Validasi Metode Respirasi Tanah Pada Tanah Sawah Tasikmalaya Dan Gambut Riau

VALIDASI METODE RESPIRASI TANAH PADA TANAH SAWAH
TASIKMALAYA DAN GAMBUT RIAU

VANISA RUSMA AL-QARNI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Validasi Metode
Respirasi Tanah pada Tanah Sawah Tasikmalaya dan Gambut Riau adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Vanisa Rusma Al-Qarni
NIM A14110001

ABSTRAK
VANISA RUSMA AL-QARNI. Validasi Metode Respirasi Tanah pada Tanah
Sawah Tasikmalaya dan Gambut Riau. Dibimbing oleh FAHRIZAL HAZRA dan
SELLY SALMA
Aktivitas mikrob merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi
pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikrob di dalam tanah berhubungan dengan
metabolisme sel yang berlangsung di dalam tanah. Pengujian aktivitas mikrob
dilakukan dengan menentukan laju repirasi tanah. Mikrob dalam setiap
aktivitasnya membutuhkan senyawa O2 dan menghasilkan senyawa CO2 yang
dijadikan sebagai dasar pengukuran laju respirasi tanah. Penelitian respirasi tanah
ini dilakukan dengan kadar air yang berbeda pada tanah sawah dan gambut,
dengan tahap setting tanah sesuai pada kadar air existing, kadar air pada kisaran
50-60%, dan kadar air pada kisaran 20-30%. Inkubasi dalam ruangan gelap
selama 24 jam. Metode yang digunakan yaitu titrimetri asam-basa dengan

melakukan titrasi sebanyak 3 kali (selama 3 hari) dengan pengulangan sebanyak
10 kali. Titran yang digunakan yaitu HCl 0.05 M. Titrat yang digunakan yaitu
NaOH 0.05 M. Jumlah volume HCl yang terpakai setara dengan CO2-C yang
diemisikan (mg/g tanah/jam). Validasi metode pada respirasi tanah menunjukkan
uji presisi dan uji selektivitas dengan nilai koefisien varian (CV) dan nilai relatif
standar deviasi (RSD) < 5 % kecuali pada tanah sawah dan gambut pada keadaan
existing. Berdasarkan hasil penelitian laju respirasi yang paling baik menurut uji
presisi dan uji selektivitas pada tanah sawah yaitu pada kadar air kisaran 50-60%
sebesar 0.29 CO2-C (mg/g tanah/jam) dan pada tanah gambut yaitu pada kadar air
kisaran 50-60% sebesar 0,43 CO2-C (mg/g tanah/jam). Hasil dari respirasi tanah
menunjukkan sampel tanah sawah dan gambut termasuk golongan tanah dengan
aktivitas mikrob yang rendah.
Kata kunci: Aktivitas mikrob, kadar air, respirasi tanah, validasi metode.

ABSTRACT
VANISA RUSMA AL-QARNI. Validation Method of Soil Respiration in Rice
Soil Tasikmalaya and Peat Riau. Supervised by FAHRIZAL HAZRA and SELLY
SALMA
Microbial activity is one of the important factors that influence plant growth.
Microbial activity in the soil related to cell metabolism that takes place in the soil.

Testing microbes activity is done by determining the soil respiration rate.
Microbes in every activity requires O2 and produces CO2 which used as the basis
for the measurement of soil respiration rate. The soil respiration research
conducted with different water content in paddy soil and peat, with the stage of
setting the soil according to the existing water content, water content in the range
of 50-60%, and water content in the range of 20-30%. Incubation in the dark for
24 hours. The method used is acid-base titrimetric with titration 3 times (for 3
days) with repetition as much as 10 times. Titrant used is HCl 0.05 M. titrat used
is NaOH 0.05 M. The total volume of used HCl equivalent emitted CO2-C (mg/g
soil/h). Validation of methods on soil respiration showed precision test and
selectivity test with coefficient of variance (CV) and the relative standard
deviation (RSD) 8.0-9.6 menunjukkan larutan berwarna merah muda (Day dan Underwood 2002).
Setelah dititrasi dengan HCl warna larutan berubah merah mudah menjadi putih
kembali (Gambar 2d). Titrasi asam basa (HCl – NaOH) membutuhkan volume

9

HCl yang lebih banyak untuk mencapai titik akhir titrasi, karena kondisi titrat
yang tidak mengikat CO2 memiliki nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan
NaOH yang telah mengikat CO2 yang nilai kebasaannya menurun. Sehingga

volume HCl yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi pada sampel lebih
sedikit dibandingkan pada kontrol.

