Analisis Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah Dan Keterkaitannya Dengan Karakteristik Tanah Di Sekitar Kampus Ipb Dramaga Bogor

ANALISIS HANTARAN HIDROLIK JENUH TANAH
DAN KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK
TANAH DI SEKITAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR

MIRNA FEBRIANA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hantaran
Hidrolik Jenuh Tanah dan Keterkaitannya dengan Karakteristik Tanah di Sekitar
Kampus IPB Dramaga Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Mirna Febriana
NIM A14110044

ABSTRAK
MIRNA FEBRIANA. Analisis Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah dan
Keterkaitannya dengan Karakteristik Tanah di Sekitar Kampus IPB Dramaga
Bogor. Dibimbing oleh YAYAT HIDAYAT dan WAHYU PURWAKUSUMA.
Hantaran hidrolik tanah merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan
dalam hubungannya dengan bidang pertanian dan perencanaan penggunaan lahan.
Hantaran hidrolik tanah erat hubungannya dengan ketersediaan air untuk tanaman
dan simpanan air bawah tanah di musim kemarau. Penggunaan lahan yang
berbeda mempengaruhi karakteristik sifat tanah sehingga pada akhirnya
menentukan kemampuan tanah dalam melalukan air (hantaran hidrolik tanah).
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi laju hantaran hidrolik tanah pada
berbagai penggunaan lahan di sekitar kawasan kampus IPB Dramaga Bogor,
yaitu : arboretum, kebun karet, dan lahan berumput; serta mengidentifikasi
pengaruh beberapa sifat tanah terhadap hantaran hidrolik jenuh tanah, terutama

kandungan bahan organik, ruang pori total (RPT), distribusi ukuran pori tanah,
bobot isi, stabilitas agregat, dan tekstur tanah. Analisis sifat-sifat tanah dilakukan
di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hantaran hidrolik jenuh
tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Hantaran hidrolik jenuh tertinggi
(kategori kelas sedang) terdapat pada lahan arboretum (5,72 cm jam-1), disusul
lahan kebun karet (1,91 cm jam-1) dalam kategori kelas agak lambat, dan terendah
pada lahan berumput (1,22 cm jam-1) dalam kategori agak lambat. Hantaran
hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran di laboratorium tidak jauh berbeda dengan
hasil pengukuran lapang dimana nilai tertinggi terdapat pada arboretum (7,31 cm
jam-1) dalam kategori kelas agak cepat disusul oleh kebun karet (0,79 cm jam-1)
dalam kelas agak lambat, dan lahan berumput dengan nilai terendah (0,52 cm jam1
) dalam kelas agak lambat. Karakteristik tanah yang mempengaruhi hantaran
hidrolik jenuh tanah diantaranya adalah pori drainase tanah (pori makro), ruang
pori total, kadar bahan organik, stabilitas agregat, dan tekstur tanah.
Kata Kunci : Hantaran hidrolik tanah, penggunaan lahan, sifat fisik-kimia tanah

ABSTRACT
MIRNA FEBRIANA. Analysis of Saturated Soil Hydraulic Conductivity and Its
Relation to the Characteristics of the Soil Around IPB Campus Dramaga Bogor.

Supervised by YAYAT HIDAYAT and WAHYU PURWAKUSUMA.
Soil hydraulic conductivity is an important aspect to be considered in
relation to agriculture and land use planning. Soil hydraulic conductivity
corresponds to water availability for plant and groundwater storage. Different land
use affects, to some extent, to some soil phyisical properties which in turn
determines the ability of soil to transport water (soil hydraulic conductivity). This
research aims (i) to evaluate soil hydraulic conductivity rate in various land uses
around Dramaga IPB campus i.e, arboretum, rubber garden, and grass field ; (ii) to
identify some effects of soil properties that are related to saturated soil hydraulic
conductivity, such as soil organic matter, total pore space, soil pore size
distribution, bulk density, aggregate stabillity, and soil texture. Soil properties
were analyzed at Laboratorium of Soil Science and Land Resource Departement,
Faculty of Agriculture, IPB. The result indicates that saturated soil hydraulic
conductivity was influenced by land use. The highest value of saturated soil
hydraulic conductivity is at arboretum (5,72 cm h-1, medium), then at rubber
garden (1,91 cm h-1, moderately slow ), and the smallest one is at grass field (1,22
cm h-1, moderately slow ). Saturated soil hydraulic conductivity values measured
at laboratory scale didn’t give much different value with the one measured in the
field. Consecutively the hydraulic conductivity of arboretum, rubber garden, and
grass field are 7,31 cm h-1 (moderately fast), 0,79 cm h-1 (moderately slow), and

0,52 cm h-1 (moderately slow). The properties of soil which influence saturated
soil hydraulic conductivity during observasion are soil drainage pore space (soil
macro pore), total soil pore, soil organic matter, aggregate stability, and soil
texture.
Keywords : Land use, soil hydraulic conductivity, soil physical-chemical
properties

ANALISIS HANTARAN HIDROLIK JENUH TANAH
DAN KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK TANAH
DI SEKITAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR

MIRNA FEBRIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Hantaran Hidrolik
Jenuh Tanah dan Keterkaitannya dengan Karakteristik Tanah di Sekitar Kampus
IPB Dramaga Bogor” berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yayat Hidayat, M.Si
selaku dosen pembimbing skripsi I yang senantiasa memberikan ilmu, motivasi,
dan arahan selama penelitian hingga penulisan skripsi dan Terima kasih kepada
Bapak Ir Wahyu Purwakusuma, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi II atas
bimbingan dan berbagai saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi serta
Terima kasih kepada Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku dosen penguji
yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta dan adik-adik tersayang (Elisa, Rizal, dan Rinda) atas
doa, perhatian, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan pendidikan S1 ini.
2. Seluruh dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan yang sangat berharga.
3. Seluruh staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
4. Begum, Ika, Bunga, Rara, Ocil, Aziz, Ichsan, Angga, dan Rio atas bantuan dan
dukungan selama proses mengerjakan penelitian dan penulisan skripsi.
5. Seluruh Keluarga Besar Tanah 48 atas kebersamaan dan dukungannya selama
perkuliahan dan penelitian.
6. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, September 2015
Mirna Febriana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

1


METODOLOGI PENELITIAN

2

Tempat dan Waktu Penelitian

2

Bahan dan Alat

2

Metode Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4


Kondisi Umum Penggunaan Lahan

4

Karakteristik Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan

6

Hantaran Hidrolik Jenuh

13

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17


Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6
7
8

Klasifikasi hantaran hidrolik jenuh tanah (Uhland O’neal 1951)
Metode penetapan sifat-sifat tanah
Tekstur tanah pada beberapa penggunaan lahan
Kandungan bahan organik (%) pada beberapa penggunaan lahan
Bobot isi dan porositas total tanah pada beberapa penggunaan lahan
Indeks stabilitas agregat pada beberapa penggunaan lahan
Distribusi ukuran pori tanah pada beberapa penggunaan lahan
Hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran lapang dan
laboratorium

