Hantaran hidrolik jenuh dan kaitannya dengan beberapa sifat fisika tanah pada tegalan dan hutan bambu

(1)

HANTARAN HIDROLIK JENUH

DAN KAITANNYA DENGAN

BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH

PADA TEGALAN DAN HUTAN BAMBU

Oleh

Christian Pae Raja A24104005

PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

CHRISTIAN PAE RAJA. Hantaran Hidrolik Jenuh dan Kaitannya Dengan Beberapa Sifat Fisika Tanah pada Tegalan dan Hutan Bambu. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan KUKUH MURTILAKSONO.

Hantaran hidrolik jenuh memegang peranan penting dalam menjaga kualitas tanah dan lingkungan. Penurunan hantaran hidrolik jenuh tanah dapat menyebabkan aliran permukaan meningkat dan cadangan air tanah berkurang sehingga mengakibatkan banjir, erosi, longsor dan kekeringan. Hantaran hidrolik jenuh berkaitan dengan sifat fisika tanah dan dipengaruhi oleh penggunaan lahan.

Berkaitan dengan itu maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hantaran hidrolik jenuh dan kaitannya dengan sifat-sifat fisika tanah pada tegalan dan hutan bambu. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor dengan tiga lokasi, yaitu Gunung Malang, Curug Luhur dan Ciherang pada lahan tegalan dan hutan bambu. Hantaran hidrolik jenuh diukur di lapangan dengan tiga titik pengukuran di setiap penggunaan lahan pada masing-masing lokasi. Untuk analisis sifat-sifat fisika tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan sampel tanah yang diambil dari 3 titik pada setiap penggunaan lahan di masing-masing lokasi. Pengaruh penggunaan lahan dan lokasi terhadap hantaran hidrolik dan sifat-sifat fisik dapat ditemukan dengan metode rancangan acak kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hantaran hidrolik jenuh pada hutan bambu lebih besar dibandingkan hantaran hidrolik jenuh pada tegalan, yaitu 3.00 cm/jam dan 0.90 cm/jam . Hutan bambu juga memiliki sifat-sifat fisika tanah yang lebih baik dibandingkan dengan tegalan. Hal ini dapat dilihat dari indeks stabilitas agregat, porositas, pori drainase, pori air tersedia dan bahan organik yang lebih besar dibandingkan dengan tegalan serta bobot isi yang lebih kecil dibandingkan dengan tegalan. Hutan bambu memiliki indeks stabilitas agregat 230.15%, porositas 51.68%, pori drainase 16.80%, pori air tersedia 29.75% , bahan organik 5.15 %, dan bobot isi 1.39 g/cm3sedangkan lahan tegalan memiliki indeks stabilitas agregat 166.17%, porositas 44.08%, pori drainase 11.89%, pori air tersedia 6.94% dan bahan organik 3.69 % dan bobot isi 1.57 g/cm3,


(3)

SUMMARY

CHRISTIAN PAE RAJA. Hydroulic Conductivity and Interrelated with Soil Physical Characteristics in Dry Fields and Bamboo Forests. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and KUKUH MURTILAKSONO.

Hydroulic Conductivity is very important in maintaining the quality of soil and environment. Damage of hydroulic conductivity may increases run off and decreases water storage so results in flood, erosion, landslide, and drought.

Hydroulic conductivity own related with soil physical characteristics and influence of land use. This study aims to know of hydroulic conductivity and interellated with soil physical characteristics in dry fields and bamboo forests. Influence of land use and location revealed with randomized block design method.

This study revealed that bamboo forests own better soil physical characteristics compared to dry fields. Bamboo forests own hydroulic conductivity about 3.00 cm/hour, aggregat stability indeks about 230.15 %, porosity about 51.68 %, drainage pore spaces about 16.80 %, water content about 29.75 % and organic matter about 5.15 % greater than dry fields that own about 0.90 cm/hour, agregat stability indeks about 166.17 %, porosity about 44.08%, drainage pore spaces about 11.89 %, water content about 6.94 % and organic matter about 3.69 %. Bamboo forests and dry fields own bulk density about 1.39 g/cm3 and 1.57 g/cm3.

Based on this study, hydroulic conductivity and soil phsyical characteristics in bamboo forests is better than dry fields.


(4)

HANTARAN HIDROLIK JENUH DAN KAITANNYA DENGAN BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA TEGALAN DAN HUTAN BAMBU

Oleh

Christian Pae Raja A24104005

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Hantaran Hidrolik Jenuh dan Kaitannya Dengan Beberapa Sifat Fisika Tanah Pada Tegalan dan Hutan Bambu

Nama Mahasiswa : Christian Pae Raja Nomor Pokok : A24104005

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono,MSc NIP. 19630126 198703 1 001 NIP. 19600808 198903 1 003

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir Didy Sopandie, M. Agr NIP. 19571222 198203 1 002


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 3 Agustus 1985 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak J. Manden Ferdinand dan Ibu Masrio Damanik.

Penulis mengikuti pendidikan SD hingga SMP di Batunadua, Kecamatan Pangaribuan. Pada tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Batunadua, Pangaribuan, tahun 2001 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Batunadua, Pangaribuan dan pada tahun 2004 lulus dari SMA 2 HKBP Tarutung.

Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI IPB). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif sebagai Koordinator Komisi Persekutuan periode 2006-2007 pada Persekutuan Mahasiswa Kristen, IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Fisika Tanah tahun ajaran 2008-2009.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Karakterisasi Hantaran Hidrolik Jenuh dan Kaitannya Dengan Beberapa Sifat Fisika Tanah pada Tegalan dan Hutan Bambu merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Ibunda dan adinda tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.

2. Bapak Dwi Putro Tejo Baskoro dan Bapak Kukuh Murtilaksono, selaku pembimbing skripsi dan akademik yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Jajaran dosen Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih atas segala ilmu dan wejangan dari Bapak dan Ibu sekalian.

3. Ompung N. D. Gultom dan Keluarga Ompung O.P. Sitompul.

3. Saudara-saudara seperjuangan di Ilmu Tanah: Roni, Bachtiar, Restu, Abi, Ester, Ekayana, Rumiris, Dwi Eka dan teman–teman Soiler 41 yang tidak dapat disebut namanya satu persatu. United by Soil.


(8)

4. Teman-teman di Malea Putra: Mario, Richard, Tumpal, Rano dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

5. FM 08 yang selalu menghiasi waktu.

6. Omda PARTARU (Parsadaan Anak Rantau Tarutung)

7. Pihak-pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah memberikan dukungan moral maupun materiil dalam studi dan penyelesaian skripsi.

Bogor, September 2009

Penulis


(9)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beberapa tahun belakangan ini erosi, banjir, longsor dan kekeringan sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari semakin banyaknya tanah yang mengalami penurunan kemampuan meresapkan air yang sangat dipengaruhi oleh hantaran hidrolik jenuh. Hantaran hidrolik jenuh merupakan kemampuan tanah untuk meresapkan dan melalukan air ke dalam tanah. Jika hantaran hidrolik jenuh tanah buruk maka sebagian besar air hujan yang jatuh menjadi aliran permukaan dan berpotensi menimbulkan banjir dan menurunkan cadangan air tanah.

Hantaran hidrolik jenuh tidak berkaitan erat dengan sifat-sifat fisika tanah. Secara umum hantaran hidrolik jenuh dipengaruhi oleh tekstur, struktur, porositas, ukuran pori, kemantapan agregat serta peristiwa yang terjadi selama proses aliran. Akan tetapi pengaruh sifat fisika tanah terhadap hantaran hidrolik jenuh tidak sama.

Penggunaan lahan sangat mempengaruhi karakteristik hantaran hidrolik jenuh tanah. Penggunaan lahan yang bijaksana dapat menjamin kerusakan sifat fisika tanah minimum, sedangkan penggunaan lahan yang buruk dapat merusak sifat fisika tanah sehingga mengganggu hantaran hidrolik jenuh tanah.

Lahan tegalan merupakan penggunaan lahan untuk pertanian yang dikelola oleh masyarakat petani. Lahan tegalan merupakan sumber kehidupan sebagian besar petani di Indonesia sehingga masyarakat petani sering melakukan pengolahan tanah


(10)

yang intensif. Pengolahan tanah yang intensif dan berlebihan menyebabkan kerusakan sifat fisika tanah berlangsung cepat.

Berbeda dengan tegalan, penggunaan lahan hutan bambu merupakan penggunaan lahan yang tepat untuk menciptakan sifat fisika tanah yang baik sehingga hantaran hidrolik jenuh meningkat. Tanaman bambu tumbuh dominan pada lahan tersebut memiliki fungsi sebagai tanaman penutup tanah yang melindungi tanah dari berbagai energi perusak, seperti tumbukan butiran air hujan. Tanaman bambu menyumbangkan serasah yang menutup permukaan tanah dan dapat mengurangi aliran permukaan. Di samping itu tumpukan serasah tersebut akan berubah menjadi bahan organik yang sangat penting peranannya terhadap sifat fisika tanah.

Kualitas dan karakteristik sifat-sifat fisik tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Pada kesempatan ini dilakukan penelitian sifat- sifat fisika tanah pada penggunaan lahan tegalan dan hutan bambu. Penggunaan lahan tegalan dan hutan bambu memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat fisika tanah.

Secara otentik besaran hantaran hidrolik jenuh dan sifat fisika tanah serta kaitan antar keduanya pada penggunaan lahan tegalan dan hutan bambu belum banyak diketahui.

2.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hantaran hidrolik jenuh dan kaitannya dengan sifat-sifat fisika tanah pada penggunaan lahan tegalan dan hutan bambu.


(11)

HANTARAN HIDROLIK JENUH

DAN KAITANNYA DENGAN

BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH

PADA TEGALAN DAN HUTAN BAMBU

Oleh

Christian Pae Raja A24104005

PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

RINGKASAN

CHRISTIAN PAE RAJA. Hantaran Hidrolik Jenuh dan Kaitannya Dengan Beberapa Sifat Fisika Tanah pada Tegalan dan Hutan Bambu. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan KUKUH MURTILAKSONO.

Hantaran hidrolik jenuh memegang peranan penting dalam menjaga kualitas tanah dan lingkungan. Penurunan hantaran hidrolik jenuh tanah dapat menyebabkan aliran permukaan meningkat dan cadangan air tanah berkurang sehingga mengakibatkan banjir, erosi, longsor dan kekeringan. Hantaran hidrolik jenuh berkaitan dengan sifat fisika tanah dan dipengaruhi oleh penggunaan lahan.