Gambar 2 Perubahan warna titrasi larutan NaOH (a), setelah penambahan larutan
BaCl2.2H2O (b), setelah penambahan fenolftalein (c) dan setelah
dititrasi dengan HCl (d).
HCl merupakan bahan yang mudah mengalami perubahan akibat bereaksi
dengan zat lain sehingga kemurniannya tidak tepat sehingga perlu dilakukan
standarisasi terlebih dahulu. Standarisasi terhadap larutan HCl dilakukan dengan
menggunakan larutan natrium tetraborat (boraks) sebagai bahan baku primer.
Bahan baku primer yaitu suatu bahan yang konsentrasi larutannya dapat langsung
ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan (Harjadi 1993). Boraks
dikatakan sebagai larutan bahan baku primer karena boraks mudah didapatkan
dalam keadaan murni, tidak higroskopis, terdapat dalam bentuk larutan dan
larutannya stabil. HCl sebagai asam kuat akan bereaksi dengan boraks sebagai
basa lemah. Hasil dari reaksi akan membentuk garam yang bersifat asam.
Standarisasi larutan HCl dengan larutan boraks menggunakan indikator merah
metil karena pH garam bersifat asam yang dihasilkan dari reaksi mendekati pH
indikator merah metil (pH 4.2 – 6.3). Perubahan warna yang terjadi yaitu dari
kuning menjadi jingga, hasil dari standarisasi larutan HCl didapatkan rata-rata

konsentrasi sebenarnya yaitu 0.0507 M (Lampiran 5).
Selama proses titrasi terhadap larutan NaOH berlangsung, toples dibiarkan
terbuka untuk mengisi kembali O2, dan inkubasi dilakukan kembali (periode 2)
selama 24 jam dengan mengganti larutan NaOH yang baru (Husen et al. 2013).
Inkubasi dilakukan kembali setelah titrasi kedua berlangsung (periode 3). Laju
respirasi tanah pada sampel tanah sawah dan gambut akan terlihat setelah
menentukan jumlah CO2 dalam larutan NaOH membentuk Na2CO3 dan H2.
Na2CO3 yang terbentuk bereaksi dengan penambahan BaCl2.2H2O menjadi
endapan NaCl, BaCO3 dan H2O. BaCO3 yang terbentuk kemudian bereaksi
dengan HCl menjadi BaCl2, CO2, dan H2O.
CO2 + 2 NaOH
Na2CO3 + BaCl2.2H2O
BaCO3 + 2HCl
(Kechavarzi et al. 2010)

Na2CO3 + H2O
2NaCl + BaCO3 + 2H2O
BaCl2 + CO2 + H2O

10


Tabel 2 Laju respirasi tanah berdasarkan waktu
No sampel

Respirasi mg CO2-C /g tanah/ jam
Hari ke -1

Hari ke – 2

Hari ke - 3

1 Exisiting (100-140%)
2 Exisiting (100-140%)
3 Exisiting (100-140%)
4 Exisiting (100-140%)
5 Exisiting (100-140%)
6 Exisiting (100-140%)
7 Exisiting (100-140%)
8 Exisiting (100-140%)
9 Exisiting (100-140%)

