Produktivitas Tenaga Pengarit dan Komposisi Hij auan Pakan Domestik di Petemakan Sapi Perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur

PRODUKTIVITAS TENAGA PENGARIT DAN KOMPOSISI HIJAUAN
PAKAN DOMESTIK DI PETERNAKAN SAPI PERAH PONDOK
RANGGON, KECAMATAN CIPAYUNG,
JAKARTA TIMUR

ANNISA BAHAR

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produktivitas Tenaga
Pengarit dan Komposisi Hijauan Pakan Domestik di Peternakan Sapi Perah
Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013
Annisa Bahar
NIM D24090145

ABSTRAK
ANNISA BAHAR. Produktivitas Tenaga Pengarit dan Komposisi Hijauan Pakan
Domestik di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung,
Jakarta Timur. Dibimbing oleh M. AGUS SETIANA dan IWAN PRIHANTORO.
Peternakan Pondok Ranggon merupakan salah satu peternakan sapi perah di
Jakarta dengan pola penyediaan hijauan pakan tergantung pada padang rumput
alam. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis produktivitas tenaga pengarit
dan mengidentifikasi komposisi hijauan pakan domestik di peternakan sapi perah
Pondok Ranggon. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis
komposisi botani dan metode Nell dan Rollinson. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kapasitas tenaga pengarit dipengaruhi oleh berat badan, umur dan

pengalaman. Hasil penelitian menunjukkan, kapasitas mengarit tertinggi diperoleh
oleh tenaga pengarit berumur 40 tahun. Komposisi botani di kandang terdiri dari
52.63% rumput, 15.79% legum dan 31.58% rumbah. Jenis rumput yang sering
diberikan ke ternak adalah Imperata cylindrica (LINN.) P.Beauv., Pennisetum
polystachyon (L.) Schult., dan Panicum maximum Jacq. Jenis legum yang sering
digunakan adalah Calopogonium mucunoides Desv. dan jenis rumbah yang paling
sering digunakan adalah Asystasia coromodeliana Ness., Biden pilosa L. dan
Lantana camara L.
Kata kunci: komposisi hijauan, legum, mengarit, rumbah, rumput

ABSTRACT
ANNISA BAHAR. Labor Productivity of Grass Seekers and Composition of
Domestic Forage at Dairy Cattle Farm of Pondok Ranggon, Cipayung District,
East Jakarta. Supervised by M. AGUS SETIANA and IWAN PRIHANTORO.
Pondok Ranggon farm is one of the dairy farms in Jakarta where the pattern
of availability forage depending on natural pastures. The aim of this experiment
were to analyze labor productivity of grass seekers and to identify the composition
of domestic forage in the dairy farm of Pondok Ranggon. This experiment used
descriptive analysis, composition of botany and Nell and Rollinson method. The
result showed that the capacity of grass seekers influenced by body weight, age

and experience of cutting. The result showed, the highest capacity of cutting
obtained by grass seekers in the age of 40 years old. Composition of forage
consist of 52.63% grasses, 15.79% legumes and 31.58% rumbah. The most
frequent type of grass that used were Imperata cylindrica (LINN.) P.Beauv.,
Pennisetum polystachyon (L.) Schult., and Panicum maximum Jacq. Type of
legumes that often used was Calopogonium mucunoides Desv. and the types of
rumbah that most commonly used were Asystasia coromodeliana Ness., Biden
pilosa L. and Lantana camara L.
Keywords: composition of forage, cutting, grass, leaves, legume

PRODUKTIVITAS TENAGA PENGARIT DAN KOMPOSISI
HIJAUAN PAKAN DOMESTIK DI PETERNAKAN SAPI PERAH
PONDOK RANGGON, KECAMATAN CIPAYUNG,
JAKARTA TIMUR

ANNISA BAHAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan

pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Produktivitas Tenaga Pengarit dan Komposisi Hij auan

Pakan Domestik di Petemakan Sapi Perah Pondok Ranggon,
Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur
Nama
NIM

: Annisa Bahar
: D24090145

Disetujui oleh


/'

s Setiana MS
bimbing I

Dr Iwan Prihantoro, SPt MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Tanggal Lulus : (

0:

)

Judul Skripsi : Produktivitas Tenaga Pengarit dan Komposisi Hijauan

Pakan Domestik di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon,

Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur
Nama
NIM

: Annisa Bahar
: D24090145

Disetujui oleh

Ir M Agus Setiana, MS
Pembimbing I

Dr Iwan Prihantoro, SPt MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr
Ketua Departemen