Berkaitan dengan itu maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hantaran hidrolik jenuh dan kaitannya dengan sifat-sifat fisika tanah pada tegalan dan hutan bambu. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor dengan tiga lokasi, yaitu Gunung Malang, Curug Luhur dan Ciherang pada lahan tegalan dan hutan bambu. Hantaran hidrolik jenuh diukur di lapangan dengan tiga titik pengukuran di setiap penggunaan lahan pada masing-masing lokasi. Untuk analisis sifat-sifat fisika tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan sampel tanah yang diambil dari 3 titik pada setiap penggunaan lahan di masing-masing lokasi. Pengaruh penggunaan lahan dan lokasi terhadap hantaran hidrolik dan sifat-sifat fisik dapat ditemukan dengan metode rancangan acak kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hantaran hidrolik jenuh pada hutan bambu lebih besar dibandingkan hantaran hidrolik jenuh pada tegalan, yaitu 3.00 cm/jam dan 0.90 cm/jam . Hutan bambu juga memiliki sifat-sifat fisika tanah yang lebih baik dibandingkan dengan tegalan. Hal ini dapat dilihat dari indeks stabilitas agregat, porositas, pori drainase, pori air tersedia dan bahan organik yang lebih besar dibandingkan dengan tegalan serta bobot isi yang lebih kecil dibandingkan dengan tegalan. Hutan bambu memiliki indeks stabilitas agregat 230.15%, porositas 51.68%, pori drainase 16.80%, pori air tersedia 29.75% , bahan organik 5.15 %, dan bobot isi 1.39 g/cm3sedangkan lahan tegalan memiliki indeks stabilitas agregat 166.17%, porositas 44.08%, pori drainase 11.89%, pori air tersedia 6.94% dan bahan organik 3.69 % dan bobot isi 1.57 g/cm3,


(13)

SUMMARY

CHRISTIAN PAE RAJA. Hydroulic Conductivity and Interrelated with Soil Physical Characteristics in Dry Fields and Bamboo Forests. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and KUKUH MURTILAKSONO.

Hydroulic Conductivity is very important in maintaining the quality of soil and environment. Damage of hydroulic conductivity may increases run off and decreases water storage so results in flood, erosion, landslide, and drought.

Hydroulic conductivity own related with soil physical characteristics and influence of land use. This study aims to know of hydroulic conductivity and interellated with soil physical characteristics in dry fields and bamboo forests. Influence of land use and location revealed with randomized block design method.

This study revealed that bamboo forests own better soil physical characteristics compared to dry fields. Bamboo forests own hydroulic conductivity about 3.00 cm/hour, aggregat stability indeks about 230.15 %, porosity about 51.68 %, drainage pore spaces about 16.80 %, water content about 29.75 % and organic matter about 5.15 % greater than dry fields that own about 0.90 cm/hour, agregat stability indeks about 166.17 %, porosity about 44.08%, drainage pore spaces about 11.89 %, water content about 6.94 % and organic matter about 3.69 %. Bamboo forests and dry fields own bulk density about 1.39 g/cm3 and 1.57 g/cm3.

Based on this study, hydroulic conductivity and soil phsyical characteristics in bamboo forests is better than dry fields.


(14)

HANTARAN HIDROLIK JENUH DAN KAITANNYA DENGAN BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA TEGALAN DAN HUTAN BAMBU

Oleh

Christian Pae Raja A24104005

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

Judul Skripsi : Hantaran Hidrolik Jenuh dan Kaitannya Dengan Beberapa Sifat Fisika Tanah Pada Tegalan dan Hutan Bambu

Nama Mahasiswa : Christian Pae Raja Nomor Pokok : A24104005

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono,MSc NIP. 19630126 198703 1 001 NIP. 19600808 198903 1 003

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir Didy Sopandie, M. Agr NIP. 19571222 198203 1 002


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 3 Agustus 1985 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak J. Manden Ferdinand dan Ibu Masrio Damanik.

Penulis mengikuti pendidikan SD hingga SMP di Batunadua, Kecamatan Pangaribuan. Pada tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Batunadua, Pangaribuan, tahun 2001 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Batunadua, Pangaribuan dan pada tahun 2004 lulus dari SMA 2 HKBP Tarutung.

Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI IPB). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif sebagai Koordinator Komisi Persekutuan periode 2006-2007 pada Persekutuan Mahasiswa Kristen, IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Fisika Tanah tahun ajaran 2008-2009.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Karakterisasi Hantaran Hidrolik Jenuh dan Kaitannya Dengan Beberapa Sifat Fisika Tanah pada Tegalan dan Hutan Bambu merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Ibunda dan adinda tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.

2. Bapak Dwi Putro Tejo Baskoro dan Bapak Kukuh Murtilaksono, selaku pembimbing skripsi dan akademik yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Jajaran dosen Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih atas segala ilmu dan wejangan dari Bapak dan Ibu sekalian.

3. Ompung N. D. Gultom dan Keluarga Ompung O.P. Sitompul.

3. Saudara-saudara seperjuangan di Ilmu Tanah: Roni, Bachtiar, Restu, Abi, Ester, Ekayana, Rumiris, Dwi Eka dan teman–teman Soiler 41 yang tidak dapat disebut namanya satu persatu. United by Soil.


(18)

4. Teman-teman di Malea Putra: Mario, Richard, Tumpal, Rano dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

5. FM 08 yang selalu menghiasi waktu.

6. Omda PARTARU (Parsadaan Anak Rantau Tarutung)

7. Pihak-pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah memberikan dukungan moral maupun materiil dalam studi dan penyelesaian skripsi.

Bogor, September 2009

Penulis


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beberapa tahun belakangan ini erosi, banjir, longsor dan kekeringan sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari semakin banyaknya tanah yang mengalami penurunan kemampuan meresapkan air yang sangat dipengaruhi oleh hantaran hidrolik jenuh. Hantaran hidrolik jenuh merupakan kemampuan tanah untuk meresapkan dan melalukan air ke dalam tanah. Jika hantaran hidrolik jenuh tanah buruk maka sebagian besar air hujan yang jatuh menjadi aliran permukaan dan berpotensi menimbulkan banjir dan menurunkan cadangan air tanah.

Hantaran hidrolik jenuh tidak berkaitan erat dengan sifat-sifat fisika tanah. Secara umum hantaran hidrolik jenuh dipengaruhi oleh tekstur, struktur, porositas, ukuran pori, kemantapan agregat serta peristiwa yang terjadi selama proses aliran. Akan tetapi pengaruh sifat fisika tanah terhadap hantaran hidrolik jenuh tidak sama.

Penggunaan lahan sangat mempengaruhi karakteristik hantaran hidrolik jenuh tanah. Penggunaan lahan yang bijaksana dapat menjamin kerusakan sifat fisika tanah minimum, sedangkan penggunaan lahan yang buruk dapat merusak sifat fisika tanah sehingga mengganggu hantaran hidrolik jenuh tanah.

Lahan tegalan merupakan penggunaan lahan untuk pertanian yang dikelola oleh masyarakat petani. Lahan tegalan merupakan sumber kehidupan sebagian besar petani di Indonesia sehingga masyarakat petani sering melakukan pengolahan tanah


(20)

yang intensif. Pengolahan tanah yang intensif dan berlebihan menyebabkan kerusakan sifat fisika tanah berlangsung cepat.

Berbeda dengan tegalan, penggunaan lahan hutan bambu merupakan penggunaan lahan yang tepat untuk menciptakan sifat fisika tanah yang baik sehingga hantaran hidrolik jenuh meningkat. Tanaman bambu tumbuh dominan pada lahan tersebut memiliki fungsi sebagai tanaman penutup tanah yang melindungi tanah dari berbagai energi perusak, seperti tumbukan butiran air hujan. Tanaman bambu menyumbangkan serasah yang menutup permukaan tanah dan dapat mengurangi aliran permukaan. Di samping itu tumpukan serasah tersebut akan berubah menjadi bahan organik yang sangat penting peranannya terhadap sifat fisika tanah.

Kualitas dan karakteristik sifat-sifat fisik tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Pada kesempatan ini dilakukan penelitian sifat- sifat fisika tanah pada penggunaan lahan tegalan dan hutan bambu. Penggunaan lahan tegalan dan hutan bambu memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat fisika tanah.

Secara otentik besaran hantaran hidrolik jenuh dan sifat fisika tanah serta kaitan antar keduanya pada penggunaan lahan tegalan dan hutan bambu belum banyak diketahui.

2.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hantaran hidrolik jenuh dan kaitannya dengan sifat-sifat fisika tanah pada penggunaan lahan tegalan dan hutan bambu.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan perihal mengelola tanah dengan tujuan menanam tanaman yang dapat memberi keuntungan dan memelihara tanah agar dapat digunakan untuk jangka waktu panjang. Penggunaan lahan yang baik adalah memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, sehingga fungsi tanah sebagai salah satu faktor peningkatan produksi dapat dipertahankan (Soepardi, 1983).

Penggunaan lahan sebaiknya tidak selalu bertujuan untuk kebutuhan ekonomi manusia saja, tetapi juga untuk memelihara kelestarian lahan itu sendiri. Penggunaan lahan yang bijaksana tidak hanya memperuntukkan lahan bagi pertanian tetapi juga untuk daerah resapan air, lokasi konservasi, hutan lindung dan sebagainya. Untuk itu pengunaan lahan perlu diawasi untuk mencegah terjadinya penggunaan lahan di luar batas kemampuannya yang dapat menyebabkan kondisi lingkungan tidak seimbang.

2.1.1. Hutan Bambu / Tumbuhan Bambu (Gigantochloa, sp)

Bambu, secara umum tumbuh sebagai rumpun bambu, masuk ke dalam kelompok Graminae, famili Bambuseae dan sub-famili Bambusoideae. Bambu memiliki batang dan karakteristiknya seperti kayu, memiliki tunas (rebung), sistem perakaran rhizome dan bercabang-cabang, daun berbentuk pisau, dan memiliki organ pembungkus batang. Bambu dapat tumbuh di daerah tropik, sub-tropik, dan daerah dengan suhu kontinental kecuali Eropa dan Asia Barat, dari ketinggian 0-4000 m dpl


(22)

(Anonim, 1995). Di dunia terdapat sekitar 1250 – 1500 jenis bambu, sedangkan Indonesia memiliki hanya 10% sekitar 154 jenis bambu (Widjaja., 2008).

Menurut Arsyad (2006), beberapa jenis bambu yang secara ekonomi penting dapat ditanam di jurang-jurang atau di daerah-daerah yang rusak, seperti: Gigantochloa apus Kurz (bambu apus), G. verticillata Munro (bambu ater),

Dendrocalamus asper (buluh betung) dan Bambusa bambos (awur duri). Bambu dapat menyediakan perlindungan ekologis seperti tanaman penutup tanah. Bambu menyediakan manfaat yang tidak bisa diberikan tumbuhan lain. Keistimewaan bambu yang tidak bisa dibandingkan tumbuhan lain adalah: pertumbuhan yang rapat, dapat melindungi dari angin, sistem perakaran rhizome yang dapat menahan bahaya erosi pada daerah miring, dan dapat memproduksi 35% oksigen lebih banyak daripada pepohonan pada kondisi yang sama.

Tanaman bambu mempunyai sistem perakaran rimpang (rhizome) dengan cabang-cabang serabut yang sangat kuat. Akar bambu tumbuh menyebar secara lateral dan vertikal dalam tanah. Akar-akar tersebut saling menjalin dan membentuk semacam lapisan akar yang tipis di permukaan tanah. Wahyuddin (2008) mengatakan akar bambu akan saling terkait dan mengikat antar rumpun sehingga terbentuk semacam lapisan akar di permukaan tanah. Akar dan serasah di bawahnya juga akan menahan top soil (lapisan tanah permukaan yang subur) sehingga tidak hanyut tergerus air hujan. Tanah di bawah tegakan pepohonan rata-rata menyerap 35-40% air hujan sedangkan tanah di bawah tegakan bambu bisa menyerap sampai 90%.


