Analisis Kapasitas Simpan Air di Wilayah Kampus IPB Dramaga, Bogor
ii
ANALYSIS OF WATER STORAGE CAPACITY AT
IPB CAMPUS DRAMAGA, BOGOR
SD Rizki, NH Pandjaitan, and Prastowo
Departement of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural Univercity, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Bogor Agricultural University (IPB) stage III physical development is being implemented since 2011. Water balance analysis provided an actual description of water storage capacity and its impact on the environmental carrying capacity. The objectives of the study were (1) to analyze status of environmental carrying capacity based on agroclimate zone and to analyze water supply potential, (2) to analyze water storage capacity and (3) land use planning. The research was started since Febuary until June 2012. The research was conducted using climate data and land cover map that processed with Microsoft Excel, CROPWAT 8.0 and ARCGIS 9.3 software. The ratio of water availability and water demand was 0.9 hence the environmental carrying capacity based on water balance was overshoot. IPB Campus agroclimate zone was A1 based on Oldeman classification. The water footprint was 7,9 x 106 m3/year. The region was divided into 14 catchment area (CA). The biggest storage capacity was 235.78 mm/year on CA 11 and the smallest storage capacity was on CA 9a with only 109.51 mm/year. The objectives of land-use planning was to increase water storage capacity. IPB campus as green campus was recommended to improve groundwater recharge and to reach ratio of ground water recharge and surface run-off of 65:35. According to this result it was to recommended to increase vegetation area on CA 4, CA 7, CA 9a, CA 9b, CA 9c and CA 12.
Key words: Catchment area, environmental carrying capacity, land use planning, water balance, water storage capacity
(2)
iii
SEKAR DWI RIZKI. F44080019.
Analisis Kapasitas Simpan Air di Wilayah
Kampus IPB Dramaga, Bogor
. Di bawah bimbingan Nora H. Pandjaitan dan
Prastowo. 2012
RINGKASAN
Pembangunan Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) tahap III sedang dilaksanakan sejak tahun 2011. Pembangunan ini dilaksanakan karena jumlah civitas akademika IPB yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1997 sampai 2010 jumlah mahasiswa meningkat sebesar 200 - 400 orang setiap tahunnya (TPB IPB, 2011). Kondisi ini mengakibatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan semakin bertambah. Sejalan dengan perubahan penggunaan lahan untuk pembangunan struktur dan infrastruktur di wilayah kampus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya dukung lingkungan (menentukan status daya dukung lingkungan, menentukan zona agroklimat, dan menganalisis potensi suplai air), menganalisis kapasitas simpan air dan merencanakan tata guna lahan.
Penelitian dilakukan di Kampus IPB Dramaga sejak bulan Febuari – Juni 2012. Beberapa alat dan bahan yang digunakanan yaitu seperangkat komputer dengan program Microsoft Excel, Arc GIS 9.3 dan Cropwat 8.0, GPS, alat tulis, kamera, dan data-data sekunder yang meliputi: Peta Kampus IPB berupa land-use (tata guna lahan), data iklim meliputi suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, , kecepatan angin dan data curah hujan bulanan.
Rasio perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air untuk wilayah kampus IPB Dramaga adalah 0.9. Nilai ini menunjukkan status daya dukung lingkungan untuk wilayah Kampus IPB adalah overshoot (daya dukung lingkungan telah terlampaui) dan nilai water footprint sebesar 7,9 x 106 m3/kap/tahun. Kampus IPB Dramaga termasuk kedalam zona agroklimat A1 klasifikasi Oldeman dan memiliki potensi CHlebih rata-rata sebesar 1604.2 mm/tahun.
Berdasarkan analisis kapasitas simpan air maka DTA 11 yang 94% wilayahnya berupa hutan memiliki kapasitas simpan air paling besar sebesar 235.78 mm/tahun, sedangkan DTA 9 yang memiliki 42% wilayahnya berupa hutan memiliki kapasitas simpan air paling kecil sebesar 109.51 mm/tahun.
Hasil neraca air menunjukan wilayah DTA 9a memiliki persentase perbandingan simpanan air dan limpasan paling kecil yaitu 53:47 dan DTA 11 memiliki persentase perbandingan simpanan air dan limpasan paling besar yaitu 79:21. Untuk kampus IPB Dramaga kondisinya dapat dikatakan ideal bila luas hutan minimum 30% dan luas lahan terbangun 40%. Kampus IPB Dramaga sebagai kampus hijau diarahkan untuk meningkatkan simpanan air sehingga komposisi perbandingan simpanan air dan limpasan sebesar 65:35. Untuk itu diperlukan penambahan wilayah vegetasi yaitu pada DTA 4 (0.42 ha), DTA 7 (0.90 ha), DTA 9a (0.16 ha), DTA 9b (0.18 ha), DTA 9c (0.72 ha), dan DTA 12 (0.24 ha).
(3)
1
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, dan berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke danau atau laut secara alami (DJRLPS, 2009). Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.
Menurut Dephut (2008) pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumberdaya manusia di DAS dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS. Kondisi DAS dipengaruhi oleh cuaca dan hidrogeologi setempat, sehingga mengakibatkan adanya perbedaan ketersediaan air. Pembangunan yang terjadi menyebabkan adanya perubahan penggunaan lahan, dari lahan yang tertutup tanaman hijau menjadi gedung-gedung. Perubahan penggunaan lahan ini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan daya serap tanah terhadap hujan dan air yang seharusnya dapat diserap oleh tanah berubah menjadi limpasan permukaan.
Pendayagunaan sumberdaya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, pengembangan dan pengusahaan sumberdaya air secara optimal, berhasil guna dan berdaya guna. Upaya ini ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil (Sjarief, 2002). Pemanfaatan sumber-sumber air yang tidak terkendali menyebabkan pasokan air cenderung berkurang akibat interfisiensi pemakaian air baik untuk pertanian, domestik, industri, dan lain-lain (Rustiadi et al, 2010).
Neraca air menyatakan keseimbangan antara masukan (inflow) dengan keluaran air (outflow) pada suatu daerah dalam suatu periode tertentu. Hal ini dapat dikatakan bahwa neraca air menjelaskan tentang hubungan antara presipitasi dan limpasan yang akan mempengaruhi cadangan air. Salah satu metode yang digunakan dalam perhitungan neraca air adalah metoda Thornthwaite. Metode ini digunakan untuk mendapatkan besarnya kadar air tanah, kehilangan air, surplus air, dan defisit air.
Pembangunan Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) tahap III sedang dilaksanakan sejak tahun 2011. Pembangunan ini dilaksanakan karena jumlah civitas akademika IPB yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1997 sampai 2010 jumlah mahasiswa baru meningkat sebesar 200 - 400 orang setiap tahunnya (TPB IPB, 2011). Kondisi ini mengakibatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan semakin bertambah. Sejalan dengan perubahan penggunaan lahan untuk pembangunan struktur dan infrastruktur di wilayah kampus, aktivitas yang sama juga terjadi di daerah sekitar kampus.
Akan tetapi pembangunan ini dinilai kurang memperhatikan kaidah lingkungan. Hal ini berdampak pada perubahan lingkungan, termasuk salah satunya adalah perubahan kapasitas simpan air. Analisis neraca air dapat memberikan gambaran aktual terhadap perubahan kapasitas simpan air dan dampaknya pada daya dukung lingkungan. Hasil analisis ini dapat menjadi pertimbangan rekomendasi yang tepat guna memperbaiki kondisi wilayah kampus IPB Dramaga, Bogor.
1.2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kapasitas simpan air di wilayah kampus IPB Dramaga, Bogor adalah:
(4)
2 2. Menganalisis kapasitas simpan air
(5)
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Daerah Aliran Sungai
Menurut Manan (1976) Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah tanah dan aliran bumi ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut.
Menurut Seyhan (1990) faktor utama di dalam DAS yang sangat mempengaruhi kapasitas sumberdaya air adalah :
1. Vegetasi
Vegetasi merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap hempasan air hujan, hembusan angin dan teriknya matahari. Fungsi utama dari vegetasi adalah melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung dengan cara :
a. Melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh. b. Melindungi tanah terhadap daya merusak aliran air di atas permukaan tanah.
c. Memperbaiki kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya absorbsi/daya simpan air. 2. Tanah
Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi juga berfungsi sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah, makin banyak air yang dapat diserap dan masuk ke dalam profil tanah persatuan waktu, sehingga dengan demikian jumlah air yang tersimpan pada DAS menjadi lebih banyak.
Menurut Internasional Glossary of Hidrology (1974) dalam Seyhan (1990) hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisikanya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan mahluk-mahluk hidup.
Di bumi air tersedia di atmosfer, di lautan, di darat dan di dalam tanah serta molekul air yang berada di batuan kerak bumi, melalui perpindahan dan perubahan dari satu tempat ke tempat lain didorong oleh energi surya. Uap air beredar dari bumi ke udara melalui penguapan dan kemudian kembali ke bumi sebagai presipitasi, proses inilah yang disebut siklus hidrologi (IIT Kharagpur, 2008). Air yang jatuh tidak semua akan mencapai permukaan tanah. Air yang jatuh ke permukaan vegetasi disebut sebagai intersepsi. Sebagian air akan menguap dalam perjalanan di atmosfer sebelum mencapai permukaan bumi dan sebagian pada permukaan tanah. Air yang masuk kedalam tanah akan terinfiltrasi dan membentuk cadangan lengas tanah (soil water storage). Selanjutnya sebagian air mengalami proses perkolasi yaitu air terserap ke lapisan tanah yang lebih dalam akibat gaya gravitasi.
Menurut Asdak (2007), paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan untuk menelaah kondisi suatu DAS adalah data klimatologi seperti curah hujan dan suhu, limpasan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air tanah, koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimum-minimum serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi DAS dianggap normal apabila:
1. Koefisien limpasan berfluktuasi secara normal (nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan dari tahun ke tahun cenderung kurang lebih sama besarnya)
2. Angka koefisien varians (CV) debit aliran kecil (lebih kecil dari 10%)
3. Angka koefisien regim sungai (nisbah Qmax/Qmin) juga normal (tidak terus naik dari tahun ke tahun)
(6)
4 Menurut Falkenmark dan Rockström (2004), kondisi yang biasa terjadi pada faktor curah hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah dan evapotranspirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan. Pembagian hujan menjadi limpasan, air tanah dan evapotranspirasi menurut daerah dan zona iklim di dunia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pembagian hujan menjadi limpasan, air tanah dan evapotranspirasi menurut daerah dan zona iklim di dunia.