Tanggal Lulus : (

)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – April 2013, dengan
judul Produktivitas Tenaga Pengarit dan Komposisi Hijauan Pakan Domestik di
Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Peternakan sapi perah Pondok Ranggon merupakan salah satu contoh
peternakan sapi perah yang berada di daerah perkotaan dan dekat dengan
pemukiman penduduk. Lokasi peternakan yang berada di daerah perkotaan yang
padat penduduk seperti ini menyebabkan peternakan sapi perah Pondok Ranggon
tidak memiliki lahan untuk penanaman hijauan pakan ternak, sehingga para
peternak biasanya mencari hijauan di luar kawasan peternakan serta
memanfaatkan rumput lapangan. Hingga saat ini kajian mengenai komposisi
hijauan yang diberikan peternak dan produktivitas tenaga pengarit di daerah
Pondok Ranggon belum dilakukan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013

Annisa Bahar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii


PENDAHULUAN

1

MATERI DAN METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Materi

2

Prosedur Penelitian

2


Pembuatan Herbarium

3

Identifikasi Hijauan Pakan

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Keadaan Umum Wilayah Penelitian

5


Penggunaan Lahan Kelurahan Pondok Ranggon

5

Keadaan Umum Peternakan Pondok Ranggon

5

Karakterisitik Peternak

6

Produktivitas Tenaga Pengarit

7

Pola Penyediaan Hijauan Pakan

10

Pola Pemberian Pakan Sapi Perah

10

Moda Penyediaan Hijauan di Pondok Ranggon

12

Kualitas dan Kuantitas Hijauan Pakan

13

Jenis dan Komposisi Botani Hijauan Pakan di Peternakan Pondok Ranggon 14
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Nell dan Rollinson
SIMPULAN DAN SARAN

15
16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

25

UCAPAN TERIMAKASIH

25

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Jenis penggunaan lahan di kelurahan Pondok Ranggon
5
Karakteristik peternak
7
Rataan pemberian pakan sapi perah di Pondok Ranggon
12
Moda penyediaan hijauan pakan
13
Komposisi botani hijauan pakan sapi perah di Peternakan Pondok Ranggon 15

DAFTAR GAMBAR
1. Prosedur penelitian
2. Karakteristik tenaga pengarit
3. Hubungan antara umur tenaga pengarit dan bobot tenaga pengarit dengan
kapasitas mengarit
4. Hubungan antara umur tenaga pengarit dan pengalaman mengarit dengan
kapasitas mengarit
5. Pola pemberian pakan terhadap jumlah ternak
6. Pola pemberian pakan terhadap produksi susu

3
8
9
9
11
11

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Peta kawasan peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Jakarta Timur
Peta lokasi pencarian hijauan berdasarkan jenis alat angkut
Perhitungan komposisi botani di peternakan Pondok Ranggon
Jenis hijauan pakan yang terdapat di kandang
Kapasitas daya tampung ternak ruminansia metode Nell dan Rollinson
Gambar moda penyediaan hijauan pakan di Peternakan Pondok Ranggon
Manajemen pemeliharaan sapi perah di Pondok Ranggon

19
19
20
21
23
23
24

PENDAHULUAN
DKI Jakarta merupakan kota metropolitan dengan pembangunan yang pesat
setiap tahunnya yang berdampak langsung terhadap berkurangnya lahan terbuka
yang beralih fungsi menjadi berbagai macam jenis bangunan. Dibalik pesatnya
pembangunan di Ibukota, masih terdapat kawasan peternakan yang berbasis sapi
perah. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon terletak pada koordinat 06 21.435’
lintang selatan dan 106 54.391’ bujur timur. Kawasan peternakan Pondok
Ranggon berbatasan langsung dengan jalan Munjul Raya Kecamatan Cipayung
(sebelah utara), perikanan ikan arwana dan perkemahan pramuka Cibubur
(sebelah barat), Kabupaten Bekasi (sebelah selatan), dan Tempat Pemakaman
Umum (sebelah timur).
Usaha peternakan sapi perah sangat bergantung pada ketersediaan pakan
terutama hijauan yang nilainya mencapai 60-70% dari biaya produksi. Mengingat
tingginya biaya tersebut, perlu adanya perhatian tentang penyediaan pakan yang
baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Menurut McDowell (1972) hasil ternak
melibatkan banyak aspek kompleks dan salah satu faktor yang menentukan baik
buruknya pertumbuhan ternak ruminansia adalah pakan.
Dalam usaha peternakan, lahan memiliki peranan penting dalam penyediaan
pakan ternak seperti rumput dan limbah pertanian (Suparini 2000). Pembangunan
peternakan pada masa mendatang akan dihadapkan pada masalah keterbatasan
sumberdaya alam sebagai basis penyediaan pakan (Kasryno 1998). Pada saat ini,
penyediaan hijauan makanan ternak di Jakarta cukup sulit didapat karena
ketersediaan lahan yang sedikit dan produktivitas hijauan sangat tergantung pada
musim. Seiring dengan bertambahnya penduduk di Jakarta setiap tahunnya,
ketersediaan lahan hijau semakin berkurang dikarenakan kebutuhan yang lebih
penting yaitu pemukiman penduduk. Kondisi tersebut menuntut peternak untuk
mencari hijauan ke daerah lain hingga ke luar daerah Jakarta. Pola mengarit ke
luar daerah ini mengakibatkan waktu peternak akan lebih banyak untuk mencari
hijauan daripada mengurus ternaknya.
Tingginya minat beternak sapi perah di Pondok Ranggon semakin menuntut
pakan asal hijauan yang semakin tinggi. Permasalahan lain yang dihadapi yaitu
umumnya peternak tidak memiliki lahan khusus penyedia hijauan seperti kebun
rumput potong. Hingga saat ini penyediaan hijauan sangat bergantung pada
padang rumput alam yang ketersediaanya semakin menurun. Potensi wilayah
dalam menyediakan hijauan makanan ternak dan kebutuhan untuk mencukupi
pakan ternak perlu diketahui agar dapat diusahakan pemanfaatan sumber daya
hijauan secara optimal dengan memperhatikan kesinambungan penyediaan
sepanjang tahun (Rukmana 2005). Potensi hijauan makanan ternak yang terdapat
di Pondok Ranggon cukup beragam dan komposisi hijauan pakan domestik ini
belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para peternak. Hingga saat ini kajian
mengenai komposisi hijauan yang diberikan peternak dan produktivitas tenaga
pengarit di daerah Pondok Ranggon belum dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produktivitas tenaga pengarit
serta mengidentifikasi komposisi hijauan pakan domestik di kawasan ternak sapi
perah Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan usaha ternak sapi perah Pondok
Ranggon Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Waktu penelitian
dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Februari April 2013.

