Studi Pemodelan Numerik 3d Sirkulasi Arus Di Teluk Jakarta: Sebelum Dan Sesudah Reklamasi

STUDI PEMODELAN NUMERIK 3D SIRKULASI ARUS
DI TELUK JAKARTA: SEBELUM DAN SESUDAH
REKLAMASI

DEWA ADHYATMA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pemodelan
Numerik 3D Sirkulasi Arus di Teluk Jakarta: Sebelum dan Sesudah Reklamasi
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Dewa Adhyatma
NIM C54110049

ABSTRAK
DEWA ADHYATMA. Studi Pemodelan Numerik 3D Sirkulasi Arus di
Teluk Jakarta: Sebelum dan Sesudah Reklamasi. Dibimbing oleh AGUS
SALEH ATMADIPOERA.
Perairan Teluk Jakarta memiliki peranan penting dalam menopang
aktivitas kemaritiman, seperti transportasi laut, pariwisata, industri serta
pemukiman penduduk di kawasan pesisir. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut di masa mendatang maka direncanakan akan dibangun reklamasi
pulau-pulau buatan serta tembok raksasa. Pembangunan reklamasi tersebut
diperkirakan akan merubah pola sirkulasi laut alami. Tujuan penelitian ini
adalah studi pemodelan numerik dengan ROMS-AGRIF untuk
mendeskripsikan pola siklus tahunan sirkulasi arus di Teluk Jakarta sebelum
dan sesudah dibangun reklamasi, serta perkiraan sebaran perunut pasif yang
dilepas dari muara sungai Cisadane. Validasi model tinggi muka laut dengan

data satelit altimetri menunjukkan nilai korelasi yang tinggi (r = 0.7). Pola
sirkulasi di Teluk Jakarta sebelum reklamasi (skenario 1) menunjukkan pola
aliran yang didominasi oleh komponen arus zonal (timur-barat) dan
mengalir bebas. Sirkulasi dalam musim Barat lebih kuat dari pada musim
timur, sehingga rerata tahunan sirkulasi adalah kearah timur. Pada skenario
2 (reklamasi dengan kanal diperlebar) maupun skenario 3 (reklamasi sesuai
blue print GSW), pola arus musiman tersebut (skenario 1) dipartisi kedalam
kanal-kanal yang memisahkan pulau-pulau buatan. Pada skenario 2,
penguatan arus terjadi di sekitar celah kanal “leher garuda”, dan sebaran
perunut pasif dari sungai Ciliwung mengalir lebih cepat dan menyebar jauh
kearah timur dan barat di kanal yang paling dekat daratan. Pada skenario 3,
dengan kanal-kanal yang lebih sempit, pola sirkulasi menjadi lebih lemah
karena aliran arus menjadi terhalang oleh konfigurasi kanal tersebut,
sehingga sebaran perunut pasif yang dilepas dari Sungai Ciliwung juga
cenderung terakumulasi di sekitar kanal-kanal tersebut.
Kata kunci: reklamasi laut, ROMS-AGRIF, sirkulasi laut, siklus tahunan,
Teluk Jakarta.

ABSTRACT
DEWA ADHYATMA. 3D Numerical Modelling Study of Current

Circulation in Jakarta Bay: Before and After Reclamation. Supervised by
AGUS SALEH ATMADIPOERA.
Jakarta Bay is considered important for the maritime-activity of
people such as sea transportation, tourism, indsutry, and people lived in
coastal. For fullfilling people needs in future, it is planned to be built
artificial islands reclaimed and giant sea wall. This project is suspected
current circulation pattern changed naturally. The purpose of this research to
study numerical model with ROMS-AGRIF and describe annual circulation
in Jakarta Bay, before and after reclamation, likewise the forecast of passive

tracer distribution exposed from Cisadane River. Model validation of sea
surface height with satellite data shows the value of altimetri a high
correlation (r = 0.7). The pattern of circulation in Jakarta Bay before
reclaimed (scenario 1) shows the flow is dominated by zonal flow
component (East-West) and free-flowing. Circulation in the West Season is
stronger than in the East Season, so that the average annual circulation is
towards the East. In scenario 2 (reclaimed by the canal expanded) and
scenario 3 (reclaiming is appropriate blue print GSW), the seasonal flow
patterns (scenario 1) partitioned into canals which separated the artificial
islands. In scenario 2, strengthening the flow going around the gap of the

canal "garuda's neck", and distribution of passive tracer from the Ciliwung
River to flow more quickly and spreads far towards the East and the West in
the canals near the mainland. In scenario 3, with narrower canals, the
pattern of circulation becoming weaker due to the flow of current is being
strucked by the channel configuration, so that the distribution of passive
tracer which exposed from Ciliwung River likewise accumulated around the
canals.

Keywords: Annual circulation, Jakarta Bay, ROMS-AGRIF,
Sea-circulation, Sea-reclaimed

STUDI PEMODELAN NUMERIK 3D SIRKULASI ARUS
DI TELUK JAKARTA: SEBELUM DAN SESUDAH
REKLAMASI

DEWA ADHYATMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas segala
karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih
pada penelitian ini merupakan buah pemikiran penulis terhadap potensi
pesisir secara oseanografi dan hubungannya dengan kehidupan maritim.
Presiden RI Joko Widodo mencanangkan „Poros Maritim‟ memiliki arti
bahwa pembangunan bangsa harus dilandasi dengan pemikiran kemaritiman.
Tema penelitian yang diambil penulis adalah pemodelan numerik
oseanografi dengan judul “Studi Pemodelan Numerik 3D Sirkulasi Arus
di Teluk Jakarta: Sebelum dan Sesudah Reklamasi”. Penelitian ini telah
dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2015. Hasil model ini
diharapkan dapat membantu masyarakat khususnya di wilayah pesisir

Jakarta dalam aktivitas kemaritiman. Selain itu harapan untuk Pemerintah
sebagai penentu kebijakan dapat mengambil langkah strategis dalam
pembangunan maritim wilayah pesisir berdasarkan kondisi oseanografi
Teluk Jakarta.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Agus Saleh
Atmadipoera, DESS selaku pembimbing dan bantuannya dalam
memberikan masukan serta saran. Selain itu, penulis juga turut
menyampaikan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Wayan Nurjaya, M.Sc
selaku ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Bapak Dr. Henry M.
Manik, S.Pi, MT selaku ketua program studi, Bapak Prof Dr. Ir. Mulia
Purba, M. Sc sebagai penguji serta seluruh staf pengajar Departemen Ilmu
dan Teknologi Kelautan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada
Bapak dan Ibu penulis serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Penulis ucapkan juga kepada teman-teman ITK 48 yang tidak bisa disebut
satu per satu karena telah menjadi teman, keluarga, dan memberikan
pengalaman berharga yang tidak akan pernah kedua kali penulis dapatkan
selama masa kuliah. Ucapan terimakasih khusus penulis sampaikan juga
pada teman seperjuangan dan mentor di laboratorium oseanografi fisik serta
Ratna Ningsih, teman diskusi yang memotivasi penulis mengambil topik
penelitian oseanografi.

Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Dewa Adhyatma

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

METODE

3


Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Bahan

3

Alat

3

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

12


Validasi Model dengan Data Satelit Altimetri

12

Pola Arus di Perairan Teluk Jakarta

12

Keterkaitan Atmosferik terhadap Pola Arus Permukaan

21

Mekanisme Pergerakan Keluaran Debit Sungai ke Perairan Teluk Jakarta
21
SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan


26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

26

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Parameter umum konfigurasi model

7

DAFTAR GAMBAR
1 Domain model dan batimetri (a), domain visualisasi model serta
batimetri (b) perairan Teluk Jakarta
2 Model reklamasi pada simulasi skenario 2 dengan
penyederhanaan dari rencana konstruksi GSW di daerah Teluk
Jakarta
3 Model reklamasi pada simulasi skenario 3 dengan penyesuaian
dari rencana konstruksi GSW di daerah Teluk Jakarta
4 Diagram alir proses pembuatan model
5 Hasil validasi model ROMS dengan data satelit altimetri
parameter tinggi muka laut (Sea Surface Height/SSH)
6 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 1 pada kedalaman 10 m
tumpang tindih warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan
musim
7 Pola arus permukaan bulan Juni 2003 (atas), Mei 2004 (tengah) dan
September 2003 di Teluk Jakarta (Hadikusumah, 2007)
8 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 2 pada kedalaman 10 m
tumpang tindih warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan
musim
9 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 3 pada kedalaman 10 m
tumpang tindih warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan
musim
10 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 1
diperlihatkan oleh komponen arus zonal (u) pada transek A-B di
empat perwakilan musim
11 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 2
diperlihatkan oleh komponen arus zonal (u) pada transek A-B di
empat perwakilan musim
12 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 3
diperlihatkan oleh komponen arus zonal (u) pada transek A-B di
empat perwakilan musim
13 Pola eddies yang terbentuk hasil simulasi arus skenario 2 Teluk
Jakarta pada empat perwakilan musim di kedalaman 10 m
14 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 1
(sebelum reklamasi) kedalaman 10 m tumpang tindih dengan
vektor arus pada empat perwakilan musim
15 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 2
(sebelum reklamasi) kedalaman 10 m tumpang tindih dengan
vektor arus pada empat perwakilan musim
16 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 3
(sebelum reklamasi) kedalaman 10 m tumpang tindih dengan
vektor arus pada empat perwakilan musim

4

8
9
9
12

13
14

14

15

16

16

17
18

19

20

21

17 Diagram Hovmuller pada nilai arus zonal (u), angin permukaan
zonal (sustr), suhu (T), dan salinitas (S) pada tiga skenario
berbeda dipotong oleh transek vertikal A-B
18 Diagram Hovmuller pada nilai arus meridional (v), angin
permukaan zonal (sustr), suhu (T), dan salinitas (S) pada tiga
skenario berbeda dipotong oleh transek horizontal A-B
19 Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur
pada Sungai Ciliwung) dengan asumsi debit sungai konstan
sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 1 (alami)
tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim
20 Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur
pada Sungai Ciliwung) dengan asumsi debit sungai konstan
sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 2 tumpang
tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim
21 Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur
pada Sungai Ciliwung dan Cisadane) dengan asumsi debit sungai
konstan sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 3
tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

21

23

24

25

25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teluk Jakarta merupakan wilayah strategis dalam bidang perikanan, transportasi,
dan pariwisata. Daerah itu menjadi pusat aktivitas masyarakat Jakarta di wilayah pesisir.
Aktivitas di Teluk Jakarta menghasilkan keuntungan secara ekonomi bagi daerah dan
negara. Namun, banyaknya aktivitas manusia juga menghasilkan pencemaran
lingkungan yang tinggi. Berdasarkan penelitian, Teluk Jakarta mengalami peningkatan
bahan pencemar sebesar 537 ton per hari (Suriwati et al. 2009). Bahan pencemar
organik menyebabkan eutrofikasi, sehingga berdampak buruk secara ekologi.
Kondisi perairan Teluk Jakarta memiliki variasi musiman. Contohnya, pola
sebaran klorofil-a pada musim barat dan timur. Musim barat, nilai padatan klorofil-a
lebih dari 5.0 mg/m3 (Selatan Tanjung Pasir hingga Tanjung Gembong). Kepadatan
tertinggi klorofil-a melebihi 7.5 mg/m3 (Kali Angke hingga Muara Baru dan Marunda
hingga Kali Blencong). Pola sebaran klorofil-a di musim timur tidak berbeda namun
kepadatan klorofil-a lebih rendah. Kepadatan klorofil-a terendah ada di musim peralihan
dimana sebaran terpadat hanya terlihat di Marunda hingga Kali Blencong (Ambiasa
2007).
Variasi musiman terjadi akibat pergerakan angin. Angin memiliki pola yang
berbeda setiap musimnya. Pola pergerakan angin di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh
angin muson dan posisi matahari. Sama halnya perairan di seluruh Indonesia. Menurut
Wyrtki (1961) ada tiga musim yang terjadi di perairan Indonesia. Musim Barat (MB)
dari bulan Desember-Februari, Musim Timur (MT) dari bulan Juni-Agustus, Musim
peralihan I (MPI)-Musim Peralihan 2 (MPII) dari bulan Maret-Mei dan bulan
September-November. Perubahan pola angin muson dua kali dalam setahun
menyebabkan pola sirkulasi massa air di perairan Indonesia berubah arah mengikuti
pola angin (Wyrtki 1961).
Berdasarkan penelitian mengenai variablitas musiman arus di Teluk Jakarta
(Hadikusumah 2007), pola arus bulan Juni dan September 2003 secara umum arus
permukaan ke arah barat daya sampai barat laut dan arus di dekat dasar menuju ke arah
pantai, kecuali dari sungai arahnya menuju ke arah laut lepas. Pola arus bulan Mei 2004
secara umum di bagian permukaan datang dari arah timur laut ke arah barat laut. Pola
arus di dekat dasar bahwa arus dari sungai-sungai sebelah barat teluk ke arah barat laut
dan di sebelah timur teluk ke arah barat laut serta pola arus di bagian tengan arah arus
ke arah pantai dan berbelok ke arah timur laut dan barat laut menyusur pantai.
Berdasarkan laporan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (2011), Teluk
Jakarta akan dibangun tanggul raksasa (Giant Sea Wall/GSW). Pembuatan master plan
membutuhkan waktu satu setengah tahun dan pembangunan fisik membutuhkan waktu
10-25 tahun. Target pembangunan fisik selesai tahun 2025. Adanya pembangunan GSW
diduga berdampak terhadap berbagai aspek ekologi, termasuk aspek oseanografi di
Teluk Jakarta. Hal ini masih menjadi kontroversi bagi wilayah pesisir Jakarta.
Adanya perubahan struktur dari pantai akibat reklamasi memerlukan pendekatan
pemodelan numerik. Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan pola sirkulasi arus
akibat reklamasi. Kemajuan pemodelan numerik dan komputasi dalam bidang
oseanografi telah meningkatkan kemampuan prediksi kondisi oseanografi di laut lepas
dan pantai. Salah satu tools pemodelan yang dikembangkan adalah Regional Ocean

