Kajian Bruselosis pada Anjing Bibit Impor dan Studi Pengetahuan Sikap dan Praktik Pemilik Breeding Kennel terhadap Pengendalian Bruselosis

KAJIAN BRUSELOSIS PADA ANJING BIBIT IMPOR DAN STUDI
PENGETAHUAN SIKAP DAN PRAKTIK PEMILIK BREEDING KENNEL
TERHADAP PENGENDALIAN BRUSELOSIS

CITRA NOVIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Bruselosis pada
Anjing Bibit Impor dan Studi Pengetahuan Sikap dan Praktik Pemilik Breeding
Kennel terhadap Pengendalian Bruselosis adalah benar karya saya denganarahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Citra Noviana
NIM B251130144

RINGKASAN
CITRA NOVIANA. Kajian Bruselosis pada Anjing Bibit Impor dan Studi
Pengetahuan Sikap dan Praktik Pemilik Breeding Kennel terhadap Pengendalian
Bruselosis. Dibimbing oleh I WAYAN TEGUH WIBAWAN dan ETIH
SUDARNIKA.
Bruselosis yang disebabkan agen Brucella sp adalah salah satu penyakit
menular yang telah menyebar di seluruh dunia dan bersifat zoonotik. Pada anjing,
bruselosis disebabkan oleh agen patogen Brucella canis. Penyakit ini dapat
menimbulkan kerugian ekonomi terutama pada breeding kennel akibat terjadinya
keguguran hingga infertilitas.
Hingga saat ini, belum terdapat laporan atau publikasi ilmiah tentang
keberadaan bruselosis pada anjing di Indonesia. Importasi anjing dari negara
yang tidak bebas bruselosis dapat berpotensi membawa agen patogen ini masuk
dan tersebar di Indonesia. Belum dilakukannya pengujian bruselosis pada anjing
di pelabuhan pemasukan, dan belum adanya upaya pencegahan masuknya

penyakit ini oleh pemerintah menjadikan negara kita memiliki risiko tinggi
tertular penyakit ini dari negara pengekspor.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksibruselosis pada anjing bibit impor,
mendapatkan informasi keberadaan kasus bruselosis pada breeding kenneldan
menganalisis hubungan antara karakteristik individu pemilik breeding kennel,
pengetahuan, sikap terhadap praktik pengendalian bruselosis termasuk pengaruh
langsung dan tidak langsung setiap variabel.
Penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, yakni pengujian sampel serum
anjing bibit impor dan studi knowledge attitute and practise(KAP) pemilik
breeding kennel. Pengambilan spesimen darah dilakukan pada seluruh anjing
bibit untuk kennel yang diimpor selama periode penelitian (Mei-September 2014).
Serum diuji menggunakan kit immunochromatograpic assay (ICA) RB 21-03.
Besaran sampel yang diperoleh selama periode penelitian adalah sebanyak 64
sampel. Survei KAP merupakan kajian lapang cross-sectional study dan
menggunakan alat bantu penelitian berupa kuisioner terstruktur sebagai perangkat
untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan praktik dari responden. Penelitian
dilakukan dengan metode wawancara pemilik breeding kennel dan observasi.
Wawancara dilakukan menggunakan kuisioner terstruktur, sementara observasi
dilakukan dan dinilai menggunakan checklist. Pertanyaan pada kuisioner berisi
mengenai karakteristik pemilik breeding kennel, manajemen pemeliharaan dan

kesehatan, praktik biosekuritidalam pengendalian bruselosis, pengetahuan
mengenai wawasan penyakit serta sikap terhadap praktik biosekuriti yang
berkaitan dengan pengendalian bruselosis. Checklist berisi mengenai kondisi
yang berkaitan dengan biosekuriti yang ditemukan di lapangan.
Variabel yang diamati adalah karakteristik individu (umur, pendidikan
formal, lama usaha dan tingkat pendapatan), pengetahuan, sikap dan praktik
pencegahan dan pengendalian bruselosis pada anjing.Responden adalah pemilik
breeding kennel yang mengimpor anjing selama periode penelitian yang
berjumlah 32 responden. Tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik pemilik
breeding kennel diukur dan dinilai dengan melakukan kategorisasi.

Data pengujian laboratorium disajikan menggunakan statistik deskriptif.
Data studi KAP dianalisa menggunakan statistika deskriptif dan analisis jalur
(path analysis) untuk mengetahui hubungan antar variabel yang diamati terhadap
praktik pengendalian bruselosis dan variabel yang mempunyai pengaruh langsung
dan tidak langsung terhadap praktik pengendalian bruselosis.
Hasil pengujian menggunakan kit immunochromatograpic assay pada
seluruh sampel yang dikoleksi menunjukkan hasil deteksi yang negatif. Hasil
pengujian laboratorium disimpulkan bahwa tidak ditemukan anjing bibit impor
yang positif bruselosis selama periode penelitian.

Penilaian skor pengetahuan, sikap dan praktik pada responden menunjukkan
bahwa sebagian besar responden masuk ke dalam kategori sedang untuk tingkat
pengetahuan (53.2%) danpraktik (75%) dan kategori netral untuk variabel sikap
(62.5%).Hanya 53.1% responden yang mengetahui bahwa bruselosis bersifat
zoonotik. Sebagian besar responden menyatakan pernah mengalami kasus
keguguran dalam periode satu tahun kebelakang (68.8%), namun hanya 3.1%
(n=1) responden yang pernah melakukan pengujian bruselosis, sedangkan sisanya
tidak atau belum pernah melakukan pengujian bruselosis. Belum pernah
dilakukannya pengujian bruselosis menjadikan kasus keguguran yang selama ini
terjadi di breeding kennel tidak terdiagnosa, sehingga tidak diketahui apakah
keguguran tersebut akibat bruselosis atau penyebab yang lain.
Analisis jalur (path analysis) digunakan untuk mengetahui hubungan antara
karakteristik individu pemilik breeding kennel,pengetahuan, sikap dan praktik dan
besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung setiap variabel. Sikap (r =
0.418;17.47%) dan tingkat pendapatan (r=0.386; 14.89%) memberikan pengaruh
langsung terbesar dan signifikan terhadap praktik. Umur mempengaruhi sikap
secara langsung dan signifikan (r=-0.331) demikian juga tingkat pengetahuan
mempengaruhi sikap secara langsung dan signifikan (r=0.683). Dari hasil analisis
jalur pengaruh langsung dan tidak langsung, variabel pengetahuan memiliki
pengaruh dengan kontribusi terbesar terhadap tingkat praktik, yakni sebesar