Daerah iklim Zona
Curah hujan (mm/ tahun) Limpasan (mm/tahun) Air tanah (mm/tahun) Total Evapotranspirasi (mm/tahun) Subtropical and tropical (subtopis dan tropis) Desert Savanna (padang rumput panas)
300 18 2 280
Dry sub-humid savanna (padang rumput lembab)
1000 100 30 870
Wet savanna
(padang rumput basah)
1850 360 240 1200
Subartic temperate (Subartik, iklim didaerah kutub) Tundra (daerah
tanpa pohon) 370 70 40 260
Taiga
(hutan satu spesies)
700 160 140 400
Mixed Forest Wooded (hutan campuran)
750 150 100 500
Steppes (stepa) 650 90 30 530
Equatorial (daerah katulistiwa) Wet evergreen equatorial forest (hutan tropis)
2000 600 600 800
Sumber : L’vovich dalam Falkenmark dan Rockström (2004)
2.2
Kapasitas Simpan Air
2.2.1
Neraca Air
Menurut Seyhan (1990) neraca air merupakan penafsiran kuantitatif dari daur hidrologi yang berupa persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa pada selang waktu tertentu, masukkan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan. Perhitungan neraca air pada suatu daerah tangkapan (Thornwaite dan Mather, 1957) dapat dihitung dengan persamaan (1).
P = ET + ΔSt ... (1) dengan:
P : presipitasi (mm/bulan) ET : evapotranspirasi (mm/bulan) ΔSt : perubahan cadangan air (mm/bulan)
(7)
5
2.2.2
Presipitasi
Presipitasi terjadi apabila uap air atmosfer memiliki kelembaban yang tinggi. Air yang mencapai bumi dari atmosfer berbentuk hujan, hujan salju, hujan es, atau embun. Setelah mencapai permukaan bumi, air hujan tersebut dapat menjadi air limpasan permukaan, permukaan penyimpanan air, es glacial, air untuk tanaman, air tanah, atau mungkin menguap kembali ke atmosfer. Penguapan laut adalah sumber terbesar (sekitar 90%) presipitasi (IIT, 2008). Presipitasi dalam segala bentuk (seperti salju, hujan batu es, dan hujan), jatuh ke atas vegetasi, batuan, permukaan tanah, permukaan air, dan saluran-saluran sungai (Seyhan, 1990).
Untuk mempelajari keadaan suatu daerah tangkapan sehubungan dengan curah hujannya. Analisis curah hujan dengan peluang tertentu dapat menggunakan persamaan Weibull. Metode Weibull merupakan suatu metode dalam memperkirakan nilai probalitas berdasarkan data yang ada.
... (2) dengan:
P : peluang
m : urutan kejadian berdasarkan besarnya n : jumlah tahun data pengukuran
2.2.3
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah proses yang mengembalikan air ke atmosfer sehingga melengkapi siklus hidrologi (IIT, 2008) Evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua proses, yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan proses kembalinya uap air ke atmosfer, dimana dalam proses ini air yang ada di permukaan bumi baik di tanah, sungai, atau laut akan kembali ke atmosfer apabila disinar matahari hingga titik dimana berubah menjadi uap air atau gas. Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan tanaman.
Evapotranspirasi yang digunakan ada dua macam, yaitu evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual. Evapotranspirasi potensial adalah kemungkinan jumlah air yang dapat menguap dalam kondisi optimal diantara persediaan air. Sedangkan evapotranspirasi aktual merupakan evapotranspirasi yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
Pendugaan nilai evapotranspirasi potensial dilakukan dengan menggunakan data iklim. Beberapa contoh pendugaan yang telah dikembangkan adalah metode Blaney Cridle, metode Thonthwaite, dan metode Penman.
Pendugaan nilai evapotranspirasi menggunakan software CROPWAT 8.0 yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Alen et al,1998). Rumus FAO Penman-Monteith diuraikan dalam persamaan (3).
ET0 = ... (3) dengan :
ET0 : evapotransirasi acuan (mm/hari)
Rn : lama penyinaran matahari setara dengan evaporasi (MJ m-2 hari-1) G : kerapatan flux panas tanah (MJ m-2 hari-1)
T : temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC) u2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m det-1) es : tekanan uap air jenuh (kPa)
ea : tekanan uap air actual (kPa)
(8)
6 : kemiringan kurva tekanan uap air (kPa oC-1)
: konstanta psikrometrik (kPa oC-1)
Perhitungan nilai ETP dapat dilihat pada persamaan (4).
ETP = Kc ET0 ... (4) dengan :
ETP : evapotranspirasi potensial (mm/hari) Kc : koefisien tanaman
Nilai evapotranspirasi potensial (ETP atau ETcrop) tergantung pada nilai evapotranspirasi acuan (ET0) dan koefisien tanaman.
Tabel 2. Koefisien tanaman (Kc)
Keterangan Kc
Kebun campuran 0.80
Tegalan/ladang 0.90
Pemukiman 0
Sawah Irigasi 1.15
Semak belukar 0.80
Sawah tadah hujan 0.80
Rumput 0.80
Sumber : Doorenbos and Pruitt(1977)
2.2.4
Simpanan Air
Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut.
Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Menurut Zelfi dalam Parapat (1997), besarnya cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air oleh tanah. Perubahan ini diidentifikasikan dengan adanya perubahan kelembaban pada zona perakaran. Menurut Thonthwaite dan Mather (1957), kapasitas simpanan air tanah (STo) dihitung dengan persamaan (5)
STo = (KLfc – KLwp)x dZ ………... (5) dengan :
KLfc : kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm) KLwp : kadar lengas tanah titik layu permanen (mm) dZ : kedalaman jeluk tanah (mm)
Analisa perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (6):
ΔST = STi – ST(i-1) ... (6) dengan:
ΔST : perubahan cadangan lengas tanah
STi : cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan)
Thornthwaite dan Mather (1957) telah memberikan pedoman untuk menentukan nilai kapasitas cadangan lengas tanah di daerah seperti terlihat pada Tabel 3.
(9)
7 Tabel 3. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah berdasarkan tekstur tanah dan kelompok tanaman Klasifikasi tanaman Tekstur tanah Air tersedia
(mm/ m) Daerah perakaran (m) Cadangan lengas tanah (mm) Tanaman berakar dangkal
Pasir halus 100 0.50 50
Lempung berpasir halus 150 0.50 75
Lempung berdebu 200 0.62 100
Lempung berliat 250 0.40 100
Liat 300 0.25 75
Tanaman berakar sedang
Pasir halus 100 0.75 75
Lempung berpasir halus 150 1.00 150
Lempung berdebu 200 1.00 200
Lempung berliat 250 0.80 200
Liat 300 0.50 150
Tanaman berakar dalam
Pasir halus 100 1.00 100
Lempung berpasir halus 150 1.00 150
Lempung berdebu 200 1.25 250
Lempung berliat 250 1.00 250
Liat 300 0.67 200
Tanaman buah-buahan
Pasir halus 100 1.50 150
Lempung berpasir halus 150 1.67 250
Lempung berdebu 200 1.50 300
Lempung berliat 250 1.00 250
Liat 300 0.67 200
Tanaman hutan Pasir halus 100 2.50 250
Lempung berpasir halus 150 2.00 300
Lempung berdebu 200 2.00 400
Lempung berliat 250 1.60 400
Liat 300 1.17 350
Sumber : Thornthwaite dan Mather, 1957
2.2.5
Limpasan
Limpasan merupakan bagian dari presipitasi (juga kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri dari gerakan gravitasi air dan Nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus (Seyhan, 1990). Jika evapotranspirasi potensial lebih kecil dibandingkan dengan evapotranspirasi aktual, maka akan terjadi defisit air. Hal ini ditunjukan dalam persamaan (7):
D = ETP – ETa ... (7) dengan:
D : defisit (mm/bulan)
ETa : evapotranspirasi aktual (mm/bulan)
Setelah simpan air telah mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai CHlebih. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian CHlebih dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi. Selanjutnya, CHlebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah. CHlebih ditentukan dengan persamaan:
S = P – ETP - ΔST ... (8) dengan:
(10)
8 Curah hujan lebih kemudian akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut. Sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan. Total limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan dijadikan suplai air. Untuk menduga besaran limpasan yang terjadi di suatu wilayah, perlu diketahui nilai koefisien aliran permukaan. Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup dan intensitas hujan. Nilai C untuk DAS pertanian bagi tanah kelompok hidrologi B tertera pada Tabel 4. Frekuensi terjadinya hujan mempengaruhi debit air dalam DAS.
Tabel 4. Koefisien limpasan (C) untuk daerah tangkapan air lahan pertanian (kelompok tanah B) No Tanaman Penutup Tanah dan
Kondisi Hidrologi
Koefisien C untuk Laju Hujan
25 mm/jam 100 mm/jam 200 mm/ jam
1 Tanaman dalam baris, buruk 0.63 0.65 0.66
2 Tanaman dalam baris, baik 0.47 0.56 0.62
3 Padian, buruk 0.38 0.38 0.38
4 Padian, baik 0.18 0.21 0.22
5 Padang rumput potong, pergiliran
tanaman, baik 0.29 0.36 0.39
6 Padang rumput potong,
penggembalaan tetap, baik 0.02 0.17 0.23
7 Hutan dewasa, baik 0.02 0.10 0.15
Sumber : Schwab, et al, (1981)
2.3
Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui dengan menghitung kapasitas ketersediaan air pada wilayah tersebut. Kapasitas ketersediaan air ini sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan dinamika siklus hidrologi pada daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dinamika mempertahankan siklus hidrologi buatan sangat ditentukan oleh kemampuan meningkatkan kapasitas simpan air, baik penyimpanan secara “alami” dengan upaya melakukan rehabilitasi dan konservasi pada wilayah hulu DAS, ataupun secara “struktur buatan” seperti waduk (Rustiadi et al, 2010). Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air menunjukan perbandingan kondisi suplai air pada suatu wilayah dengan kebutuhan yang ada, dari perbandingan keduanya akan diperoleh status kondisi ketersediaan air pada wilayah tersebut.
2.3.1 Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan
Konsep ini membandingkan antara ketersediaan air hujan (nilai CHandalan) dengan water footprint untuk menilai status daya dukung lingkungan berbasis neraca air (Prastowo, 2010). Water footprint merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh seseorang, komunitas, ataupun kegiatan produksi (Bulsink et al, 2009). Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan ≥ 50% dengan metode perhitungan yang lazim digunakan, seperti metode Hazen, metode Gumbel, atau metode lainnya. perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
DA = N x KHLA ...(9) dengan :
(11)
9 DA : total kebutuhan air (m3/tahun)
N : jumlah penduduk (jiwa)
KHLA : Kebutuhan air untuk hidup layak (1600 m3 air/kapita/tahun) 2 x 800 m3 air/kapita/tahun, 800 m3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan 2,0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya.
Kebutuhan air untuk wilayah Kampus IPB Dramaga dihitung berdasarkan jumlah mahasiswa dan staf, serta jenis gedung yang terdapat di dalam kampus. Menurut Noerbambang dan Morimura (2000) kebutuhan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (10).
