Emisi Gas Rumah Kaca Yang Dihasilkan Oleh Feses Domba Lokal Yang Diberi Pakan Limbah Tauge Dan Omega 3.

EMISI GAS RUMAH KACA YANG DIHASILKAN OLEH
FESES DOMBA LOKAL YANG DIBERI PAKAN
LIMBAH TAUGE DAN OMEGA 3

LUTHFI DWIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Emisi Gas Rumah Kaca
yang Dihasilkan Oleh Feses Domba Lokal yang Diberi Pakan Limbah Tauge dan
Omega 3 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain disebut dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Luthfi Dwiyanto
NRP D151130241

RINGKASAN
LUTHFI DWIYANTO. Emisi Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan oleh Feses
Domba Lokal yang Diberi Pakan Limbah Tauge dan Omega 3. Dibimbing oleh
MOHAMAD YAMIN, SALUNDIK dan ANURAGA JAYANEGARA.
Limbah peternakan merupakan salah satu penyebab terjadinya global
warming yang menyebabkan perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim
dipermukaan bumi, perubahan iklim ini disebabkan oleh adanya gas rumah kaca
(GRK) seperti CH4, CO2 dan N2O. Gas metana merupakan tipikal GRK (Gas
Rumah Kaca) yang diemisi pada sektor pertanian termasuk peternakan, terutama
dari ternak ruminansia. Salah satu cara untuk menurunkan emisi gas rumah pada
sektor peternakan adalah dengan pemberian pakan. Salah satu pakan yang
digunakan untuk mengurangi emisi metana adalah leguminosa, pada penelitian ini
digunakan limbah tauge.

Penambahan suplemen berupa lipida juga dilakukan agar dapat
menurunkan produksi metan, penambahan lipida sebagai suplemen yang
bersumber dari asam-asam lemak tidak jenuh dapat mempengaruhi pola
fermentasi yang mengarah pada efisiensi energi (Baldwin, 1983). Asam lemak
tidak jenuh dapat menurunkan produksi gas metan (CH4) dan meningkatkan
produksi asam propionat, peningkatan proporsi asam propionat dapat
meningkatkan efisiensi energi yang menyebabkan penurunan sintesis metan
(CH4). Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pemberian pakan limbah
tauge dan omega 3 pada perlakuan yang berbeda dalam memproduksi gas rumah
kaca (CH4 dan CO2) dengan menggunakan metode sungkup tertutup.
Ternak yang digunakan untuk penelitian adalah ternak domba lokal yaitu
domba Garut dan domba Jonggol, ternak yang digunakan sebanyak 24 ekor ternak
yang berusia 1-2 tahun (I1) yang terdiri dari 12 domba Garut dan 12 domba
Jonggol, ternak tersebut diberi perlakuan pakan yaitu R40K60 (40% rumput dan
60% konsentrat), LT40K60 (40% limbah tauge dan 60% konsentrat) dan LT40K60O
(40% limbah tauge, 60% konsentrat dan ditambahkan omega 3 sebagai
supplement). Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan TVS awal sebelum
perlakuan lebih besar dibandingkan analisis setelah perlakuan, hal ini menunjukan
bahwa TVS dikonversi mejadi gas metana sehingga terjadinya penurunan niali
TVS setelah perlakuan. Perlakuan bangsa yang berbeda tidak berpengaruh

terhadap Kandungan C/N yang dihasilkan (P>0.05), tetapi pakan yang berbeda
berpengaruh nyata (P0.05).
Kata kunci : limbah tauge, omega 3, CH4, CO2

SUMMARY
LUTHFI DWIYANTO. Emissions of Greenhouse which Resulted of Local Sheep
Faeces Given Feed Mung Bean Sprouts Waste and Omega 3. Supervised by
MOHAMAD YAMIN, SALUNDIK and ANURAGA JAYANEGARA.
Livestock waste is one of the causes of global warming that causes climate
change and extreme weather on the surface of the earth. Climate change is caused
by depletion of ozone layer in the atmosphere caused by greenhouse gases (GHG)
such as CH4, CO2 and N2O. Methane gas is a typical GHG (Greenhouse Gas)
which emitted in agriculture sector (livestock included), mainly from ruminants.
One way to reduce greenhouse gas emissions in the livestock sector is by feeding.
One of the feeds used to reduce methane emissions is legume, in this study used
sprouts waste.
The addition of supplements in the form of lipids was also done to reduce
the production of methane, addition of lipid as a supplement derived from acidunsaturated fatty acids can affect fermentation patterns that lead to energy
efficiency (Baldwin, 1983). Unsaturated fatty acids may reduce the production of
methane (CH4) and increase the production of propionic acid. Increasing the

