Validasi Sekunder Metode Uji Staphylococcus Aureus Pada Produk Susu Cair

VALIDASI SEKUNDER METODE UJI
STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA PRODUK SUSU CAIR

KARINA PUTRI WARDANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Validasi Sekunder
Metode Uji Staphylococcus aureus pada Produk Susu Cair adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Karina Putri Wardani
NIM F24090015

ABSTRAK
KARINA PUTRI WARDANI. Validasi Sekunder Metode Uji
Staphylococcus aureus pada Produk Susu Cair. Dibimbing oleh HARSI
DEWANTARI KUSUMANINGRUM.
Staphylococcus aureus adalah sekumpulan bakteri penghasil enterotoksin
yang berbentuk bulat seperti anggur, non motil, pembentuk spora dan bersifat
Gram positif. Bakteri ini biasa digunakan untuk mengidentifikasi tingkat sanitasi
dalam berbagai produk makanan dan minuman. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memverifikasi metode uji analisis Staphylococcus aureus secara kuantitatif
pada susu cair. Metode uji pada penelitian ini mengacu pada SNI 2332.9:2011.
Karakteristik kinerja yang dilakukan meliputi parameter akurasi (derajat
keterulangan kembali) dan presisi (RSD). Hasil menunjukkan nilai derajat
keterulangan kembali dari metode ini sebesar 106.23 - 124.30 % (inokulum 101)
dan 84.55 - 115.57 % (inokulum 102), serta nilai RSD sebesar 0.00173 %
(inokulum 101) dan 0.0422 % (inokulum 102). Dapat disimpulkan bahwa hasil

metode pengujian bakteri Staphylococcus aureus pada susu cair memiliki
karakteristik kinerja yang baik. Serangkaian uji tambahan seperti uji koagulase
menggunakan plasma kelinci dan staphylase test kit juga dilakukan, dan hasil
menunjukkan bakteri yang tumbuh setelah dilakukan spiking pada susu cair
adalah bakteri Staphylococcus aureus.
Kata kunci : Staphylococcus aureus, validasi, karakteristik kinerja, susu cair

ABSTRACT
KARINA PUTRI WARDANI. Secondary Validation for Staphylococcus
Aureus Analysis Test Method in Liquid Milk. Supervised by HARSI
DEWANTARI KUSUMANINGRUM.
Staphylococcus aureus is an enterotoxin bacteria which have coccus form,
non-motil, spore and Gram positive. These bacteria are used to identify sanitation
level in food and beverages products. This study aimed to validate quantitative
test method for enumeration of Staphylococcus aureus in liquid milk. The test
method used the reference from SNI 2332.9:2011. Several performance
characteristics such as accuration (percent recovery) and precision (RSD) were
evaluated. The results showed that percent recovery of the analysis method was
valued 106.23 - 124.30 % (inoculum 101), 84.55 - 115.57 % (inoculum 102), with
RSD valued 0.00173 (inoculum 101) and 0.0422 (inoculum 102). It can be

concluded that the results of test method Staphylococcus aureus bacteria in liquid
milk has good performance characteristics. Additional tests to confirm the
Staphylococcus aureus bacteria was also performed, such as coagulase test using
rabbit plasma and staphylase test kit. The results showed that the bacteria which
grow after spiking in the liquid milk was Staphylococcus aureus.
Keywords : Staphylococcus aureus, validation, performance characteristics,
liquid milk

VALIDASI SEKUNDER METODE UJI
STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA PRODUK SUSU CAIR

KARINA PUTRI WARDANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan
keberkahanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Validasi Sekunder Metode Uji Staphylococcus aureus pada Produk Susu Cair
dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum
selaku pembimbing utama yang telah memberikan masukan, kritik serta perhatian
kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir.
Hanifah Nuryani Lioe, Msi serta pihak Laboratorium Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan (LDITP) Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor yang telah berkenan membantu penulis selama penelitian.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Papa Drs. Imran Subekti
Soeriadinata dan Mama Rochmadina Siregar, SE yang selalu sabar, baik, lucu dan
tidak bosan memberikan motivasi, saran serta kasih sayang kepada penulis.

Terima kasih kepada kakak Randi Aditya, MSi atas segala bantuan, baik moril
maupun non moril, serta masukan yang sangat berguna bagi penulis. Terima kasih
juga kepada keluarga besar almarhum Opung Ibrahim Siregar atas perhatian dan
dukungan yang selalu tercurah untuk penulis.
Terima kasih kepada para teknisi di Laboratorium Mikrobiologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor terutama Teh Nurul dan
Mas Edi yang telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian. Terima
kasih juga kepada Mbak Arie dan Mbak Lira atas bantuan selama penelitian
penulis berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekanrekan ITP 46 atas segala bantuan selama penulis berkuliah dan penelitian, serta
pengalaman hidup yang tidak akan pernah penulis dapatkan di tempat lain.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Karina Putri Wardani

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

iv


DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

METODOLOGI PENELITIAN

4

Waktu dan Tempat

4

Bahan dan Alat

4


Metode Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemurnian Kultur Uji

12
12

Jumlah Koloni Staphylococcus aureus pada Media BPA (Baird Parker Agar) 12
Keberadaan Enzim Katalase pada Kultur Awal Bakteri Staphylococcus
aureus

13

Keberadaan Enzim Koagulase pada Kultur Awal Bakteri Staphylococcus
aureus

14


Jumlah Kultur Awal Bakteri Staphylococcus aureus setelah Inkubasi 24 Jam
di BHI Broth

15

Verifikasi Metode Uji Bakteri Staphylococcus aureus pada Produk Susu Cair 15
SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA


23

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Cemaran mikroba maksimum pada susu (SNI 7388:2009)
2 Parameter verifikasi untuk uji Mikrobiologi (USP 2007 dalam Ismail
2009)
3 Desain penelitian
4 Jumlah kultur awal pada BHI broth setelah inkubasi 24 jam pada suhu
(35±1) °C, dihitung pada media BPA yang diinkubasi secara aerob
5 Jumlah koloni pada kultur murni dan yang telah dilakukan spiking pada
susu cair yang ditambahkan pada media BPA

6 Jumlah perolehan kembali Staphylococcus aureus dengan perhitungan
mengacu pada SNI 2332.9:2011 (20 - 200 koloni) dengan 2 tingkat
inokulum yang dilakukan 6 kali ulangan
7 Nilai RSD dan % CV dari 6 kali ulangan
8 Hasil uji koagulase menggunakan plasma kelinci dan staphylase test
OXOID pada sampel kultur murni dan susu cair
9 Hasil uji katalase menggunakan H2O2
10 Hasil uji fermentasi manitol secara anaerob
11 Hasil uji Staphylococcus aureus pada susu cair (Sampel Susu
Pasteurisasi dan UHT)

