Uji Suhu Penggorengan Keripik Nangka Pada Alat Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Tipe Vacuum Pump

57

Lampiran 1. Flow Chart Pelaksanaan Penelitian

MULAI

PERSIAPAN BAHAN
(PENGUPASAN, PEMBUANGAN
BIJI, PENYORTIRAN)

PENCUCIAN

PEMBEKUAN

PENGATURAN SUHU
PADA TEKANAN -70
PENGUJIAN
ALAT

PENGAMBILAN
PARAMETER :

1. Kehilangan Minyak
2. Kadar Air
3. Uji Organoleptik

ANALISIS
DATA

SELESAI

Universitas Sumatera Utara

58

Lampiran 2. Data kehilangan minyak goreng (gr)
Perlakuan
T1
T2
T3
T4
T5

Total
Rataan

I
105,2
64,6
55,1
41,7
14,3
280,9
56,18

Ulangan
II
93,6
71,6
45,7
36,5
21,1
268,5

53,7

III
97,8
77,5
48,4
31,8
16,9
272,4
54,48

Total

Rataan

296,6
213,7
149,2
110
52,3

821,8

98,87
71,23
49,73
36,67
17,43
54,79

Analisis Sidik Ragam
SK
DB
JK
KT
F Hitung
Perlakuan
4
11888,044 2972,011 109,332
Galat
10

271,833
27,183
Total
14
12159,877
Ket : tn = tidak nyata
* = nyata
** = sangat nyata

**

F 0,05 F 0,01
3,48
5,99

KK (Koefisien Keseragaman) = 9,52 %
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
DMRT
Jarak
Perlakuan

0,05
0,01
T5
2
9,49
13,49
T4
3
9,91
14,06
T3
4
10,16
14,42
T2
5
10,33
14,66
T1


Rataan
17,43
36,67
49,73
71,23
98,87

Notasi
0,05
a
b
c
d
e

0,01
A
B
C
D

E

Universitas Sumatera Utara

59

Lampiran 3. Data kadar air keripik nangka (%)
Perlakuan
T1
T2
T3
T4
T5
Total
Rataan

I
4,69
3,91
2,81

2,19
1,69
15,29
3,058

Analisis Sidik Ragam
SK
DB
JK
Perlakuan
4
19,308
Galat
10
0,022
Total
14
19,330
Ket : tn = tidak nyata
* = nyata

** = sangat nyata

Ulangan
II
4,71
3,87
2,83
2,15
1,59
15,15
3,03

III
4,82
3,96
2,76
2,17
1,63
15,34
3,068


KT F Hitung
4,827 2161,288
0,002

Total

Rataan

14,22
11,74
8,4
6,51
4,91
45,78

4,74
3,91
2,80
2,17
1,64
3,05

**

F 0,05
3,48

F 0,01
5,99

KK (Koefisien Keseragaman) = 1,47 %
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
DMRT
Jarak
Perlakuan
0,05
0,01
T5
2
0,081
0,116
T4
3
0,085
0,121
T3
4
0,087
0,124
T2
5
0,089
0,126
T1

Rataan
1,64
2,17
2,80
3,91
4,74

Notasi
0,05
a
b
c
d
e

0,01
A
B
C
D
E

Universitas Sumatera Utara

60

Lampiran 4. Data pengamatan nilai organoleptik terhadap warna
Perlakuan
T1
T2
T3
T4
T5
Total
Rataan

I
4,2
4,7
5,6
5,3
3,3
22,8
4,56

Analisis Sidik Ragam
SK
DB
JK
Perlakuan
4
11,347
Galat
10
0,207
Total
14
11,553
Ket : tn = tidak nyata
* = nyata
** = sangat nyata

Ulangan
II
4,1
4,7
5,9
5,5
3,1
22,8
4,56

III
4,4
4,8
5,5
5,2
3,2
22,9
4,58

KT F Hitung
2,837 137,258
0,021

Total

Rataan

12,7
14,2
17
15
9,6
68,5

4,23
4,73
5,67
5,33
3,20
4,57

**

F 0,05
3,48

F 0,01
5,99

KK (Koefisien Keseragaman) = 3,13 %
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
DMRT
Jarak
Perlakuan
0,05
0,01
T5
2
0,264
0,375
T1
3
0,276
0,391
T2
4
0,283
0,401
T4
5
0,287
0,408
T3

Rataan
3,20
4,23
4,73
5,33
5,67

Notasi
0,05
a
b
c
d
e

0,01
A
B
C
D
E

Universitas Sumatera Utara

61

Lampiran 5. Data pengamatan nilai organoleptik terhadap kerenyahan
Perlakuan
T1
T2
T3
T4
T5
Total
Rataan

I
2,0
3,3
4,4
6,0
6,2
21,9
4,38

Analisis Sidik Ragam
SK
DB
JK
Perlakuan
4
40,453
Galat
10
0,160
Total
14
40,613
Ket : tn = tidak nyata
* = nyata
** = sangat nyata

