Pendugaan Potensi Simpanan Biomasa dan Karbon dari Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Indramayu

PENDUGAAN POTENSI SIMPANAN BIOMASA DAN KARBON
DARI TEGAKAN JATI (Tectona grandis) TIDAK TERBAKAR DAN
PASCA KEBAKARAN PERMUKAAN DI KPH INDRAMAYU

TRY YESI SIPAYUNG

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Potensi
Simpanan Biomasa dan Karbon dari Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak
Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Indramayu adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Try Yesi Sipayung
NIM E44100004

ABSTRAK
TRY YESI SIPAYUNG. Pendugaan Potensi Simpanan Biomasa dan Karbon dari
Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan
di KPH Indramayu. Dibimbing oleh ATI DWI NURHAYATI dan DADAN
MULYANA.
Dampak negatif dari kebakaran hutan bagi lingkungan yang semakin
dirasakan adalah pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim karena
meningkatnya konsentrasi karbon di udara. Pengukuran potensi simpanan karbon
yang terkandung pada suatu tegakan hutan merupakan salah satu aspek yang
penting untuk mengetahui jumlah karbon yang terkandung di dalamnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menduga dan membandingkan simpanan karbon
yang ada di tegakan jati tidak terbakar dan pasca kebakaran permukaan.
Pengukuran biomasa tegakan dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan

volume sedangkan untuk tumbuhan bawah dan serasah menggunakan metode
destruktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi biomasa di petak pasca
terbakar sebesar 46.34 ton/ha lebih besar dari petak tidak terbakar sebesar 41.39
ton/ha. Hasil pendugaan potensi simpanan karbon berbanding lurus dengan
potensi biomasa. Simpanan karbon pada petak pasca terbakar yaitu 23.17 tonC/ha
dan pada petak tidak terbakar 20.69 tonC/ha.
Kata kunci: biomassa, kebakaran hutan, simpanan karbon, tegakan jati

ABSTRACT
TRY YESI SIPAYUNG. Estimation Of Biomass and Carbon Storage Potency Of
Unburned and Post Fire Surface Jati (Tectona grandis) Stand In KPH Indramayu.
Supervised by ATI DWI NURHAYATI and DADAN MULYANA.
Global warming is the one of forest fires impact in environments. Global
warming have impact to make climate changed because the concentration of
carbon have increased in the air. The measurement of carbon storage in the forest
is the one of important aspect to know the total of carbon. This research aims to
estimate and compare carbon storage in the standing teak that unburned and post
fire surface. The measurement of standing biomass used the approach volume
method while undergrowth and litter used destructive method. The result show
that the biomass potency in surface fires area is 46.34 tons/ha is bigger than

unburned area is 41.39 tons/ha. Estimation of potency of carbon storage is
proportional to the biomass potency. Carbon storage in surface fires area is 23.17
tonsC/ha and in unburned area is 20.69 tonsC/ha.
Key words: biomass, carbon storage, forest fires, standing teak

PENDUGAAN POTENSI SIMPANAN BIOMASA DAN KARBON
DARI TEGAKAN JATI (Tectona grandis) TIDAK TERBAKAR DAN
PASCA KEBAKARAN PERMUKAAN DI KPH INDRAMAYU

TRY YESI SIPAYUNG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pendugaan Potensi Simpanan Biomasa dan Karbon dari Tegakan
Jati (Tectona grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran
Permukaan di KPH Indramayu
Nama
: Try Yesi Sipayung
NIM
: E44100004

Disetujui oleh

Ati Dwi Nurhayati SHut, MSi
Pembimbing I

Dadan Mulyana SHut, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 sampai Agustus 2014 ini ialah
Pendugaan Potensi Simpanan Biomasa dan Karbon dari Tegakan Jati (Tectona
grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Indramayu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ati Dwi Nurhayati SHut, MSi dan
Bapak Dadan Mulyana SHut, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan saran dan arahan, serta Bapak Dr Ujang Suwarna SHut, MScF dan
Bapak Dr Ir Iwan Hilwan, MS yang telah memberikan saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Agus Yulianto SHut selaku
Administratur KPH Indramayu beserta seluruh jajaran yang telah membantu
kelancaran pelaksanaan penelitian, Bapak Darto beserta keluarga yang telah
membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih tak

terhingga saya sampaikan kepada bapak, mamak, kakak dan adik tercinta atas
kasih sayang dan doa yang tak henti-hentinya, serta seluruh keluarga atas segala
doa dan kasih sayangnya. Dan yang terakhir saya ucapkan terima kasih kepada
teman-teman Silvikultur 47 khususnya Novita Sidabutar, Dwi Wahyuni, Anisah
Fitri A, Nur Eliya F, Faridah Lestari dan Anggia yang membantu penelitian saya,
serta Nia Sembiring, Dewi Butar dan Wulan Samosir atas bantuan, semangat, dan
keceriaan yang diberikan dalam penyusunan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Try Yesi Sipayung

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2


Kebakaran Hutan dan Proses Terjadinya

2

Tipe Kebakaran Hutan

2

Kadar Air Bahan Bakar

3

Biomasa

4

Pengukuran Biomasa

4


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biomasa

6

Karbon

6

Jati (Tectona grandis L.f.)

7

METODE PENELITIAN

8

Waktu dan Lokasi

8


Alat dan Bahan

8

Metode Kerja

8

Prosedur Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

19

Kondisi Umum Lokasi

10


Potensi Volume Tegakan Jati Tidak Terbakar dan Pasca Terbakar

12

Potensi Biomasa dan Karbon Tegakan

13

Potensi Biomasa dan Karbon Tumbuhan Bawah

13

Potensi Biomasa dan Karbon Serasah

14

Potensi Biomasa dan Karbon Total di Atas Permukaan

15

SIMPULAN DAN SARAN

16

DAFTAR PUSTAKA

16

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1 Potensi volume tegakan Jati (Tectona grandis) umur 5 tahun di areal
pasca kebakaran dan tidak terbakar, KPH Indramayu
2 Potensi biomasa dan karbon total di atas permukaan

12
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Prinsip segitiga api
Desain plot penelitian
Peta wilayah KPH Indramayu
Kondisi tegakan jati tidak terbakar (a) dan tegakan jati pasca kebakaran
permukaan (b)
5 Potensi biomasa dan karbon tegakan jati
6 Potensi biomasa dan karbon tumbuhan bawah
7 Potensi biomasa dan karbon serasah