Materi
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel hijauan
pakan segar yang terdapat di kandang dan daerah sekitar, timbangan, kantong
plastik, kamera, global positioning system (GPS) device, alat tulis, alkohol 70%,
kertas koran, kardus, tali, dan kuisioner.

Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang
menggambarkan situasi atau keadaan berdasarkan data-data faktual dengan teknik
survei dan observasi langsung di kawasan peternakan sapi perah Pondok
Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Responden dari
penelitian ini adalah peternak sapi perah di Pondok Ranggon, dimana pemilihan
responden ini menggunakan teknik sensus terhadap 22 peternak sapi perah yang
berada di kawasan tersebut. Pengamatan dan pengukuran terhadap 19 peternak
dari total 22 peternak yang berada dikawasan ini hanya dilakukan terhadap
peternak atau buruh yang mengarit di area terbuka dalam penyediaan hijauan
pakan.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari responden melalui teknik wawancara menggunakan daftar
pertanyaan (kuisioner) dan observasi langsung di lapangan. Observasi di lapangan
meliputi pengamatan aktivitas pengarit dengan mengikuti peternak selama
mengarit dan dilakukan pencatatan serta dokumentasi. Semua jenis tumbuhan
yang diarit didokumentasi dan jenis yang belum dikenal dibuat herbarium dan
selanjutnya diidentifikasi. Observasi juga dilakukan terhadap jarak dan waktu
tempuh peternak ke tempat mengarit menggunakan GPS untuk mengetahui jelajah
pengarit dalam mencari hijauan, dan jenis moda yang dipakai peternak untuk
mengangkut dari hasil mengarit. Waktu efektif dan areal jelajah peternak dalam
mengarit dihitung, serta dilakukan penimbangan terhadap hasil mengarit tiap
peternak. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu Kantor Kelurahan
Pondok Ranggon serta kajian dari sumber pustaka lain yang ada kaitannya dengan
penelitian ini.

3

Gambar 1 Prosedur penelitian

Pembuatan Herbarium
Herbarium hijauan pakan dibuat dengan metode Stone (1983) yaitu
eksplorasi koleksi tumbuhan meliputi bunga dan buah (fertil) diproses untuk
spesimen herbarium koleksi kering. Herbarium kering dibuat dengan cara
mengambil satu helai tiap jenis hijauan kemudian disemprotkan alkohol 70% pada
seluruh bagian tanaman, setelah seluruh bagian disemprot merata hijauan tersebut
ditempatkan pada kertas koran yang ditutup secara rapat dan dipadatkan dengan
menggunakan kardus, lalu diikat dengan tali.

Identifikasi Hijauan Pakan
Identifikasi dilakukan dengan mengamati jenis hijauan yang telah dibuat
herbarium kemudian membandingkan ciri-ciri fisiknya dengan text book terkait
untuk menemukan nama latinnya. Hijauan dipisahkan berdasarkan jenisnya yaitu

4
rumput (Poaceae/Gramineae), kacangan (Leguminoseae), dan rumbah (selain
keduanya).

Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil survei dan observasi di lapangan serta data
sekunder dilakukan beberapa analisis, yaitu: analisis deskriptif, analisis
identifikasi hijauan pakan, analisis komposisi botani hijauan pakan, dan analisis
kapasitas tampung menurut Nell dan Rollinson (1974).
Analisis deskriptif
Data survei dan observasi yang diperoleh terhadap responden masingmasing dari peternak dan buruh pengarit di daerah Pondok Ranggon diolah secara
deskriptif meliputi gambaran keadaan umum di daerah penelitian, serta
menggambarkan karakteristik peternak dan tenaga pengarit yang meliputi, umur,
pengalaman (beternak atau mengarit), pekerjaan, dan pendidikan. Selain itu,
analisis deskriptif dalam penelitian ini untuk menggambarkan komposisi hijauan
yang dikonsumsi ternak, waktu dan jarak tempuh ke tempat mengarit, moda
transportasi yang digunakan dalam mengarit, serta kapasitas mengarit per satuan
waktu dan areal jelajah dalam mengarit.
Analisis komposisi botani hijauan pakan
Menurut metode dry weight rank (Mannetje dan Haydock 1963), untuk
menganalisis komposisi botani, data ditabulasikan untuk mendapatkan
perbandingan antara spesies yang menempati peringkat pertama, kedua dan
ketiga. Kemudian setiap peringkat tersebut dikalikan dengan koefisien sebagai
berikut: tempat pertama dikalikan 8.04; tempat kedua dikalikan 2.41; dan tempat
ketiga dikalikan 1. Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis-jenis hijauan yang
ada dikandang.
Analisis kapasitas daya tampung Nell dan Rollinson
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merujuk
pada metode Nell dan Rollinson (1974) yang merupakan metoda komparatif yang
membatasi hanya pada sumber-sumber hijauan pakan yang tercatat luas atau
ukurannya dalam laporan statistik. Potensi penyediaan hijauan dari sumbersumber tersebut dikonversikan terhadap potensi padang rumput permanen setelah
mengalami serangkaian penelitian empirik dengan perhitungan sebagai berikut:
Daya dukung lahan (ST)

Potensi ijauan makanan ternak k
Konsumsi ternak per ari k

K

-1

K ta un-1
ari-1

365 ta un

Analisis KPPTR Efektif (ST) = Daya dukung lahan – Popriil
Keterangan: Popriil adalah populasi riil ternak ruminansia (ST) pada tahun
tertentu.
ST = Satuan ternak
BK= Bahan kering

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Kelurahan Pondok Ranggon merupakan salah satu kelurahan yang ada di
Kecamatan Cipayung yang berbatasan dengan Markas besar Tentara Nasional
Indonesia (Mabes TNI) Cilangkap (utara), desa Harja Mukti Kecamatan
Cimanggis (selatan), Kelurahan Cilangkap dan Kelurahan Munjul (barat), dan
Desa Jati Sampurna Kecamatan Sunter (timur).
Kelurahan Pondok Ranggon merupakan wilayah dengan ketinggian 36
m dpl, mempunyai curah hujan rata-rata 2 000 mm tahun-1, serta suhu rata-rata
32 C. Pondok Ranggon mempunyai luas wilayah 366 ha dengan jumlah
penduduk 24 962 jiwa (Profil Kelurahan Pondok Ranggon 2012).

Penggunaan Lahan Kelurahan Pondok Ranggon
Penggunaan lahan di Kelurahan Pondok Ranggon meliputi perumahan,
perkantoran, rekreasi, sekolah, sarana ibadah, pemakaman, jalur hijau dan lainlain. Luas Perumahan adalah 210 ha lebih luas dari lahan lainnya, sehingga lahan
yang dapat digunakan sebagai sumber hijauan pakan di Kelurahan Pondok
Ranggon meliputi jalur hijau sebesar 0.54% dan pemakaman sebesar 18.56%.
Tabel 1 Jenis penggunaan lahan di Kelurahan Pondok Ranggon
Jenis Penggunaan Lahan
Perumahan
Perkantoran
Rekreasi
Fasilitas Umum
Sarana Ibadah
Pemakaman
Jalur Hijau
Lain-lain

Luas (ha)
210.0
4.6
26.0
20.5
22.0
69.0
2.0
17.8

Persentase (%)
56.47
1.24
6.99
5.51
5.92
18.56
0.54
4.79

Sumber : Kantor Kelurahan Pondok Ranggon (2012)

Kondisi ini menggambarkan luas lahan hijau yang sangat terbatas. Hal ini
dikarenakan maraknya pembangunan pemukiman dan bangunan lainnya sehingga
lahan untuk sumber hijauan pakan berkurang. Menurut Saefulhakim dan
Nasoetion (1995) penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis,
perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari perubahan pada pola dan
besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu.
Keadaan Umum Peternakan Pondok Ranggon
Kawasan peternakan sapi perah Pondok Ranggon terletak di Kelurahan
Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Keadaan permukaan