1
3
8
15
16

17
17
19
19
20
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Diagram persiapan media BPA (Baird Parker Agar)
Persiapan kultur kerja Staphylococcus aureus
Cara kerja perhitungan jumlah koloni Staphylococcus aureus
Diagram verifikasi jumlah koloni Staphylococcus aureus pada susu cair
Kultur murni bakteri Staphylococcus aureus perbesaran 1000 kali
Hasil penambahan kultur awal bakteri Staphylococcus aureus pada
tingkat pengenceran 10 -5 sampai 10-7
Hasil uji katalase kultur awal bakteri Staphylococcus aureus
Tipe reaksi uji koagulase menggunakan staphylase test OXOID
Hasil uji koagulase kultur awal bakteri Staphylococcus aureus
menggunakan staphylase test OXOID
Tipe reaksi uji koagulase menggunakan plasma kelinci (SNI
2332.9:2011)
Hasil uji fermentasi manitol secara anaerob

5
6
8
11
12
13
13
14
15
18
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jumlah awal kultur Staphylococcus aureus
2 Perhitungan RSD kultur dengan inokulum 101
3 Perhitungan RSD kultur dengan inokulum 102

26
27
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan suatu hasil sekresi dari kelenjar susu hewan mammalia.
Susu dihasilkan dari beberapa hewan mammalia, seperti sapi, kerbau, kambing
serta domba, biasa diolah lebih lanjut untuk dikonsumsi oleh manusia (Walstra et.
al. 2006).
Susu disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena kandungan
zat gizinya yang lengkap. Selain air, susu mengandung protein, karbohidrat,
lemak, mineral, enzim-enzim, gas serta vitamin A, C dan D dalam jumlah
memadai (Astawan 2005). Meskipun susu memiliki potensi besar dalam
penyediaan nutrisi, tetapi ada batasan konsumsi susu dengan proporsi yang besar
dimana terdapat beberapa orang dewasa yang tidak memiliki daya tahan terhadap
laktosa (lactose intolerance) (Schmidt 1988). Susu yang pada umumnya
dikonsumsi masyarakat adalah susu olahan baik dalam bentuk cair (susu
pasteurisasi, susu UHT) maupun susu bubuk. Susu yang akan dikonsumsi harus
memenuhi beberapa persyaratan mutu, seperti batas cemaran mikroba maksimum.
Hal ini dapat dilihat pada SNI 7388:2009 tentang batas cemaran mikroba
maksimum pada susu.
Tabel 1. Cemaran mikroba maksimum pada susu (SNI 7388:2009)
Kategori Pangan
Susu segar (susu yang
tidak
dipasteurisasi)
untuk diproses lebih
lanjut (susu sapi, kuda,
kambing, dan ternak
lain)
Susu segar (susu yang
tidak
dipasteurisasi)
untuk
konsumsi
langsung (susu sapi,
kuda, kambing, dan
kerbau)

Jenis Cemaran Mikroba
ALT (30 °C, 72 jam)
Koliform
APM Escherichia coli
Salmonella sp.
Staphylococcus aureus

ALT (30 °C, 72 jam)
Koliform
APM Escherichia coli
Salmonella sp.
Staphylococcus aureus
Listeria monocytogenes
Campylobacter sp.
Susu pasteurisasi (tawar
ALT (30 °C, 72 jam)
Koliform
atau berperisa)
APM Escherichia coli
Salmonella sp.
Staphylococcus aureus
Listeria monocytogenes
Susu steril dan susu ALT (30 °C, 72 jam) setelah
UHT
(tawar
atau inkubasi selama 15 hari
berperisa)

Batas Maksimum
1 x 106 koloni/ml
2 x 101 koloni/ml
< 3/ml
Negatif/25 ml
1 x 102 koloni/ml
5 x 104 koloni/ml
2 x 101 koloni/ml
< 3/ml
Negatif/25 ml
1 x 102 koloni/ml
negatif/25 ml
negatif/25 ml
5 x 104 koloni/ml
2 x 101 koloni/ml
< 3/ml
Negatif/25 ml
1 x 102 koloni/ml
negatif/25 ml
< 10 koloni/0.1
ml

2
Untuk mengetahui kesesuaian suatu metode pengujian dengan persyaratan
mutunya, produk susu cair perlu diuji dengan metode yang valid dan metode
pengujian yang dilakukan perlu divalidasi. Validasi diperlukan untuk
mendapatkan hasil analisis yang valid/absah, dapat dipercaya, dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan kesesuaian dengan tujuan (Sukarno
2005).
Validasi adalah konfirmasi dengan pengujian dan penyediaan bukti
objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi (ISO
2008). Suatu laboratorium harus memvalidasi:
a. Metode tidak baku, misalnya dari diktat, textbook atau jurnal yang
belum diakui secara luas.
b. Metode yang didesain atau dikembangkan oleh laboratorium untuk
keperluan sendiri yang merupakan suatu kegiatan yang terencana dan
ditugaskan kepada personil yang cakap, dilengkapi dengan sumber daya
yang memadai.
c. Metode baku yang digunakan di luar lingkup yang dimaksudkan.
d. Metode baku yang dimodifikasi.
e. Metode baku untuk menegaskan dan mengonfirmasi bahwa metode itu
sesuai untuk penggunaan yang dimaksudkan.
(ISO 2008).
Validasi metode bermanfaat untuk mengevaluasi unjuk kerja suatu metode
analisis, menjamin prosedur analisis yang akurat, dan menekan sekecil-kecilnya
resiko penyimpangan yang timbul. Suatu metode analisis dikatakan absah jika
telah memenuhi syarat keberterimaan parameter validasi. Menurut Sac (2002),
karakteristik kinerja (performance characteristics) yang dilakukan dalam
memvalidasi metode adalah (1) akurasi, (2) presisi (repitabilitas, reproduktivitas,
presisi menengah), (3) sensitivitas, (4) spesifisitas (angka positif palsu dan angka
negatif palsu), (5) penetapan batas terendah dari kisaran hitung (limit deteksi), (6)
limit kuantitasi, (7) ketahanan, (8) kekasaran dan (9) linearitas.
Validasi primer dilakukan jika laboratorium menggunakan metode analisis
baru hasil pengembangan atau metode yang dimodifikasi terhadap suatu metode
standar. Validasi sekunder dilakukan untuk verifikasi jika laboratorium
menggunakan atau mengadopsi metode standar yang telah divalidasi. Tujuan
verifikasi adalah untuk memastikan bahwa laboratorium atau personel penguji
dapat menerapkan metode tersebut dengan baik (ketersediaan peralatan, fasilitas
pereaksi, penguji, keterampilan, dan kompetensi). Verifikasi juga bertujuan untuk
menjamin mutu hasil pengujian metode. Menurut USP (2007) dalam Ismail
(2009), untuk melakukan verifikasi terdapat beberapa parameter yang harus
diukur, yaitu spesifisitas untuk pengujian metode secara kualitatif serta akurasi
dan presisi untuk pengujian metode secara kuantitatif. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 2.