proportion of propionic acid can improve energy efficiency leading to decreased
synthesis of methane (CH4). The aim of this study is identify greenhouse gases
(CH4 and CO2) production from faeces of local sheep, by sprouts waste and
omega 3 feeding, using the lid closed method.
Animals used for this research are 24 garut and jonggol sheep, age 1-2
years (I1) which consists of 12 garut sheep and 12 jonggol sheep. The sheep were
fed R40K60 (40% grass and 60% concentrate), LT40K60 (40% bean sprouts waste
and 60% concentrate) and LT40K60O (40% of bean sprouts waste, 60%
concentrate and added omega-3 as a supplement). The results showed that the
content of TVS before treatment is greater than after treatment, it showed that
TVS converted to methane gas during treatment. Different breeds treatment did
not affect the content of the C/N is generated (P> 0.05), but different feed
significantly affect (P 0.05) the content of the C/N that generated. The results of
gas production analysis before treatment using the t test showed that there was no
difference in gas production from Jonggol and Garut sheeps faeces. Gas
production from third and sixth week after treatment was not affected by different
feed and breed (P> 0.05).
Keywords : waste bean sprouts, omega 3, CH4, CO2

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

EMISI GAS RUMAH KACA YANG DIHASILKAN OLEH
FESES DOMBA LOKAL YANG DIBERI PAKAN
LIMBAH TAUGE DAN OMEGA 3

LUTHFI DWIYANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
magister sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Afton Atabany, MSi

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabil’alamin. Segala puji hanya
milik Allah SWT, Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Rasulullah, Nabi Muhammad SAW dan semua pengikutnya
hingga akhir zaman. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah semata, atas
hidayah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah berjudul “Emisi Gas Rumah Kaca
yang Dihasilkan Oleh Feses Domba Lokal yang Diberi Pakan Limbah Tauge dan
Omega 3” ini telah berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr Ir Mohamad Yamin, MAgr
Sc, Dr Ir Salundik, MSi dan Dr Anuraga Jayanegara, SPt MSc selaku pembimbing.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang
telah membantu penulis selama studi dan penelitian.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda Hans

Yohanes Rumimpunu, ibunda Halimah, kakakku Ferdinan Jaksen Rumimpunu,
adikku Vivi Rosiani Rumimpunu dan Rania Andini Rumimpunu dan juga Iin
Muksinah, serta keluarga besar penulis atas segala doa dan perhatiannya. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen ITP atas ilmu dan
pengalaman yang telah diberikan, rekan-rekan pasca ITP angkatan 2013, serta staf
administrasi Pascasarjana ITP atas dukungan dan kerja samanya selama penulis
menyelesaikan studi. Semoga kelak ilmu yang telah diperoleh berguna untuk generasi
berikutnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Luthfi Dwiyanto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan

Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat penelitian
Materi Penelitian
Prosedur Penelitian
Pemeliharaan Ternak
Pembuatan Alat
Pengumpulan Feses
Peubah yang diamati
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Total Volatile Solid dan Rasio C/N Organik
Analisis Produksi Gas Sebelum Perlakuan
Analisis Produksi Gas pada Minggu ke-3 Setelah Perlakuan
Analisis Produksi Gas pada Minggu ke-6 Setelah Perlakuan
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

xiv
xiv

1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
4
5
5
5
7
8
9
11
12


DAFTAR TABEL
1 Analisis TVS awal, TVS akhir dan C/N organik pada feses domba lokal
2 Analisis produksi gas sebelum perlakuan
3 Analisis produksi gas pada minggu ke-3 setelah perlakuan
4 Analisis produksi gas pada minggu ke-6 setelah perlakuan

6
7
9
10

DAFTAR GAMBAR
1 Sungkup paralon ukuran tinggi 30 cm
2 Feses dengan kadar air yang berbeda

