Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan pada Perbankan di Indonesia

(1)

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR MODAL

TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA

PERBANKAN DI INDONESIA

Oleh

IRVAN CHRIS SANDY

H24104034

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR MODAL

TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA

PERBANKAN DI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

Pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IRVAN CHRIS SANDY

H24104034

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(3)

i

Judul Penelitian : Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan pada Perbankan di Indonesia

Nama : Irvan Chris Sandy

NIM : H24104034

Disetujui oleh, Pembimbing

Farida Ratna Dewi, SE, MM. NIP 197103072005012001

Diketahui oleh, Ketua Departemen

Dr. Mukhammad Najib, S.TP, M.Si. NIP 197606232006041001


(4)

Judul Penelitian Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan pada Perbankan di Indonesia

Nama Irvan Chris Sandy

NIM H24104034

Disetujui oleh, Pembimbing

Farida Ratna Dewi, SE, MM. NIP 197103072005012001

Diketahui oleh, Ketua Departemen


(5)

ii

RINGKASAN

IRVAN CHRIS SANDY. H24104034. Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perbankan Di Indonesia. Di bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI.

Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional dan menjadi inti dari sistem keuangan. Hal ini dikarenakan sebagian besar kegiatan penyimpanan dan penyaluran dana dari perorangan, swasta maupun pemerintahan dalam rangka mendukung kegiatan perekonomian, menggunakan jasa lembaga keuangan ini. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya perlu menyediakan modal yang cukup agar memungkinkan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan, misalnya untuk menutup kerugian dan mengatasi keadaan krisis/darurat tanpa membahayakan keadaan keuangan bank tersebut. Besaran modal bank bukan hanya sekedar jumlah nominal untuk memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan saja, namun juga perlu untuk memperhitungkan kemampuan dalam menanggung resiko pada pelaksanaan kegiatan operasionalnya. Kemampuan bank dalam menghadapi resiko dan menjalankan kegiatan operasionalnya dapat tercermin dari kinerja keuangannya. Kinerja keuangan dapat dinilai dari beberapa aspek dan teknik, salah satunya adalah analisis rasio yang dapat mengukur kemampuan likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas. Bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya perlu didukung oleh struktur modal yang memadai, sehingga bank tersebut dapat melakukan diversifikasi usaha yang lebih banyak dan kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan lebih kecil. Dengan demikian kemampuan positif bank tersebut akan tercermin dari hasil kinerja keuangannya.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis struktur modal pada perbankan di Indonesia, (2) menganalisis kondisi kinerja keuangan perbankan di Indonesia melalui analisis rasio keuangan dan (3) menganalisis pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada perbankan di Indonesia.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara non-probability sampling yaitu dengan teknik purposive sampling.

Alat analisis dalam penelitian ini yang digunakan untuk pengolahan data adalah analisis deskriptif dan Structure Equation Model (SEM) dengan bantuan software Lisrel 8.3.

Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa struktur modal memiliki pengaruh yang signifikan dengan nilai korelasi negatif yang berarti setiap kenaikan struktur modal akan terjadi penurunan pada kinerja keuangan karena perbankan yang komposisi struktur modalnya lebih banyak didanai oleh hutang, masih harus menanggung beban operasional yang lebih tinggi daripada manfaat yang diberikan atas penggunaan hutang tersebut. Sementara itu, variabel teramati struktur modal yang paling berkontribusi adalah CAR dengan nilai signifikansi 7,8 dan variabel teramati untuk kinerja keuangan yang paling banyak dipengaruhi adalah ROA dengan nilai signifikansi 4,90.


(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Agustus 1986. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan M. Ishak (Alm.) dan Lilis Budiani.

Penulis mengawali pendidikan di TK Ardialoka pada tahun 1991. Kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Semeru I Bogor pada tahun 1992 hingga tahun 1998. Pendidikan tingkat menengah pertama diselesaikan penulis di SMP Negeri 4 Bogor pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas dan masuk program IPA di SMA Negeri 9 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan Diploma 3 di Akademi Manajemen Kesatuan jurusan Manajemen Keuangan dan Perbankan dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada saat penulis diterima menjadi mahasiswa, penulis juga merupakan pegawai pada PT. Wahana Ottomitra Multiartha, Tbk. (WOM Finance) Cabang Leuwiliang, yang kemudian pada tahun 2012 penulis menjadi pegawai Bank Indonesia, Departemen Akuntansi dan Sistem Pembayaran yang saat ini berganti menjadi Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran.


(7)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja

Keuangan Pada Perbankan di Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan oleh berbagai pihak. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi perbankan, penulis, dan seluruh pihak yang berkepentingan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan, sehingga saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkepentingan.

Bogor, Februari 2014


(8)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan sumbangan pikiran, bimbingan, dukungan, dorongan dan doa dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran.

2. Ibu Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM. dan Ibu Dra. Hj. Siti Rahmawati, M.Pd. yang telah meluangkan waktu sebagai dosen penguji.

3. Ibu dan adik-adik tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa dan dukungan baik moril maupun materil serta bantuan teknis maupun non teknis tanpa henti kepada penulis.

4. Anggun Octa Astriani yang telah meluangkan waktu untuk membantu dan memberi dorongan agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 5. Segenap pimpinan dan pegawai Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan

Surat Berharga, Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia yang telah memaklumi dan memberikan izin kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

6. Staf pengajar dan karyawan/wati di Program Sarjana Alih Jenis Departemen Manajemen, FEM IPB.

7. Chinderaka, Sri Rahayu, Bravasta Ananta, Putri Permata Sari, Aryanti Pusporini, Agung Setyawan, Ardhi Dian, Samirah Ali, Tedi Rachman dan teman seperjuangan lainnya yang selalu menghibur dan menyemangati penulis selama penyusunan skripsi.

8. Segenap teman-teman Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Angkatan 8. 9. Pihak-pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namun sangat


(9)

vi

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... ii

DAFTAR ISI ... ..vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 5

1.5.Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Bank ... 6

2.2. Laporan Keuangan Bank ... 7

2.3. Kinerja Keuangan Bank ... 7

2.4. Analisis Rasio Keuangan ... 8

2.4.1. Analisis Rasio Likuiditas ... 8

2.4.2. Analisis Rasio Rentabilitas ... 10

2.4.3. Analisis Rasio Solvabilitas ... 11

2.5. Struktur Modal ... 12

2.6. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan ... 16

2.7. Penelitian Terdahulu ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Kerangka Pemikiran ... 20

3.2. Hipotesis ... 21

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 22

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 23

3.5.1. Penetapan Populasi dan Sampel ... 23

3.5.2. Analisis Deskriptif ... 24

3.5.3. Structural Equation Modelling (SEM) ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Gambaran Umum ... 27

4.2. Struktur Modal ... 28

4.2.1. Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 28

4.2.2. Debt to Equity Ratio (DER) ... 30

4.3. Kinerja Keuangan ... 33

4.3.1. Non Performing Loan (NPL) ... 33

4.3.2. Loan to Deposit Ratio (LDR) ... 34


(10)

vii

4.3.4. Return On Equity (ROE) ... 37

4.3.5. Rasio Beban Operasional (BOPO) ... 39

4.4. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan ... 40

4.4.1. Spesifikasi Model ... 40

4.4.2. Analisis Model Struktural ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

1. Kesimpulan ... 48

2. Saran ... 49


(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 21 2. Spesifikasi model SEM ... 40


(12)

ix

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rata-rata CAR ... 29

2. Rata-rata DER ... 30

3. Proporsi rata-rata DPK terhadap Total Debt ... 32

4. Rata-rata NPL... 33

5. Rata-rata LDR ... 35

6. Rata-rata ROA ... 36

7. Rata-rata ROE ... 38

8. Rata-rata BOPO ... 39

9. Uji kecocokan... 42


(13)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional dan menjadi inti dari sistem keuangan. Hal ini dikarenakan sebagian besar kegiatan penyimpanan dan penyaluran dana dari perorangan, swasta maupun pemerintahan dalam rangka mendukung kegiatan perekonomian, menggunakan jasa lembaga keuangan ini. Perbankan juga menjadi urat nadi dan jantung sistem keuangan Indonesia karena dari total aset sistem keuangan, hampir 80 persennya dikuasai oleh perbankan. Hal ini berarti, ketergantungan sistem keuangan kepada perbankan sudah sedemikian besar daripada institusi keuangan lainnya, seperti asuransi, dana pensiun atau reksa dana sehingga perbankan menjadi sangat berpengaruh bagi kestabilan sistem keuangan. Belum lagi peran perbankan yang juga membantu kelancaran fungsi atau sistem pembayaran yang telah memudahkan transaksi bagi nasabah.

Sebagaimana amanat dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1998 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya perlu menyediakan modal yang cukup agar memungkinkan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan, misalnya untuk menutup kerugian dan mengatasi keadaan krisis/darurat tanpa membahayakan keadaan keuangan bank tersebut. Seperti halnya yang terjadi pada tahun 1998, terlepas dari dampak yang ditimbulkan secara sistemik dari krisis multidimensional pada saat itu, perbankan yang seharusnya menjadi penopang perekonomian nasional ikut jatuh pula dalam krisis.