Ulangan
II
1,9
3,2
4,3
5,8
6,6
21,8
4,36

III
2,1
3,1
4,3
5,8
6,5
21,8
4,36

Total

Rataan

6
9,6
13
17,6
19,3
65,5

2,00
3,20
4,33
5,87
6,43
4,37

KT
F Hitung
10,113 632,083
0,016

**

F 0,05
3,48

F 0,01
5,99

KK (Koefisien Keseragaman) = 2,90 %
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
DMRT
Jarak
Perlakuan
0,05
0,01
T1
2
0,229
0,326
T2
3
0,240
0,340
T3
4
0,246
0,349
T4
5
0,250
0,355
T5

Rataan
2,00
3,20
4,33
5,87
6,43

Notasi
0,05
a
b
c
d
e

0,01
A
B
C
D
E

Universitas Sumatera Utara

62

Lampiran 6. Data pengamatan nilai organoleptik terhadap rasa
Perlakuan
T1
T2
T3
T4
T5
Total
Rataan

I
1,7
3,2
4,5
6,2
3,9
19,5
3,9

Analisis Sidik Ragam
SK
DB
JK
Perlakuan
4
32,911
Galat
10
0,087
Total
14
40,613
Ket : tn = tidak nyata
* = nyata
** = sangat nyata

Ulangan
II
1,8
3,1
4,7
6,3
4,1
20
4

III
1,9
3,1
4,7
6,3
3,9
19,9
3,98

KT F Hitung
8,228 949,346
0,009

Total

Rataan

5,4
9,4
13,9
18,8
11,9
59,4

1,80
3,13
4,63
6,27
3,97
3,96

**

F 0,05
3,48

F 0,01
5,99

KK (Koefisien Keseragaman) = 2,40 %
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
DMRT
Perlakuan
Jarak
0,05
0,01
T1
2
0,173
0,246
T2
3
0,181
0,256
T5
4
0,185
0,262
T3
5
0,188
0,267
T4

Rataan
1,80
3,13
3,97
4,63
6,27

Notasi
0,05
a
b
c
d
e

0,01
A
B
C
D
E

Universitas Sumatera Utara

63

Lampiran 7. Data pengamatan nilai organoleptik penerimaan keseluruhan
Perlakuan
T1
T2
T3
T4
T5
Total
Rataan

I
2,4
3,5
5,2
6,2
4,0
21,3
4,26

Ulangan
II
2,4
3,5
5,1
6,2
3,8
21
4,2

Analisis Sidik Ragam
SK
DB
JK
Perlakuan
4
25,523
Galat
10
0,073
Total
14
40,613
Ket : tn = tidak nyata
* = nyata
** = sangat nyata

III
2,5
3,4
5,2
6,1
4,1
21,3
4,26

Total

Rataan

7,3
10,4
15,5
18,5
11,9
63,6

2,43
3,47
5,17
6,17
3,97
4,24

KT F Hitung
6,381 870,091
0,007

**

F 0,05
3,48

F 0,01
5,99

KK (Koefisien Keseragaman) = 1,97 %
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
DMRT
Perlakuan
Jarak
0,05
0,01
T1
2
0,151
0,215
T2
3
0,158
0,224
T5
4
0,162
0,230
T3
5
0,165
0,234
T4

Rataan
2,43
3,47
3,97
5,17
6,17

Notasi
0,05
a
b
c
d
e

0,01
A
B
C
D
E

Universitas Sumatera Utara

64

Lampiran 8. Data Lama Pemvakuman (menit)
Perlakuan
T1
T2
T3
T4
T5
Total
Rataan

I
5,26
9,66
11,55
15,63
21,07
63,17
12,634

Ulangan
II
4,15
8,04
9,61
14,89
18,20
54,89
10,978

III
7,09
7,83
12,84
17,29
20,79
65,84
13,168

Analisis Sidik Ragam
SK
DB
JK
KT
F Hitung
Perlakuan
4
405,183 101,296 42,484
Galat
10
23,843
2,384
Total
14
429,026
Ket : tn = tidak nyata
* = nyata
** = sangat nyata

Total

Rataan

16,5
25,53
34,00
47,81
60,06
183,9

5,50
8,51
11,33
15,94
20,02
12,26

**

F 0,05
3,48

F 0,01
5,99

KK (Koefisien Keseragaman) = 12,59 %
Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
DMRT
Jarak
Perlakuan
0,05
0,01
T1
2
2,809
3,995
T2
3
2,936
4,164
T3
4
3,010
4,269
T4
5
3,058
4,342
T5

Rataan
5,50
8,51
11,33
15,94
20,02

Notasi
0,05
a
b
bc
d
e

0,01
A
AB
BC
D
DE

Universitas Sumatera Utara

65

Lampiran 9. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat
diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat
diperhitungkan.
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada output yang
dihasilkan. Dimana semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin
banyak bahan yang digunakan. Sedangkan, biaya tetap adalah biaya yang tidak
tergantung pada banyak sedikitnya produk yang akan dihasilkan.
Pengukuran Biaya produksi sesuai dengan persamaan 3, dilakukan dengan
cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap
(biaya pokok).