3
11

1


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan merupakan produsen utama dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat akan protein hewani. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk
maka permintaan akan produk peternakan pun semakin meningkat. Peternakan
merupakan salah satu penyebab terjadinya global warming yang menyebabkan
perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim dipermukaan bumi, perubahan iklim ini
disebabkan oleh adanya gas rumah kaca (GRK) seperti CH4, CO2 dan N2O. Gas
rumah kaca yang berasal dari sektor peternakan menempati peringkat kedua
setelah pertanian yaitu sekitar 24.1 % (IPCC 2006). Gas metana merupakan tipikal
GRK (Gas Rumah Kaca) yang diemisi pada sektor pertanian termasuk peternakan,
terutama dari ternak ruminansia, yakni sebagai hasil kerja bakteri metanogenik
dalam rumen. Gas metana mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan
dengan gas CO2 terhadap pemanasan global, karena daya menangkap panas gas
metana adalah 25 x CO2 (Vlaming 2008). Banyak penelitian yang telah dilakukan
untuk mengurangi produksi metan pada ternak ruminansia, salah satunya adalah
dengan memodifikasi pakan yang diberikan pada ternak.
Nutrisi asal pakan diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh dalam proses
metabolisme untuk menjadi energi, sedangkan selebihnya akan dibuang melalui
feses, urin dan gas metan. Metana (CH4) enterik secara alamiah merupakan
metabolit hasil fermentasi mikroorganisme rumen yang berbentuk gas dan
sebagian besar akan dikeluarkan melalui mulut pada proses eruktasi dan
bersamaan dengan proses regurgitasi serta sisanya bersama feses. Modifikasi
pakan yang diberikan dapat mengurangi metan yang dihasilkan. Menurut Eckard
et al. (2010) manipulasi teknologi menurunkan gas metana pada ruminansia dapat
dilakukan pada ternak itu sendiri, pakan maupun manipulasi pada rumennya.
Benchaar et al. (2001) menyatakan bahwa faktor pakan, terkait komposisi dan
level yang dikonsumsi merupakan penyebab utama produksi metana ruminansia.
Salah satu pakan yang dapat mengurangi metan adalah dengan memberikan
leguminosa. Hijauan berupa leguminosa mampu menekan produksi metana di
dalam rumen dibandingkan dengan rumput (Archimedea et al. 2011). Tauge
merupakan perkecambahan biji tanaman legum, limbah yang dihasilkan dari tauge
memiliki nutrisi yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pakan untuk
ternak ruminansia, komposisi nutrisi yang terdapat pada limbah tauge yaitu
protein kasar sebesar 13-14%, serat kasar 49.44%, dan TDN sebesar 64.65%
(Rahayu et al. 2010). Pemberian pakan limbah tauge pada ternak domba dapat
meningkatkan palatabilitas dan produktivitas ternak (Rahayu et al. 2010).
Selain modifikasi pakan berupa limbah tauge dilakukan juga penambahan
lipida yang diharapkan dapat menurunkan produksi metana, penambahan lipida
sebagai suplemen yang bersumber dari asam-asam lemak tidak jenuh dapat
mempengaruhi pola fermentasi yang mengarah pada efisiensi energi (Baldwin
1983). Asam lemak tidak jenuh dapat menurunkan produksi gas metana (CH4) dan
meningkatkan produksi asam propionat, peningkatan proporsi asam propionat
dapat meningkatkan efisiensi energi yang menyebabkan penurunan sintesis
metana (CH4) (Johnson et al. 2002; Fievez et al. 2003). Omega 3 merupakan salah

2

satu asam lemak tidak jenuh maka omega 3 dapat ditambahkan pada pakan untuk
menurunkan produksi gas metana dan meningkatkan produksi asam propionat.
Konsumsi pakan pada ternak domba harus diperhatikan karena semakin
tinggi pakan yang dikonsumsi maka semakin tinggi juga produktivitas ternak
tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum pada ruminansia
yaitu faktor makanan, faktor hewan dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan
meliputi suhu dan kelembaban, melihat faktor-faktor ini pemberian pakan
sebaiknya dilakukan pada kondisi suhu nyaman sehingga konsumsi pakan dapat
maksimal, kondisi suhu pada sore hari mendekati suhu nyaman pada ternak
sehingga konsumsi pakan lebih tinggi sehingga produktivitas ternak pun
meningkat dan diharapkan produksi metan pun menurun.
Pengukuran gas metana yang dilakukan dengan metode close chamber atau
metode sungkup tertutup, metode sungkup tertutup ini diperkenalkan oleh Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian Pati Jawa Tengah. Pengukuran gas metana
biasanya dilakukan dengan menggunakan ternak percobaan ( in vivo), in vitro dan
semi in vitro, penggunaan metode ini biasanya dilakukan secara enterik dan
membutuhkan biaya yang besar. Pada penelitian ini peneliti ingin melihat
produksi gas rumah kaca yang dihasilkan dari feses ternak domba lokal yang
diberi perlakuan pakan berbasis limbah tauge dan omega 3 menggunakan metode
sungkup tertutup.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pemberian pakan limbah
tauge dan omega 3 pada perlakuan yang berbeda dalam memproduksi gas rumah
kaca (CH4 dan CO2) dengan menggunakan metode sungkup tertutup.
Manfaat
Diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai produksi gas
rumah kaca (CH4 dan CO2) dari feses domba lokal yang diberi perlakuan pakan
limbah tauge dan omega 3.