40.66%.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah belum ditemukan anjing bibit impor
yang positif terdeteksi bruselosis selama periode penelitian.Sebagian besar
responden memiliki kategori praktik pengendalian bruselosis tingkat sedang,
namun hampir seluruh responden menyatakan tidak pernah melakukan pengujian
bruselosis.
Pengetahuan memberikan kontribusi pengaruh terbesar terhadap
tingkat praktik, sehingga tingkat pengendalian bruselosis dapat ditingkatkan
dengan cara meningkatkan pengetahuan pemilik breeding kennelmengenai faktafakta penyakit. Untuk meningkatkan pengetahuan para pemilik breeding kennel
mengenai bruselosis dan pentingnya melakukan pengujian bruselosis, dapat
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan rutin yang telah dilakukan oleh asosiasi
anjing trah Indonesia (Perkin). Pemerintah sudah selayaknya menerbitkan suatu
persyaratan kesehatan pemasukan anjing bibit impor untuk mencegah masuknya
penyakit termasuk bruselosis.
Kata kunci: analisis jalur, bruselosis pada anjing, karakteristik pemilik breeding
kennel, pengetahuan, sikap, praktik pengendalian bruselosis

SUMMARY
CITRA NOVIANA. Study on Canine Brucellosis of Imported Breed Dogs and
Knowlege, Attitude and Practises of Breeding Kennel Owner regarding Canine

Brucellosis Control. Supervised by I WAYAN TEGUH WIBAWAN and ETIH
SUDARNIKA.
Canine brucellosis, caused by Brucella canis, is an important cause of
reproductive failure, particularly in breeding kennels.Up to now, there have not
been any reports yet or scientific publications about the existence of brucellosis in
dogs in Indonesia. Importation of dogs from a country that is not free from
brucellosis can potentially carry the disease spreading in Indonesia.
The aim of the research was to detect brucellosis in imported breed dogs
through Soekarno Hatta International Airport, got the information the existence of
any cases in breeding kennesl and analyze the relationship of the individual
characteristics of the breeding kennelowner, knowledge and attitude towards the
practice of canine brucellosis control including analyzing the direct and indirect
effects of each variable.
This research was conducted in two parts, the testing of the serum of
imported breed dogs and knowledge attitude practises (KAP) survey of breeding
kennel owner.The blood specimen were collected on the entire imported
breedsdog that were imported during the research period (May-September 2014).
The serum were tested using immunochromatograpic assay kit (ICA) Animal
Genetic Korea Catalog. Quantity of samples obtained during the research period
were 64 samples. The KAP survey was a cross-sectional study and using a

structured questionnaires as the tools for measuring the level of knowledge,
attitudes and practices of the respondents. The interview was conducted using a
structured questionnaire, while observation was conducted and assessed using a
checklist form. Questions in the questionnaires contained about characteristics of
breeding kennel owners, health management, biosecurity practices for the control
of brucellosis, knowledge and attitude toward biosecurity practices related to the
control of brucellosis.
The observed variables were characteristics of the individual (age, formal
education, duration of the breeding kennel bussines and level of income),
knowledge, attitudes and practices of canine brucellosiscontrol. The respondents
were the the breeding kennel ownerwhich imported breed dog during the research
period. The quantity of the respondents were 32 respondents. The level of
knowledge, attitudes, and practices of the breeding kennel owners were measured
and assessed by doing the categorization.Laboratory test data were presented
using descriptive statistics, and the KAP study data were analyzed using
descriptive statistics and path to determine the relationships between variables
observed and the practice of canine brucellosis control andwhich variables that
have direct and indirect influence to the practice.
The laboratory test results using ICA kits on all collected samples indicated
negative detection results. It was concluded that no imported breed dogs were

found positive canine brucellosis during the research period.
The level of knowledge of most respondents were moderate (53.2%)and
most respondents also had neutral attitude (62.5%). The level of practiceof most

respondents were moderate (75%), however only 53.1% of respondents knew that
canine brucellosis waszoonotic. Most of the respondents said havinghistory of
abortion on their breeeding kennels within one year (68.8%), but only 3.1% (n = 1)
respondents performed brucellosis testing, so the caused of abortion was still
unknown.
Path analysiswas used to determine the relationship between the individual
characteristics of the the breeding kennel owner, knowledge, attitudes and
practices and the magnitude of the direct and indirect effects of each variable.
Attitude (r=0.418; 17.47%) and income level (r = 0.386; 14.89%) significantly
gave the greatest direct influence to the practices. Age significantly affects
attitudes directly (r =-0331), the level of knowledge also significantly influenced
attitudes directly (r=0.683). The results of the path analysis showed
thatknowledge had the largest contribution to the level of practices(40.66%).
In conclusion, no imported breed dogs were found positive canine
brucellosis during the research period. Most respondents had adequate level of
practises, however almost all respondents said never performed brucellosis testing.