Qd = (1.20) × Np × Pemakaian air rata-rata sehari ... (10) dengan:
Qd : pemakaian air sehari Np : jumlah pemakai
T : jangka waktu pemakaian air rata-rata sehari
Konstanta pemakaian air rata-rata sehari disajikan pada Lampiran 1, sedangkan 1.20 merupakan konstanta 20% penambahan untuk mengatasi kebocoran pancuran air, tambahan air untuk pemanas atau mesin pendingin gedung, penyiraman tanaman. Kebutuhan air
Kriteria status daya dukung lingkungan berbasis neraca air tidak cukup dinyatakan dengan “surplus-defisit” saja namun untuk menunjukkan besaran relatif, perlu juga dinyatakan dengan nilai “supply/demand”. Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria penetapan status DDL-Air
Kriteria Status DDL-air
Rasio supply/demand > 2 Daya dukung lingkungan aman (sustain)
Rasio supply/demand 1-2 Daya dukung lingkungan aman bersyarat (conditional sustain) Rasio supply/demand <1 Daya dukung lingkungan telah terlampaui (overshoot) Sumber: Prastowo, 2010
2.3.2 Zona Agroklimat
Klasifikasi iklim adalah suatu metode untuk memperoleh efesiensi informasi dalam bentuk yang umum dan sederhana. Oleh karena itu, analisis stastistik unsur-unsur iklim dapat dilakukan untuk menjelaskan dan memberi batas pada tipe-tipe iklim secara kuantitatif, umum dan sederhana (Impron dan Handoko, 1993).
Tabel 6. Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman Tipe Utama Jumlah bulan basah berturut-turut
A 9
B 7-9
C 5-6
D 3-4
E <3
Sub Divisi Jumlah bulan kering berturut-turut
1 <2
2 2-3
3 4-6
(12)
10 Oldeman (1975) dalam Impron dan Handoko (1993) telah membuat sistem klasifikasi yang dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan yang didasarkan jumlah bulan basah berturut-turut dan jumlah bulan kering berturut-turut.
Menurut Oldeman (1975) dalam Rustiadi et al, (2010) konsep agroklimat, dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Konsep agroklimat suatu wilayah ditentukan oleh kondisi bulan basah dan bulan kering yang terjadi sepanjang tahun. Tipe agroklimat ini menujukkan kesesuaian pola tanam yang dapat diterapkan pada suatu wilayah, dengan mempertimbangkan daya dukung sumberdaya iklim (curah hujan).
Tabel 7. Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman
Tipe Agriklimat Penjelasan
A1, A2 Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun
B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen pada kemarau
B2 Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija
C1 Tanaman padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun
C2, C3, C4 Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua hati-hati jangan jatuh pada bulan kering
D1 Tanaman padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bias tinggi karena fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup
D2, D3, D4 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada adanya persediaan air irigasi
E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itu pun tergantung adanya hujan.
2.3.3 Potensi Suplai Air
Konsep potensi suplai air menentukan jumlah curah hujan lebih (CHlebih) dalam bentuk limpasan maupun pengisian air tanah, yang potensial dikembangkan (Rustiadi at al, 2010). Menurut Rustiadi at al (2010), pada hirarki analisis ini, analisis neraca potensi suplai air diperlukan untuk mengetahui hubungan antara berbagai skenario tutupan kondisi tutupan hutan dengan parameter CHlebih, limpasan, dan pengisian air tanah. Pendekatan analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air disajikan pada Gambar 1.
Sumber: Prastowo, 2010
Gambar 1. Pendekatan analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air
Ecological Footprint Status daya dukung lingkungan Daya dukung lingkungan Kebutuhan Air
per kapita
Kebutuhan Air per kapita Pola konsumsi
dan kebutuhan sumber daya
Populasi penduduk
Status DDL
Pasokan Air (m3/tahun)
Neraca Air
(13)
11
2.4
Konservasi Tanah dan Air
Menurut Arsyad (2010), konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat hilirnya (Arsyad, 2010). Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (landuse planning). Hasil evaluasi lahan memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari (Arsyad, 2010).
Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan. (Arsyad, 2010). Salah satu rekomendasi yang dapat diberikan dalam konservasi tanah dan air khususnya untuk daerah aliran sungai adalah dengan pengelolaan limpasan, pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir sehingga terwujud perencanaan ruang yang lebih baik.
(14)
12
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu
Lokasi yang diamati adalah wilayah kampus IPB Dramaga, Bogor dan perumahan penduduk yang berbatasan dengan IPB dengan luas 277.15 ha. Penelitian dengan topik “Analisis Kapasitas Simpan Air di Wilayah Kampus IPB Dramaga, Bogor” dilakukan dari bulan Febuari hingga Juni 2012.
3.2
Alat dan Bahan
Dalam pelaksanaan penelitian, peralatan dan bahan yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan antara lain: Seperangkat komputer dengan program Microsoft Exel, AcrGIS 9.3 dan
CROPWAT 8.0, alat tulis, kamera digital yang digunakan untuk mendokumentasikan objek-objek yang diperlukan pada penyajian laporan, dan data-data sekunder berupa peta tata guna lahan dan data iklim.
3.3
Metode Penelitian
Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 2. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari teori maupun metode yang digunakan dalam menganalisis kapasitas simpan air dan parameter yang mempengaruhinya. 2. Pengumpulan data dan informasi
Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder ini meliputi: Peta Kampus IPB berupa land-use (tata guna lahan), data iklim meliputi suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, kecepatan angin dan data curah hujan bulanan, dan data jumlah penduduk di wilayah Kampus IPB Dramaga.
3. Pengolahan dan analisis data
a) Menentukan status daya dukung lingkungan
1) Menghitung CHandalan sebagai nilai ketersediaan air.
2) Menghitung jumlah kebutuhan air (water footprint) menggunakan persamaan (9) 3) Membandingkan nilai rasio perbandingan nilai ketersediaan dan kebutuhan air untuk
mendapatkan status daya dukung lingkungan berdasarkan Tabel 5.
b)
Menentukan Agroklimat1) Melakukan perhitungan curah hujan andalan dengan menggunakan metode Weibull, persamaan (2). Hal ini berarti nilai curah hujan memiliki peluang terlampaui sebesar 80%.
2) Menganalisis jumlah curah hujan basah turut dan jumlah hujan kering berturut-turut, kemudian menentukan zona agroklimat menggunakan Tabel 1 dan Tabel 2.
(15)
13
c)
Menganalisis pola drainase1) Melakukan observasi Daerah Tangkapan Air (DTA) dengan menggunakan peta Citra satelit ikonos Google Earth akuisisi 17 Februari 2007 dan Citra satelit alos avnir akuisisi 3 Agustus 2009 dan GPS.
2) Menentukan DTA yang dapat dibagi menjadi 14 DTA 3) Menentukan arah aliran dan arah indikatif
d) Melakukan analisis neraca air
1) Melakukan perhitungan curah hujan andalan dengan menggunakan metode Weibull, persamaan (2). Metode ini dipilih karena metode ini adalah metode yang paling sering digunakan dalam penentuan curah hujan andalah dengan asumsi nilai peluang kebenaran 80%.
2) Melakukan perhitungan evapotranspirasi dengan menggunakan persamaan (3) dan (4). Perhitungannya menggunakan software CROPWAT yang mengaplikasikan metode Penman.
3) Menghitung selisih hujan (P) dan evapotranspirasi potensial (ETP).
4) Menghitung accumulated potential water loses (APWL) dengan mengakumulasi air bulan ke-i = {akumulasi air bulan ke-(i-1) + nilai P-ETP bulan i}. Nilai negatif P-ETP menunjukan potensi defisit air yang merupakan hasil penjumlahan setiap bulannya. Untuk wilayah basah P-E dari setiap bulan bernilai positif, sehingga perhitungan akumulasi kehilangan air dimulai dari 0.
5) Menghitung kapasitas simpan air (water storage capacity (STo)). Tabel penyimpanan air memberikan nilai penyimpanan air dalam tanah setelah dikurangi dengan akumulasi kehilangan air yang terjadi. Nilai yang terdapat pada tabel tersebut bergantung pada kapasitas cadangan lengas tanah dan kedalaman akar. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah ditentukan pada Tabel 3. STo kemudian ditentukan dengan persamaan (5).
6) Menghitung cadangan lengas tanah (water holding capacity/St). Nilai cadangan lengas tanah pada awal periode dianggap sama dengan nilai cadangan lengas tanah maksimum (kapasitas simpan air tanah). Selanjutnya, jika nilai P>ETP, nilai cadangan lengas tanah tidak akan berubah. Namun, jika nilai P<ETP, nilai cadangan lengas tanah akan ditentukan dengan persamaan (10).
Jika Nilai STi> STo, maka STi=STo
STi = STi-1 + (P-ETP) ... (12) 7) Menghitung perubahan cadangan lengas tanah (ΔSt) dengan menggunakan persamaan (6). Jika nilai cadangan lengas tanah sama dengan nilai kapasitas simpannya, diasumsikan tidak terjadi perubahan dalam penyimpanan air.
8) Menghitung evapotranspirasi aktual (Eta) Untuk bulan basah (P>ETp), maka ETa = Etp Untuk bulan kering (P<ETp), maka ETa = P +
9) Menghitung defisit (D), dengan menggunakan persamaan (7). Menghitung CHlebih/surplus air (S) yaitu pada kondisi P>Ep, dengan persamaan neraca air Thornthwaite and Mather (8).
10) Membuat kurva neraca air
e) Menyusun perencanaan tata guna lahan sebagai upaya peningkatan simpanan air.
1) Mengidentifikasi lahan dan kesesuaian lahan. Hasil neraca air sebagai dasar penentuan wilayah yang perlu dilakukan konservasi.
(16)
14 Gambar 2. Diagram alir penelitian
Jumlah penduduk
Jumlah bulan basah dan
kering
Water Footprint
Klasifikasi Oldeman
Kebutuhan air
Curah hujan bulanan
Metode Weibull
CHandalan
Daya dukung lingkungan:
status daya dukung lingkungan zona agroklimat
potensi suplai air
Data suhu, kelembaban, lama
penyinaran matahari, kecepatan
angin
Data tekstur tanah, luas wilayah
kajian, peta tutupan lahan
Metode Thornwaite dan Mather
Kapasitas simpan air (STo) CROPWAT
ET0
Analisis neraca air
Aliran air Penentuan Daerah Tangkapan
(17)
15
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Kondisi Umum Kampus IPB Dramaga
Secara administrasi Kampus IPB Dramaga termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor di Kecamatan Dramaga. Kampus IPB Dramaga secara geografis terbentang antara 06°32’41” - 06°33’58” LS dan 106°42’47” - 106°44’07” BT dengan luas wilayah ±267 ha. Kampus IPB terletak diantara dua anak Sungai Cisadane yaitu Sungai Ciapus di sebelah Utara dan Sungai Cihideung di sebelah Barat. Data curah hujan dan data iklim diperoleh dari Stasiun Klimatologi Dramaga. Stasiun ini dianggap paling mewakili kondisi iklim lokasi penelitian. Data curah hujan lengkap selama 11 tahun terakhir (2001-2011) terdapat pada Lampiran 2.