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan
Desember 2014. Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan Laboratorium
Ternak Ruminansia Kecil Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, dan analisis gas rumah kaca dilakukan di Balai Penelitian
Lingkungan Pertanian di Pati Jawa Tengah.
Materi
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah feses ternak domba lokal
yang berumur 1-2 tahun (I1) yang diberi perlakuan pakan limbah tauge dan omega

3

3, Larutan H2SO4 pekat, Selen, NaOH 40%, larutan H3BO3 4%, BCG-MR, HCl
0,01 N, K2Cr2O7 2N.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sungkup tertutup,
ember, thermometer, plastik bening, syringe 10 ml, dan vacum blood, Cawan
porselen, neraca analitik, tanur, steam bath, oven suhu 103-105 oC, stirrer magnet,
pipet, Labu Kjedahl, erlemeyer, destilator, labu destilasi, Spektrofotometer
visible.
Prosedur Penelitian
Pemeliharaan Ternak
Ternak yang digunakan untuk penelitian adalah ternak domba lokal yaitu
domba Garut dan domba Jonggol, ternak yang digunakan sebanyak 24 ekor ternak
domba lokal jantan yang berusia 1-2 tahun dengan kisaran bobot badan 19.80 43.10 kg yang terdiri dari 12 domba Garut dan 12 domba Jonggol dibagi secara
acak kedalam 24 sekat kandang, masing-masing sekat terdiri dari 1 ekor domba.
Pengacakan domba berdasarkan pengelompokan bobot badan dari terendah
sampai tertinggi dalam setiap perlakuannya. Pemeliharaan dilakukan selama
delapan minggu dengan masa adaptasi dua minggu, adaptasi dilakukan untuk
membiasakan ternak terhadap perlakuan yang diberikan dan lingkungan baru.
Pemberian pakan dilakukan pada sore hari pukul 15.00 sampai 17.00 WIB.
Pemberian pakan dilakukan sesuai perlakuan. Perlakuan pakan yang digunakan
meliputi R40K60 ( 40% rumput dan 60% konsentrat), LT40K60 (40% limbah tauge
dan 60% konsentrat) dan LT40K60O (40% limbah tauge, 60% konsentrat dan
ditambahkan omega 3 sebagai supplement).
Pembuatan alat
Alat yang digunakan untuk mengambil gas adalah dengan menggunakan
sungkup tertutup yang terbuat dari paralon 4 inchi dengan panjang 30 cm dan
ember digunakan sebagai penampang air agar gas tidak bocor, penggunaan alat ini
berdasarkan metode yang digunakan oleh Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
dapat di lihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sungkup paralon ukuran 30 cm
Pengumpulan Feses
Feses yang dikumpulkan yaitu feses sebelum perlakuan, minggu ketiga
setelah perlakuan dan enam minggu setelah perlakuan. Setelah feses dikumpulkan
feses ditimbang sebanyak 400 gram kemudian dimasukan pada alat sungkup
didiamkan selama 2 minggu, setelah 2 minggu gas diambil dengan menggunakan

4

syringe 10 ml kemudian gas dimasukan kedalam vacum blood kosong dan di
analisis kandungan metana (CH4) dan CO2 yang terdapat pada feses tersebut,
analisis dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian.
Peubah yang Diamati
Analisis Total Volatile Solid (APHA ed 21th 2540E, 2005)
Cawan porselen yang telah dibersihkan disiapkan kemudian dikeringkan di
dalam oven bersuhu 103-105 oC selama 1 jam. Porselen tersebut lalu dimasukkan
ke dalam desikator. Setelah beberapa saat, porselen ditimbang dan didapatkan
bobot porselen yang dilambangkan dengan (B). Sampel sebanyak 25-30 ml
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 103-105 oC selama satu jam, lalu didinginkan
menggunakan desikator hingga mencapai suhu dan bobot seimbang. Bobot setelah
desikator dilambangkan dengan (A). Sampel (A) diambil dan dipanaskan dalam
tanur dengan suhu 550 oC selama satu jam hingga seluruh bahan organik
terabukan. Setelah itu, sampel didinginkan menggunakan desikator hingga
mencapai suhu dan bobot seimbang. Bobot ini dilambangkan dengan (C).
Perhitungan :
A−C ×
%Volume solid =
×
%
A−B
Keterangan :
A = Bobot sampel setelah didinginkan + bobot cawan (mg)
B = Bobot cawan tanpa sampel (mg)
C = Bobot sampel + cawan setelah dibakar dalam tanur
Kandungan Nitrogen dengan Metode Kjedahl (APHA ed. 21th 4500-Norg C,
2005)
Sampel sebanyak 0.25 g dimasukkan ke dalam labu kjedahl lalu
ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat dan 0.25 g Selen. Larutan tersebut kemudian
didestruksi hingga jernih. Setelah larutan tersebut dingin, larutan ditambahkan 15
mlNaOH 40%. Larutan penampung dalam erlemeyer 125 ml disiapkan, yang
terdiri atas 19 ml H3BO3 4% dan BCG-MR sebanyak 2-3 tetes. Larutan sampel
dimasukkan ke dalam labu destilasi, kemudian didestilasi. Destilasi dihentikan
apabila sudah tidak ada gelembung yang keluar pada larutan penampung. Hasil
destilasi kemudian dititrasi dengan HCl 0.01 N.
Perhitungan :
%N =