Knowledge contributed the greatest influence on the level of practice, so that the
level of practices can be improved by increasing knowledge about the facts of the
disease.To improve the knowledge about canine brucellosis and the importance
of performing brucellosis testing can be done through routine activities that have
been carried out by the The All Indonesian Kennel Club (Perkin). The
Government should issue health requirements for imported breeds dogs to prevent
the entry of diseases including brucellosis.
Keywords: characteristic of breeding kennel owner,canine
immunochromatographic assay, KAP survey

brucellosis,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN BRUSELOSIS PADA ANJING BIBIT IMPOR DAN STUDI
PENGETAHUAN SIKAP DAN PRAKTIK PEMILIK BREEDING KENNEL
TERHADAP PENGENDALIAN BRUSELOSIS

CITRA NOVIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi padaUjian Tesis:Dr med vetdrh Denny Widaya Lukman, MSi


Judul Tesis : Kajian Bruselosis pada Anjing Bibit Impor dan Studi Pengetahuan
Sikap dan Praktik Pemilik Breeding Kennel terhadap Pengendalian
Bruselosis
Nama
: Citra Noviana
NIM
: B251130144
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr drh I Wayan TeguhWibawan, MS
Ketua

Dr Ir Etih Sudarnika,MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr med vet drh Denny Widaya Lukman,MSi

Dr Ir Dahrul Syah,MScAgr

Tanggal Ujian:10 Februari 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahNya sehingga karya ilmiah yang berjudul Kajian Bruselosis pada Anjing
Bibit Impor dan Studi Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Breeding Kennel
terhadap Pengendalian Bruselosis dapat diselesaikan dengan baik.
Haturan terima kasih penulis ucapkankepada Prof Dr Drh I Wayan Teguh
Wibawan, MS dan Ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi selaku pembimbing atas arahan
yang diberikan sehingga karya ini dapat diselesaikan dengan baik, Dr med vet drh
Denny Widaya Lukman, MSi, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan penguji luar komisi yang telah meluangkan waktunya untuk
menelaah tesis ini, memberikan bimbingan dan dorongan semangat penulis.
Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Badan
Karantina Pertanian dan Kepala Pusat Karantina Hewan yang telah memberi
kesempatan beasiswa kepada penulis mengikuti program pascasarjana ini, Kepala
Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) beserta staf dan
Manager Teknis Laboratorium Karantina Hewan BBKPSH beserta staf, agen
(importir anjing) dan responden pemilik breeding kennel yang telah berpartisipasi
dengan sukarela dalam penelitian ini, dan semua pihak yang telah sangat
membantu kelancaran proses penelitian penulis.
Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada seluruh
keluarga tercinta, suami Drh. Wisnu Wasisa Putra, MP dan ananda tersayang Mas
Dafa dan Mas Azzamyang telah dengan sabar memberikan cinta, perhatian,
semangat dan dukungan, serta merelakan hilangnya banyak waktu dan perhatian
selama penulis melalui proses penyelesaian studi, almarhum Papa (yang baru saja
meninggalkan penulis disaat menempuh studi ini) atas dorongan, semangat dan
motivasinya, Mama, Bapak, seluruh keluarga di Yogya dan Mojokertoyang
senantiasa dengan tulus ikhlas mendoakan penulis.Tak lupa buat teman-teman
seperjuangan kelas khusus KMVKarantina2013, terima kasih ataskebersamaannya
yang indah dan tak terlupakan.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015

Citra Noviana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Hipotesa Penelitian

1
1
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Agen
Gejala Klinis B. canis pada Anjing
Mekanisme Penularan
Patogenesis Penyakit
Gejala Klinis pada Manusia
Pengujian Brucella canis
Studi Pengetahuan Sikap dan Praktik (Knowledge, Attitude and Practise)

3
3
3
4
4
5
6
7

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Disain Penelitian
Kerangka Konsep Penelitian
Pengujian Menggunakan Immunochromatographic assay Kit (ICA)
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Pembobotan dan Penilaian Kuisioner
Analisis Data

10
10
10
11
12
12
14
15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Laboratorium
Studi Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Breeding Kennel

15
16
18

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

30
30
31

6 DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1

Negara asal pemasukan anjing impor yang dilalulintaskan melalui
Bandara Soekarno Hatta tahun 2013 (BBKPSH 2013)
2 Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian
3 Persentase dan jumlah anjing bibit yang diimpor melalui Bandara
Soekarno Hatta selama Mei-September 2014 berdasarkan asal negara
4 Sebaran responden pemilik breeding kennel yang mengimpor anjing
bibit melalui Bandara Soekarno Hatta selama periode penelitian
5 Distribusi karakteristik responden pemilik breeding kennel yang
mengimpor anjing bibit melalui Bandara Soekarno Hatta selama
periode penelitian
6 Penilaian skor KAP responden pemilik breeding kennel yang
mengimpor anjing bibit melalui Bandara Soekarno Hatta selama
periode penelitian
7 Praktik sanitasi rutin yang dilakukan pemilik breeding kennel
8 Pemakaian alat perlindungan diri yang dilakukan oleh responden
pemilik breeding kennel
9 Deskripsi alasan responden tidak pernah melakukan pengujian
bruselosis
10 Persamaan regresi dalam analisis jalur hubungan karateristik individu
pemilik breeding kennel, pengetahuan, sikap terhadap praktik
pengendalian bruselosis
11 Nilai koefisien jalur pengaruh langsung dan tidak langsung pada
variabel yang diamati terhadap tingkat praktik pengendalian bruselosis
12 Besarnya pengaruh variabel penelitian terhadap tingkat praktik
pengendalian bruselosis

1
13
16
18
19
20
22
23
24
26
28
29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Patogenesisbruselosis pada anjing (canine brucellosis)
Mekanisme immunochromatographic assay pada pengujian B. canis
Kerangka konsep penelitian
Hasil pengujian bruselosis pada serum anjing bibit menggunakan kit
immunochromatographic assay
Hasil analisis jalur variabel karakteristik individu pemilik breeding
kennel, pengetahuan, sikap terhadap praktik pengendalian bruselosis

5
7
12
17
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Hasil pengujian laboratorium menggunakan immunochromatograpic
assaykit pada seluruh anjing impor untuk bibit kenel (breeder) periode
bulan Mei-September 2014
Kuisioner tentang bruselosis untuk pemilik breeding kennel