(23)

Widjaja (2008) mengatakan bambu memiliki manfaat besar dalam menahan terjadinya erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS). Tanaman bambu memiliki akar tunjang dan akar serabut yang menutupi tanah dan mengikat tanah sehingga dapat mencegah terjadinya erosi di pinggiran sungai.

2.1.2. Tegalan

Lahan tegalan atau disebut sebagai areal pertanian lahan kering semusim adalah areal pertanian yang tidak pernah diairi dan secara permanen ditanami dengan jenis tanaman berumur pendek (Kartono et al., 1985).

Ciri khusus usaha tani tegalan adalah seringnya tanah terbuka karena tindakan pengolahan lahan dan penyiangan. Pengolahan tanah akan mempercepat dekomposisi bahan organik dan menghancurkan bongkah-bongkah/agregat-agregat yang terbentuk (Buckman and Brady, 1969). Ketika hujan maka agregat-agregat tanah hancur dan kepadatan tanah meningkat sehingga kemampuan tanah melalukan air menjadi semakin rendah.

Jatuhnya butir-butir hujan yang langsung mengenai permukaan tanah akan mempercepat terjadinya dispersi dan erosi. Pukulan butir-butir hujan ini cenderung merusak struktur permukaan tanah sehingga bahan-bahan halus dar permukaan tercuci ke dalam rongga-rongga dan menyumbat ruang pori.


(24)

2.2. Sifat-sifat Fisik Tanah

2.2.1. Hantaran Hidrolik Jenuh

Hantaran hidrolik jenuh merupakan suatu karakteristik tanah yang berhubungan dengan sifat geometri tanah yang bisa diukur, misalnya porositas, distribusi ukuran pori, dan sifat lapisan tanah. Tanah dengan pori total tinggi tetapi didominasi pori mikro akan memperlihatkan hantaran hidrolik jenuh yang rendah daripada tanah dengan pori total rendah tetapi mempunyai pori makro yang banyak (Millar et al., 1958).

O’Neal (1949) mendefinisikan hantaran hidrolik jenuh sebagai kapasitas tanah untuk meloloskan air, atau tingkat kecepatan perkolasi dari air yang melalui kolom tanah di bawah kondisi standar. Secara kuantitatif hantaran hidrolik jenuh diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan melalui media berpori pada keadaan jenuh dan dinyatakan dalam satuan cm/jam (Sitorus et al., 1987).

Schwab et al. (1966) mengatakan bahwa terjadinya agregasi tanah yang baik akan meningkatkan pori tanah, terutama pori aerasi. Agregasi yang terbentuk lebih besar dari 0.5 mm lebih efektif meningkatkan pori aerasi tanah. Hal ini didukung oleh Baver, (1959) yang mengatakan bahwa distribusi ukuran pori sangat menentukan tingkat hantaran hidrolik tanah. Pori tanah yang yang berukuran makro lebih berperan dalam pertukaran air dan udara di dalam tanah dibandingkan dengan pori yang berukuran mikro.


(25)

Mohr dan Van Baren (1954) menyebutkan bahwa hantaran hidrolik meningkat bila: (1) agregasi butir tanah menjadi remah, (2) adanya saluran bekas lubang akar yang terdekomposisi, (3) adanya bahan organik, dan (4) porositas tanah yang tinggi.

Berdasarkan kecepatannya, hantaran hidrolik jenuh tanah dapat dibagi-bagi menjadi beberapa kelas. Berdasarkan kecepatannya, Uhland dan O’Neal (1959 dalam

Sitorus et al. 1980) mengklasifikasikan hantaran hidrolik seperti yang tertera pada tabel di bawah.

Tabel 1. Klasifikasi Hantaran Hidrolik Jenuh menurut Uhland dan O’Neal (1959) Kelas Hantaran Hidrolik Jenuh (cm/jam)

Sangat Lambat <0.125

Lambat 0.125-0.500

Agak Lambat 0.500-2.000

Sedang 2.000-6.250

Agak Cepat 6.250-12.500

Cepat 12.000-25.000

Sangat Cepat >25.000

2.2.2. Stabilitas Agregat Tanah

Agregat menggambarkan gabungan dari pasir, debu, liat dan bahan pengikat yang tersusun sedemikian rupa., Agregat tanah adalah sekumpulan dari partikel-partikel tanah yang dipegang bersama-sama oleh semen dalam bentuk granul. Sedangkan menurut Clapp (1984), agregat tanah merupakan kumpulan dari partikel-partikel tanah yang terbentuk secara alami; dan gaya yang memegang agregat tanah jauh lebih kuat daripada gaya yang memegang antar agregat tanah yang berbatasan.


(26)

Agregat tanah memiliki peranan penting dalam menentukan jumlah dan distribusi ruang pori tanah, yang berkaitan dengan kerentanan agregat terhadap erosi angin dan air (Baver et al., 1972). Dalam kaitannya dengan hantaran hidrolik jenuh, stabilitas agregat tanah penting karena agregat yang mantap akan mempertahankan ruangan-ruangan udara dalam tanah, sehingga mempermudah air merembes ke dalam tanah dan mencegah timbulnya masalah aerasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran dan stabilitas agregat adalah tekstur, kandungan liat, bahan organik, dan jenis kation. Liat dan bahan organik berfungsi sebagai perekat dalam proses agregasi. Oleh karena itu, kandungan liat yang tinggi akan meningkatkan ukuran dan stabilitas agregat. Baver et al. (1972) mengatakan bahwa partikel liat berfungsi sebagai agen pengikat. Gaya elektrostatik dan gaya van der Walls berperan penting dalam interaksi antar partikel liat.

Bahan organik juga bertanggungjawab dalam proses sementasi partikel-partikel utama sampai membentuk agregat stabil (Baver et al., 1972). Hal ini juga dikemukakan Soepardi (1983), bahwa bahan organik merupakan faktor agregasi terpenting. Bahan organik memungkinkan partikel-partikel lepas jadi terikat dan menjadi agregat yang stabil serta lebih besar sehingga diperoleh kesarangan yang sangat diperlukan tanah. Peranan bahan organik dalam stabilisasi agregat adalah peningkatan gaya kohesi dan menurunkan daya pembasahan tanah (Greenland dan Lal, 1977). Penambahan sejumlah bahan organik ke dalam tanah akan selalu diikuti oleh penambahan stabilitas agregat, dan selang distribusi ukuran agregat yang lebih sempit (Larson dan Clapp, 1984).


(27)

Dalam hubungan agregasi dengan tumbuhan, Arsyad (2006) menjelaskan pembentukan agregat tanah dimulai dengan penghancuran bongkah-bongkah tanah oleh perakaran tumbuhan. Akar tumbuhan masuk ke dalam bongkah tanah dan menimbulkan tempat-tempat lemah yang menyebabkan bongkah-bongkah terpisah menjadi butir-butir sekunder. Akar-akar tumbuhan juga menyebabkan agregat-agregat menjadi stabil, secara mekanik dan kimia. Akar-akar serabut mengikat butir-butir primer tanah, sedangkan sekresi dan sisa tumbuhan yang dirombak memberikan senyawa-senyawa kimia yang berfungsi sebagai pemantap agregat.

Menurut Brady (1980) ada tiga faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat, yaitu: (1) ikatan mekanik akibat aktivitas mikroorganisme, misalnya filamen (miselia) fungi, (2) sementasi oleh produk mikrobia sintetik dengan hasil pembusukan,dan (3) sementasi oleh humus yang dibantu komponen inorganik, misalnya oksida besi. Sedangkan Herudjito (1983) menyebutkan pembentukan dan stabilitas agregat tanah tergantung pada sifat dan jumlah liat serta bahan organik. Martin (1975 dalam Islami, 1995) mengemukakan bahwa bahan organik yang membantu agregasi adalah jerami, pupuk kandang dan tanaman legume. Akan tetapi bahan organik yang mudah terdekomposisi diberikan ke dalam tanah kurang efektif peranannya dalam membantu agregasi.

Penetapan kemantapan agregat dilakukan dengan metode pengayakan kering dan pengayakan basah. Angka yang didapat dari ayakan kering merupakan indeks yang menggambarkan kepekaan tanah terhadap erosi angin (Baver et al., 1972), dan angka yang didapat dari ayakan basah menggambarkan kepekaan tanah terhadap erosi


(28)

air (Kemper dan Rosenau, 1986). Kemantapan agregat dinyatakan ke dalam indeks stabilitas agregat yang merupakan selisih antara rata-rata bobot diameter agregat tanah pada pengayakan kering dengan rata-rata bobot diameter pada pengayakan basah (Sitorus et al., 1983). Semakin besar indeks stabilitas agregat maka tanah semakin stabil, demikian sebaiknya. Sitorus et al. (1983) mengklasifikasikan indeks stabilitas agregat seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Indeks Stabilitas Agregat (Sitorus et al., 1983)

Kelas Indeks Stabilitas Agregat (ISA)

Sangat Stabil Sekali >200

Sangat Stabil 80-200

Stabil 66-80

Agak Stabil 50-66

Kurang Stabil 40-50

Tidak Stabil <40

2.2.3. Porositas dan Distribusi Ukuran Pori

Menurut Soepardi (1983) porositas merupakan bagian tanah yang ditempati air dan udara. Jumlah ruang pori ditentukan oleh cara tersusunnya zarah tanah. Bila mereka berhimpitan seperti halnya lapisan bawah yang padat atau pasir, maka jumlah ruang pori akan sedikit. Tetapi bila zarah tersusun secara sarang, seperti halnya dengan tanah bertekstur sedang, maka dalam setiap satuan isi akan banyak dijumpai ruang pori. Distribusi ukuran pori menunjukkan persentase sebaran ukuran pori tanah yang didasarkan pada persen volume udara pada berbagai nilai kurva pF, sedangkan porositas dihitung berdasarkan penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel tanah (Hillel, 1971).


(29)

Hardjowigeno (2003) membedakan pori tanah menjadi pori-pori kasar (makropori) dan pori-pori halus (mikropori). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karean gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler dan udara. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit menahan air sehingga tanah mudah kekeringan. Tanah-tanah dengan struktur granular atau remah mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah berstruktur masif.

Sedangkan Soedarmo dan Djojoprawiro (1984) membagi ukuran pori dengan batas ukuran pori dan tegangan atas dasar kemampuan tanaman menghisap air, kemampuan tanah menahan air dan melalukan air. Kelompok ukuran tersebut adalah pori berguna dengan diameter >0.2 m, dan pori-pori tak berguna yaitu pori dengan diameter <0.2 m. Pori-pori berguna meliputi:

1. Pori drainase dengan diameter > 8.6 m yang dibagi atas:

Pori drainase cepat, berdiameter ≥ 28.8 m dengan asumsi bahwa 28.8 m adalah diameter pori pada tegangan 100 cm H2O atau

tekanan 1/10 bar.