ml titrasi sampel − ml titrasi blanko × N HCl × 4 ×
ml sampel

Kandungan Karbon (Walkley dan Black, 1934)
Timbang teliti 0.5 gram sampel, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 2N, lalu dikocok. Tambahkan 7.5 ml H2SO4
pekat, dikocok lalu diamkan selama 30 menit. Encerkan dengan air bebas ion,
biarkan dingin dan impitkan. Keesokan harinya diukur absorbansi larutan
jernihnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai

5

pembanding dibuat standar 0 dan 250 ppm C, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan
standar 5000 ppm C ke dalam labu ukur 100ml dengan perlakuan yang sama
dengan pengerjaan sampel.
Perhitungan :
Kadar C-organik (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1000ml-1 x 100 mg contoh-1 xfk
= ppm kurva x 100. 1000-1 x 100. 500-1 x fk
= ppm kurva x 10.500-1 x fk
Keterangan:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
100
= faktor konversi ke %
fk
= faktor koreksi
kadar air = 100/(100 - %kadar air)
Gas metana (CH4) yang dihasilkan
Pengambilan sampel dilakukan sebelum perlakuan, minggu ke tiga setelah
perlakuan dan minggu ke enam pada akhir perlakuan, kemudian sampel gas
diambil, gas metana yang diambil kemudian diukur dan di analisis menggunakan
gas chromatography yang dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
Pati.
Gas CO2 yang dihasilkan
Pengambilan sampel dilakukan sebelum perlakuan, minggu ke tiga setelah
perlakuan dan minggu ke enam pada akhir perlakuan, kemudian sampel gas
diambil, gas CO2 yang diambil kemudian diukur dan dianalisis menggunakan gas
chromatography yang dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Pati.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dua faktor
(FAKTORIAL) dan analisis data diolah menggunakan software SAS, data
analisis produksi gas sebelum perlakuan diolah menggunakan uji t. hasil analisis
sidik ragam yang menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata diuji lanjut
dengan menggunakan uji Tukey’s.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Total Volatile Solid dan rasio C/N Organik
Analisi feses pada domba yang diberikan Perlakuan pakan R40K60 ( 40%
rumput dan 60% konsentrat), LT40K60 (40% limbah tauge dan 60% konsentrat)
dan LT40K60O (40% limbah tauge, 60% konsentrat dan ditambahkan omega 3
sebagai supplement) meliputi analisis Total Volatile Solid (TVS) awal, Total
Volatile Solid (TVS) akhir dan analisis C/N organik. Analisis TVS dilakukan
sebelum bahan dimasukan ke dalam alat dan setelah fermentasi, sedangkan

6

analisis C/N organik dilakukan sebelum feses dimasukan pada alat sugkup
tertutup. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Analisis TVS awal, TVS akhir dan C/N organik pada feses domba lokal
Parameter
TVS awal
(mg g-1)

TVS akhir
(mg g-1)