36
38

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bruselosis yang disebabkan agen Brucella sp adalah salah satu penyakit
menular yang telah menyebar di seluruh dunia dan bersifat zoonotik. Selain
menyerang sapi, penyakit ini dapat menyerang domba, kambing, babi dan anjing.
Di Indonesia, penyakit ini digolongkan sebagai salah satu hamapenyakit hewan
karantina melalui Peraturan Menteri Pertanian nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009
tentang penggolongan jenis-jenis hama penyakit hewan karantina, penggolongan
dan klasifikasi media pembawa. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi
akibat adanya abortus.
Bruselosis pada anjing disebabkan oleh agen patogen Brucella canis.
Penyakit ini menyebabkan kegagalan dan gangguan reproduksi, seperti aborsi,
lahir mati, epididymitis,orchitis hingga terjadinya infertilitas. Penyakit ini dapat
menimbulkan kerugian ekonomi terutama pada breeding kennel akibat kegagalan
reproduksi yang ditimbulkan.
Pemasukan anjing impor melalui Bandara Soekarno Hattapada tahun 2013
tercatat sebanyak 1052 ekor, yang berasal dari lebih dari 60 negara. Persentase
pemasukan anjing impor melalui Bandara Soekarno Hatta pada tahun 2013 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1Negara asal pemasukan anjing impor yang dilalulintaskan melalui
BandaraSoekarno Hatta tahun 2013 (BBKPSH 2013)
No

Asal Negara

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Thailand
Amerika Serikat
Australia
Jepang
Belanda
Jerman
Malaysia
Taiwan
Inggris
Korea Selatan
China
Singapura
Filipina
Hongkong
Hungaria
Serbia
Rusia
lain-lain (44 negara)

Persentase
18%
15%
7%
5%
5%
4%
4%
4%
3%
3%
3%
3%
2%
2%
2%
2%
2%
16%

2
Anjing diimpor dengan berbagai tujuan, salah satunya sebagai bibit untuk
kennel (breeder) yang akan dikembangbiakkan di Indonesia. Keberadaan
bruselosis pada anjing yang disebabkan Brucella canis, telah banyak dilaporkan di
berbagai negara di dunia kecuali Australia dan New Zealand yang dinyatakan
bebas terhadap penyakit ini (CFSPH 2012; DAFF 2013).
Hingga saat ini, belum terdapat laporan atau publikasi ilmiah tentang
keberadaan bruselosis pada anjing di Indonesia. Importasi anjing dari negara
yang tidak bebas bruselosis dapat berpotensi membawa agen patogen ini masuk
dan tersebar di Indonesia. Penyakit ini telah banyak dilaporkan di negara
pengekspor dengan prevalensi yang bervariasi. Belum dilakukannya pengujian
bruselosis pada anjing di pelabuhan pemasukan, dan belum adanya upaya
pencegahan masuknya penyakit ini oleh pemerintah menjadikan negara kita
memiliki risiko tinggi tertular penyakit ini dari negara pengekspor. Balai Besar
Karantina Pertanian Soekarno Hatta sebagai institusi yang berperan melakukan
pengawasan terhadap kesehatan hewan yang dilalulintaskan melalui Bandara
Soekarno Hatta, saat ini hanya melakukan pemeriksaan Rabies untuk hewan
anjing, sehingga terdapat risiko pemasukan bruselosis melalui Bandara Soekarno
Hatta.
Breeding kennel sebagai tempat pemeliharaan, perkembangbiakan, dan
pemuliaan ras anjing, memiliki risiko tinggi tertular penyakit ini. Manajemen
pemeliharaan dan kesehatan menjadi kunci pencegahan dan pengendalian
penyebaran bruselosis pada suatu lokasibreeding kennel. Penelitian ini juga akan
menganalisis hubungan antara karakteristik pemilik kennel, tingkat pengetahuan,
sikap para pemilik kennel dan praktik pengendalian bruselosis.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan di Badan Karantina Pertanian dalam
hal persyaratan importasi anjing, terutama untuk jenis anjing yang akan
dikembangbiakkan di Indonesia (anjing bibit). Studi KAP diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenai situasi penyakit di breeding kennel dan
memberikan masukan kepada pemerintah mengenai langkah yang tepat untuk
meningkatkan praktik pengendalian bruselosis pada breeding kenneldi Indonesia.

Tujuan Penelitian
1. Mendeteksi adanya bruselosis pada anjing bibit impor yang dilalulintaskan
melalui Bandara Soekarno Hatta.
2. Mendapatkan informasi keberadaan kasus bruselosis pada breeding
kennel yang mengimpor anjing bibit.
3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu pemilik breeding
kennel, pengetahuan, sikap terhadap praktik pengendalian bruselosis
termasuk menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung setiap
variabel.

3
Hipotesa Penelitian
1.
2.

Hipotesis penelitian ini adalah:
Terdapat anjing yang positif bruselosis yang dilalulintaskan melalui
Bandara Soekarno Hatta.
Terdapat hubungan nyata antara karakteristik, pengetahuan dan sikap para
pemilik breeding kennel terhadap praktik pengendalian bruselosis pada
anjing.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Agen
Anjing dapat terinfeksi empat dari enam spesies Brucella (yaitu Brucella
canis, Brucella abortus, Brucella melitensis dan Brucella suis, kecuali Brucella
ovis dan neotomae). Brucella canis dapat diisolasi dari jaringan dan discharge
vagina pada anjing (Hollet 2006). B. canis berbentuk kecil, mukoid, kasar, dan
termasuk bakteri intraseluler gram negatif dengan anjing sebagai host reservoar.
Bakteri ini dapat tumbuh pada media kultur umum termasuk triptose agar dan
tidak memerlukan CO2 untuk pertumbuhannya (Wanke 2004). Brucella canis
memiliki rough lipopolisakarida (RLPS) di lapisan dinding sel luar, demikian juga
dengan Brucella ovis. Spesies Brucella lainnya lapisan luar dinding selnya
mengandung smooth lipopolisakarida (Nielsen dan Yu 2010).