3
3
6
7
8
9
12
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Penggunaan lahan kebun karet
Penggunaan lahan arboretum arsitektur lanskap
Penggunaan lahan berumput
Kurva retensi air tanah di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm pada
beberapa penggunaan lahan
5 Pori drainase di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm setiap penggunaan
lahan
6 Hantaran hidrolik jenuh tanah pada setiap penggunaan lahan

4
5
6
10
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kadar bahan organik (%), nilai bobot isi, dan Indeks Stabilitas
Agregat (ISA) tanah pada beberapa penggunaan lahan
Nilai tekstur tanah pada beberapa penggunaan lahan
Nilai porositas total dan pori drainase pada beberapa penggunaan
lahan
Nilai hasil pengukuran hantaran hidrolik jenuh tanah di lapang
Nilai hasil pengukuran Q hantaran hidrolik jenuh tanah di
laboratorium
Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf
α= 5% terhadap pasir
Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf
α= 5% terhadap klei
Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf
α= 5% terhadap debu
Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf
α =5% terhadap bahan organik tanah
Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada α=
5% terhadap bobot isi tanah
Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf
α= 5% terhadap porositas tanah
Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf
α= 5% terhadap pori drainase tanah

20
20
21
22
23
23
23
24
24
24
24
25

13 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf
α =5% terhadap agregat tanah
14 Analisis ragam pengaruh penggunaan lahan dan kedalaman pada taraf
α= 5% terhadap hantaran hidrolik jenuh tanah di lapang

25
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pergerakan air di dalam tanah merupakan aspek penting yang harus
dipertimbangkan dalam perencanaan bidang pertanian dan perencanaan
penggunaan lahan lainnya. Pergerakan air sangat dipengaruhi oleh kemampuan
tanah untuk meloloskan air. Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan
kemampuan tanah dalam melalukan air disebut sebagai hantaran hidrolik
(hydraulic conductivity) (Klute dan Dirksen 1986). Kemampuan ini berhubungan
erat dengan fenomena pergerakan air di dalam tanah, baik pergerakan secara
vertikal maupun horizontal. Hantaran hidrolik tanah ditentukan oleh sifat-sifat
tanah diantaranya porositas total, distribusi ukuran pori, bahan organik, bobot isi,
tekstur, dan stabilitas agregat tanah. Beberapa sifat fisik tanah tersebut sampai
tahap tertentu ditentukan oleh penggunaan lahan.
Penggunaan lahan yang berbeda menyebabkan daya resap air dan tingkat
pengaruh terhadap hantaran hidrolik jenuh tanah menjadi berbeda pula. Variasi
nilai hantaran hidrolik jenuh tanah akibat berbagai pola penggunaan lahan belum
banyak diketahui dan sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. Oleh karena itu,
perlu adanya pengamatan hantaran hidrolik tanah pada berbagai penggunaan lahan.
Penetapan hantaran hidrolik tanah sangat penting peranannya dalam
pengelolaan tanah dan air. Hal ini dikarenakan hantaran hidrolik jenuh tanah
sebagai komponen dari siklus hidrologi, berperan penting dalam penditribusian air
hujan sehingga berpengaruh terhadap aliran permukaan, banjir, erosi, dan
simpanan air bawah tanah. Tanah dengan hantaran hidrolik jenuh tinggi dapat
meningkatkan laju peresapan air kedalam tanah sehingga menurunkan laju aliran
permukaan.
Informasi hantaran hidrolik tanah dapat digunakan sebagai salah satu dasar
pertimbangan dalam perencanaan bidang pertanian dan penggunaan lahan yang
berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya lahan dan sumberdaya air. Dengan
demikian studi terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi kemampuan tanah
dalam melalukan air sebagai akibat berbagai pola peggunaan lahan perlu
mendapat perhatian yang lebih besar.
Tujuan
1. Mengevaluasi hantaran hidrolik jenuh tanah pada beberapa penggunaan lahan
di latosol, Dramaga.
2. Mengidentifikasi karakteristik tanah yang berkaitan dengan hantaran hidrolik
jenuh tanah pada beberapa penggunaan lahan.

2

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada latosol Dramaga di sekitar kawasan Kampus IPB
Dramaga, Bogor. Kawasan terbagi atas beberapa penggunaan lahan yaitu lahan
Arboretum Arsitektur Lanskap IPB, lahan kebun karet di kebun percobaan
Cikabayan, dan lahan berumput di taman lapangan Rektorat IPB. Analisis sifat
fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian berlangsung dari bulan
Februari hingga Juni 2015.
Bahan dan Alat
Penelitian menggunakan contoh tanah utuh, contoh tanah agregat utuh dan
contoh tanah terganggu. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur hantaran
hidrolik adalah Permeameter sederhana, tissue, stopwatch, penggaris, ember,
gayung, gunting, bor, cangkul. Alat-alat yang digunakan untuk mengambil
contoh tanah adalah ring sampler, cangkul, garpu tanah, pisau, kaleng, cutter,
aluminium foil, kantong plastik, label, gunting, balok kayu, alat tulis, kalkulator,
dan peralatan laboratorium serta bahan kimia untuk analisis laboratorium.
Metode Penelitian
Pengukuran Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah di Lapang
Pengukuran hantaran hidrolik tanah dilakukan menggunakan Metode Invers
Auger Hole pada kedalaman lubang ±40 cm. Pengukuran tersebut dilakukan
dengan mengamati laju penurunan muka air dalam tabung permeameter sampai
laju penurunannya relatif konstan. Pengukuran hantaran hidrolik tanah pada
masing-masing landuse dilakukan di tiga titik dan pada masing-masing titik
dilakukan 3 kali ulangan sehingga secara total dilakukan 27 pengukuran. Data
hantaran hidrolik diplotkan ke dalam kurva hubungan laju penurunan air dengan
waktu. Untuk menghitung hantaran hidrolik jenuh digunakan persamaan sebagai
berikut :
[



keterangan : K = hantaran hidrolik (cm jam-1)
h = ketinggian muka air (cm)
r = jari-jari lubang (cm)
 = 3,14
Q = debit air (cm3 jam-1)

]

3
Hantaran hidrolik jenuh tanah diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi
Uhland O’neal (1951) seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi hantaran hidrolik jenuh tanah (Uhland O’neal 1951)
Kelas
Sangat Lambat
Lambat
Agak Lambat
Sedang
Agak Cepat
Cepat
Sangat Cepat
(Sumber : Sitorus et al. 1983).