10 Exisiting (100-140%)

0.758
0.608
0.533
0.465
0.642
0.597
0.617
0.511
0.826
0.536

0.446
0.560
0.400
0.452
0.441
0.457
0.307

0.388
0.309
0.613

0.398
0.322
0.257
0.218
0.328
0.580
0.425
0.219
0.386
0.678

11 KA 50-60%
12 KA 50-60%
13 KA 50-60%
14 KA 50-60%
15 KA 50-60%

16 KA 50-60%
17 KA 50-60%
18 KA 50-60%
19 KA 50-60%
20 KA 50-60%

0.398
0.343
0.368
0.374
0.370
0.351
0.386
0.367
0.414
0.441

0.314
0.379
0.293

0.243
0.161
0.248
0.353
0.322
0.319
0.200

0.185
0.192
0.166
0.173
0.151
0.192
0.190
0.218
0.169
0.191

21 KA 20-30%

22 KA 20-30%
23 KA 20-30%
24 KA 20-30%
25 KA 20-30%
26 KA 20-30%
27 KA 20-30%
28 KA 20-30%
29 KA 20-30%
30 KA 20-30%

0.214
0.201
0.214
0.316
0.234
0.219
0.221
0.217
0.170
0.158

0.162
0.181
0.119
0.088
0.119
0.131
0.194
0.055
0.087
0.081

0.086
0.079
0.086
0.099
0.049
0.098
0.080
0.079
0.111
0.061

Tanah Sawah

Tabel 3 Laju respirasi tanah gambut berdasarkan waktu
No sampel
Tanah Gambut
1 Exisiting (120-220%)
2 Exisiting (120-220%)
3 Exisiting (120-220%)
4 Exisiting (120-220%)
5 Exisiting (120-220%)
6 Exisiting (120-220%)
7 Exisiting (120-220%)
8 Exisiting (120-220%)
9 Exisiting (120-220%)
10 Exisiting (120-220%)

Hari ke -1

0.287
0.972
1.277
0.300
0.524
1.173
0.505
1.094
1.063
0.447

Respirasi mg CO2-C /g tanah/jam
Hari ke - 2
Hari ke - 3

0.259
0.265
0.332
0.131
0.262
0.295
0.341
0.419
0.926
0.403

0.214
0.614
0.232
0.147
0.198
0.238
0.168
0.407
0.651
0.553

11

Tabel 3 (lanjutan)
No sampel
Tanah Gambut

Hari ke -1

Respirasi mg CO2-C /g tanah/jam
Hari ke - 2
Hari ke – 3

11 KA 50-60%
12 KA 50-60%
13 KA 50-60%
14 KA 50-60%
15 KA 50-60%
17 KA 50-60%
18 KA 50-60%
19 KA 50-60%
20 KA 50-60%

0.297
0.490
0.459
0.300
0.603
0.274
0.271
0.534
0.259

0.210
0.300
0.318
0.353
0.336
0.288
0.300
0.484
0.242

0.722
0.420
0.883
0.425
0.432
0.433
0.493
0.905
0.693

21 KA 20-30%
22 KA 20-30%
23 KA 20-30%
24 KA 20-30%
25 KA 20-30%
26 KA 20-30%
27 KA 20-30%
28 KA 20-30%
29 KA 20-30%
30 KA 20-30%