Lemahnya struktur permodalan perbankan menjadi salah satu landasan penyebab bank tidak dapat mempertahankan diri dari kerugian yang timbul. Pada saat itu struktur modal perbankan yang pada umumnya bukan sekedar


(14)

2

mencakup gambaran dari segi nominal, menunjukan terjadinya kekurangan pembentukan cadangan dan mengakibatkan besaran Capital Adequacy Ratio

(CAR) yang merupakan kewajiban penyediaan modal minimum bank menjadi menurun bahkan negatif.

Masalah permodalan bank ini tidak hanya dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia saja, bahkan negara maju seperti Amerika pun mengalami hal yang serupa. Seperti yang terjadi pada tahun 2008 dan 2009, pemerintah Amerika menghabiskan dana hingga US$ 235 milliar yang digunakan dalam rangka penambahan modal perbankan.

Sebagaimana layaknya usaha lainnya, modal diperlukan sebagai sarana untuk menyerap kerugian maupun kekuatan untuk ekspansi. Artinya, setiap terjadi kerugian bisnis akan secara langsung mempengaruhi permodalan bank. Dengan demikian, semakin besar modal yang dimiliki suatu bank maka bank tersebut akan lebih mampu mengantisipasi resiko-resiko operasionalnya dengan kapasitas usaha yang juga lebih besar. Sebaliknya, dengan kondisi permodalan yang minim maka bank tersebut akan memiliki keterbatasan dalam menjalankan usahanya serta mengemban resiko operasional yang lebih besar pula.

Masalah permodalan bagi bank merupakan tantangan perbankan ke depannya (Taswan dalam Astuti, 2012). Bank Indonesia pun memberikan perhatian terhadap kebutuhan modal bank ini dengan menyempurnakan kembali pedoman penghitungan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) perbankan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14/18/PBI/2012 tanggal 28 November 2012. Sebelumnya perhitungan CAR seluruh bank ditetapkan sebesar 8%. Namun, berdasarkan aturan baru tersebut besaran CAR setiap bank saat ini ditentukan berdasarkan profil resiko dimana bank yang dinilai lebih beresiko, pemenuhan kebutuhan minimum modalnya harus lebih besar dengan tujuan sebagai buffer profil resiko tersebut.

Kemampuan bank dalam menghadapi resiko dan menjalankan kegiatan operasionalnya dapat tercermin dari kinerja keuangannya. Kinerja keuangan dapat dinilai dari beberapa aspek dan teknik, salah satunya adalah analisis


(15)

rasio yang dapat mengukur kemampuan likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas. Bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya perlu didukung oleh struktur modal yang memadai, sehingga bank tersebut dapat melakukan diversifikasi usaha yang lebih banyak dan kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan lebih kecil. Dengan demikian kemampuan positif bank tersebut akan tercermin dari hasil kinerja keuangannya.

Kondisi perbankan Indonesia selama lebih dari 10 tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang cukup pesat baik dari segi permodalan maupun kinerja keuangannya. Pada tahun 2000 total aset bank masih sekitar Rp. 1.000 triliun, sedangkan kredit yang disalurkan Rp. 283 triliun dan dana pihak ketiga Rp. 700 triliun. Per Desember 2011, jumlahnya melonjak tiga kali lipat mencapai Rp. 3.650 triliun. Kredit yang disalurkan pun melesat delapan kali lipat menjadi Rp. 2.200 triliun, sedangkan dana pihak ketiga naik empat kali mencapai Rp. 2.785 triliun. Berbagai peningkatan tersebut, peran perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional juga semakin signifikan. Hal ini terbukti pada beberapa indikator, seperti lonjakan jumlah kredit dan rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga atau Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR bank umum masih sekitar 33 persen pada 2011, sedangkan sekarang sudah melonjak menjadi 87 persen.

Dari latar belakang dan fenomena tersebut, penulis menduga adanya pengaruh dari struktur modal terhadap kinerja keuangan perbankan. Oleh karena itu penulis memilih judul penelitian “ANALISIS PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PERBANKAN DI INDONESIA”.

1.2.Perumusan Masalah

Besaran modal bank bukan hanya sekedar jumlah nominal untuk memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan saja, namun juga perlu untuk memperhitungkan kemampuan dalam menanggung resiko pada pelaksanaan kegiatan operasionalnya. Resiko yang dihadapi tersebut akan mempengaruhi kinerja bank, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu, untuk menanggulangi akibat-akibat negatif yang mungkin menimpa bank


(16)

4

sebagai akibat dari munculnya resiko yang dihadapi bank, maka kebijakan struktur modal yang tepat merupakan langkah antisipatif yang dapat dilakukan oleh bank.

Seberapa besar sebuah bank dapat meraih keuntungan (net profit) tergantung pada keberhasilan manajemen bank dalam memberdayakan dan mengelola struktur modalnya. Pengelolaan struktur modal yang sedemikian rupa dapat memperoleh net interest income (profit) yang optimal dari penempatan dananya dengan senantiasa menjaga agar bank selalu dapat memenuhi kewajiban likuiditasnya sehingga kinerja bank tersebut tetap terjaga optimal. Selain itu, Muljono dalam Mahardian (2008) mengatakan jika modal yang dimiliki oleh bank tersebut mampu menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, maka bank dapat mengelola seluruh kegiatannya secara efisien, sehingga kekayaan bank (kekayaan pemegang saham) diharapkan akan semakin meningkat demikian juga sebaliknya.

Dengan demikian, bank dengan kondisi struktur modal yang memadai diharapkan dapat mengelola kegiatan bisnisnya dengan baik dan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam prakteknya, sehingga bank dituntut untuk menghasilkan kinerja yang baik dan dapat memperkuat ketahanan (sustainability) bank tersebut yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi struktur modal pada perbankan di Indonesia? 2. Bagaimana kondisi kinerja keuangan pada perbankan di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada perbankan di Indonesia?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis struktur modal pada perbankan di Indonesia.

2. Menganalisis kondisi kinerja keuangan perbankan di Indonesia melalui analisis rasio keuangan.


(17)

3. Menganalisis pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan pada perbankan di Indonesia.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai dan manfaat kepada berbagai pihak khususnya bagi perusahaan perbankan maupun bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

1. Bagi perbankan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan struktur modal dalam menjaga kinerja keuangannya.

2. Bagi pembaca dan peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai pengaruh struktur modal yang dicerminkan oleh kemampuan solvabilitas bank, yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap kinerja keuangan yang menggambarkan liquidity dan profitability bank, yaitu NPL, ROA, ROE, BOPO, dan LDR yang tercermin dalam laporan keuangan tahunan bank. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder laporan keuangan perbankan di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2012.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bank

Bank termasuk dalam perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Stuart dalam Hasibuan (2008) mengatakan “Bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a gamble to the other, eventhough they should supply the new money”. (Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain dengan memberikan kredit berupa uang yang diterima dari orang lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam). Jadi, bank dalam hal ini telah melakukan operasi aktif dan pasif, yaitu mengumpulkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana (surplus spending unit - SSU) dan menyalurkan kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit - DSU ).

Selain itu, bank juga dipandang sebagai stabilisator moneter dan dinamisator perekonomian. Bank selaku stabilisator moneter diartikan bahwa bank mempunyai kewajiban ikut serta menstabilkan nilai tukar uang, nilai kurs atau harga barang-barang relatif stabil atau tetap, baik secara langsung maupun melalui mekanisme Giro Wajib Minimum (GWM) Bank, Operasi Pasar Terbuka, ataupun kebijakan diskonto. Sedangkan bank sebagai dinamisator perekonomian berarti bank merupakan pusat perekonomian, sumber dana, pelaksana lalu lintas pembayaran, memproduktifkan tabungan dan pendorong kemajuan perdagangan nasional dan internasional. Tanpa peranan perbankan, tidak mungkin dilakukan globalisasi perekonomian (Hasibuan, 2008).

Menurut Hasibuan (2008), sesuai dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, dinyatakan asas, fungsi dan tujuan:

Asas: Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Fungsi: Fungsi perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.


(19)

Tujuan: Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak.

2.2. Laporan Keuangan Bank

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Pasal 34, setiap bank umum diwajibkan menyampaikan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan laba/rugi berdasarkan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Dendawijaya, 2005).

Menurut Martono (2003) laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu bank pada suatu periode tertentu. Adapun tujuan dari penyusunan laporan keuangan suatu bank secara umum adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva, kewajiban dan modal bank pada waktu tertentu.

2. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam periode tertentu. 3. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam

aktiva, kewajiban dan modal suatu perusahaan.

4. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode tertentu.

Laporan keuangan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan dan dapat menjadi dasar penilaian tingkat keberhasilan kinerja manajemen dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan serta kinerja dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya (Martono, 2003).

2.3. Kinerja Keuangan Bank

Kinerja (performance) bank secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang


(20)

8

biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas bank.

Penilaian aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana merupakan kinerja keuangan yang berkaitan dengan peran bank sebagai lembaga intermediasi. Adapun penilaian kondisi likuiditas bank guna mengetahui seberapa besar kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya kepada para deposan.

Penilaian aspek profitabilitas guna mengetahui kemampuan menciptakan profit, yang sudah barang tentu penting bagi para pemilik. Dengan kinerja bank yang baik pada akhirnya akan berdampak baik pada intern maupun bagi pihak ekstern bank (Jumingan, 2008).

2.4. Analisis Rasio Keuangan

Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan memerlukan beberapa tolok ukur. Tolok ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya (Martono, 2003).