Pori drainase lambat, berdiameter antara 8.6-28.8 m, dimana pori ≤

8.6 m merupakan batas atas pori-pori terisi air pada kapasitas lapang atau tekanan 0.337 bar.

2. Pori pemegang air, berdiameter antara 0.2-8.6 m, dimana pori ≤ 0.2 m merupakan batas atas kemampuan akar tanaman menghisap air atau setara dengan tegangan 15 atm.


(30)

Porositas dan distribusi ukuran pori mempunyai hubungan yang erat dengan hantaran hidrolik jenuh tanah. Hantaran hidrolik jenuh yang tinggi bergantung pada ukuran pori dan kesinambungan pori. Tanah yang mempunyai porositas tinggi tidak selalu memiliki hantaran hidrolik jenuh yang tinggi, terutama jika tanah didominasi pori-pori mikro.

Rata-rata porositas total pada beberapa jenis tanah kurang lebih 50%. Tanah pasir memiliki porositas lebih kecil dibandingkan dengan liat dan tanah organik. Pori tanah bervariasi dengan bergantung pada ukuran partikel dan keadaan agregat tanah (Baver et al., 1972).

2.2.3. Bobot Isi

Bobot isi tanah adalah berat kering tanah pada suatu volume tertentu dan umumnya dinyatakan dalam gram per centimeter kubik. Berat kering tanah ditetapkan setelah tanah tesebut dikeringkan pada suhu 1050 C sampai beratnya konstan, sedangkan volumenya adalah volume contoh tanah utuh pada saat pengmbilan tanah di lapang (Foth dan Turk, 1975). Selanjutnya Foth dan Turk (1975) mengemukakan bahwa bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari lapisan ke lapisan, sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Menurut Thompson dan Troeh (1975) dan Soepardi (1983) lapisan olah tanah mineral yang sarang biasanya mempunyai bobot isi antara 1.00 g/cm3 sampai 1.60 g/cm3, sedangkan lapisan bawah yang sangat padat sama atau lebih dari 2.00 g/cm3.


(31)

Menurut Russel (1975) serta Thompson dan Troeh (1975) tekstur tanah secara tidak langsung akan mempengaruhi bobot isi tanah, karena ia menentukan tingkat agregasi tanah. Secara umum tanah-tanah yang bertekstur halus memiliki bobot isi yang lebih rendah daripada tanah yang bertekstur kasar, karena ruang porinya lebih banyak.

2.2.4. Bahan Organik

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah atau lapisan atas (top soil). Jumlah bahan organik ini tidak besar, bekisar 3-5 %, tetapi memegang peranan penting dalam menentukan sifat fisika dan kimia tanah serta didalam bidang pertanian, terutama bagi pertumbuhan tanaman. Pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat fisik tanah dan juga pertumbuhan tanaman adalah: (1) sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah, (2) sumber hara bagi tanaman, (3) menambah kemampuan tanah menahan air, (4) menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara, kapasitas tukar kation menjadi tinggi, dan (5) sumber energi mikro-organisme (Suripin, 2001).

Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar (serasah) dan bahan organik halus (humus). Dengan bantuan mikroorganisme tanah bahan organik kasar akan dihancurkan menjadi bahan organik halus. Bahan organik halus (humus) merupakan senyawa resisten, berwarna hitam atau coklat, dan mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi.


(32)

Menurut Tjawn (1968) peranan bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah menaikkan kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya tahan air tanah. Selanjutnya Darmawidjaya (1961 dalam Suripin, 2001) menyatakan peranan bahan organik dalam pengendalian tata air tanah antara lain: (1) memperbaiki peresapan air ke dalam tanah, (2) mengurangi aliran permukaan, dan (3) mengurangi perbedaan kandungan air dalam tanah dan sungai antara musim hujan dan musim kemarau.

Tanaman penutup tanah dan sisa-sisa tanaman berupa dedaunan, ranting, batang tanaman yang belum hancur yang berfungsi menutupi permukaan tanah, melindungi tanah dari pukulan butir air hujan dan sumber energi bagi organisme tanah. Bahan organik yang berasal dari guguran vegetasi merupakan sumber makanan yang merangsang kegiatan mikroorganisme tanah dalam menciptakan struktur tanah yang baik dan terciptanya suatu lapisan khusus pada permukaan tanah.


(33)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi, yaitu Gunung Malang di Kecamatan Tenjolaya, Curug Luhur di Kecamatan Tenjolaya, dan Ciherang di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sedangkan analisis sifat-sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai bulan Oktober 2008 sampai Februari 2009.

Sesuai Peta Tanah Tinjau Mendalam dan Peta Kesesuaian Lahan Kota Bogor dan Sekitarnya Tahun 2002, ketiga lokasi penelitian (Gunung Malang, Curug Luhur dan Ciherang) memiliki jenis tanah Latosol.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk mengukur hantaran hidrolik jenuh adalah permeameter, bor belgi, stopwatch, ember dan gayung. Alat-alat yang digunakan untuk mengambil sampel tanah ring sampel, cangkul, pisau dan kertas label. Sedangkan untuk analisis sifat-sifat fisik digunakan ayakan, analisis ruang pori Dan analisis sifat-sifat fisik tanah menggunakan cawan, oven, timbangan dan peralatan lainnya.

3.4. Metode Penelitian

Penelitian yang meliputi pengukuran hantaran hidrolik jenuh dan pengambilan sampel dilakukan di tiga lokasi dengan memilih dua jenis penggunaan lahan, yaitu tegalan dan hutan bambu dengan jenis tanah yang sama. Pada setiap penggunaan


(34)

lahan ditetapkan masing-masing 3 titik pengukuran dan pengambilan sampel dengan jarak antar titik 2 meter. Pada hutan bambu titik pengukuran hantaran hidrolik dan pengambilan sampel ditetapkan ke arah luar menjauhi tanaman bambu sedangkan pada tegalan ditetapkan pada jalur-jalur di antara guludan.

Tabel 3. Parameter Sifat Fisika Tanah yang Dianalisis

No Parameter Sifat- Sifat Fisika Metode 1 Hantaran Hidrolik Jenuh Permeameter

2 Porositas Total Gravimetri

3 Pori Drainase pF

4 Bobot Isi Gravimetri

5 Indeks Stabilitas Agregat Pengayakan Kering dan Basah

7 Bahan Organik Walkley and Black

Pengukuran hantaran hidrolik jenuh dilakukan dengan membuat lubang sedalam 100 cm, kemudian diisi dengan air hingga jenuh. Tinggi muka air ± 80 cm dengan jarak permukaan tanah dengan muka air ± 20 cm.

3.5. Analisis Data

Hasil analisis sifat-sifat fisik tanah diolah dengan metode Rancangan Acak Kelompok dengan persamaan:

Yij = + α1 + βj + εij Yij = nilai sifat fisik tanah


(35)

α1 = pengaruh penggunaan lahan

βj = pengaruh lokasi

εij = galat

Pendekatan statistik dalam penelitian ini menggunakan analisis sidik ragam pada taraf α=0.05 %. Kajian terhadap hubungan antara beberapa peubah dinyatakan dengan koefisien determinan R2 untuk regregsi berganda dan r2 untuk regresi sederhana.


(36)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hantaran Hidrolik Jenuh pada Hutan Bambu dan Tegalan

Analisis ragam hantaran hidrolik jenuh (Tabel Lampiran 1) menunjukkan bahwa nilai hantaran hidrolik jenuh tanah nyata dipengaruhi oleh penggunaan lahan dan lokasi. Tabel 4 menyajikan nilai hantaran hidrolik jenuh pada penggunaan lahan hutan bambu dan tegalan.

Tabel 4. Nilai Rata-rata dan Koefisien Keragaman Hantaran Hidrolik Jenuh pada Hutan Bambu dan Tegalan

Penggunaan Lahan

Hantaran Hidrolik Jenuh Rata-rata (cm/jam)

Kelas

Koefisien Keragaman

(%)

Kelas Keragaman

Hutan Bambu 3.00a Sedang 62.73 Sedang

Tegalan 0.90b Agak Lambat 62.06 Sedang

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam setiap kolom berbeda nyata pada taraf α = 0.05 .

Hutan bambu memiliki nilai hantaran hidrolik jenuh lebih besar, yaitu 3.00 cm/jam (kelas sedang) dibandingkan tegalan yang memiliki hantaran hidrolik jenuh sebesar 0.90 cm/jam (kelas agak lambat). Nilai hantaran hidrolik jenuh pada hutan bambu dan tegalan tidak terlepas dari sifat-sifat fisika yang dimiliki kedua


(37)

penggunaan lahan tersebut seperti indeks stabilitas agregat, porositas, pori drainase dan bahan organik.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa hantaran hidrolik jenuh hutan bambu dan tegalan memiliki koefisien keragaman 62.73 % dan 62.06 % dengan kelas sedang. Tingginya nilai koefisien keragaman pada hantaran hidrolik jenuh karena mudahnya perubahan hantaran hidrolik jenuh di lapangan yang diakibatkan oleh sifat keruangan (geometri) yang mudah berubah. Hal ini dikemukakan oleh Hillel (1972) yang mengatakan bahwa hantaran hidrolik jenuh tidak selalu tetap karena secara umum hantaran hidrolik jenuh dipengaruhi oleh pori total, ukuran pori, tekstur, struktur dan peristiwa yang terjadi selama proses aliran.

Tabel 5 menyajikan perbandingan sifat-sifat fisika tanah pada penggunaan lahan hutan bambu dan tegalan.


(38)

Tabel 5. Sifat-sifat Fisika Tanah pada Hutan Bambu dan Tegalan

Sifat Fisika Tanah

Penggunaan Lahan

Hutan Bambu Tegalan

Rata-rata Stdev

KK (%)

Rata-rata Stdev KK (%) ISA 230.15a 240.14 104.34 166.17b 250.80 150.92

Porositas (%) 51.68a 3.51 6.79 44.08b 4.59 10.41

Pori Drainase (%) 16.80a 5.13 30.53 11.89b 2.09 17.70

Pori Air Tersedia (%) 29.75a 3.70 12.43 6.90b 1.62 23.47

Bobot Isi (g/cm3) 1.39a 0.09 6.74 1.57b 0.12 7.64

Bahan Organik (%) 5.15a 0.98 19.02 3.69b 1.27 34.41

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama dalam setiap baris berbeda nyata pada taraf α = 0.05

Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 2-7) menunjukkan pengaruh nyata penggunaan lahan terhadap sifat-sifat fisika tanah.

Hutan bambu memiliki ISA (230.15 %), porositas (51.68 %), bahan organik (5.15%), pori drainase (16.80 %), dan pori air tersedia 29.75 (%) lebih besar dibandingkan tegalan yang memiliki ISA (166.17 %), porositas (44.08 %), bahan


(39)

organik (3.69 %), pori drainase (11.89 %) dan pori air tersedia 6.90 (%), sedangkan bobot isi hutan bambu (1.39 g/cm) lebih rendah dibandingkan tegalan (1.57 g/cm).