C/N organik

%
penurunan
TVS

Jonggol R40K60
LT40K60
LT40K60O

42.92± 8.741
42.33± 5.087
37.15± 4.369

22.31 ± 2.535
25.02 ± 3.705
23.65 ± 3.156

3.58 ± 1.47
2.13 ± 0.176
2.06 ± 0.281

48.02
40.89
36.34

Garut

32.61± 9.311
45.26±12.069
36.06± 2.804

18.87 ± 9.182
22.79 ± 3.089
18.36 ± 5.517

3.42 ± 0.625
1.95 ± 0.151
2.02 ± 0.135

42.13
49.65
49.08

0.6962
0.0035
0.9821

-

Bangsa

Pakan

R40K60
LT40K60
LT40K60O

Bangsa
Pakan
Bangsa*Pakan

0.4547
0.2660
0.3499

Nilai P
0.1525
0.4893
0.8713

Total volatile solid (TVS) merupakan salah satu indikator suatu bahan
kering organik yang berpotensi dikonversi menjadi gas metana. Jumlah TVS pada
suatu bahan akan mempengaruhi gas yang dihasilkan sebanyak 0.7 m3 metana dari
perombakan 1 kg volatile solid (VS) (Drapcho et al. 2008). Hasil analisis TVS
awal yang terkandung di dalam feses domba yang diberi perlakuan R40K60,
LT40K60 dan LT40K60O pada penelitian ini memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil analisis TVS akhir, persentase penurunan pada bangsa
domba jonggol pada R40K60, LT40K60 dan LT40K60O masing masing adalah
48.02%, 40.89% dan 36.34%, persentase penurunan nilai TVS awal dan TVS
akhir bangsa domba garut pada R40K60, LT40K60 dan LT40K60O masing-masing
adalah 42.13%, 49.65% dan 49.08%. Hal ini menunjukan bahwa kandungan TVS
awal dikonversi menjadi gas metana sehingga nilai pada hasil analisis TVS akhir
mengalami penurunan.
Li et al. (2009) menyatakan bahwa biogas diproduksi dari hasil konversi
bahan organik dengan bantuan mikroorganisme anaerobik, dengan adanya
konversi ini maka jumlah bahan organik akan mengalami penurunan. Analisis
statistik menunjukan nilai bahwa perlakuan pakan dan bangsa yang berbeda tidak
berpengaruh nyata terhadap (P>0.05) nilai TVS yang dihasilkan.
Rasio C/N adalah rasio perbandingan antara karbon dan nitrogen yang
terdapat pada substrat. Kisaran rasio C/N yang optimal menurut Deublein et al.
(2008) adalah 16:1 – 25:1 dan 20:1 - 30:1 menurut Stafford et al. (1980). Tetapi,
hal ini hanya indikasi karena nitrogen dapat juga terikat pada struktur lignin. Hasil
analisis rasio C/N pada feses bangsa domba lokal tersebut lebih kecil
dibandingkan nilai C/N rasio optimal. Hal ini disebabkan karena kandungan
nitrogen yang terdapat di dalam feses domba lokal yang diberi pakan limbah tauge
dan omega 3 sebagai suplemen tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan karbon yang terdapat di feses domba lokal tersebut, kandungan
nitrogen yang tinggi ini diduga karena kandungan protein yang terdapat pada
dinding sel kulit limbah tauge tersebut tidak tercerna sempurna sehingga ikut

7

terbuang di dalam feses sehingga menyebabkan nilai N di dalam feses tersebut
menjadi tinggi.
Perlakuan pakan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap Rasio C/N
(P0.05), hal ini disebabkan karena
kedua bangsa domba local tersebut memiliki sistem pencernaan yang sama
sehingga bangsa yang berbeda tidak berpengaruh terhadap rasio C/N yang
dihasilkan.
Analisis Produksi Gas Sebelum Perlakuan
Gas metana berasal dari berbagai sumber baik antropogenik maupun alami
(Rotz et al. 2010). Analisis gas metana yang dihasilkan dari feses domba
dilakukan sebelum perlakuan pemberian pakan limbah tauge dan omega 3. Hasil
perhitungan emisi gas metana total dari seluruh dunia dilaporkan oleh Johnson
dan Ward (1996) bervariasi dengan rataan 80 Tg per tahun, sedangkan IPCC
(2006) menyebutkan tingkat emisi gas metana dari proses pencernaan dan
penanganan kotoran ternak domba masing-masing adalah 5 kg ekor- tahun- dan 0.2
kg ekor- tahun. Hasil analisis gas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil analisis produksi gas sebelum perlakuan
Bangsa
Jonggol
Garut

Parameter
CH4 (%)

CO2 (%)