2.4.1. Analisis Rasio Likuiditas

Analisis Rasio Likuiditas adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering dipergunakan dalam menilai kinerja suatu bank antara lain adalah sebagai berikut (Dendawijaya, 2005):

1. Cash Ratio

Cash ratio adalah rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga yang dihimpun bank yang harus segera dibayar. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah (deposan) pada saat ditarik dengan menggunakan alat likuid yang dimilikinya. Menurut ketentuan Bank Indonesia, alat likuid terdiri atas uang kas ditambah dengan rekening giro bank yang disimpan pada Bank Indonesia. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, namun dalam praktik akan dapat mempengaruhi profitabilitas.


(21)

2. Reserve Requirement

Lebih dikenal dengan likuiditas wajib minimum adalah suatu simpanan minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk giro di Bank Indonesia bagi semua bank. Reserve requirement merupakan ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia.

3. Loan to Deposit Ratio (LDR)

LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini dapat menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit.

Semakin tinggi rasio LDR memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun, batas toleransi berkisar antara 85% dan 100%.

4. Loan to Asset Ratio

Loan to asset ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Rasio ini merupakan perbandingan seberapa besar


(22)

10

kredit yang diberikan bank dibandingkan dengan besarnya total asset

yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat likuiditasnya semakin kecil karena jumlah aset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya semakin besar.

5. Rasio Kewajiban Bersih Call Money

Persentase dari rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban bersih

call money terhadap aktiva lancar atau aktiva yang paling likuid dari bank. Jika rasio ini semakin kecil nilainya, likuiditas bank dikatakan cukup baik karena bank dapat segera menutup kewajiban dalam kegiatan pasar uang antarbank dengan alat likuid yang dimilikinya. 2.4.2. Analisis Rasio Rentabilitas

Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Analisis rasio rentabilitas suatu bank antara lain sebagai berikut (Dendawijaya, 2005): 1. Return on Assets (ROA)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.

2. Return on Equity (ROE)

ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ini merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank.


(23)

3. Rasio Maya (Beban) Operasional

Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.

4. Net Profit Margin (NPM) Ratio

NPM adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio NPM mengacu kepada pendapatan operasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam praktiknya memiliki berbagai risiko, seperti risiko kredit, bunga, kurs valas, dan lain-lain.

2.4.3. Analisis Rasio Solvabilitas

Analisis rasio solvabilitas adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank. Rasio ini juga digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume dana yang diperoleh dari berbagai utang serta sumber-sumber lain di luar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Berbagai rasio solvabilitas antara lain sebagai berikut (Dendawijaya, 2005):

1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain, CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan


(24)

12

bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. 2. Debt to Equity Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh utang-utangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana yang berasal dari modal bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar total pasiva yang terdiri atas persentase modal bank sendiri dibandingkan dengan besarnya utang.

3. Long Term Debt to Assets Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai seluruh aktiva bank dibiayai atau dananya diperoleh dari sumber-sumber utang jangka panjang. Dalam bisnis perbankan, utang jangka panjang ini biasanya diperoleh dari simpanan masyarakat dengan jatuh tempo di atas satu tahun, dana pinjaman dari bank lain dalam rangka kerja sama antarbank, pinjaman luar negeri, pinjaman dari Bank Indonesia serta pinjaman dari pemegang saham.

2.5. Struktur Modal

Menurut Husnan dalam Fahmi dan Hadi (2010) struktur modal adalah perbandingan sumber dana jangka panjang yang bersifat pinjaman dengan modal sendiri.

Menurut Fahmi dan Hadi (2010) struktur modal merupakan gambaran proporsi antara modal yang dimiliki suatu perusahaan yang berasal dari utang jangka panjang dan modal sendiri yang merupakan suatu metode pembiayaan permanen suatu perusahaan. Melakukan analisis struktur modal dianggap sebagai suatu hal yang penting karena dapat mengevaluasi risiko jangka panjang dan prospek dari tingkat penghasilan yang didapatkan perusahaan selama menjalankan aktivitasnya.

Sementara Modigliani dan Miller dalam Fahmi dan Hadi (2010) mengatakan bahwa penggunaan hutang akan selalu lebih menguntungkan apabila dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri.


(25)

Hal ini dapat berlaku karena bank yang merupakan lembaga

intermediary, sumber pendanaan terbesarnya berasal dari dana pihak ketiga (simpanan masyarakat) yang merupakan hutang/kewajiban bagi bank tersebut. Bank tidak terlalu khawatir untuk menggunakan sumber dana tersebut karena simpanan masyarakat saat ini dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), walaupun jaminan tersebut tidak menjamin penuh seluruh dana simpanan. Berlin (2011) menyatakan hal serupa terhadap situasi di Amerika dengan menanggapi pertanyaan why are banks so averse to raising equity? dengan mengatakan bahwa deposits are insured, so uninsured sources of funding (such as equity) are relatively expensive.

Menurut Ali (2004) modal dalam suatu bank meliputi modal inti atau

primary capital dan modal pelengkap secondary capital. Komponen modal inti terdiri atas:

1. Modal yang disetor oleh pemegang saham bank, dapat berupa saham preferen, saham biasa, dan berupa pinjaman subordinasi. Saham preferen yaitu saham di mana pemegang saham jenis ini memiliki hak untuk mendapatkan dividen dan hak klaim sesuai dengan besarnya nilai saham yang dimilikinya itu terhadap harta bank terlebih dahulu sebelum pembayaran untuk memenuhi kewajiban-kewajiban bank lainnya. Saham biasa yaitu saham yang bersama-sama dengan laba yang ditahan dan cadangan-cadangan dikelompokkan sebagai common equity. Saham biasa memiliki klaim setelah pembayaran kepada para deposan (pemilik deposito, tabungan, giro, dan lain-lain) serta setelah pembayaran untuk memenuhi kewajiban-kewajiban bank lainnya dan setelah pembayaran kepada pemegang saham preferen.

2. Agio saham, berupa selisih lebih setoran modal yang di terima oleh bank akibat dari harga saham yang melebihi nilai nominalnya.

3. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba ditahan atau laba bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan RUPS sesuai dengan isi anggaran dasar masing-masing bank.

4. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan setelah mendapatkan persetujuan RUPS.


(26)

14

5. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan.

6. Laba tahun yang lalu, berupa laba bersih yang diperoleh pada tahun-tahun yang lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh RUPS. Jumlah laba tahun yang lalu yang diperhitungkan sebagai bagian modal inti hanya sebesar 50 persen nya. Jika bank mempunyai saldo rugi pada tahun-tahun yang lalu, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang modal inti.

7. Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak. Laba tahun buku berjalan yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50 persen nya. Jika bank mengalami kerugian pada tahun buku berjalan, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.

8. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan. Bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan dengan bagian nilai penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut. Yang dimaksud dengan anak perusahaan adalah bank atau perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan lainnya yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh bank.

Komponen modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang tidak di bentuk dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya tidak dipersamakan dengan modal, yang meliputi:

1. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jendral Pajak.

2. Cadangan penghapusan atas aktiva yang diklasifikasikan, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba-rugi (income statement) bank pada tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif bank.


(27)

3. Modal kuasi, yaitu berupa modal yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal, misalnya pinjaman yang berjangka waktu sangat panjang dan tanpa pembebanan bunga pula.

4. Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman yang harus memenuhi berbagai syarat, seperti adanya perjanjian tertulis antara bank dan pemberi pinjaman, mendapatkan persetujuan dari Bank Sentral.

Seperti halnya sebuah perusahaan, fungsi modal bagi bank adalah untuk membiayai aktivanya sendiri di samping untuk menarik minat para kreditur serta untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Fungsi modal sebuah bank adalah (Ali, 2004):

1. Melindungi dana-dana masyarakat yang ditempatkan pada bank, dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan lain-lain.

2. Menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat menyangkut kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya yang telah jatuh tempo pada para pihak di luar bank. Di samping untuk memberikan keyakinan yang mantap bagi masyarakat bahwa bank akan senantiasa mampu terus menjalankan kegiatan operasionalnya, meskipun bank mengalami kerugian.

3. Memenuhi ketentuan minimum modal bank yang ditetapkan oleh otoritas moneter (Bank Indonesia). Ketentuan besaran modal minimum ini terutama ditujukan pada upaya melindungi kegiatan operasional bank agar jangan sampai terjadi gangguan akibat berbagai risiko yang dihadapi bank. Risiko-risiko tersebut meliputi risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional.

4. Membiayai sebagian unsur dalam aktiva bank, yang meliputi pembiayaan untuk fasilitas tanah dan gedung perkantoran bank, peralatan inventaris kantor bank serta untuk menunjang kegiatan operasional bank.

Dengan menghitung cermat kebutuhan pendanaan yang diperlukan untuk memenuhi keempat fungsi modal tersebut, bank dapat menentukan kebijakan struktur modal yang optimal.


(28)

16

2.6. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan

Struktur modal merupakan salah satu dari petunjuk yang menentukan besarnya tingkat resiko yang dihadapi. Tingkat pertumbuhan besaran neraca yang mempengaruhi komposisi dari unsur-unsur yang terdapat pada sisi aktiva dan pasiva akan merupakan aspek penting yang perlu dimonitor dalam proses pengendalian resiko. Terutama untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya hubungan korelasi yang negatif antara pertumbuhan nilai neraca dan kemampuan bank dalam melakukan penyesuaian atas besaran modal yang diperlukan untuk mengakomodasinya (Ali, 2004).