hantaran hidrolik
(cm jam-1)
25,00

Pengambilan Contoh Tanah
Contoh tanah diambil secara random dari lahan arboretum, kebun karet, dan
lahan berumput. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm
sebanyak 3 kali ulangan di setiap penggunaan lahan. Contoh tanah utuh digunakan
untuk pengukuran bobot isi, porositas, pF, distribusi ukuran pori, dan hantaran
hidrolik jenuh tanah di laboratorium. Contoh tanah agregat utuh digunakan untuk
stabilitas agregat tanah dan contoh tanah terganggu untuk menetapkan bobot jenis
partikel, tekstur, dan bahan organik tanah.
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Analisis sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium dilakukan dengan
menggunakan metode seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Metode penetapan sifat-sifat tanah
No.
1
2
3
4

Sifat-sifat Tanah
Tekstur
Bobot Jenis Partikel
Bahan organik
Bobot isi dan porositas total

5

Distribusi ukuran pori

6
7

Indeks Stabilitas Agregat
Hantaran hidrolik jenuh di laboratorium

Metode Analisis
Pipet
Piknometer
Walkley and Black
Gravimetri
Prresure Plate Apparatus, Membrane
Plate Apparatus
Pengayakan kering dan basah
Constant Head

8

Hantaran hidrolik jenuh di lapang

Permeameter (Invers Auger Hole)

Analisis Data
Analisis ragam (ANOVA) dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan lahan terhadap karakteristik sifat-sifat tanah dan hantaran hidrolik
jenuh tanah. Untuk mengidentifikasi adanya perbedaan pada perlakuan dilakukan
uji selang berganda Duncan.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penggunaan Lahan
Penelitian dilakukan di sekitar kawasan Kampus Institut Pertanian Bogor
(IPB) yang secara administrasi kampus ini termasuk ke dalam wilayah Desa
Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara
geografis terletak antara 6° 32’ 45”-6° 33’ 45” LS dan 106° 42’ 43”-106° 44’15”
BT. Kampus IPB Dramaga terletak pada 9 km arah barat dari pusat Kota Bogor.
Luas kampus IPB Darmaga secara keseluruhan adalah 256,97 ha. Berdasarkan
data curah hujan tahunan kondisi iklim di kawasan kampus IPB Darmaga dan
sekitarnya beriklim tropika basah seperti ditunjukkan oleh curah hujan rata-rata
bulanan sekitar 326,82 mm dan suhu udara rata-rata tahunan 25,7°C.
Penggunaan lahan pada Kampus IPB Darmaga, selain gedung perkuliahan
secara umum disekitarnya masih banyak dikelilingi oleh ruang terbuka hijau,
lahan perkebunan, hutan, sawah, dan permukiman.
Kebun Karet
Lokasi lahan kebun karet tempat pengambilan contoh terletak di kebun
percobaan Cikabayan, IPB. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi
dan berbatang cukup besar. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki
percabangan yang tinggi di atas. Batang tanaman ini mengandung getah yang
dikenal dengan lateks. Karet juga memiliki perakaran yang cukup kuat dengan
akar tunggangnya yang dalam dengan percabangan akar yang kokoh.
Pada kebun karet terdapat tanaman penutup tanah berupa rerumputan.
Rapatnya tajuk tanaman pada penggunaan lahan kebun karet menyebabkan lebih
banyak sisa tanaman yang terdapat pada lahan ini yang menyumbangkan bahan
organik. Kondisi serasah tidak begitu lembab dan relatif kering karena mendapat
cahaya matahari yang cukup.
Lahan kebun karet tidak banyak mengalami pengolahan tanah intensif.
Pengolahan tanah hanya dilakukan pada lapisan atas (kedalaman 0-20 cm) dan
dengan menerapkan minimum tillage pada sekitar baris tanam. Lahan ini
terkadang dilewati oleh masyarakat yang memanfaatkan pohon karet untuk
diambil getahnya, sehingga pada beberapa tempat di lokasi penelitian, tanah pada
kebun ini mengalami pemadatan.

Gambar 1 Penggunaan lahan kebun karet

5
Arboretum Arsitektur Lanskap
Arboretum Arsitektur Lanskap merupakan salah satu bentuk hutan kota
yang ada di dalam kampus IPB. Menurut Fakuara (1987), hutan kota merupakan
tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat
lingkungan yang sebesar–besarnya dalam hal proteksi, estetika, rekreasi serta
kegunaan khusus lainnya. Arboretum Arsitektur Lanskap memiliki potensi jenis
tanaman hutan kota yang mampu menyimpan karbondioksida serta perakaran dan
tanahnya mampu pula menyimpan dan meresapkan air dengan baik. Keberadaan
hutan kota sangat berfungsi sebagai penentu sistem hidrologi di sekitar kampus.
Arboretum ARL IPB memiliki luas ± 4 Ha, dengan batas fisik tapak terdiri
dari batas timur dan batas utara, jalan ramin IPB sebagai batas utara, dan jalan
raya Bogor–Jasinga merupakan batas timur dari arboretum ARL. Kondisi lahan
dan pepohonan di arboretum cukup terawat dan sejuk karena kanopi pepohonan
yang menutupi lahan. Serasah yang jatuh dari sisa tanaman diatasnya juga mampu
menyumbangkan bahan organik tanah sehingga pada lahan memiliki
keanekaragaman fauna tanah ditandai dengan adanya cacing tanah, rayap, dan
fauna tanah lainnya. Adapun beberapa jenis tanaman hutan kota yang terdapat di
Arboretum Arsitektur Lanskap IPB, diantaranya seperti Dahu (Dracontomelon
dao Merr), Merbau (Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze), Trembesi (Samanea
saman (Jacq.) Merr.), Simpur (Dillenia indica L.), Ki Putri (Podocarpus
neriifolius D. Don.), Kayu Manis (Cinnamomum zeylanicum Blume), Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk) dan lain sebagainya (Indriyana 2014). Lahan
arboretum pada dasarnya hampir tidak pernah mengalami pengolahan tanah secara
intensif dan pepohonan hanya dibiarkan saja tumbuh semakin besar dari tahun ke
tahun.

Gambar 2 Penggunaan lahan arboretum arsitektur lanskap
Lahan Berumput
Lahan ini hampir seluruh bagian penutup tanahnya didominasi rerumputan
lunak dan pendek yang lokasinya berada tidak jauh dari Arboretum Lanskap IPB
yang dekat dan bersebelahan dengan gerbang pintu masuk IPB. Kondisi lahan ini
kini hanya ditumbuhi oleh rerumputan lunak yang cukup dirawat dengan baik.
Hanya sedikit pepohonan yang terlihat mengelilingi area terbuka ini sehingga
pada bagian lahan berumput kondisinya relatif panas karena tidak ada kanopi yang
menutupi bagian lahan berumput. Pada lahan ini sering pula digunakan sebagai
tempat menyelenggarakan suatu event di lingkungan IPB atau pun untuk

6
keperluan acara tertentu. Dengan melihat banyaknya aktivitas manusia yang
sering dilakukan di lahan ini sehingga sebagian besar lahan relatif telah
mengalami pemadatan.