3
Tabel 2. Parameter Verifikasi untuk Uji Mikrobiologi (USP 2007 dalam Ismail
2009)
Parameter

Uji Kualitatif

Akurasi
Presisi
Spesifisitas
Limit deteksi
Limit kuantitasi
Linieritas
Kisaran hitung
Ketahanan
Repitabilitas
Kekasaran

Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak

Uji
Kuantitatif
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak

Validasi metode uji cemaran mikroba sedikit berbeda dengan validasi
metode uji kimia. Dalam cemaran mikroba sebagai CRM-nya (Certified Reference
Material) digunakan makhluk hidup yang dikenal sebagai kultur murni bakteri.
Metode rujukan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode SNI
2332.9:2011 untuk menguji keberadaan Staphylococcus aureus (BSN 2011).
Produk makanan yang digunakan diganti dengan sampel minuman susu cair.

4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Melakukan validasi sekunder atau verifikasi metode uji bakteri
Staphylococcus aureus berdasarkan SNI 2332.9:2011.
2. Memverifikasi metode standar pengujian dengan mengevaluasi
karakteristik kinerja, meliputi presisi dan akurasi sebagai
pembuktian kinerja metode uji bakteri Staphylococcus aureus pada
produk susu cair.
Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat memperoleh keabsahan
(validitas) metode analisis Staphylococcus aureus sehingga selanjutnya dapat
diterapkan dalam produk susu cair.

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai September 2013
di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu pasteurisasi,
susu UHT dan susu sterilisasi tanpa rasa. Media yang digunakan untuk pengujian
adalah Baird Parker Agar (BPA OXOID), Plate Count Agar (PCA OXOID), egg
yolk tellurite OXOID, Trypticase Soy Agar (TSA OXOID), Brain Heart Infusion
Broth (BHI DIFCO), Mannitol Salt Agar (MSA OXOID). Pereaksi yang
digunakan untuk pengujian adalah plasma kelinci dengan EDTA, staphylase test
kit OXOID, minyak paraffin steril, pereaksi pewarnaan gram, minyak imersi,
hidrogen peroksida (H2O2) 3 %. Larutan pengencer yang digunakan adalah
Butterfields Phosphate-Buffered Dilution Water (BPB) (90 ± 1) ml. Kultur yang
digunakan adalah Staphylococcus auerus (ATCC 25923).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri gelas
berdiameter 15 mm x 90 mm, tabung kaca, kaca preparat, tabung reaksi bertutup,
pipet ukur 1 ml, 5 ml, dan 10 ml, mikropipet 0.1 ml dan 1 ml beserta tipnya,
erlenmeyer 500 ml, gelas ukur 250 ml, batang penyebar (hockey stick)
berdiameter 3 - 4 mm panjang 15 - 20 cm serta panjang kemiringan sudut
penyebaran 45 - 55 mm, akuades, waterbath (45 ± 1) °C, bunsen, vortex,
inkubator (35±1) oC, lemari pendingin (refrigerator) bersuhu 0 - 5 °C, lemari
pembeku (freezer) bersuhu -20 hingga -15 °C, termometer raksa, hotplate, otoklaf,
mikroskop, oven pengering.

5
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu persiapan media dan bahan,
persiapan pengencer, persiapan kultur kerja, dan uji verifikasi jumlah koloni
Staphylococcus aureus pada susu cair.
Persiapan Media dan Bahan
Media BHI broth ditimbang sebanyak 3.7 gram dicampur dengan 100 ml
akuades. Media dipanaskan diatas hotplate dan diaduk hingga larut menggunakan
batang pengaduk, lalu dimasukkan ke dalam tabung bertutup masing-masing 2 - 3
ml. Tabung yang telah berisi media disterilisasi ke dalam otoklaf selama 15 menit
pada suhu 121 °C, kemudian didinginkan pada suhu 50 °C.
Media BPA (Baird Parker Agar) ditimbang sebanyak 6.3 gram dicampur
dengan 100 ml akuades. Media disterilisasi ke dalam otoklaf selama 15 menit
menit pada suhu 121 °C, kemudian didinginkan pada suhu 50 °C dan ditambahkan
dengan 5 ml egg yolk tellurite. Kemudian media dituangkan ke dalam masingmasing cawan petri sebanyal 15 - 20 ml. Cawan yang berisi media dibiarkan
memadat dan disimpan di dalam oven pengering pada suhu 30 oC selama 24 jam
dengan posisi terbalik hingga permukaan media kering dan siap untuk dilakukan
spread. Tahap persiapan media BPA dapat dilihat pada Gambar 1.
BPA + akuades

dipanaskan + diaduk hingga larut
disterilisasi 121 °C, 15 menit
didinginkan hingga suhu 50 °C,
ditambahkan

egg yolk + tellurite

dituangkan ke dalam cawan petri 15 20 ml

disimpan pada oven pengering suhu
30 °C selama 24 jam dengan posisi
terbalik hingga padat dan kering
Gambar 1. Diagram persiapan media BPA
Media PCA (Plate Count Agar) miring ditimbang sebanyak 1.75 gram
dicampur dengan 100 ml akuades. Media dipanaskan diatas hotplate dan diaduk
hingga larut menggunakan batang pengaduk, lalu dimasukkan ke dalam tabung
bertutup masing-masing 7 ml. Tabung yang telah berisi media disterilisasi ke

6
dalam otoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C, kemudian didinginkan pada
suhu 50 °C. Tabung yang telah berisi PCA miring steril kemudian dibiarkan
memadat.
Persiapan Pengencer
Pengencer dibuat dengan cara melarutkan Butterfields Phosphate-Buffered
Dilution Water (BPB) atau KH2PO4 sebanyak 34 gram ke dalam 500 ml akuades
dan telah diatur pH nya (±7.2) menggunakan NaOH atau HCl 1 N. Kemudian
diencerkan lagi ke dalam labu takar 1 L, disterilisasi selama 15 menit dengan suhu
121 °C. Larutan ini digunakan sebagai stok pengencer. Dari larutan stok ini
kemudian diambil sebanyak 1.25 ml untuk diencerkan ke dalam labu takar hingga
1 L. Pengencer ditempatkan di dalam tabung reaksi sebanyak 9 ml untuk membuat
pengenceran 1:10 (1 ml atau 1 gr contoh dalam 9 ml).
Persiapan Kultur Kerja
Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu harus dilakukan persiapan
kultur kerja. Kultur murni larutan stok acuan merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan dalam melakukan validasi sekunder metode analisis. Dalam
penelitian ini kultur murni yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923.
Mula-mula kultur murni Staphylococcus aureus ATCC 25923 dari media PCA
(Plate Count Agar) miring disegarkan ke dalam 2 - 3 ml BHI (Brain Heart
Infusion) broth sebanyak 1 ose secara aseptis. Kemudian kultur Staphylococcus
aureus yang telah dipidahkan ke BHI broth diinkubasikan ke dalam inkubator
bersuhu (35±1) oC selama 24 jam. Adanya pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus pada BHI broth ditandai dengan adanya kekeruhan. Tahap persiapan kultur
kerja Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 2.
1 ose

2 - 3 ml BHI broth
Kultur Staphylococcus aureus
ATCC 25923
(media PCA
miring)
Inkubasi (35±1) oC selama 24 jam
Gambar 2. Persiapan kultur kerja Staphylococcus aureus
Kultur ditumbuhkan ke dalam media Plate Count Agar (PCA) miring
dengan cara digores dan diinkubasi pada suhu (35±1) °C selama 24 jam untuk
dijadikan kultur stok. Untuk pembuatan kultur kerja, 1 ose kultur murni diambil
dari media PCA miring dan ditumbuhkan ke dalam BHI broth lalu diinkubasikan
pada suhu (35±1) °C selama 24 jam.