Porsi modal bank yang tinggi akan mempengaruhi besarnya perolehan laba bank (profitability). Sebaliknya, porsi modal bank yang rendah akan membatasi kemampuan pertumbuhan besaran aset bank dan mempengaruhi pula kepercayaan masyarakat serta penilaian para deposan dan debitur terhadap luasnya cakupan serta kemampuan kegiatan operasional bank. Dengan demikian, pada gilirannya, terbatasnya modal bank menjadi penghalang dari peningkatan earning capacity yang mampu diraih bank tersebut.

Pengaruh dari modal terhadap perolehan laba bank (profit) yang merupakan salah satu indikator dari kinerja keuangan juga disampaikan oleh Naceur dan Omran dalam Mostafa et al (2011) yang mengatakan bahwa bank capitalization has a positively significant impact on the net interest margin, cost efficiency and profits. Sementara Weber dan Darbellay dalam Mostafa et al (2011) menunjukan hubungan kebutuhan modal dengan stabilitas finansial suatu bank dengan mengatakan bahwa bank capital requirements are included in numerous legal frameworks with the aim of guaranteeing banks financial stability. Maka dari itu kecukupan modal perbankan diperlukan sebagai alat untuk memantau kegiatan bank dalam menahan kerugian yang muncul dan untuk mempertahankan kinerjanya sebagaimana yang dikatakan Mostafa et al (2011) bahwa capital adequacy as a buffer against losses and failure, is one of the main tools used to monitor banks.


(29)

Ali (2004) melanjutkan bahwa manajemen wajib menjaga besaran modal minimum sebagai bagian dari tingkat kesehatan bank dalam jangka panjang untuk mencapai pendapatan (earning).

Sementara Fahmi dan Hadi (2010) dengan jelas menyatakan hubungan struktur modal dan kinerja bank dengan mengatakan bahwa keadaan struktur modal akan berakibat langsung pada posisi keuangan perusahaan sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan.

2.7. Penelitian Terdahulu

Lestari (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Struktur Modal Terhadap Laba Bersih Pada Bank Rakyat Indonesia (Periode 2000-2004). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga parameter struktur modal perbankan yaitu CR, CAR, dan REA berpengaruh terhadap laba bersih secara tidak nyata. Struktur modal yang paling efektif terhadap laba bersih adalah Rasio Ekuitas dan Aktiva Produktif (REA).

Penelitian lain dilakukan oleh Mahardian (2008) dengan judul Analisis Pengaruh Rasio CAR, BOPO, NPL, NIM dan LDR Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan (Studi Kasus Perusahaan Perbankan yang Tercatat di BEJ Periode Juni 2002 – Juni 2007). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh CAR, BOPO, NPL, NIM dan LDR terhadap ROA sebagai proksi dari kinerja keuangan dengan menggunakan data laporan keuangan publikasi triwulanan perusahaan perbankan yang tercatat di BEJ periode Juni 2002 hingga Juni 2007 terhadap 24 perusahaan sampel yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel CAR yang merupakan indikator kecukupan modal bank berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA yang merupakan proksi dari kinerja keuangan.

Kusumajaya (2011) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Struktur Modal dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Profitabilitas dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 27 perusahaan manufaktur yang ditentukan dengan metode purposive sampling dan pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis jalur (path analysis) dengan alat bantu aplikasi


(30)

18

SPSS versi 13.0. Salah satu hasil penelitian ini menunjukan bahwa struktur modal yang diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas yang diukur dengan Return On Equity

(ROE), yang sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa profitabilitas merupakan salah satu indikator dari penilaian kinerja keuangan.

Sandyo (2012) melakukan penelitian mengenai Analisis Hubungan Antara Struktur Modal dengan Profitabilitas PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. (BRI). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keadaan struktur modal BRI tahun 2011, menganalisis keadaan profitabilitas BRI tahun 2006-2011, menganalisis hubungan antara struktur modal dengan profitabilitas BRI, dan menganalisis unsur inti struktur modal yang memiliki hubungan paling kuat dengan profitabilitas BRI. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data laporan keuangan BRI periode 2006-2011. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi dan analisis trend dengan MINITAB 16 dan Microsoft Excel 2007 sebagai alat pengolahan data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan penurunan keadaan struktur modal BRI selama periode penelitian, namun BRI mampu mempertahankan tingkat keamanan dan kesehatannya. Hasil lain dari penelitian ini, diketahui bahwa unsur struktur modal yang memiliki tingkat keeratan yang sangat kuat dan nyata adalah laba ditahan dan jumlah Dana Pihak Ketiga.

Penelitian lain dilakukan oleh Astuti (2012) dengan judul Analisis Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan: Studi Kasus Pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2010. Pengujian dilakukan terhadap 20 perusahaan perbankan yang masih tercatat di BEI sampai dengan tahun 2010 dengan menggunakan variabel

ROA, ROE dan TOBINS’Q sebagai variabel terikat (dependen) yang

mewakili kinerja keuangan dan variabel equity-asset ratio (ECAP), Earning Risk (SDROE), SIZE (ukuran perusahaan berdasarkan kepemilikan aset) dan

total loan terhadap total asset (LOAN) sebagai variabel bebas (independen). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi data panel dengan bantuan software Eview 7. Hasil dari


(31)

penelitian ini menunjukan bahwa struktur modal perbankan lebih banyak didanai oleh hutang dibandingkan ekuitas dimana sebagian besar hutang tersebut, yakni sebesar 90% berasal dari simpanan nasabah (dana pihak ketiga). Sementara analisis pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan menunjukan bahwa sebagian besar variabel struktur modal berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan bank.


(32)

20

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Kegiatan utama bank sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary) adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit yang diberikan atau penanaman bentuk lain. Menghimpun dana masyarakat berarti bank harus mampu membayar kompensasi bunga atas dana yang dihimpun dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk memperoleh keuntungan. Melalui proses kegiatan tersebut bank mengemban resiko yang harus dihadapi, yakni beban bunga yang harus ditanggung terhadap nasabahnya dan resiko kredit yang tidak kembali dari debiturnya (macet). Selain itu, dalam kegiatan mobilisasi dan penanaman dana sangat ditentukan juga kemampuan bank apakah mereka dapat atau tidak mengelola berbagai resiko yang berkaitan dengan usahanya.

Informasi mengenai hasil operasi dan kemampuan bank dalam mengelola resiko dapat dicerminkan dari kondisi keuangannya, seperti kemampuan melunasi hutang, kemampuan memenuhi kewajiban bunga kepada nasabah, maupun keberhasilan bank dalam menjaga kualitas kreditnya dan meningkatkan besarnya modal sendiri. Sementara kondisi keuangan bank dalam suatu periode tertentu digambarkan secara jelas dalam laporan keuangan sehingga bank perlu melakukan analisis terhadap laporan keuangan untuk mengukur kinerja keuangannya.

Salah satu cara dan teknik dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan adalah dengan menggunakan analisis rasio yang dapat mengukur kemampuan permodalan bank (solvabilitas) dan kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban (likuiditas) juga kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan (profitabiltas) yang merupakan salah satu cara dalam mengukur kinerja keuangan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh struktur modal yang diukur oleh Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Debt to Equity Ratio


(33)

(NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan Rasio Beban Operasional (BOPO). Berikut adalah gambaran kerangka pemikiran dari penelitian ini.

Gambar 1. Kerangka pemikiran

3.2. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

H0: Struktur modal (CAR dan DER) secara bersama-sama berpengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan (NPL, LDR, ROA, ROE, dan BOPO) pada perbankan Indonesia.

H1: Struktur modal (CAR dan DER) secara bersama-sama tidak berpengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan (NPL, LDR, ROA, ROE, dan BOPO) pada perbankan Indonesia.

Struktur Modal (Solvabilitas) :

1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

2. Debt to Equity Ratio (DER)

Bank

Laporan Keuangan

Kinerja Keuangan

(Likuiditas & Profitabilitas) :

1. Non Performing Loan (NPL)

2. Loan to Deposit Ratio (LDR)

3. Return On Asset (ROA)

4. Return On Equity (ROE)

5. Rasio Beban Operasional (BOPO)

Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan

(Structural Equation Modelling)

Hasil


(34)

22

Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. CAR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal (H0).

Sedangkan, H1 menyatakan bahwa CAR tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap struktur modal.

2. DER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal (H0).

Sedangkan, H1 menyatakan bahwa DER tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap struktur modal.

3. NPL memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan (H0).

Sedangkan, H1 menyatakan bahwa NPL tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan.

4. LDR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan (H0).

Sedangkan, H1 menyatakan bahwa LDR tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan.

5. ROA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan (H0).

Sedangkan, H1 menyatakan bahwa ROA tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan.

6. ROE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan (H0).

Sedangkan, H1 menyatakan bahwa ROE tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan.

7. BOPO memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan (H0).

Sedangkan, H1 menyatakan bahwa BOPO tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan. 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Juli 2013 dengan lokasi penelitian di Bursa Efek Indonesia (data sekunder).

3.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu berupa laporan tahunan (annual report) perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2007 sampai dengan 2012.


(35)

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Structural Equation Modeling (SEM) yaitu suatu teknik analisis multivariat yang dapat digunakan untuk menganalisis beberapa hubungan dependen sekaligus secara simultan. Selain itu, SEM juga memberikan efisiensi secara statistik.

