Faktor Pembentuk Kepribadian Pembentukan Kepribadian

111 Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian

3. Tahap Perkembangan Kepribadian

Dalam masyarakat terdapat sopan santun yang harus dipatuhi oleh semua anggota masyarakat. Tidak terkecuali dirimu. Misalnya, etika berbicara dengan orang yang lebih tua. Bagaimana sikapmu saat berbicara dengan orang yang lebih tua? Sekarang, siapakah yang pertama kali mengajarimu bersikap semacam itu? Ya, ayah dan ibumu. Beliaulah yang pertama kali mendidik kalian bersikap sopan saat berinteraksi dengan orang lain. Kalian pun belajar berbagai nilai sosial dan norma sosial dari anggota keluarga lainnya. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa lingkungan keluarga merupakan tahap pertama sosialisasi yang dijalani individu. Sosialisasi tidak berhenti hanya di lingkungan keluarga. Ketika kalian mulai memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, proses sosialisasi itu terus berlanjut. Saat berinteraksi dengan tetangga, kalian belajar nilai sosial dan norma sosial baru. Demikian pula ketika kalian masuk lingkungan sekolah. Di sana kalian tidak hanya bertemu dengan bapakibu guru saja, tetapi juga dengan teman- teman sebaya yang berpengaruh besar pula dalam pembentukan kepribadianmu. Setelah melewati masa sekolah, kalian akan memasuki lingkungan kerja. Di sini kepribadianmu akan terus berkembang. Jadi, proses sosialisasi berlangsung terus-menerus tanpa henti. Setiap memasuki lingkungan pergaulan baru, individu menemukan nilai sosial dan norma sosial yang baru. Timbul dorongan-dorongan yang membuat individu berusaha menyesuaikan diri dan mematuhi norma sosial yang berlaku di sana.

4. Teori Perkembangan Kepribadian

a. Pemikiran Charles H. Cooley

Beberapa pemikir telah menyumbangkan pemikirannya berkenaan dengan perkembangan kepribadian. Di antara teori-teori perkembangan kepribadian itu diungkapkan oleh Charles H. Cooley dengan ’Cermin Diri’ Kamanto Sunarto, 2000. Setiap orang menggambarkan dirinya sendiri sesuai dengan pandangan orang lain terhadap orang tersebut. Misalnya, ada orang tua yang mengatakan bahwa anak laki-lakinya itu pandai. Jika hal itu diulangi secara konsisten oleh orang-orang yang berbeda, maka anak laki-laki itu akan merasa dan bertindak sebagai seorang yang pandai. Teori ini didasarkan pada analogi orang bercermin, bayangan yang tampak pada cermin adalah gambaran diri seseorang yang terlihat oleh orang lain. Sering gambaran diri tidak berkaitan dengan fakta-fakta objektif. Misalnya, seorang gadis yang sebenarnya tidak cantik, tetapi dielu- elukan sebagai gadis yang cantik, maka dia akan yakin bahwa dirinya cantik. Atau seorang anak yang hanya sesekali berbuat nakal, kemudian diolok-olok oleh banyak orang sebagai anak nakal, Sumber: When Others Care for Your Child, 1987 Gambar 4.8 Individu menjalani tahap pertama sosialisasi di dalam lingkungan keluarga. 112 Sosiologi Kelas X maka anak tersebut akan merasa dirinya nakal. Jadi, melalui tanggapan orang lainlah seseorang menentukan jati dirinya sebagai juara, pecundang, tampan, pintar, cantik, atau lainnya. Ada tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri. Pertama, imajinasi tentang pandangan orang lain terhadap diri seseorang, misal- nya kamu merasa telah berpakaian yang rapi dan sopan saat berangkat ke sekolah. Kedua, imajinasi tentang penilaian orang lain terhadap sesuatu yang terdapat pada diri seseorang. Misalnya, mengenai pakai- an yang dikomentari kurang bersih, kurang rapi. Atau sikapmu yang dikatakan tidak sopan atau ugal-ugalan. Ketiga, perasaan seseorang tentang penilaian-penilaian itu, seperti bangga, kecewa, gembira, atau rendah diri. Semua itu timbul sebagai akibat imajinasi diri sendiri sehubungan dengan pengungkapan seseorang terhadap komentar orang lain yang ditujukan kepadanya.

b. Pemikiran George Herbert Mead

Perkembangan kepribadian juga menarik perhatian George Herbert Mead Kamanto Sunarto, 2000. Dalam pemikiran George Herbert Mead, manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia akan berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut George Herbert Mead pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui beberapa tahap, yaitu tahap play stage, tahap game stage, dan tahap generalized other. Agar kalian mendapat penjelasan mengenai setiap tahap tersebut, pahamilah paparan berikut. 1 Tahap play stage. Seorang anak kecil mulai belajar mengambil peran orang yang berada di sekitarnya. Ia mulai menirukan peran yang dijalankan orang tuanya atau peran orang dewasa lain yang sering berinteraksi dengannya. Wujud peniruan itu misalnya anak kecil menirukan peran yang dijalankan ayah, ibu, kakak, nenek, polisi, dokter, tukang pos, sopir, dan lain-lain. Namun, pada tahap ini sang anak belum memahami alasan melakukan tindakan dan makna tindakan tadi. Anak itu dapat meniru tindakan seorang dokter, misalnya, tetapi dia tidak memahami alasan dokter menyuntik pasien, serta makna tindakan menyuntik itu. 2 Tahap game stage. Pada tahap ini, seorang anak mengetahui peran yang harus dijalankannya serta mengetahui peran yang harus dijalankan oleh orang lain yang berinteraksi dengannya. Hal ini tampak dalam suatu pertandingan. Seorang anak yang bermain sebagai penjaga gawang sepak bola, misalnya. Dia mengetahui tindakan yang harus dilakukannya serta tindakan para pemain lain, wasit, penjaga garis, dan sebagainya. 3 Tahap generalized stage. Semula anak hanya berinte- raksi dengan sejumlah kecil orang, terutama anggota keluarga. George Herbert Mead menyebut orang yang penting dalam proses sosialisasi ini sebagai signifi- cant others. Pada tahap ketiga ini, seseorang dianggap telah mampu mengambil peran-peran yang dijalankan Sumber: Solopos, 24 September 2006 Gambar 4.9 Ketika bermain bola, setiap anak mengetahui perannya dan peran orang lain.