2
Modelling System (ROMS). Model ini juga dapat melakukan nesting pada versi ROMSAGRIF. ROMS menggunakan persamaan primitif (Navier-Stokes equation) untuk
model hidrodinamika dan dapat diaplikasikan dalam skala regional (Marta-Almeida et
al. 2010).
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan model ROMS
antara lain, deteksi reduksi meso-scale eddy dalam sistem upwelling di daerah Timur
(Gruber et al. 2011), mengetahui batasan upwelling oleh arus geostrofik di tepi pantai
(Marchesiello et al. 2011), simulasi dinamika ekosistem fitoplankton pada sistem
upwelling California (Gruber et al. 2006), Blooming klorofil di wilayah Pasifik Barat
pada peristiwa El-Nino tahun 1997-1998 (Messie et al. 2006), dan pemodelan erosi dan
sebaran partikel sedimen dengan resolusi tinggi di wilayah paparan Afrika (Karakas et
al. 2006). Pemodelan numerik menggunakan ROMS di wilayah Indonesia juga
dilakukan antara lain, simulasi arus musiman di perairan Indonesia (Prihatiningsih
2014), dan studi mekanisme upwelling menggunakan pemodelan numerik di perairan
selatan Sulawesi (Atmadipoera dan Widyastuti 2014).
Kajian pola arus di daerah Teluk Jakarta perlu dilakukan karena arus merupakan
faktor pembawa sedimen, nutrien, dan polutan. Kemudian Teluk Jakarta merupakan
wilayah sibuk dan padat pembangunan sehingga pola arus menjadi parameter yang
perlu dikaji untuk menjelaskan sebaran dari parameter fisik dan kimia serta distribusi
organisme laut. Penelitian di wilayah ini sebelumnya dilakukan juga dengan teknik
pemodelan numerik, yaitu model numerik pola sirkulasi arus dalam skala-waktu pasang
surut diurnal (Firmansyah 2002). Pada penelitian ini diperlukan pemodelan numerik
ROMS untuk mendeskripsikan pola musiman dari arus sebelum dan setelah adanya
reklamasi di Teluk Jakarta.

Perumusan Masalah
Adanya perencanaan pembangunan GSW dengan reklamasi diduga menyebabkan
perubahan pola arus laut di Teluk Jakarta. Dengan membangun konfigurasi model
sirkulasi laut dengan ROMS-AGRIF untuk 3 skenario, hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjawab beberapa pertanyaan berikut,
1. Bagaimana siklus tahunan pola sirkulasi arus laut di Teluk Jakarta ?
2. Bagaimana perubahan pola siklus tahunan sirkulasi laut tersebut akibat
dibangunnya reklamasi pulau-pulau buatan di Teluk Jakarta ?
3. Bagaimana pola sebaran perunut pasif (passive tracers) yang dilepas dari
muara Sungai Ciliwung dari mekanisme masukan sungai jika reklamasi
dilakukan berdasarkan pola sirkulasi arus laut di Teluk Jakarta ?
Konfigurasi model dibuat dengan 3 skenario, dimana Skenario 1 merupakan
konfigurasi sebelum adanya reklamasi. Skenario 2, konfigurasi GSW dengan kanalkanal antar pulau-buatan yang diperlebar, dan Skenario 3 konfigurasi model yang
sesuai dengan cetak biru (blue-print) reklamasi GSW.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan: 1) untuk membangun konfigurasi model numerik 3dimensi ROMS-AGRIF dengan 3 skenario untuk wilayah perairan Teluk Jakarta dan

3
sekitarnya; 2) untuk mendeskripsikan perubahan pola siklus tahunan dari sirkulasi laut
di kawasan Teluk Jakarta pada 3 skenario (sebelum dan sesudah reklamasi pulau-pulau
buatan); dan 3) mendeskripsikan pola sebaran perunut pasif (passive tracers) yang
dilepas dari muara Sungai Ciliwung kearah laut.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan informasi awal mengenai pengaruh
reklamasi pulau-pulau buatan pada pembangunan GSW di Teluk Jakarta terhadap pola
sirkulasi laut dan sebaran massa air yang berasal dari Sungai Ciliwung yang bermuara
di Teluk Jakarta. Informasi yang disajikan dapat menjadi masukan positif bagi para
pemangku kepentingan yang berhubungan langsung dengan aktivitas pembangunan
GSW

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-September 2015 dengan domain
model di perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya, Jakarta Utara hingga Kepulauan Seribu
dengan koordinat 106°18‟ – 107°12‟ BT dan 5°18‟ – 6°6‟ LS. Komputasi model dan
pemrosesan data dilakukan di Laboratorium Oseanografi Fisika, Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Berikut disajikan daerah domain model dan visualisasi pada Gambar 1.
Masukan Data
Bahan penelitian yang digunakan berupa data gabungan dari ROMS-AGRIF
berupa data klimatologi atmosfer (QuickSCAT), suhu permukaan laut (AVHRRPathfinder Observations), batimetri (ETOPO 0.5°), fluks atmosfer (COADS05), kondisi
batas lateral (Simulasi Drakkar INDO-ORCA05), data garis pantai (GHSS Coastline
Map), dan data properti air laut (World Ocean Atlas).
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah PC desktop (Processor Intel
Core i7 dan RAM 32 GB). Sistem operasi Ubuntu 12.10 digunakan karena model
ROMS hanya dapat dilakukan pada sistem tersebut. MATLAB for Ubuntu 2009
digunakan untuk menjalankan konfigurasi model ROMS dan visualisasi hasil model.
Intel Fortran Compiler (ifort) digunakan untuk kompilasi model ROMS.
Prosedur Analisis Data
Persamaan Primitif
Persamaan gerak fluida pada ROMS menggunakan prinsip hukum Newton II
dimana perubahan momentum terhadap waktu sama dengan perubahan gaya total yang
bekerja (Pond dan Pickard 1983). Kemudian Ramming dan Kowalik (1980)
menjelaskan persamaan gerak air dalam bentuk 3 dimensi (3D) dengan koordinat
Kartesian :

4

a

b

Gambar 1 Domain model dan batimetri (a), domain visualisasi model serta batimetri (b)
perairan Teluk Jakarta

5
+

.

(1.a)

+

.

(1.b)

+

.

(1.c)

dimana
velositas fluida pada sumbu x,y,z
t waktu
parameter Coriolis (=
)
kecepatan sudut rotasi bumi
koordinat lintang bumi
spesifik volume
tekanan
koefisien viskositas Eddy vertikal
koefisien viskositas Eddy horizontal

(del operator)
percepatan gravitasi bumi
ROMS menggunakan persamaan primitif Navier Stokes dan mengabaikan
percepatan serta kecepatan vertikal (w = 0) (Marchesiello et al. 2011) sehingga
persamaan konservasi momentum disederhanakan menjadi persamaan konservasi
momentum arah sumbu-x dan sumbu-y :
+

.