3.5.1. Penetapan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu sebanyak 32 bank. Sementara sampel yang dipilih adalah sebanyak 26 bank dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling yang merupakan teknik

sampling dimana sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah representasi dari populasi sampel yang ada. Kriteria dalam pengambilan sampel tersebut adalah perusahaan perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum tahun awal penelitian, yakni tahun 2007 dan masih terdaftar di Bursa Efek Indonesia hingga saat ini.

Dalam penelitian ini terpilih sampel sebanyak 26 bank yang terdiri dari Bank Panin, BII, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank Permata, Bank Artha Graha, Bank OCBC NISP, BNI, Bank Mutiara, Bank Mayapada, Bank Victoria, Bank Mega, BCA, Bank Nusantara Parahyangan, Bank Pundi, Bank of India Indonesia, Bank ICB Bumiputera, Bank QNB Kesawan, Bank Mandiri, BRI Agroniaga, BRI, Bank Bumi Artha, Bank Bukopin, Bank Himpunan Saudara, Bank Windu Kentjana dan Bank Capital. Sedangkan 6 bank dalam populasi yang tidak dipilih menjadi sampel adalah Bank Ekonomi Raharja, BTPN, BTN, Bank Jabar, Bank Sinarmas dan Bank Jatim. Keenam bank tersebut tidak masuk kedalam kriteria yang ditentukan karena baru terdaftar di Bursa Efek Indonesia setelah tahun penelitian, yaitu setelah tahun 2007.


(36)

24

3.5.2. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan analisis yang berguna untuk menggambarkan besar kecilnya tingkat variabel dalam suatu penelitian. Statistik deskriptif yang digunakan antara lain rata-rata (mean), maksimum dan minimum. Deskripsi variabel penelitian dalam penelitian ini mengenai analisis rasio keuangan dan struktur modal. 3.5.3. Structural Equation Modelling (SEM)

Menurut Bollen dan Long dalam Wijanto (2008), prosedur SEM secara umum mengandung tahap-tahap sebagai berikut:

1. Spesifikasi model (model specification)

Tahap ini berkaitan dengan pembentukan model awal persamaan struktural, sebelum dilakukan estimasi. Model awal diformulasikan berdasarkan suatu teori atau penelitian sebelumnya.

2. Identifikasi (identification)

Tahap ini berkaitan dengan pengkajian tentang kemungkinan diperolehnya nilai yang unik untuk setiap parameter yang ada di dalam model dan kemungkinan persamaan simultan tidak ada solusinya.

3. Estimasi (estimation)

Tahap ini berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk menghasilkan nilai-nilai parameter dengan menggunakan salah satu metode estimasi yang tersedia. Pemilihan metode estimasi yang digunakan seringkali ditentukan berdasarkan karakteristik dari variabel-variabel yang dianalisis.

4. Uji kecocokan (testing fit)

Tahap ini berkaitan dengan pengujian kecocokan antara model dengan data. Beberapa kriteria ukuran kecocokan atau goodness of fit yang dapat digunakan untuk melaksanakan langkah ini antara lain:

a. X2 (Chi Square Statistic) dan probabilitas

Alat uji fundamental untuk mengukur overall fit adalah


(37)

jika mempunyai chi square = 0 yang berarti tidak ada perbedaan. Tingkat signifikan penerimaan yang

direkomendasikan adalah p ≥ 0,05 yang berarti matriks input

sebenarnya dengan matriks input yang diprediksi tidak berbeda secara statistik.

b. CMIN/DF (Normed Chi Square)

CMIN/DF adalah ukuran yang diperoleh dari nilai chi square

dibagi degree of freedom. Nilai yang direkomendasikan untuk menerima kesesuaian sebuah model adalah nilai CMIN/DF yang lebih kecil atau sama dengan 2,00.

c. GFI (Goodness of Fit Index)

Digunakan untuk menghitung proporsi tertimbang dari varian dalam matriks kovarian sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarian populasi yang terestimasikan. Indeks ini mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dengan residual kuadrat model yang diprediksi dibandingkan dengan data yang sebenarnya. Nilai Goodness of Fit Index biasanya dari nol sampai satu. Nilai yang lebih baik mendekati satu mengindikasikan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik.

d. AGFI (adjusted GFI)

AGFI merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan degree of freedom yang tersedia untuk menguji diterima tidaknya model. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah mempunyai nilai sama atau lebih besar dari 0,9.

e. TLI (Tucker-Lewis Index)

TLI adalah sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah

baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah lebih besar atau sama dengan 0,9 dan nilai mendekati 1.


(38)

26

5. Respesifikasi (respecification)

Tahap ini berkaitan dengan respesifikasi model berdasarkan atas hasil uji kecocokan tahap sebelumnya.


(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

Pasar modal di Indonesia atau saat ini dikenal dengan nama Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki peran yang strategis dalam pembangunan nasional sebagai salah satu pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat, hal ini di atur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Jumlah emiten subsektor perbankan di BEI dari tahun 2005 hingga 2010 terus mengalami peningkatan.

Pada tahun 2005 tercatat sebanyak 23 emiten pada subsektor perbankan, yaitu Bank Pan Indonesia Tbk. (PNBN), Bank Lippo Tbk. (LPBN), Bank Internasional Indonesia Tbk. (BNII), Bank Niaga Tbk. (BNGA), Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN), Bank Permata Tbk. (BNLI), Bank Artha Graha Internasional Tbk. (INPC), Bank NISP Tbk. (NISP), Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Bank Mutiara Tbk. (BCIC), Bank Mayapada Internasional Tbk. (MAYA), Bank Victoria Internasional Tbk. (BVIC), Bank Mega Tbk. (MEGA), Bank Central Asia Tbk. (BBCA), Bank UOB Buana Tbk. (BBIA), Bank Artha Niaga Kencana (ANKB), Bank Nusantara Parahyangan Tbk. (BBNP), Bank Pundi Indonesia (BEKS), Bank Swadesi Tbk. (BSWD), Bank ICB Bumiputera Tbk. (BABP), Bank Kesawan Tbk. (BKSW), Bank Mandiri (persero) Tbk. (BMRI), dan Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI). Bank Global Internasional Tbk. tidak ikut terhitung sebagai emiten pada tahun 2005 meskipun telah terdaftar sejak tahun 1997 karena melakukan delisting di tahun 2005.

Pada tahun 2006 jumlah emiten mengalami peningkatan menjadi 26 bank dengan pencatatan tiga emiten baru yaitu Bank Bukopin Tbk. (BBKP), Bank Bumi Artha Tbk. (BNBA) dan Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. (SDRA). Pada tahun berikutnya yaitu 2007 Bank Artha Niaga Kencana Tbk. melakukan delisting pada tanggal 31 Agustus 2007, namun ada penambahan dua emiten baru yaitu Bank Windu Kentjana Internasional Tbk. (MCOR) dan Bank Capital Indonesia Tbk. (BACA) serta Bank Agroniaga (AGRO) yang baru bergabung di BEI karena sebelumnya tercatat di Bursa Efek Surabaya.


(40)

28

Dengan demikian jumlah emiten perbankan di akhir tahun 2007 tercatat 28 bank.

Pada tahun 2008, terdapat dua bank yang mencatatkan perusahaannya di BEI yaitu Bank Ekonomi Raharja, Tbk. (BAEK) dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. (BTPN). Namun selain terjadi dua pencatatan emiten baru, terdapat dua bank juga yang menyatakan untuk tidak lagi mencatatkan sahamnya di bursa yaitu Bank Lippo dan Bank UOB Buana, sehingga jumlah emiten pada tahun 2008 tetap sebanyak 28 bank.

Pada Tahun 2009, Bank Tabungan Negara (Persero) (BBTN) mencatatkan sahamnya pada subsektor perbankan, sehingga terdapat tambahan satu emiten dari tahun 2008 menjadi 29 emiten di tahun 2009. Selanjutnya di tahun 2010 juga terjadi penambahan jumlah emiten menjadi 31 emiten dimana Bank Sinarmas (BSIM) dan Bank BPD Jabar dan Banten (BJBR) ikut mencatatkan sahamnya di BEI. Sementara di tahun 2012 BPD Jatim (BJTM) juga ikut mencatatkan sahamnya di bursa sehingga jumlah emiten subsektor keuangan sampai dengan tahun 2012 adalah sebesar 32 bank.

4.2. Struktur Modal

4.2.1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

CAR merupakan rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi rasio CAR suatu bank menunjukan bahwa bank tersebut semakin kuat permodalannya.

Berdasarkan Tabel 1 mengenai CAR dari 26 perusahaan perbankan mempunyai rata-rata CAR sebesar 16,82%. Nilai tersebut menunjukan angka yang relatif besar dan mengindikasikan bahwa penyediaan modal minimum perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 secara rata-rata cukup aman karena telah dapat memenuhi Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14/18/PBI/2012 yang mengatakan bahwa penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah 8% untuk bank dengan profil resiko peringkat 1 (satu), sementara untuk bank dengan profil resiko peringkat


(41)

4 (empat) atau 5 (lima) ditetapkan penyediaan modal minimum sebesar 11% sampai dengan 14%.