2
8
11
12
13
14
14

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan Indonesia merupakan potensi sumberdaya alam yang mempunyai
manfaat besar bagi kehidupan manusia baik secara ekologi, ekonomi maupun
sosial budaya. Pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang tepat serta berkelanjutan
sangat penting sehingga keberadaan dan fungsinya akan tetap lestari. Namun dari
waktu ke waktu luas hutan di permukaan bumi ini mengalami penurunan,
khususnya di Indonesia. Kebakaran hutan di Indonesia merupakan salah satu
penyebab berkurangnya luas hutan di Indonesia. Dampak negatif dari kebakaran
hutan bagi lingkungan yang semakin dirasakan yaitu peristiwa pemanasan global
yang menyebabkan perubahan iklim.
Kebakaran yang terjadi menyebabkan sejumlah biomasa hilang, sedangkan
salah satu unsur pembentuk biomasa adalah karbon. Pembakaran atau kebakaran
yang terjadi dapat melepaskan sejumlah karbon tersimpan sehingga simpanan
karbon dalam hutan berkurang. Disamping itu juga dapat menyebabkan terjadinya
pelepasan karbon yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi karbon di udara,
sehingga menimbulkan pemanasan global sebagai akibat dari efek gas rumah kaca
yang dapat membahayakan kelangsungan hidup di muka bumi (Salim 2005).
Mengingat pentingnya vegetasi di dalam hutan yang berfungsi sebagai penyimpan
karbon, maka kebakaran hutan dan lahan harus dicegah agar tidak menambah
jumlah pelepasan karbon ke atmosfer yang dapat meningkatkan pemanasan global.
Dengan demikian keberadaan hutan sangat penting sebagai penyimpan
karbon, sehingga harus dilestarikan dan dikelola secara bijaksana. Penelitian
tentang potensi simpanan karbon yang terkandung pada suatu tegakan hutan,
merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui jumlah karbon yang
terkandung di dalamnya.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menduga potensi karbon yang tersimpan pada
tegakan Jati (Tectona grandis) tidak terbakar dan pasca kebakaran permukaan di
KPH Indramayu Perum Perhutani Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pihak Perhutani mengenai potensi simpanan karbon yang terkandung pada
tegakan Jati (Tectona grandis) tidak terbakar dan pasca terbakar, sehingga
diharapkan nantinya tercapai pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kebakaran Hutan dan Proses Terjadinya
Kebakaran hutan adalah pembakaran yang tidak tertahan dan menjalar
secara bebas, yang mengkonsumsi bahan bakar yang ada di hutan terdiri dari
serasah, rumput, cabang pohon yang sudah mati, batang kayu, tunggak, daundaunan dan pohon-pohon yang masih hidup. Ciri penting dari kebakaran hutan
adalah sifatnya yang tidak tertekan dan bebas menjalar ke semua arah (free
burning). Tiga komponen utama pembentuk api yang menyebabkan terjadinya
kebakaran hutan. Pertama, tersedianya bahan bakar yang dapat terbakar. Kedua,
panas yang cukup untuk meningkatkan temperatur sehingga mencapai titik nyala.
Ketiga, suplai oksigen yang cukup untuk menjaga kelangsungan proses
pembakaran. Ketiga komponen tersebut membentuk segitiga api atau fire
fundamental triangle (Brown dan Davis 1973).
Proses kebakaran pada dasarnya sama dengan formasi atau terjadinya
kebakaran yaitu bahan bakar, oksigen, dan sumber panas dimana kombinasi dari
ketiga elemen tersebut merupakan unsur-unsur yang saling terkait terjadinya api
atau yang sering disebut dengan segitiga api (fire triangle) yang digambarkan
sebagai berikut :

Bahan bakar

Panas
API

Oksigen
Gambar 1 Prinsip segitiga api
Menurut Saharjo (2003) pembakaran terjadi melalui dua proses, yaitu
proses kimia dan fisika. Proses ini berlangsung cepat memisahkan jaringan
jaringan tanaman menjadi unsur kimia, diiringi dengan pelepasan energi panas.
Sebagai salah satu reaksi kimia, proses ini berlawanan dengan proses
pembentukan bagian-bagian tanaman melalui proses fotosintesis.
Proses Fotosintesis :
6CO2 + 6H2O + Energi matahari
Proses Pembakaran :
C6H12O6 + 6O2 + Energi (api)

C6H12O6 + 6O2
6CO2 + 6H2O + panas (Energi)

Tipe Kebakaran Hutan
Brown dan Davis (1973) mengklasifikasikan kebakaran hutan berdasarkan
tipe bahan bakar menurut sebaran vertikal, yaitu :

3

1. Kebakaran bawah (Ground Fire)
Tipe kebakaran ini biasanya mengkonsumsi bahan bakar berupa material
organik yang terdapat di bawah permukaan tanah atau lantai hutan. Kebakaran
bawah ini sangat sukar dideteksi dan berjalan lambat sekali karena tidak
dipengaruhi oleh kecepatan angin. Tanda bahwa areal tersebut terbakar adalah
adanya asap putih yang keluar dari bawah permukaan tanah. Karena berada di
bawah permukaan tanah, maka banyak pohon mati karena akarnya hangus
terbakar. Kebakaran ini biasanya berkombinasi dengan kebakaran permukaan.
2. Kebakaran permukaan (Surface Fire)
Kebakaran tipe ini mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di lantai
hutan, baik berupa serasah, jatuhan ranting, kayu yang bergelimpangan di lantai
hutan, tumbuhan bawah, dan sebagainya yang berada di bawah tajuk pohon dan di
atas permukaan tanah. Kebakaran tipe ini adalah yang paling sering terjadi di
dalam tegakan hutan sekunder dan hutan alam, terkecuali di daerah rawa gambut.
Kebakaran permukaan ini biasanya merupakan langkah awal menuju kebakaran
tajuk, dengan cara terbakarnya tanaman pemanjat yang menghubungkan sampai
ke tajuk pohon atau akibat api loncat yang mencapai tajuk pohon.
3. Kebakaran tajuk (Crown Fire)
Kebakaran tajuk biasanya bergerak dari satu tajuk ke tajuk pohon lainnya
dengan cara mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di tajuk pohon tersebut
baik berupa daun, cangkang biji, ranting bagian atas pohon, dan sebagainya.
Kebakaran ini biasanya bermula dari adanya api lompat yang berasal dari tajuk
tumbuhan bawah/semak yang terbakar atau karena adanya tumbuhan epifit/liana
sepanjang batang pohon yang terbakar, kulit pohon yang berminyak atau karena
pemanasan permukaan.

Kadar Air Bahan Bakar
Kadar air bahan bakar mempengaruhi terjadinya suatu peristiwa kebakaran
hutan. Tidak akan ada api tanpa adanya suatu bahan bakar yang dapat terbakar
dan tidak akan mampu bahan bakar untuk terbakar bila kadar airnya cukup tinggi
(Brown and Davis 1973). Kadar air bahan bakar adalah jumlah kandungan air
dalam bahan bakar yang dinyatakan dalam persentase berat air terhadap berat
kering oven bahan bakar (Chandler et al. 1983).
Menurut Fuller (1991) kadar air bahan bakar dipengaruhi oleh ukurannya.
Bahan bakar yang berukuran kecil dan kering akan menyerap air lebih cepat
daripada bahan bakar yang besar. Setelah terjadi hujan, persentase kadar air bahan
bakar menurun drastis dibanding saat awal, derajatnya turun dan akhirnya
seimbang dengan lingkungan sekitarnya. Namun berdasarkan kenyataan, bahan
bakar tidak akan pernah mencapai keseimbangan karena tingkat kadar air selalu
berubah berdasarkan perubahan suhu, kelembaban dan sinar matahari.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air bahan bakar
diantaranya yaitu :
a. Hujan
Presipitasi penting dalam mempengaruhi kandungan air bahan bakar.
Menurut Chandler et al. (1983) presipitasi telah dipertimbangkan dengan baik,