+

.

(2.a)

+

.

+

.

(2.b)

berubah menjadi
dan
diganti
sebagai koefisien
dimana parameter
percampuran massa air vertikal dan horizontal.
Nilai adalah densitas fungsi dari suhu (T), salinitas (S), dan gradien tekanan
(P). Namun densitas diabaikan dalam komponen adveksi pada persamaan (2) (fluida
inkompresibel) sehingga pada persamaan gaya keseimbangan hidrostatik vertikal, nilai
densitas dapat dijelaskan pada persamaan (3) bahwa nilai tekanan terhadap kedalaman
sama dengan negatif densitas dan gravitasi :
(3)
Persamaan kontinuitas dalam ROMS mengabaikan perubahan densitas
horizontal atau fluida bersifat inkompresibel (
) (pendekatan Boussineq) sehingga
densitas bernilai konstan untuk gradien tekanan horizontal. Persamaan kontinuitas pada
fluida bersifat inkompresibel dapat ditulis :

6

(4)
ROMS dapat menganalisis pergerakan fluida akibat adveksi dan percampuran
massa air. Persamaan yang digunakan adalah konservasi perunut (tracer) dimana massa
air memiliki suhu dan salinitas. Secara matematis persamaan konservasi perunut suhu
(5) dan perunut salinitas (6) dapat ditulis :
(5)
(6)
dimana dan menunjukkan laju perubahan suhu dan salinitas terhadap waktu,
merupakan komponen adveksi,
merupakan koefisien pencampuran
dan
horizontal dan
merupakan koefisien pencampuran vertikal. Namun dalam model ini
menghitung perunut pasif dari debit sungai dalam satuan yang bersifat abritrary atau
belum ditentukan.
Gaya penggerak fluida di permukaan dan dasar perairan dijelaskan
menggunakan kondisi batas permukaan dan dasar perairan (Shchepetkin dan
McWilliams 2004 dalam Stewart 2008). Permukaan perairan digerakkan oleh kinematik
(tinggi muka laut), tegangan permukaan angin (wind stress), dan fluks suhu-salinitas.
Secara matematis, penggerak fluida di permukaan pada kondisi batas dapat ditulis :
(7.a)
(7.b)
(7.c)
(7.d)
(7.e)
Persamaan 7.a adalah fluida yang digerakkan oleh perubahan elevasi muka laut
( ). Angin sebagai penggerak ditandai oleh persamaan 7.b pada sumbu-x dan 7.c pada
sumbu-y. Persamaan tersebut menjelaskan fuida yang tercampur (
) digerakkan oleh
dan
) yang melewati pantai. Persamaan 7.d menjelaskan
regangan angin (
adalah koefisien
perubahan suhu akibat fluks bahang (Q) pada lapisan tercampur dan
bahang. Persamaan 7.e adalah perubahan salinitas akibat evaporasi-presipitasi
pada lapisan tercampur.
Gaya penggerak fluida dasar perairan pada kondisi batas terdiri dari kinematik,
gaya gesek dasar (friksi) dan fluk dasar suhu dan salinitas. Secara matematis dapat
ditulis :
(8.a)
(8.b)

7
(8.c)
(8.d)
(8.e)
Persamaan 8.a menjelaskan gerak fluida akibat proses adveksi di lapisan dasar.
Persamaan 8.b dan 8.c menjelaskan gaya friksi pada sumbu-x dan sumbu-y dimana
atau koefisien drag linear mempunyai nilai 3x10-4 m/s. Kemudian fluks suhu dan
salinitas di dasar perairan bernilai nol.
Konfigurasi Model
Model sirkulasi laut di perairan Teluk Jakarta dibangun oleh konfigurasi ROMSAGRIF. ROMS menggunakan persamaan primitif dan free surface (time step singkat
untuk dinamika barotropik dan time step besar untuk dinamika baroklinik) untuk
menghitung keadaan oseanik maupun atmosferik pada waktu awal dan setelahnya.
ROMS memerlukan data masukan grid horizontal (posisi titik grid, ukuran
dimensi grid), topografi dasar laut, penambahan daratan, gaya-gaya permukaan (wind
stress, fluks bahang permukaan, fluks air tawar), kondisi inisial (suhu, salinitas, arus,
tinggi muka laut) dan kondisi batas lateral (suhu, salinitas, arus, tinggi muka laut).
Model dibuat dalam 3 skenario. Skenario 1 adalah kondisi perairan Teluk Jakarta
secara normal alami. Skenario 2 adalah kondisi perairan Teluk Jakarta setelah adanya
reklamasi dengan modifikasi lebar kanal dari cetak-biru GSW. Skenario 3 adalah
kondisi perairan Teluk Jakarta dengan reklamasi pulau-pulau buatan sesuai dengan
cetak-biru rencana GSW. Penambahan daratan reklamasi pulau-pulau buatan pada
skenario 2 dan 3 dilakukan dengan cara masking pada grid model skenario 1.
Komponen pasang surut (pasut) dimasukkan sebagai gaya penggerak ke dalam
simulasi model di batas terbuka. Hal ini dilakukan karena sirkulasi arus Teluk Jakarta
dipengaruhi oleh pasut. Namun hasil simulasi disimpan dengan rataan harian untuk
fokus mengkaji pola siklus tahunan sirkulasi arus Teluk Jakarta. Selain itu, simulasi
model ini juga mengatur titik masukan sungai dengan debit sungai dibuat tetap.
Parameter ini diperlukan untuk mengkaji pola musiman sebaran penurut pasif yang
dilepas dari muara Sungai Ciliwung.
Pembuatan model sirkulasi arus laut dengan ROMS terdiri dari 4 tahap (Gambar
4), yaitu pra-pemrosesan data, persiapan dan kompilasi model, menjalankan model, dan
visualisasi model. Pengaturan pra-pemrosesan data dilakukan dengan memberikan skor
terhadap parameter model disajikan pada Tabel 1.

model Simbol
LLm
Mmm
N
θs
θb

Tabel 1 Parameter umum konfigurasi model
Keterangan
Grid pada arah sumbu X (resolusi
horisontal 463 m)
Grid pada arah sumbu Y (resolusi
horisontal 463 m)
Jumlah level vertikal
Parameter peregangan vertikal
permukaan
Parameter peregangan vertikal dasar

Nilai
216
192
32
6
0

8
Hc
Hmin
Hmax_coast
Hmax
DT
NTSavg
Navg
Rhoθ
rdrg
Cdb_min
Cdb_max
Nsrc
Isrc
Jsrc
Qbar [m3/s]

Kedalaman transisi
Kedalaman minimum
Kedalaman maksimum pada batas
pantai
Kedalaman maksimum
Time step model (detik)
Mulai time step untuk akumulasi data
rataan waktu
Rataan time step
Densitas rata-rata persamaan
Boussinesq (kg m-3)
Koefisien drag linier dasar (m si-1)
Koefisien drag dasar minimum
Koefisien drag dasar maksimum
Jumlah titik sumber sungai
Posisi titik sumber sungai bidang x
Posisi titik sumber sungai bidang y
Kecepatan volume masukan sungai

