alat Vacuum Fryer. Penelitian ini dilakukan
pada suhu penggorengan 70 oC dan variabel lama penggorengan sebesar 45, 50,
55, dan 65 menit diperoleh hasil bahwa semakin lama penggorengan maka air
yang terkandung dalam bahan semakin banyak yang teruapkan. Kadar air yang
terkandung dalam keripik sangat mempengaruhi kualitas dari keripik.

9

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18
Desa Sidomakmur, Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Sementara itu, uji fisikokimia dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan
Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB dan
Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Waktu
pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November 2012 hingga April 2013.

Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan bahan talas varietas Sutera, minyak goreng,
bumbu dan bahan tambahan lain seperti tawas untuk menghilangkan getah pada
talas, natrium bisulfit sebagai perenyah, dan soda kue untuk memutihkan. Alatalat yang digunakan selama proses penelitian ini adalah alat penggoreng hampa
(vacuum fryer) dengan model komersial II, spinner, baskom, sealer, cawan
aluminium, oven pengering, Desikator, Rheometer, Chroma meter Minolta CR400, dan perangkat Souxhlet untuk mengukur kadar lemak.
Tabel 3. Spesifikasi mesin penggorengan hampa desain Anang Lastriyanto (2006)
Uraian
Komersial II
Kapasitas (kg masukan/proses)
Optimal 8
Lama proses (menit)
90-100
Bahan bakar
LPG
Pendingin
Sirkulasi air
Volume minyak goreng (liter)
70-75
Kebutuhan LPG (kg/jam)
0.4-0.6
Daya (watt):
Pompa vakum
750-1000
Spinner
300
Sealer
300
Instalasi listrik rumah minimum
1300 watt/220 V
Dimensi pxlxt (cm3)
180x120x140
3
Volume pada waktu diangkut (m ) 1.8x1.2x0.65
Kelengkapan
Sealer kemasan, pengatus minyak
Kontrol suhu
Digital
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menentukan suhu dan waktu
penggorengan hampa yang terbaik agar menghasilkan produk keripik talas yang
memiliki sifat fisikokimia dan organoleptik yang sesuai dengan keinginan
konsumen berdasarkan pembobotan uji organoleptik dan analisis statistika. Proses
pembuatan keripik talas dengan penggorengan hampa menggunakan 3 tingkat

10
suhu (102, 107, dan 112 oC) dan 3 tingkat waktu (25, 30 , 35 menit) adapun alur
penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
Talas 1 kg (yang telah dikupas)

Pencucian dan pengirisan dengan slicer tipe
gelombang dengan tebal 1 mm

Perendaman dengan tawas (1/2 sdm),
natrium bisulfit (1/2 sdm) dan soda kue (1
sdm) masing-masing selama 10 menit

Penggorengan hampa
T = 102 0C, 107 0C, 112 0C dengan
tekanan hampa -70 cmHg dan waktu 25
menit, 30 menit dan 35 menit

Pengatusan minyak (dengan spinner
kecepatan 1400 rpm selama 10 detik)

Pengemasan menggunakan kemasan
Aluminiun foil

Analisis fisikokimia (rendemen,
kekerasan, warna, kadar air dan kadar
lemak) serta uji organoleptik

Suhu dan waktu terbaik untuk
penggorengan keripik talas

Analisis biaya (penentuan harga
pokok produksi)

Gambar 8 Diagram alir penelitian

11
Tahapan proses penggorengan keripik talas meliputi :
Persiapan bahan
Bahan baku talas yang digunakan untuk produksi terlebih dahulu dikupas
kemudian dicuci hingga bersih. Setelah itu talas diiris dengan tebal 1 mm dengan
mesin slicer tipe gelombang kemudian irisan talas direndam menggunakan tawas,
natrium bisulfit, dan soda kue masing-masing 10 menit.

Gambar 9 Proses perendaman irisan talas dengan menggunakan larutan tawas
Penggorengan
Proses pembuatan keripik dengan mesin penggoreng hampa menggunakan 3
tingkat suhu (102, 107, dan 112 oC) dan 3 tingkat waktu (25, 30, 35 menit).
Kondisi tekanan tabung penggorengan adalah -70 cmHg .