0.153
0.100
0.172
0.170
0.117
0.136
0.150
0.142
0.168
0.123

0.238
0.143
0.157
0.150
0.140
0.179
0.122
0.147
0.135
0.166

0.483
0.446
0.613
0.569
0.502
0.383
0.525
0.224
0.567
0.522

Hasil respirasi pada sampel tanah sawah mengalami peningkatan dari
periode ke-1 sampai ke-2 dan mengalami penurunan pada titrasi periode ke-3
(Tabel 2). Sedangkan respirasi pada sampel tanah gambut mengalami penurunan
dari periode ke-1 sampai peroide ke-2 dan mengalami peningkatan pada titrasi
periode ke-3 (Tabel 3).
Pola laju respirasi tanah pada tanah sawah berdasarkan waktu (Tabel 2)
menunjukkan rata-rata laju respirasi tertinggi terjadi pada periode ke-1 kemudian
menurun sampai periode ke-3. Hal ini dikarenakan pengaruh perombakan bahan
organik oleh mikrob yang berkaitan dengan komposisi dari bahan organik tersebut.
Menurut Hakim et al. (1986) bahwa bahan organik seperti gula, protein sederhana
dan protein kasar, merupakan senyawa yang cepat sekali di dekomposisi.
Cepatnya senyawa organik sederhana tersebut terdekomposisi menyebabkan
senyawa organik tersebut cepat habis, sehingga laju respirasi tanah juga
mengalami penurunan karena menurunnya aktivitas mikrob. Namun senyawasenyawa yang lambat terdekomposisi masih ada, sehingga masih tersedia senyawa
organik penyedia energi bagi aktivitas mikrob selanjutnya. Lebih lanjut menurut
Hakim et al. (1986) bahan organik seperti lignin, selulosa, hemi selulosa dan
lemak dan lain-lain, merupakan bahan organik yang lambat sekali didekomposisi.
Pola laju repirasi tanah pada tanah gambut berdasarkan waktu (Tabel 3)
menunjukkan rata-rata laju respirasi tertinggi terjadi pada periode ke-3, hal ini
dikarenakan pengeringan tanah gambut menyebabkan peningkatan aktivitas
biologi tanah sehingga proses dekomposisi tanah gambut lebih dipercepat yang
menyebabkan terjadinya peningkatan produk CO2.
Respirasi tanah yang berbeda karena pengaruh kadar air tanah, suhu tanah
dan kelembaban tanah mempengaruhi jumlah dan aktivitas mikrob tanah yang
mendekomposisi bahan organik sedangkan ketersediaan bahan organik tanah

12

dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas serasah, mudah tidaknya terdekomposisi,
lingkungan fisik dan komposisi mikrob (Xu et al. 2012).

CO2-C (mg/g tanah/ jam)

Gambar 3 Rata-rata laju respirasi tanah sawah mg CO2-C /g tanah/ jam selama 24
jam masa inkubasi dengan 10 kali ulangan selama 3 hari
0.90
0.80
0.70

Exisiting

0.60

KA 50-60%

0.50

KA 20-30%

0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
1

2

3

4

5
6
Ulangan

7

8

9

10

Gambar 4 Rata-rata laju Respirasi tanah Gambut mg CO2-C /g tanah/ jam selama
24 jam masa inkubasi dengan 10 kali ulangan selama 3 hari
Gambar 3 menunjukkan laju respirasi tanah sawah pada kadar air kisaran
50-60% dan 20-30% relatif lebih seragam dibandingkan laju respirasi tanah sawah
pada kondisi existing. Gambar 4 menunjukkan laju respirasi tanah gambut pada
kondisi existing dan kondisi kadar air 50-60% relatif lebih berfluktuatif
dibandingkan laju respirasi tanah gambut pada kondisi kadar air kisaran 20-30%.
Hal ini dikarenakan bahan organik pada tanah yang masih dapat didekomposisi
dengan cepat ketersediaanya cukup banyak sehingga memengaruhi laju respirasi
tanah.
Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di
dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikrob,
bahan organik terlarut di dalam air dan bahan organik yang stabil atau humus.
Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2005) sumber utama bahan organik tanah

13

adalah jaringan tanaman, baik berupa serasah atau sisa-sisa tanaman serta kotoran
dan bangkai hewan. Perbedaan vegetasi juga memengaruhi komposisi bahan
organik di dalam tanah, menurut penelitian Burchia et al. (2007) perubahan sifat
terhadap perubahan tipe vegetasi penutup tanah secara langsung berpengaruh
terhadap distribusi bahan organik tanah dan aktivitas mikrob tanah.
Kandungan air tanah gambut sangat berpengaruh terhadap emisi CO2 dan
CH4. Pengurangan kadar air tanah gambut menyebabkan terjadinya perubahan
peristiwa kimia dan biologi di dalam tanah. Pengurangan kadar air tanah atau
pengeringan menyebabkan menurunnya konsentrasi gugus fungsional COOH dan
fenolat OH dimana keduanya merupakan gugus fungsional yang bersifat hidrofilik
dan polar. Pada keadaan ini derivat asam fenolat akan meningkat yang dapat
menyebabkan kehilangan karbon organik karena asam fenolat mudah mengalami
oksidasi sehingga terjadi pelepasan CO2 dan CH4 (Azri 1999).
Tabel 4 Rata-rata laju respirasi tanah sawah dan gambut
Tanah
Tanah Sawah
Tanah Gambut