Tabel 8. Diskripsi kondisi fisik Daerah Tangkapan Air Daerah Tangkapan
Air
Deskripsi
Kelompok 1: DTA dengan arah limpasan langsung masuk ke Sungai Ciapus
a. DTA 1 Relatif landai di bagian hulu dan curam di bagian hilir. Penggunaan lahan DTA 1 sebagian besar adalah vegetasi bertajuk tinggi sehingga belum memiliki saluran utama drainase.
b. DTA 2 Sebagian besar penggunaan lahannya adalah vegetasi bertajuk tinggi sehingga belum memiliki saluran utama drainase juga. Bentangan DTA ini relatif landai di bagian hulu dan memiliki sebagian wilayah yang agak curam pada daerah hilir.
c. DTA 5 Relatif agak curam dan sudah memiliki saluran drainase utama yang mengalir langsung ke Sungai Ciapus.
d. DTA 6 Relatif curam dan belum memiliki saluran drainase utama. Dapat dikatakan daerah yang rawan longsor karena pada bagian hilir terdapat pemukiman warga dan bagian hulunya merupakan daerah terbangun yang relatif curam. e. DTA 7 Daerah yang agak curam di bagian hulu dan relatif landai di bagian hilir. Kelompok 2: DTA dengan arah limpasan langsung masuk ke Sungai Cihideung
a. DTA 3 Sebagian besar penggunaan lahannya merupakan vegetasi bertajuk rendah dan kebun percobaan. Bentangan DTA 3 dapat dikatakan relatif landai. b. DTA 4 Sebagian besar penggunaan lahannya merupakan vegetasi bertajuk tinggi.
Saluran drainase hanya terdapat di perumahan dan jalan, sehingga belum memiliki saluran drainase utama. Bentangan DTA 4 relatif landai keseluruhan bagiannya akan tetapi pada bagian tengah terdapat perbedaan tinggi cukup besar sehingga DTA 4 berpotensi untuk dijadikan reservoir. c. DTA 8 Bentuk tangkapan yang memanjang dan langsung dibatasi oleh sungai
Cihideung. Oleh karena itu DTA ini bentangan wilayahnya relatif curam ke arah barat dimana terdapat sungai Cihideung.
d. DTA 10 Penggunaan lahannya sebagian besar adalah vegetasi bertajuk tinggi dan memiliki bentangan yang relatif curam.
e. DTA 12 Area budidaya dan daerahnya relatif landai.
Kelompok 3: DTA yang memiliki badan air dan dengan arah limpasan melewati DTA lainnya. a. DTA 9a Saluran drainase akan bermuara di Danau Situ Leutik bagian hulu. b. DTA 9b Saluran drainase akan bermuara di danau situ leutik bagian hilir.
c. DTA 9c Saluran drainase akan bermuara di kolam percobaan. Air dari danau situ Leutik dan kolam percobaan akan keluar melalui gorong-gorong menuju sungai Cihideung.
(18)
16 Berdasarkan hasil observasi, wilayah kajian dalam penelitian ini seluas 277.15 ha dapat dibagi menjadi 14 Daerah Tangkapan Air (DTA) (Gambar 3). Daerah tangkapan ini termasuk wilayah kampus dan perumahan penduduk yang berbatasan dengan IPB namun masih dalam satu daerah tangkapan air. Aliran permukaan pada masing-masing DTA ada yang langsung terbuang ke sungai seperti DTA yang berbatasan langsung dengan Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus. Aliran pada DTA yang tidak berbatasan langsung dengan sungai akan terkonsentrasi pada suatu badan air seperti danau maupun kolam. Deskripsi kondisi fisik DTA dapat dilihat pada Tabel 9.
Sumber: Bakosurtanal, 2008
Gambar 3. Peta wilayah kajian penelitian dan pembagian DTA
4.2
Daya Dukung Lingkungan
4.2.1
Penentuan Status Daya Dukung Lingkungan
Pendekatan analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air yaitu menggunakan nilai
demand yang merupakan nilai Water Footprint. Ketersediaan air hujan di wilayah Kampus IPB Dramaga diperoleh dengan membandingkan nilai total CHandalan dalam satu tahun dengan kebutuhan air pada wilayah tersebut dalam satu tahun (water footprint). Water footprint merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh seseorang, komunitas, ataupun kegiatan produksi (Bulsink et al, 2009).
Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan ≥ 50% (Prastowo, 2010). CHandalan yang digunakan adalah 80% dengan besaran nilai 2530.0 mm/tahun. Kebutuhan air yaitu jumlah penduduk dikalikan dengan 1600 m3/kap/tahun sehingga didapat nilai sebesar 7.9 x 106 m3/tahun (Tabel 10). Nilai CHandalan total dalam satu tahun dikalikan dengan total luasan sehingga diperoleh nilai ketersediaan air dalam satuan m3/tahun, sehingga diperoleh nilai ketersediaan air dalam satuan m3/tahun yaitu sebesar 7.01 x 106m3/tahun. Nilai kebutuhan air sebesar 7.9 x 106 m3/tahun dibandingkan dengan ketersediaan air sebesar 7.01 x 106m3/tahun, sehingga
CA 1
CA 3 CA 2
CA 4 CA 8
CA 5 CA 6 CA 7
CA 9c CA 9b CA 9a
CA 10 CA 11 CA 12
(19)
17 memiliki rasio ketersediaan dan kebutuhan air sebesar 0.9. Berdasarkan Tabel 5 status daya dukung lingkungan untuk wilayah Kampus IPB Dramaga adalah telah terlampaui (overshoot).
Tabel 9. Kebutuhan air (water footprint)
Gedung Jumlah penghuni kebutuhan air
(m3/kap/tahun)
Asrama putra 1361 2177600
Asrama Putri 1686 2697600
Rusunawa 274 438400
Asrama Silvalestari 182 291200
Asrama Silvasari 158 252800
Asrama Amarilis 100 160000
Asrama Putri Dramaga 35 56000
Perumahan Dosen* (159 kk) 636 1017600
Kantin dan Kios** (260 buah) 520 832000
Total kebutuhan air domestik 4952 7923200
*asumsi perumahan dosen 1 kk terdiri dari 4 orang **asumsi masing-masing kios terdiri dari 2 orang
Berdasarkan kurva nomogram pada Gambar 4 yaitu hubungan antara kepadatan penduduk di wilayah Kampus IPB sebesar 1855 jiwa/km2 dengan CHandalan sebesar 2530.0 mm/tahun dapat diketahui wilayah Kampus IPB Dramaga berada dalam status telah terlampaui (overshoot). Maksud dari status overshoot ini adalah wilayah kampus IPB Dramaga tidak dapat mendukung penduduknya untuk melakukan kegiatan produksi pangan, sandang, papan dan industri sendiri. Oleh karena itu, kegiatan pangan, sandang, papan, dan industri semua telah disubsidi dari luar wilayah Kampus IPB Dramaga.
Sumber: Prastowo, 2010
Gambar 4. Nomogram penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air untuk kepadatan 1000-10000 jiwa/km2
Wilayah Kampus IPB Dramaga
(20)
18
4.2.2
Zona Agroklimat
Klasifikasi iklim wilayah Kampus IPB Dramaga berdasarkan klasifikasi Köppen adalah tipe Afa yaitu iklim tropik basah, tidak ada musim kering, basah sepanjang tahun dan suhu rata-rata bulanan terpanas lebih besar dari 22°C. Menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson iklim Dramaga adalah tipe A yaitu 0 ≤ Q < 0.143 (Evita, 2007). Menurut Rustiadi at al (2010), proses dan besarnya evapotranspirasi sangat tergantung pada kondisi penggunaan lahan untuk pertanian, hutan dan tumbuhan lain.
Oldeman (1975) dalam Rustiadi at al (2010), telah mengembangkan konsep zona agroklimat. Dengan mengetahui zona agroklimat suatu wilayah, dapat diperkirakan daya dukung sumberdaya iklim untuk mengembangkan pertanian pada wilayah tersebut. Curah hujan rata – rata menunjukkan bahwa stasiun Dramaga memiliki jumlah bulan basah berturut-turut sebanyak 9 bulan. Oleh karena itu, zona agroklimat wilayah Kampus IPB Dramaga berdasarkan klasifikasi Oldeman adalah A1 yaitu sesuai untuk penanaman padi terus menerus, tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi matahari rendah sepanjang tahun (Tabel 6 dan Tabel 7).
4.2.3
Potensi Suplai Air
Menurut Rustiadi at al (2010), analisis potensi suplai air menentukan jumlah CHlebih dalam bentuk limpasan maupun pengisian air tanah yang potensial dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan. Analisis potensi suplai air dapat dimulai dengan memprediksi kebutuhan air operasional di wilayah tersebut. Prediksi kebutuhan air di wilayah Kampus IPB Dramaga dihitung berdasarkan kebutuhan air domestik dan non-domestik.
Tabel 10. Prediksi kebutuhan air bersih non-domestik
Gedung Jumlah penghuni Prediksi kebutuhan air (m
3 /hari) Mahasiswa (orang) Pegawai (orang) Mahasiswa Pegawai
Faperta 1865 357 149.20 35.70
FKH 678 186 54.24 18.60
FPIK 1614 289 129.12 28.90
Fapet 962 199 76.96 19.90
Fahutan 1598 206 127.84 20.60
Fateta 1731 286 138.48 28.60
FMIPA 2841 390 227.28 39.00
FEM 1138 205 91.04 20.50
FEMA 1751 148 140.08 14.80
TPB 3761 - 300.88 -
Pasca Sarjana 2700 - 216.00 -
Rektorat - 1146 - 114.60
Sub total 1651.12 341.20
Total Kebutuhan Air non-Domestik 1992.32
Sumber: Apriyanto, 2011
Tabel 10 dan Tabel 11 merupakan prediksi kebutuhan air untuk wilayah kampus IPB Dramaga sebesar 2,670.84 m3/hari. Menurut Noerbambang dan Morimura (2000), pemakaian air sehari harus dikalikan dengan konstanta 1.2 untuk penambahan mengatasi kebocoran pancuran air,
(21)
19 tambahan air untuk pemanas atau mesin pendingin gedung, penyiraman tanaman, sehingga prediksi kebutuhan air dalam sehari untuk wilayah Kampus IPB Dramaga sebesar 3205.01 m3/hari. Namun berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Apriyanto (2011), pemakaian air bersih aktual di wilayah Kampus IPB Dramaga sebesar 3566.62 m3/hari (Tabel 12).