4

tetapi jumlah air yang sampai ke bahan bakar mati, yang jatuh pada permukaan
tanah, akan menjadi berkurang.
b. Kelembaban udara
Kadar air dipengaruhi oleh kelembaban udara. Bila kelembaban udara
meningkat, kadar air bahan bakar akan meningkat, dan sebaliknya bila
kelembaban udara menurun, kadar air bahan bakar juga menurun. Suhu udara dan
angin merupakan faktor iklim yang mempengaruhi kelembaban udara (RH) dan
juga mempengaruhi proses penyalaan api.
c. Temperatur atau suhu
Kadar air bahan bakar hutan juga dipengaruhi oleh suhu. Adapun
hubungan ini berbanding terbalik dengan kadar air tersebut, semakin tinggi suhu
suatu tempat maka semakin rendah kadar air yang terkandung pada suatu bahan
bakar hutan. Begitu pun sebaliknya semakin rendah suhu maka semakin besar
kadar air bahan bakar tersebut.
d. Angin
Angin merupakan variabel paling penting dari faktor iklim yang
mempengaruhi kebakaran hutan. Angin berperan dalam proses pelepasan kadar air
bahan bakar, dimana angin membantu pengeringan bahan bakar melalui evaporasi.
Menurut Chandler et al. (1983) angin membantu dan meningkatkan pembakaran
dengan menjamin ketersediaan oksigen secara kontinu melalui tiupan angin.

Biomasa
Biomasa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas
tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama dan kulit yang
dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area.
Biomasa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara
dan mengubah zat tertentu menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis.
Laju pengikatan biomasa tersebut disebut produktivitas primer bruto. Hal ini
tergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran,
suhu, dan ciri-ciri jenis tumbuhan masing-masing. Sisa dari hasil respirasi yang
dilakukan tumbuhan disebut produktivitas primer bersih.
Biomasa hutan menyediakan penaksiran gudang karbon dalam tumbuhan
hutan karena sekitar 50% nya adalah karbon. Biomasa menunjukkan jumlah
potensial karbon yang dapat dilepas ke atmosfer sebagai karbondioksida ketika
hutan ditebang dan atau dibakar. Sebaliknya, melalui penaksiran dapat dilakukan
perhitungan jumlah karbondioksida yang dapat dipindahkan dari atmosfer dengan
cara melakukan reboisasi atau dengan penanaman (Brown 1997).

Pengukuran Biomasa
Berdasarkan cara perolehan data, Brown (1997) mengemukakan ada dua
pendekatan yang digunakan untuk menduga biomasa dari pohon, yakni pertama
berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian
diubah menjadi kerapatan biomasa (ton/ha). Pendekatan kedua secara langsung

5

dengan menggunakan persamaan regresi biomasa. Pendugaan biomasa pada
pendekatan pertama menggunakan persamaan :
Biomasa di atas tanah = VOB x WD x BEF
Volume Over Break (VOB) menyatakan volume batang bebas cabang
dengan kulit (m3/ha). Wood Density (WD) adalah kerapatan kayu (biomasa kering
oven (ton) dibagi volume biomasa inventarisasi (m3). Biomass Expansion Factor
(BEF) adalah perbandingan total biomasa pohon kering oven di atas dengan
biomasa kering oven hasil inventarisasi hutan.
Pendugaan biomasa dengan pendekatan kedua menggunakan persamaan
regresi biomasa berdasarkan diameter batang pohon dengan persamaan :
Biomasa di atas tanah (Y) = a Db. Dasar dari persamaan regresi biomasa adalah
hanya mendekati biomasa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter. Dengan
menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan
(total) seluruh pohon untuk kelas diameter.
Chapman (1976), mengelompokkan metode pendugaan biomasa di atas
tanah ke dalam dua golongan, yaitu :
1. Metode Pemanenan
a. Metode pemanenan individu tanaman
Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan tumbuhan/pohon
cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. Nilai total
biomasa diperoleh dengan menjumlahkan biomasa seluruh individu dalam
suatu unit area tertentu.
b. Metode pemanenan kuadrat
Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit
area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomasa diperoleh dengan
mengkonversi berat bahan organik yang dipanen di dalam suatu area tertentu.
c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar ratarata
Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran individu
seragam. Pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan rata-rata diameternya
dan kemudian menimbangnya. Nilai total biomasa diperoleh dengan
menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditimbang
dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area tertentu atau jumlah
berat dari semua pohon contoh yang digandakan dengan rasio antara luas
bidang dasar dari pohon dalam suatu unit area dengan jumlah luas bidang
dasar dari semua pohon contoh.
2. Metode Pendugaan Tidak Langsung
a. Metode hubungan allometrik
Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik
antara dimensi pohon dengan biomasanya. Untuk membuat persamaan
allometrik, pohon-pohon yang mewakili kelas diameter ditebang dan
ditimbang. Nilai total biomasa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat
individu pohon dalam suatu unit area contoh tertentu.
b. Crop Meter
Pendugaan biomasa dengan metode ini dilakukan dengan cara
menggunakan seperangkat peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya
diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Biomasa tumbuhan

6

antara kedua elektroda dipantau dengan memperhatikan
capacitance yang dihasilkan alat tersebut.

electrical

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biomasa
Biomasa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah
perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan. Faktor iklim, seperti
curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan
biomasa pohon. Suhu tersebut berdampak pada proses biologi dalam pengambilan
karbon oleh tanaman dan penggunaan karbon dalam aktivitas dekomposer. Makin
tinggi suhu udara akan menyebabkan kelembaban udara relatif semakin berkurang.
Kelembaban udara relatif bisa mempengaruhi laju fotosintesis. Hal ini disebabkan
udara relatif yang tinggi akan memiliki tekanan udara uap air parsial yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tekanan udara parsial CO2 akan memudahkan uap air
berdifusi melalui stomata. Akibat selanjutnya adalah laju fotosintesis akan
menurun. Semakin tua tanaman maka jumlah daunnya lebih banyak sehingga
proses fotosintesis akan lebih besar atau dengan kata lain penyerapan CO2 oleh
daun dari udara akan semakin besar (Irawan 2009).

Karbon
Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik.
Pergerakannya dalam suatu ekosistem bersamaan dengan pergerakan energi
melalui zat kimia lain; karbohidrat, dihasilkan selama fotosintesis dan CO2
dibebaskan bersama energi selama respirasi. Dalam siklus karbon, proses timbal
balik fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu hubungan antara
lingkungan atmosfer dan lingkungan terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon,
dalam bentuk CO2 dari atmosfer melalui stomata daunnya dan
menggabungkannya ke dalam bahan organik biomasanya sendiri melalui proses
fotosintesis. Sejumlah bahan organik tersebut kemudian menjadi sumber karbon
bagi konsumen. Respirasi oleh semua organisme mengembalikan CO2 ke atmosfer.
Meskipun CO2 terdapat di atmosfer dengan konsentrasinya yang relatif
rendah (sekitar 0.03%), karbon bersiklus ulang dengan laju yang relatif cepat,
karena tumbuhan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan gas ini. Setiap tahun,
tumbuhan mengeluarkan sekitar sepertujuh dari keseluruhan CO2 yang terdapat di
atmosfer; jumlah ini kira-kira diseimbangkan melalui respirasi. Sejumlah karbon
bisa dipindahkan dari siklus tersebut dalam waktu yang lebih lama. Hal ini terjadi
misalnya, ketika karbon terakumulasi di dalam kayu dan bahan organik yang
tahan lama lainnya. Perombakan metabolik oleh detrivora akhirnya mendaur
ulang karbon ke atmosfer sebagai CO2 meskipun api dapat mengoksidasi bahan
organik seperti itu menjadi CO2 jauh lebih cepat.
Pada ekosisitem daratan, C (karbon) tersimpan dalam 3 komponen pokok
(Hairiah dan Rahayu 2007), yaitu :
● Biomasa yaitu massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon,
tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim.