Berikut adalah data mengenai CAR di 26 perusahaan perbankan pada tahun 2007 sampai dengan 2012 (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata CAR

No Bank 2007

(%) 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%) 2011 (%) 2012 (%) Rata-Rata (%)

1 PNBN 21.58 20.31 21.53 16.65 17.45 14.67 18.70

2 BNII 19.81 18.70 14.78 12.51 11.83 12.83 15.08

3 BNGA 17.06 15.60 13.88 13.47 13.16 15.16 14.72

4 BDMN 20.30 15.40 20.70 16.00 17.60 18.90 18.15

5 BNLI 13.30 10.80 12.10 14.05 14.07 15.86 13.36

6 INPC 12.18 14.90 13.77 13.65 12.65 16.45 13.93

7 NISP 17.75 18.95 20.45 17.63 13.75 16.49 17.50

8 BBNI 15.70 13.50 13.80 18.60 17.60 16.70 15.98

9 BCIC 12.20 -22.29 10.02 11.16 9.41 10.09 5.10

10 MAYA 29.95 23.69 17.05 20.40 14.68 10.93 19.45

11 BVIC 15.43 22.77 16.86 10.80 14.86 17.96 16.45

12 MEGA 11.84 16.09 18.01 15.03 11.86 19.18 15.34

13 BBCA 19.22 15.78 15.33 13.50 12.75 14.20 15.13

14 BBNP 17.00 14.04 12.56 12.76 13.45 12.17 13.66

15 BEKS 11.82 9.34 8.02 41.42 12.02 13.27 15.98

16 BSWD 20.64 33.27 32.90 26.91 23.19 21.10 26.34

17 BABP 11.86 11.78 11.19 12.55 10.12 11.21 11.45

18 BKSW 10.36 10.43 12.56 9.92 45.75 27.76 19.46

19 BMRI 21.10 15.70 15.70 13.40 15.00 15.30 16.03

20 AGRO 17.27 12.58 19.63 14.95 16.39 14.80 15.94

21 BBRI 15.84 13.18 13.20 13.76 14.96 16.95 14.65

22 BNBA 34.30 31.15 28.08 24.64 19.96 19.18 26.22

23 BBKP 12.84 11.20 14.36 12.55 12.71 16.34 13.33

24 SDRA 15.06 12.75 13.96 19.69 13.38 14.70 14.92

25 MCOR 30.68 18.02 16.88 17.12 11.67 13.86 18.04

26 BACA 50.37 28.40 46.79 29.29 21.58 18.00 32.41

Rata-Rata 16.82

Perusahaan perbankan yang memiliki CAR lebih besar dari rata-rata ditunjukan oleh 9 bank, dimana rata-rata-rata-rata CAR tertinggi (maksimum) ditunjukan oleh Bank Capital Indonesia sebesar 32,41%. Sedangkan perusahaan perbankan yang memiliki CAR lebih kecil dari rata-rata ditunjukan oleh 17 bank, dimana rata-rata CAR terendah (minimum) ditunjukan oleh Bank Mutiara Tbk. sebesar 5,10%.

Pada dasarnya, hampir seluruh bank telah mampu memenuhi penyediaan modal minimum untuk profil resiko peringkat empat dan lima dengan ditunjukan oleh CAR dari 25 bank yang berada di kisaran 11% sampai dengan 14% atau lebih. Sementara sisa satu bank yang


(42)

30

tidak memenuhi penyediaan modal minimum ditunjukan oleh Bank Mutiara yang mengindikasikan adanya masalah permodalan dalam bank tersebut. Hal ini terjadi karena Bank Mutiara mengalami defisiensi modal pada tahun 2008 akibat ketidakhati-hatian pihak internal bank dalam menjalankan aturan regulator dan kelemahan dalam mengatur

risk management khususnya resiko operasional. 4.2.2. Debt to Equity Ratio (DER)

DER atau rasio hutang atas modal merupakan perbandingan antara hutang perusahaan terhadap jumlah modalnya. Pada umumnya semakin tinggi rasio ini, maka semakin kecil kemampuan bank dalam membayar seluruh hutangnya dengan menggunakan modal sendiri.

Berikut adalah data mengenai DER di 26 perusahaan perbankan pada tahun 2007 sampai dengan 2012 (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata DER

No Bank 2007

(kali) 2008 (kali) 2009 (kali) 2010 (kali) 2011 (kali) 2012 (kali) Rata-Rata (kali)

1 PNBN 5.33 6.25 5.62 7.07 6.85 7.51 6.44

2 BNII 9.28 10.24 10.23 9.07 10.93 10.98 10.12

3 BNGA 9.32 10.09 8.55 9.43 8.11 7.74 8.87

4 BDMN 7.00 8.66 5.19 5.39 4.53 4.42 5.87

5 BNLI 8.92 11.42 10.37 8.21 10.09 9.55 9.76

6 INPC 16.88 12.98 15.02 15.19 15.62 9.61 14.22

7 NISP 7.50 7.95 7.26 7.60 8.08 7.84 7.71

8 BBNI 9.65 12.07 10.88 6.50 6.92 6.67 8.78

9 BCIC 17.56 -4.64 12.24 12.93 12.11 11.26 10.24

10 MAYA 3.75 4.80 6.68 5.81 6.79 8.30 6.02

11 BVIC 12.07 9.67 10.70 12.89 8.74 8.77 10.47

12 MEGA 10.88 11.15 10.66 10.82 11.70 9.41 10.77

13 BBCA 9.66 9.55 9.14 8.51 8.09 7.54 8.75

14 BBNP 11.13 9.86 9.56 9.17 10.28 11.42 10.24

15 BEKS 10.63 15.94 -32.00 5.10 11.94 10.75 3.73

16 BSWD 8.41 3.82 4.09 3.94 5.01 5.81 5.18

17 BABP 10.84 11.47 12.48 11.38 11.05 9.42 11.11

18 BKSW 15.55 15.01 12.19 13.55 3.02 4.38 10.62

19 BMRI 9.91 10.75 10.24 9.83 7.81 7.31 9.31

20 AGRO 11.65 10.16 7.53 10.07 9.03 9.89 9.72

21 BBRI 9.48 10.01 10.63 10.02 8.43 7.50 9.34

22 BNBA 4.27 4.20 4.74 5.05 5.22 5.67 4.86

23 BBKP 16.53 14.08 13.63 15.42 12.07 12.15 13.98

24 SDRA 7.17 8.88 8.50 7.26 9.75 13.19 9.12

25 MCOR 6.46 7.02 8.30 7.36 10.58 7.60 7.89

26 BACA 5.68 7.82 5.86 7.10 6.72 7.62 6.80


(43)

Berdasarkan Tabel 2 mengenai DER dari 26 perusahaan perbankan mempunyai rata-rata DER sebesar 8,84. Nilai tersebut menunjukan angka yang relatif besar dan mengindikasikan bahwa komposisi struktur modal perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 secara rata-rata memiliki porsi hutang yang lebih besar dibandingkan dengan ekuitas (modal sendiri).

Perusahaan perbankan yang memiliki DER lebih besar dari rata-rata ditunjukan oleh 15 bank, dimana rata-rata-rata-rata DER tertinggi (maksimum) ditunjukan oleh Bank Artha Graha International Tbk. sebesar 14,22. Sedangkan perusahaan perbankan yang memiliki DER lebih kecil dari rata-rata ditunjukan oleh 11 bank, dimana rata-rata DER terendah (minimum) ditunjukan oleh Bank Pundi Indonesia Tbk. sebesar 3,73.

Sampai dengan saat ini tidak ada ketentuan khusus yang mengatur mengenai standar DER terbaik, namun dengan melakukan analisis DER yang juga merupakan salah satu rasio leverage dapat dilihat proporsi sumber dana yang diperoleh dan digunakan sebagai struktur modal bank untuk mengakomodasi kegiatan operasionalnya. Keputusan mengenai struktur modal umumnya termasuk dalam keputusan jangka panjang perusahaan (Astuti, 2012). Hal ini dapat dilihat dari perubahan DER yang tidak mengalami perubahan secara signifikan di setiap tahunnya, karena perubahan komposisi struktur modal yang signifikan menggambarkan adanya keputusan besar dari manajemen untuk merubah strategi yang akan digunakannya. Namun, perubahan tersebut juga dapat terlihat ketika terjadi permasalahan keuangan dalam internal bank.

Bank yang mengalami perubahan yang cukup signifikan pada DER adalah Bank Pundi dan Bank Mutiara. Pada tahun 2008 DER Bank Pundi sebesar 15,94 dan merosot manjadi -32,00 pada tahun 2009. Perubahan yang signifikan ini terjadi karena Bank Pundi mengalami defisiensi modal sebesar Rp 46.694 juta dan kerugian operasional sebesar Rp 170.562 juta terutama karena kerugian


(44)

32

penurunan nilai atas aset keuangan dan non keuangan yang disebabkan oleh menurunnya kemampuan debitur dan penurunan nilai agunan yang diambil alih serta meningkatnya rasio pinjaman yang bermasalah.