Laju Respirasi (mg CO2-C/g tanah/jam)
Existing
KA 50-60%
KA 20-30%
0.42
0.29
0.14
0.49
0.43
0.26

Rata-rata laju respirasi tanah sawah dan gambut selama 24 jam masa
inkubasi dengan 10 kali ulangan selama 3 hari (Tabel 4) menunjukkan laju
respirasi tertinggi terdapat pada kondisi existing kemudian disusul oleh kadar air
kisaran 50-60% dan kadar air kisaran 20-30%. Rata-rata laju respirasi tanah sawah
pada kondisi existing yaitu sebesar 0.42 mg CO2-C /g tanah/jam, pada kadar air
kisaran 50-60% yaitu sebesar 0.29 mg CO2-C/g tanah/jam, pada kadar air kisaran
20-30% yaitu sebesar 0.14 mg CO2-C/g tanah/jam. Rata-rata laju respirasi gambut
pada kondisi existing yaitu sebesar 0.49 mg CO2-C/g tanah/jam, pada kadar air
kisaran 50-60% yaitu sebesar 0.43 mg CO2-C/g tanah/jam, pada kadar air kisaran
20-30% yaitu sebesar 0.26 mg CO2-C/g tanah/jam. Laju respirasi tanah gambut
sedikit lebih tinggi dibandingkan tanah sawah pada keadaan existing, yaitu sebesar
0.49 mg CO2-C/g tanah/jam. Walaupun ketersediaan bahan organik pada tanah
gambut sangat banyak akan tetapi karena kondisi alamiah gambut yang bersifat
anaerob menyebabkan laju dekomposisi menjadi lambat tetapi berjalan terus
menerus. Hal ini sesuai menurut Najiyati et al. (2005) bahwa dalam kondisi
seperti ini pelepasan CO2 ke atmosfer rendah yang mengakibatkan aktivitas
mikrob menjadi rendah.
Tabel 5 merupakan rata-rata kadar air pada tanah sawah dan gambut dalam
10 kali ulangan. Pengaruh kadar air dalam meningkatkan laju respirasi tanah
sawah dan gambut pada penelitian ini ditunjukkan oleh banyaknya jumlah karbon
yang dilepas selama proses respirasi tanah dalam bentuk CO2 oleh mikrob. Laju
respirasi tertinggi selama penelitian terjadi pada kadar air existing yaitu pada
kisaran 100-140% dengan rata-rata kadar air sebesar 123% untuk tanah sawah dan
120-220% dengan rata-rata kadar air sebesar 175% untuk tanah gambut disusul
oleh kadar air 50-60% dengan rata-rata kadar air sebesar 52% untuk tanah sawah
dan rata-rata kadar air sebesar 55% untuk gambut, dan terendah pada kadar air 2030% dengan rata-rata kadar air sebesar 24% untuk tanah sawah dan kadar air 20-

14

30% dengan rata-rata kadar air sebesar 27% untuk gambut. Tingginya laju
respirasi pada kondisi existing disebabkan karena adanya depresi respirasi aerob
yang menyebabkan depresi O2, sehingga memungkinkkan aktivitas bakteri
anaerob menjadi lebih tinggi. Respirasi anaerob ini juga meningkatkan CO2 yang
dilepas ke lingkungan.
Tabel 5 Rata-rata kadar air pada tanah sawah dan gambut
Sampel

Kadar Air (%)

