Studi pendahuluan pemodelan ekologi di perairan Teluk Jakarta.

(1)

Oleh :

Yudha Bayu Nursalam C64104029

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

STUDI PENDAHULUAN PEMODELAN EKOLOGI DI

PERAIRAN TELUK JAKARTA

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dilakukan

sebelumnya oleh pihak lain baik di perguruan tinggi IPB maupun perguruan tinggi yang lain. Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

YUDHA BAYU NURSALAM C64104029


(3)

RINGKASAN

YUDHA BAYU NURSALAM. Studi pendahuluan pemodelan ekologi di perairan Teluk Jakarta. Dibimbing oleh RICHARDUS F. KASWADJI dan HADIKUSUMAH.

Model ekologi telah banyak dibangun dengan salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui, memprediksi ataupun menganalisis interaksi yang terjadi di antara komponen-komponen ekologi. Melalui penelitian ini telah dibangun sebuah model ekologi yang mewakili struktur trofik minimum di permukaan perairan Teluk Jakarta dengan nitrogen sebagai elemen dasar siklus model. Variabel tetap yang bekerja dalam siklus model diantaranya adalah nitrat (NO3), amonium (NH4), fitoplankton (CHL), zooplankton (ZOO) serta nitrogen organik terlarut dan partikel (PON dan DON). Faktor yang bekerja dalam model adalah fisika (suhu dan cahaya) serta biologi dan kimia perairan (fotosintesis, respirasi, dekomposisi, grazing, eksresi dan mortalitas).

Penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan mulai dari bulan Juni 2008 sampai dengan Desember 2008 bertempat di Laboratorium Oseanografi Fisika P2O-LIPI. Model dibangun dalam bahasa pemrograman Fortran 90 pada

perangkat lunak Compaq Visual Fortran Ver. 6.5 sedangkan untuk menampilkan hasil model digunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2003. Desain model meliputi proses perumusan masalah, pembuatan model konseptual, penulisan persamaan matematis, parameterisasi, solusi numerik, kalibrasi hingga validasi model. Faktor suhu dan cahaya yang digunakan mewakili tren/pola sebenarnya yang terjadi di Teluk Jakarta sedangkan persamaan untuk beberapa proses lain dan juga nilai parameter bersumber pada beberapa literatur yang disesuaikan dengan daerah simulasi melalui proses kalibrasi. Solusi numerik ditentukan melalui metode numerik beda hingga (finite difference).

Validasi terhadap hasil model menunjukkan tren yang beragam. Hasil model untuk faktor fisika menunjukkan persamaan dengan data yang digunakan untuk validasi. Persamaan ditunjukkan baik pada nilai maupun pola dari suhu dan cahaya perairan. Nilai rata-rata suhu perairan dalam satu tahun antara 28 – 30 oC dan cahaya perairan antara 0.2 – 0.25 ly/min. Validasi untuk variabel tetap secara umum menunjukkan persamaan. Rata-rata konsentrasi nitrat hasil model adalah 0.038 mg/l dan validasinya sekitar 0.037 mg/l, hasil model amonium sekitar 0.13 mg/l dan validasinya sekitar 0.17 mg/l dan hasil model untuk fitoplankton adalah 0.52 mg/m3 dan validasinya sekitar 0.57 mg/m3. Keterbatasan data validasi dan faktor yang mempengaruhi model mengakibatkan tidak adanya validasi terhadap variabel lain dan pola musiman dari konsentrasi variabel serta masih terdapatnya beberapa data dengan konsentrasi berbeda.

Analisa terhadap hasil model menunjukkan bahwa terbentuknya pola konsentrasi untuk variabel tetap nutrien lebih dipengaruhi oleh faktor suhu perairan yang memodulasi proses perairan yang menjadi sumber nutrien sedangkan pola untuk variabel fitoplankton lebih dipengaruhi oleh cahaya perairan sebagai faktor utama fotosintesis. Flux nitrogen terbesar di perairan terjadi pada saat fotosintesis oleh fitoplankton berlangsung.