Gambar 3 Penggunaan lahan berumput
Karakteristik Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan
Tesktur Tanah
Tekstur tanah pada lokasi penelitian didominasi oleh klei dengan persentase
kandungan klei yang sangat tinggi (>65%) serta persentase pasir yang rendah baik
pada lapisan atas maupun lapisan bawah sehingga tekstur tanah pada setiap
penggunaan lahan termasuk ke dalam kelas tekstur klei. Kandungan klei berbeda
nyata pada kebun karet dan lahan berumput (Tabel 3). Kandungan klei lebih
tinggi berada pada lahan kebun karet (kedalaman 0-20 cm 81,47% dan 20-40 cm
84,08%), walaupun nilainya tidak berbeda nyata. Sementara, kandungan klei lebih
rendah berada pada lahan berumput (kedalaman 0-20 cm 73,16% dan 20-40
65,94%) (Tabel 3).
Tabel 3 Tekstur tanah pada beberapa penggunaan lahan
Penggunaan Lahan

Pasir

Debu

Klei

0-20 cm

20-40 cm

0-20 cm

20-40 cm

0-20 cm

20-40 cm

Kebun Karet

5,21b

4,48c

13,32a

11,44b

81,47a

84,08a

Arboretum

8,85ab

9,07b

13,19a

13,19b

76,74ab

77,74ab

Lahan Berumput
12,98a
12,89a
13,87a
21,17a
73,16b
65,94b
Keterangan :
Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
(α=0,05).

Berdasarkan hasil uji Duncan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm,
kandungan klei lebih tinggi terdapat di lapisan bawah tanah pada beberapa
penggunaan lahan. Klei yang lebih tinggi pada lapisan bawah tanah ini diduga
sebagai akibat proses latosolisasi dari tanah yang bersangkutan. Hal ini terjadi
karena adanya pencucian klei ke lapisan bawah sehingga terdapat penimbunan
klei pada bagian bawah. Penimbunan klei tersebut terjadi sebagai akibat efek
pukulan butiran air hujan dalam mendispersikan dan mencuci klei dari lapisan atas
ke lapisan bawah selama proses pembentukan tanah berlangsung. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Lee (1980) bahwa jatuhnya butir hujan yang
langsung mengenai permukaan tanah akan mempercepat terjadinya disepersi dan

7
erosi. Pukulan butir hujan ini cenderung merusak struktur tanah sehingga bahanbahan halus dari permukaan tercuci ke dalam rongga-rongga tanah.
Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah sangat penting perannya dalam tanah. Keberadaan
bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar bahan organik tanah
pada arboretum, kebun karet, dan lahan berumput menunjukkan nilai yang
berbeda nyata diantara ketiganya. Kandungan bahan organik pada lahan
arboretum di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm dengan nilai tertinggi (3,19%)
berbeda nyata dengan kebun karet (2,44%) dan lahan berumput (1,84%) (Tabel 4).
Tabel 4 Kandungan bahan organik (%) pada beberapa penggunaan lahan
Penggunaan Lahan
Kebun Karet
Arboretum
Lahan Berumput
Keterangan :

Bahan Organik Tanah (%)
0-20 cm
2,88b
4,03a
2,60b

20-40 cm
2,01ab
2,35a
1,10b

Rataan
2,44b
3,19a
1,84c

Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
(α=0,05).

Penggunaan lahan berpengaruh terhadap jumlah bahan organik terkait
dengan banyaknya sisa tanaman yang dapat disumbangkan melalui pelapukan
batang, ranting, bunga dan daun yang jatuh ke permukaan tanah (Arsyad 2010).
Kandungan bahan organik pada arboretum memiliki nilai tertinggi karena banyak
mendapatkan suplai bahan organik dari vegetasi didalamnya berupa serasah yang
terdekomposisi di dalam tanah.
Lahan berumput memiliki kandungan bahan organik terendah dikarenakan
sumbangan biomassa rumput terhadap kandungan bahan organik jumlahnya
sedikit. Keberadaan tumbuhan rerumputan yang hanya berada dipermukaan atas
belum banyak memberikan sumbangan bahan organik pada lapisan yang lebih
dalam, sehingga kandungan bahan organik pada lapisan bawah lebih rendah.
Kandungan bahan organik pada lahan berumput pada kedalaman 20-40 cm
nilainya berbeda nyata dengan lahan lainnya pada kedalaman yang sama.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bahan organik tanah pada kedalaman
0-20 cm lebih besar dan berbeda nyata dengan kandungan bahan organik pada
kedalaman 20-40 cm (Tabel 4). Bahan organik yang berasal dari tanaman di atas
lahan akan langsung berinteraksi dengan tanah lapisan atas dan terdekomposisi
pada lapisan ini, sehingga bahan organik tanah pada lapisan atas lebih besar
dibandingkan dengan lapisan bawah.
Bobot Isi dan Porositas Total Tanah
Bobot isi tanah dan porositas total dipengaruhi oleh penggunaan lahan.
Hasil uji Duncan menunjukkan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm, bobot isi
tanah pada arboretum dan kebun karet berbeda nyata terhadap lahan berumput
baik pada kedalaman 0-20 cm maupun 20-40 cm (Tabel 5). Lahan berumput

8
memiliki nilai bobot isi yang tertinggi (1,15 g/cm³), diikuti oleh kebun karet (0,99
g/cm³) dan arboretum (0,97 g/cm3) dengan nilai terendah. Sementara porositas
total pada arboretum memiliki nilai tertingi (64,07%) berbeda nyata dengan nilai
kedua lahan lainnya yaitu kebun karet (62,48%) dan (56,60%) pada lahan
berumput. Hal demikian terjadi karena bobot isi dan porositas total ini saling
berkaitan, semakin tinggi bobot isi suatu tanah maka porositas totalnya akan
rendah, begitu juga sebaliknya.
Tabel 5 Bobot isi dan porositas total tanah pada beberapa penggunaan lahan
Penggunaan Lahan

Bobot Isi (g/cm3)

Porositas Total (%)

0-20 cm

20-40 cm

Rataan

0-20 cm

20-40 cm

Rataan

Kebun Karet

1,00b

0,99b

0,99b

62,24b

62,73b

62,48b

Arboretum

0,95b

0,98b

0,97b

64,04a

64,10a

64,07a

Lahan Berumput

1,11a

1,19a

1,15a

58,19b

55,02b

56,60b

Keterangan :

Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
(α=0,05).