Universitas Sumatera Utara

66

I. Unsur Produksi
A. Alat Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Tipe Vacuum Pump
1. Biaya Pembuatan Alat (P)

= Rp 8.060.000

2. Umur ekonomi (n)

= 7 tahun

3. Nilai akhir alat (S)

= Rp 806.000

4 Jam kerja

= 8 jam/hari

5. Produksi/hari

= 2,37 kg/hari

6. Biaya operator

= Rp 40.000/hari

7. Biaya listrik

= Rp 245,83/jam

8. Biaya bahan bakar

= Rp 1.915,71/jam

9. Biaya perbaikan

= Rp 36,39/jam

10. Bunga modal dan asuransi = Rp 782.971,43/tahun
11. Biaya sewa gedung

= Rp 80.600/tahun

12. Pajak

= Rp 161.200/tahun

13. Jam kerja alat per tahun

= 2392 jam/tahun (asumsi 299 hari efektif
berdasarkan tahun 2014)

B. Alat Peniris Minyak Tipe Sentrifugal (Spinner)
1. Biaya Pembuatan Alat (P)

= Rp 2.805.000

2. Umur Ekonomi (n)

= 7 Tahun

3. Nilai Akhir Alat (S)

= Rp 280.500

4. Biaya Listrik

= Rp 67,79/jam

5. Biaya Perbaikan

= Rp 25,39/jam

6. Biaya Modal dan Asuransi

= Rp 286.110/tahun

7. Biaya Sewa Gedung

= Rp 28.050/tahun

Universitas Sumatera Utara

67

8. Pajak

= Rp 56.100/tahun

9. Biaya Tetap

= Rp 717.278,57/tahun

10. Biaya Tidak Tetap

= Rp 5.087,12/tahun

II. Perhitungan Biaya Produksi
Biaya Tetap (BT)
Biaya penyusutan
D=

P−S
n

dimana :
D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)
P = Nilai awal (harga beli/pembuatan) alat (Rp)
S = Nilai akhir alat (10% dari P) (Rp)
n = Umur ekonomi (tahun)
1. Alat Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Tipe Vacuum Pump
D=

8.060.000−806.000
7

= Rp 1.036.285,71/tahun

2. Alat Peniris Minyak Tipe Sentrifugal (Spinner)
D=

2.805.000−280.500
7

= Rp 360.642,86/tahun

Total Biaya Penyusutan = Rp 1.396.928,57/tahun
Bunga modal dan asuransi
Bunga modal pada bulan Februari 15%, Asuransi 2%
Bunga modal dan asuransi
I=

i(P)(n+1)
2n

1. Alat Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Tipe Vacuum Pump

Universitas Sumatera Utara

68

I=

17% (8.060.000)(7+1)
2x7

= Rp 782.971,43/tahun

2. Alat Peniris Minyak Tipe Sentrifugal (Spinner)
I=

17% (2.805.000)(7+1)
2x7

= Rp 272.485,71/tahun

Total bunga modal dan asuransi = 1.055.457,14/tahun
Biaya sewa gedung
=1%.P
1. Alat Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Tipe Vacuum Pump
= 1 % x Rp 8.060.000 = Rp 80.600/tahun
2. Alat Peniris Minyak Tipe Sentrifugal (Spinner)
= 1 % x Rp 2.805.000 = Rp 28.050/tahun
Total biaya sewa gedung = Rp 108.650/tahun
Pajak
=2%.P
1. Alat Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Tipe Vacuum Pump
= 2 % x Rp 8.060.000 = Rp 161.200/tahun
2. Alat Peniris Minyak Tipe Sentrifugal (Spinner)
= 2 % x Rp 2.805.000 = Rp 56.100/tahun
Total pajak = Rp 217.300/tahun
Total Biaya Tetap (BT)
= Rp 2.778.335,71/tahun

Universitas Sumatera Utara

69

Biaya Tidak Tetap (BTT)
Biaya perbaikan alat (reparasi)
Biaya reperasi =

1,2%(P−S)
x jam

1. Alat Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Tipe Vacuum Pump
Biaya reperasi =

1,2%(8.060.000−806.000)
2392 jam

= Rp 36,39/jam

2. Alat Peniris Minyak Tipe Sentrifugal (Spinner)
Biaya reperasi =

1,2%(2.805.000−280.500)
1196 jam

= Rp 25,33/jam

Total biaya reperasi = Rp 61,72/jam
Biaya listrik
Pompa Vakum 0,5 HP = 0,37 KW
Biaya listrik = 0,37 KW x Rp 334/KWH = Rp 123,58/H
(Rp 123,58/ jam)
Alat Peniris (spinner) 0,25 HP = 0,185 KW
Biaya listrik = 0,185 KW x Rp 334/KWH = Rp 61,79/H
(Rp 61,79/ jam)
Termokopel = 5 W = 0,005 KW
Biaya listrik = 0,005 KW x Rp 334/KWH = Rp 1,67/jam
Total biaya listrik = Rp 187,04/jam
Biaya Bahan Bakar
= Rp 1.915,71/jam
Biaya operator
= Rp 5.000/jam