Gambar 10 Proses penggorengan keripik talas

12
Penirisan minyak
Penirisan minyak menggunakan spinner yang berfungsi untuk membuang
minyak yang melekat pada keripik dengan cara diputar dengan kecepatan 1400
rpm selama 10 detik.
Pengemasan
Pengemasan keripik talas dilakukan dengan menggunakan kemasan
aluminium foil dan kemudian direkatkan menggunakan sealer.

Gambar 11 Proses pengemasan keripik talas

Prosedur Analisis Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Talas
Rendemen
Besar rendemen dihitung berdasarkan presentase berat keripik talas yang
dihasilkan terhadap berat talas sebelum digoreng. Rumusnya ditunjukkan pada
persamaan (5)

(5)
Kadar Air
Pertama-tama cawan kosong dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam
desikator kemudian ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang sebanyak 5 gr
dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang selanjutnya dikeringkan
dalam oven bersuhu 105 oC selama 6 jam. Cawan dan sampel didinginkan dalam
desikator kemudian ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat
konstan. Kadar air (basis basah) dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu
selisih berat awal dikurangi barat akhir dibagi dengan berat contoh. Rumusnya
diperlihatkan pada persamaan (6)

13

(6)
Kadar Lemak
Kadar lemak diukur dengan metode ekstraksi soxhlet. Labu lemak yang
digunakan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 15
menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak
5 gram sampel dalam bentuk kering dibungkus dengan kertas saring, lalu
dimasukkan ke dalam soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu
diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukan ke dalam labu lemak
secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut
yang turun kembali ke dalam lemak berwarna jernih.
Pelarut yang ada dalam lemak didestilasi, dan ditampung kembali.
Kemudian labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven 105 oC
untuk menguapkan sisa pelarut hingga mencapai berat konstan, kemudian
didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya
ditimbang dan berat lemak diketahui. Rumusnya ditunjukkan pada persamaan (7)

(7)

Kadar Pati (SNI 01-2892-1992)
Sebanyak 1 gram sampel produk dilarutkan dalam 40 ml HCl 3 % dan
direfluks selama 3 jam dengan suhu sekitar 200 sampai 250 oC. Kemudian sampel
didinginkan dan dinetralkan dengan menambah beberapa tetes NaOH 3 % dengan
bantuan indikator PP sampai berwarna merah muda dan diasamkan sedikit dengan
menggunakan HCl 3 % sampai pH nya sedikit asam yaitu sekitar 6, kemudian
ditera dalam labu takar 100 ml dengan menggunakan akuades dan disaring.
Sebanyak 5 ml fitrat dipipet ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml larutan
LuffSchrool dan 20 ml akuades dan direfluks kembali selama 10 menit (dihitung
pada saat mulai mendidih). Setelah mendidih, kemudian didinginkan dalam kotak
es selama beberapa menit. Kemudian sampel yang telah dingin ditambahkan 25
ml H2SO4 25 % dan 15 ml larutan KI 20% lalu segera dititrasi dengan Na 2S2O3
0.1 % yang telah distandarisasi. Penambahan indikator kanji 0.5 % dilakukan pada
saat titrasi berlangsung, titrasi dihentikan pada saat larutan berubah warna dari
ungu menjadi putih. Penentuan blanko sama seperti contoh namun tidak memakai
sampel. Kadar pati diukur dengan cara sebagai berikut:

(8)
Keterangan :
G = mg glukosa dari tabel (Vol Na2S2O3 Blanko – Vol Na2S2O3 contoh)
Fp = faktor pengenceran
W = bobot contoh (mg)

14
Kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan produk terhadap jarum
penusuk dari Rheometer DX-500. Keripik ditekan oleh plunyer, beban maksimum
10 kg, kecepatan penurunan plunyer 60 mm/menit hingga keripik pecah.
Warna
Warna diukur dengan menggunakan Chroma meter (CR-400, Konica
Minolta, Japan). Data warna yang dinyatakan dengan nilai L (kecerahan), nilai a
(warna kromatik hijau merah), nilai b (warna kromatik biru kuning). Nilai L
menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik putih,
abu-abu, dan hitam), bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna
putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan irisan produk semakin rusak
karena warnanya semakin pucat. Nilai a menyatakan warna kromatik merah hijau,
bernilai +a dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan bernilai –a dari 0 sampai 80 untuk warna hijau. Nilai a yang semakin besar menunjukkan irisan produk
semakin mendekati kebusukan. Nilai b positif berkisar antara 0 sampai +70 yang
menyatakan intensitas warna kuning sedangkan nilai b negatif yang menyatakan
intensitas warna biru berkisar antara 0 sampai –80. Pengujian dilakukan dengan
menempelkan sensor pada produk dan menembakkan sinar pada tiga bagian yang
berbeda.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang akan digunakan adalah uji hedonik (kesukaan), yang
menyangkut penilaian 15 orang panelis terhadap sifat produk. Dalam uji ini,
panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan atau ketidaksukaannya.
Pengujian ini menggunakan skor dengan tujuh skala kesukaan. Parameter yang
diuji secara organoleptik dari keripik talas ini adalah rasa, warna, aroma, dan
kerenyahan.