Gejala Klinis B. canis pada Anjing
Bruselosis pada anjing disebabkan oleh agen patogen Brucella canis.
Gejala klinis bervariasi dari asimtomatik, limpadenopati, orchitis, dan epididimitis,
keguguran/aborsi dan atropi testis. Gejala klasik dari penyakit ini adalah aborsi
pada kehamilan antara 30-57 hari (Wanke 2004). Sebagian besar anjing yang
terinfeksi bruselosis tidak menunjukkan gejala klinis hingga mencapai masa
pubertas (Wanke 2004; Hollet 2006). Banyak kasus anjing tidak menampakkan
gejala klinis meskipun terinfeksi atau menunjukkan gejala yang tidak spesifik.
Penelitian yang dilakukan Behzadi dan Mogeiseh (2012) menyatakan bahwa
sebesar 10.10% anjing yang terinfeksi bruselosis tidak menunjukkan gejala klinis.
Induk betina yang terinfeksi dapat mengalami abortus beberapa kali secara
berurutan. Pada beberapa kasus dapat terjadi kelahiran anak anjing dalam keadaan
lemah yang akan mati dalam hitungan jam atau dalam satu bulan. Penyakit ini
banyak menimbulkan kerugian berupa kegagalan reproduksi pada fasilitas breeder
di Amerika Serikat (Brower et al. 2007).
Pada hewan jantan gejala klinis yang terlihat adalah radang epididimis,
radang prostat, orchitis hingga menyebabkan kemandulan (Wanke 2004).Pada
anjing yang telah dikastrasi dan tidak memiliki tanda-tanda reproduksi atau belum
mencapai pubertas, kadang-kadang penyakit muncul dalam gejala lain, seperti
penyakit mata dan discopondylitis. Anak anjing yang mampu bertahan hidup saat

4
dilahirkan oleh induk yang terinfeksi bruselosis, tidak menujukkan gejala klinis
hingga mencapai masa pubertas. Induk yang terinfeksi bruselosis dapat
melahirkan anakan yang terlihat normal (Lucero et al. 2009). Anak anjing yang
mampu bertahan tersebut menjadi carrierpermanendan sumber infeksi bruselosis
(Gyuranecz et al. 2011).Anjing yang positif terinfeksi B. canis dari populasi,
penting disingkirkan dari kennel, meskipun mereka memiliki nilai genetik yang
tinggi (Wanke 2004).

Mekanisme Penularan
Bakteri Brucella canis ditularkan oleh hewan yang terinfeksi ke hewan sehat
sebagian besar melalui ingesti, melalui genital (perkawinan), oronasal dan mukosa
konjungtiva. Penularan melalui kulit yang rusak juga mungkin terjadi (CFSPH
2012). Bakteri terdapat pada fetus, plasenta, cairan janin, discharge vagina
setelah aborsi atau melahirkan. Bakteri dapat ditemukan pada semen selama
beberapa minggu atau berbulan-bulan setelah infeksi dan intermitten shedding
dapat terjadi selama beberapa tahun. Shedding dapat ditemukan di urin dan
dalam konsentrasi rendah dapat ditemukan di air liur, sekresi hidung dan mata dan
feses. Penyakit ini juga dapat disebarkan melalui muntahan. Pada kondisi
kelembapan tinggi, temperatur rendah dan tidak ada sinar matahari, bakteri dapat
bertahan selama beberapa bulan di air, sisa abortusan, feses, peralatan dan pakaian.
Bakteri ini dapat bertahan di debu dan tanah (CFSPH 2012).
Bruselosis pada anjing dapat ditularkan dan masuk ke suatu daerah karena
lalu lintas dan perdagangan (Behzadi dan Mogheiseh 2011; Brower et al. 2007).
Deteksi bruselosis pada anjing-anjing ras eksotik dapat menunjukkan infeksi
berasal dari luar negeri (Behzadi dan Mogheiseh 2011).
Pengobatan menggunakan antibiotik tunggaltidak efektif,tetapi pengobatan
menggunakan kombinasi beberapa antibiotik lebih membantu. Anjing yang telah
diberikan pengobatan, kemungkinan untuk kambuh dapat terjadi (meskipun telah
dilakukan kastrasi), sehingga perlakuan terbaik adalah menyingkirkan anjing yang
dicurigai sebagai sumber penularan bruselosis atau dilakukan euthanasia (Wanke
2004; Hollet 2006).

Patogenesis Penyakit
Rute pemasukan agen patogen adalah melalui genital, nasal atau mukosa
konjungtiva. Setelah agen memasuki tubuh hewan, agen difagosit oleh makrofag
dan sel fagosit yang lain dan dibawa menuju organ-organ limfatik seperti
limfoglandula dan limpa dan pada organ-organ genital, dimana agen akan
bereproduksi. Bakteremia timbul 1-4 minggu pasca infeksi dan persisten paling
sedikit 6 bulan dan secara intermitten dapat mencapai lebih dari 64 bulan
(Carmichael dan Green 1990 yang dikutip dalam Wanke 2004). Agen mencapai
organ target dan menghasilkan perubahan patologi sesuai dengan typical penyakit.
Rute perjalanan penyakit digambarkan pada Gambar 1.