Sifat-sifat fisika tanah pada kedua penggunaan lahan tersebut dipengaruhi oleh penutupan tanah oleh tajuk dan pengolahan tanah. Pada Gambar 1 dapat dilihat kondisi hutan bambu yang tertutup rapat oleh tajuk dengan tumpukan serasah pada permukaan tanah sehingga sifat fisika tanah dapat terjaga. Sedangkan lahan tegalan merupakan areal tanah terbuka dan tidak terlindungi tajuk ataupun serasah dan sering mengalami gangguan akibat pengolahan tanah.

a b

Gambar 1. Hutan Bambu (a) dan Tegalan (b)

Faktor lokasi nyata mempengaruhi hantaran hidrolik jenuh. Tabel 6 menunjukkan nilai hantaran hidrolik jenuh hutan bambu dan tegalan di tiga lokasi penelitian, yaitu Gunung Malang, Curug Luhur dan Ciherang. Hutan bambu memiliki


(40)

hantaran hidrolik tertinggi di lokasi Gunung Malang (4.61cm/jam), diikuti Curug Luhur (2.45 cm/jam) dan Ciherang (1.95 cm/jam). Sedangkan pada tegalan hantaran hidrolik tertinggi terdapat di lokasi Curug Luhur (1.33 cm/jam), diikuti Gunung Malang (0.98 cm/jam) dan Ciherang (0.39 cm/jam).

Tabel 6. Hantaran Hidrolik Jenuh Hutan Bambu dan Tegalan di Tiga Lokasi Penelitian

Lokasi

Hutan Bambu Tegalan

Hantaran Hidrolik

Jenuh (cm/jam)

Kelas

Hantaran Hidrolik

Jenuh (cm/jam)

Kelas

Gunung

Malang 4.61a

Sedang 0.98a Agak Lambat

Curug Luhur 2.45b Sedang 1.33b Agak Lambat

Ciherang 1.95c Agak Lambat 0.39c Lambat

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam setiap kolom berbeda nyata pada taraf α = 0.05.

Proses geomorfik dan pedogenetik tanah di setiap lokasi merupakan faktor yang membuat perbedaan hantaran hidrolik jenuh di setiap lokasi. Proses-proses tersebut menyebabkan perbedaan kelerengan, topografi, kedalaman solum dan


(41)

ketebalan lapisan tanah. Proses geomorfik dan pedogenetik berbeda di setiap lokasi diantaranya karena dipengaruhi proses geologi, iklim dan bahan induk tanah. Tabel 7 menunjukkan deskripsi lereng, kedalaman solum dan topografi ketiga lokasi di lapangan. Pengukuran hantaran hidrolik jenuh di setiap lokasi pada hutan bambu dilakukan pada kemiringan lereng dan topografi yang hampir sama tetapi pada kedalaman solum yang berbeda. Sedangkan pada tegalan kemiringan lereng berbeda karena sulit menemukan lokasi tegalan dengan kelerengan yang sama.

Tabel 7. Deskripsi Lahan Hutan Bambu dan Tegalan pada Tiga Lokasi Penelitian

Lokasi Hutan Bambu Tegalan

Lereng (%)

Kedalaman Solum (cm)

Topografi Lereng (%)

Kedalaman Solum (cm)

Topografi

Gunung

Malang 30 110 Berbukit 20 100 Berbukit

Curug

Luhur 30 71 Berbukit 15 70 Datar

Ciherang 30 100 Berbukit 30 80 Berbukit

Meskipun hubungan antara lokasi dengan hantaran hidrolik jenuh belum bisa dijelaskan secara kuantitatif akan tetapi pengaruh lokasi terhadap hantaran hidrolik jenuh sedikitnya mendekati uraian berikut. Profil tanah hutan bambu di lokasi Gunung Malang (Tabel Lampiran 8) menunjukkan tekstur liat mendominasi seluruh horizon tanah. Pada horizon A terdapat struktur remah dan struktur granular pada horizon AB serta banyak perakaran kasar pada sebagian besar horizon menyebabkan


(42)

pergerakan air dalam tanah lebih lancar sehingga membuat hantaran hidrolik menjadi tinggi. Panjang dan ukuran akar yang mencapai horizon paling bawah (BC) menyebabkan aliran air masih bisa mencapai kedalaman tersebut. Sedangkan pada profil tanah di lokasi Curug Luhur (Tabel Lampiran 9) terdapat tekstur lempung liat berdebu pada horizon bagian atas (A dan AB). Sedangkan struktur pada horizon A adalah remah, horizon AB granular, horizon B1 gumpal dan horizon B2 gumpal bersudut. Akibat tekstur yang lebih kasar di setiap lapisan membuat hantaran hidrolik jenuh lebih besar ditambah dengan adanya struktur remah dan granular pada horizon bagian atas. Hal yang cukup menarik terdapat pada profil tanah hutan bambu di lokasi Ciherang (Tabel Lampiran 10), dimana terdapat tekstur liat berdebu (horizon A), lempung liat berdebu (horizon AB), dan liat (Bt1 dan Bt2). Beberapa struktur yang terdapat adalah remah (horizon A), granular (horizon AB), gumpal (Bt1) dan gumpal membulat (Bt2). Rendahnya hantaran hidrolik jenuh pada profil ini kemungkinan besar diakibatkan adanya lapisan liat yang tebal (Bt1=32 cm dan Bt2= 34 cm). Akibat tebalnya lapisan liat ini gerakan air menjadi lebih lambat karena terbentuk lapisan yang padat dan kompak.

Profil tanah tegalan di lokasi Gunung Malang (Tabel Lampiran 11) terlihat bahwa terdapat tekstur lempung berpasir (horizon Ap dan E) dengan struktur remah dan granular, sedangkan tekstur liat pada horizon Bt1 dan Bt 2 dengan struktur granular dan gumpal bersudut. Kemungkinan gerakan air pada lapisan atas (horizon Ap dan E) lebih cepat akan tetapi ketika air mencapai lapisan bawah (horizon Bt1 dan Bt2) gerakan air menjadi lambat karena adanya lapisan liat sehingga hantaran hidrolik


(43)

jenuh berkurang. Lahan tegalan pada lokasi Curug Luhur memiliki hantaran hidrolik jenuh yang lebih tinggi dibandingkan lokasi Gunung Malang dan Ciherang. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pengaruh tekstur lapisan tanah. Profil tanah tegalan di lokasi Curug Luhur (Tabel Lampiran 12) memperlihatkan bahwa semua horizon tanah pada lokasi tersebut didominasi oleh tekstur lempung berpasir, sedangkan struktur pada setiap horizon adalah struktur remah. Dengan adanya tekstur yang lebih kasar tersebut, maka hantaran hidrolik jenuh tanah menjadi lebih besar jika dibandingkan tekstur yang lebih halus. Sementara pada profil tanah tegalan di lokasi Ciherang (Tabel Lampiran 13) memperlihatkan adanya tekstur liat berpasir (horizon Ap) sedangkan horizon liat terdapat pada lapisan di bawahnya (horizon E, Bt1, Bt2 dan BC).

Akan tetapi hasil penelitian Soedarmo (1995) dan Zarqoni (1988) menunjukkan hantaran hidrolik jenuh yang rendah tidak selalu diakibatkan oleh tingginya kandungan liat tanah atau sebaliknya (Tabel 8). Hantaran hidrolik jenuh yang tinggi dapat terjadi pada tanah dengan kandungan liat tinggi sebaliknya hantaran hidrolik jenuh yang rendah dapat terjadi pada tanah dengan kandungan pasir tinggi. Adanya lapisan impermeable atau lapisan tapak bajak pada horizon tanah dapat mengurangi kecepatan hantaran hidrolik jenuh tanah.


(44)

Tabel 8. Hasil Analisis Sifat-sifat Fisik Tanah Latosol oleh Zarqoni (1988) dan Soedarmo (1995)

Tekstur Jenis

Tanah Pasir (%)

Debu

(%) Liat (%) RPT (%)

Hantaran Hidrolik

Jenuh (cm/jam) Halus Latosol* 6.70 17.41 75.89 60.00 3.64 Halus Latosol** 3.85 11.47 84.68 61.18 11.95 Halus Latosol** 3.99 17.40 78.61 59.23 10.27 Halus Latosol** 3.18 5.94 90.88 67.15 1.84 Halus Latosol** 10.78 25.31 63.91 63.37 1.97 Sumber Data: * = Soedarmo (1995)

** = Zarqoni (1988)

4.2. Sifat-sifat Fisika Tanah Pada Hutan Bambu dan Tegalan 4.2.1. Indeks Stabilitas Agregat

Hutan bambu memiliki indeks stabilitas agregat yang lebih tinggi dibandingkan tegalan. Pada Tabel 5 dapat dilihat hutan bambu memiliki indeks stabilitas agregat sebesar 230.15 % dan indeks stabilitas agregat tegalan sebesar 166.17 %. Sedangkan analisis ragam (Tabel Lampiran 2) menunjukkan bahwa indeks stabilitas agregat pada hutan bambu dan tegalan berbeda nyata. Tingginya indeks stabilitas agregat pada hutan bambu disebabkan kandungan bahan organik pada hutan bambu lebih tinggi dibandingkan tegalan. Bahan organik sangat efektif dalam meningkatkan stabilitas agregat tanah karena fungsinya sebagai bahan penyemen dan pengikat antar partikel tanah. Di samping itu pelapukan bahan organik yang lambat


(45)

pada hutan bambu dapat meningkatkan efektifitas bahan organik dalam proses agregasi tanah. Sedangkan pada tegalan indeks stabilitas agregat menurun akibat pengolahan tanah.

Nilai indeks stabilitas agregat pada kedua penggunaan lahan tersebut tergolong tinggi. Hal ini merupakan salah satu ciri tanah Latosol dimana salah satunya adalah memiliki indeks stabilitas agregat yang tinggi. Tingginya indeks stabilitas agregat tanah kemungkinan disebabkan tingginya kandungan liat tanah. Baver et al. (1972) mengemukakan bahwa partikel liat dapat berfungsi sebagai agen penyemen dalam bentuk selaput liat yang menyelimuti agregat sehingga agregat menjadi lebih stabil.

Pada penelitian ini ditemukan tingkat keragaman indeks stabilitas agregat sangat besar. Hutan bambu memiliki koefisien keragaman 104.34 % dan tegalan memiliki koefisien keragaman 150.92 % dengan kelas keragaman tinggi. Pada Tabel 10 dan 11 dapat dilihat hasil pengukuran indeks stabilitas agregat sangat beragam antar titik pengukuran baik pada tegalan maupun hutan bambu sehingga mendukung terjadinya keragaman indeks stabilitas agregat tanah.

Pada hutan bambu tingginya keragaman indeks stabilitas agregat kemungkinan disebabkan titik pengambilan sampel yang dibuat menjauhi tanaman bambu, sehingga titik-titik pengambilan sampel tanah terluar dapat memiliki indeks stabilitas agregat lebih rendah akibat tajuk tidak terlalu rapat dan tumpukan serasah


(46)

yang lebih tipis. Sedangkan pada tegalan penambahan bahan organik yang tidak merata dapat menyebabkan indeks kestabilan agregat beragam antar titik.

