Gambar 3. Patofisiologi TB-HIV
Dikutip dari 8
GEJALA KLINIK HIV
Gejala klinik HIV merupakan gejala dan tanda infeksi virus akut, keadaan asimptomatis berkepanjangan hinggga
manifestasi AIDS berat. Gejala klinik HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap yaitu :
4
1. Tahap pertama Merupakan tahap infeksi akut. Pada tahap ini muncul
gejala tapi tidak spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah pajanan HIV berupa demam, rasa letih,
nyeri otot dan sendi, nyeri menelan dan pembesaran kelenjar getah bening.
2. Tahap kedua Merupakan tahap asimptomatis. Pada tahap ini gejala
dan keluhan menghilang. Tahap ini berlangsung selama 6 minggu sampai beberapa bulan atau tahun setelah
infeksi tetapi penderita masih normal.
3. Tahap ketiga Merupakan tahap simptomatis. Keluhan penderita lebih
spesifik dengan gradasi sedang sampai berat. Berat badan menurun tetapi tidak sampai 10. Pada selaput mulut
terjadi sariawan berulang, infeksi bakteri pada saluran napas atas, namun penderita dapat melakukan aktifitas
meskipun terganggu. Penderita lebih banyak di tempat tidur.
4. Tahap keempat Merupakan tahap lanjut atau tahap AIDS. Gejala yang
muncul berupa berat badan turun lebih 10, diare lebih 1 bulan, demam yang tidak diketahui penyebabnya
berlangsung selama 1 bulan, kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, TB paru. Penderita hanya berbaring ditempat
tidur lebih dari 12 jam sehari selama sebulan terakhir. Dapat terjadi berbagai macam infeksi berupa
pneumocystis pneumonia, toksoplasmosis otak, penyakit sitomegalovirus, infeksi virus herpes, kandidiosis pada
esofagus, trakea, bronkus, paru, infeksi jamur seperti histoplasmosis. Dapat juga ditemukan keganasan
termasuk keganasan kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi.
Derajat dan berat penyakit ditentukan sesuai ketentuan WHO melalui stadium klinik pada orang dewasa.
Diagnosis AIDS di
Indonesia dibuat bila terdapat uji HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan satu gejala mayor dan satu
gejala minor Tabel 1.
4,5
Berat badan menurun lebih 70 dalam satu bulan.
Diare kronik lebih dari satu bulan Demam lebih 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan saraf Enselopati HIV
Batuk menetap lebih satu bulan Dermatitis generalisata
Herpes zoster berulang Kandidiasis orofaringeal
Herpes simpleks Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin perempuan
Retinitis karena virus sitomegalo
Tabel 1. Gejala mayor dan minor HIV
Gejala Karakteristik
Mayor
Minor
Dikutip dari 8
DIAGNOSIS
Seseorang dengan infeksi HIV, pemeriksaan untuk TB paru termasuk dengan menanyakan tentang kombinasi dari
gejala klinik yang terdapat pada pasien dan tidak hanya menanyakan keluhan batuk saja. Ini seperti terapi dengan
obat anti retrovirus dan terapi preventif dengan izoniazid dapat mulai diberikan pada orang yang tidak ada gejala,
namun pemeriksaan kultur mikobakterium tetap dikerjakan.
16
a Diagnosis of Latent Tuberculosis Infection LTBI Semua pasien yang didiagnosis HIV sebaiknya
diperiksa LTBI. Seseorang dengan hasil pemeriksaan LTBI menunjukkan negatif, infeksi HIV lanjut CD4+ 200 cell
L dan tanpa indikasi pemberian terapi empiris LTBI
seharusnya dilakukan kembali uji LTBI ketika mulai terapi
Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
26
ART dan kadar CD4+ e 200 cell L. Pada umumnya uji rutin
untuk LTBI direkomendasikan untuk orang terinfeksi HIV yang termasuk kategori resiko tinggi untuk berulang atau
terpajan idividu dengan TB paru, orang dengan hidup dengan faktor risiko terinfeksi HIV, pecandu aktif, atau memiliki faktor
risiko sosial demografi untuk TB. Setiap pasien dengan HIV dan uji LTBI positif seharusnya dilakukan foto toraks dan
evaluasi klinik untuk TB aktif.