7
Uji Kemurnian Kultur
Untuk memastikan kemurnian kultur stok acuan diperlukan konfirmasi
melalui serangkaian tahap analisis. Kultur yang diperoleh dari Laboratorium
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor diperiksa
kemurniannya di bawah mikroskop. Biakan yang telah diperiksa kemurniannya
dapat digunakan sebagai kultur stok dan kultur kerja.
Analisis Jumlah Kultur
Kultur kerja yang akan digunakan diencerkan ke dalam pengencer
Butterfields Phosphate-Buffered Dilution Water sebanyak 9 ml dengan tingkat
pengenceran 10-5 hingga 10-7 agar diketahui jumlah Staphylococcus aureus yang
tumbuh dalam kultur kerja. Kemudian kultur dimasukkan ke dalam cawan petri
yang telah berisi media padat BPA sebanyak 0,1 ml dan disebar menggunakan
batang penyebar (hockey stick). Jumlah koloni yang tumbuh pada masing-masing
cawan akan diakumulasikan dan dihitung sebagai jumlah colony forming unit per
milliliter (cfu/ml). Cara kerja perhitungan koloni secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 3.
Analisis jumlah koloni bakteri dilakukan untuk mengetahui jumlah kultur.
Kultur kerja yang akan digunakan terlebih dahulu dihitung jumlahnya sehingga
penambahan kultur kerja pada sampel susu cair dapat diatur sesuai dengan jumlah
yang diinginkan. Jumlah koloni Staphylococcus aureus dalam cawan yang masuk
ke dalam perhitungan menurut SNI 2332.9:2011 adalah 20 - 200 koloni. Bila
terdapat beberapa jenis koloni yang terlihat seperti Staphylococcus aureus pada
cawan petri, masing-masing jenis koloni tersebut dihitung dan dicatat hasil
perhitungannya secara terpisah. Jika cawan petri pada pengenceran terendah berisi
kurang dari 20 koloni, data koloni dapat digunakan. Bila terdapat cawan petri
yang berisi lebih dari 200 koloni dengan ciri-ciri Staphylococcus aureus dan pada
pengenceran yang lebih tinggi tidak ditemukan koloni, maka gunakan cawan
tersebut untuk menghitung koloni Staphylococcus aureus. Rumus perhitungan
koloni adalah sebagai berikut :
N = Σ C/ [(1 x n1) + (0,1 x n2) x d]
Dimana :
N = jumlah koloni per ml atau gram
Σ C = jumlah koloni dari tiap-tiap cawan
n1 = jumlah cawan petri dari pengenceran koloni yang bisa dihitung
n2 = jumlah cawan petri dari pengenceran kedua
d = pengenceran pertama yang dihitung

8
1 ml

1 ml

1 ml

10-1

Kultur kerja

10-2

10-3
1 ml

1 ml

1 ml

10-6
0.1 ml

10-5

10-4
0.1 ml

0.1 ml

10-7

1 ml

10-6

10-5

Gambar 3. Cara kerja perhitungan jumlah koloni Staphylococcus aureus
Uji Verifikasi
Uji Akurasi dan Presisi
Sampel susu cair sebanyak 25 ml di spike dengan 3 tingkat
konsentrasi dan masing-masing dilakukan sebanyak 6 kali ulangan.
Desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Desain Penelitian
Perlakuan

Ulangan

Inokulum
(koloni/ml)

Kode

1

2

3

4

5

6

0
101
102

A
B
C

A1
B1
C1

A2
B2
C2

A3
B3
C3

A4
B4
C4

A5
B5
C5

A6
B6
C6

Masing-masing sampel selanjutnya diencerkan dengan pengencer
BPB (Butterfields Phosphate-Buffered Dilution Water) sehingga diperoleh
cawan yang memenuhi ketentuan perhitungan jumlah koloni
Staphylococcus aureus (20 - 200 koloni). Pemupukan dilakukan pada tiga
pengenceran tertinggi dan masing-masing dilakukan duplo. Berdasarkan
hasil perhitungan selanjutnya dapat ditentukan akurasi, presisi, dan relatif
akurasi. Akurasi biasanya dinyatakan sebagai persen recovery. Kriteria
kecermatan tergantung kepada konsentrasi mikroorganisme dalam matriks
sampel dan pada keseksamaan metode (RSD). Metode analisis dapat

9
diadopsi jika hasil verifikasi memperoleh nilai recovery sebesar 48 - 291%
(EPA 2005).
% recovery (R) = [(A-B)/C] x 100
Keterangan :
A = sampel dengan inokulum (sampel positif)
B = sampel tanpa inokulum (sampel negatif)
C = inokulum tanpa sampel (kontrol positif)
Presisi dapat ditentukan dengan perhitungan simpangan baku relatif (RSD).
RSD =
Keterangan :
ai dan bi
= hasil pengujian dari cawan i (1, 2, 3, ... n)
(log ai - log bi)/xi = perbedaan relatif antara hasil logaritma duplo
i
= 1, 2, 3, ... n
p
= jumlah penentuan duplo (jumlah sampel yang diuji)
RSD harus diperkirakan pada tingkat analit yang berbeda dalam
kisaran penghitungan yang direkomendasikan oleh metode standar, yaitu
pada tingkat kisaran yang rendah, sedang, dan tinggi. Pada penelitian ini
digunakan analit dengan konsentrasi 100 (tanpa spiking), 101 dan 102
koloni/ml, sebagaimana tercantum pada Tabel 2.
Sensitifitas adalah kemampuan metode untuk mendeteksi atau
mengukur mikroorganisme target dalam jumlah sekecil mungkin.
Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu secara akurat dan presisi walaupun terdapat
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita 2004).
Spesifisitas dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode
terhadap sampel yang mengandung cemaran seperti hasil urai atau
senyawa sejenis atau senyawa asing lainnya, kemudian dibandingkan
terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung cemaran.
Spesifisitas dapat dihitung menggunakan jumlah sampel positif yang
menunjukkan hasil pengujian positif terhadap kontrol positif dibagi dengan
hasil pengujian positif terhadap kontrol positif dikalikan 100 %. Hasil
perhitungan menunjukkan nilai recovery dari hasil validasi atau verifikasi
metode analisis (USP 2007).
Angka positif palsu adalah fraksi/bagian dari pengamatan yang
positif salah ditandai (Sac 2002). Untuk sampel tidak berpasangan, angka
positif palsu sampel merupakan hasil uji positif yang menggunakan
metode alternatif, tetapi tidak mengonfirmasi secara khas. Untuk contoh
berpasangan, angka positif palsu contoh merupakan hasil uji positif yang
menggunakan metode alternatif, tetapi dikonfirmasi secara negatif oleh
metode pustaka (MMC 2011). Angka negatif palsu adalah fraksi/bagian
dari pengamatan yang negatif salah ditandai (Sac 2002). Untuk contoh