Tabel 11. Prediksi kebutuhan air domestik
Gedung Jumlah penghuni
(orang)
Prediksi kebutuhan air (m3/hari)
Asrama putra 1361 163.32
Asrama Putri 1686 202.32
Rusunawa 274 44.88
Asrama Silvalestari 182 21.84
Asrama Silvasari 158 18.96
Asrama Amarilis 100 12.00
Asrama Putri Dramaga 35 4.20
Perumahan Dosen* (159 kk) 636 159.00
Kantin dan Kios** (260 buah) 520 52.00
Total kebutuhan air domestik 678.52
*asumsi perumahan dosen 1 kk terdiri dari 4 orang **asumsi masing-masing kios terdiri dari 2 orang Sumber: Apriyanto, 2011
Tabel 12. Pemakaian air bersih aktual
Jalur Pemakaian air (m3/hari)
PerumDos 903.00
Asrama TPB 703.86
Menara Fahutan 1070.93
Menara Fapet 888.83
Total 3566.62
Sumber: Apriyanto, 2011
Berdasarkan Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12, nilai kebutuhan air prediksi dengan pemakaian aktual berbeda. Nilai prediksi kebutuhan air ini merupakan prediksi air yang harus dipasok tiap harinya untuk memenuhi kelangsungan kegiatan kampus. Kebutuhan air untuk wilayah Kampus IPB Dramaga dipasok dari dua WTP yang mengambil air baku dari Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan bapak Slamet (ketua Gugus Air, pengelola air, listrik dan telepon Faspro IPB), diketahui bahwa WTP Cihideung memiliki 4 GWT (Ground Water Treatment), sedangkan untuk WTP Ciapus memiliki 2 GWT yang dioperasionalkan setiap harinya.
Tabel 13. Kapasitas produksi WTP
WTP Debit (m3/hari)
Ciapus 2222.60
Cihideung 2249.15
Total 4471.75
(22)
20 Masing-masing GWT memiliki pompa dengan kapasitas pompa 12 liter/detik/pompa. Jumlah GTW yang ada sekarang dapat memproduksi sebesar 4471.75 m3/hari. Nilai ini lebih besar dibandingkan jumlah air yang dibutuhkan. Namun dalam pendistribusian masih terjadi beberapa kendala sehingga pada jam-jam tertentu beberapa tempat mengalami kekurangan air, sehingga perlu diperbaiki pola jalur distribusi air atau bila perlu dibangun reservoir distribusi pada setiap menara fakultas.
Perhitungan analisis neraca air dilakukan pada wialyah seluas 277.15 ha. Penentuan tutupan lahan dengan menggunakan Citra satelit ikonos google Earth akuisisi 17 Februari 2007 dan Citra satelit alos avnir akuisisi 3 Agustus 2009 diolah dengan Arc Gis 9.3. Perhitungan lengkap neraca air disajikan pada Lampiran 11. Perhitungan neraca air dilakukan pada 14 DTA.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa pada DTA 11 memiliki nilai persentase perbandingan simpanan air dan limpasan paling besar yaitu 79:21. Hal ini dikarenakan 94% wilayahnya merupakan hutan, sedangkan pada DTA 9a merupakan wilayah yang memiliki persentase perbandingan simpanan air dan limpasan paling kecil yaitu 53:47 dengan 42% wilayahnya berupa hutan.
Menurut Asdak (2007), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap besarnya perubahan limpasan adalah persentase luas tutupan lahan. Semakin besar perubahan tata guna lahan, semakin besar pula perubahan yang terjadi pada limpasan. Besarnya bagian CHlebih yang menjadi limpasan akan ditentukan oleh nilai koefisien limpasan (C) yang bergantung pada penutupan lahan. Nilai C berbanding terbalik dengan peningkatan komposisi luas hutan.
Tabel 14. Hasil analisis neraca air wilayah kampus IPB Daerah
Tangkapan Air
Chlebih Limpasan Simpan air mm/tahun mm/tahun (%) mm/tahun (%)
1 1459.8 408.7 28 1051.0 72
2 1469.5 382.1 26 1087.4 74
3 1469.5 470.2 32 999.3 68
4 1543.0 570.9 37 972.1 63
5 1432.8 329.5 23 1103.3 77
6 1567.5 470.2 30 1097.2 70
7 1819.4 746.0 41 1073.5 59
8 1567.5 548.6 35 1018.8 65
9a 1954.7 918.7 47 1036.0 53
9b 1689.9 625.3 37 1064.6 63
9c 1751.8 683.2 39 1068.6 61
10 1445.0 346.8 24 1098.2 76
11 1383.8 534.7 21 1093.2 79
12 1677.6 620.7 37 1040.1 63
Rata-rata 1604.2 577.5 36 1026.7 64
4.3
Presipitasi, Evapotranspirasi dan Kapasitas Simpan Air
Parameter pertama yang digunakan dalam analisis neraca air adalah data iklim. Data iklim diperoleh dari stasiun klimatologi Dramaga yang terletak pada 06°33' 13” LS dan 106°44' 59 BT dengan elevasi 190 m dpl. Curah hujan yang digunakan adalah curah hujan andalan dengan peluang 80% menggunakan metode Weibull (Gambar 5). Hal ini mengindentifikasi nilai andalan satu bulan memiliki peluang terlampaui 80%. Curah hujan andalan 80% pada wilayah Kampus IPB Dramaga dapat dilihat pada Lampiran 3.
(23)
21 Gambar 5. Grafik curah hujan andalan 80%
Parameter masukkan selanjutnya yaitu evapotranspirasi potensial (ETP). Menurut Doorenbos dan Pruit (1977), untuk wilayah yang terdapat data sekunder yang cukup (data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari disarankan untuk menggunakan metode Penman dalam perhitungan ETP. Data iklim disajikan pada Lampiran 6. Nilai ETP didapat dengan mengalikan nilai evapotranspirasi acuan (ETo) dengan koefisien tanaman (Kc). Nilai Kc sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai ETP sehingga untuk skenario tutupan lahan nilai Kc dianggap sama yakni digunakan nilai Kc sebesar 0.9 untuk wilayah hutan dan 0.4 untuk wilayah lainnya.
Gambar 6. Grafik nilai STo untuk berbagai luasan hutan
Nilai ET0 dan ETP per DTA selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Parameter masukan yang dibutuhkan selanjutnya adalah kapasitas simpan air. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), faktor utama untuk menentukan kapasitas simpan air yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada lahan tersebut, sehingga nilai STo pada setiap persentase luas hutan akan berbeda. Nilai STo ditentukan dengan cara tertimbang sesuai proporsi luasan penutupan lahan. Untuk wilayah Kampus IPB Dramaga, jenis tanah disetiap persentase luas hutan dan luas pemukiman sama yaitu tanah lempung lanau. Dalam hal ini pada persentase wilayah hutan digunakan nilai STo sebesar 398 mm untuk wilayah hutan dan 84 mm.
Dari Gambar 6 dapat diketahui bahwa nilai STo berbanding lurus dengan persentase luasan hutan. Bila diasumsikan seluruh tanaman hutan merupakan tanaman sejenis, maka wilayah yang memiliki komposisi hutan lebih besar akan memiliki nilai STo yang lebih besar. Hal ini serupa dengan
Jan Feb Nov Des
(24)
22 pernyataan Thornthwaite dan Mather (1957), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi nilai kapasitas simpan air adalah tutupan lahan. Nilai kapasitas simpan air paling besar terdapat pada DTA 11 yaitu sebesar 235.78 mm dengan nilai Kc sebesar 0.85 dan nilai C sebesar 0.21. Nilai kapasitas simpanan air paling kecil adalah pada DTA 9a yaitu sebesar 109.51 mm dengan nilai Kc sebesar 0.40 dan nilai C sebesar 0.47. Nilai Sto, C dan Kc untuk setiap DTA dapat dilihat pada Tabel 15. Penggunaan lahan di Kampus IPB diantaranya untuk bangunan, kebun, kebun campuran, kebun kelapa sawit, kolam, perumahan, pemukiman, tegalan, vegetasi bertajuk rendah, dan vegetasi bertajuk tinggi.
Tabel 15. Nilai STo, C, dan Kc tertimbang
DTA STo
(mm) C Kc
1 212.85 0.28 0.79
2 214.65 0.26 0.78
3 202.57 0.32 0.78
4 164.85 0.37 0.61
5 185.94 0.37 0.81
6 193.83 0.30 0.70
7 139.86 0.41 0.50
8 184.36 0.35 0.70
9a 109.51 0.47 0.40
9b 161.92 0.27 0.60
9c 151.50 0.39 0.55
10 221.82 0.24 0.80
11 235.78 0.21 0.85
12 162.06 0.38 0.61
Proporsi penggunaan lahan di wilayah Kampus IPB Dramaga dapat dilihat pada Lampiran 4. Wilayah Kampus IPB Dramaga dibagi menjadi 14 Daerah Tangkapan Air (DTA) untuk memudahkan dalam analisis pola drainase. Daerah tangkapan ini termasuk wilayah kampus dan perumahan penduduk yang berbatasan dengan IPB namun masih dalam satu daerah tangkapan air. Peta penggunaan lahan dan batasan DTA dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel perhitungan lengkap nilai Kc, STo, dan C dapat dilihat pada Lampiran 8, 9, dan 10.
Tabel 16. Hubungan beberapa parameter neraca air dengan luasan hutan di wilayah kampus IPB
% hutan Parameter (mm/tahun)
CHlebih Limpasan Simpan air
0.00 1954.74 1270.58 684.16
10.00 1887.08 1137.91 749.17
20.00 1819.42 1011.60 807.82
30.00 1751.76 891.65 860.12
40.00 1689.88 780.72 909.16
50.00 1628.67 675.90 952.77
60.00 1567.46 576.83 990.63
70.00 1506.25 483.51 1022.74
80.00 1445.04 395.94 1049.10
90.00 1383.83 314.13 1069.70
(25)
23 Analisis neraca air dengan berbagai luasan hutan dilakukan dalam beberapa skenario. Skenario luasan hutan yang digunakan adalah 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Diasumsikan luas hutan merupakan wilayah dengan tutupan lahan vegetasi bertajuk tinggi. Hasil analisis neraca air dari beberapa skenario luasan hutan pada wilayah Kampus IPB Dramaga dapat dilihat pada Tabel 16.
Dapat dilihat pada Tabel 16 terlihat bahwa semakin tinggi persentase luas hutan pada wilayah Kampus IPB Dramaga menyebabkan penurunan nilai CHlebih. Hal ini serupa dengan limpasan, nilainya akan menurun seiring meningkatnya persentase luas hutan, namun sebaliknya untuk nilai pengisian air tanah akan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan persentase luas hutan. Berdasarkan Gambar 7,kurva neraca air untuk beberapa komposisi luas hutan kondisi aman pada luas hutan minimal 30 %. Perhitungan lengkap neraca air untuk setiap komposisi luas hutan terdapat pada Lampiran 12.