8
Diagnosis LTBI dapat dilakukan dengan satu atau dua pendekatan. Uji tuberkulin dengan metode Uji Mantoux,
dipertimbangkan positif pada pasien terinfeksi HIV dengan indurasi e” 5 mm yang timbul setelah 48–72 jam setelah
penyuntikan secara intradermal 0,1 mL. Sekarang ini penggunaan metoda in vitro dengan mendeteksi IFN- ”
dilepaskan untuk merespon M. tuberculosis- spesific peptides telah dikembangkan untuk mendiagnosis LTBI.
9
Gambar 4. Diagram alur diagnosis LTBI-HIV
Dikutip dari 10
Penelitian saat ini menyarankan bahwa Interferron Gamma Relation Assay IGRA lebih konsisten dan tinggi
spesifitasnya 92–97 dibandingkan dengan Tuberculin Sensitiviti Ujit TST sebesar 56–95, hubungan korelasi yang
baik akan menggantikan pengukuran terpajannya M. tb dan kurang terjadinya reaksi silang terhadap vaksin Bacillus
Calmette- Guerin BCG atau terpajan nontuberculous mycobacteria lainnya dibandingkan dengan TST.
11,15
Pada keadaan HIV dengan immunosupresi lanjut TST dan IGRAs dapat menunjukkan hasil negatif palsu.
12
Frekuensi terjadinya negatif palsu dan tidak dapat digunakannya hasil
IGRA meningkat secara paralel dengan berlanjutnya imunodefisiensi.
13
Lesi fibrotik yang sesuai dengan TB kadang secara insidental ditemukan pada gambaran foto toraks.
Seseorang dengan lesi fibrotik seharusnya menjalankan uji diagnosis LTBI dan dievaluasi untuk penyakit aktif. Pada
keadaan yang telah diketahui sebelumnya telah mendapat terapi TB secara adekuat, pemeriksaan dahak dan kultur
seharusnya diperiksa walaupun pasien tidak menunjukkan
gejala. Pada pasien HIV dengan CD4+ 200 cell L dengan
lesi fibrotik yang sesuai dengan TB pada gambaran foto t oraks dan t idak ada riwayat t erapi sebaiknya
dipertimbangkan infeksi TB dengan mengabaikan hasil dari uji LTBI. Pada keadaan seperti ini disarankan diberikan terapi
empirik sambil menunggu hasil uji diagnosis lebih lanjut.
14
b Diagnosis TB Paru Aktif Evaluasi dugaan HIV yang berhubungan dengan TB
seharusnya dilakukan pada pemeriksaan foto toraks yang merujuk kepada kemungkinan lokasi anatomi penyakit.
Sampel dari dahak dan kultur seharusnya didapatkan dari pasien dengan gejala paru dan kelainan gambaran foto toraks.
Gambaran normal foto toraks tidak dapat menyingkirkan kemungkinan TB aktif ketika kecurigaan terhadap penyakit
ini tinggi dan sampel dari dahak tetap harus didapatkan. Hasil pengambilan dahak 3 hari lebih disarankan pagi hari
dapat meningkatkan hasil dari hapusan dan kultur. Lebih dari ¼ dari pasien HIV dengan penyakit TB paru menunjukkan
hasil negatif palsu.
12
Serostatus HIV tidak mempengaruhi hasil dari pemeriksaan hapusan dahak dan kultur. Hasil positif lebih
sering didapatkan pada penyakit paru dengan kavitas. Hasil dari pemeriksaan hapusan dahak dan kultur yang berasal
dari spesimen ekstraparu lebih tinggi diantara pasien imunodefisiensi lanjut dibandingkan dengan orang yang tidak
terinfeksi.
16
Uji Nucleic acid amplication NAA, juga disebut Direct Amplification Test dapat langsung diterapkan pada
spesimen klinik seperti dahak dan sangat membantu dalam proses evaluasi pasien dengan hasil hapusan dahak positif.
Hasil positif NAA pada hapusan dahak sangat merefleksikan TB aktif. Pada orang dengan hasil dahak negatif atau
penyakit ekstraparu maka penggunaan NAA harus digunakan dan diinterpretasikan sesuai dengan penyebabnya.