Universitas Sumatera Utara

70

Minyak Mesin
= Rp 4.787,23/jam
Buah Nangka
= Rp 15.957,45/jam
Biaya Minyak Goreng
=

��������� ������ ������ ����� ���� � ℎ���� ������ /�����

=

(26 � � �� 10.500/�)

����� ℎ ��� ����� ������

12,5 ���

= Rp 21.840/jam

Total Biaya Tidak Tetap (BTT)
= Rp 49.749,15/jam
Biaya Produksi Pembuatan Keripik Nangka
Biaya Pokok
BP = [

BP = [

BT
x

+ BTT]C

Rp 2.778.335,71/tahun
2392 jam /tahun

+ Rp 49.749,15/jam] x 2,64 jam/kg

= Rp 134.404,15/kg

Universitas Sumatera Utara

71

Lampiran 10. Break Even Point
Analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan
tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat
membiayai sendiri (self financing). Dan selanjutnya dapat berkembang sendiri
(self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol.
N=

BT
(R−BTT )

Biaya tetap (BT)

= Rp 2.778.335,71/tahun
= Rp 3.920,88/kg
= Rp 1.485,18/jam

Biaya tidak tetap (BTT) = Rp 49.749,15/jam
= Rp 130.483,27/kg
= Rp 92.460.445,12/tahun
Penerimaan dari tiap Kg produksi (R) = (15% x (BT+BTT)) + (BT+BTT)
= (0,15 x (Rp 3.920,88/kg + Rp 130.483,27/kg)) +
(Rp 3.920,88/kg + Rp 130.483,27/kg)
= Rp 154.564,77/kg
Alat akan mencapai break even point jika alat telah menghasilkan keripik salak
sebanyak :
N=

N=

BT
(R−BTT )
Rp 2.778.335,71/tahun
(Rp 154.564,77/ kg − Rp 130.483,27/kg )

N = 115,37 kg/tahun

Universitas Sumatera Utara

72

Lampiran 11. Net Present Value
NPV adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari
penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Identifikasi masalah kelayakan
finansial dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria
investasi. Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu
alat layak atau tidak untuk diusahakan. Perhitungan net present value merupakan
net benefit yang telah didiskon dengan discount factor (Darun, 2002).
Secara singkat rumusnya :
CIF – COF ≥ 0
dimana : CIF = cash inflow
COF = cash outflow
Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (dalam
%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan-perhitungan.
Penerimaan (CIF) = pendapatan x (P/A, i, n) + Nilai ahir x (P/F, i, n)
Pengeluaran (COF) = Investasi + pembiayaan (P/A, i, n)
Kriteria NPV yaitu :
-

NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan;

-

NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak
menguntungkan;

-

NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang
dikeluarkan.

Berdasarkan persamaan nilai NPV alat ini dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

73

CIF – COF ≥ 0
Investasi

: Rp 8.060.000 + Rp 2.805.000 = Rp 10.865.000

Pendapatan

: Rp 106.290.000/tahun

Nilai akhir

: Rp 806.000 Rp 280.500 = Rp 1.086.500

Pembiayaan

: Rp 95.238.780,83/tahun

Suku bunga bank

: Rp 15%

Suku bunga coba-coba : Rp 20%
Umur alat

: 7 tahun

Cash in Flow 15%
1. Pendapatan : Pendapatan x (P/A, 15%,7)
: Rp 106.290.000 x 4,16
: Rp 442.166.400
2. Nilai akhir

: Nilai akhir x (P/F, 15%,7)
: Rp 1.086.500 x 0,3759
: Rp 408.415,35

Jumlah CIF

: Rp 442.574.815,4

Cash out Flow 15%
1. Investasi

: Rp 10.865.000

2. pembiayaan : Pembiayaan x (P/A, 15%, 7)
: Rp 95.238.780,83 x 4,16
: Rp 396.193.328,25
Jumlah COF : Rp 407.058.328,25
NPV 15%

= CIF – COF
= Rp 442.574.815,4 – Rp 407.058.328,25

Universitas Sumatera Utara

74

= Rp 35.516.487,15
Cash in Flow 20%
1. Pendapatan : pendapatan x (P/A, 20%,7)
: Rp 106.290.000 x 3,605
: Rp 383.175.450
2. Nilai akhir : nilai akhir x (P/F, 20%,7)
: Rp 1.086.500 x 0,2791
: Rp 303.242,15
Jumlah CIF

: Rp 383.478.692,15

Cash out Flow 20%
1. Investasi

: Rp 10.865.000

2. pembiayaan : pembiayaan x (P/A, 20%, 7)
: Rp 95.238.780,83 x 3,605
: Rp 343.335.804,89
Jumlah COF

: Rp 354.200.804,89

NPV 20%

= CIF – COF
= Rp 383.478.692,15 – Rp 354.200.804,89
= Rp 29.277.887,26

Jadi besarnya NPV 15% adalah Rp 35.516.487,15 dan NPV 20% adalah
Rp 29.277.887,26. Jadi nilai NPV dari alat ini ≥ 0 maka usaha ini layak untuk
dijalankan.