7

● Nekromassa yaitu massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih
tegak di lahan, atau telah tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau
ranting dan daun-daunan gugur (serasah) yang belum terlapuk.
● Bahan organik tanah yaitu sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia)
yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah
menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.
Biomasa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi
hutan, oleh karena 50% dari biomasa adalah karbon. Biomasa diukur dari biomasa
di atas permukaan tanah dan biomasa di bawah permukaan tanah, dari bagian
tumbuhan yang hidup, semak dan serasah (Brown dan Gaston 1996 dalam Salim
2005).

Jati (Tectona grandis L.f.)
Tanaman Jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad
ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual
tinggi. Jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis tanaman yang
memiliki kayu bernilai ekonomis tinggi dan serbaguna.
Jati termasuk famili Verbenaceae. Di Indonesia Jati dikenal dengan nama
yang berbeda-beda, diantaranya deleg, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, dan
kulidawa. Di negara lain Jati dikenal dengan nama giati (Venezuela), teak (Birma,
India, Thailand, USA, Jerman), teck (Perancis), dan tea (Brazil) (Martawijaya et
al. 2005).
Menurut Sumarna (2011) bahwa dalam sistem taksonomi, tanaman Jati
mempunyai penggolongan sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Verbenales
Famili
: Verbenaceae
Genus
: Tectona
Spesies
: Tectona grandis L.f.
Jati merupakan tumbuhan asli India, Burma, Thailand, dan Vietnam serta
menyebar di Jawa dan beberapa pulau di Indonesia. Ada indikasi jati dikenal ke
pulau Jawa sekitar 400–600 tahun yang lalu. Di Indonesia sendiri sampai akhir
tahun 90-an, luas hutan jati di Pulau Jawa tercatat sekitar 1 069 712 ha (Sumarna
2011).
Jati tumbuh baik di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah
hujan C sampai F, jumlah hujan rata-rata 1 200–2 000 mm/tahun dan ketinggian
tempat sampai 700 mdpl. Jati dapat tumbuh pada berbagai macam formasi geologi
dan tidak terikat pada satu jenis tanah tertentu, tetapi memerlukan tanah yang
berdrainase baik dan beraerasi cukup. Pada tanah-tanah yang dangkal, padat, serta
becek pertumbuhannya kurang baik dan mudah terserang hama penyakit
(Martawijaya et al. 2005).
Kayu jati memiliki berat jenis 0.67 (0.62–0.75) dengan kelas awet I-II dan
kelas kuat II. Selain itu, kayu jati memiliki warna teras berwarna coklat muda,
coklat-kelabu sampai coklat-merah tua atau merah-coklat, mudah dibedakan dari

8

gubal yang berwarna putih atau kelabu kekuning-kuningan. Kayu jati sangat
cocok untuk segala jenis konstruksi seperti tiang, balok dan gelagar pada
bangunan rumah dan jembatan, rangka atap, kosen pintu dan jendela, tiang, mebel,
bantalan kereta api, perabot rumah tangga dan lantai (papan dan parket)
(Martawijaya et al. 2005).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Agustus 2014. Lokasi
penelitian di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu Perum Perhutani
Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, oven, golok,
kertas koran, kantung plastik, kamera digital, tali plastik, meteran 30 m, meteran
jahit, tally sheet dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tegakan Jati umur 5 tahun pada areal tidak terbakar di Petak 45 M seluas 5 ha dan
areal pasca terbakar di Petak 45 E seluas 11 ha.

Metode Kerja
Penentuan dan Pembuatan Petak Penelitian
Petak yang digunakan untuk penelitian adalah petak pasca kebakaran
permukaan pada tahun 2012 dan petak pada areal yang tidak terbakar. Pada areal
pasca kebakaran permukaan tahun 2012 dan areal tidak terbakar masing-masing
dibuat 2 plot lingkaran (r = 17.84 m). Di dalam plot lingkaran tersebut dibuat
petak-petak kecil berukuran 2 m x 2 m sebanyak 4 buah untuk pengambilan
tumbuhan bawah dan serasah. Desain plot penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

r =17.84 m

Gambar 2 Desain plot penelitian

9

Perhitungan Biomasa dalam Tegakan
Pengukuran biomasa tegakan dilakukan dengan menggunakan metode
pendekatan volume seperti yang diusulkan Brown (1997) namun dengan ada
beberapa modifikasi mengenai pendugaan dan pengukuran biomasa. Perhitungan
volume pohon rata-rata dengan melalui tahapan berikut :
1. Mengukur keliling tegakan Jati 1.3 m dari atas tanah yang kemudian
digunakan pendekatan secara volumetrik dengan Tarif Volume Lokal
Jati (TVL) KPH Indramayu.
2. Untuk mencari biomasa tegakan per hektar dicari dari volume rata-rata
per hektar dan berat jenisnya, dengan menggunakan rumus :
Yn = volume rata-rata per ha x Berat Jenis
(BJ) :
Keterangan
Yn adalah biomasa per hektar
Berat Jenis (BJ) Jati adalah 0.67
Perhitungan Biomasa Tumbuhan Bawah dan Serasah
Pada setiap petak penelitian berukuran 2 m x 2 m dilakukan perhitungan
biomasa tumbuhan bawah meliputi semak belukar dengan diameter batang kurang
dari 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa
tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (Hairiah dan
Rahayu 2007). Selain perhitungan biomasa tumbuhan bawah, dilakukan juga
perhitungan biomasa serasah. Seluruh tumbuhan bawah dan serasah dikumpulkan
dan ditimbang untuk mendapatkan total berat basahnya. Selanjutnya contoh
masing-masing dari tumbuhan bawah dan serasah diambil untuk sampel sebanyak
200 g.
Pengovenan
Pengovenan dilakukan pada suhu 105 ºC selama 48 jam. Berat contoh
yang dikeringkan adalah sebanyak berat basah contoh, apabila berat basahnya
kurang dari 200 gram maka berat tersebut adalah berat basahnya, sedangkan
apabila berat basahnya lebih dari 200 g maka berat basah yang diambil adalah
sebanyak 200 g (Ismail 2005).