Prosedur Analisis Data
Uji Pembobotan
Dalam uji pembobotan, panelis diminta memberikan peringkat terhadap 4
kriteria mutu dari produk keripik yang diujikan pada organoleptik. Kriteria mutu
tersebut antara lain rasa, aroma dan kerenyahan. Pengurutannya adalah sebagai
berikut: 4 = sangat penting, 3 = penting , 2 = agak penting, 1 = tidak penting.

(9)
dimana Ʃ= (1+2+3+4)
Nilai uji pembobotan adalah jumlah dari perkalian nilai rata-rata 4 parameter
kesukaan (kerenyahan, rasa, warna, dan aroma) dari hasil uji organoleptik dengan
persen bobotnya atau dihitung dengan rumus :

15
Nilai uji pembobotan = (% bobot a × skor a) + (% bobot b × skor b) +
(% bobot c × skor c) + (% bobot d × skor d)
Keterangan :
a= kerenyahan
b= rasa
c= warna
d=aroma

(10)

Rancangan Percobaan
Pada proses pembuatan keripik talas, rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor, tiga taraf perlakuan pada tiap
faktor dan dua kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah :
A. : Suhu penggorengan (oC)
A1 : 102
A2 : 107
A3 : 112
B : Waktu pengggorengan (menit)
B1 : 25
B2 : 30
B3 : 35
Model matematika yang digunakan ditunjukkan pada persamaan (11)
Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk

(11)

Keterangan :
Yijk
= respon percobaan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A,
dengan taraf ke-j faktor B dan ulangan ke-k
μ
= pengaruh nilai tengah yang sebenarnya
Ai
= pengaruh perlakuan A taraf ke-i
Bj
= pengaruh perlakuan B taraf ke-j
(AB)ij
= pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-I dengan perlakuan B
taraf ke-j
εijk
= pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-k karena
pengaruh A, B, AB
Data diolah dengan analisis sidik ragam untuk melihat perlakuan yang
diberikan. Analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple
Range Test) untuk perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata (Fhitung>Ftabel)
(Mattjik 2006). Analisis statistik data menggunakan software SAS (versi 9.1.3
2003)

\

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Karakteristik
Fisikokimia Keripik Talas
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama
penggorengan hampa terhadap karakteristik fisikokimia serta menentukan suhu
dan waktu penggorengan yang optimal dilihat dari uji fisikokimia dan
pembobotan. Hasil produk keripik talas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Keterangan :
A1 : 102 C
B1 : 25 menit
A2 : 107 oC
B2 : 30 menit
o
A2 : 112 C
B3 : 35 menit
o

Gambar 12 Hasil Penggorengan keripik talas dalam berbagai perlakuan
suhu dan waktu penggorengan
Rendemen
Nilai rendemen merupakan hal penting yang perlu diperhatikan karena
berhubungan dengan nilai ekonomis produk yang akan dipasarkan. Nilai
rendemen yang terlalu rendah menyebabkan biaya produksi yang tinggi sehingga
harga jual produk pun akan semakin tinggi untuk menghasilkan keuntungan
produksi.
Rendemen rata-rata keripik talas yang dihasilkan berkisar antara 27 %
sampai 33.5 %. Nilai rendemen terbesar terdapat pada produk yang digoreng pada
suhu 102 oC selama 25 menit sedangkan nilai rendemen terkecil terdapat pada
produk yang digoreng pada suhu 107 oC selama 25 menit. Hubungan antara
pengaruh perlakuan penggorengan dengan rendemen dapat dilihat pada gambar 13.