Universitas Sumatera Utara

75

Lampiran 12. Internal Rate Of Return
Internal Rate of Return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan
kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan
tertentu. Internal rate of return (IRR) adalah suatu tingkatan discount rate, dimana
diperoleh B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Berdasarkan harga dari NPV = X (positif)
atau NPV= Y (positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah
harga IRR dengan menggunakan rumus berikut :
IRR = i1 –
dimana :

NPV 1
(NPV 1−NPV 2)

(i1 – i2)

i1

= Suku bunga bank paling atraktif

i2

= Suku bunga coba-coba

NPV1 = NPV awal pada i1
NPV2 = NPV pada i2
(Kastaman, 2006).
Suku bunga bank paling atraktif (i1) = 15%
Suku bunga coba-coba ( > dari i1) (i2) = 20 %
IRR = i2 +

NPV 1
(NPV 1−NPV 2)

IRR = 20 % +

(i2 – i1)

35.516.487,15
(35.516.487,15 −29.277.887,26)

(20 % – 15 %)

= 48,47 %

Universitas Sumatera Utara

76

Lampiran 13. Syarat Mutu Keripik Nangka (SNI 01-4269-1996)
No.
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
2
3
4
5
5.1
5.2
5.3

6
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
7
8
8.1
8.2
8.3

Kriteria uji
Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Tekstur
Keutuhan
Air
Lemak
Abu
Bahan Tambahan Makanan
Pewarna
Pengawet
Pemanis buatan
-sakarin
-siklamat
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga ( Cu )
Seng (Zn)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Cemaran Arsen ( As)
Cemaran mikroba
Angka Lempeng Total
E. Coli
Kapang

Satuan
% b/b
% b/b
% b/b
% b/b

Persyaratan
Khas
Khas
Normal
Renyah
Min. 90
Maks 5
Maks 25
Maks 3
Sesuai SNI. 01-0222-1987
Sesuai SNI. 01-0222-1987
Negatif
Negatif

Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg

Maks 2,0
Maks 5,0
Maks 40,0
Makls 40,0
Maks 0,03
Maks 1,0

Koloni/g
APM/g
Koloni/g

Maks 10 4
0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan

-

NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak
menguntungkan

-

NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya
yang dikeluarkan

(Darun, 2002).
d. Internal rate of return
Dengan menggunakan metode internal rate of return (IRR) akan
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow
dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk % periode waktu.
Logika sederhananya menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam
mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang harus
dipenuhi (Giatman, 2006).
Internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate, pada discount
rate dimana diperolah B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Harga IRR dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
IRR = i1 –
dimana :

NPV 1
(NPV 2−NPV 1)

(i1 – i2) ............................................. (10)

i1

= Suku bunga bank paling atraktif

i2

= Suku bunga coba-coba

NPV1 = NPV awal pada i1
NPV2 = NPV pada i2
(Kastaman, 2006).

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses penggorengan vakum ini dilakukan pada tekanan -70 cmHg dengan
lima taraf suhu yang berbeda yaitu suhu 750C, 800C, 850C, 900C dan 950C.
Keunggulan teknologi penggorengan ini yaitu dapat menghasilkan keripik sehat
tanpa banyak mengubah bentuk aslinya. Hal ini sesuai dengan literatur
(Massinai, dkk., 2005) yang mengatakan bahwa kondisi vakum ini menyebabkan
penurunan titik didih minyak dari 110 - 1200C sehingga dapat mencegah
terjadinya perubahan rasa, aroma, warna dan nutrisi bahan makanan.
Dalam setiap kali proses penggorengan dibutuhkan nangka yang sudah
matang dengan massa 2 kg, adapun nangka yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari petani di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli Serdang,
Provinsi Sumatera Utara.
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa suhu penggorengan
vakum berpengaruh terhadap jumlah kehilangan minyak goreng, % kadar air
keripik nangka dan uji organoleptik. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Pengaruh suhu penggorengan terhadap parameter
Uji Organoleptik
Kehilanga
% Kadar
n Minyak
Warn Ras Kerenyaha
Penerimaan
Air
(gr)
a
a
n
Keseluruhan
T1
98,87
4,71
4,2
1,8
2,0
2,4
T2
71,23
3,91
4,7
3,1
3,2
3,5
T3
49,73
2,80
5,7
4,6
4,3
5,2
T4
36,67
2,17
5,0
6,3
5,9
6,2
T5
17,43
1,64
3,2
4,0
6,4
4,0
Keterangan untuk nilai uji organoleptik :
1 = sangat tidak suka
5 = suka
2 = tidak suka
6 = sangat suka
3 = agak tidak suka
7 = amat sangat suka
4 = agak suka
Perlakua
n (oC)