5

Gambar 1Patogenesisbruselosis pada anjing (canine brucellosis)
2004)

(Wanke

Gejala Klinis pada Manusia
Brucella canis bersifatzoonotikdan masih sedikit kasus telah dilaporkan
pada manusia, dan sebagian besar infeksinya bersifat ringan. Risiko zoonosis
paling besar dimiliki oleh orang yang bekerja di breeding kennelatau orang yang
kontak dengan anjing terinfeksi (Lucero et al. 2009). Penyakit ini juga
digolongkan penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti orang yang
bekerja dengan anjing di breeding kennel (Krueger et al. 2014). Gejala penyakit
pada manusia umumnya meliputi demam, kelemahan, sakit kepala, sakit
punggung dan sakit pada persendian. Namun, infeksi B. canis pada manusia
mungkin tidak terdiagnosa. Gejala penyakit tidak spesifik, kecurigaan diagnosis
rendah oleh para dokter dan hanya kultur bakteri sebagai uji diagnosis yang paling
umum yang tersedia untuk diagnosa pada manusia semakin menyulitkan diagnosa
penyakit ini pada manusia (CFSPH 2012). Lucero et al. (2009) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa kewaspadaan terhadap canine brucellosis masih
rendah, karena kurangnya pengetahuan mengenai cara penularan dan gejala
penyakit yang ditimbulkan. Penyakit ini perlu diwaspadai pada anak-anak,
manusia dengan immunodefisiensi, wanita hamil atau kejadian demam yang tidak
diketahui penyebabnya atau pembesaran limpa dan hati yang tidak diketahui
penyebabnya.
Secara umum
infeksi B. canispada manusia dapat menyebabkan
kelemahan, demam, pembengkakan hati dan limpa dan adenopati submaxillary
(Lucero et al. 2005).Kasus yang terjadi pada sebuah keluarga yang memelihara
anjing terinfeksi dan menyebabkan beberapa orang anggota keluarga tertular dan
terinfeksi B. canis diteliti oleh Lucero et al. (2009).
Sayan et al. (2011)
melaporkan bahwa seroprevalensi pada manusia terhadap B. canis didapatkan
sebanyak 8.9% positif terhadap ujirapid slide agglutination test (RSAT) dan 3.9%

6
positif terhadap uji 2 ME-RSAT (Merchaptoethanol-RSAT). Adanya infeksi B.
canis pada manusia harus dipertimbangkan ketika terdapat kasus gangguan sistem
metabolisme dan kekebalan yang tidak diketahui penyebabnya, dan terdapat
riwayat bahwa pasien memiliki kontak dengan anjing (Marzettia et al. 2013).

Pengujian Brucella canis
Penggunaan uji serologis yang paling banyak adalah RSAT dan 2MERSAT (Badakhsh et al. 1982) dan uji agar gel immunodiffusion (AGID) (Myers
et al.1974 dalam Keid et al. 2009). Uji ini untuk mendeteksi antigen permukaan
brucellayaitu rough lipopolisakarida (R-LPS). Penelitian sebelumnya dilaporkan
bahwa uji-uji ini adalah uji sensitif tetapi reaksi tidak spesifik dapat terjadi sejak
antigen permukaan berbagi dengan spesies bakteri lain. Diagnosa definitif pada
B. canis adalah isolasi bakteri dengan menumbuhkan pada media agar darah.
Namun isolasi bakteri dengan sampel darah sering menghasilkan hasil uji yang
negatif, karena bakteriemia bersifat intermitten (Wanke 2004).Uji polymerase
chain reaction(PCR)dilakukan sebagai uji alternatif (Keid et al. 2007a,b; Keid et
al. 2009). Uji PCR dengan menggunakan sampel organ, menunjukkan performa
yang sesuai dengan uji kultur bakteri (Aras dan Ucan 2010). Selanjutnya
diperkenalkan evaluasi secara serologis seperti tube agglutination test (TAT),
agar gel immunodiffusion test (AGID), rapid slide agglutination test (RSAT),
2ME-RSAT telah dipertimbangkan sebagai alat diagnostik yang efisien (Keid et
al. 2009). Uji fiksasi komplement (complement fixation test/CFT) dan
ELISA(Enzym-link immunosorbent assay) dengan antigen protein sitoplasmik
telah diperkenalkan untuk deteksi penyakit ini, namun laboratorium yang dapat
melakukan pengujian ini terbatas karena pengujian lebih kompleks dan tidak
tersedia di banyak tempat (Kim et al. 2007).
Saat initerdapat kit untuk deteksi cepat dengan metode lateral flow
immunoassay. Prinsip pengujian ini adalah sistem pengukuran analitis yang
menggunakan antibodi sebagai reagen uji. Antibodi diikat dengan label tertentu
kemudian ditambahkan reagen untuk mendeteksi substansi yang diinginkan.
Label dapat merupakan enzim atau partikel yang diwarnai seperti emas koloid,
latex bead atau karbon/silica nano partikel yang digunakan untuk visualisasi
reaksi secara langsung. Hasil positif terjadi karena reaksi kompleks antibody
antigen bergerak sepanjang substrat membran dan mengikat antibodi monoklonal
pada garis uji, membentuk garis uji yang berwarna merah (Bishor dan Siyasudeen
2011). Mekanisme kerja dari kit immunochromatograpy assay untuk pengujian B.
canis dapat dilihat pada Gambar 2.Immunochromatography assay telah
diperkenalkan sebagai metode yang umum, nyaman, cepat dan dapat dipercaya
untuk diagnosa bruselosis termasuk B. canis. Pengujian bruselosis menggunakan
kitimmunochromatographic assayini sangat sederhana sehingga selain dapat
dilakukan oleh dokter hewan juga dapat dilakukan oleh pemilik breeding kennel
(Behzadi dan Mogheiseh 2011).