10
25
50
5000
120
1
720
1025
3x10-4
1x10-4
1x10-1
1
139
8
1

Gambar 2 Model reklamasi pada simulasi skenario 2 dengan modifikasi dari cetak-biru
rencana konstruksi GSW di daerah Teluk Jakarta

9

Gambar 3

Model reklamasi pada simulasi skenario 3 sesuai dengan cetak-biru dari
rencana konstruksi GSW di daerah Teluk Jakarta
NetCDF
data

Mulai

Data
global

Pemrosesan dan
kompilasi

Menjalankan
model

tidak
sesuai

Membuat grid

Korelasi
S1

S2

S3
sesuai

Membuat
kondisi
atmosferik

Insialisasi
kondisi
batas

Visualisasi

Data
tiga
dimensi
Analisis output

S1 = Tanpa reklamasi, S2 = Reklamasi Hasil Modifikasi GSW, S3 = Reklamasi Sesuai GSW

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan model

10
1. Pra-pemrosesan data
Tahap ini adalah awal pemasukan data model, membuat konfigurasi
model, serta pembuatan dokumen. Dalam konfigurasi model, terdapat
pengaturan domain model pada romstools dengan romstools_param.m. Domain
model dibentuk dengan membuat dokumen grid pada MATLAB (make_grid)
sehingga nilai LLm dan MMm perlu disimpan dalam param.m.
Wilayah domain model dibatasi pada koordinat 106°18‟ – 107°12‟ BT dan
° ‟
5 18 – 6°6‟ LS dengan resolusi tinggi 1/240 (463 meter). Data batimetri yang
digunakan berasal dari data ETOPO resolusi 30” dan plot garis pantai yang
digunakan dalam resolusi tinggi dari GSHHR.
Langkah berikutnya membuat file grid dengan perintah make_grid pada
MATLAB. Pembuatan grid pada skenario 2 menggunakan perintah editmask
sebelum make_grid. Pembuatan model reklamasi pada skenario 2 merupakan
penyederhanaan dari GSW yang direncanakan. Kemudian perintah
make_forcing dimasukkan sebagai data gaya penggerak atmosfer dan laut.
Kemudian data suhu permukaan laut (SST) dengan resolusi 9.28 km dimasukkan
oleh perintah pathfinder_sst.
Rumus bulk untuk membangkitkan fluks permukaan dari kondisi
atmosferik (wind stress, fluks bahang laten, fluks bahang sensibel, fluks bahang
gelombang panjang) untuk gaya-gaya permukaan dapat digunakan dengan
perintah make_bulk. Langkah terakhir dalam pra-pemrosesan data adalah
membangkitkan informasi kondisi batas awal (initial condition) dan batas lateral
terbuka.
2. Persiapan dan kompilasi model
Tahap ini merupakan persiapan ROMS dalam menjalankan model.
Setelah data global diubah menjadi netCDF (roms_grd.nc, roms_frc.nc,
roms_clm.nc, roms_bry.nc, roms_blk.nc), dilakukan penyesuaian konfigurasi
pada param.h, yaitu nama konfigurasi dan nilai LLm-MMm. LLm adalah ukuran
dimensi grid koordinat x dan MMm ukuran dimensi grid pada koordinat y.
Selanjutnya pengaturan cppdefs.h dilakukan untuk melakukan pemilihan
bagian C-preprocessor. Selain itu cppdefs.h terdapat pengaturan simulasi
perunut pasif pada masukan sungai dan penggerak komponen Pasut. Kompilasi
data menggunakan script jobcomp dengan compiler IFORT (Intel Fortran
Compiler), sehingga dihasilkan executable file roms.
3. Menjalankan model
Tahap ini adalah akhir dari pemrosesan data di ROMS. File roms.in
dijalankan setelah menyesuaikan dengan beberapa parameter dan vertical grid.
Kemudian model kembali dijalankan dalam run_roms.csh dengan file masukan
dari roms_inter.in. Script run_roms.csh dijalankan untuk membuat simulasi
jangka panjang (3 - 10 tahun running) sampai tercapai hasil komputasi yang
stabil secara statistik.
Panjang simulasi model untuk skenario 1 adalah 5 tahun, skenario 2
selama 3 tahun, dan skenario 3 selama 2 tahun. Kemudian data yang diambil

11
adalah rataan harian. Data rataan harian didapat dari pengaturan roms.in, yaitu
Ntimes (jumlah data) = 8640, dt [detik] (selang waktu model yang dijalankan)
= 120 detik, NDTFAST (rataan jumlah data) = 720.
Penentuan titik masukan sungai juga diatur dalam konfigurasi roms.in.
Jumlah titik sungai diwakilkan oleh Nsrc = 1. Kemudian posisi titik sungai
diatur dalam Isrc (bidang x) = 139 dan Jsrc (bidang y) = 8. Namun skenario 3
menggunakan 2 titik sumber sungai (Sungai Cisadane dan Ciliwung).
Kecepatan volume masukan sungai diatur dalam Qbar = 1 m3/s.
4. Visualisasi model
Setelah model dijalankan, maka hasil disimpan berupa history file atau
average file dengan format NetCDF. File ini dapat divisualisasikan
menggunakan roms_gui di MATLAB. Hasil visualisasi dapat berupa
komponen arus zonal dan meridional, suhu, salinitas, densitas, energi kinetik,
modulus arus dan beberapa parameter derivatif lain (seperti adveksi vertikal,
adveksi horizontal, pencampuran massa air, streamfunction, dan gradient
tekanan).
Tahapan visualisasi tersebut menggunakan MATLAB Graphical User
Interface (GUI). Hasil visualisasi model berupa sebaran kontur, stik plot,
diagram hovmüller, plot deret waktu, profil vertikal dan penampang vertikal.
Hasil model dapat dirata-ratakan bulanan dan musiman menggunakan script
diagnostic tools. Script ini dijalankan pada MATLAB dan dimunculkan dalam
roms_gui. Selain hasil output model, ROMS dapat melakukan komputasi
terhadap variabel turunan (Penven et al, 2010), contoh variabel speed
(
) dan energi kinetik (0.5(
).
Apabila proses menjalankan model tidak terjadi blow up dan sesuai hasil validasi
(perintah Ya pada diagram alir), maka dilanjutkan dengan kegiatan output. Jika proses
menjalankan model terjadi blow up dan tidak sesuai hasil validasi (perintah Tidak pada
diagram alir), maka proses dikembalikan ke dalam tahap pemrosesan data, misalnya
dengan merevisi nilai time-step.
Data keluaran (output) model yang dihasilkan merupakan rataan harian tahun ke 5
(skenario 1), tahun ke 3 (skenario 2), dan tahun ke 2 (skenario 3). Selanjutnya, untuk
menampilkan diagram Hovmüller dan penampang vertikal diperlukan penentuan transek.
Transek dibuat dengan menghubungkan titik A dan B. Pemilihan titik tersebut dianggap
mewakili wilayah perairan Teluk Jakarta yang mengalami perubahan fisik akibat
reklamasi.
Hasil analisis diagnostik dilakukan untuk menganalisis secara statistik komponen
gaya seperti gaya Coriolis, gradien tekanan, dan pencampuran vertikal. Hasil yang
diambil mewakili Musim Barat (Februari), Musim Peralihan 1 (Mei), Musim Timur
(Agustus), dan Musim Peralihan 2 (November).