34
Universitas Sumatera Utara

35

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa kehilangan minyak tertinggi diperoleh
pada perlakuan T1 yaitu sebesar 98,87 gram dan terendah pada perlakuan T5 yaitu
sebesar 17,43 gram. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 yaitu sebesar
4,71 % dan terendah pada T5 yaitu sebesar 1,64 %. Nilai uji organoleptik secara
keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 yaitu sebesar 6,2 (sangat suka)
dan terendah pada T1 yaitu sebesar 2,4 (tidak suka).
Hasil analisa statistik pengaruh suhu terhadap masing-masing parameter
yang diamati dapat dilihat pada uraian berikut.
Kehilangan Minyak
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa suhu
penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kehilangan
minyak goreng. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range
Test) menunjukkan pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap kehilangan
minyak goreng untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap kehilangan minyak goreng
Jarak

DMRT
0,05
0,01

Perlakuan

Rataan

Notasi

0,05
0,01
T5
17,43
a
A
2
9,49
13,49
T4
36,67
b
B
3
9,91
14,06
T3
49,73
c
C
4
10,16
14,42
T2
71,23
d
D
5
10,33
14,66
T1
98,87
e
E
Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat
nyata pada taraf 1%.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah kehilangan minyak goreng
terbesar diperoleh pada perlakuan T1 yaitu 98,87 gram dan terendah pada T5

Universitas Sumatera Utara

36

yaitu 17,43 gram. Jumlah kehilangan minyak goreng terus mengalami penurunan
seiring meningkatnya suhu penggorengan, yaitu dari suhu 75oC terus turun hingga
suhu 95oC. Suhu terbaik berdasarkan hasil pengujian menggunakan DMRT dalam
hal kehilangan minyak pada penggorengan vakum ini adalah suhu 95oC, dimana
pada suhu ini jumlah kehilangan minyak paling sedikit. Hubungan antara
perlakuan (taraf suhu penggorengan) dan kehilangan minyak goreng dapat dilihat
pada gambar 1.

Kehilangan Minyak (gr)

120
100
80
60
40
y = -3,948x + 390,4
R² = 0,983

20
0
70

75

80

85

90

95

Suhu Penggorengan (oC)

Gambar 1. Hubungan suhu penggorengan terhadap kehilangan minyak
Dari grafik di atas menunjukkan hubungan suhu penggorengan terhadap
kehilangan minyak terus mengalami penurunan seiring meningkatnya suhu
penggorengan. Pada model persamaan garis regresi didapat arah hubungan
(korelasi) antara suhu penggorengan dengan kehilangan minyak bertanda negatif.
Tanda negatif menunjukkan arah perubahan yang berlawanan antara hubungan
suhu penggorengan terhadap kehilangan minyak. Dimana jika suhu penggorengan
naik maka kehilangan minyak akan turun, demikian juga sebaliknya jika suhu
turun makan kehilangan minyak akan naik. Nilai korelasi suhu penggorengan dan

Universitas Sumatera Utara

37

kehilangan minyak yang terdapat pada gambar adalah sebesar 0,983. Berdasarkan
kategori nilai korelasi menurut Young dalam Trihendradi (2004), hal ini
menunjukkan derajat hubungan yang tinggi antara suhu penggorengan dengan
kehilangan minyak.
Suhu berpengaruh sangat nyata terhadap kehilangan minyak goreng.
Dalam penelitian ini, minyak goreng hilang diartikan sebagai banyaknya jumlah
minyak goreng yang terbuang ketika keripik ditiriskan dengan alat peniris
(spinner) setelah proses penggorengan selesai. Menurut Jamaluddin, dkk (2008),
suhu penggorengan yang semakin meningkat akan mampu menguapkan kadar air
bahan pangan sampai ke bagian dalam bahan pangan sehingga minyak goreng
akan terserap sempurna ke dalam bahan pangan. Sementara pada suhu rendah,
minyak goreng hanya mampu menguapkan kadar air bahan pangan pada
permukaan bahan pangan, sehingga minyak tidak menyerap sampai ke bagian
dalam bahan pangan. Jumlah minyak goreng yang terbuang saat penirisan akan
semakin banyak jika kandungan air pada bagian dalam bahan pangan masih
tinggi. Karena minyak goreng pada suhu rendah hanya terserap pada bagian
permukaan menyebabkan minyak goreng terbuang pada saat penirisan dilakukan
dengan alat peniris (spinner) putaran tinggi. Dengan demikian, seiring
meningkatnya suhu penggorengan maka jumlah minyak goreng yang terbuang
pada saat penirisan dilakukan akan semakin sedikit.
Minyak goreng yang diserap oleh bahan pangan akan berdampak pada uji
organoleptik. Menurut Susanti (1993), minyak yang terserap akan berdampak
positif pada flavor yang khas, kerenyahan produk dan mengempukkan produk,
tetapi juga dapat berdampak negatif, yaitu berkurangnya tingkat penerimaan