Lahan arboretum yang tanahnya jarang bahkan hampir tidak pernah diolah,
tingkat kepadatan tanahnya relatif lebih rendah dan bobot isinya pun menjadi
lebih rendah. Berbeda dengan lahan arboretum, pada lahan berumput nilai bobot
isi paling tinggi dan porositas paling rendah. Nilai bobot isi yang tinggi
disebabkan pengaruh pemadatan tanah. Hal ini disebabkan saat ini kondisi lahan
adalah sebagai lapangan dimana sering berlangsung aktivitas manusia diatasnya
sehingga relatif sangat memungkinkan untuk terjadinya pemadatan. Pemadatan
tanah yang terjadi berakibat pada naiknya nilai bobot isi tanah. Hal ini sejalan
dengan pendapat Hardjowigeno (2007) bahwa semakin tinggi bobot isi tanah,
maka tanah semakin padat yang berarti jumlah pori tanah semakin rendah.
Beberapa tindakan pengolahan tanah yang dilakukan memang membuat tanah
dalam keadaan gembur namun dalam waktu yang lama tanah akan menjadi padat.
Faktor lain yang mempengaruhi bobot isi dan porositas tanah yaitu
kandungan bahan organik tanah. Bahan organik pada lahan berumput paling
rendah dibandingkan dengan bahan organik pada arboretum dan kebun karet
(Tabel 4). Menurut Soepardi (1983) bahwa bahan organik yang tinggi pada tanah
hutan sekunder dapat memicu peningkatan populasi dan aktivitas organisme.
Peningkatan aktivitas perakaran tanaman akan menyebabkan terjadinya proses
agregasi tanah sehingga keadaan tanah menjadi lebih gembur dan poros yang
berakibat pada penurunan bobot isi dan peningkatan porositas tanah. Oleh karena
itu, apabila kandungan bahan organik di dalam tanah tinggi akan menyebabkan
nilai bobot isi menjadi rendah.
Indeks Stabilitas Agregat
Penggunaan lahan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kemantapan agregat tanah. Hasil analisis ragam menunjukkan kemantapan agregat
pada arboretum nilainya berbeda nyata dengan lahan berumput. Akan tetapi,
kedua penggunaan lahan tersebut memiliki nilai kemantapan agregat yang tidak
berbeda nyata terhadap kebun karet.

9
Tabel 6 Indeks stabilitas agregat pada beberapa penggunaan lahan
Penggunaan Lahan

Indeks Stabilitas
0-20 cm
20-40 cm
Rataan

Kategori

Kebun Karet

259,13a

222,26ab

240,69ab

Sangat Stabil Sekali

Arboretum

316,20a

259,92a

288,06a

Sangat Stabil Sekali

Lahan Berumput

233,38a

148,58b

190,98b

Sangat Stabil

Keterangan :

Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
(α=0,05).

Nilai indeks stabilitas agregat pada arboretum dan kebun karet serta lahan
berumput menunjukkan bahwa tanah-tanah ini berada pada kondisi yang sangat
stabil hingga sangat stabil sekali. Tanah pada arboretum dan kebun karet
menunjukkan bahwa pada tanah-tanah memiliki agregat tanah yang lebih stabil
dari lahan berumput. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah kandungan
bahan organik tanah. Kandungan bahan organik tanah sangat mempengaruhi sifat
fisik dan kimia yang berkaitan dengan agregasi (pembentukan struktur tanah).
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa kandungan bahan organik yang tinggi pada
arboretum (3,19%) sejalan dengan nilai stabilitas agregat tanah yang paling baik
(240,69), diikuti kebun karet dengan kandungan bahan organik cukup tinggi
(2,44%) memiliki stabilitas agregat yang cukup baik (288,06), dan lahan berumput
dengan kandungan bahan organik terendah (1,84%) memiliki nilai stabilitas
agregat terendah (190,98). Bahan organik secara tidak langsung meningkatkan
kemantapan agregat tanah melalui mikroorganisme tanah (Utomo dan Sugeng
1982). Menurut Baver et al. (1972) bahwa bahan organik yang tinggi bertanggung
jawab dalam proses sementasi partikel-partikel utama sampai membentuk agregat
stabil. Kemantapan agregat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya jenis
dan kadar klei, bahan organik, jenis dan kation yang dijerap, serta
penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash
erotion akibat curah hujan tinggi (Baskoro dan Henry 2005).
Hasil pengamatan stabilitas agregat pada berbagai penggunaan lahan
menunjukkan urutan tertinggi pada arboretum (288,06), diikuti kebun karet
(240,69), dan lahan berumput (190,98) dengan nilai terendah (Tabel 6). Nilai
indeks stabilitas agregat yang tinggi pada arboretum ini menunjukkan bahwa
tanah pada lahan tersebut memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap gaya
perusak dibandingkan dengan lahan yang lainnya. Kebun karet memiliki nilai
stabilitas agregat tanah yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan arboretum,
walaupun masih berada dalam kelas yang sama. Lahan berumput memiliki nilai
yang paling rendah namun masih tergolong ke dalam kelas sangat stabil.
Kemantapan agregat lahan berumput lebih rendah dibandingkan
penggunaan lahan lainnya. Hal ini dikarenakan lahan berumput digunakan sebagai
lapangan, dimana telah banyak mengalami pemadatan sehingga agregat-agregat
tanahnya lebih sering mengalami gangguan dan mudah hancur. Selain itu,
rendahnya jumlah bahan organik, dan klei juga menyebabkan agregat-agregat
tanahnya memiliki kemantapan agregat yang lebih rendah dibandingkan lahan
arboretum dan lahan kebun karet. Menurut Handayani (2002) bahwa stabilitas
agregat tidak stabil atau kurang stabil terjadi karena hilangnya bahan-bahan

10
sementasi dalam proses agregasi menyebabkan agregat akan hancur menjadi
partikel-partikel penyusunya.
Kurva Retensi Air Tanah
Kurva retensi air tanah merupakan kurva yang menunjukkan rata-rata kadar
air yang terkandung pada berbagai hisapan matriks. Air di dalam tanah diikat oleh
tanah dalam berbagai tegangan atau tekanan yang disebut dengan pF1, pF2, pF
2,54, dan pF 4,2.
5

Arboretum 0-20 cm

4,2 4

pF

2,54

Arboretum 20-40 cm

3

Kebun Karet 0-20 cm

2

Kebun Karet 20-40 cm

1

Lahan Berumput 0-20 cm

0

Lahan Berumput 20-40 cm
20

40

60

80

KA (%vol)