Gambar 7. Kurva neraca air untuk berbagai luasan hutan
Analisis neraca air dengan berbagai luasan lahan terbangun dilakukan dalam beberapa skenario. Skenario luasan lahan terbangun yang digunakan adalah 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%, dengan asumsi bangunan merupakan lahan terbangun, bangunan perkuliahan, kantor, pemukiman, dan perumahan. Hasil analisis neraca air dari beberapa skenario luasan lahan terbangun pada wilayah Kampus IPB Dramaga dapat dilihat pada Tabel 17.
Pada Tabel 17 terlihat bahwa semakin tinggi persentase luas bangunan pada wilayah Kampus IPB Dramaga menyebabkan kenaikan nilai CHlebih. Hal ini serupa dengan limpasan, nilainya akan meningkat seiring meningkatnya persentase luas bangunan. Namun sebaliknya untuk nilai pengisian air tanah akan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya persentase luas bangunan. Perhitungan lengkap neraca air untuk setiap komposisi luas bangunan terdapat pada Lampiran 13. Menurut Falkenmark and Rockström (2004), perbandingan ideal antara pengisian air tanah dan limpasan CHlebih adalah 50:50.
Persentase simpanan air tanah dan limpasan berpotongan pada titik 40 %, nilai ini menunjukan kondisi aman adalah pada luasan lahan terbangun maksimal 40% seperti dilihat pada Gambar 8. Kampus IPB sebagai kampus hijau disarankan perbandingan pengisian air tanah dan limpasan sebesar
0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Nila i P a ra m et er Ner a ca Air (m m /ha ri)
Luasan hutan (%)
CHlebih Limpasan Pengisian Air Tanah
(26)
24 65:35 menurut nilai rataan dari tiap DTA. Secara umum dapat dilihat bahwa kapasitas simpan air pada suatu wilayah akan berpengaruh pada nilai CHlebih.
Tabel 17. Hubungan beberapa parameter neraca air dengan luasan bangunan di wilayah kampus IPB
% lahan terbangun Parameter (mm/tahun)
CHlebih Limpasan Simpan air
0.00 1322.62 462.92 859.70
10.00 1432.80 551.63 881.17
20.00 1542.98 648.05 894.93
30.00 1653.15 752.19 900.97
40.00 1765.29 864.99 900.30
50.00 1887.08 990.72 896.36
60.00 2008.86 1124.96 883.90
70.00 2130.65 1267.73 862.91
80.00 2259.55 1423.51 836.03
90.00 2394.72 1592.49 802.23
100.00 2529.90 1770.93 758.97
Gambar 8. Kurva neraca air untuk berbagai luasan bangunan
4.4
Konservasi Air Tanah dan Perencanaan Tata Guna Lahan
Analisis neraca air untuk wilayah kampus IPB Dramaga memberikan gambaran perubahan nilai CHlebih, limpasan, dan pengisian air tanah. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui luasan ideal dalam komposisi hutan dan komposisi bangunan. Pada komposisi hutan diperoleh nilai aman pada komposisi minimal 30% luas hutan dan maksimal 40% untuk komposisi luas pemukiman.
Berdasarkan perhitungan neraca air untuk DTA 7, DTA 9a dan DTA 9c memiliki persentase lahan terbangun lebih dari 40% sehingga untuk kedepannya pada lahan tersebut luasan hutan harus dipertahankan dan tidak diizinkan untuk didirikan bangunan. Untuk DTA 3 luas hutan sebesar 30% sudah mencukupi dan perlu dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan. Komposisi perbandingan simpanan air tanah dan limpasan yang dianggap ideal untuk Kampus IPB Dramaga adalah 65:35. Penambahan luasan lahan hutan yang disarankan untuk tiap DTA dapat dilihat pada Tabel 18 dengan
(27)
25 asumsi penambahan STo berbanding lurus, namun untuk DTA 9a dan 9c penambahan luas vegetasi tetap tidak mampu menaikan persentase perbandingan simpanan air dan limpasan pada 65:35 karena pada wilayah tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dilakukan penambahan vegetasi.
Tabel 18. Perubahan luasan lahan hutan
DTA Kondisi awal (ha) Kondisi 65:35 (ha) Penambahan yang disarankan (ha)
4 13.32 13.74 0.42
7 11.57 12.74 0.90
9a 7.86 8.02 0.16
9b 5.86 6.04 0.18
9c 22.29 23.01 0.72
12 7.79 8.03 0.24
Pengolahan limpasan dan pengisian air tanah di wilayah Kampus IPB Dramaga memiliki memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Limpasan dan pengisian air tanah dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan penduduk dengan cara yang berbeda. Menurut Arsyad (2010), ada tiga cara pendekatan dalam konservasi tanah, yaitu (1) menutup tanah dengan tanaman atau sisa-sisa tumbuhan dan tumbuhan agar terlindung dari daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (2) memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap daya penghancur agregat oleh tumbukan butir-butir hujan dan pengangkutan oleh aliran permukaan dan (3) mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi. Oleh karena itu metode konservasi yang dapat dilakukan untuk wilayah Kampus IPB Dramaga adalah pembuatan lubang biopori, reservoir, dan penambahan jumlah vegetasi.
Lubang biopori merupakan teknologi yang mudah dan murah. Lubang biopori merupakan lubang sedalam 1 m dengan diameter 10 cm. Lubang biopori dapat menambah luasan resapan air ke dalam tanah yang semula 78.5 cm2 setelah menjadi lubang biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3218 cm2 (Brata, et al 2007).
Pada penelitian ini dilakukan observasi langsung ke wilayah kajian untuk mendapatkan pola aliran air. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan wilayah Kampus IPB Dramaga dapat dibagi dalam 14 DTA. Pembagian wilayah DTA berdasarkan input dan output aliran air. Untuk konservasi pengolahan pengisian air tanah dan perencanaan tata guna lahan perlu memperhitungkan pola aliran ini. Pola aliran air untuk wilayah kampus IPB Dramaga dapat dilihat pada Gambar 9.
Dalam penelitian ini dilakukan penggambaran untuk 5 penggambaran melintang. Gambar melintang 1, gambar melintang 2, dan gambar melintang 3 diambil karena berada di wilayah yang padat aktifitas akademik yaitu pada DTA 9. Gambar melintang 4 diambil karena terdapat wilayah yang memiliki potensi untuk dijadikan reservoir yaitu pada DTA 4. Terdapat beberapa saluran
drainase air yang mengarah ke DTA ini, sedangkan gambar melintang 5 diambil karena pada wilayah tersebut berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk yaitu pada DTA 6. Penggambaran melintang dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas terhadap wilayah kajian, sehingga dapat dilakukan konservasi yang tepat. Pengolahan limpasan dan kapasitas simpan air diarahkan pada teknologi yang murah dan tepat guna. Pada gambar melintang 1, gambar melintang 2 dan gambar melintang 3 merupakan wilayah dengan aktifitas mahasiswa yang relatif padat. Aliran air pada wilayah ini mengalir kearah Danau Situ Leutik. Lahan bangunan di wilayah ini relatif luas dibandingkan dengan lahan lain di wilayah Kampus IPB.
(28)
26 Gambar 9. Pola aliran air
Gambar 10. Penampang melintang 1
Penggambaran penampang melintang untuk gambar melintang 1, gambar melintang 2 dan gambar melintang 3 dapat dilihat pada Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12. Pada DTA 9 sering terjadi genangan air pada saat turun hujan yaitu pada jalan Kamper, sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah memperbesar lubang drainase pada bagian jalan Kamper (Gambar 9). Hal ini dikarenakan pada DTA 9 memiliki bangunan yang relatif luas, sehingga diperlukan upaya untuk mengurangi limpasan. Lubang drainase pada bangunan sadap tersebut perlu diperbesar (Gambar 13).
Keterangan:
: Arah aliran indikatif : Arah trase aliran : Lokasi lubang drainase yang pelu diperbesar
DTA 9
DTA 4
DTA 6
Kolam FPIK
Gedung perkuliahan
100 200
190 180 0
Jarak (m) Vegetasi
(29)
27 Gambar 11. Penampang melintang 2
Gambar 12. Penampang melintang 3
Gambar 13. Lubang drainase
Lahan pada DTA 4 merupakan wilayah cekungan antara RS Hewan dengan perumahan dosen. Terdapat beberapa saluran drainase yang bermuara ke lahan ini. Pada DTA 4 terdapat wilayah berpotensi dibagun reservoir yang dapat berfungsi untuk menampung limpasan. Hal ini dikarenakan banyak saluran drainase yang bermuara ke wilayah ini. Selain itu terdapat sumber mata air yang selalu mengalir dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan kolam ikan, tetapi sebagian besar mata air mengalir dalam saluran dan langsung terbuang ke sungai.
Gambar 14. Penampang melintang 4
Vegetasi Vegetasi Perumahan
dosen Jarak (m)
100 200 350
0 172 182
Dibangun
reservoir
190 180
100 200 350
0
Danau Situ Leutik
Rektorat vegetasi vegetasi
Jarak (m)
Fema, Fateta Fahutan
Jarak (m) Arboretum
100 200 400 750
190
180
(30)
28 Oleh karena itu, mata air ini sangat berpotensi untuk dijadikan sumber air untuk reservoir, bahkan menurut keterangan warga daerah ini dahulu merupakan waduk yang memiliki tubuh bendung. Namun kemungkinan tersebut perlu adanya kajian lebih lanjut. Gambar penampang melintang DTA 4 dapat dilihat pada Gambar 14.
Lahan pada DTA 6 merupakan wilayah diantara Kampus IPB Dramaga dan Sungai Ciapus. Pada elevasi lahan tertinggi merupakan gedung common classroom dan beberapa gedung dalam proses pembangunan, sedangkan pada elevasi lahan terendah merupakan Sungai Ciapus. Wilayah ini memiliki kemiringan lahan sebesar 10%. Gambar penampang melintang 5 dapat dilihat pada Gambar 15.
Menurut Arsyad (2010), teras tangga dibuat dengan cara mengali ranah pada lereng dan meratakan tanah dibagian bawah sehingga terjadi suatu deretan tangga atau bangku. Teras tangga dapat dibuat untuk tanah berlereng 2%-30%, sehingga konservasi menggunakan vegetasi juga perlu dilakukkan. Hal ini guna menahan longsor dan upaya dalam meningkatkan simpanan air tanah dan mengurangi limpasan.
Gambar 15. Penampang melintang 5
Gambar 16. Kondisi wilayah DTA 6 saat penelitian
Berdasarkan perhitungan USLE nilai erosi untuk wilayah DTA 6 adalah 56.317 ton/ha/tahun. Laju erosi yang masih dapat dipertahankan apabila nilai A≥T. Menurut Hudson (1971) dalam Arsyad
Sungai Ciapus
Common classroom
Jarak (m)
100 200 400 425
0 155 165 175 185 195
Pemukiman Cangkurawok
Daerah jagaan yang perlu ditanami vegetasi
(31)
29 (2010) nilai T untuk tanah lempung 13-15 ton/ha/tahun, sehingga berdasarkan nilai ini erosi pada wilayah DTA 6 perlu dilakukan konservasi. Konservasi yang dapat dilakukan adalah pembuatan teras dengan penanaman vegetasi. Tanaman untuk vegetasi permanen dapat menggunakan tanaman hutan dengan semak-semak dan serasah atau kebun tanaman tahunan dengan vegetasi penutupan lahan yang baik.