Prosedur Analisis Data
Pengukuran biomasa tumbuhan bawah dan serasah
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), kadar air dihitung dengan
menggunakan rumus :
BBc – BKc
% KA =

x 100 %
BKc

Keterangan :
% KA = persen kadar air
BBc = berat basah contoh (g)
BKc = berat kering contoh (g)

10

Menghitung berat kering oven
Berat kering tumbuhan bawah maupun serasah baru dapat diketahui
setelah pengovenan. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), apabila berat basah
diketahui dan kandungan air telah diperoleh dari contoh uji kecil maka berat
kering dari masing-masing sampel dapat dihitung dengan rumus :
BB
BKT =
1 + % KA
100
Keterangan :
BKT = berat kering tanur (g)
BB
= berat basah (g)
% KA = persen kadar air
Berat kering yang dihasilkan setelah pengovenan dinyatakan dalam satuan
gram yang kemudian dikonversi ke kilogram per hektar untuk mengetahui
biomasa tumbuhan bawah dan serasah yang terdapat pada masing-masing areal.
Potensi Karbon
Karbon diduga melalui biomasa yaitu dengan mengkonversi setengah dari
jumlah biomasa, karena hampir 50% dari biomasa pada vegetasi hutan tersusun
atas unsur karbon (Brown 1997) yaitu dengan menggunakan rumus:
C = Yn x 0.5
Keterangan :
C = Karbon (tonC/ha)
Yn = Biomasa (ton/ha)
0.5 = Faktor konversi dari standar internasional untuk pendugaan karbon

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi
Secara astronomis wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Indramayu terletak pada 6o15–6o40’ LS dan 107o52’–108o36’ BT. KPH
Indramayu memiliki luas hutan 40 701.05 ha yang mempunyai tiga Kelas
Perusahaan yaitu :
1. Kelas Perusahaan Jati seluas 24 655.10 ha
2. Kelas Perusahaan Kayu Putih seluas 6 533.23 ha
3. Kelas Perusahaan Karet seluas 9 512.72 ha
Adapun batas wilayah administratif KPH Indramayu sebagai berikut :
1. Bagian Utara dibatasi oleh Laut Jawa
2. Bagian Timur berbatasan dengan KPH Kuningan dan Kabupaten Cirebon
3. Bagian Selatan berbatasan dengan KPH Majalengka dan KPH Sumedang
4. Bagian Barat berbatasan dengan KPH Purwakarta

11

10 7 °54 '2 8 "

108 °14 '2 8"

108 °04 '2 8 "

10 8°2 4'28 "

PERUM PERHUTANI

U.C im an u k

27

26

64 65

53

BL

B

A

54

BN

28

U

CI

CB

52

L

CC

58

LF

57

LB

55

CE

J

BC

A

W

23

50

CN

70

46

PETA
KELAS PERUSAHAAN
KPH. INDRAMAYU

P ab ea n hil ir

31
32

BU
B

47

44

BJ
BI

15
36

45

BT

RPH. PABEAN H ILIR

BR

42

37

35

34

BA

40

39

BK
BR

16

9

69

BG

BR

48

30

BJ

33

20

18
17

68
67
C

CC

60

49

BF

24
21
19

66
CL

61
CH

29

BI

Tg .S etigi

A

C

CP

51

CEM ARARAMBATAN

BK

63

59

56
BO

22

CG

62
CE

25

T

Uj un g ge ba ng

41

43
BT

38

RPH. PURW A

14
AG

5

AP
AL

AD

6

13
11

RPH. CAN GK RING

AK

AA

8
7

AB

1

12
AD

A

r
ya
An

AC

2

B ug el

U

AN

10
A

Le ag k

P atr o l

AD

4

3

E retan wetan

b

S.

AA

Li pa s

Ci la nd ak

S.
Br
ah
im

S uk ra

-0 6°2 0'

c

c
-0 6°2 0 '

IND RAMAYU

RPH. CEM AR A

L

Lem a ha ba ng

SKALA 1 : 100.000

A

ANJATAN

U

P ec u k

P lawa ng a n

B al o ng an

0

1

2

3

4

5

6 CM

0

1

2

3

4

5

6 KM

T

S

Du ku h

la n
ka
ng
Pa

SINDANG

G la r m an da la

h

S.

an

Batas KPH
Batas BKPH

n
wa
P ra

Mun tu r

P an g k alan

b

Batas RPH

b

Batas Hutan

LOHBENER

Lah gu t

LOSARANG

Ma l an g s um i ra ng

Jalan

S ugi m a mp i r
La m ba ng

Ci pe d a ng

S epa t

S uk a p urn a

Tipa r

cu

S. Ci p

S.

K ar an gte nga h

Lam p uya ng
B ug i s

K es an

KET ERA NG AN :

A

l
i jengk a
.C

Kar a ng se n a m

W

S uk a re j a

BKPH.INDRAMAYU

A

K op i ah
S uk ata n i

Pek an dan ga n

J

l aman
S . Ci c a

KANDANGHAUR

Kak ap itu

K ra sa k

LELEA
GABUSWETAN

Rel Kereta Api

Tin um b ak

S iw al a

Re yo n g

RNI / KSO Tebu

Klun tik ed ok an

Ked un g d awa
S la ur

Tug u

Ca ga k

BKPH.HAUR GEULIS

Kampung

Ma n g g un aa n

Ci pa nc uh

P ega ga n
Lu ng w utu

Sungai

Keto nr a ndu
K er ta ne gar a
Ha u r ge ul is

Ma j es ih

Te la ga sar i
Te m p el

H.Su k am al an g

c

Q ad ap

A

K ed ok ang ab us

HAURGEULIS

b

Plo so k er e p

42
43

B ul a k

c

Nomor Petak
Induk Alur

c

Sliy eg
Du kuh j eruk

JATIBARANG

Te ri si

BKPH.PLOSOKEREP

S ege r a n

Ja tige n ten g

c

c

10

Ci be r en g

K ebe n r a sa

c

KPH. PURWAKARTA

Jun tike bu n

G a din g an

AB

KARANG AMPEL

Anak Alur

Tik u ngan
T.218

Ta m ian g

102

Ci ke du ng

27

Titik Trianggulasi

28
b

K ro ya

26

-0 6°3 0 '
1

2

RPH. SUKAS LAM ET II

b

24

38
BA

AD

8

34
B

35

10

37

AA

33

31

BP 28

BO

11

AC

12

AB

RPH. TAMANS ARI

C

D

AF

21

20

26

AB

RPH. CITAY EM

AF

13

25

AK
BE

24

15
19

AG

b
14

CB

33

34

S ing a par na

Tam a ir e ng

19

RNI
KSO T EBU

C
AF

RPH. JATIM UNG G UL S ELATAN
CF

22

CE

CD

Kaw asan hu tan yan g masih dikuasai

20

b

K er tic a la

21

Ci be n da

35

41

32

K ap atak on

MENGETAH UI :
Kepala Biro Perencanaan SD H
Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat & Banten,

Du kuh
G e sik

27

AL

42
43

37

RP H.
CIKAMUR ANG

BD

EE

AK

K roya

DK

K am a n u ka n

29

Ir. Lukman Imam Syafi'i, MM.
NIP. 710 009 089

Ci ka m u ra ng

AJ

Ir. Toto Swastyo
NIP. 710 019 363

Pang a r e ng a n

36

RPH. CIKAW UNG

KPH. MAJALENGKA

1

BKPH.CIKAW UNG

KPH. SUMEDANG

Kepala Seksi P4H,

Ta m an an

30

b
44

Diukur dan Dipetakan Oleh :
Seksi Pengukuran Perpetaan
dan Perencanaan Prasarana Hutan
Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat dan Banten