Perubahan signifikan lainnya ditunjukan oleh Bank Mutiara dimana pada tahun 2007 DER sebesar 17,56 langsung merosot di tahun 2008 menjadi -4,64 di tahun 2008. Hal ini juga diakibatkan oleh adanya defisiensi modal yang dialami bank tersebut. Berdasarkan informasi lain yang diperoleh dari laporan keuangan perbankan selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, sebagian besar hutang yang digunakan oleh bank merupakan dana yang berasal dari simpanan nasabah yang juga merupakan dana pihak ketiga sebagaimana ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3. Proporsi rata-rata DPK terhadap Total Debt

No Bank

Rata-rata Total Debt (jutaan Rupiah) Rata-rata DPK (jutaan Rupiah) Proporsi Rata-rata DPK terhadap Total

Debt (%)

1 PNBN 83,710.33 66,220.50 79.11

2 BNII 69,626.50 57,334.83 82.35

3 BNGA 121,221.50 107,744.17 88.88

4 BDMN 100,094.50 77,574.00 77.50

5 BNLI 68,911.33 60,956.67 88.46

6 INPC 14,951.17 13,516.67 90.41

7 NISP 44,639.33 38,945.83 87.25

8 BBNI 221,186.50 196,859.00 89.00

9 BCIC 10,617.17 9,149.17 86.17

10 MAYA 8,326.00 7,764.50 93.26

11 BVIC 8,287.67 7,164.83 86.45

12 MEGA 43,910.33 38,950.67 88.71

13 BBCA 282,612.83 269,179.00 95.25

14 BBNP 4,772.50 4,541.33 95.16

15 BEKS 2,995.00 2,835.67 94.68

16 BSWD 1,418.00 1,355.83 95.62

17 BABP 6,573.33 6,022.00 91.61

18 BKSW 2,523.67 2,429.33 96.26

19 BMRI 405,638.33 353,898.83 87.24

20 AGRO 2,879.83 2,559.00 88.86

21 BBRI 328,642.17 298,524.50 90.84

22 BNBA 2,147.17 2,082.00 96.96

23 BBKP 42,612.83 38,665.50 90.74

24 SDRA 3,292.67 2,937.17 89.20

25 MCOR 3,589.00 3,470.50 96.70

26 BACA 3,072.50 2,594.67 84.45

Rata-rata 89.66

Berdasarkan Tabel 3, secara rata-rata perbankan menggunakan hampir 90% dana pihak ketiga dari total hutang nya. Bank Bumi Artha


(45)

merupakan bank yang mempunyai proporsi dana pihak ketiga terhadap total hutang tertinggi (maksimum), yaitu dengan proporsi sebesar 96,96% sementara proporsi terendah (minimum), yaitu 77,50% dimiliki oleh Bank Danamon Indonesia Tbk.

4.3. Kinerja Keuangan

4.3.1. Non Performing Loan (NPL)

Rasio NPL merupakan rasio yang memperlihatkan kualitas pada pengelolaan penyaluran kredit perbankan. Semakin tinggi nilai NPL maka semakin buruk kualitas kreditnya dan begitupun sebaliknya. Berikut adalah data mengenai NPL di 26 perusahaan perbankan pada tahun 2007 sampai dengan 2012 (Tabel 4):

Tabel 4. Rata-rata NPL

No Bank 2007

(%) 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%) 2011 (%) 2012 (%) Rata-Rata (%)

1 PNBN 3.06 4.34 3.16 4.37 3.56 1.69 3.36

2 BNII 2.92 3.20 2.42 3.09 2.14 1.70 2.58

3 BNGA 3.03 2.51 3.06 2.59 2.64 2.29 2.69

4 BDMN 2.30 2.30 4.50 3.00 2.50 2.30 2.82

5 BNLI 4.60 3.50 4.00 2.65 2.04 1.37 3.03

6 INPC 3.77 3.49 3.47 2.58 2.96 0.85 2.85

7 NISP 2.48 2.63 3.12 1.99 1.26 0.91 2.07

8 BBNI 8.20 4.90 4.70 4.30 3.60 2.80 4.75

9 BCIC 3.46 35.17 27.59 24.84 6.24 3.90 16.87

10 MAYA 0.48 2.83 0.96 3.27 2.51 3.02 2.18

11 BVIC 2.39 2.54 3.00 5.04 2.38 2.30 2.94

12 MEGA 1.53 1.18 1.70 0.90 0.98 2.09 1.40

13 BBCA 0.80 0.60 0.70 0.60 0.50 0.40 0.60

14 BBNP 1.48 1.25 1.83 0.67 0.88 0.97 1.18

15 BEKS 15.17 15.49 27.91 50.96 9.12 9.95 21.43

16 BSWD 1.95 2.16 1.82 3.55 1.98 1.40 2.14

17 BABP 6.10 5.64 5.63 4.34 6.25 5.78 5.62

18 BKSW 6.81 4.08 5.70 2.08 1.56 0.73 3.49

19 BMRI 7.20 4.70 2.80 2.40 2.20 1.90 3.53

20 AGRO 6.54 5.92 7.48 8.82 3.55 3.71 6.00

21 BBRI 3.44 2.80 3.52 2.78 2.30 1.78 2.77

22 BNBA 2.27 1.92 2.15 2.25 1.07 0.63 1.72

23 BBKP 3.57 4.87 2.81 3.22 2.88 2.66 3.34

24 SDRA 1.18 1.17 1.29 1.76 1.65 1.99 1.51

25 MCOR 1.72 0.76 2.11 2.08 2.18 1.98 1.81

26 BACA 0.00 1.32 0.58 1.03 0.81 2.11 0.98

Rata-Rata 3.99

Berdasarkan Tabel 4 mengenai NPL dari 26 perusahaan perbankan mempunyai rata-rata NPL sebesar 3,99%. Nilai tersebut


(46)

34

mengindikasikan bahwa kualitas penyaluran kredit perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 secara rata-rata cukup aman karena masih dibawah batas maksimal yang ditetapkan sebagaimana dicantumkan dalam PBI No.15/2/PBI/2013, yakni sebesar 5%.

Perusahaan perbankan yang memiliki NPL lebih besar dari rata-rata ditunjukan oleh 5 bank, dimana rata-rata-rata-rata NPL tertinggi (maksimum) ditunjukan oleh Bank Pundi Tbk. sebesar 21,43%. Sedangkan perusahaan perbankan yang memiliki NPL lebih kecil dari rata-rata ditunjukan oleh 21 bank, dimana rata-rata NPL terendah (minimum) ditunjukan oleh Bank Central Asia Tbk. sebesar 0,60%. Terdapat 4 dari 5 bank yang memiliki NPL lebih besar dari rata-rata dan berada diatas batas maksimal yang ditetapkan, yakni Bank Mutiara (16,87), Bank Pundi (21,43), Bank Bumiputera (5,62) dan BRI Agro (6,00). NPL yang sangat besar dan tidak wajar ditunjukan oleh Bank Mutiara dan Bank Pundi yang memiliki masalah di internal bank tersebut sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

4.3.2. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Rasio ini dapat menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank yang menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya, namun LDR juga menunjukkan seberapa besar kredit yang diberikan perbankan dengan menggunakan simpanan nasabah (dana pihak ketiga) sebagai sumbernya, yang sekaligus menggambarkan fungsi intermediasi dari perbankan.

Berdasarkan Tabel 5 mengenai LDR dari 26 perusahaan perbankan mempunyai rata-rata LDR sebesar 76,15%. Nilai tersebut masih berada diluar target yang diharapkan oleh Bank Indonesia melalui PBI No.12/19/PBI/2010 yang menetapkan besaran batas bawah LDR sebesar 78% dan besaran batas atas LDR sebesar 100%.


(47)

Perusahaan perbankan yang memiliki LDR lebih besar dari rata-rata ditunjukan oleh 14 bank, dimana rata-rata-rata-rata LDR tertinggi (maksimum) ditunjukan oleh Bank Himpunan Saudara sebesar 92,88%. Sedangkan perusahaan perbankan yang memiliki LDR lebih kecil dari rata-rata ditunjukan oleh 12 bank, dimana rata-rata LDR terendah (minimum) ditunjukan oleh Bank Central Asia Tbk. sebesar 55,52%.

Berikut adalah data mengenai LDR di 26 perusahaan perbankan pada tahun 2007 sampai dengan 2012 (Tabel 5):

Tabel 5. Rata-rata LDR

No Bank 2007

(%) 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%) 2011 (%) 2012 (%) Rata-Rata (%)