Gambar 4 Kurva retensi air tanah di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm pada beberapa
penggunaan lahan

a. Lahan Kebun Karet
Kadar air berdasarkan kurva pada pF 1 dan 2 di kedalaman 20-40 cm tidak
jauh berbeda dan terlihat berhimpitan dengan kedalaman 0-20 cm (Gambar 4).
Namun, hal yang pada berbeda terlihat pada pF 2,54 dan pF 4,2 nilai lapisan atas
lebih besar daripada lapisan bawahnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh kandungan
bahan organik yang lebih tinggi dan nilai pori mikro yang lebih rendah pada
lapisan atas sehingga kadar air menjadi sedikit lebih tinggi nilainya dibandingkan
lapisan bawah. Selain itu, pemadatan juga terjadi pada beberapa titik pengambilan
contoh tanah karena seringnya lahan kebun karet terinjak oleh penyadap getah
karet sehingga menyebabkan terjadi peningkatan bobot isi tanah.
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi perbedaan nilai antara kadar air
pada lapisan atas dan lapisan bawah adalah jumlah klei dan bahan organik tanah.
Jumlah klei yang tinggi di lahan ini menyebabkan kemampuan menjerap air yang
baik di beberapa tekanan pF khususnya pada lapisan bawah (20-40 cm). Adapun
pengolahan tanah yang pernah dilakukan di lahan ini biasanya hanya di
kedalaman 0-20 cm dan dengan menerapkan minimum tillage sebatas pada baris
tanam. Hal tersebut mengakibatkan bahan organik juga tercampur merata pada
lapisan atas, sedangkan tanah pada lapisan 20-40 cm hanya mendapatkan sedikit
bahan organik dari lapisan atas. Oleh karena itu, nilai kadar air pada lapisan atas
pada berbagai tekanan lebih tinggi dibandingkan lapisan bawah.
b. Lahan Arboretum
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air tanah pada berbagai tekanan
air tanah lapisan atas dan lapisan bawah tidak jauh berbeda (Gambar 4). Hal ini
juga mengindikasikan bahwa antara dua lapisan tersebut memiliki kemampuan

11
menahan air yang tidak jauh berbeda. Hal tersebut disebabkan faktor bahan
organik yang tinggi pada arboretum. Bahan organik meningkatkan kemampuan
tanah dalam menyerap air (Stevenson 1982), dan akan menahannya lebih lama
untuk menjaga kelembaban dan stabilitas temperatur tanah. Selain itu, bahan
organik juga akan memperbaki agregasi tanah lebih baik sehingga menghasilkan
stabilitas agregat tanah yang lebih stabil dan mantap serta meningkatkan ruang
pori total terutama jumlah pori drainase tanah (Tabel 7). Selain kandungan bahan
organik, kondisi lahan yang tidak mengalami pengolahan serta stabilitas agregat
yang paling baik sehingga mengakibatkan semakin besar kemampuan tanah dalam
memegang air.
c. Lahan Berumput
Lahan berumput memiliki kadar air yang paling rendah diantara penggunaan
lainnya (Gambar 4). Pada lahan berumput terlihat jelas bahwa kadar air pada
semua tekanan di kedalaman 0-20 cm lebih besar daripada kadar air pada
kedalaman 20-40 cm. Pada pF 1, 2 dan 4,2 selisih kadar air antara lapisan atas dan
bawah relatif besar, dan hanya pada pF 2,54 kadar airnya tidak jauh berbeda.
Kadar air diatas sangat erat kaitannya dengan kondisi lahan, baik kondisi saat ini
maupun pada tahun-tahun sebelumnya. Saat ini kondisi lahan adalah sebagai
lapangan yang banyak mengalami pengolahan dan aktivitas manusia yang
berlangsung diatasnya yang menyebabkan pemadatan. Menurut Setyowati (2007)
mengatakan bahwa perubahan tutupan vegetasi dapat mengakibatkan perubahan
sifat fisik tanah. Perubahan peggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian
maupun bangunan akan menurunkan kualitas tanah. Hal ini dikarenakan setiap
jenis vegetasi memiliki sistem perakaran yang berbeda. Lahan dijadikan sebagai
fungsi lapangan yang hanya ditumbuhi oleh rerumputan pendek dan lunak.
Bahan organik dan sistem perakaran pada rumput menyebabkan tanah pada
lapisan atas menjadi lebih menjadi lebih gembur. Namun, akar-akar ini belum
mencapai lapisan bawah, sehingga tanah pada lapisan bawah masih cukup padat
dan belum mampu menciptakan pori yang lebih banyak lagi (Tabel 5). Hal-hal
inilah yang menyebabkan kadar air di berbagai tekanan pada lapisan tanah atas
lebih besar daripada pada lapisan bawah. Selain itu, kemantapan agregat pada
lahan berumput ini juga mempengaruhi kondisi kadar air dimana kemantapan
agregat pada lapisan atas di lahan berumput lebih stabil dibandingkan dengan
lapisan bawahnya (Tabel 6). Menurut Schwab et al. (1981), tanah yang
berstruktur baik akan lebih permeabel daripada tanah yang bertekstur sama tetapi
tidak berstruktur. Hal ini terjadi karena terbentuknya agregat stabil yang akan
mempertahankan ruang pori aerasi yang efektif untuk melewatkan air dan udara.
Distribusi Ukuran Pori Tanah
Distribusi ukuran pori menunjukkan persentase sebaran ukuran pori yang
didasarkan dari berbagai nilai kurva pF, sedangkan porositas dihitung berdasarkan
penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel. Nilai distribusi ukuran pori tanah
disajikan pada Tabel 7.

12
Tabel 7 Distribusi ukuran pori tanah pada beberapa penggunaan lahan
Distribusi ruang pori (%)

Penggunaan Lahan

Kebun Karet
Arboretum
Lahan Berumput

RPT
62,24a
64,04a
58,19b

PDSC
3,49b
9,27a
1,68b

Kebun Karet
Arboretum
Lahan Berumput

62,73a
64,10a
55,02b

3,01b
10,16a
2,18b

Keterangan :

Kedalaman 0-20 cm
PDC
PDL
3,39a
6,05a
7,08a
4,91a
2,79a
5,41a
Kedalaman 20-40
4,27a
7,2a
5,08a
3,32a
1,28a
4,84a

PAT
7,85a
6,06a
4,28a

PD
12,93b
21,26a
9,88b

9,45a
7,77a
6,69a

14,48b
18,56a
8,30b

-RPT=Ruang Pori Total, PDSC=Pori Drainase Sangat Cepat, PDC= Pori
Drainase Cepat, PDL=Pori Drainase Lambat, PAT=Pori Air Tersedia, PD=Pori
Drainase.
-Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
(α=0,05).