1.76± 0.758
1.74 ± 1.079

0.63 ± 0.122
9.62 ± 6.765

Hasil analisis produksi gas sebelum perlakuan dengan menggunakan uji t
yaitu tidak ada perbedaan produksi gas yang dihasilkan pada domba jonggol dan
garut. Kandungan gas metana pada feses domba garut dan jonggol sebelum
perlakuan pakan diperoleh sebesar 1.74 ± 1.079 % dan 1.76 ± 0.758 %. Sejian et
al. (2011) menyatakan bahwa perkiraan emisi metana pada sapi, kerbau, domba
dan kambing di negara maju adalah 150.7, 137, 21.9 dan 13.7 (g hewan- hari-).
Gas metana yang dihasilkan pada domba jonggol lebih tinggi dibandingkan
dengan kandungan gas pada domba garut hal ini disebabkan karena domba
jonggol yang digunakan untuk penelitian terbiasa di pelihara secara semi intensif,
dimana domba jonggol makan rumput lapang tanpa ada tambahan pakan sehingga
kualitas pakannya rendah dan metana yang dihasilkan oleh domba jonggol lebih
tinggi dibandingkan dengan domba garut yang terbiasa dipelihara secara intensif
sehingga pakan yang digunakan lebih berkualitas dibandingkan dengan pakan
domba jonggol sehingga metana yang dihasilkan lebih sedikit.

8

Penelitian Yates et al. (2001) menyatakan bahwa produksi gas metana yang
dihasilkan secara enterik meningkat dengan pemberian proporsi pakan silase yang
tinggi dibandingkan dengan hijauan segar di dalam pakannya. Rapetti et al. (2001)
menyatakan produksi metana dalam rumen sekitar 5.3% dari konsumsi energi
pada perlakuan kontrol, sedangkan pada perlakuan pakan non-forage bervariasi
dari 3.3 sampai 5.5%, hal ini terdapat kecenderungan produksi metana lebih tinggi
apabila pakan yang diberikan mengandung hijauan lebih tinggi dibandingkan
dengan konsentrat. Thalib (2008) mengatakan besarnya emisi metana yang
dihasilkan ternak dapat dipengaruhi oleh faktor kualitas pakan, status dan
fisiologis ternak, serta lingkungan.
Gas CO2 yang dihasilkan pada domba jonggol lebih rendah dibandingkan
dengan gas yang dihasilkan pada domba garut sama halnya dengan gas metana
produksi gas CO2 yang dihasilkan dipengaruhi juga oleh pakan. Pola produksi
metana dan CO2 yang dihasilkan adalah berbanding terbalik, apabila kandungan
metana rendah maka kandungan CO2 tinggi hal ini karena pertumbuhan mikroba
metanogenesis atau pembentuk metana belum bekerja secara optimal. Pada ternak
ruminansia (sapi, kerbau, domba dan kambing), senyawa-senyawa organik bahan
pakan difermentasi oleh mikroba rumen menghasilkan asam lemak mudah terbang
( volatile fatty acids), karbondioksida (CO2), hidrogen (H2) dan massa mikroba.
Melalui proses metanogenesis oleh bakteri metanogenik, CO2 direduksi dengan H2
membentuk CH4, yang keluar melalui eruktasi sekitar 83%, pernapasan sekitar
16% dan anus sekitar 1% (Vlaming 2008).
CH4 ini biasanya dihasilkan setelah degradasi komponen karbon selama
proses pencernaan pakan dan pupuk kandang (Monteny et al. 2006). Dijkstra et al.
(2012) menyatakan bahwa pada saat komposisi konsentrat dalam pakan tinggi,
mikroorganisme rumen golongan amilolitik dan protozoa lebih berkembang dan
semakin aktif, kondisi demikian akan cepat dihasilkan VFA sekaligus hasil
sampingannya CO2 dan H2 yang akan digunakan metanogen untuk mereduksi CO2
menjadi metana.
Analisis Produksi Gas pada Minggu ke-3 Setelah Perlakuan
Analisis gas rumah kaca yang dilakukan pada minggu ketiga atau analisis
setelah diberikan perlakuan pakan R40K60 ( 40% rumput dan 60% konsentrat),
LT40K60 (40% limbah tauge dan 60% konsentrat) dan LT40K60O (40% limbah
tauge, 60% konsentrat dan ditambahkan omega 3 sebagai supplement).
Hasil analisis secara statistik menunjukan bahwa perlakuan pakan dan
bangsa yang berbeda tidak berpengaruh terhadap produksi gas rumah kaca yang
dihasilkan oleh feses domba lokal (P>0.05). Namun penelitian lain yang berkaitan
dengan emisi gas metana yang dilakukan secara enterik menyebutkan bahwa
penggunaan asam lemak tidak jenuh sebagai pakan dapat menurunkan produksi
gas metan (CH4) di dalam rumen dan meningkatkan produksi asam propionat,
peningkatan proporsi asam propionat dapat meningkatkan efisiensi energi yang
menyebabkan penurunan sintesis metan (CH4) (Johnson et al. 2002; Fievez et al.
2003). Metan enterik adalah gas metana yang diproduksi oleh hewan ruminansia.
Terbentuknya metan dari ruminansia merupakan indikasi hilangnya energi pakan
yang dikonsumsi. Kandungan energi gas metan sebesar 55.22 MJ/Kg (Eckard et