9
Pada pasien dengan tanda TB ekstraparu, aspirasi jarum halus atau biopsi dari lesi kulit, kelenjar limfe, cairan
pleura dan perikardial harus dilakukan. Kultur darah dari mikobakterium dapat membantu pasien dengan tanda
penyebaran penyakit atau perburukan imunodefisiensi. Hasil
27
Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
Test for LTBI e.g., tuberculin test or interferon-
release assay in HIV-infected person
Contact to a case of active tuberculosis
Negative Positive
Chest radiography Clinical evaluation
No Yes
CD4+ T-lymphocyte count 200 No
Yes
Retest for LTBI once ART started
and CD4+ T- lymphocyte
count 200 Treatment for LTBI not
indicated Retest annually if on
going high risk of tuberculosis exposure
endemic area, congregate setting, etc.
No symptoms and normal chest
radiograph Symptoms e.g.,
fever, cough, weight loss OR
abnormal chest radiograph
Evaluate for active tuberculosis obtain samples for AFB smear
and culture Alternative cause
identified for symptoms and abnormal chest
radiograph Active tuberculosis
excluded with negative smears and cultures in
the setting of low suspicion
Moderate to high suspicion or
evidence for active tuberculosis
Initiate four-drug regimen for active
tuberculosis Initiate treatment for LTBI
Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.8
28
positif dahak dari berbagai spesimen dahak, aspirasi jarum halus, biopsi jaringan mewakili beberapa bentuk penyakit
mikobakterium namun tidak selalu TB.
16
Tujuan utama algoritma diagnosis adalah membantu keputusan klinik di daerah dengan prevalensi HIV tinggi dan
mengurangi angka kesalahan diagnotik dan kematian. Algoritma akan memberikan efek yang signifikan pada
diagnosis TB paru dengan HIVAIDS dan akan membantu penanganannya secara terintegrasi. Algoritma digunakan
pada pasien dewasa dengan keluhan batuk selama 2–3 minggu dan berdasarkan kondisi pasien.
19
Diagram alur diagnosis pasien TB dengan HIV+ pada pasien rawat jalan
Dikutip dari 19
Pada pasien dengan sakit berat perlu segera dirujuk ke pusat rujukan atau yang memiliki fasilitas lebih lengkap.
Apabila tindakan rujukan tidak dapat dilakukan segera maka pemberian antibiotik spektrum luas segera diberikan dan
pemeriksaan dahak segera dikerjakan. Apabila hasil pemeriksaan HIV negatif, gejala klinik HIV kurang nyata dan
apabila daerah tersebut tidak termasuk kedalam prevalensi HIV yang tinggi maka dilanjutkan penegakan diagnosis sesuai
dengan pedoman yang berlaku. Apabila gejala klinik dan pasien berasal dari wilayah dengan prevalensi HIV tinggi
maka penegakan diagnosis sesuai algoritma Gambar 4.
19
Diagram alur diagnosis pasien TB dengan HIV+ dengan kondisi jelek
Dikutip dari 19
GEJALA KLINIK TB- HIV
Individu yang terinfeksi HIV pada TB paru aktif sangat dipengaruhi oleh derajat imunodefisiensi.
6
Pada pasien terinfeksi
HIV dengan CD4+ 350 cell L gejala klinik TB sesuai dengan
pasien TB tanpa HIV.
7
Gejala mayor terbatas pada paru dan biasanya gambaran foto toraks lobus atas berupa gambaran
infiltrat fibronodular dengan atau tanpa kavitas.
8
Gejala ekstraparu lebih sering timbul pada pasien HIV dibandingkan
pada pasien yang tidak terinfeksi HIV, walaupun manifestasi klinik antara pasien terinfeksi HIV dengan tidak terinfeksi HIV
tidak secara substantial berbeda. Pada HIV stadium lanjut gambaran foto toraks pada pasien TB paru berbeda dibandingkan
dengan pasien dengan derajat keparahan imunosupresi lebih rendah. Pada lobus bawah, lobus tengah, gambaran infiltrat
milier lebih biasa dan kavitas lebih jarang. Limfadenopati mediastinum juga dapat ditemukan. Walaupun dengan
gambaran foto toraks normal, pasien terinfeksi HIV dan TB paru dapat memberikan hasil dahak yang positif dan hasil kultur.