6
tanah di Pondok Ranggon bergelombang dengan curah hujan rata-rata per tahun
antara 1000 2000 mm tahun-1 (Anggraeni 2010). Temperatur dan kelembaban
udara harian berkisar 24 35 C dan 65 91% (Dewayani 2012).
Peternak di Pondok Ranggon secara turun-temurun telah melakukan
kegiatan berternak secara tradisional sejak di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.
Peternak di daerah ini telah memiliki struktur organisasi yang bernama Kelompok
Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon yang berdiri sejak tahun 1993. Saat ini
jumlah peternak sapi perah di Pondok Ranggon telah mencapai 22 orang peternak
Kawasan peternakan sapi perah Pondok Ranggon mempunyai luas sebesar 11 ha
dari 30 ha yang telah disediakan oleh pemerintah sesuai dengan SK Gubernur No.
300 tahun 1986.
Ternak sapi perah merupakan ternak ruminansia yang paling banyak
dipelihara di kawasan ini karena jika dikembangkan dengan baik dapat
menghasilkan keuntungan. Salah satu keuntungan dalam usaha ternak sapi perah
adalah memberikan jaminan pendapatan (Sudono 1999). Bangsa sapi yang
dipelihara yaitu Fries Holstein, Bangsa sapi tersebut adalah sapi perah yang
produksi susunya paling tinggi dengan kadar lemak susu yang rendah
dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya didaerah tropis maupun
subtropis (Sudono et al. 2003). Sebagai usaha sampingan, peternak juga
memelihara domba, kambing perah, kerbau, sapi potong, dan ayam.

Karakteristik Peternak
Karakteristik peternak di Pondok Ranggon dibedakan berdasarkan umur
peternak, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan pengalaman beternak.
Berdasarkan Tabel 2, sebagian besar peternak di Pondok Ranggon berumur antara
25 70 tahun. Peternak berumur lebih dari 55 tahun memiliki persentase paling
besar yaitu sebesar 40.91%. Umur tersebut merupakan umur yang cukup sulit
untuk mendapat pengarahan dalam mengembangkan usaha ternaknya. Menurut
Soekartawi (1988), makin muda umur peternak biasanya mempunyai semangat
ingin tahu mengenai hal-hal yang belum diketahui. Beberapa bukti menunjukkan
bahwa peternak-peternak yang relatif lebih tua kurang menerima perubahan dari
pada mereka yang muda, namun bukan berarti bahwa mereka tidak mau menerima
perubahan orang lain.
Tingkat pendidikan peternak di Pondok Ranggon sebagian besar adalah
lulusan SMA (54.54%), sedangkan lulusan SD, D2, dan S1 masing-masing
sebanyak 27.27%, 4.55%, dan 13.64%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum
peternak memiliki pendidikan yang relatif cukup tinggi. Tingkat pendidikan
berkaitan dengan ilmu pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan keahlian
peternak dalam menjalankan usaha ternaknya. Meskipun tingkat pendidikan
tergolong cukup tinggi, peternak di Pondok Ranggon tidak menerapkan
teknologi/mekanisasi dan masih bersifat tradisional.
Pekerjaan utama masyarakat di Pondok Ranggon adalah peternak dengan
persentase sebesar 90.9%. Secara umum peternak sapi perah di Pondok Ranggon
menjadikan usaha ternaknya sebagai usaha utama. Hal ini disebabkan usaha
ternak sapi perah memberikan jaminan pendapatan yang berkesinambungan jika
dikelola dengan baik.

7

Tabel 2 Karakteristik peternak
Karakteristik Individu
Umur (Tahun)
25 35 tahun
36 45 tahun
46 55 tahun
> 55 tahun
Pendidikan
SD
SMA
D2
S1
Pekerjaan utama
Peternak
Petani
Lainnya
Lama beternak
1 10 tahun
11 20 tahun
> 20 tahun

Jumlah Responden
Peternak

Persentase (%)

6
2
5
9

27.27
9.09
22.73
40.91

6
12
1
3

27.27
54.54
4.55
13.64

20
1
1

90.9
4.55
4.55

8
4
10

36.36
18.18
45.46

Sumber : Data primer (2013)

Tingkat pengalaman beternak di Pondok Ranggon relatif lama yaitu lebih
dari 20 tahun yang merupakan warisan keluarga secara turun menurun.
Pengalaman beternak sapi perah akan sangat membantu peternak dalam
menghadapi permasalahan yang biasa dihadapi dalam memelihara ternak tersebut.
Seorang yang memiliki pengalaman tinggi diharapkan dengan cepat mencari
solusi permasalahan yang dihadapi dibanding peternak sapi perah dengan
pengalaman yang rendah.

Produktivitas Tenaga Pengarit
Penyediaan hijauan pakan di Pondok Ranggon tidak terlepas dari
ketersediaan alam dan produktivitas tenaga pengarit dalam mencari hijauan.
Berdasarkan status tenaga pengarit, hanya terdapat 5.26% pengarit yang berstatus
sebagai pemilik ternak. Tenaga pengarit didominasi oleh tenaga lepas/buruh
sebanyak 94.74%. Selain mencari hijauan, tenaga pengarit juga melakukan
pekerjaan lainnya seperti: membersihkan kandang, memberi pakan, memandikan
ternak, memerah susu, mengemas susu dan memasarkannya ke rumah-rumah
pelanggan. Pekerjaan tenaga pengarit bisa dibilang memakan waktu yang lama
karena jarak mencari hijauan dari peternakan ke tempat pengambilan rumput
relatif cukup jauh. Karakteristik tenaga pengarit di kawasan Pondok Ranggon
disajikan pada Gambar 2.