9

al. 2010).Hasil analisis gas metan dan gas CO2 yang dihasilkan dari feses domba
jonggol dan domba garut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil analisis produksi gas minggu ke-3 setelah perlakuan
Bangsa

Pakan

Jonggol

R40K60
LT40K60
LT40K60O
R40K60
LT40K60
LT40K60O

Garut

Parameter
CH4 (%)

C02 (%)

7.47 ± 2.396
5.13 ± 12213
7.17 ± 5.332
7.48 ± 5.926
5.89 ± 2.894
8.66± 6.461

17.75 ± 8.941
23.16 ± 2.538
18.24 ± 3.229
17.58 ± 2.670
21.99 ± 4.313
17.91 ± 2.323
Nilai P

Bangsa
Pakan
Bangsa*Pakan

0.6862
0.5331
0.9480

0.7712
0.0882
0.9732

Banyak cara dilakukan untuk mengurangi produksi gas metana pada ternak
ruminansia yaitu dengan penghambatan secara langsung proses metanogenesis
menggunakan halogen, pemberian antibiotik ionosphores, penambahan prekursor
dari propionat, stimulasi asetogen, oksidasi metana, defaunasi, probiotik dan
imunisasi (Moss et al. 2000). Jayanegara et al. (2011) menyebutkan bahwa
strategi pemberian pakan yang mengandung tanin pada ternak ruminansia dapat
menurunkan produksi gas metana.
Analisis Produksi Gas pada Minggu ke-6 Setelah Perlakuan
Hasil ini menunjukan bahwa produksi gas yang dihasilkan pada feses
domba lokal tidak dipengaruhi perlakuan pakan dan bangsa yang berbeda. hal ini
disebabkan karena kandungan zat-zat gizi dalam pakan yang dapat menurunkan
metan sudah diserap didalam rumen melalui proses metabolisme sehingga yang
tersisa didalam feses hanyalah sisa dari proses metabolisme, sehingga produksi
gas yang dihasilkan feses tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan dan bangsa
yang berbeda. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dohme et al. (2001)
menyebutkan bahwa pemberian suplementasi asam lemak rantai panjang
cenderung menyebabkan produksi metana yang lebih tinggi pada sapi perah,
suplementasi asam lemak jenuh C18 mengakibatkan produksi gas metana sebesar
21 MJ/hari lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi asam lemak jenuh C12
yaitu 17 MJ/hari. Limbah tauge yang digunakan merupakan salah satu leguminosa
yang memiliki kandungan tanin. Pemberian tanin dapat menurunkan produksi gas
metana pada kambing, hal ini menggambarkan bahwa mitigasi metana dapat
dilakukan melalui pemberian pakan yang tepat (Puchala et al. 2005).
Analisis produksi gas yang dilakukan pada minggu ke enam setelah
perlakuan pakan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 4. Berdasarkan tabel
4 tidak terdapat perbedaan nyata (P>0.05) antara pemberian pakan pada perlakuan
R40K60 ( 40% rumput dan 60% konsentrat), LT40K60 (40% limbah tauge dan 60%

10

konsentrat) dan LT40K60O (40% limbah tauge, 60% konsentrat dan ditambahkan
omega 3 sebagai supplement).
Tabel 4 Analisis produksi gas pada minggu ke-6 setelah perlakuan
Bangsa

Parameter

Pakan
CH4 (%)

C02 (%)

Jonggol

R40K60
LT40K60
LT40K60O

20.34 ± 6.013
20.17 ± 6.761
20.81 ± 2.579

28.16 ± 2.907
26.12 ± 3.188
25.88 ± 0.633

Garut

R40K60
LT40K60
LT40K60O

19.28 ± 4.284
17.42 ± 6.559
22.22± 8.805

28.90 ± 1.624
22.85 ± 9.034
25.09 ± 3.363
Nilai P

Bangsa
Pakan
Bangsa*Pakan

0.7539
0.6767
0.7966

0.5431
0.1839
0.6570

Puastuti et al. (2012) mengkaji domba yang diberi pakan dengan suplemen
bungkil kedelai terproteksi getah pisang menunjukan domba mampu
memproduksi metan sebesar 70.3 mM, VFA (190.3 mM), NH3 (9.4 Mm), dan pH
(6.4).
Jordan et al. (2006) melaporkan bahwa terjadinya penurunan gas metana
harian (P