4.2.2. Porositas dan Bobot Isi

Tabel 5 menunjukkan bahwa hutan bambu memiliki porositas (51.68 %) lebih besar dibandingkan tegalan (44.08). Tingginya porositas pada hutan bambu tidak terlepas dari banyaknya perakaran, bahan organik dan aktivitas organisme tanah. Perakaran yang sudah melapuk akan meninggalkan lubang bekas akar dalam tanah dan bahan organik dapat meningkatkan kesarangan tanah. Sedangkan pada tegalan terjadi penurunan porositas tanah seiring dengan intensitas pengolahan tanah yang menyebabkan bobot isi meningkat. Di samping itu pengolahan tanah menyebabkan pemutusan dan penyumbatan ruang pori tanah. Tabel Lampiran 3 menunjukkan bahwa penggunaan lahan nyata mempengaruhi porositas tanah. Akibat porositas tanah yang seragam pada setiap titik pengambilan sampel maka koefisien keragaman porositas sangat rendah yaitu hutan bambu (6.79 %) dan tegalan (10.41 %).

Pada Tabel 5 dapat dilihat hutan bambu memiliki bobot isi sebesar 1.39 g/cm3 lebih rendah dibandingkan tegalan yang memiliki bobot isi sebesar 1.57 g/cm3. Bobot isi tersebut cukup tinggi untuk jenis tanah Latosol yang memiliki sifat granul. Akan tetapi bobot isi yang tinggi pada Latosol dapat terjadi karena adanya horizon atau lapisan yang menyemen dan kompak yang disebut laterit (Soepardi, 1983). Analisis ragam (Tabel Lampiran 4) menunjukkan adanya pengaruh nyata penggunaan lahan terhadap bobot isi tanah. Bobot isi memiliki koefisien keragaman sangat rendah


(47)

dimana bobot isi hutan bambu memiliki koefisien keragaman sebesar 6.74 % sedangkan bobot isi tegalan memiliki koefisien keragaman sebesar 7.64 %. Tanah dengan bobot isi tinggi berarti porositasnya rendah dan tanah tersebut semakin padat. Adanya hubungan terbalik ini memungkinkan bobot isi dipakai untuk menduga pemadatan tanah.

Bobot isi tegalan cukup tinggi sehingga tanahnya lebih padat. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah yang intensif dan umur penggunaan lahan yang sudah lama. Dari keterangan pengguna lahan, rata-rata umur tegalan sudah mencapai 10-15 tahun. Di samping itu, pembuatan guludan sering dilakukan sehingga sulit menentukan lapisan top soil yang sebenarnya, akibatnya pengambilan sampel tanah dilakukan pada jalur-jalur bekas urukan tanah di antara guludan.

4.2.3. Bahan Organik

Dari hasil pengukuran hutan bambu memiliki bahan organik (5.15%) lebih tinggi dibandingkan tegalan (3.69 %) (Tabel 5). Analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan lahan nyata mempengaruhi bahan organik tanah (Tabel Lampiran 11). Tingginya jumlah bahan organik tanah pada hutan bambu tidak terlepas dari banyaknya serasah yang berasal dari daun, ranting, batang dan akar yang sudah kering kemudian terdekomposisi menjadi bahan organik tanah. Organisme tanah mempercepat penguraian serasah menjadi bahan organik tanah. Sedangkan pada tegalan jumlah bahan organik sedikit kemungkinan disebabkan tergerus oleh air dan


(48)

penambahan bahan organik jarang dilakukan akibat sumber bahan organik yang sedikit.

Hutan bambu memiliki koefisien keragaman (19.02 %) dengan kelas keragaman rendah sedangkan tegalan (34.41 %) dengan kelas keragaman sedang. Hal ini menunjukkan jumlah bahan organik pada setiap titik ataupun lokasi tidak terlalu berbeda. Pada hutan bambu, sumber bahan organik dan proses pelapukan bahan organik yang homogen menyebabkan jumlah bahan organik tanah tidak terlalu beragam. Sedangkan pada tegalan jumlah bahan organik tanah dipengaruhi oleh penambahan bahan organik tanah yang dilakukan manusia. Penambahan bahan organik pada tegalan terkadang tidak seragam di semua tempat sehingga jumlah bahan organik tanah pun berbeda-beda. Di samping itu perbedaan lokasi sangat menentukan jumlah bahan organik akibat kemungkinan perbedaan curah hujan.

4.2.4. Pori Drainase

Penggunaan lahan nyata mempengaruhi pori drainase tanah seperti yang terlihat pada Tabel Lampiran 6. Pada Tabel 5 dapat dilihat jumlah pori drainase pada hutan bambu lebih tinggi dibandingkan pada tegalan. Hutan bambu memiliki pori drainase sebesar 16.80% sedangkan tegalan memiliki pori drainase sebesar 11.89 %. Sedangkan koefisien keragaman pori drainase termasuk rendah,yaitu hutan bambu

(16.80 %) dan tegalan (17.40 %) dikarenakan pada hutan bambu agen pembentuk pori sama, yaitu akar dan organisme tanah, sedangkan pada tegalan pengolahan tanah yang seragam menghasilkan jumlah pori drainase yang tidak jauh berbeda antar


(49)

lokasi ataupun titik pengambilan sampel. Tingginya jumlah pori drainase pada hutan bambu tidak terlepas dari pembentukan ruang pori oleh perakaran dan organisme tanah. Akar-akar yang berdiameter besar akan meninggalkan lubang bekas akar yang besar demikan sebaliknya, sedangkan aktivitas organisme tanah akan membentuk rongga-rongga dalam tanah yang kemudian berfungsi sebagai pori yang berdiameter besar.

4.2.5. Pori Air Tersedia

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pori air tersedia pada hutan bambu lebih besar dibandingkan pada tegalan. Pori air tersedia pada hutan bambu sebesar 29.75 % sedangkan pada tegalan sebesar 6.90 %. Hutan bambu memiliki koefisien keragaman pori air tersedia (12.43 %) dengan kelas sangat rendah sedangkan tegalan (23.47 %) dengan kelas rendah. Rendahnya koefisien keragaman pori air tersedia tidak terlepas dari jumlah bahan organik yang seragam baik pada hutan bambu maupun tegalan. Analisis ragam (Tabel Lampiran 7) menunjukkan pengaruh nyata pori air tersedia antara penggunaan lahan hutan bambu dan tegalan. Tingginya pori air tersedia pada hutan bambu dapat disebabkan oleh kandungan bahan organik tanah yang lebih tinggi dibandingkan tegalan. Bahan organik merupakan faktor penting yang mempengaruhi air tersedia tanah. Hal ini terutama didukung oleh kemampuannya dalam menciptakan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah yang lebih baik seperti meningkatkan kesarangan, meningkatkan serapan hara dan sumber makanan bagi organisme tanah. Air tersedia merupakan selisih kadar air kapasitas lapang dengan kadar air titik layu permanen, maka peningkatan kadar air kapasitas lapang yang diakibatkan oleh


(50)

meningkatnya kandungan bahan organik tanah akan selalu diikuti oleh meningkatnya air tersedia, terutama jika faktor-faktor lain memiliki pengaruh yang seragam.

4.3. Hubungan Hantaran Hidrolik Jenuh dengan Sifat-sifat Fisika Tanah

Secara umum peningkatan sifat-sifat fisik tanah akan meningkatkan hantaran hidrolik jenuh tanah. Peningkatan porositas dan pori drainase secara langsung dapat meningkatkan hantaran hidrolik jenuh tanah, sedangkan indeks stabilitas agregat dan jumlah bahan organik tanah memberikan pengaruh tidak langsung terhadap kenaikan hantaran hidrolik jenuh.

Hubungan indeks stabilitas agregat dengan hantaran hidrolik jenuh digambarkan ke dalam persamaan garis linear y = 0.003x +1.284 dengan R2 = 0.219 seperti pada Gambar 2. Dari hubungan tersebut dapat dilihat indeks stabilitas agregat tanah cenderung meningkatkan indeks stabilitas agregat meskipun pengaruhnya tidak terlalu kuat.

Peningkatan indeks stabilitas agregat tanah secara tidak langsung akan meningkatkan aliran dalam tanah. Agregat yang stabil akan menyediakan dan mempertahankan ruang pori disamping mengurangi dispersi air terhadap butiran tanah sehingga tidak terangkut dan menutup ruang pori tanah.


(51)

Gambar 2. Hubungan Indeks Stabilitas Agregat dengan Hantaran Hidrolik Jenuh

Gambar 3 menunjukkan hubungan porositas dengan hantaran hidrolik jenuh yang digambarkan ke dalam persamaan y = 0.142x – 4.888 dengan R2 = 0.211. Hubungan tersebut menunjukkan porositas cenderung meningkatkan hantaran hidrolik jenuh meskipun tidak terlalu kuat.

Porositas tanah memiliki kaitan yang sangat lemah terhadap peningkatan hantaran hidrolik jenuh tanah karena peningkatan jumlah poroisitas menunjukkan pertambahan ruang atau celah yang bisa dilalui oleh air. Meskipun demikian jumlah porositas tanah yang tinggi tidak selalu meningkatkan hantaran hidrolik jenuh tanah kekontinuan pori lebih berperan penting dalam aliran air.

y = 0.003x + 1.284 R² = 0.219

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

20 220 420 620 820

H a n ta ra n H id ro li k J en u h (c m /j a m )


(52)

Gambar 3. Hubungan Porositas dengan Hantaran Hidrolik Jenuh

Hubungan antara hantaran hidrolik jenuh dengan pori drainase sangat lemah Pada Gambar 4 dan dapat dilihat hubungan antara hantaran hidrolik jenuh dengan pori drainase dengan persamaan garis linear y= 0.146 x-0.149 dengan R2 = 0.149. Lemahnya kaitan antara keduanya disebabkan karena pori drainase yang diukur hanya pada lapisan atas saja (± 20 cm) sedangkan pori drainase di lapisan bawah tidak diketahui. Untuk itu jumlah pori drainase pada lapisan atas tidak mempengaruhi aliran air atau hantaran hidrolik jenuh pada lapisan-lapisan bawah tanah hingga kedalaman 100 cm.