8
Peningkatan derajat imunodefisiensi, TB ekstraparu limfadenitis, pleuritis, pericarditis dan meningitis dengan atau
tanpa keterlibatan paru ditemukan pada gejala mayor dengan
jumlah CD4+ 200 cell L. Pada beberapa pasien TB dapat
menjadi penyakit sistemik yang berat dengan demam tinggi, progresif, dan sindoma sepsis. Penemuan histopatologi juga
dipengaruhi oleh derajat imunodefisiensi. Pasien dengan fungsi relatif imun terdapat tipikal inflamasi granulomatosa yang
diasosiasikan dengan penyakit TB. Pada pasien dengan imunodefisiensi berat dan kadar mikobakterium yang tinggi,
penyakit TB dapat menjadi subklinik atau oligoasimptomatis.
8
Gejala klinik TB paru pada pasien dengan HIV tergantung dari derajat imunosupresi sebagai hasil dari infeksi HIV. Pasien
Ambulatory patient with cough 2-3 weeks and no danger signs
a
CXR
g
Sputum AFB and culture
g
Clinical assessment
g
TB likely
1
st
v is
it 2
n d
v is
it 3
rd
v is
it 4
th
v is
it
AFB HIV test
b
HIV+ or status unknown
c
Treat for TB CPT
d
HIV assessment
f
AFB-positive
d
AFB-negative
d
TB unlikely Treat for bacterial infection
h
HIV assessment
f
CTP
e
Treat for PCP
i
HIV assessment
f
Response
j
Response
j
Reassess for TB No or partial response
Start TB treatment Complete antibiotics
Refer for HIV and tuberculosis care
Seriously III patient with cough 2-3 weeks and danger signs
a
Referral to higher level facility
Immediate referral not possible
Parenteral antibiotic treatment for bacterial infection
b,d
Sputum AFB and culture
b
HIV test
b,c
CXR
b
Parenteral antibiotic treatment for bacterial infection
b,d
Consider treatment for PCP
e
Sputum AFB and culture
b
HIV test
b,c
HIV+ or unknow
f
AFB-positive
g
AFB-negative
g
No tuberculosis
Treat tuberculosis
Improvement after 3-5 days
No Improvement after 3-5 days
Reassess for other HIV-related disease
Reassess for tuberculosis
h
TB unlikely
dengan kadar CD4 200mm
3
lebih sering memberikan manifestasi TB paru dibandingkan dengan ekstraparu. Pada
pasien ini gambaran foto toraks akan seperti pada orang dengan HIV negatif. Hasil pemeriksaan dahak lebih sering
memberikan hasil positif. Keadaan imunodefisensi yang semakin berat akan membuat gejala ekstraparu semakin
menjadi lebih sering Tabel 2.
8
Tabel 2. Gejala klinik pada pasien TB- HIV
TB paru : TB ekstraparu Gejala klinik
Foto toraks ·
Intratoraks limfadenopati
·
Lobus bawah Kavitas
Alergi tuberculin Pemeriksaan dahak
Reaksi obat Kambuh setelah
pengobatan
50:50 Sering seperti
TB primer
Sering Sering
Jarang Sering
Jarang Sering
Sering
80:20 Sering seperti
TB post primer
Jarang Jarang
Sering Jarang
Sering Jarang
Jarang
karakteristik Late
HIV Infection Early
HIV Infection
Dikutip dari 8
KESIMPULAN
1. Penyebab kematian terbesar pada AIDS adalah TB paru. 2. Orang dengan TLBI sesuai dengan definisi tidak
memberikan gejala asimptomatis. 3. Pada penderita HIV dengan dicurigai TB maka harus
ditanyakan gejala lainnya tidak hanya batuk saja. 4. Pemeriksaan penunjang dengan IGRA dan TST sering
menunjukkan negatif palsu. 5. Hasil pemeriksaan dahak TB paru dari pasien HIV
menunjukkan hasil ¼- nya adalah negatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Centers for Disease Control and Prevention CDC, American