10
tidak berpasangan, angka negatif palsu contoh merupakan hasil uji negatif
yang menggunakan metode alternatif, tetapi tidak mengonfirmasi secara
khas. Untuk contoh berpasangan, angka positif palsu sampel merupakan
hasil uji negatif yang menggunakan metode alternatif, tetapi dikonfirmasi
secara negatif oleh metode pustaka (MMC 2011). Dalam validasi primer,
semua biakan positif terduga dan negatif terduga harus diverifikasi.
Validasi harus meliputi sampel alami yang dipelajari sepanjang waktu.
Sementara itu, dalam validasi sekunder hanya koloni positif terduga yang
diisolasi dan diverifikasi (Sac 2002).
Persiapan Uji Koagulase Staphylococcus aureus menggunakan Plasma
Kelinci
Koloni terduga Staphylococcus aureus diinokulasikan ke dalam 2
ml BHI broth dan diinkubasi 18 - 24 jam pada suhu (35±1) °C. Inokulum
tersebut kemudian dipindahkan sebanyak 0.2 - 0.3 ml ke dalam tabung
steril dan sebanyak 0.5 ml koagulase plasma kelinci ditambahkan ke
dalamnya. Kemudian inokulum diinkubasikan pada suhu (35±1) °C.
Pengamatan dilakukan tiap jam untuk 4 jam pertama dan dilanjutkan
hingga 24 jam untuk melihat terbentuknya koagulan. Koagulan yang
terbentuk secara padat/solid dan tidak jatuh apabila tabung dibalik
dinyatakan positif (reaksi 4+) Staphylococcus aureus. Koagulan yang
menunjukkan tipe reaksi 2+ dan 3+ harus dilakukan uji tambahan, yaitu uji
katalase dan fermentasi manitol secara anaerob.
Persiapan Uji Koagulase Staphylococcus aureus menggunakan
Staphylase test kit
Koloni terduga Staphylococcus aureus dari media Baird Parker
Agar (BPA) sebanyak 1 - 3 koloni dioleskan secara steril ke lingkaran
yang terdapat pada kartu uji staphylase test kit OXOID. Kemudian
tambahkan 1 tetes reagen uji staphylase test kit OXOID yang telah diaduk
ke dalam lingkaran uji staphylase test kit OXOID. Panaskan jarum
inokulasi, lalu campurkan koloni terduga Staphylococcus aureus dengan
reagen uji staphylase test kit OXOID yang terdapat pada lingkaran uji
staphylase test kit OXOID secara merata. Kemudian amati terbentuknya
penggumpalan pada lingkaran uji staphylase test kit OXOID saat sedang
dicampurkan. Gunakan bakteri Eschericia coli yang dicampurkan dengan
reagen uji staphylase test kit OXOID sebagai kontrol untuk melihat
perbedaan terjadinya penggumpalan. Hasil positif ditunjukkan dengan
adanya penggumpalan pada kultur uji selama pencampuran dengan reagen
uji staphylase test kit OXOID.
Persiapan Uji Katalase dan Fermentasi Manitol secara Anaerob
Sebanyak 1 ose inokulum Staphylococcus aureus diambil dari BHI
broth, lalu digoreskan ke agar TSA miring dan diinkubasi selama 18 - 24
jam pada suhu (35±1) °C. Setelah diinkubasi, 1 ose inokulum tersebut
diambil dan diletakkan di atas gelas preparat, kemudian ditetesi dengan
H2O2 untuk melihat pembentukan gelembung-gelembung gas.

11
Untuk uji fermentasi manitol secara anaerob, sebanyak 1 ose
inokulum Staphylococcus aureus diambil dari BHI broth. Kemudian
dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi media karbohidrat
mengandung 0.5 % manitol (Mannitol Salt Agar). Lapisan atas media
manitol tersebut kemudian ditutup dengan minyak parafin steril setebal 25
mm dan diinkubasikan selama 5 hari pada suhu (35±1) °C. Kondisi asam
dihasilkan secara anaerob jika terjadi perubahan warna media dari ungu
menjadi kuning, ini menunjukkan adanya Staphylococcus aureus.
Verifikasi Jumlah Koloni Staphylococcus aureus pada Susu Cair
Verifikasi dilakukan untuk mengetahui ada koloni bakteri
Staphylococcus aureus pada susu cair. Sampel susu cair dengan berbagai
merk (susu UHT dan susu pasteurisasi) diperiksa jumlah koloni bakteri
Staphylococcus aureus nya. Susu cair sebanyak 25 ml dilarutkan ke dalam
225 ml pengencer BPB kemudian dipipet dan dimasukkan ke dalam 3
cawan petri yang berisi media padat BPA sebanyak 0.3, 0.3 ml dan 0.4 ml.
Prosedur verifikasi jumlah koloni Staphylococcus aureus pada susu cair ini
dapat dilihat pada Gambar 4.
25 ml susu cair

BPA
225 ml pengencer BPB

0.3 ml 0.3 ml 0.4 ml

Gambar 4. Diagram verifikasi jumlah koloni Staphylococcus aureus pada
susu cair

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemurnian Kultur Uji
Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
dalam validasi metode analisis karena dapat memengaruhi hasil uji (Sac 2002).
Konfirmasi kemurnian kultur dilakukan dengan melihat pertumbuhan kultur
murni di bawah mikroskop. Pertumbuhan kultur murni bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 25923 yang telah ditumbuhkan pada media BPA (Baird Parker
Agar) dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kultur Murni Bakteri Staphylococcus aureus Perbesaran 1000 Kali
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, dibawah
mikroskop mereka tampak seperti lingkaran (cocci) dan terlihat seperti seikat
anggur. Secara morfologi Staphylococcus aureus berbentuk bundar (kokus) atau
agak lonjong dengan diameter 0.5 - 1.5 µm. Mikroba ini digolongkan sebagai
bakteri gram positif, bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, tidak motil, dan
membentuk spora (Jay 2000). Menurut Pratama (2005) Staphylococcus aureus
tumbuh optimum pada suhu 35 - 40 °C tetapi dapat tumbuh pada kisaran suhu 6.5
- 46 °C. Sedangkan pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7.0 - 7.5 dengan
kisaran pH yang memungkinkan pertumbuhan antara 4.2 - 9.3. Pada Gambar 4,
ciri-ciri koloni bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang telah
ditumbuhkan di media BPA terlihat jelas setelah dilakukan pewarnaan gram.
Bakteri Staphylococcus aureus memiliki warna ungu dan berbentuk bundar. Tidak
ada koloni dengan bentuk selain bundar dari kultur murni bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 25923 yang digunakan (Gambar 5).
Jumlah Koloni Staphylococcus aureus pada Media BPA (Baird Parker Agar)
Pencawanan kultur awal bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
yang sebelumnya telah diinkubasi dalam media BHI broth tepat 24 jam pada suhu
(35±1) °C dilakukan secara duplo di dalam complete media BPA menggunakan
metode cawan sebar dengan tingkat pengenceran 10-5 sampai 10-7, kemudian
diinkubasi selama 45 - 48 jam pada suhu (35±1) °C. Ciri-ciri koloni
Staphylococcus aureus yang tumbuh yaitu berbentuk bundar, licin/halus, cembung,
diameter 2 - 3 mm, warna abu-abu hingga kehitaman, sekeliling tepi koloni