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi Model dengan Data Satelit Altimetri
Model numerik sirkulasi arus Teluk Jakarta skenario 1 divalidasi dengan data
tinggi muka air laut (sea surface height/SSH). Data hasil validasi diambil dari satelit
altimetri (AVISO) tahun 2005-2010. Data satelit altimetri dirata-ratakan mingguan
dalam klimatologi periode bulanan. Sebagai perbandingan adalah data klimatologi
tinggi muka laut (variabel zeta) model ROMS skenario 1 tahun ke-5. Data model
ROMS memiliki rataan harian. Kedua data ini dibuatkan nilai anomali (referensi MSL)
sehingga nilai tinggi muka laut dapat dibandingkan. Berikut disajikan grafik
perbandingan data SSH hasil model ROMS dengan satelit altimetri pada Gambar 5.
Nilai data altimetri menunjukkan muka laut di bawah nol bulan Januari hingga
Maret. Kemudian bulan April hingga Agutus muka laut berada di atas nol. Bulan
September muka laut mengalami kenaikan lalu menurun drastis pada bulan Desember.
Hal yang sama ditunjukkan juga pada hasil model ROMS. Namun, data ROMS
memiliki rataan harian sehingga fluktuasi muka laut lebih banyak terjadi pada data
model tersebut. Secara keseluruhan, kenaikan muka laut dalam periode bulanan
mengikuti pola tinggi muka laut data altimetri. Korelasi data model ROMS dengan
altimetri pada parameter SSH bernilai 0.7. Artinya model dugaan representatif terhadap
data observasi.

Gambar 5 Siklus tahunan tinggi muka laut dari data satelit altimetri (garis hitam) dan
keluaran model ROMS (garis merah) di sisi timurlaut Teluk Jakarta.
Korelasi tinggi muka laut antara data dan keluaran model sebesar 0.7.
Pola Arus di Perairan Teluk Jakarta
Hasil simulasi model di perairan Teluk Jakarta skenario 1 (tanpa reklamasi)
dijalankan selama 5 tahun dan dirata-ratakan dalam satu hari. Angin dan pasang surut
merupakan faktor penggerak dari arus di Teluk Jakarta. Namun, model dibuat dalam
rataan harian sehingga sinyal pasut sudah dihilangkan. Maka pola arus di Teluk Jakarta
yang terlihat hanya digerakkan angin.

13
Setiap grid pada hasil model memuat vektor arus. Namun tingginya resolusi dan
jarak tiap grid pada visualisasi sangat kecil sehingga perlu disederhanakan. Grid yang
menampilkan vektor arus diberi jarak setiap enam grid dengan skala vektor 0.1 m/s.
Pada pemberian warna modulus arus tidak disederhanakan atau nilai modulus
ditampilkan pada semua grid.
Sirkulasi arus paling kuat terjadi pada 16 Februari (Musim Barat) dimana aliran
air mengarah ke sisi timur. Kemudian, arus di 16 Mei (Musim Peralihan 1) bergerak
pelan ke arah barat sama dengan 16 Agustus (Musim Timur). Pada 16 November
(Musim Peralihan 2), aliran air mengalami transisi arah dari timur ke barat secara
perlahan hingga musim barat mengalami peningkatan kecepatan arus ke arah timur. Jadi
komponen zonal arus memberikan pengaruh kuat. Gambaran dari pola arus Teluk
Jakarta skenario 1 disajikan pada Gambar 6.
Konfigurasi tanjung di perairan Teluk Jakarta menyebabkan aliran air dari sisi
barat terbagi dua, masuk ke dalam daerah teluk hingga dekat pantai dan mengalir bebas
ke sisi timur atau barat. Kemudian kedua aliran ini akan bermuara di daerah tanjung sisi
timur atau barat. Berdasarkan studi yang dilakukan Hadikusumah (2007) mengenai
variabilitas arus di Teluk Jakarta dari hasil pengukuran lapang, pola sirkulasi hasil
model kurang sesuai dengan hasil studi tersebut, diduga karena plot vektor arus hasil
pengukuran lapangan masih mempertahankan sinyal arus pasang surut. Namun
demikian, pada musim berbeda hasil pengukuran lapang menunjukkan pola sirkulasi
yang berbeda, dan hal ini juga ditunjukkan oleh hasil model.
Model simulasi perairan Teluk Jakarta skenario 2 (reklamasi hasil modifikasi
GSW) dijalankan selama 3 tahun dengan hasil simulasi disimpan dalam rataan 1 hari.
Pola sirkulasi arus

Gambar 6 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 1 pada kedalaman 10 m tumpang tindih
warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan musim

14

Gambar 7 Pola arus permukaan bulan Juni 2003 (atas), Mei 2004 (tengah) dan September
2003 di Teluk Jakarta (Hadikusumah, 2007)

Gambar 8 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 2 pada kedalaman 10 m tumpang tindih
warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan musim

15

Gambar 9 Pola arus di Teluk Jakarta skenario 3 pada kedalaman 10 m tumpang tindih
warna modulus arus (m/s) di empat perwakilan musim
di perairan Teluk Jakarta skenario 2 juga didominasi oleh komponen zonal. Namun
adanya konfigurasi reklamasi (daratan) menyebabkan adanya partisi arus ke dalam
kanal-kanal. Kanal-kanal ini terdapat celah-celah sehingga terjadi intensifikasi arus di
dalam celah yang sempit. Gambar 8 disajikan untuk menggambarkan pola arus di Teluk
Jakarta pada skenario 2.
Model simulasi perairan Teluk Jakarta skenario 3 (reklamasi GSW) dijalankan
selama 2 tahun dan dirata-ratakan dalam satu hari. Pola sirkulasi arus di perairan Teluk
Jakarta skenario 3 terlihat kompleks dan terisolasi sehingga aliran air yang masuk ke
dalam teluk sedikit dan berbelok di atas daratan reklamasi GSW. Adanya reklamasi
GSW hasil perluasan Pelabuhan Tg. Priok menyebabkan adanya arus ke bawah (16
Agustus dan 16 November) dan ke atas (16 Februari dan 16 Mei). Intensifikasi arus
terlihat lebih lemah dibandingkan skenario 2. Hal ini dikarenakan sedikit kanal yang
sejajar garis pantai. Arus komponen zonal terlihat lebih lemah dibandingkan skenario 1
dan 2.
Struktur vertikal arus di Teluk Jakarta dibuat seperti pola arus permukaan (dua
skenario). Teluk Jakarta didominasi oleh komponen zonal di permukaan, maka analisis
arus secara vertikal ditampilkan oleh komponen zonal arus (u) pada transek A-B yang
memanjang vertikal. Secara umum, arus di permukaan mempunyai modulus yang kuat.
Hal ini diperlihatkan pada Gambar 10, 11, dan 12 dimana modulus arus mempunyai
nilai jauh dari nol (positif atau negatif). Kemudian pola arus semakin ke dasar
mengalami pelemahan. Struktur vertikal arus di skenario 1 berdasarkan pola musim
mengikuti arus di permukaan dimana terjadi pembalikan arah dua kali (Musim Barat