Universitas Sumatera Utara

38

konsumen karena penampakan produk yang berminyak. Selain itu, absorpsi
minyak yang tinggi akan menyebabkan produk lebih mudah mengalami
ketengikan.
Kadar Air
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa suhu
penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kehilangan
minyak goreng. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range
Test) menunjukkan pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap kehilangan
minyak goreng untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap kadar air
Jarak

DMRT
0,05
0,01

Perlakuan

Rataan

Notasi

0,05
0,01
T5
1,64
a
A
2
0,081
0,116
T4
2,17
b
B
3
0,085
0,121
T3
2,80
c
C
4
0,087
0,124
T2
3,91
d
D
5
0,089
0,126
T1
4,74
e
E
Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat
nyata pada taraf 1%.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa jumlah kadar air tertinggi diperoleh pada
perlakuan T1 yaitu 4,74 % dan terendah pada T5 yaitu 1,64 %. Perlakuan T5, T4,
T3, T2, T1 masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata.
Jumlah kadar air terus mengalami penurunan seiring meningkatnya suhu
penggorengan, yaitu dari suhu 75oC terus turun hingga suhu 95oC. Hubungan
antara perlakuan (taraf suhu penggorengan) dan kadar air keripik nangka dapat
dilihat pada gambar 2.

Universitas Sumatera Utara

39

5,00
4,50

Kadar air (%)

4,00
3,50
3,00
2,50
2,00

y = - 0,158x + 16,55
R² = 0,981

1,50
1,00
0,50
0,00
70

75

80

85

90

95

Suhu Penggorengan (oC)

Gambar 2. Hubungan suhu penggorengan terhadap kadar air
Dari grafik di atas menunjukkan hubungan suhu penggorengan terhadap
kadar air keripik nangka terus mengalami penurunan seiring meningkatnya suhu
penggorengan. Pada model persamaan garis regresi didapat arah hubungan
(korelasi) antara suhu penggorengan dengan kehilangan minyak bertanda negatif.
Tanda negatif menunjukkan arah perubahan yang berlawanan antara hubungan
suhu penggorengan terhadap kehilangan minyak. Dimana jika suhu penggorengan
naik maka kadar air akan turun, demikian juga sebaliknya jika suhu turun makan
kadar air akan naik. Nilai korelasi suhu penggorengan dan kehilangan minyak
yang terdapat pada gambar adalah sebesar 0,981. Berdasarkan kategori nilai
korelasi menurut Young dalam Trihendradi (2004), hal ini menunjukkan derajat
hubungan yang tinggi antara suhu penggorengan dengan kadar air.
Suhu berpengaruh sangat nyata terhadap besarnya kadar air keripik
nangka. Suhu yang meningkat akan mengakibatkan meningkatnya kadar air bahan
pangan yang hilang saat digoreng. Menurut Fellows (2000), pengurangan air
dalam bahan terutama terjadi pada saat penggorengan. Ketika makanan

Universitas Sumatera Utara

40

dimasukkan ke dalam minyak panas, suhu permukaan naik cepat dan air menguap
menjadi uap air hingga permukaan makanan mulai mengering. Kondisi
penggorengan dengan perlakuan suhu yang berbeda menyebabkan jumlah air
yang teruapkan berbeda besarnya. Waktu yang diperlukan untuk menggoreng
makanan tergantung dari jenis makanan, suhu, metode, ketebalan makanan dan
kualitas makanan yang dikehendaki.
Menurut Smith (1977), kadar air terlalu tinggi akan menyebabkan hasil
penggorengan bahan pangan menjadi kurang renyah. Kadar gula yang terlalu
tinggi akan menyebabkan terjadinya pencoklatan yang tidak dikehendaki,
sedangkan kadar pati yang rendah akan menyebabkan hasil gorengan menjadi
kurang renyah.
Dari hasil penelitian diperoleh kadar air keripik nangka dari setiap
perlakuan dan ulangan selalu berada dibawah 5%. Berdasarkan Lampiran 7 yang
menyatakan bahwa kadar air yang baik untuk keripik nangka adalah maksimal
5% bb, dengan demikian kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini masih
memenuhi standar mutu keripik nangka.
Air dalam bahan pangan terikat dalam senyawa polar yang menyusun
bahan pangan yang mengandung gugus OH, contohnya pati dan protein tertentu.
Molekul air di dalam pati dapat terikat dalam tiga bentuk yaitu air kristalisasi, air
terabsorpsi dan air yang menempati rongga-rongga di dalam pati. Semakin banyak
gugus OH maka air terikat kuat oleh gaya intermolekuler dan semakin sedikit
gugus OH maka air tidak terikat kuat oleh gaya intermolekuler tersebut. Faktor
lain yang mempengaruhi kadar air suatu bahan adalah proses dan kondisi
pengolahan (Leach, 1959).