Menurut Constantinesco (1976) dalam Arsyad (2010), pada lereng dengan kecuraman 10% dapat dibuat teras dengan lebar 10 m dengan jumlah teras 10 per 100 m. Namun pada kondisi eksisting
saat ini wilayah di DTA 6 sedang dibangun gedung perkuliahan, sehingga dibangun teras dengan batu bronjong. Struktur batu bronjong ini dianggap paling aman dan mampu untuk menahan lonsor, karena pada elevasi terendah merupakan pemukiman penduduk.
Sebelum adanya pembangunan terdapat mata air yang digunakan warga sekitar. Namun karena adanya pembangunan ini mata air tersebut sudah tidak dapat digunakan, sehingga perlu dilaukan konservasi berupa penanaman vegetasi didaerah jagaan teras guna menyimpan air dan menahan erosi tanah.
(32)
30
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Status daya dukung lingkungan wilayah Kampus IPB Dramaga tergolong kedalam overshoot
(telah terlampaui) dengan nilai water footprint sebesar 7,9 x 106 m3/kap/tahun dan perbandingan kebutuhan dan ketersediaan air sebesar 0.9. Wilayah ini termasuk kedalam zona agroklimat A1 klasifikasi Oldeman dan memiliki potensi CHlebih rata-rata sebesar 1604.2 mm/tahun.
2. Kapasitas simpan air yang relatif paling besar adalah pada DTA 11 (94% wilayahnya berupa hutan) sebesar 235.78 mm/tahun, sedangkan kapasitas simpan air yang relatif paling kecil adalah DTA 9 (42% wilayahnya berupa hutan) sebesar 109.51 mm/tahun.
3. Tata guna lahan di wilayah Kampus IPB Dramaga yang dianggap ideal adalah yang menghasilkan rasio simpanan air dan limpasan sebesar 65:35, sehingga perlu penambahan vegetasi dibeberapa wilayah yaitu pada DTA 4 (0.42 ha), DTA 7 (0.90 ha), DTA 9a (0.16 ha), DTA 9b (0.18 ha), DTA 9c (0.72 ha), dan DTA 12 (0.24 ha).
5.2
Saran
1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk segmen 4 guna mengetahui kemungkinan potensi untuk pembuatan reservoir, tipe bangunan, ataupun perhitungan struktur, serta kemungkinan wilayah genangan.
2. Model kurva neraca air yang telah dihasilkan dalam penelitian ini dapat dikaji lebih lanjut untuk menentukan kondisi penutupan lahan yang ideal.
3. DTA 6 disarankan penanaman vegetasi pada daerah jagaan teras yang sedang dibangun.
4. Perlu adanya upaya untuk pengelolaan limpasan yaitu melalui kegiatan penghijauan, pemeliharaan dan penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif serta teknis sipil, pada lahan kritis dan tidak produktif.
(33)
ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR
DI WILAYAH KAMPUS IPB DRAMAGA, BOGOR
SKRIPSI
Oleh:
SEKAR DWI RIZKI
F44080019
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(34)
31
DAFTAR PUSTAKA
Allen R G, Pereira LS, Raes D, and Smith M.1998. Crop evapotranspiration – Guidelines for computing crop water requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper N0 56. Rome, Italy. Apriyanto B. 2011. Analisis Kebutuhan Air dan Headloss pada Distribusi Air Bersih di Kampus IPB
Dramaga, Bogor.Skripsi.Bogor: Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press
[BAKOSURTANAL] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2008. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1209 – 134 Leuwiliang. Cibinong: Bakosurtanal. Skala 1:25000
[BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2012. Data Iklim 2001 – 2011. Stasiun Klimatologi Dramaga. Bogor.
Brata KR, Purwakusuma W, Hidayat Y, Dwiwahyuni E, Baskoro DPT. 2007. Keunggulan dan Manfaat. http://www.biopori.com/keunggulan_lbr.php [30 Mei 2012]
Bulsink F, Hoekstra AY, Booij MJ. 2009. The Water Footprint of Indonesian Provinces Related to the Consumption of Crop Products. [http://www.waterfootprint.org/Reports/Report37-WaterFootprint-Indonesia.pdf [27 Februari 2012]
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Kerangka Kerja Pengolahan Daerah Aliran Sungai di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kehutanan Republik Indonesia.
[DJRLPS] Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2009. Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor P.04/ VSET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta: DJRLPS.
Doorenbos J, Pruitt WO. 1977. Crop Water Requirements. Rome : FAO Irrigation And Drainage Paper. FAO
Evita T. 2007. Penelitian Indikasi Perubahan Iklim Ditinjau dari Intensitas Hujan Maksimum Harian di Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Jakarta dan Bogor). Tesis. Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Falkenmark M, Rockström J. 2004. Balancing Water for Humans and Nature. London : Cromwell Press
[IIT] India Institute of Technology. 2008. Water Resources Engineering. Kharagpur: India Institute of Technology
Impron P, Handoko. 1993. Klasifikasi Iklim. In: Handoko (ed). Klimatologi Dasar. Bogor: Pustaka Jaya. pp:161-174
Manan S. 1976. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Bogor : IPB Press
Noerbambang SM, Morimura T. 2000. Perencanaan dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta: PT Pradnya Paramitha
Parapat JS. 1997. Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Pembangunan Lapangan Golf di Aquila Cipanas Bukit Golf Hotel dan Vila, Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Bogor : Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB
Prastowo. 2010. Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumberdaya Air. Working Paper P4W. Bogor : Crestpent Press
(1)
62 Analisis NA Luasan Bangunan 60 %
Nilai Kc : 0.36
Kapasitas cadangan lengas tanah : 100.0 mm
Parameter Bulan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Presipitasi (P) (mm) 221.0 302.3 255.1 245.9 264.0 173.4 71.6 33.9 150.8 256.6 339.0 216.3 2530.0 Evapotranspirasi Potensial (ETP) (mm) 38.6 33.3 49.1 45.0 41.7 42.2 46.4 53.6 52.5 55.0 37.8 45.4 540.7 P – ETP (mm) 182.4 269.0 206.0 200.9 222.3 131.2 25.2 -19.7 98.3 201.6 301.2 170.9 1989.2
Akumulasi kehilangan air potensial ( - ) 19.7
Cadangan lengas tanah (mm) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 80.33 100.00 100.00 100.00 100.00 Perubahan cadangan lengas tanah ( + / - ) 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -19.7 19.7 0.0 0.0 0.0 0.0 Evapotranspirasi actual (mm) 38.6 33.3 49.1 45.0 41.7 42.2 46.4 14.2 52.5 55.0 37.8 45.4 501.4
Defisit cadangan air (mm) 0.0 0.0 39.3 0.0 39.3
Surplus cadangan air (mm) 182.4 269.0 206.0 200.9 222.3 131.2 25.2 0.0 98.3 201.6 301.2 170.9 2008.9
Limpasan (mm) 102.1 150.7 115.4 112.5 124.5 73.5 14.1 0.0 55.1 112.9 168.7 95.7 1125.0
Pengisian airtanah (mm) 80.3 118.4 90.6 88.4 97.8 57.7 11.1 0.0 43.3 88.7 132.5 75.2 883.9 Analisis NA Luasan Bangunan 50 %
Nilai Kc : 0.45
Kapasitas cadangan lengas tanah : 125.0 mm
Parameter Bulan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Presipitasi (P) (mm) 221.0 302.3 255.1 245.9 264.0 173.4 71.6 33.9 150.8 256.6 339.0 216.3 2530.0 Evapotranspirasi Potensial (ETP) (mm) 48.3 41.6 61.4 56.3 52.2 52.8 58.0 67.0 65.6 68.8 47.3 56.8 675.9 P – ETP (mm) 172.7 260.7 193.7 189.6 211.8 120.6 13.6 -33.1 85.2 187.8 291.8 159.5 1854.0
Akumulasi kehilangan air potensial ( - ) 33.1
Cadangan lengas tanah (mm) 125.00 125.00 125.00 125.00 125.00 125.00 125.00 91.94 125.00 125.00 125.00 125.00 Perubahan cadangan lengas tanah ( + / - ) 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -33.1 33.1 0.0 0.0 0.0 0.0 Evapotranspirasi actual (mm) 48.3 41.6 61.4 56.3 52.2 52.8 58.0 0.8 65.6 68.8 47.3 56.8 609.8
Defisit cadangan air (mm) 0.0 0.0 66.1 0.0 66.1
Surplus cadangan air (mm) 172.7 260.7 193.7 189.6 211.8 120.6 13.6 0.0 85.2 187.8 291.8 159.5 1887.1
Limpasan (mm) 90.7 136.9 101.7 99.5 111.2 63.3 7.1 0.0 44.7 98.6 153.2 83.7 990.7
(2)
63 Lampiran 13. Lanjutan
Analisis NA Luasan Bangunan 40 %
Nilai Kc : 0.54
Kapasitas cadangan lengas tanah : 150.0 mm
Parameter Bulan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Presipitasi (P) (mm) 221.0 302.3 255.1 245.9 264.0 173.4 71.6 33.9 150.8 256.6 339.0 216.3 2530.0 Evapotranspirasi Potensial (ETP) (mm) 57.9 49.9 73.7 67.6 62.6 63.3 69.6 80.4 78.7 82.5 56.7 68.1 811.1 P – ETP (mm) 163.1 252.4 181.4 178.3 201.4 110.1 2.0 -46.5 72.1 174.1 282.3 148.2 1718.8
Akumulasi kehilangan air potensial ( - ) 46.5