7

Gambar 2Mekanisme immunochromatographic assay pada pengujian B.
canis (Kim et al. 2007)
Alat pengujian terdiri dari strip deteksi dari nitroselulosa yang diapit pada
bagian akhir dengan reagen pad, dan bagian akhir yang lain dengan absorbtion
pad.Strip deteksi mengandung antigen spesifik B. canis sebagai probe penangkap.
Reagen pad mengandung label colloidal gold immune conjugate. Gold label ini
bertindak sebagai penanda agar dapat terbaca secara visual. Konjugat emas
koloidal ini terdiri dari suspensi partikel emas yang dilapisi dengan protein
spesifik seperti antibodi (Kim et al. 2007).
Pengujian dilakukan dengan menambahkan 20 µl serum menggunakan
pipet pada sample pad, kemudian diikuti dengan penambahan empat tetes larutan
buffer. Hasil dibaca dalam waktu 10 menit dengan inspeksi visual. Hasil
dinyatakan valid apabila garis kontrol (control line) terwarnai. Pengujian
dinyatakan negatif apabila garis antigen (antigen line) tidak terwarnai dan
dinyatakan positif apabila garis antigen terwarnai.
Prinsip uji cepat ini adalah konsep novel immunochromatographic
assaydimana prinsip kerja seperti pengujianELISAnamun dengan dengan versi
yang jauh lebih sederhana (Kim et al. 2007).
Uji ELISAdan
immunochromatographic assay lebih sensitif dan spesifik dibandingkan 2ME
RSAT (Kim et al. 2007; Bae dan Lee 2009) dengan angka kesesuaian Kappa 0.89
(Kim et al. 2007). Keuntungan prosedurimmunochromatographic assay ini adalah
pengujian lebih sederhana dibandingkan dengan ELISA (Kim et al. 2007; Smith
et al. 2003).
Pengujian meggunakan kit immunochromatographic assay
merupakan alat yang akurat dan handy untuk serodiagnosis canine brucellosis
secara cepat (Kim et al. 2007).

Studi Pengetahuan Sikap dan Praktik (Knowledge, Attitude and Practise)
Studi Knowledge, Attitude and Practise(KAP) adalah suatu studi
representatif dari populasi spesifik untuk mengumpulkan informasi tentang
pengetahuan, kepercayaan dan tindakan yang berkaitan dengan topik tertentu
(WHO 2008). Studi KAP menggunakan kuisioner untuk mengumpulkan data.
Kuisioner disusun secara terstruktur, dan pertanyaan yang diajukan harus selaras

8
dengan tujuan penelitian. Data yang terkumpul, kemudian dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif tergantung tujuan dari penelitian. Studi ini penting untuk
membantu perencanaan, implementasi dan evaluasi terhadap suatu metode pada
masyarakat, dan data yang diperoleh dapat menjadi sebuah informasi dasar untuk
membuat keputusan strategis.Survei KAP dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan, masalah dan hambatan hingga solusi yang tepat untuk suatu progrm
(WHO 2008).
Studi ini telah dikenal sejak 40 tahun yang lalu oleh Bank Dunia (World
Bank) pada bidang pemerintahan, non-pemerintahan, perkembangan keluarga,
pendidikan dan kesehatan masyarakat. Dari survei ini juga dapat diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku sosial ekonomi, seperti alasan yang
melatarbelakangi dilakukan perilaku tertentu , alasan dan metode dibalik praktik
tertentu (Crini dan Jullien 2009). Naylor (2010) menyatakan bahwa survei KAP
dapat menunjukkan bagaimana seseorang atau sekelompok orang mempercayai
sesuatu, mengetahui dan berperilaku. Perubahan pengetahuan pada topik tertentu
dapat mempengaruhi sikap, dan perilaku. Studi KAP juga mengukur tingkat
pengetahuan, sikap dan praktik pada suatu kelompok, dan menentukan tingkat
pendidikan dari kelompok tersebut (Kaliyaperumal 2004). Untuk memperoleh
informasi mengenai kepercayaan dan praktik mengenai bruselosis pada anjing
terutama pada pemilik breeding kennel dapat dilakukan desain studi KAP. Hal ini
diperlukan untuk mengumpulkan informasi apa yang diketahui dan apa yang
diperlukan untuk mengetahui bruselosis pada anjing terutama yang terjadi pada
breeding kennel.
Karakteristik
Karakteristik terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis.
Faktor biologis meliputi genetik, sistem saraf dan sistem hormonal sedangkan
faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen kognitif (intelektual),
konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak, serta afektif
yang merupakan faktor emosional (Azwar 1995). Pada lingkup penelitian yang
akan dilakukan, karakteristik yang dimaksud adalah karakteristik pemilik
breeding kennelyang dibatasi pada karakteristik demografik seperti umur,
pendidikan, skala usaha dan lama usaha. Karakteristik para pemilik breeding
kennel ini diduga memiliki hubungan dengan sikap dan praktik terhadap
pengendalian bruselosis pada anjing dalam breeding kennel yang dimilikinya.
.
Pengetahuan
Menurut Kibler et al. (1981) yang dikutip oleh Ilyas (1997), pengetahuan
didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik dan umum,
ingatan mengenai metode atau proses, ingatan mengenai pola, susunan atau
keadaan.Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi,sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh dalam tingkat pengetahuan
seseorang antara lain adalah tingkat pendidikan, informasi, budaya, pengalaman,
tingkat sosial (Notoatmodjo 2007). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari
tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,

9
pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2007).
Sikap
Sikap merupakan keyakinan, perasaan atau penilaian individu yang bersifat
positif atau negatif (menyenangkan atau tidak menyenangkan) dan memberikan
arah atau kecenderungan kepada individu tersebut untuk berperilaku sesuai
dengan sikap yang dimilikinya. Sikap mengacu kepada kecenderungan untuk
bereaksi dengan cara tertentu untuk situasi tertentu, untuk melihat dan
menginterpretasikan peristiwa-peristiwa sesuai dengan kecenderungan tertentu,
atau untuk menyusun pendapat ke dalam struktur yang masuk akal dan saling
terkait.Rahayuningsih (2008) menyatakan terdapattiga definisi sikap, yaitu :
1. Berorientasi kepada respon
Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau
memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavourable) pada
suatu objek.
2. Berorientasi kepada kesiapan respon
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respon. Suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk
menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan.
3. Berorientasi kepada skema triadik
Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif
yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku
terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.
Secara sederhana sikap didefinisikan sebagai ekspresi sederhana dari
bagaimana kita suka atau tidak suka terhadap beberapa hal. Dalam rencana
penelitian ini, sikap yang dimaksud adalah sikap para pemilik breeding kennel
terhadap praktik pengendalian bruselosis pada anjing. Sikap yang timbul dapat
terbentuk dari kepercayaan, perasaan atau penilaian pada praktik pencegahan dan
pengendalian yang diikuti dengan kecenderungan berperilaku (Sutanto 2013).
Praktik
Perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor
dalam. Kondisi situasional luar mempengaruhi sikap dalam dan selanjutnya sikap
ini dapat mempengaruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap sebagai hasil
interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakteristik
individu) dan faktor luar.Azemi (2010) mengemukakan bahwa suatu sikap belum
tentu terwujudsecara otomatis dalam suatu tindakan/praktik. Berbagai faktor
pendukung atau suatu kondisi yangmemungkinkan diperlukan agar sikap berubah
menjadi tindakan nyata. Tindakan ini juga terdiri atas beberapa tingkatan yaitu :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akandiambil.
b. Respon Terpimpin (guided respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai
dengan contoh.
c. Mekanisme (mecanism)