Existing

123

KA 50-60%

52

KA 20-30%

24

Tanah Sawah

Tanah Gambut
Existing

175

KA 50-60%

55

KA 20-30%

27

Pada tanah dengan kondisi kadar air yang tinggi (jenuh), seringkali
menghadapi masalah kekurangan oksigen. Pada kondisi air yang berlebihan akan
menciptakan agregat tanah yang kecil dan kompak. Pada kondisi ini kandungan
pori-pori mikro tanah sangat sedikit, padahal melalui pori-pori mikro ini air dapat
bergerak bebas. Akibatnya tanah tidak memberi ruang bagi ketersediaan oksigen
dikarenakan pori-pori tanah yang terisi air. Kurangnya oksigen mendorong
aktivitas mikrob pendekomposisi bekerja pada kondisi anaerob.
Menurut Buckman dan Brady (1982) hanya jasad anaerob dan fakultatif
yang dapat berfungsi dengan baik dan wajar dalam keadaan kekurangan oksigen
karena mampu menggunakan oksigen dalam ikatan, sehingga menghasilkan
bentuk reduksi dalam bentuk karbon dioksida yang lebih tinggi.
Menurut Evanylo dan Robert (2009) pada tabel 1, terdapat 6 kategori tanah
berdasarkan kemampuan berespirasinya. Kategori tersebut yaitu no soil activity
(tidak ada aktivitas), very low soil activity (aktivitas tanah sangat rendah),
moderately low soil activity (aktivitas tanah cukup rendah). Medium soil activity
(aktivitas tanah sedang), ideal soil activity (aktivitas tanah ideal), dan unusually
high soil activity (aktivitas tanah sangat tinggi).
Hasil dari percobaan sampel tanah sawah dan gambut menunjukkan sampel
tanah berada pada kategori very low soil activity (aktivitas tanah sangat rendah).
Hal tersebut dikarenakan hasil respirasi dari seluruh sampel menunjukkan nilai
5% yaitu sebesar 16.13% dan
sebesar 43.39% hal ini dikarenakan presisi hanya diterapkan pada sampel-sampel
yang homogen, terdapat kisaran perbedaan kadar air yang besar pada keadaan
existing sehingga menyebabkan laju respirasi memiliki perbedaan yang besar pula.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

3.

Metode pada respirasi tanah setelah divalidasi menunjukkan nilai presisi dan
selektivitas yang baik dengan nilai koefisien varian (CV) dan nilai relatif
standar deviasi (RSD) < 5 % terhadap laju respirasi tanah sawah dan gambut,
kecuali nilai presisi untuk tanah sawah dan gambut pada perlakuan existing.
Laju respirasi yang paling baik menurut uji presisi dan uji selektivitas pada
tanah sawah dan tanah gambut pada kadar air kisaran 50-60% yaitu sebesar
0.29 CO2-C (mg/g tanah/jam) dan sebesar 0,43 CO2-C (mg/g tanah/jam).
Sampel tanah sawah dan tanah gambut merupakan tanah dengan aktivitas
yang rendah.

16

Saran
Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan dengan mengukur total mikrob dan
mengindentifikasi jenis mikrob yang terdapat pada tanah sawah Tasikmalaya dan
gambut Riau.

DAFTAR PUSTAKA
Ali K. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.
Azri. 1999. Sifat kering tidak balik tanah gambut dari Jambi dan Kalimantan
Tengah. Analisis berdasarkan kadar air kritis, kemasaman total gugus
fungsional COOH dan OH-fenolat. [Tesis]. Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Buckman HO, Brady NC. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Burchia. F, Aini N, Prawito P. 2007. Bahan organik dan respirasi di bawah
beberapa tegakan pada DAS Musi bagian hulu. Jurnal Akta Agrosia 2: 172175.
Chevallier, Tauveron E, Dufour I, Ammor S. 2008. Antibacterial activity of lactic
acid bacteria against sponge and phatogenic bacteria isolated from the same
meat small scale facility: I-Screening and characterization of the
antibacterial compound. Food Control 17: 454-461.
Day RA, Underwood AL. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi ke Enam.
Terjemahan dari: Quantitative Chemical Analysis Sixth Edition. Sopyan I,
penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
Elon SV, Boelter DH, Palvanen T, Nichols DS, Malterer T, A Gafni. 2011.
Physical Properties of Organic Soils. Taylor and Francis Group, LLC.
Evanylo G, Robert McGuinn. 2009. Agricultural management practices and soil
quality : measuring, assessing, and comparing laboratory and field test kit
indicatrs of soil quality attributes. Virginia (US): Virginia Tech.
Gandjar, Ibnu G, Abdul R. 2009. Kimia Farmasi Analisi. Yogyakarta (ID):
Pustaka Pelajar.
Hakim, N, Nyakpa YM., Lubis AM, Nugroho SG, Saul MR, Dika MA, Ban-Hong
G, Bailey HH. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas
Lampung.
Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Medyatama Sara Perkasa.
Harjadi W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta (ID): Gramedia.
Harmita. 2006. Analisa Fisikokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Husen E, Salma S, Agus F. 2013. Peat Emission Control by Groundwater
Management and Soil Amendments: Evidence from Laboratory Experiments.
Bogor (ID): Indonesian Agency for Agricultural Research Development.
Karlen DL, E.G. Hurley, AP Mallarino. 2006. Crop rotation on soil qualityat three
northern corn/soybean belt location. Agron. J. 98: 484-495