700

160
140
120
100
80
60
40
20
0

Kapasitas mengarit (kg)

Jumlah ternak (ST)

8

y = 32.234x - 25.214
R² = 0.5528

600

y = 20.131x - 786.27
R² = 0.6195

500
400
300
200
100
0

0

2
4
Jumlah pengarit (orang)

40

6

50

(b)

50
Umur tenaga pengarit (tahun)

100

Kapasitas mengarit (kg)

Kapasitas mengarit (kg)

y = -0.501x2 + 40.07x - 380.57
R² = 0.2867

0

70

Bobot badan tenaga pengarit (kg)

(a)
700
600
500
400
300
200
100
0

60

700
600
500
400
300
200
100
0

y = 10.777x + 281.22
R² = 0.1345
0

5

10

15

20

25

Pengalaman mengarit (tahun)

(c)
(d)
Gambar 2 Karakteristik tenaga pengarit. (a) hubungan antara banyak pengarit
dengan banyak ternak, (b) hubungan antara bobot badan tenaga
pengarit dengan kapasitas pengarit, (c) hubungan antara umur tenaga
pengarit dengan kapasitas mengarit, (d) hubungan antara pengalaman
mengarit dengan kapasitas mengarit
Banyaknya tenaga pengarit meningkat seiring banyaknya jumlah ternak.
Pengaruh ini dimodelkan dalam bentuk persamaan linear. Berdasarkan model
tersebut dapat diambil kesimpulan berupa satu tenaga pengarit bertanggung jawab
terhadap 7.02 ST dengan R2 sebesar 55.28% (Gambar 2a). Menurut Makin (2011)
untuk efisiensi penggunaan tenaga kerja sebaiknya 5 7 ekor sapi dewasa cukup
ditangani oleh seorang tenaga kerja, semakin banyak sapi yang dipelihara dalam
suatu peternakan makin efisien tenaga yang dibutuhkan.
Banyaknya kapasitas mengarit meningkat seiring besar bobot badan
pengarit (pada selang 38.7 kg sampai 70 kg). Pengaruh ini dimodelkan dalam
persamaan linear. Berdasarkan model tersebut dapat diasumsikan jika tenaga
pengarit mempunyai bobot 50 kg, maka tenaga pengarit tersebut mampu mengarit
hingga 220.28 kg. Model ini mempunyai nilai R2 sebesar 61.95% (Gambar 2b).
Berdasarkan hubungan antara umur tenaga pengarit dengan kapasitas
mengarit. Umur tenaga pengarit dengan kapasitas mengarit mempunyai hubungan
kuadratik, yang artinya banyaknya kapasitas mengarit akan mencapai puncaknya
pada umur tertentu. Berdasarkan penelitian ini, tenaga pengarit memiliki kapasitas
mengarit tertinggi pada umur 40 tahun dengan kapasitas mengarit sebesar 420 kg

9

70

60

60

50

50

40

40

30

30

20

20

10

10

0

0

Bobot badan tenaga pengarit (kg)

70

105
203
210
216
280
280
315
320
340
360
360
360
372
377
385
390
408
630
650

Umur tenaga pengarit (tahun)

hari-1 (Gambar 2c). Hasil penelitian Triyono (1990) mengungkapkan bahwa
dengan meningkatnya umur maka produktivitas peternak akan menurun, karena
kondisi fisik peternak yang semakin tua.
Lamanya pengalaman mengarit juga meningkatkan banyak kapasitas
mengarit. Pengaruh ini dimodelkan dalam persamaan linear. Berdasarkan model
tersebut dapat diasumsikan jika seseorang mempunyai pengalaman mengarit
selama satu tahun, maka orang tersebut mampu mengarit hingga 291.99 kg.
Model ini mempunyai nilai R2 sebesar 13.45% (Gambar 2d). Menurut
Simanjuntak (1985), orang yang baru mulai bekerja atau kurang pengalaman
biasanya mempunyai produktivitas kerja yang rendah.