10
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secaraotomatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.
d. Adaptasi (adaptation)
Perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor
luar (Harihanto 2001). Faktor dalam yang mempengaruhi perilaku adalah
karakteristik internal (sesuatu yang dimiliki oleh seseorang secara unik) baik yang
bersifat fisik atau kejiwaan (psikis). Faktor yang bersifat psikis adalah persepsi,
kepribadian, mental, intelektual, ego, moral, keyakinan, dan motivasi. Faktor luar
yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor sosial budaya, sosial ekonomi,
dan lingkungan fisik seperti pendidikan, pengetahuan, penghargaan sosial,
hukuman, kebudayaan, norma sosial, tekanan sosial, panutan, input informasi,
kohesi kelompok, dukungan sosial, agama, ekonomi politik, pola perilaku
kelompok, status, dan peranan individu dalam masyarakat.
Suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik yangmana
artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangikebenaran
tindakan tersebut. Menurut pendapat Baron dan Byrne (1987), faktor-faktor
sepertikespesifikan sikap, kekuatan sikap dan kesadaran pribadi amat
menentukankekuatan hubungan antara sikap dan praktik.Semakin spesifik suatu
sikapmaka semakin kuat berhubungan dengan tampilan praktiknya. Begitu
jugasemakin kuat suatu sikap, yang dalam hal ini ditentukan oleh
pengalamanpribadi langsung terhadap objek sikap atau kepentingan pribadi
terhadap objeksikap, maka akan semakin kuat hubungan antara sikap dan
tampilanpraktiknya.

3 METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta
(BBKPSH) dan breeding kennel yang melakukan importasi anjing bibit melalui
Bandara Soekarno Hatta. Pengujian serum darah anjing dilakukan di
Laboratorium Karantina Hewan BBKPSH. Pengambilan serum anjing bibit impor
dilakukan selama lima bulan (Mei-September 2014). Pengolahan data dilakukan
di Laboratorium Epidemiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada bulan
November 2014.

Disain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, yakni pengujian sampel serum
anjing bibit impor dan studi KAP terhadap pemilik breeding kennel yang
melakukan impor anjing bibit. Pengambilan spesimen darah dilakukan pada
seluruh anjing bibit untuk kennel yang diimpor selama periode penelitian (MeiSeptember 2014). Australia dan Selandia Baru dinyatakan bebas terhadap
penyakit
inisehingga
dipertimbangkan
untuk
tidak
dilakukan
pengambilanspesimen (CFSPH 2012; DAFF 2013).Serum diuji menggunakan kit

11
immunochromatographic assay (ICA) produk Animal Genetic Korea No. Katalog
RB 21-03.Besaran sampel yang diperoleh selama periode penelitian adalah
sebanyak 64 sampel.
Survei KAP menggunakan alat bantu penelitianberupa kuisioner terstruktur.
Sebelum penelitian dimulai, dilakukan uji pendahuluan (pre test), uji validitas dan
uji reliabilitas pada kuisioner. Uji pendahuluan bertujuan untuk menghitung
estimasi waktu wawancara dan melihat tingkat kesulitan dari pertanyaan Uji
validitas menggunakan korelasi peringkat Spearman. Uji reliabilitas menggunakan
model single trial administration dengan metode kosistensi internal belah dua
(split-half method) (Idrus 2009). Responden dalam survei KAP adalah pemilik
breeding kennel yang mengimpor anjing bibitmelalui Bandara Soekarno Hatta
selama periode penelitian. Total responden berjumlah 32 orang berasal dari
Jakarta, Tangerang, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Sidoarjo.
Variabel yang diamati adalah karakteristik individu, pengetahuan, sikap dan
praktik pencegahan dan pengendalian bruselosis pada anjing.
Terdapat19 pertanyaan untuk mengukur tingkatpengetahuan dengan 3
pilihan jawaban yaitu benar, salah dan tidak tahu (Hart et al. 2007). Jika jawaban
benar diberi nilai 1, jika jawaban salah dan tidak tahu diberi nilai 0. Pengukuran
sikap menggunakan 20 pernyataan (terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan
negatif) dengan 3 pilihan jawaban yaitu setuju, ragu-ragu dan tidak setuju. Pada
pertanyaan positif diberi nilai 2 untuk jawaban “setuju”, diberi nilai 1 untuk
jawaban “ragu- ragu” dan diberi nilai 0 untuk jawaban” tidak setuju”, sedangkan
pada pernyataan negatif pemberian nilainya berlaku sebaliknya. Pengukuran
praktik dilakukan melalui skoring pada 25 pertanyaan kunci, dan ditambah
observasi langsung menggunakan checklist. Untuk pengetahuan kategori tingkat
“baik” bila skor jawaban responden mencapai >15, tingkat „cukup” bila skor
jawaban responden antara 10-15 dan tingkat “kurang” jika skor jawaban
responden 32,
„netral” bila skor jawaban responden antara 20-32, dan “negatif” jika skor
jawaban responden
40,”cukup” bila skor responden antara 20-40, dan tingkat “kurang” jika skor
responden 10 tahun
 Ordinal
1. >100 juta
2. 50-100 juta
3.