K ar a n g ken da l

Kal iw a n g
D

C

gi n
ari n

Ra m b ah

Lem p on g

G ad el

28
CF
EC

38

iw
.C

PTP X IV (Jatitu ju h)

31

39
E

45

AM

C

Ja g a pur a ki du l

La ye r

Ra ncaj a wer
25

26

C

40

BKPH.SANCA
b

24

Jag apu r a

BANGODUA

Ran ca l intah

CB
EA

RP H.
BAN TARHU NI

A

17

21

K er ta sm a ya
Tu kd an a

RPH. JATIM UNG G UL UTARA
AE

RPH.
CIPO ND OH

AA

46
16

AG

7

47

BG

18

8

6

RPH .
SANCA

BE

W a na sar i

W a n asuk a

Te la ga d u a

AN

AP

13

14

18
DH

23

22
5

BM

BI

15

9

b

W a na ke r ta

BKPH.JATIMUNGGUL
32

AM
AR

AM

BJ

20

B

b

48

AL

b

A mi s
K p.L ol ong

9

AV

12

RP H.
PRO Y EK
KHUS US

19

16
BK

Ta m an sari
A

27
29

23

RPH .
BAN TARW ARU

RPH. CIJAMBE

8

10 AM

AQ
AR

AT

AU

17

BI

22

BR

32
30

AP

Ja tis ur a

31
A

11

AR

b

b

AX

6

AL

21

BH

18
14

10

K ar ta w in a n gu n

4

AE

AI

5

AH

BD

20
BN

AD

49

9

AM
BC

B anta r wa r u
41
b

Ci ja m be

RPH .
GANTAR

BB

36

b

13
BG

AQ

RP H.
SUKAS LAM ET I

K om b o

7

AE

22
A

12

11

AE

Tu gg u

AE 4

A

BM

S uk asl am et
2
AA

3

Ja tim u n gg ul

b
AD

3
AF

b

7

5

AA

3

AB

BE
AD

1
AB
AA

b

30

A

23
AA

25

AC

4

39

S

A

G a ntar

6
A

AQ
AP

KRANGKENG

29

2
1

40

Ci ka nd ung

Jam b ak

Ci dad ap

RPH. KRO YA

AC

RPH. CIKANDUNG

Cib
ua
ya

44

-06 °30 '

K ar a n ga ny a r

Ra ji wa n

SUM B ER DA TA :

2

1. P et a I ndu k, S kala 1 : 1 0.0 00
2. P et a To pog rafi, Skala 1 : 25 .000
3. P et a W ilayah K erja, S kala 1 : 25. 000 Re visi Tah un2 004

Sur an ta ka
A

b3

ARJAWINANGUN

P ab e an

S am b e ng

c
Ci ka wu ng

B ak u ng

-06 °40 '

K.Pute r

an
-0 6°4 0 '
Mar tasin g a

P E TA S ITU AS I
PE RUM PE RHUTANI UNI T I II
J AW A BARAT D AN BAN TE N
U

S KA L A 1 : 3.00 0.00 0

Ja tim e r ta

LAU T JAW A

KPH

KPH

BAN TEN

KPH
PU RWAKART A

KPH
BO GO R

INDRAM AYU

KPH

KPH
MAJAL ENGKA

BAN DUNG UT ARA
KPH

KPH
KU NING AN

8"

c

KPH

KPH
SU KABUMI

BAN DUNG SELAT AN
KPH
CIANJU R

K ed aw u n g

CIREBON
KPH
"8

107 °5 4 '2 8 "

10 8°0 4'2 8"

10 8 °14 '2 8 "

c

SA M

GARUT

UDE

RA IN
DO

NESI

KPH
TASIKM ALAYA

KPH
CIAM IS

JAWA TENGAH

SU MEDAN G

PLUMBON
PALIMANAN

A

10 8°2 4'2 8"

Gambar 3 Peta wilayah KPH Indramayu
Kesatuan Pemangkuan Hutan Indramayu terdiri dari empat bagian hutan
yaitu Bagian Hutan Indramayu seluas 12 290.63 ha, Bagian Hutan Bantarwaru
seluas 3 603.06 ha, Bagian Hutan Walakung seluas 690.06 ha dan Bagian Hutan
Cemara Rambatan seluas 8 071.19 ha (Perhutani KPH Indramayu 2013). Lokasi
penelitian terletak pada Bagian Hutan Indramayu yang merupakan kelas
perusahaan jati.
Jenis tanah di kelas perusahaan jati KPH Indramayu didominasi jenis
Margalit coklat kemerah-merahan yang agak peka terhadap erosi, sehingga cocok
untuk budidaya tanaman keras (tanaman hutan) (Perhutani KPH Indramayu 2013).
Secara umum kondisi topografi kawasan hutan kelas perusahaan jati KPH
Indramayu merupakan daerah datar sampai landai, bergelombang serta sebagian
berlereng, kemiringan lahan rata-rata antara 0% sampai 15% dengan ketinggian
tempat 0 sampai 150 mdpl.
Wilayah kelas perusahaan Jati KPH Indramayu terletak pada suatu daerah
dengan musim hujan dan kemarau yang jelas. Berdasarkan perbandingan bulan
basah dan bulan kering maka iklim di wilayah kelas perusahaan Jati termasuk ke
dalam tipe iklim D. Dalam hal ini tipe iklim tersebut sesuai untuk pertumbuhan
Jati.
Keadaan tingkat sosial ekonomi masyarakat desa, khususnya masyarakat
desa yang berada di sekitar hutan memiliki interaksi yang tinggi namun
disayangkan bentuk interaksi yang ada bersiat negatif, berupa ketergantungan
yang cenderung merusak hutan. Jumlah penduduk dalam kecamatan yang masuk
wilayah kerja KPH Indramayu adalah 367 460 orang, terdiri dari 187 785 orang
laki-laki dan 179 675 orang perempuan. Kepemilikan tanah rata-rata setiap desa
adalah 0.55 hektar/kepala keluarga. Pada umumnya mata pencaharian penduduk
adalah sebagai petani, disamping ada yang sebagai buruh, PNS/Polri/TNI,
pedagang, dan lain-lain.