Kapasitas mengarit (kg)

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

60
50
40
30
20
10
0
Kapasitas mengarit (kg)

Gambar 4 Hubungan antara umur tenaga pengarit dan
pengalaman mengarit dengan kapasitas mengarit.
Umur tenaga pengarit
Pengalaman mengarit

Pengalaman mengarit (tahun)

70

105
203
210
216
280
280
315
320
340
360
360
360
372
377
385
390
408
630
650

Umur tenaga pengarit (tahun)

Gambar 3 Hubungan antara umur tenaga pengarit dan bobot
badan tenaga pengarit dengan kapasitas mengarit.
Umur tenaga pengarit
Bobot badan tenaga pengarit

10
Berdasarkan Gambar 3, semakin tua umur tenaga pengarit dan kecilnya
bobot badan tenaga pengarit mengakibatkan rendahnya kapasitas dalam mengarit.
Semakin muda umur tenaga pengarit dengan bobot badan yang ideal (55 65 kg)
dapat menigkatkan produktivitasnya dalam mengarit. Hal ini dikarenakan
perbedaan kemampuan fisik tenaga pengarit yang dipengaruhi oleh umur serta
bobot badan. Berdasarkan Gambar 4, semakin tua umur tenaga pengarit dengan
pengalaman mengarit yang kurang mengakibatkan rendahnya produktivitas dalam
penyediaan hijauan. Sehingga semakin muda umur seseorang dengan pengalaman
mengarit yang cukup, dapat mengarit dengan jumlah yang banyak.
Tenaga pengarit di Peternakan Pondok Ranggon memiliki kapasitas
mengarit dengan rata-rata 345 ± 134.97 kg hari-1. Kapasitas mengarit ini tergolong
cukup tinggi. Hasil penelitian Setiana (2011) menunjukkan kapasitas peternak
dalam mengarit sebesar 150 200 kg hari-1.

Pola Penyediaan Hijauan Pakan
Sebagian besar peternak di peternakan Pondok Ranggon beternak secara
intensif dan menyediakan hijauan dengan cara cut and carry (dipotong dan
diangkut) kemudian diberikan pada ternak yang berada di kandang. Penyediaan
hijauan pakan dilakukan hampir setiap harinya pada pukul 07.30 12.00 WIB.
Hijauan merupakan hal penting bagi ternak sapi perah, oleh karena itu peternak
harus menyediakan hijauan dalam jumlah yang cukup. Namun tidak semua
peternak memiliki kebun rumput potong. Berdasarkan hasil wawancara kepada
peternak, mayoritas peternak di Pondok Ranggon menggunakan tanaman liar
dalam menyediakan hijauan pakan. Beberapa peternak lainya juga membeli dari
sesama peternak dengan harga Rp5 000 Rp7 000 per ikat (± 25 30 kg).
Tanaman liar diperoleh dari mengarit rumput, legum dan rumbah di sawah,
pekarangan kosong, dan rawa.

Pola Pemberian Pakan Sapi Perah
Pola pemberian pakan terhadap jumlah kepemilikan satuan ternak disajikan
pada Gambar 5. Pemberian hijauan cenderung menurun seiring dengan banyaknya
jumlah kepemilikan satuan ternak. Hal ini disebabkan oleh kurangnya jumlah
hijauan yang diperoleh ketika mengarit sehingga banyaknya hijauan yang didapat
harus dibagi rata kepada setiap ternak. Keterbatasan hijauan membuat peternak
memberikan pakan sapi dengan hasil sampingan industri pangan, seperti ampas
tahu.

14
12
10
8
6
4
2
0
7.5
8
11.5
17.25
18
22.25
25.5
29.25
29.5
35.25
36
36.5
36.75
40
41.5
45.75
46
47
47.5
100.5
107.75
152.25

Pemberian pakan (kg ST-1 hari-1)

11

Jumlah ternak (ST)

Gambar 5 Pola pemberian pakan terhadap jumlah ternak.
Hijauan (BK)
Konsentrat + Ampas tahu (BK)

14
12
10
8
6
4
2
0
6
7
7
8
8
8
8
8.25
9
9
9
10
10
10
10
10
10
10
10
10
11
12.5

Pemberian Pakan (kg ST-1 hari-1)

Pola pemberian pakan terhadap produksi susu disajikan pada Gambar 6.
Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa produksi susu di Peternakan
Sapi Perah Pondok Ranggon mempunyai rata-rata produksi susu sebesar 9.125 ±
1.48 liter hari-1 dimana produksi susu tersebut tergolong rendah. Produksi susu
yang rendah ini disebabkan mutu ternak rendah ataupun makanan yang diberikan
baik kualitas maupun kuantitasnya kurang baik (Sudono et al. 2003)

Produksi Susu (liter ekor-1)

Gambar 6 Pola pemberian pakan terhadap produksi susu
Hijauan (kg)
Konsentrat + Ampas tahu (BK)
Berdasarkan rataan pemberian pakan sapi perah di peternakan pada Tabel 3
dapat dilihat bahwa sebagian besar peternak lebih banyak memberikan ampas tahu
dengan rataan 31.14 ± 5.99 kg ekor-1 hari-1 dibandingkan dengan pemberian
hijauan dengan rataan 14.55 ± 5.18 kg ekor-1 hari-1. Konsentrat diberikan sangat
sedikit dengan rataan 1.29 ± 1.06 kg ekor-1 hari-1.