17
Secara umum, dari gambar 13 dapat dilihat bahwa rendemen keripik talas
menurun dengan semakin meningkatnya waktu penggorengan. Penurunan ini
berhubungan dengan semakin banyaknya air yang hilang karena penguapan
sejalan dengan meningkatnya waktu penggorengan.
40

Rendemen (%)

35
30
25
20
15
10
5
0

Perlakuan

Gambar 13 Rendemen keripik talas pada 9 perlakuan
Kadar Air
Nilai kadar air produk keripik merupakan parameter yang sangat penting
karena berhubungan dengan kualitas produk yang dihasilkan dan ketahanan
produk selama penyimpanan. Gambar 14 menunjukkan kadar air rata-rata keripik
talas yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1.93 % sampai 2.28 %
(basis basah). Baumann dan Escher (1995) mengatakan bahwa nilai kadar air akan
meningkat dengan adanya penurunan suhu yang dilakukan. Hasil penelitian
Garayo dan Moreira (2002) menunjukkan bahwa kehilangan kadar air selama
proses penggorengan menunjukkan karakteristik dari proses penggorengan.
2.5

Kadar Air (%)

2
1.5
1

0.5
0

Perlakuan

Gambar 14 Kadar air keripik talas pada 9 perlakuan

18
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa faktor suhu
berpengaruh nyata terhadap turunnya nilai kadar air keripik talas (p0.05).
Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 4) menunjukkan bahwa nilai kadar air
terkecil terdapat pada perlakuan dengan suhu 112 oC dan berbeda nyata dengan
suhu 107 oC tetapi tidak berbeda nyata dengan suhu 102 oC. Sedangkan nilai
kadar air terbesar terdapat pada perlakuan suhu 107 oC dan tidak berbeda nyata
dengan suhu 102 oC.
Tabel 4 Uji DMRT perlakuan suhu penggorengan hampa terhadap kadar air
keripik talas
Perlakuan Suhu
Rata-rata
Kehomogenan
Kelompok
o
107 C
2.1720
A
102 oC
2.0270
AB
o
112 C
1.9197
B

Kadar Lemak (%)

Kadar Lemak
Nilai kadar lemak rata-rata keripik talas pada penelitian ini berkisar antara
25.89 % sampai 28.96 %. Nilai kadar lemak terbesar terdapat pada perlakuan
penggorengan dengan suhu 112 oC selama 30 menit sedangkan nilai kadar lemak
terkecil terdapat pada perlakuan penggorengan dengan suhu 107 oC selama 30
menit.
29.5
29
28.5
28
27.5
27
26.5
26
25.5
25
24.5
24

Perlakuan

Gambar 15 Kadar lemak keripik talas pada 9 perlakuan
Gambar 15 menunjukkan bahwa kadar lemak keripik talas cenderung
meningkat dengan semakin meningkatnya suhu dan waktu penggorengan. Namun
berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa dari semua
faktor yang meliputi suhu, waktu, dan interaksi antara keduanya tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai kadar lemak (p>0.05). Baumann dan Escher
(1995) menemukan bahwa variasi suhu penggorengan dibawah tekanan atmosfer
menyebabkan sedikit peningkatan kadar lemak total dari keripik. Pada

19
penggorengan hampa keripik kentang Garayo dan Moreira (2002) menyatakan
kadar lemak total bukan merupakan fungsi dari suhu minyak tetapi tergantung dari
waktu peggorengan.
Kekerasan
Kekerasan suatu produk menunjukkan besarnya gaya yang dibutuhkan
untuk membuat produk mengalami perubahan bentuk. Nilai kekerasan produk
berhubungan dengan kerenyahan, dimana semakin rendah kekerasan maka produk
semakin renyah karena gaya yang dibutuhkan untuk memecah produk semakin
kecil.
Gambar 16 menunjukkan nilai kekerasan rata-rata keripik talas berkisar
antara 48.56 N/m2 sampai 69.65 N/m2. Shyu et al (2005) mengenai proses
penggorengan hampa keripik wortel menyatakan nilai kekerasan menurun dengan
meningkatnya suhu dan waktu penggorengan.
80.00

Kekerasan (N/m2)

70.00
60.00
50.00

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

Perlakuan

Gambar 16 Nilai kekerasan keripik talas pada 9 perlakuan
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa faktor suhu,
waktu dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan
(p