12

Potensi Volume Tegakan Jati Tidak Terbakar dan Pasca Terbakar
Salah satu potensi hutan yang berada di Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) Indramayu, Perum Perhutani Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten
adalah jenis Jati (Tectona grandis). Lokasi yang digunakan dalam menduga
potensi karbon di tegakan Jati yaitu pada areal tidak terbakar di Petak 45 M dan
areal pasca terbakar tahun 2012 di Petak 45 E di wilayah Resort Pemangkuan
Hutan (RPH) Sanca. Kedua lokasi tersebut merupakan jenis Jati yang berasal dari
Jati Plus Perhutani (JPP) yang ditanam dengan jarak tanam 3 m x 3 m dan
merupakan tanaman tahun 2009. Pada tahun 2012, terjadi kebakaran hutan dengan
tipe kebakaran permukaan seluas kurang lebih 11 hektar di petak 45 E wilayah
Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sanca. Kebakaran permukaan adalah tipe
kebakaran yang mengkonsumsi bahan bakar pada lantai hutan, baik berupa
serasah, jatuhan ranting, tumbuhan bawah, dan sebagainya yang berada di bawah
tajuk pohon dan diatas permukaan tanah (Brown dan Davis 1973).

a

b

Gambar 4 Kondisi tegakan jati tidak terbakar (a) dan tegakan jati pasca
kebakaran permukaan (b)
Hasil pengukuran di lapangan berupa keliling pohon (cm) yang kemudian
dikonversikan menggunakan tarif volume lokal (TVL) Jati KPH Indramayu
Perum Perhutani Divisi Regional III Jawa Barat yang memberikan informasi
mengenai potensi volume tegakan jati baik pada areal pasca kebakaran permukaan
maupun areal tidak terbakar. Hasil perhitungan potensi volume tegakan tersebut
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Potensi volume tegakan Jati (Tectona grandis) umur 5 tahun di areal
pasca terbakar dan tidak terbakar, KPH Indramayu
Umur
(tahun)
5
5

Jenis
Tegakan
Jati
Pasca
Terbakar
Tidak
Terbakar

Jarak
Tanam
(m)

Luas
Plot
Contoh
(ha)

Jumlah
Pohon

Kerapatan
(N/ha)

Volume
per
hektar
(m3/ha)

Volume
per
pohon
(m3)

Diameter
rata-rata
(cm)

3x3

0.2

177

885

29.33

0.03

11.65

3x3

0.2

169

845

25.18

0.03

11.08

Potensi volume yang dimiliki tegakan jati pada petak areal pasca
kebakaran permukaan berbeda dengan potensi volume jati petak tidak terbakar.
Potensi volume jati pada petak pasca kebakaran permukaan adalah 29.33 m3/ha,
sedangkan pada petak tidak terbakar volumenya adalah 25.18 m3/ha. Apabila
dilihat dalam Tabel 1, jumlah pohon per plot pada tegakan pasca kebakaran

13

permukaan lebih banyak daripada jumlah pohon pada tegakan tidak terbakar yang
masing-masing jumlah pohonnya adalah 177 pohon untuk tegakan pasca
kebakaran permukaan dan 169 pohon untuk tegakan tidak terbakar. Hal tersebut
dikarenakan pada tegakan Jati yang tidak terbakar terdapat tanaman yang mati
serta gangguan hutan berupa pencurian kayu yang dapat menyebabkan
berkurangnya jumlah pohon dalam suatu tegakan Jati.
Selain itu adanya perbedaan jumlah pohon tersebut adalah kerapatan
pohon pada tegakan pasca kebakaran permukaan lebih besar yaitu 885 pohon/ha
sedangkan pada tegakan tidak terbakar kerapatannya 845 pohon/ha. Untuk hasil
perhitungan volume per pohon dan diameter rata-rata, pada tegakan pasca
kebakaran permukaan memiliki nilai yaitu berturut-turut 0.03 m3 dan 11.65 cm
dan untuk volume per pohon dan diameter rata-rata pada tegakan tidak terbakar
berturut-turut adalah 0.03 m3 dan 11.08 cm.

Potensi Biomasa dan Karbon Tegakan
Perbedaan potensi biomasa berbanding lurus dengan potensi karbon
tegakannya. Potensi karbon tegakan pasca terbakar adalah 19.67 ton/ha sedangkan
tegakan tidak terbakar sebesar 16.85 tonC/ha (Gambar 5). Hasil penelitian Irawan
(2009) pada tegakan jati pasca terbakar umur 6 tahun menunjukkan nilai potensi
karbon yang lebih kecil yaitu 0.14 tonC/ha dan 0.12 tonC/ha pada tegakan tidak
terbakar. Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap besarnya biomasa adalah
kerapatan suatu tegakan dimana variasi biomasa sangat tergantung atas jarak antar
individu atau kerapatan (Tresnawan dan Rosalina 2002). Besarnya nilai kerapatan
pada tegakan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap potensi karbon
terikat yang berhubungan erat dengan besarnya biomasa suatu pohon.
Potensi Biomassa dan Karbon
tegakan (ton/ha)

50.00
40.00

39.33
33.70

30.00
19.67
20.00

16.85

10.00
0.00
Petak pasca terbakar
Potensi biomasa

Petak tidak terbakar
Potensi karbon

Gambar 5 Potensi biomasa dan karbon tegakan jati
Potensi Biomasa dan Karbon Tumbuhan Bawah
Potensi biomasa dan karbon tumbuhan bawah di petak pasca terbakar juga
berbanding lurus dengan nilai biomasa dan karbon tegakannya. Tumbuhan bawah
di petak pasca terbakar memiliki potensi biomasa dan karbon lebih besar daripada
petak tidak terbakar. Potensi biomasa tumbuhan bawah di petak pasca terbakar
adalah 5.17 ton/ha dengan potensi karbonnya 2.58 tonC/ha, sedangkan di petak

14

Potensi Biomassa dan Karbon
tumbuhan bawah (ton/ha)

tidak terbakar, potensi biomasa tumbuhan bawahnya yaitu 4.34 ton/ha dengan
potensi karbonnya 2.17 tonC/ha (Gambar 6). Tumbuhan bawah di petak pasca
terbakar lebih banyak dikarenakan hutan yang telah mengalami gangguan
(kebakaran hutan) mengakibatkan lantai hutan menjadi lebih terbuka karena tajuk
pohon yang terbuka sehingga sinar matahari akan langsung mengenai lantai hutan
dan kondisi tersebut dapat mendukung pertumbuhan jenis rumput dan semak
akibatnya pada petak pasca terbakar tumbuhan bawahnya lebih banyak.
6.00

5.17

5.00

4.34

4.00
2.58

3.00

2.17

2.00
1.00
0.00

Petak pasca terbakar
Potensi biomasa

Petak tidak terbakar
Potensi karbon

Gambar 6 Potensi biomasa dan karbon tumbuhan bawah
Potensi Biomasa dan Karbon Serasah

Potensi Biomassa dan Karbon
serasah (ton/ha)

Pendugaan potensi biomasa dan karbon serasah pada petak pasca terbakar
berbanding terbalik dengan nilai biomasa dan karbon tegakan maupun tumbuhan
bawahnya. Serasah di petak pasca terbakar lebih kecil daripada petak tidak
terbakar. Potensi biomasa serasah petak pasca terbakar adalah 1.85 ton/ha dengan
potensi karbonnya 0.92 tonC/ha sedangkan di petak tidak terbakar biomasa
serasahnya yaitu 3.35 ton/ha dengan potensi karbonnya 1.67 tonC/ha (Gambar 7).
Serasah adalah sampah bahan organik mati berupa ranting dan daun bekas
pangkasan atau rontokan daun-daun yang layu. Nilai potensi biomasa serasah di
petak terbakar lebih kecil karena serasah pada petak ini banyak yang ikut terbakar.
4.00
3.35