16

Gambar 10 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 1 diperlihatkan
oleh komponen arus zonal (u) (m/s) pada transek A-B di empat perwakilan
musim

Gambar 11 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 2 diperlihatkan
oleh komponen arus zonal (u) (m/s) pada transek A-B di empat perwakilan
musim

17

Gambar 12 Struktur dan Pola arus vertikal di Teluk Jakarta skenario 3 diperlihatkan
oleh komponen arus zonal (u) (m/s) pada transek A-B di empat perwakilan
musim
dan Musim Timur). Pembalikan arah arus ditandai oleh nilai positif atau negatif pada
nilai u. Berdasarkan 4 potongan gambar pada musim berbeda (Gambar 10), modulus
arus di dasar perairan mempunyai nilai mendekati nol. Namun pada 16 Mei, 16
Agustus, dan 16 November terlihat ada arus kuat di dasar. Hal ini disebabkan
pemotongan transek yang menyinggung pulau-pulau kecil.
Skenario 2 menunjukkan perbedaan struktur vertikal arus dari skenario 1 dimana
terjadi penguatan arus di dasar perairan. Pola musim arus vertikal skenario 2 juga
mengikuti permukaannya. Intensifikasi arus di dasar perairan terlihat pada celah-celah
daratan reklamasi.
Potongan vertikal komponen arus zonal pada skenario 3 menunjukkan pola yang
sama dengan skenario 2. Namun arus dekat garis pantai Jakarta meunjukkan arah
negatif sepanjang tahun. Wilayah kosong pada Gambar 11 dan 12 terjadi akibat
pemotongan transek yang melewati daratan reklamasi.
Adanya reklamasi menyebabkan pola sirkulasi arus kompleks terjadi di sekitar
daratan reklamasi dan celah-celah sempit. Hal ini menyebabkan terjadinya eddy atau
pusaran arus. Variasi putaran dari arus terlihat pada musim berbeda. Musim Barat, eddy
bergerak anti-siklonik (atas arus yang meningkat akibat celah reklamasi) dan siklonik
(bawah arus yang meningkat akibat celah reklamasi) pada sisi atas kanan celah.

18

Gambar 13 Pola eddies yang terbentuk hasil simulasi arus skenario 2 Teluk Jakarta pada
empat perwakilan musim di kedalaman 10 m
Arus kuat yang menyebabkan putaran arus mengarah ke timur. Hal ini terjadi pada
Musim Peralihan 2 tetapi putaran arus lebih lemah daripada Musim Barat. Musim
Peralihan 1, eddy bergerak kebalikan dari Musim Barat dan Peralihan 2. Sama halnya
dengan Musim Timur yang memiliki pola eddy yang sama.
Kekuatan arus pada eddy terlihat lemah. Kecepatan arus pada daerah eddy
berkisar antara 0.01 hingga 0.02 m/s. Eddy tersebut memiliki diameter yang kecil
sehingga dalam visualisasi model, domain dipersempit, skala diperbesar menjadi 0.01,
dan setiap grid ditampilan data vektornya. Berikut disajikan Gambar 13
menggambarkan sirkulasi eddy setiap musimnya.
Menurut Stewart (2008) eddy terjadi tidak hanya dipengaruhi oleh rotasi Bumi,
tetapi karakteristik arus dan arah angin. Skema pusaran arus di skenario 2 terjadi di
dekat celah dimana terjadi intensifikasi arus. Konfigurasi dari daratan reklamasi juga
mempengaruhi adanya pembelokan arus. Selain itu kontribusi energi kinetik

19
memberikan pengaruh pada pembentukan eddy (Lathuiliére et al. 2010). Skema pusaran
arus musiman ditunjukkan pada Gambar 13.
Energi kinetik merupakan variabel derivat dari kecepatan arus. Dalam kasus ini,
variabel energi kinetik melihat besarnya energi yang ditimbulkan akibat modulus arus.
Berdasarkan Gambar 14 , energi kinetik hasil simulasi skenario 1 memiliki nilai yang
besar pada kedua sisi daerah tanjung. Hal ini terlihat pada Musim Barat dan Peralihan 1
sedangkan Musim Timur dan Peralihan 2 tidak menunjukkan nilai energi kinetik yang
besar.
Hasil simulasi skenario 2 menunjukkan sebaran energi kinetik besar terjadi pada
celah sempit di daratan reklamasi. Pada Musim Barat energi kinetik terbesar terjadi di
daerah sisi kanan tanjung. Sisi kiri daerah tanjung memiliki energi kinetik yang tersebar
hingga celah-celah sempit daratan reklamasi. Hal yang sama berlaku pada Musim
Peralihan 1. Kemudian Musim Timur dan Musim Peralihan 2 menunjukkan energi
kinetik di kedua sisi daerah tanjung lebih lemah. Simulasi energi kinetik skenario 3
terlihat lebih lemah dibandingkan skenario 1 dan 2.
Analisis energi kinetik dilakukan sebagai gambaran dampak perubahan garis
pantai. Bila energi kinetik besar, garis pantai mengalami erosi. Sebaliknya, jika energi
kinetik lemah terjadi sedimentasi. Berikut Gambar 14, 15, dan 16 disajikan untuk
menggambarkan sebaran energi kinetik pada semua skenario.

Gambar 14 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 1 (sebelum
reklamasi) kedalaman 10 m tumpang tindih dengan vektor arus pada empat
perwakilan musim

20

Gambar 15 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 2 kedalaman 10 m
tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

Gambar 16 Sebaran energi kinetik (joule) di Teluk Jakarta skenario 3 kedalaman 10 m
tumpang tindih dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