Buckman dan Brady (1969) dalam Sofyan (2006) membagi pori tanah
menjadi pori makro, meso, dan mikro. Pori makro berisi udara dan air gravitasi,
sedangkan pori mikro berisi udara serta air higroskopis. Pori makro dapat
memperlancar gerakan udara dan air sedangkan pori mikro dapat menghambat
gerakan udara dan air. Pori drainase adalah pori yang dapat memfasilitasi dan
menyebabkan pergerakan udara dan perkolasi air secara cepat. Pori drainase
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu : (1) Pori drainase sangat cepat
(PDSC); berdiameter >300 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada
tekanan 10 cm (pF 1), (2) Pori drainase cepat (PDC); berdiameter 30-300 µm,
merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 1 sampai pF 2, (3) Pori
drainase lambat (PDL); berdiameter 9-30 µm merupakan bagian pori yang akan
kosong pada pF 2 sampai pF 2,54 (Sitorus et al. 1983).
Tanah lapisan atas dan bawah pada penggunaan lahan arboretum memiliki
jumlah pori darainase (PD) yang paling tinggi (kedalaman 0-20 21,26 % dan
kedalaman 20-40 18,56 %) dan berbeda nyata dengan kebun karet dan lahan
berumput. Jumlah pori drainase sangat cepat (PDSC) lahan arboretum (kedalaman
0-20 cm 9,27% dan kedalaman 20-40 cm 10,16%) juga terlihat berbeda nyata
terhadap penggunaan lahan lainnya (Tabel 7). Nilai pori drainase yang lebih tinggi
pada lahan arboretum diakibatkan oleh tingginya kadar bahan organik tanah. Hal
ini menyebabkan agregasi tanah menjadi lebih baik sehingga menghasilkan poripori antar agregat berupa pori makro. Tanaman di arboretum yang mempunyai
perakaran yang lebih banyak dan menyumbangkan bahan organik yang lebih
tinggi biasanya cenderung meningkatkan pori makro yang lebih banyak (Baver et
al. 1972).

13
Pori Drainase ( %)

21,26 a

Kedalaman 0-20 cm
Kedalaman 20-40 cm

18,56 a
12,93 b

14,48 b
9,88 b

Arboretum

1 Karet
Kebun

8,30 b

Lahan Berumput

Gambar 5 Pori drainase di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm setiap penggunaan lahan
Pori makro terendah berada pada lahan berumput di lapisan atas dan bawah
(kedalaman 0-20 cm 9,88% dan 20-40 cm 8,30%). Hal ini terjadi karena lahan
tersebut telah mengalami pemadatan tanah akibat aktivitas manusia dan rendahnya
bahan organik tanah sehingga dapat menurunkan jumlah pori makro tanah.
Sejalan dengan pendapat Haridjaja et al. (2010) bahwa semakin tinggi tingkat
kepadatan tanah maka jumlah pori makro semakin berkurang. Meskipun terlihat
tidak berbeda nyata secara signifikan, pori makro pada lahan kebun karet nilainya
tidak berbeda nyata dengan lahan berumput (Gambar 5). Hal tersebut diakibatkan
oleh tingginya jumlah klei dan berkaitan dengan jumlah pori mikro yang tinggi.
Hantaran Hidrolik Jenuh
Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah di Lapang

HHan

HnHantaran hidrolik tanah (cm jam-1)

Hantaran hidrolik tanah menurut O’neal (1949) didefinisikan sebagai
kapasitas tanah untuk melalukan air, atau tingkat kecepatan perkolasi air melalui
kolom air tanah di bawah kondisi jenuh. Secara kuantitatif hantaran hidrolik
adalah kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori, atau didefinisikan
sebagai kecepatan air untuk melewati tanah pada periode waktu tertentu yang
dinyatakan dalam sentimeter per jam (Baver 1959). Hantaran hidrolik tanah
menurun dengan bertambahnya waktu karena pergerakan air pada saat tanah tidak
jenuh dipengaruhi oleh hisapan matriks dan gaya gravitasi. Semakin lama proses
berlangsung, kondisi tanah semakin jenuh sehingga hisapan matrik semakin
berkurang. Pada saat kondisi tanah jenuh pergerakan air hanya dipengaruhi gaya
gravitasi sehingga kemampuan tanah menyerap air berkurang. Hasil pengukuran
hantaran hidrolik jenuh tanah di lapang menunjukkan nilai yang berbeda nyata
pada semua penggunaan lahan (Gambar 6).
7

5,72

a

6
5
4
3

1,91 ab

2

1,22 b

1
0

Arboretum

Kebun Karet

Lahan Berumput

Gambar 6 Hantaran hidrolik jenuh tanah pada setiap penggunaan lahan

14
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa hantaran hidrolik jenuh tanah hasil
pengukuran lapang pada arboretum dan lahan berumput nilainya berbeda nyata.
Namun, nilai hantaran hidrolik jenuh pada kedua penggunaan lahan tersebut tidak
berbeda nyata dengan nilai hantaran hidrolik jenuh tanah pada kebun karet.
Berdasarkan Tabel 7 diketahui adanya kesesuaian nilai hantaran hidrolik jenuh
tanah dengan jumlah pori drainase tanah pada lapisan bawah. Semakin besar
jumlah pori drainase tanah maka hantaran hidrolik jenuh tanah cenderung semakin
tinggi.
Arboretum memiliki nilai hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran
lapang tertinggi (5,72 cm jam-1) termasuk dalam kelas sedang menurut klasifikasi
hantaran hidrolik (Uhland dan O’neal 1951) dalam (Sitorus et al. 1983). Hasil ini
nilainya berbeda nyata dengan lahan berumput namun tidak berbeda nyata secara
signifikan dengan kebun karet. Lahan arboretum menghasilkan serasah cukup
tebal menyebabkan kandungan bahan organik yang terkandung pada lahan ini
adalah yang tertinggi (3,19 %) diantara semua penggunaan lainnya (Tabel 4).
Menurut Asdak (2002), sistem perakaran dan serasah yang dihasilkan mampu
menaikkan hantaran hidrolik tanah. Bahan organik mempengaruhi hantaran
hidrolik tanah karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah memperbaiki sifat fisik
tanah, seperti : peningkatan pori drainase, perbaikan struktur tanah, dan
kemantapan agregat tanah. Nilai agregat tanah yang lebih stabil di arboretum
(288,06) mempertahankan pori tanah dari kerusakan akibat gangguan yang terjadi
sehingga mempermudah masuknya air. Bahan organik juga dapat menurunkan
tingkat kepadatan tanah melalui perbaikan struktur tanah mengakibatkan nilai
bobot isi di arboretum menjadi rendah. Selain itu, ruang pori tanah yang semakin
tinggi sehingga dapat mempermudah air masuk ke dalam tanah akibat aktivitas
organisme yang tinggi pula. Hal ini sesuai karena di lahan arboretum memiliki
porositas (64,07%) dan pori drainase tertinggi (19,91%) terutama pada nilai pori
drainase sangat cepat (PDSC) (19,44%). Sementara, bobot isi pada penggunaan
lahan arboretum adalah yang terendah (0,97 g/cm3) dari semua penggunaan lahan
lainnya (Tabel 5).
Lahan kebun karet memiliki nilai hantaran hidrolik jenuh di lapang lebih
besar daripada lahan berumput, namun tidak berbeda nyata (1,91 cm jam-1) dan
termasuk dalam kelas agak lambat. Porositas dan bobot isi lahan ini tergolong
baik pada kedalaman 0-20 cm dan pada kedalaman 20-40 cm, nilainya hampir
tidak berbeda nyata dengan lahan arboretum (Tabel 5). Bahan organik yang cukup
tinggi pada lahan ini menyebabkan struktur tanah menjadi lebih baik. Lahan
kebun karet tidak mengalami pengolahan tanah intensif, sehingga dapat
meminimalkan kerusakan sifat fisik tanahnya. Namun, lahan ini terkadang
dilewati oleh masyarakat yang memanfaatkan pohon karet untuk diambil getahnya,
sehingga di beberapa tempat tanah pada kebun ini mengalami pemadatan.
Pemadatan pada beberapa tempat dapat menurunkan jumlah pori drainase, terlihat
dari jumlah pori makro, PDSC dan PDC pada kebun karet yang lebih rendah.
Sebalikya, nilai PDL kebun karet lebih tinggi diantara lahan lainnya (Tabel 7).
Hal ini sesuai dengan penyataan Hillel (1971) dalam Abidin (2012) yang
menyatakan bahwa hantaran hidrolik dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk ruang
pori yang dilalui air dan viskositas cairan tanah, dimana hantaran hidrolik yang
mempunyai porositas tinggi dengan jumlah pori besar sedikit akan lebih rendah