3.50

3.00
2.50
2.00

1.50
1.00

1.85

1.67
0.92

0.50
0.00
Petak pasca terbakar
Potensi biomasa

Petak tidak terbakar
Potensi karbon

Gambar 7 Potensi biomasa dan karbon serasah

15

Potensi Biomasa dan Karbon Total di Atas Permukaan
Potensi biomasa total di atas permukaan terdiri dari penjumlahan potensi
biomasa tegakan, biomasa tumbuhan bawah dan biomasa serasah. Potensi
biomasa total di petak pasca terbakar adalah 46.34 ton/ha dan di petak tidak
terbakar adalah 41.39 ton/ha. Begitu juga dengan potensi karbon total di atas
permukaan terdiri dari penjumlahan potensi karbon tegakan, karbon tumbuhan
bawah dan karbon serasah. Potensi karbon total di petak pasca terbakar adalah
23.17 tonC/ha dan petak tidak terbakar adalah 20.69 tonC/ha. Nilai persentase
simpanan karbon pada tegakan jati pasca terbakar menunjukkan 11% lebih banyak
dibandingkan dengan tegakan jati tidak terbakar. Potensi karbon total berbanding
lurus dengan biomasa totalnya (Tabel 2).
Tabel 2 Potensi biomasa dan karbon total di atas permukaan
Jenis Tegakan Jati
Pasca Terbakar
-Tegakan
-Tumbuhan bawah
-Serasah
Total
Tidak Terbakar
-Tegakan
-Tumbuhan bawah
-Serasah
Total

Potensi biomasa dan karbon total di atas permukaan
Biomasa (ton/ha)
Karbon (tonC/ha)
39.33
5.17
1.85
46.34

19.67
2.58
0.92
23.17

33.70
4.34
3.35

16.85
2.17
1.68

41.385

20.69

Simpanan karbon terkandung dalam 50% dari biomasa total suatu tegakan
(Brown dan Gaston 1996 dalam Salim 2005). Potensi simpanan karbon yang
dimiliki tegakan jati, tumbuhan bawah dan serasah adalah setengah dari potensi
biomasanya. Hal ini berarti peningkatan jumlah biomasa pada akhirnya akan
meningkatkan kandungan karbon yang dapat diserap dari atmosfer. Hasil
simpanan karbon total yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian Irawan (2009), dan pada penelitian Irawan simpanan karbon total di
atas permukaan tegakan jati umur 6 tahun pada areal pasca terbakar dan tidak
terbakar masing-masing sebesar 6.56 tonC/ha dan 5.09 tonC/ha, sedangkan pada
penelitian ini karbon total di atas permukaan tegakan jati pada areal pasca terbakar
dan tidak terbakar masing-masing memiliki simpanan karbon sebesar 23.17
tonC/ha dan 20.69 tonC/ha (Tabel 2).
Apabila dibandingkan dengan jenis lainnya, seperti pada hutan tanaman
mangium umur 5 tahun yang ditanam KPH Bogor, potensi simpanan karbon di
hutan tanaman mangium mengandung lebih besar simpanan karbon yaitu sebesar
176.84 tonC/ha (Heriyansah dan Siregar 2002 dalam Masripatin et al. 2010).
Dengan demikian dapat dikatakan adanya perbedaan simpanan karbon disebabkan
oleh perbedaan jenis yang ditanam, kondisi tempat tumbuh serta teknik silvikultur
yang diberikan atau intensitas pemeliharaannya.

16

Cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam
berkisar antara 7.5 sampai 264.7 tonC/ha (Masripatin et al. 2010). Jika hasil
simpanan karbon total yang diperoleh pada peneltian ini (hutan tanaman)
dibandingkan dengan cadangan karbon di hutan alam terlihat bahwa cadangan
karbon di hutan alam lebih tinggi dibandingkan dengan hutan tanaman. Cadangan
karbon di atas permukaan tanah di hutan alam primer dataran tinggi sebesar
103.16 tonC/ha (Dharmawan 2010 dalam Masripatin et al. 2010) sedangkan pada
hutan tanaman di lokasi penelitian hanya 20.69 tonC/ha. Hal ini disebabkan
karena kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon lebih rendah
dibandingkan hutan alam. Pada hutan tanaman didominasi oleh tanaman yang
cenderung monokultur dan tanaman berumur muda. Hutan alam memiliki
simpanan karbon yang jauh lebih besar karena hutan alam khususnya hutan alam
tropika memiliki keanekaragaman dan kekayaan flora yang jauh lebih banyak.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Potensi simpanan karbon pada petak pasca terbakar sebesar 23.17 tonC/ha,
terdiri dari tegakan jati 19.67 tonC/ha, tumbuhan bawah 2.58 tonC/ha dan serasah
0.92 tonC/ha. Potensi simpanan karbon pada petak tidak terbakar sebesar 20.69
tonC/ha, terdiri dari tegakan jati 16.85 tonC/ha, tumbuhan bawah 2.17 tonC/ha
dan serasah 1.67 tonC/ha. Nilai persentase simpanan karbon pada tegakan jati
pasca terbakar menunjukkan 11% lebih banyak dibandingkan dengan tegakan jati
tidak terbakar.

Saran
Penelitian tentang potensi simpanan karbon pada tegakan hutan di
Indonesia khususnya hutan tanaman perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk
mengetahui besarnya nilai karbon yang terkandung dalam sebuah tegakan hutan,
terutama ketika akan dilaksanakannya perdagangan karbon.

DAFTAR PUSTAKA
Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest a
primer. FAO. Forestry Paper. USA. 134:10-13.
Brown AA, Davis KP. 1973. Forest Fire Control and Use 2nd. McGraw- Hill Books
Company, Inc. USA.
Chandler C, Cheney P, Tarbaud L, Wiliiam D. 1983. Fire in Forestry Vol I Forest
Fire Behaviour and Effects. John Wiley and Sons, Inc. Canada. USA.
Chapman, VJ. 1976. Mangrove Vegetation, dalam Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia, Noor, R.Y., M. Khazali, dan I. N.N. Suryadiputra.
1999. PHKA/WI-IP, Bogor.

17

Fuller M. 1991. Forest Fire : An Introduction to Wildland Fire Behaviour.
Management Fire Fighting and Prevention. John Wiley and Sons. Inc.
Toronto.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran Karbon Tersimpan di
Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogar (ID): World Agroforestry
Centre-ICRAF, SEA Regional Office. University of Brawijaya Unibraw,
Indonesia.
Haygreen J, Bowyer JL. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan oleh:
Hadikusumo S. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Irawan DJ. 2009. Pendugaan kandungan karbon pada tegakan Jati (Tectona
grandis) tidak terbakar dan pasca kebakaran permukaan di KPH Malang,
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Ismail AG. 2005. Dampak kebakaran hutan terhadap potensi kandungan karbon
pada tanaman Acacia mangium Wild di hutan tanaman industri [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Masripatin N, Krisfianti G, Gustan P, ayan SD, Chiril AS, Ari W, Dyah P, Arief
SU, Niken S, Mega L et al. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe
Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia.
Cetakan ketiga. Jilid I. Bogor (ID): Departemen Kehutanan.
Perhutani KPH Indramayu. 2013. Buku Rencana P