Cadangan lengas tanah (mm) 150.00 150.00 150.00 150.00 150.00 150.00 150.00 103.55 150.00 150.00 150.00 150.00 Perubahan cadangan lengas tanah ( + / - ) 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -46.5 46.5 0.0 0.0 0.0 0.0 Evapotranspirasi actual (mm) 57.9 49.9 73.7 67.6 62.6 63.3 69.6 -12.6 78.7 82.5 56.7 68.1 718.2
Defisit cadangan air (mm) 0.0 0.0 92.9 0.0 92.9
Surplus cadangan air (mm) 163.1 252.4 181.4 178.3 201.4 110.1 2.0 0.0 72.1 174.1 282.3 148.2 1765.3
Limpasan (mm) 79.9 123.7 88.9 87.4 98.7 53.9 1.0 0.0 35.3 85.3 138.3 72.6 865.0
Pengisian airtanah (mm) 83.2 128.7 92.5 91.0 102.7 56.1 1.0 0.0 36.8 88.8 144.0 75.6 900.3 Analisis NA Luasan Bangunan 30 %
Nilai Kc : 0.63
Kapasitas cadangan lengas tanah : 175.0 mm
Parameter Bulan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Presipitasi (P) (mm) 221.0 302.3 255.1 245.9 264.0 173.4 71.6 33.9 150.8 256.6 339.0 216.3 2530.0 Evapotranspirasi Potensial (ETP) (mm) 67.6 58.2 85.9 78.8 73.0 73.9 81.2 93.7 91.9 96.3 66.2 79.5 946.2 P – ETP (mm) 153.4 244.1 169.2 167.1 191.0 99.5 -9.6 -59.8 58.9 160.3 272.9 136.8 1583.7
Akumulasi kehilangan air potensial ( - ) 9.6 69.5
Cadangan lengas tanah (mm) 175.00 175.00 175.00 175.00 175.00 175.00 165.36 105.51 175.00 175.00 175.00 175.00 Perubahan cadangan lengas tanah ( + / - ) 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -9.6 -59.8 69.5 0.0 0.0 0.0 0.0 Evapotranspirasi actual (mm) 67.6 58.2 85.9 78.8 73.0 73.9 62.0 -25.9 91.9 96.3 66.2 79.5 807.3
Defisit cadangan air (mm) 0.0 19.3 119.7 0.0 139.0
Surplus cadangan air (mm) 153.4 244.1 169.2 167.1 191.0 99.5 0.0 0.0 58.9 160.3 272.9 136.8 1653.2
Limpasan (mm) 69.8 111.1 77.0 76.0 86.9 45.3 0.0 0.0 26.8 72.9 124.1 62.2 752.2
(3)
64 Analisis NA Luasan Bangunan 20 %
Nilai Kc : 0.72
Kapasitas cadangan lengas tanah : 200.0 mm
Parameter Bulan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Presipitasi (P) (mm) 221.0 302.3 255.1 245.9 264.0 173.4 71.6 33.9 150.8 256.6 339.0 216.3 2530.0 Evapotranspirasi Potensial (ETP) (mm) 77.2 66.5 98.2 90.1 83.5 84.5 92.9 107.1 105.0 110.0 75.6 90.8 1081.4 P – ETP (mm) 143.8 235.8 156.9 155.8 180.5 88.9 -21.3 -73.2 45.8 146.6 263.4 125.5 1448.5
Akumulasi kehilangan air potensial ( - ) 21.3 94.5
Cadangan lengas tanah (mm) 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 200.00 178.75 105.51 200.00 200.00 200.00 200.00 Perubahan cadangan lengas tanah ( + / - ) 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -21.3 -73.2 94.5 0.0 0.0 0.0 0.0 Evapotranspirasi actual (mm) 77.2 66.5 98.2 90.1 83.5 84.5 50.3 -39.3 105.0 110.0 75.6 90.8 892.4
Defisit cadangan air (mm) 42.5 146.5 0.0 189.0
Surplus cadangan air (mm) 143.8 235.8 156.9 155.8 180.5 88.9 0.0 0.0 45.8 146.6 263.4 125.5 1543.0
Limpasan (mm) 60.4 99.0 65.9 65.4 75.8 37.4 0.0 0.0 19.2 61.6 110.6 52.7 648.0
Pengisian airtanah (mm) 83.4 136.7 91.0 90.4 104.7 51.6 0.0 0.0 26.6 85.0 152.8 72.8 894.9 Analisis NA Luasan Bangunan 10 %
Nilai Kc : 0.81
Kapasitas cadangan lengas tanah : 225.0 mm
Parameter Bulan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Presipitasi (P) (mm) 221.0 302.3 255.1 245.9 264.0 173.4 71.6 33.9 150.8 256.6 339.0 216.3 2530.0 Evapotranspirasi Potensial (ETP) (mm) 86.9 74.8 110.5 101.3 93.9 95.0 104.5 120.5 118.1 123.8 85.1 102.2 1216.6 P – ETP (mm) 134.1 227.5 144.6 144.6 170.1 78.4 -32.9 -86.6 32.7 132.8 254.0 114.1 1313.3
Akumulasi kehilangan air potensial ( - ) 32.9 119.5
Cadangan lengas tanah (mm) 225.00 225.00 225.00 225.00 225.00 225.00 192.14 105.51 225.00 225.00 225.00 225.00 Perubahan cadangan lengas tanah ( + / - ) 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -32.9 -86.6 119.5 0.0 0.0 0.0 0.0 Evapotranspirasi actual (mm) 86.9 74.8 110.5 101.3 93.9 95.0 38.7 -52.7 118.1 123.8 85.1 102.2 977.6
Defisit cadangan air (mm) 65.7 173.3 0.0 239.0
Surplus cadangan air (mm) 134.1 227.5 144.6 144.6 170.1 78.4 0.0 0.0 32.7 132.8 254.0 114.1 1432.8
Limpasan (mm) 51.6 87.6 55.7 55.7 65.5 30.2 0.0 0.0 12.6 51.1 97.8 43.9 551.6
(4)
65 Lampiran 13. Lanjutan
Analisis NA Luasan Bangunan 0 %
Nilai Kc : 0.90
Kapasitas cadangan lengas tanah : 250.0 mm
Parameter Bulan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Presipitasi (P) (mm) 221.0 302.3 255.1 245.9 264.0 173.4 71.6 33.9 150.8 256.6 339.0 216.3 2530.0 Evapotranspirasi Potensial (ETP) (mm) 96.5 83.2 122.8 112.6 104.3 105.6 116.1 133.9 131.2 137.5 94.5 113.6 1351.8 P – ETP (mm) 124.5 219.1 132.3 133.3 159.7 67.8 -44.5 -100.0 19.6 119.1 244.5 102.7 1178.1
Akumulasi kehilangan air potensial ( - ) 44.5 144.5
Cadangan lengas tanah (mm) 250.00 250.00 250.00 250.00 250.00 250.00 205.54 105.52 250.00 250.00 250.00 250.00 Perubahan cadangan lengas tanah ( + / - ) 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -44.5 -100.0 144.5 0.0 0.0 0.0 0.0 Evapotranspirasi actual (mm) 96.5 83.2 122.8 112.6 104.3 105.6 27.1 -66.1 131.2 137.5 94.5 113.6 1062.8
Defisit cadangan air (mm) 88.9 200.0 0.0 289.0
Surplus cadangan air (mm) 124.5 219.1 132.3 133.3 159.7 67.8 0.0 0.0 19.6 119.1 244.5 102.7 1322.6
Limpasan (mm) 43.6 76.7 46.3 46.7 55.9 23.7 0.0 0.0 6.9 41.7 85.6 36.0 462.9
(5)
66 1. Menghitung faktor erosivitas hujan (R) yaitu EI30 tahunan yang besarnya dapat dihitung:
EI30 = 2.34 R(1.98) (R adalah curah hujan tahunan) EI30 = 2.34 (253.0)1.98
= 134089.41 R = = 1340.89
Maka faktor curah hujan dan aliran permukaan (R) adalah sebesar 1340.89. 2. Menentukan nilai faktor erodibilitas tanah (K)
Nilai faktor K beberapa tanah di Indonesia
Jenis tanah Bahan induk Nilai K
Kisaran Rata-rata
1. Latosol Darmaga Tufa volkan 0.02-0.04 0.03
2. Latosol Citayam Tufa volkan 0.08-0.09 0.09
3. Regosol Tanjungharjo Batu liat berkapur 0.11 – 0.16 0.14
4. Grumusol Jegu. Blitar Napal 0.24 – 0.30 0.27
5. Podsolik jonggol Batu liat 0.09 – 0.11 0.16
6. Mediteran Citayam Tufa volkan 0.09 – 0.11 0.10
7. Mediteran Putat Breksi berkapur 0.16 – 0.29 0.23
8. Mediteran Punung Breksi berkapur 0.18 – 0.25 0.22
9. Podsolik Merah Kuning Pekalongan. Lampung Tengah
Dasitik - 0.32
Sumber: Kurnia Undang dan Suwardjo, 1984 dalam Arsyad (2010)
Jenis tanah yang digunakan adalah latosol dramaga sehingga nilai K sebesar 0.03 3. Menentukan faktor panjang lereng
L = (X/22)m
Yang menyatakan X adalah panjang lereng (dalam meter) dan m adalah konstanta yang besarnya sama dengan:
0.5 untuk lereng yang kecuramannya > 5% 0.4 untuk lereng yang kecuramannya 3.5 – 4.5 % 0.3 untuk lereng yang kecuramannya 1 – 3% 0.2 untuk lereng yang kecuramannya < 1%
Berdasarkan Tabel 12 panjang lereng dan kemiringan lahan pada DTA 4 berturut-turut sebesar 351.75 m dan 10 % sehingga besarnya L adalah L = (351.75/22)0.5 = 3.998 =4
4. Menentukan kemiringan lahan (LS) yaitu sebesar ((0.43+(0.33x10)+(0.043x10^2))/6.613=1.214 5. Menentukan faktor vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman berdasarkan tabel hasil penelitian faktor C yang dilakukan oleh pusat penelitian tanah.
(6)
67 Lampiran 14. Lanjutan
Faktor C untuk berbagai jenis tanaman
Macam penggunaan Nilai faktor
Tanah terbuka/tanpa tanaman 1.0
Sawah 0.01
Tegalan tidak dispesifikasi 0.7
Kebun campuran: - kerapatan tinggi - Kerapatan sedang - Kerapatan rendah
0.1 0.2 0.5
Perladangan 0.4
Hutan alam : - Serasah banyak - Serasah kurang
0.001 0.005
- Semak belukar/padang rumput 0.3
Sumber: Arsyad, 2010
Berdasarkan keadaan di lapangan maka ditentukan faktor C untuk tanah terbuka/tanpa tanaman yaitu sebesar 1.
6. Menentukan nilai faktor tindakan – tindakan khusus konservasi tanah (P) Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi tanah khusus
Tindakan khusus konservasi tanah Nilai P Teras bangku
- Konstruksi baik - Konstruksi sedang - Konstruksi kurang baik - Teras tradisional
0.04 0.15 0.35 0.40
Strip tanaman rumput Bahia 0.04
Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur:
- Kemiringan 0 – 8% - Kemiringan 9 – 20% - Kemiringan > 20%
0.50 0.75 0.90
Tanpa tindakan konservasi 1.00
Sumber: Arsyad, 2010
Berdasarkan keadaan di lapangan maka ditentukan faktor P untuk teras bangku konstruksi kurang baik yaitu sebesar 0.35.
Setelah didapatkan faktor – faktor laju erosi. maka dapat dihitung laju erosi A = R.K.L.S.C.P
= 1340.89 x 0.03 x 4 x 1.214 x 1 x 0.35 = 56.317 ton/ha/tahun