13
bening (terbentuk halo), serta mempunyai konsistensi berlemak dan lengket bila
diambil dengan jarum inokulasi. Hasil pencawanan kultur uji pada media BPA
dengan tingkat pengenceran 10-5 sampai 10-7 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil Pertumbuhan Kultur Awal Bakteri Staphylococcus aureus pada
Tingkat Pengenceran 10 -5 sampai 10-7
Pada tingkat pengenceran 10-5 koloni Staphylococcus aureus ATCC 25923
yang tumbuh dari kedua cawan sama-sama berjumlah TBUD. Kemudian pada
tingkat pengenceran 10 -6 koloni Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang
tumbuh berjumlah 628 dan 940 koloni sehingga tidak dapat digunakan sebagai
perhitungan jumlah koloni/ml (sebagai syarat yang dapat digunakan berjumlah 20
- 200 koloni). Pada tingkat pengenceran 10-7 koloni Staphylococcus aureus ATCC
25923 yang tumbuh berjumlah 74 dan 107 koloni sehingga dapat digunakan untuk
perhitungan jumlah koloni/ml Staphylococcus aureus (20 - 200 koloni).
Keberadaan Enzim Katalase pada Kultur Awal Bakteri Staphylococcus
aureus
Keberadaan enzim katalase pada koloni bakteri Staphylococcus aureus
yang tumbuh di media BPA dapat dilakukan dengan uji katalase. Uji katalase
dilakukan sebagai salah satu konfirmasi sifat bakteri Staphylococcus aureus yang
telah ditumbuhkan di media BPA. Uji katalase untuk bakteri Staphylococcus
aureus dapat memiliki sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 100 %
(Anyanwu, John 2013).
Sebanyak 1 ose inokulum koloni Staphylococcus aureus dari media BPA
diletakkan di atas kaca preparat, kemudian ditetesi dengan H2O2 3 % sebanyak 2 3 tetes. Uji positif ditandai dengan adanya pembentukan gelembung-gelembung
gas. Pada koloni dari kultur awal bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
yang telah ditumbuhkan pada media BPA, semua menunjukkan hasil positif
(terbentuk gelembung gas). Salah satu contohnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hasil Uji Katalase Kultur Awal Bakteri Staphylococcus aureus

14
Pengujian keberadaan enzim katalase pada kultur awal bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 menunjukkan hasil yang positif. Kultur awal
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang telah ditumbuhkan dan akan
digunakan sebagai spike ke dalam susu cair sebanyak 6 kali pengulangan dalam
kondisi yang baik.
Keberadaan Enzim Koagulase pada Kultur Awal Bakteri Staphylococcus
aureus
Uji koagulase merupakan uji yang paling dapat diandalkan untuk
pengujian bakteri Staphylococcus aureus. Produksi enzim koagulase dapat
dideteksi baik dengan Slide Coagulase Test (SCT) maupun dengan Tube
Coagulase Test (TCT). Meskipun uji koagulase memiliki efisiensi yang tinggi
untuk mengidentifikasi bakteri Staphylococcus aureus, namun kinerjanya perlu
pengaturan dan pengembangan lebih lanjut (Kateete et al. 2010). Sebuah studi
menyatakan bahwa uji koagulase pada bakteri Staphylococcus aureus memiliki
sensitivitas sebesar 100 % dan spesifisitas sebesar 94.92 % (Anyanwu dan John
2013).
Uji koagulase kultur awal bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
pada penelitian ini menggunakan staphylase test OXOID, dimana uji positif
ditandai dengan terbentuknya gumpalan (aglutinasi) setelah 1 ose Staphylococcus
aureus ATCC 25923 dari media BPA yang disegarkan di dalam BHI broth
dicampur dengan 1 tetes staphylase test OXOID.

Gambar 8. Tipe Reaksi Uji Koagulase menggunakan staphylase test OXOID
(Igarashi et al. 1984)
Pada penelitian ini, keberadaan enzim koagulase pada kultur awal bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 diuji menggunakan staphylase test OXOID.
Tipe reaksi yang menunjukkan hasil (+), (++), (+++) dianggap hasil uji positif.
Dari uji koagulase kultur awal bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
menggunakan staphylase test OXOID, hasil uji menunjukkan hasil positif (+++)
dan (++). Dapat dikatakan uji koagulase pada kultur awal bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 25923 menunjukkan hasil yang baik. Hasil uji koagulase ini dapat
dilihat pada Gambar 9.

15

Gambar 9. Hasil Uji Koagulase Kultur Awal Bakteri Staphylococcus aureus
menggunakan staphylase test OXOID
Jumlah Kultur Awal Bakteri Staphylococcus aureus setelah Inkubasi 24 Jam
di BHI Broth
Tabel 4. Jumlah kultur awal bakteri Staphylococcus aureus pada BHI
broth setelah inkubasi 24 jam pada suhu (35±1) °C, dihitung pada media BPA
yang diinkubasi secara aerob
Ulangan
1
2
3
4
5
6
Rata-rata
RSD

Jumlah Staphylococcus aureus
(koloni/ml)
9.0 x 108
9.0 x 108
1.3 x 109
8.2 x 108
1.7 x 109
1.4 x 109
1.2 x 109
0.30 %

Berdasarkan perhitungan kultur Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada
BHI broth yang digunakan untuk spike, diketahui bahwa jumlah awal koloni
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang diinkubasi secara aerob adalah
1.2 x 109 koloni/ml (Tabel 4). Jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923 yang akan digunakan untuk spike ini sulit dijaga konstan meskipun
ditumbuhkan pada kondisi yang sama. Hasil perhitungan jumlah kultur awal
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 secara aerob memiliki nilai RSD
sebesar 0.30 %. Nilai RSD ini dapat diterima karena kurang dari 10 % dan
memiliki hasil yang baik (Sac 2002). Cara perhitungan jumlah awal koloni bakteri
Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Lampiran 1.
Verifikasi Metode Uji Bakteri Staphylococcus aureus pada Susu Cair
Pada penelitian ini dilakukan verifikasi pengujian bakteri Staphylococcus
aureus, yaitu metode SNI 2332.9:2011. Metode ini merupakan metode pengujian
bakteri Staphylococcus aureus yang sudah baku sehingga hanya perlu dilakukan
validasi sekunder yang bersifat kuantitatif. Metode SNI 2332.9:2011