(4)

STUDI PENDAHULUAN PEMODELAN EKOLOGI DI

PERAIRAN TELUK JAKARTA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Yudha Bayu Nursalam C64104029

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

© Hak cipta milik Yudha Bayu Nursalam, tahun 2009

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya


(6)

Judul Skripsi : STUDI PENDAHULUAN PEMODELAN EKOLOGI DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

Nama : Yudha Bayu Nursalam

NIM : C64104029

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc Drs. Hadikusumah NIP. 19450405 197301 1 001 NIP. 19470729 197403 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang selalu mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Studi Pendahuluan Pemodelan Ekologi di Perairan Teluk Jakarta” dapat terselesaikan. Pembuatan model ekologi ini diharapkan menjadi salah satu gambaran awal metode yang dapat digunakan dalam pemantauan kestabilan ekologi di perairan Teluk Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr.Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc dan Drs. Hadikusumah (P2O-LIPI) selaku komisi pembimbing atas ilmu, arahan, motivasi serta pelajaran hidup kepada penulis selama penyelesaian skripsi.

2. Dr.Ir. Djisman Manurung, M.Sc selaku penguji tamu serta Dr.Ir. Henry M. Manik, M.T. selaku ketua komisi pendidikan S1 ITK.

3. Dr.Ir. Sri Pujiyati, M.Si selaku pembimbing akademis yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis.

4. Seluruh pengajar dan pegawai Dept. ITK IPB atas ilmu dan kerjasamanya. 5. Kedua orang tua dan adik tercinta serta keluarga besar penulis atas doa dan

dukungannya.

6. Dr.Ir. Alan F. Koropitan (ITK-IPB) dan Ir.Aris Subarkah, MT (BPPT) atas ilmu dan motivasi kepada penulis.

7. Seluruh staff dari instansi terkait diantaranya BMKG, SEAWATCH BPPT, BPLHD DKI Jakarta, P2O-LIPI atas kerjasamanya.

8. Teman-teman dan sahabat ITK 41 atas doa dan dukungannya selama ini. Penulis menyadari masih terdapatnya beberapa kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk turut memajukan ilmu pengetahuan Indonesia.

Bogor, Agustus 2009 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Fitoplankton ... 4

2.2 Zooplankton ... 12

2.3 Nitrogen di laut ... 14

2.3.1 Amonia ... 16

2.3.2 Nitrit ... 17

2.3.3 Nitrat ... 17

2.3.4 Nitrogen organik ... 18

2.4 Model ... 20

2.4.1 Definisi model ... 20

2.4.2 Tujuan pemodelan ... 21

2.4.3 Model ekologi ... 21

2.4.4 Formulasi model ... 23

3. METODE ... 28

3.1 Waktu dan lokasi simulasi model ... 28

3.2 Alat dan bahan ... 28

3.3 Desain model ... 29

3.3.1 Variabel tetap ... 31

3.3.2 Variabel luar ... 32

3.3.3 Persamaan model ... 33

3.3.4 Parameterisasi ... 38

3.3.5 Solusi numerik ... 39

3.3.6 Verifikasi dan validasi ... 40

3.4 Nilai awal ... 41

3.5 Asumsi model ... 41

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Kalibrasi model ... 43

4.1.1 Kalibrasi parameter nutrien... 44


(9)

4.2 Variabel luar ... 47

4.2.1 Suhu perairan ... 47

4.2.2 Cahaya ... 51

4.3 Variasi musiman variabel ekologi... 54

4.4 Validasi ... 58

4.4.1 Amonium ... 59

4.4.2 Nitrat ... 61

4.4.3 Fitoplankton ... 62

4.4.4 Pembahasan ... 63

4.5 Flux Nitrogen ... 68

4.6 Perlakuan Model ... 69

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN... 76


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Notasi dan nilai parameter/konstanta yang digunakan dalam

model ekologi ... 26

2. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam model ekologi ... 29

3. Nilai awal variabel dalam model ... 41

4. Nilai parameter hasil kalibrasi model ... 43

5. Validasi nilai rata-rata dan rentang konsentrasi variabel selama satu tahun ... 59


(11)