21
Keterkaitan Parameter Atmosferik terhadap Pola Arus Permukaan
Kondisi atmosferik mempengaruhi pergerakan air. Aliran air di Teluk Jakarta
didominasi oleh komponen zonal. Gambar 17 menunjukkan diagram Hovmuller
komponen zonal (u) dan tegangan angin permukaan zonal (sustr) dipotong oleh transek
vertikal A-B. Berdasarkan skala waktu, arus zonal mengalami pembalikan arah dua kali
dalam satu tahun. Periode April-September, nilai u bernilai negatif. Hal ini menandakan
arus bergerak ke barat. Kemudian pada bulan Oktober-Maret, nilai u berubah menjadi
positif menandakan arus bergerak ke timur. Semua skenario menunjukkan pola arus
yang sama (terjadi pembalikan arah dua kali dalam satu tahun). Pola ini juga terlihat
sama dengan nilai tegangan angin permukaan zonal.
Analisis pola arus yang masuk ke dalam teluk juga dilakukan dengan transek
horizontal A-B (Gambar 18). Pola arus meridional juga mengalami pembalikan arah dua
kali dalam satu tahun, periode terjadinya pembalikan arah sama dengan arus zonal. Nilai
arus meridional (v) bernilai negatif menandakan arus masuk ke dalam teluk (selatan)
dan positif menandakan pergerakan air ke luar teluk (utara). Pola ini terlihat sama di
semua skenario.
Suhu permukaan laut (0C ) adalah sejumlah bahang yang tersimpan pada
permukaan laut. Maka semakin tinggi fluks bahang yang masuk ke dalam permukaan
laut maka suhu semakin tinggi dan sebaliknya. Peningkatan fluks bahang dapat
dipengaruhi oleh peningkatan intensitas wind stress (Sterl et al. 2003). Renault et al.
(2012) menyatakan bahwa intensifikasi angin dapat meningkatkan pelepasan bahang
melalui fluks bahang. Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa suhu maksimum terjadi
pada angin yang melemah di Musim Peralihan 1 dan 2 karena mengalami transisi arah.
Salinitas adalah jumlah satuan gram garam yang terkandung dalam satu kilogram
air laut. Model ini menghitung salinitas dalam satuan psu (per salinity unit). Faktorfaktor yang mempengaruhi salinitas daerah pantai adalah presipitasi-evaporasi, masukan
sungai (run-off), dan pasang surut air laut.
Sebaran salinitas pada variasi musim terlihat semakin meningkat dari Musim
Barat (paling rendah) hingga Musim Peralihan 2 (paling tinggi). Masukan salinitas di
Teluk Jakarta dipengaruhi oleh Laut Jawa. Menurut Najid et al (2012), musim barat
mencapai puncak minimum dari salinitas di Laut Jawa. Masuknya massa air dari Laut
Natuna melewati Selat Karimata banyak mengalami pengenceran dari aliran sungai.
Sebaliknya pada Musim Peralihan1 dan Timur, aliran air dari timur menuju barat
membawa massa air bersalinitas tinggi. Hal ini menyebabkan massa air salinitas rendah
di barat Laut Jawa terdorong sehingga ada kenaikan salinitas. Puncak maksimum nilai
salinitas tertinggi terjadi pada periode Musim Peralihan 2.
Mekanisme Pergerakan Keluaran Debit Sungai ke Perairan Teluk Jakarta
Komponen sungai dimasukkan sebagai variabel untuk melihat sebaran keluaran
debit air dari muara sungai ke dalam sistem perairan. Titik sumber sungai ditentukan di
tengah dari konfigurasi daratan Jakarta (muara Sungai Ciliwung) dengan asumsi nilai
debit sungai dibuat tetap sepanjang tahun.
Skenario 1 menunjukkan bahwa pergerakan aliran sungai di Musim Barat
bergerak ke sisi timur mengikuti arus. Nilai debit sungai yang keluar relatif tinggi
dengan penyebaran merata di sepanjang pantai. Musim Peralihan 1, debit sungai

22

Gambar 17 Diagram Hovmuller pada nilai arus zonal (u), angin permukaan zonal
(sustr), suhu (T), dan salinitas (S) pada tiga skenario berbeda dipotong oleh
transek vertikal A-B

23

Gambar 18 Diagram Hovmuller pada nilai arus meridional (v), angin permukaan zonal
(sustr), suhu (T), dan salinitas (S) pada tiga skenario berbeda dipotong oleh
transek horizontal A-B

24
terbawa ke sisi barat mengikuti arus. Namun penyebarannya lebih tinggi dan cenderung
berkumpul di daerah pesisir pantai barat Jakarta. Debit sungai juga masih terlihat
walaupun sudah menipis di pantai timur Jakarta. Kemudian Musim Timur menunjukkan
keluaran debit sungai relatif berkurang hingga Musim Peralihan 2 penyebaran terpusat
di dekat titik suber sungai.
Proses masuknya aliran sungai ke dalam sistem perairan Teluk Jakarta pada
skenario 2 memiliki pola yang sama dengan skenario 1. Namun, keluaran debit sungai
relatif lebih rendah dan cenderung menyebar lebih luas dibandingkan skenario 1. Hal ini
terjadi akibat adanya intensifikasi arus pada kanal-kanal sejajar garis pantai sehingga
masukan sungai terbawa oleh arus lebih cepat.
Adanya reklamasi hasil modifikasi GSW menyebabkan pergerakan masukan
sungai lebih cepat dan menyebar luas mengisi celah-celah reklamasi. Berdasarkan
model Gambar 19, intensifikasi pergerakan masukan sungai terjadi akibat intensifikasi
arus, sedangkan penyebaran yang merata setelah adanya reklamasi disebabkan oleh
pembentukan kanal-kanal di daerah reklamasi.
Skenario 1 menunjukkan hasil perunut pasif masukan sungai di daerah pesisir
bergantian secara periode musim. Adanya reklamasi hasil modifikasi GSW (skenario 2)
menyebabkan debit masukan sungai terbawa oleh arus lebih cepat dari skenario 1
sehingga diasumsikan polutan terbuang lebih cepat dari perairan Teluk Jakarta. Hasil
model reklamasi GSW (skenario 3) menggambarkan tingkat penyebaran yang luas di
celah-celah reklamasi namun terisolasi. Hal ini diakibatkan sirkulasi arus yang tertutup
sehingga keluaran sungai sulit untuk keluar dari sistem perairan Teluk Jakarta.
Sebaran debit keluaran sungai skenario 3 mempunyai 2 sumber sungai. Posisi titik
sumber sungai berada di sisi barat (Sungai Cisadane) dan tengah (Sungai Ciliwung)
Teluk Jakarta. Musim Peralihan 1 dan 2 memberikan kontribusi tinggi terhadap
penumpukan debit sungai di bagian barat hasil reklamasi GSW Teluk Jakarta dalam 1
tahun.

Gambar 19

Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur pada
Sungai Ciliwung) dengan asumsi debit sungai konstan sepanjang tahun di
perairan Teluk Jakarta skenario 1 (alami) tumpang tindih dengan vektor
arus pada empat perwakilan musim

25

Gambar 20

Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur pada
Sungai Ciliwung) dengan asumsi debit sungai konstan sepanjang tahun di
perairan Teluk Jakarta skenario 2 tumpang tindih dengan vektor arus pada
empat perwakilan musim

Gambar 21

Pola pergerakan perunut pasif sungai (titik sumber sungai diatur pada
Sungai Ciliwung dan Cisadane) dengan asumsi debit sungai konstan
sepanjang tahun di perairan Teluk Jakarta skenario 3 tumpang tindih
dengan vektor arus pada empat perwakilan musim

26

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pola sirkulasi arus di perairan Teluk Jakarta bervariasi secara musim. Komponen
zonal mendominasi dari skema pergerakan arus di Perairan Teluk Jakarta. Simulasi pola
sirkulasi arus pada skenario 1 (alami) menunjukkan bahwa aliran air masuk melalui sisi
tanjung barat atau timur secara bebas. Namun, skenario 2 (adanya reklamasi hasil
modifikasi GSW) menunjukkan bahwa aliran air yang masuk melalui sisi tanjung
terb