1 PNBN 92.36 78.93 73.31 74.22 80.36 88.46 81.27

2 BNII 88.01 86.53 82.93 89.03 95.07 92.97 89.09

3 BNGA 79.30 87.84 95.11 88.04 94.41 95.04 89.96

4 BDMN 88.10 86.42 88.76 93.82 98.33 100.60 92.67

5 BNLI 88.00 81.80 90.60 87.46 83.06 89.52 86.74

6 INPC 82.22 93.47 84.04 76.13 82.21 87.42 84.25

7 NISP 91.28 79.77 73.26 80.00 87.04 86.79 83.02

8 BBNI 60.60 68.60 64.10 70.20 70.40 77.50 68.57

9 BCIC 38.49 93.16 81.66 70.86 83.90 82.81 75.15

10 MAYA 103.88 100.22 83.77 78.38 82.10 80.58 88.16

11 BVIC 55.92 55.46 50.43 40.22 63.62 67.59 55.54

12 MEGA 46.74 64.67 56.82 53.03 63.75 52.39 56.23

13 BBCA 43.61 53.78 50.27 55.16 61.67 68.60 55.52

14 BBNP 49.39 66.12 73.64 80.41 85.02 84.94 73.25

15 BEKS 78.05 71.01 79.21 52.83 66.78 83.68 71.93

16 BSWD 62.16 83.11 81.10 87.36 85.71 93.21 82.11

17 BABP 84.50 90.44 89.64 84.96 84.93 79.48 85.66

18 BKSW 68.46 74.66 66.97 71.65 75.48 87.37 74.10

19 BMRI 54.30 59.20 61.40 67.60 74.10 80.10 66.12

20 AGRO 77.02 94.36 80.99 85.68 65.79 82.48 81.05

21 BBRI 68.80 79.93 80.88 75.17 76.20 79.85 76.81

22 BNBA 51.99 59.86 50.58 54.18 67.53 77.95 60.35

23 BBKP 65.26 83.60 75.99 71.85 85.01 83.81 77.59

24 SDRA 93.87 102.20 94.94 100.20 81.70 84.39 92.88

25 MCOR 53.71 86.14 65.81 81.29 79.30 80.22 74.41

26 BACA 73.26 67.72 49.65 50.60 44.24 59.06 57.42

Rata-Rata 76.15

LDR yang masih dibawah harapan Bank Indonesia ini menandakan bahwa penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank masih belum optimal, karena terlalu berhati-hati dalam menyalurkan dana kredit untuk menghindari resiko-resiko yang muncul dari kredit macet, sehingga banyak bank yang menempatkan dananya dalam bentuk lain yang memiliki prospek yang baik seperti surat-surat berharga,


(1)

harapan Bank Indonesia sehingga pendapatan kredit yang diterima pun menjadi tidak maksimal, walaupun kualitas kredit yang digambarkan oleh NPL menunjukan hasil yang baik. Maka dari itu, tingkat LDR yang tidak maksimal tersebut menjadikannya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan sehingga kualitas kredit yang ditunjukan oleh NPL pun menunjukan ketidaksignifikanannya terhadap kinerja keuangan.

Pada Tabel 10 juga dapat dilihat secara keseluruhan korelasi antara variabel laten struktur modal terhadap variabel laten kinerja keuangan, dapat diketahui bahwa struktur modal berkorelasi secara negatif terhadap kinerja keuangan dengan nilai korelasi -1,00 artinya bahwa setiap naiknya struktur modal akan menurunkan kinerja keuangan sebanyak 1 skor.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Modigliani dan Miller yang mengatakan bahwa penggunaan hutang akan selalu lebih menguntungkan apabila dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri. Komposisi hutang perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 secara rata-rata memiliki porsi hutang yang lebih besar dibandingkan dengan modal sendiri sebesar 8,84 kali dimana hampir 90% komposisi hutang tersebut berasal dari dana pihak ketiga. Namun rasio hutang yang tinggi akan meningkatkan ancaman kebangkrutan untuk menjadi lebih berhati-hati dan tidak menghambur-hamburkan uang para pemegang saham (Kusumajaya, 2011). Kehati-hatian ini akan mempengaruhi kemampuan pertumbuhan besaran aset maupun profit yang ditunjukan dari rata-rata LDR yang merupakan salah satu indikator fungsi intermediasi perbankan yang masih dibawah harapan Bank Indonesia.

Selain itu, suatu perusahaan apabila memutuskan menggunakan hutang harus peka atau sensitif terhadap iklim bisnis karena hutang bisa memberikan keuntungan maupun kerugian terhadap perusahaan karena apabila biaya bunga yang dibebankan melebihi manfaat yang diberikan dari hutang yang digunakan, sehingga penggunaan ini akan merugikan


(2)

47

diakibatkan oleh kondisi atau iklim bisnis yang kurang menguntungkan. Hal ini dapat berlaku karena perbankan masih harus banyak menanggung beban operasional seperti beban bunga hutang, khususnya biaya bunga simpanan nasabah yang merupakan sumber hutang terbesar bank. Bahkan, untuk menjamin simpanan nasabah di LPS pun, bank harus mengeluarkan biaya premi sebesar 0,1% dari rata-rata saldo bulanan dalam setiap semester sesuai Undang-Undang No.7/2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Dengan bunga 0,1% tersebut, masih terdapat tunggakan pembayaran premi dari perbankan sebesar Rp 92,7 miliar atas kewajiban premi semester pertama di tahun 2013. Ketidakefisienan perbankan juga dapat menyebabkan kerugian atas penggunaan komposisi hutang yang lebih besar, dimana hasil penelitian ini secara rata-rata dari bank yang terdaftar di BEI dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 menunjukan BOPO yang cukup besar, yakni 93,02%.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Struktur modal perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 menggunakan perpaduan antara hutang dan modal sendiri (ekuitas) dengan komposisi penggunaan hutang yang lebih besar daripada ekuitas, dimana sebagian besar hutang yang digunakan tersebut berasal dari dana pihak ketiga (simpanan nasabah). Namun, penyediaan modal minimum yang disediakan bank masih berada dalam kondisi aman dan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.

b. Kinerja keuangan perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 secara rata-rata masih berada dibawah harapan Bank Indonesia. Hal ini ditunjukan oleh kemampuan likuiditas bank melalui LDR dan kemampuan rentabilitas bank melalui ROA, ROE dan BOPO yang masih belum memenuhi kriteria terbaik yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

c. Struktur modal memiliki pengaruh yang signifikan dengan nilai korelasi negatif yang berarti setiap kenaikan struktur modal akan terjadi penurunan pada kinerja keuangan karena perbankan yang komposisi struktur modalnya lebih banyak didanai oleh hutang, masih harus menanggung beban operasional yang lebih tinggi daripada manfaat yang diberikan atas penggunaan hutang tersebut. Sementara itu, variabel teramati struktur modal yang paling berkontribusi adalah CAR dan variabel teramati untuk kinerja keuangan yang paling banyak dipengaruhi adalah ROA.


(4)

49

2. Saran

a. Pihak manajemen bank harus mampu mengendalikan pengelolaan struktur modal atau manajemen pasiva dan mengidentifikasi sumber dana yang diperoleh agar dapat memaksimalkan sumber dana tersebut dengan biaya yang serendah-rendahnya sehingga sumber dana yang digunakan dapat dipastikan akan memberikan manfaat yang lebih tinggi daripada beban operasional yang harus ditanggung.

b. Sektor perbankan merupakan salah satu industri dengan tingkat resiko yang tinggi, maka investor harus selektif dalam memilih perusahaan sebagai tujuan investasi dengan memperhatikan track record yang dimiliki oleh bank. Selain itu, investor perlu melakukan monitoring terhadap tingkat efisiensi penggunaan sumber dana dari bank karena berdasarkan penelitian ini secara rata-rata bank yang terdaftar di BEI dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 menunjukan ketidakefisienan yang tinggi. c. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat

direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya yaitu menggali secara lebih terperinci komponen-komponen struktur modal pada neraca keuangan yang digunakan untuk kegiatan operasional perbankan berupa pos-pos neraca yang dapat dikategorikan sebagai struktur modal sehingga menciptakan variabel teramati untuk struktur modal yang lebih beragam dan mengetahui perbandingan hasil yang diperoleh dari struktur modal berupa rasio sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali M. 2004. Asset Liability Management Menyiasati Risiko Pasar dan Risiko Operasional dalam Perbankan. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo. Astuti MW. 2012. Analisis Pengaruh Struktur Modal terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan: Studi Kasus Pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2010 [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Berlin M. 2011. Can We Explain Banks’ Capital Structures? [jurnal]. Business

Review. Q2 (2011): 1-10.

Dendawijaya L. 2005. Manajemen Perbankan. Bogor (ID): Penerbit Ghalia Indonesia.

Dharmasaputra M, et al. 2012. Inovasi 17 Bank Mencipta Nilai, Membangun Negeri. Jakarta (ID): PT. Tempo Inti Media.

Fahmi I dan Hadi YL. 2010. Pengantar Manajemen Perkreditan. Bandung (ID): Alfabeta.

Ghozali I. 2008. Structural Equation Modeling Metode Alternatif Dengan Partial Least Square (PLS). Semarang (ID): Undip.

Hasibuan MSP. 2008. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Hutagalung EN, et al. 2011. Analisa Rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank

Umum di Indonesia [jurnal]. Jurnal Aplikasi Manajemen. 11(1): 122-130. Jumingan. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Kusumajaya DKO. 2011. Pengaruh Struktur Modal dan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Profitabilitas dan Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia [tesis]. Denpasar (ID): Universitas Udayana. Lestari IK. 2005. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Laba Bersih Pada Bank

Rakyat Indonesia (Periode 2000-2004) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mahardian P. 2008. Analisis Pengaruh Rasio CAR, BOPO, NPL, NIM dan LDR Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan (Studi Kasus Perusahaan Perbankan yang Tercatat di BEJ Periode Juni 2002 – Juni 2007) [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Martono. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta (ID): Ekonisia. Mostafa W, et al. 2011. The Effect of Bank Capital Structure and Financial

Indicators on CI’s Financial Strength Ratings: The Case of The Middle East [jurnal]. Banks and Bank Systems. 6(3): 5-13.

Sandyo RAS. 2012. Analisis Hubungan antara Struktur Modal dengan Profitabilitas PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.


(6)

xi

Sukarno KW dan Syaichu M. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum di Indonesia [jurnal]. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi. 3(2): 46-56.

Suyatno T, et al. 2003. Kelembagaan Perbankan Edisi Ketiga. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wijanto SH. 2008. Structural Equation Modeling Dengan Lisrel 8.8. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.