15
daripada tanah-tanah yang mempunyai porositas rendah dengan jumlah pori yang
besar. Sementara, nilai indeks stabilitas (ISA) kebun karet (240,69) juga tidak
berbeda nyata dengan lahan lainnya.
Selain itu, kebun karet memiliki kandungan klei yang lebih tinggi
(kedalaman 0-20 cm 81,47 % dan kedalaman 20-40 cm 84,08 %) sehingga dapat
menyebabkan air yang melewati tanah menjadi lambat (Tabel 3). Hal ini sesuai
dengan pendapat Sopher dan Jack (1982), tanah bertekstur liat mempunyai
hantaran hidrolik yang rendah sebab sebagian ruang porinya adalah pori mikro.
Tanah dengan klei yang tinggi dapat menahan air lebih banyak dan lebih lama
karena memiliki luas permukaan spesifik yang besar. Menurut Hanafiah (2007)
bahwa dominasi fraksi klei akan menyebabkan terbentuknya banyak pori-pori
mikro sehingga luas permukaan sentuhnya menjadi sangat luas sehingga daya ikat
terhadap air sangat kuat. Kondisi ini menyebabkan air yang masuk ke pori-pori
segera terperangkap dan udara sulit masuk. Hal ini sejalan dengan pendapat
Musgrave dan Holtan (1964) bahwa tanah-tanah yang didominasi liat umumnya
banyak mengandung koloid, apabila tanah demikian mengalami pembasahan,
maka ikatan antar butir tanah menjadi lemah, sehingga butir-butir tanah dengan
mudah lepas satu sama lain dan akan menutupi pori-pori di permukaan tanah. Hal
inilah menyebabkan tanah dengan dominasi liat tinggi pada lahan kebun karet
memiliki hantaran hidrolik rendah di beberapa titik pada lokasi pengukuran.
Hantaran hidrolik jenuh tanah terendah dijumpai pada lahan berumput
(1,22 cm jam-1) dan tergolong agak lambat. Rendahnya hantaran hidrolik tanah
pada lahan berumput disebabkan tanahnya lebih padat, porositas total, dan pori
drainase yang lebih rendah serta kandungan bahan organik tanah yang rendah
(2,00 %). Nilai bobot isi pada lahan berumput merupakan yang tertinggi (1,15
g/cm3) diantara lahan lainnya (Tabel 5). Pemadatan dan pengolahan yang pernah
terjadi pada lahan ini dapat meningkatkan bobot isi tanah dan menghancurkan pori
makro sehingga dapat menyumbat pori yang berada di lapisan bawah. Pengolahan
juga mempercepat dekomposisi bahan organik dan menghancurkan agregat yang
terbentuk (Buckman dan Brady 1969). Kondisi itu akan menghambat laju
turunnya air dari lapisan atas ke lapisan bawah karena tanah dalam kondisi padat
dan memiliki jumlah pori drainase yang lebih sedikit. Nilai porositas total
(56,60%), pori drainase (9,09%), dan pori drainase sangat cepat (PDSC) pada
lahan ini adalah terendah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya (Tabel
7). Hal tersebut menyebabkan air lebih susah masuk kedalam lapisan tanah dan
yang menjadikan nilai hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran lapangnya
menjadi rendah.
Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah di Laboratorium
Secara deskriptif hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran di lapang
tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran laboratorium, walaupun masih
terdapat hantaran hidrolik pada beberapa landuse yang nilainya lebih tinggi
dibandingkan hasil pengukuran lapang (Tabel 8).

16
Tabel 8 Hantaran hidrolik jenuh tanah hasil pengukuran lapang dan laboratorium
Penggunaan Lahan
Kebun Karet
Arboretum
Lahan Berumput
Keterangan :

Hantaran Hidrolik Jenuh (cm jam-1)
Metode Lapang
1,91
5,72
1,22

Metode Laboratorium
0,79
7,31
0,52

Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
(α=0,05).

Hantaran hidrolik tanah hasil pengukuran di laboratorium pada lapisan atas
lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bawah (Lampiran 5). Hantaran hidrolik
pada lapisan bawah tersebut lebih mendekati nilai hantaran hidrolik jenuh di
lapang.
Adanya perbedaan nilai hantaran hidrolik jenuh tanah di lapang dan
laboratorium diduga diakibatkan karena adanya perbedaan metode pengukuran.
Pengukuran hantaran hidrolik di laboratorium menggunakan contoh tanah utuh
sedangkan dengan metode lapang diukur langsung di lahan menggunakan
permeameter pada keadaan kondisi lapang. Kondisi lapang memungkinkan nilai
pengukuran hantaran hidrolik lebih akurat karena menyesuaikan kondisi nyata di
lapang. Sementara, pengambilan contoh tanah dengan ring diduga rentan
mengalami pemadatan karena gangguan dan kesalahan dalam pengambilan contoh
tanah dan pengangkutan sewaktu dibawa ke laboratorium. Namun, walaupun
terdapat perbedaan pada kedua metode dalam penentuan nilai hantaran hidrolik
tanah, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilainya tidak berbeda nyata antar
kedua metode.
Hasil penelitian menunjukkan hantaran hidrolik meningkat bila bobot isi
rendah, porositas total, dan pori drainasenya tinggi serta kandungan bahan oganik
tinggi, seperti pada arboretum. Rendahnya nilai hantaran hidrolik jenuh tanah
pada beberapa penggunaan lahan dapat mengakibatkan tingginya aliran
permukaan tanah. Oleh sebab itu, perlu adanya pembuatan lubang resapan air di
lahan kebun karet dan lahan berumput untuk mengurangi laju aliran permukaan
dan erosi tanah.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan lahan berpengaruh
nyata terhadap laju hantaran hidrolik jen