Universitas Sumatera Utara

41

Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat
kesukaan panelis terhadap suatu produk. Uji organoleptik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji hedonik (kesukaan) terhadap keripik nangka hasil
penggorengan vakum dengan 5 taraf suhu, yaitu suhu 75oC, 80oC, 85oC, 90oC dan
95oC dimana untuk setiap taraf suhu dilakukan tiga kali ulangan. Uji organoleptik
dilakukan terhadap 10 orang panelis dengan parameter yang digunakan yaitu
warna, kerenyahan, rasa dan penerimaan keseluruhan.
1. Warna
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Tetapi
sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual warna menjadi faktor
pertama yang dilihat konsumen dalam memilih suatu produk (Winarno, 2002).
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa suhu
penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap uji
organoleptik warna. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple
Range Test) menunjukkan pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap uji
organoleptik warna untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Universitas Sumatera Utara

42

Tabel 10. Pengaruh suhu penggorengan terhadap uji organoleptik warna
DMRT
0,05
0,01

Jarak

Perlakuan

Notasi

Rataan

0,05
0,01
T5
3,20
a
A
2
0,264
0,375
T1
4,23
b
B
3
0,276
0,391
T2
4,67
c
C
4
0,283
0,401
T4
5,33
d
D
5
0,287
0,408
T3
5,67
e
E
Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat
nyata pada taraf 1%.
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik warna tertinggi
diperoleh pada perlakuan T3 yaitu 5,67 (sangat suka) dan terendah pada perlakuan
T5 yaitu 3,20 (agak tidak suka). Perbedaan perlakuan yang digunakan pada
penelitian ini jelas berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan warna keripik
nangka yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan DMRT,
maka diperoleh suhu penggorengan terbaik terhadap tingkat kesukaan warna
keripik nangka adalah suhu 90oC. Hubungan antara suhu penggorengan dan uji
organoleptik kerenyahan dapat dilihat pada gambar 3.

Penerimaan Warna (skala 1-7)

6
5
4
3
2
1
0
75

80

85

90

95

Suhu Penggorengan (oC)

Gambar 3. Hubungan suhu penggorengan terhadap warna

Universitas Sumatera Utara

43

2. Kerenyahan
Suhu berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kerenyahan keripik
nangka, dimana seiring meningkatnya suhu penggorengan vakum maka
kerenyahan keripik juga meningkat. Menurut Nur Hartuti dan Sinaga (1998),
kerenyahan dari keripik diperoleh dari kandungan polisakarida yang tinggi seperti
pati, pektin, selulosa, dan hemiselulosa serta adanya proses gelatinisasi.
Kadar air keripik nangka juga mempengaruhi tingkat kerenyahan keripik
nangka. Menurut Smith (1977), kadar air terlalu tinggi akan menyebabkan hasil
penggorengan bahan pangan menjadi kurang renyah. Suhu yang semakin besar
menyebabkan kadar air pada makanan akan semakin berkurang. Dengan semakin
berkurangnya kadar air yang terdapat pada makanan maka kerenyahan makanan
akan meningkat.
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa suhu
penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap uji
organoleptik kerenyahan. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan
Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap
uji organoleptik kerenyahan untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengaruh suhu penggorengan terhadap uji organoleptik kerenyahan
Jarak

DMRT
0,05
0,01

Perlakuan

Rataan

Notasi

0,05
0,01
T1
2,00
a
A
2
0,229
0,326
T2
3,20
b
B
3
0,240
0,340
T3
4,33
c
C
4
0,246
0,349
T4
5,87
d
D
5
0,250
0,355
T5
6,43
e
E
Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat
nyata pada taraf 1%.

Universitas Sumatera Utara

44

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik kerenyahan tertinggi
diperoleh pada perlakuan T5 yaitu 6,43 (sangat renyah) dan terendah pada
perlakuan T1 yaitu 2,00 (tidak renyah). Dengan demikian, nilai uji organoleptik
kerenyahan mengalami peningkatan seiring meningkatnya suhu penggorengan
vakum. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan DMRT, maka diperoleh suhu
penggorengan terbaik terhadap tingkat kesukaan kerenyahan keripik nangka
adalah pada suhu 95oC. Hubungan antara suhu penggorengan dan uji organoleptik

Penerimaan kerenyahan (skala 1-7)

kerenyahan dapat dilihat pada gambar 4.
7,0
6,0
5,0
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
75

80

85

90

95

Suhu Penggorengan (oC)

Gambar 4. Hubungan suhu penggorengan terhadap kerenyahan
3. Rasa
Rasa merupakan campuran dari tanggapan cicip dan bau. Menurut
Winarno (2002) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia,
suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Rasa yang
terdapat dalam keripik nangka yaitu keripik nangka yang telah digoreng dengan
alat penggorengan vakum pada 5 taraf suhu (75oC, 80oC, 85oC, 90oC dan 95oC).

Universitas Sumatera Utara

45

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa suhu
penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap uji
organoleptik rasa. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range
Test) menunjukkan pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap uji organoleptik
rasa untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pengaruh suhu penggorengan terhadap uji organoleptik kerenyahan
Jarak

DMRT
0,05

0,01

Perlakuan

Rataan

Notasi