.

y = 0.142x - 4.888 R² = 0.211

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

40.00 45.00 50.00 55.00 60.00

H a n ta ra n H id ro li k J en u h (c m /j a m )


(53)

Gambar 4. Hubungan Pori Drainase dengan Hantaran Hidrolik Jenuh

Untuk melihat hubungan bahan organik dengan hantaran hidrolik jenuh maka di buat persamaan y= 0.171x + 1.230 (Gambar 5). Dari hubungan hantaran hidrolik jenuh dengan bahan organik terlihat tidak ada kaitan antara keduanya (R2 = 0.016). Bahan organik tanah dapat meningkatkan kesarangan tanah, akan tetapi pengaruhnya hanya pada lapisan atas saja (± 20 cm) sehingga tidak ada hubungannya dengan hantaran hidrolik jenuh pada profil tanah hingga kedalaman 100 cm.

y = 0.146x - 0.149 R² = 0.149

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

H a n ta ra n H id ro li k J en u h (c m /j a m )


(54)

Gambar 5. Hubungan Bahan Organik dengan Hantaran Hidrolik Jenuh

Dari hubungan-hubungan yang dikemukakan di atas dapat dilihat bahwa pengaruh sifat-sifat fisika tanah sangat lemah terhadap peningkatan hantaran hidrolik jenuh tanah. Hal ini disebabkan karena pengukuran hantaran hidrolik jenuh dilakukan hingga kedalaman tanah 100 cm sedangkan sifat-sifat fisika yang dianalisis dilakukan hanya pada lapisan tanah sampai kedalaman 20 cm saja. Akibatnya sifat-sifat fisika tersebut tidak bisa mewakili semua lapisan tanah yang diukur hantaran hidrolik jenuhnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa nilai hantaran hidrolik jenuh lebih ditentukan oleh karakteristik sifat-sifat fisika di dalam profil tanah.

4.4. Keragaman Sifat-sifat Fisika Tanah

Sifat fisika tanah memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sifat fisika lainnya. Bahkan sifat fisika tanah yang sama bisa berbeda dan memiliki ciri tersendiri meskipun dalam satu areal. Hal ini menunjukkan bahwa tanah di samping merupakan sistem yang dinamis juga merupakan sistem yang kompleks sehingga sifat

y = 0.171x + 1.230 R² = 0.016

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

2 3 4 5 6 7

H a n ta ra n H id ro li k J en u h (c m /j a m )


(55)

fisika tanah memiliki keragaman yang sangat besar terutama jika secara kuantitatif nilainya ditentukan di lapangan. Sitorus (1983) mengemukakan kriteria pengklasifikasian keragaman tanah berdasarkan koefisien keragaman seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Kriteria Pengklasifikasian Keragaman Tanah Berdasarkan Nilai Koefisien Keragaman menurut Sitorus (1983)

Kelas Keragaman Koefisien Keragaman (%) Sangat Rendah < 16

Rendah 16-33

Sedang 33-66

Tinggi > 66

Tabel 10 dan 11 menunjukkan hasil pengukuran sifat-sifat fisika tanah pada hutan bambu dan tegalan. Pada beberapa sifat fisika dapat dilihat sebaran nilai yang tidak seragam baik pada hutan bambu ataupun tegalan. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar sifat-sifat fisika baik pada lokasi dan titik pengukuran sangat beragam.


(56)

Tabel 10. Hasil Pengukuran Sifat-sifat Fisika Pada Hutan Bambu

Lokasi

Hantaran Hidrolik

Jenuh (cm/jam)

ISA (%)

Porositas (%)

Pori Drainase

(%)

Pori Air Tersedia

(%)

Bahan Organik

(%)

Bobot Isi (g/cm) L1T1 4.26 65.69 55.65 16.67 32.17 3.46 1.18 L1T2 2.13 230.52 49.46 13.36 28.44 2.37 1.34 L1T3 7.45 844.77 51.51 21.42 26.85 3.41 1.28 L2T1 3.19 110.60 50.06 8.54 30.19 2.97 1.32 L2T2 1.60 133.72 45.47 16.81 24.99 3.27 1.45 L2T3 2.56 285.92 50.18 16.83 30.06 3.28 1.32 L3T1 1.60 110.68 51.23 17.37 31.07 2.91 1.29 L3T2 2.66 122.58 56.07 13.45 37.41 3.29 1.16 L3T3 1.60 166.94 55.55 26.70 26.56 3.11 1.18 Keterangan : L= Lokasi; T= Titik; 1,2,3 =Ulangan


(57)

Tabel 11. Data Hasil Pengukuran Sifat-sifat Fisika Pada Tegalan Lokasi Hantaran Hidrolik Jenuh (cm/jam) ISA (%) Porositas (%) Pori Drainase (%) Pori Air Tersedia (%) Bahan Organik (%) Bobot Isi (g/cm) L1T1 0.80 23.04 42.71 12.79 6.87 2.24 1.52 L1T2 0.53 824.80 40.69 9.94 7.91 2.11 1.57 L1T3 1.60 109.44 42.82 11.10 8.56 1.98 1.51 L2T1 1.06 127.46 50.91 8.04 11.98 2.37 1.30 L2T2 1.06 85.20 41.93 12.83 3.21 2.12 1.54 L2T3 1.86 107.05 41.69 12.02 5.31 0.83 1.54 L3T1 0.21 37.84 52.63 12.46 11.22 2.08 1.25 L3T2 0.64 59.04 39.19 12.33 3.42 1.62 1.61 L3T3 0.32 118.72 44.14 15.50 3.99 0.90 1.48 Keterangan : L= Lokasi; T= Titik; 1,2,3 =Ulangan

Dari Tabel 10 dan Tabel 11 dapat dilihat bahwa beberapa sifat fisika tanah memiliki keragaman nilai sifat fisika yang sangat tinggi sehingga koefisien keragamannya menjadi tinggi. Indeks Stabilitas Agregat memiliki koefisien keragaman yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh indeks ketidakstabilan di saat pengukuran, dimana sampel-sampel tanah dengan perakaran banyak memiliki indeks ketidakstabilan tinggi dibandingkan tanah dengan perakaran sedikit. Di saat pengukuran akar-akar tersebut mengering sehingga kekuatan ikatan akar berkurang terhadap partikel-partikel tanah dan mudah terlepas.


(58)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hutan bambu memiliki hantaran hidrolik jenuh lebih tinggi dibandingkan tegalan. Hutan bambu memiliki hantaran hidrolik jenuh dengan kelas sedang, sedangkan tegalan memiliki hantaran hidrolik jenuh dengan kelas agak lambat.

2. Hutan bambu memiliki sifat-sifat fisika yang lebih baik karena memiliki hantaran jenuh, indeks stabilitas agregat, porositas, pori drainase, pori air tersedia dan bahan organik yang lebih besar serta bobot isi yang lebih rendah dibandingkan tegalan.

3. Hubungan antara hantaran hidrolik jenuh dengan sifat-sifat fisika tanah sangat lemah atau tidak memiliki hubungan sama sekali karena analisis sifat-sifat fisika dilakukan terhadap lapisan atas (± 20 cm) sedangkan pengukuran hantaran hidrolik dilakukan hingga ke lapisan bawah (± 100 cm). Hal ini menunjukkan bahwa sifat-sifat fisika lapisan atas tanah tidak dapat mewakili hantaran hidrolik jenuh tanah secara keseluruhan.

5.2. Saran

Untuk mempertahankan dan memperbaiki hantaran hidrolik dan sifat-sifat fisika tanah, maka perlu dilakukan:


(59)

1. Pengenalan tanaman bambu sebagai tanaman konservasi kepada masyarakat. 2. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan dengan cara pengolahan minimum

(minimum tillage) untuk mengurangi kerusakan sifat-sifat fisik tanah, khususnya di lahan tegalan.

3. Untuk melihat hubungan hantaran hidrolik jenuh dengan sifat-sifat fisika tanah sebaiknya dilakukan analisis sifat-sifat fisika pada setiap lapisan tanah yang diukur hantaran hidrolik jenuhnya.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Baver, L.D. 1959. Soil Physics. 3rd ed. John Willey and Sons, Inc., New York.

Brady, Nyle C. 1990. The Nature and Properties of Soils. New York. MacMillan Publishing Company.

Buckman, H. O and N. C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soils. 7th ed. The Mc Millan Co. Ceiller-Mc Milland Limited. London.

Calderon, E. Cleofe. dan Thomas R. Soderstorm. 1980. The Genera of Bambusoidae (Poaceae) of the American Continent: Keys and Comments. Smithsonian Institution Press. City of Washington.

Dudal, R dan M. Soepraptohardjo. 1957. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Balai Penyelidikan Tanah Bogor. Bogor.

Foth, H.D dan L.M. Turk. 1972. Fundamental of Soil Science. Fifth Edition. New York. John Wiley and Son. Inc

Greenland, D.J and R. Lal. 1977. Soil Conservation and Management in Humid Tropics. John Willey and Sons, Chcester-New York-Brisbane-Toronto. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Islami, T dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press.

Larson, W.E. dan C.E. Clapp. 1984. Effect of Organic Matter on Soil Physical Properties. Los Banos. IRRI.

Hillel, D. 1972. Soil and Water Physical Principles and Processes. Acad Press, New York-London.

Millar, C. E., L. M. Turk. and H. D. Foth. 1958. Fundamental of Soil Science. 3 ed. John Willey and Sons Inc. New York.

Mohr, E. C and F. A. Van Barren. 1954. Tropical Soil. Interscience Publishing. London.


(61)

Munir, M. 1995. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Penerbit Pustaka Jaya.

O’Neal, A.M. 1949. Soil Characteristics Significant in Evaluating Permeability. Soil Conservation Service.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Sitorus, S.R.P., O. Haridjaja, dan K. R. Brata. 1983. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Schwab, G.O., R. K. Frevert., T. W. Edminster., and K. K. Barnes. 1966. Soil and Water Conservation Engineering. John Willey and Sons Inc. New York-London- Sydney.

Soedarmo. 1995. Peningkatan Kualitas Sifat Fisik Podzolik Merah Kuning (Hapludult) Gajrug, Latosol (Dystropept) Dramaga Dengan Pemanfaatan Cacing Tanah. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit ANDI Yogyakarta.

Thompson, L.M dan F. R. Troeh. 1975. Soil Fertility and Fertilizier. 3rd ad. McGraw Hill Book Publ., Co., Ltd. New Delhi.

Tjawn, K.B. 1968. Buku Pengantar Ilmu Tanah. Percetakan IPB, Bogor.

Wahyuddin. 2008. Pelestarian Hutan Bambu untuk Menanggulangi Illegal Logging dan Global Warming. Lomba Tulis YPHL. http://www. kabarindonesia. com. [20 Oktober 2008].

Widjaja. 2008. Bambu dan Manfaatnya. http://www.bibitbambu. com. [20 Oktober 2008].