16
menyebutkan bahwa pengujian bakteri Staphylococcus aureus menggunakan
media BPA yang diinkubasi pada suhu (35±1) °C selama 45 - 48 jam. Metode ini
dikonfirmasi dengan parameter akurasi dan presisi.
Jumlah Inokulum pada Susu Cair
Hasil perhitungan koloni Staphylococcus aureus setelah digunakan untuk
spike kemudian ditampilkan pada Tabel 5. Spiking dilakukan sebanyak 6 kali
ulangan dengan 3 tingkat inokulum, yaitu 100, 101 dan 103 koloni/ml.
Tabel 5. Jumlah koloni pada kultur murni dan yang telah dilakukan spiking pada
susu cair yang ditambahkan pada media BPA
Inokulum
(koloni/ml)
10⁰
10¹
10²

Kontrol
Matriks
Kontrol
Matriks
Kontrol
Matriks

1
0
0
1.5
1.6
2.5
2.2

Jumlah koloni Staphylococcus aureus
(log cfu/ml)
2
3
4
5
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.5
1.7
1.5
1.8
1.7
1.9
1.9
1.9
2.3
1.9
2.5
2.7
2.5
2.8
2.7
2.9
2.9
2.8
3.3
3.1

Pada sampel kontrol dan matriks, sampel dispiking dengan tingkat
inokulum kultur murni Staphylococcus aureus sebesar 100. Artinya, pada kedua
sampel tersebut tidak dilakukan spiking kultur murni Staphylococcus aureus.
Jumlah koloni Staphylococccus aureus yang telah dispiking dengan tingkat
inokulum kultur murni sebanyak 102 ke dalam sampel matriks pada ulangan ke-1
menunjukkan hasil yang berbeda, dimana jumlah koloni Staphylococcus aureus
yang tumbuh pada sampel matriks lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
koloni yang tumbuh pada sampel kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi
pada media atau lingkungan, seperti terjadi perubahan pH optimum pertumbuhan
bakteri atau terdapat timbunan kotoran hasil ekskresi dari bakteri tersebut
sehingga terdapat sejumlah koloni yang tidak dapat tumbuh atau terganggu
pertumbuhannya (Waluyo 2004).
Akurasi
Kecermatan atau akurasi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi biasa
dinyatakan sebagai persen recovery (Harmita 2004). Tahapan ini dilakukan
dengan menambahkan 2 tingkatan kultur pada susu cair dan dilakukan sebanyak 6
kali ulangan untuk mendapatkan nilai perolehan kembali kultur yang ditumbuhkan.
Kriteria kecermatan sangat tergantung kepada konsentrasi mikroorganisme dalam
matriks sampel pada keseksamaaan metode (RSD). Batas penerimaan perolehan
kembali menurut EPA (2005) ialah 48 - 291 %. Hasil batas penerimaan perolehan
kembali bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 6.

17
Tabel 6. Jumlah perolehan kembali Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan
perhitungan mengacu pada SNI 2332.9:2011 (20 - 200 koloni) dengan 2 tingkat
inokulum yang dilakukan 6 kali ulangan.
Derajat keterulangan kembali (% recovery)
Inokulum
Rata-rata %
(koloni/ml)
recovery
1
2
3
4
5
6
10¹
106.23 124.30 110.26 123.10 123.46 110.66
116.33
10²
84.55 115.57 105.64 110.85 115.12 112.04
107.29
Nilai perolehan kembali pada tingkat inokulum 10 1 dari 6 kali ulangan
berkisar antara 106.23 - 124.30 % dan pada tingkat inokulum 102 dari 6 kali
ulangan berkisar antara 84.55 - 115.57 %. Hasil perolehan kembali pada
penelitian ini dapat diterima karena rata-rata persen recovery yang diperoleh dari
dua tingkat inokulum (116.33 % dan 107.29 %) masuk ke dalam kisaran 48 291 % sehingga metode ini dapat diadopsi untuk keperluan analisis (EPA 2005).
Presisi
Presisi adalah tingkat kesamaan antara hasil uji individual ketika metode
tersebut diterapkan secara berulang sampai dengan penggandaan sampling dari
suatu sampel yang homogen. Presisi dari suatu metode biasanya ditunjukkan
dengan simpangan baku relatif (relative standard deviation) dari suatu seri
pengukuran. Presisi dapat diukur dari tingkat repitabilitas atau tingkat
reproduksibilitas dari metode analisis yang dilakukan pada kondisi normal.
Repitabilitas adalah mengukur variasi dalam hasil uji independen yang diperoleh
dengan metode yang sama terhadap sampel uji yang identik dalam laboratorium
yang sama oleh analis yang sama dengan menggunakan peralatan yang sama
dalam interval waktu singkat. Prosedur yang direkomendasikan untuk
memperkirakan presisi dari standar deviasi relatif (RSD) laboratorium adalah
melakukan sekurang-kurangnya 15 penentuan dalam waktu dan tanggal yang
berbeda menggunakan analis yang berbeda. RSD harus diperkirakan pada tingkat
analit yang berbeda dalam kisaran perhitungan yang direkomendasikan oleh
metode standar, sebagai contoh pada tingkat kisaran yang rendah, sedang, dan
tinggi (Harmita 2004).
Nilai RSD dari 6 kali ulangan dengan inokulum 10 1 adalah 0.0422. Nilai
RSD ini dapat diterima karena kurang dari 10 % (Sac 2002). Sementara, nilai
RSD dari 6 kali ulangan dengan inokulum 102 adalah 0.00173. Contoh
perhitungan nilai RSD ditunjukkan pada Lampiran 2 dan 3. Nilai RSD yang
diperoleh dapat diterima karena kurang dari 10 %. Semakin kecil nilai RSD yang
dihasilkan maka keterulangan penelitian tersebut semakin baik. Hasil ini dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai RSD dan % CV dari 6 Kali Ulangan
Inokulum
RSD
10¹
0.0422
10²
0.00173

% CV
4.22
0.173

18
Nilai koefisien variasi (% CV) dapat ditentukan dari nilai RSD masingmasing inokulum dikalikan 100.
% CV = 100 x RSD
Keterangan :
CV
= koefisien variasi (coefficient of variation)
RSD = standar deviasi relatif (relative standard deviation)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, nilai keterulangan kembali
dengan tingkat inokulum 102 lebih baik dibandingkan nilai keterulangan kembali
dengan tingkat inokulum 101.
Penggunaan Staphylase test kit sebagai Alternatif Plasma Kelinci pada Uji
Koagulase
Uji koagulase dilakukan untuk melihat aktivitas koagulasi (penggumpalan)
yang terbentuk antara plasma kelinci dengan bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923. Gambar 9 dan 10 menunjukkan tipe reaksi uji koagulase bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 menggunakan plasma kelinci yang mengacu
pada SNI 2332.9:2011 dan staphylase test OXOID mengacu pada Igarashi et al
1984.

Gambar 10. Tipe Reaksi Uji Koagulase menggunakan Plasma Kelinci (SNI
2332.9:2011)
Keterangan:
Negatif
1+ positif
2+ positif
3+ positif
4+ positif

: jika koagulan tidak terbentuk
: jika koagulan tidak terkumpul dan sedikit
: jika koagulan terkumpul di bagian atas dan sedikit
: jika koagulan terkumpul di bagian bawah dan banyak
: jika koagulan pada tabung dibalik tidak jatuh

Hasil uji koagulase bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
menggunakan plasma kelinci dan staphylase test OXOID dilakukan pada sampel
kultur murni dan susu cair masing-masing sebanyak 3 kali ulangan. Koagulan
yang menunjukkan tipe reaksi 2+ dan 3+ harus dilakukan uji tambahan, yaitu uji
katalase dan uji fermentasi manitol secara anaerob.