12
Tabel 3 Rataan pemberian pakan sapi perah di Pondok Ranggon
Bahan pakan
Rumput lapang
Konsentrat
Ampas tahu
Jumlah pemberian
Jumlah kebutuhana

Pemberian (kg ekor-1 hari-1)
Segar
BK
PK
14.55 ± 5.18 3.55 ± 1.26 0.29 ± 0.10
1.29 ± 1.06 1.10 ± 0.90 0.12 ± 0.10
31.14 ± 5.99 4.55 ± 0.87 1.38 ± 0.27
9.20 ± 3.04 1.79 ± 0.47
9.22
1.22

TDN
2.00 ± 0.71
0.84 ± 0.69
3.54 ± 0.68
6.38 ± 2.08
6.30

a

Sumber : Dewayani (2012) dengan perhitungan Sutardi (1981); BK = bahan kering, PK = protein
kasar, TDN = total digestible nutrient.

Pemberian PK dan TDN pakan oleh peternak sebesar 1.79 ± 0.47 dan 6.38 ±
2.08 kg ekor-1 hari-1. Pemberian tersebut diatas jumlah kebutuhan yang diperlukan
sebesar 1.22 dan 6.3 kg ekor-1 hari-1. Pemberian BK pakan di Pondok Ranggon
sebesar 9.20 ± 3.04 kg ekor-1 hari-1. Hasil penelitian Dewayani (2012)
menunjukkan kebutuhan BK dapat dihitung berdasarkan rataan produksi susu 9.28
kg ekor-1 hari-1 dan bobot badan 387.90 kg menurut Sutardi (1981) yaitu sebesar
9.22 kg ekor-1 hari-1. Dilihat dari pemberian pemberian bahan kering pada sapi
perah dengan bobot badan rata-rata 387.90 ternyata hanya 2.37% dari bobot
badan. Konsumsi BK pakan tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan
pendapat Despal et al. (2008) menyatakan bahwa sapi yang berproduksi tinggi
dapat mengkonsumsi BK pakan 3.6 4% bobot hidupnya. Sulitnya memperoleh
hijauan pakan ternak di daerah ini menyebabkan rasio pemberian hijauan dan
konsentrat pada sapi perah dalam bentuk kering hanya sebesar 38.56 : 61.42. Hasil
perbandingan rasio hijauan dan konsentrat ini tidak jauh beda dengan penelitian
Putra (2004) dimana rasio hijauan dan konsentrat 40.85 : 59.15. Menurut Sudono
(1999), untuk memperoleh ransum yang murah dan koefisien cerna yang tinggi
dapat digunakan pakan hijauan sebanyak-banyaknya 60% dari bahan kering dan
sisanya 40% berasal dari konsentrat. Pada musim kemarau peternak kesulitan
mendapatkan hijauan sehingga sebagai gantinya peternak memberikan konsentrat
dalam jumlah lebih banyak.
Moda Penyediaan Hijauan di Pondok Ranggon
Moda penyediaan hijauan di Pondok Ranggon terbagi atas 3 jenis alat
angkut yaitu gerobak, pick-up, dan truk dengan presentase kepemilikan sebesar
gerobak (29%), pick-up (53%), truk (12%) dan becak motor (6%). Manajemen
penyediaan hijauan pakan dilakukan dengan pemberian secara langsung sebagian
hasil mengarit dan sebagian lainnya diberikan keesokan harinya. Peralatan yang
dibawa peternak atau buruh pengarit dalam mencari hijauan antara lain: sepatu
boots, pengikat rumput, dan sabit.
Berdasarkan hasil uji sidik ragam pada Tabel 4, hasil sidik ragam moda
terhadap jumlah tenaga pengarit yang menggunakan truk berbeda nyata (p

Dokumen yang terkait

Peran Guru Sebagai Pengembang Kurikulum Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Di Sdn Pondok Ranggon 04 Pagi Cipayung Jakarta Timur

1 6 83

Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam mencegah kasus perceraian di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cipayung Jakarta Timur

4 36 0

Kondisi Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur

0 7 74

Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tabungan rumah tangga peternak sapi perah (Kasus pada kelompok tani ternak swadaya Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Kodya Jakarta Timur)

0 9 75

Karakteristik Dan Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah Dki Jakarta (Studi Kasus Di Wilayah Kelurahan Pondok Ranggon, Jakarta Timur)

0 8 65

Hubungan antara Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah dengan Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus di Pondok Ranggon, Jakarta Timur)

3 19 119

Analisis efisiensi produksi usaha peternakan sapi perah di kelurahan pondok ranggon kecamatan cipayung jakarta timur

0 5 99

Analisis Keberlanjuan Peternakan Sapi Perah Di Wisata Agro Istana Susu Cibugary Pondok Ranggon Cipayung Jakarta Timur

3 24 66

Analisis Keberlanjutan Dan Peran Kelembagaan Kelompok Tani Sapi Perah Terhadap Pendapatan Anggota Kelompok (Studi Kasus : Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon, Jakarta Timur)

1 21 111

Evaluasi Produksi Susu Melalui Analisis Kurva Laktasi (Studi Kasus di Kelompok Tani Ternak Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon Jakarta Timur)

0 3 51