Zarqoni. 1988. Perbedaan Beberapa Sifat Fisik Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan, Latosol Cibinong dan Kedunghalang. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB


(62)

(63)

Tabel Lampiran 1. Analisis Ragam Hantaran Hidrolik Jenuh Sumber

Keragaman db JK KT F-hitung

Lokasi 2 22.96 11.48 2.98*

Penggunaan Lahan 1 0.73 0.73 0.19*

Galat 2 7.69 3.84

Total 5 31.39

Keterangan : * nyata pada α = 0.05

Tabel Lampiran 2. Analisis Ragam Indeks Stabilitas Agregat Sumber

Keragaman db JK KT F-hitung

Lokasi 2 177727.50 88863.77 1.88*

Penggunaan Lahan 1 14102.16 7051.08 0.14*

Galat 2 94060 47030

Total 5 285889.70

Keterangan : * nyata pada α = 0.05

Tabel Lampiran 3. Analisis Ragam Porositas Sumber

Keragaman db JK KT F-hitung

Lokasi 2 7650.02 3825.01 1.95*

Penggunaan Lahan 1 778.72 47.88 0.02

Galat 2 3908.99 1954.50

Total 5 12337.75 5827.39

Keterangan : * nyata pada α = 0.05

Tabel Lampiran 4. Analisis Ragam Bobot IsI Sumber

Keragaman db JK KT F-hitung

Lokasi 2 6.35 3.17 1.68*

Penggunaan Lahan 1 0.11 1.38 0.73*

Galat 2 13858.52 1.88

Total 5 13864.98 6.44


(64)

Tabel Lampiran 5. Analisis Ragam Bahan Organik Sumber

Keragaman db JK KT F-hitung

Lokasi 2 20.25 10.12 1.63*

Penggunaan Lahan 1 2.46 2.46 0.39*

Galat 2 12.37 6.18

Total 5 35.09 18.77

Keterangan : * nyata pada α = 0.05

Tabel Lampiran 6. Analisis Ragam Pori Drainase Sumber

Keragaman db JK KT F-hitung

Lokasi 2 695.27 347.63 2.86*

Penggunaan Lahan 1 211.71 211.71 1.74*

Galat 2 243.02 121.51

Total 5 1150.01 680.86

Keterangan : * nyata pada α = 0.05

Tabel Lampiran 7. Analisis Ragam Pori Air Tersedia Sumber

Keragaman db JK KT F-hitung

Lokasi 2 1122.99 561.49 0.92*

Penggunaan Lahan 1 242.22 242.22 0.39*

Galat 2 1217.06 608.53

Total 5 2582.28 1412.25


(65)

Tabel Lampiran 8. Hasil Deskripsi Profil Tanah Hutan Bambu, Gunung Malang Lokasi : Gunung Malang

Bahan Induk : Tuf Volkan Penggunaan Lahan : Hutan Bambu

Topografi : Berbukit dengan lereng 30 % Vegetasi : Bambu

Kedalaman efektif : 90 cm

Kedalaman (cm) Simbol Horizon Keterangan 0-18 18-38 38-60 60-90 90-110 A AB Bt1 Bt2 BC

Liat; coklat (7.5 YR 4/4); remah, halus, lemah; agak lekat, plastis, sangat gembur; batas baur, berombak; perakaran kasar-banyak

Liat; coklat (7.5 YR 4/8); granular, sedang, lemah; agak lekat, plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran kasar-banyak.

Liat; coklat (7.5 YR 4/4); remah, sedang, lemah; agak lekat, lemah, plastis; batas baur, berombak; perakaran sedang-banyak.

Liat; coklat (7.5 YR 5/6); gumpal bersudut, sedang; agak lekat, plastis; batas baur, berombak; perakaran sedang-banyak.

Liat; coklat (7.5 YR 5/8); gumpal bersudut, sedang; agak lekat, plastis; batas baur, berombak; perakaran sedikit.


(66)

Tabel Lampiran 9. Hasil Deskripsi Profil Tanah Tegalan, Curug Luhur Lokasi : Curug Luhur

Bahan Induk : Tuf Volkan Penggunaan Lahan : Hutan Bambu

Topografi : Datar (lembah) dengan lereng 15% Vegetasi : Bambu dan Talas

Kedalaman efektif : 110 cm

Kedalaman (cm)

Simbol Horizon

Keterangan

0-20

20-40

40-70

70-110

A

AB

B1

B2

Lempung liat berdebu; coklat abu-abu (10 YR 4/6); remah, halus, lemah; agak lekat, plastis; sangat gembur; batas baur, berombak; perakaran sedikit; ada batuan. Lempung liat berdebu; coklat abu-abu-gelap (10 YR 3/4); granular, halus, lemah; agak lekat, plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran sedikit.

Liat berdebu; coklat abu-abu gelap (10 YR 3/4); gumpal, halus, lemah; agak lekat, plastis; agak gembur; batas baur, berombak; perakaran sedikit

Lempung berdebu; coklat abu-abu gelap(10YR 3/4); gumpal bersudut, halus, sedang; agak lekat, plastis; batas baur, bergelombang; perakaran sedikit


(1)

Tabel Lampiran 8. Hasil Deskripsi Profil Tanah Hutan Bambu, Gunung Malang Lokasi : Gunung Malang

Bahan Induk : Tuf Volkan Penggunaan Lahan : Hutan Bambu

Topografi : Berbukit dengan lereng 30 % Vegetasi : Bambu

Kedalaman efektif : 90 cm

Kedalaman (cm)

Simbol Horizon

Keterangan

0-18

18-38

38-60

60-90

90-110

A

AB

Bt1

Bt2

BC

Liat; coklat (7.5 YR 4/4); remah, halus, lemah; agak lekat, plastis, sangat gembur; batas baur, berombak; perakaran kasar-banyak

Liat; coklat (7.5 YR 4/8); granular, sedang, lemah; agak lekat, plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran kasar-banyak.

Liat; coklat (7.5 YR 4/4); remah, sedang, lemah; agak lekat, lemah, plastis; batas baur, berombak; perakaran sedang-banyak.

Liat; coklat (7.5 YR 5/6); gumpal bersudut, sedang; agak lekat, plastis; batas baur, berombak; perakaran sedang-banyak.

Liat; coklat (7.5 YR 5/8); gumpal bersudut, sedang; agak lekat, plastis; batas baur, berombak; perakaran sedikit.


(2)

Tabel Lampiran 9. Hasil Deskripsi Profil Tanah Tegalan, Curug Luhur Lokasi : Curug Luhur

Bahan Induk : Tuf Volkan Penggunaan Lahan : Hutan Bambu

Topografi : Datar (lembah) dengan lereng 15% Vegetasi : Bambu dan Talas

Kedalaman efektif : 110 cm

Kedalaman (cm)

Simbol Horizon

Keterangan

0-20

20-40

40-70

70-110

A

AB

B1

B2

Lempung liat berdebu; coklat abu-abu (10 YR 4/6); remah, halus, lemah; agak lekat, plastis; sangat gembur; batas baur, berombak; perakaran sedikit; ada batuan. Lempung liat berdebu; coklat abu-abu-gelap (10 YR 3/4); granular, halus, lemah; agak lekat, plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran sedikit.

Liat berdebu; coklat abu-abu gelap (10 YR 3/4); gumpal, halus, lemah; agak lekat, plastis; agak gembur; batas baur, berombak; perakaran sedikit

Lempung berdebu; coklat abu-abu gelap(10YR 3/4); gumpal bersudut, halus, sedang; agak lekat, plastis; batas baur, bergelombang; perakaran sedikit


(3)

Tabel Lampiran 10. Hasil Deskripsi Profil Tanah Hutan Bambu, Ciherang Lokasi : Ciherang

Bahan Induk : Tuf Volkan Penggunaan Lahan : Hutan Bambu

Topografi : Berbukit dengan lereng 30 % Vegetasi : Bambu dan Talas

Kedalaman efektif : 103 cm

Kedalaman (cm)

Simbol Horizon

Keterangan

0-18

18-37

37-69

69-103

A

AB

Bt1

Bt2

Liat berdebu; coklat-coklat gelap (7.5YR 4/4); remah, sedang, lemah; agak lekat, agak plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran kasar- banyak

Lempung liat berdebu; coklat kemerahan (7.5YR 4/6); granular, halus, lemah; agak lekat, agak plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran kasar-banyak

Liat; coklat kemerahan (7.5YR 3/4); gumpal, sedang, lemah; agak lekat, plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran halus-banyak

Liat; coklat kekuningan (7.5YR 5/6); gumpal membulat, halus, lemah; agak lekat, agak plastis; batas baur, bergelombang; perakaran halus- sedikit.


(4)

Tabel Lampiran 11. Hasil Deskripsi Profil Tanah Tegalan, Gunung Malang Lokasi : Gunung Malang

Bahan Induk : Tuf Volkan Penggunaan Lahan : Tegalan

Topografi : Berbukit dengan lereng 30% Vegetasi : Singkong

Kedalaman efektif : 100 cm

Kedalaman (cm)

Simbol Horizon

Keterangan

0-22

22-44

44-82

82-100

Ap

E

Bt1

Bt2

Lempung berpasir; coklat kegelapan (7.5YR 3/4); remah, halus, lemah; tidak lekat, plastis; sangat gembur; batas baur, berombak; perakaran kasar- sedikit

Lempung berpasir; coklat kemerahan (7.5YR 4/6); granular, halus, lemah; agak lekat, plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran kasar-sedikit

Liat; coklat kemerahan (7.5YR 4/6); granular, halus, lemah; agak lekat, plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran halus-sedikit

Liat; coklat-coklat kegelapan (7.5YR 4/4); gumpal bersudut, halus, lemah; agak lekat, agak plastis; batas baur, bergelombang; perakaran sedikit.


(5)

Tabel Lampiran 12. Hasil Deskripsi Profil Tanah Hutan Bambu, Curug Luhur Lokasi : Curug Luhur

Bahan Induk : Tuf Volkan Penggunaan Lahan : Tegalan

Topografi : Berbukit dengan lereng 30% Vegetasi : Bambu dan Talas

Kedalaman efektif : 71 cm

Kedalaman (cm)

Simbol Horizon

Keterangan

0-20

20-43

43-71

71-98

Ap

B

BC

C

Lempung berpasir; merah (2.5 YR 4/6); remah, halus, lemah; agak lekat, plastis; sangat gembur; batas baur, berombak; perakaran banyak.

Lempung berpasir; merah kegelapan (2.5 YR 3/6); remah, halus, lemah; agak lekat, plastis; gembur; perakran banyak; batas baur, berombak; perakaran banyak.

Lempung berpasir; merah kegelapan (2.5 YR 4/6); remah, halus, lemah; agak lekat, plastis; agak gembur; batas baur, berombak


(6)

Tabel Lampiran 13. Hasil Deskripsi Profil Tanah Tegalan, Ciherang Lokasi : Ciherang

Bahan Induk : Tuf Volkan Penggunaan Lahan : Tegalan

Topografi : Berbukit dengan lereng 20 % Vegetasi : Singkong

Kedalaman efektif : 140 cm

Kedalaman (cm)

Simbol Horizon

Keterangan

0-20

20-40

40-80

80-110

110-140

Ap

E

Bt1

Bt2

BC

Liat berpasir; coklat kemerahan (7.5 YR 4/6); remah, halus, lemah; agak lekat, plastis, gembur; batas baur, berombak; perakaran halus sedikit.

Liat; coklat (7.5 YR 5/6); granular, halus, sedang; agak lekat, plastis; gembur; batas baur, berombak; perakaran halus, sedikit.

Liat; coklat kemerahan (7.5 YR 4/6); granular, halus, sedang; agak lekat, plastis; batas baur, berombak; perakaran sedikit.

Liat; coklat (7.5 YR 5/6); gumpal bersudut, halus, sedang; agak lekat, sangat plastis; batas baur, berombak; perakaran sedikit

Liat; coklat (7.5 YR 5/8); gumpal bersudut, sedang; agak lekat,sangat plastis; batas baur, berombak; perakaran sedikit.