19
Tabel 8. Hasil Uji Koagulase menggunakan Plasma Kelinci dan staphylase test
OXOID pada Sampel Kultur Murni dan Susu Cair

Kontrol

Matriks

Plasma Kelinci
Ulangan
Uji
+
1
3
3
2
3
3
3
3
3
1
3
3
2
3
3
3
3
3

0
0
0
0
0
0

Staphylase test (OXOID)
Ulangan Uji +
1
2
2
0
2
2
2
0
3
2
2
0
1
2
2
0
2
2
2
0
3
2
2
0

Tabel 8 menunjukkan tipe reaksi hasil uji koagulase menggunakan plasma
kelinci dan staphylase test OXOID pada sampel kultur murni sebagai kontrol dan
sampel susu cair sebagai matriks. Dari 3 kali ulangan yang dilakukan, diperoleh
hasil +3 dan +2. Hasil uji koagulase pada penelitian ini memerlukan uji tambahan,
baik menggunakan plasma kelinci maupun staphylase test OXOID. Meski
diperlukan uji tambahan, hasil uji koagulase menggunakan plasma kelinci dan
staphylase test OXOID pada penelitian ini menunjukkan hasil yang positif.
Uji Katalase
Uji katalase dilakukan sebagai uji lanjut tambahan dari hasil uji koagulase
yang menunjukkan tipe reaksi +2 dan +3 dengan cara meneteskan H 2O2 pada
koloni terduga Staphylococcus aureus. Jika terbentuk gelembung gas (gas
oksigen), maka dapat dikatakan katalase positif. Staphylococcus aureus
merupakan bakteri katalase positif karena bakteri tersebut mampu memproduksi
enzim katalase yang dapat mengkatalisis reaksi pemecahan H 2O2 menjadi gas
oksigen dan air. Hidrogen peroksida (H2O2) dan superoksida biasanya dihasilkan
oleh beberapa bakteri dari reaksi reduksi senyawaan oksigen (Ismail 2009).
Uji katalase bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada sampel
kultur murni sebagai kontrol dan susu cair sebagai matriks masing-masing
dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Dari keseluruhan ulangan yang dilakukan, uji
katalase pada sampel kultur murni dan susu cair menunjukkan hasil yang positif.
Hasil uji katalase pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Katalase menggunakan H2O2

Kontrol

Matriks

Ulangan
1
2
3
1
2
3

Hasil Uji
++++
++
++++
++++
++++
++++

Keterangan
Banyak gelembung gas
Sedikit gelembung gas
Banyak gelembung gas
Banyak gelembung gas
Banyak gelembung gas
Banyak gelembung gas

20
Uji Fermentasi Manitol Secara Anaerob
Uji fermentasi manitol secara anaerob dilakukan sebagai uji lanjut
tambahan yang terakhir dilakukan untuk menguji koloni terduga Staphylococcus
aureus. Koloni Staphylococcus aureus mampu mengubah kondisi media
karbohidrat yang mengandung 0.5 % manitol menjadi asam. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna media manitol dari merah menjadi kuning.
Pertumbuhan serta produksi koloni berwarna kuning pada media Mannitol Salt
Agar (MSA) disebabkan oleh tingginya kadar garam pada media dan fermentasi
manitol yang terjadi. Hal ini dianggap sebagai alat penduga untuk identifikasi
bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini juga menggambarkan karakteristik untuk
membedakan antara hasil koagulase positif staphylococci dengan hasil koagulase
negatif staphylococci (CoNS). Artinya, uji ini menggunakan metode cawan sebar
dalam penggunaanya. Namun, kombinasi uji menggunakan MSA dan DNase telah
berkembang menjadi uji koagulase menggunakan tabung (tube coagulase test,
TCT). Perubahan kondisi media menjadi asam juga dapat terjadi dengan media
yang mengandung glukosa, laktosa dan sukrosa (El-Hadedy dan El-Nour 2012).
Uji fermentasi manitol secara anaerob pada penelitian ini merupakan uji
lanjut terakhir yang dilakukan untuk memverifikasi kemurnian kultur bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923. Hasil uji fermentasi manitol secara anaerob
pada penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dari sampel kultur murni
dan susu cair. Tabel 12 menunjukkan bahwa 1 ose koloni terduga yang
ditumbuhkan pada kedua jenis sampel merupakan bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923. Adapun 1 hasil uji pada sampel kultur murni ulangan ke-2
menunjukkan hasil negatif. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan terdapat
inokulum yang mati saat ditambahkan ke dalam sampel.
Tabel 10. Hasil Uji Fermentasi Manitol Secara Anaerob

Kontrol

Matriks

Ulangan
1
2
3
1
2
3

Hasil Uji
Kuning
Merah
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning

Keterangan
Positif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif

Hasil uji fermentasi manitol secara anaerob pada sampel kultur murni
sebagai kontrol dan susu cair sebagai matriks ditunjukkan di Gambar 11. Uji
fermentasi manitol secara anaerob pada kedua sampel dengan ulangan yang
dilakukan masing-masing sebanyak 3 kali pada penelitian ini menunjukkan hasil
yang positif. Dengan kata lain, kemurnian bakteri Staphylococcus aureus ATCC
25923 yang digunakan untuk spiking ke dalam sampel susu cair selama penelitian
ini dalam kondisi yang konstan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna pada
media MSA yang digunakan menjadi warna kuning.

21

Gambar 11. Hasil Uji Fermentasi Manitol Secara Anaerob
Hasil Uji Staphylococcus aureus pada Susu Cair
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan bakteri
Staphylococcus aureus pada susu cair tanpa dilakukan spiking. Metode pengujian
bakteri Staphylococcus aureus pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
2 jenis produk susu cair yang berbeda, yaitu susu UHT dan susu pasteurisasi.
Tabel 11. Hasil Uji Staphylococcus aureus pada Susu Cair (Sampel Susu
Pasteurisasi dan UHT)
No

Jenis Susu

1
2
3
4
5
6

Pasteurisasi
Pasteurisasi
UHT
UHT
UHT
UHT

Σ Bakteri Staphylococcus aureus pada BPA
Seri Cawan 1
Seri Cawan 2
0
0
2
1
0
0
0
0
0
0
0
0

Seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 11, hasil inkubasi 3 cawan yang
telah digoreskan oleh 1 ml (0.3 ml, 0.3 ml dan 0.4 ml) sampel susu cair adalah
tidak terdapat koloni bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Hasil ini sesuai
dengan persyaratan SNI 7388:2009 yang menyatakan susu cair jenis UHT tidak
mengandung bakteri Staphylococcus aureus dan hanya sedikit koloni bakteri
Staphylococcus aureus yang terdapat pada susu pasteurisasi (kurang dari 1 x 102
koloni/ml).

22
SIMPULAN DAN