17

Kartasapoetra AG, Sutedjo MM. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta (ID):
Rineka Cipta.
Kechavarazi C, Dawson Q, Bartlett M. 2010. The role of soil moisture,
temperature, and nutrient amendment on CO2 efflux from agricultural peat
soil microcosm. Geoderma 154: 203-210.
Maysaroh. 2011. Hubungan Kualitas Bahan Organik Tanah dan Laju Respirasi
Tanah Dibeberapa Lahan Budidaya. Bogor (ID): IPB
Mochtar, NE. 2009. Penggunaan Pozzolan dan Kapur Sebagai Bahan Stabilisasi
Tanah Gambut Berserat. Dipublikasikan sebagai hasil penelitian Hibah
Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional.
Mutalib, AA, Lim JS, Wong MH, Koonvai L. 1991. Characterization, distribution
and utilization of peat in Malaysia. In Proc. International Symposium on
Tropical Peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia.
Najiyati S, Muslihat L, Suryadiputra INN. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan
Gambut Untuk Pertanian Berkelanjutan. Proyek Climate Change. Forest
and Peatland in Indonesia. Bogor. Wetlands international-Indonesia
Programmed an Wildlife Habitat Canada.
Puslittanak. 2000. Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 169-172.
Puspita K. 2014. Penetapan Akivitas Mikrob Aerob dalam Tanah Rizosfer
Tanaman Kentang dengan Metode Respirasi Tanah. Bogor (ID): IPB.
Reichstein M, Tenhunen JD, Roupsard O. 2002. Ecosystem respiration in two
Mediterranean evergreen Holm Oak forests, drought effects and
decomposition dynamics. Functional Ecology 16, 27–39.
Rosminik, Erny Y. 2007. Mikrob perombak bahan organik. Biologi Tanah. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
Saraswati R, Husen E, Simanungkalit RDM. 2012. Metode Analisis Biologi Tanah.
Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian.
Saraswati R, Prihatini T, Hastuti RD. 2004. Teknologi pupuk mikroba untuk
meningkatkan efisiensi pemupukan dan keberlanjutan sistem produksi padi
sawah. p. 169-189. Dalam: Fahmuddin Adus et al. (Eds.) Tanah sawah dan
teknologi pengelolaannya. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat.
Sudadi. 2007. Aspek Mikrobiologis Pengelolaan Nitrogen di Lahan Basah.
Surakarta (ID): Laboratorium Biologi Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian UNS.
Tang J, Baldocchi DD, Qi Y, Xu L. 2005. Assessing soil CO2 efflux using
continuous measurements of CO2 profiles in soils with small solid-state
sensors. Agric. For. Meteorol. 118, 207–220.
Veen, GV 1998. Notes on The Sustainable Utilization of Peat Soils. Prosiding
Seminar Nasional Gambut III. Pontianak, Kalimantan Barat.
Xu M, Qi Y. 2001a. Soil-surface CO2 efflux and its spatial and temporal
variations in a young ponderosa pine plantation in northern California.
Global C