Oleh :

Yudha Bayu Nursalam C64104029

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

STUDI PENDAHULUAN PEMODELAN EKOLOGI DI

PERAIRAN TELUK JAKARTA

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dilakukan

sebelumnya oleh pihak lain baik di perguruan tinggi IPB maupun perguruan tinggi yang lain. Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

YUDHA BAYU NURSALAM C64104029


(13)

RINGKASAN

YUDHA BAYU NURSALAM. Studi pendahuluan pemodelan ekologi di perairan Teluk Jakarta. Dibimbing oleh RICHARDUS F. KASWADJI dan HADIKUSUMAH.

Model ekologi telah banyak dibangun dengan salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui, memprediksi ataupun menganalisis interaksi yang terjadi di antara komponen-komponen ekologi. Melalui penelitian ini telah dibangun sebuah model ekologi yang mewakili struktur trofik minimum di permukaan perairan Teluk Jakarta dengan nitrogen sebagai elemen dasar siklus model. Variabel tetap yang bekerja dalam siklus model diantaranya adalah nitrat (NO3), amonium (NH4), fitoplankton (CHL), zooplankton (ZOO) serta nitrogen organik terlarut dan partikel (PON dan DON). Faktor yang bekerja dalam model adalah fisika (suhu dan cahaya) serta biologi dan kimia perairan (fotosintesis, respirasi, dekomposisi, grazing, eksresi dan mortalitas).

Penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan mulai dari bulan Juni 2008 sampai dengan Desember 2008 bertempat di Laboratorium Oseanografi Fisika P2O-LIPI. Model dibangun dalam bahasa pemrograman Fortran 90 pada

perangkat lunak Compaq Visual Fortran Ver. 6.5 sedangkan untuk menampilkan hasil model digunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2003. Desain model meliputi proses perumusan masalah, pembuatan model konseptual, penulisan persamaan matematis, parameterisasi, solusi numerik, kalibrasi hingga validasi model. Faktor suhu dan cahaya yang digunakan mewakili tren/pola sebenarnya yang terjadi di Teluk Jakarta sedangkan persamaan untuk beberapa proses lain dan juga nilai parameter bersumber pada beberapa literatur yang disesuaikan dengan daerah simulasi melalui proses kalibrasi. Solusi numerik ditentukan melalui metode numerik beda hingga (finite difference).

Validasi terhadap hasil model menunjukkan tren yang beragam. Hasil model untuk faktor fisika menunjukkan persamaan dengan data yang digunakan untuk validasi. Persamaan ditunjukkan baik pada nilai maupun pola dari suhu dan cahaya perairan. Nilai rata-rata suhu perairan dalam satu tahun antara 28 – 30 oC dan cahaya perairan antara 0.2 – 0.25 ly/min. Validasi untuk variabel tetap secara umum menunjukkan persamaan. Rata-rata konsentrasi nitrat hasil model adalah 0.038 mg/l dan validasinya sekitar 0.037 mg/l, hasil model amonium sekitar 0.13 mg/l dan validasinya sekitar 0.17 mg/l dan hasil model untuk fitoplankton adalah 0.52 mg/m3 dan validasinya sekitar 0.57 mg/m3. Keterbatasan data validasi dan faktor yang mempengaruhi model mengakibatkan tidak adanya validasi terhadap variabel lain dan pola musiman dari konsentrasi variabel serta masih terdapatnya beberapa data dengan konsentrasi berbeda.

Analisa terhadap hasil model menunjukkan bahwa terbentuknya pola konsentrasi untuk variabel tetap nutrien lebih dipengaruhi oleh faktor suhu perairan yang memodulasi proses perairan yang menjadi sumber nutrien sedangkan pola untuk variabel fitoplankton lebih dipengaruhi oleh cahaya perairan sebagai faktor utama fotosintesis. Flux nitrogen terbesar di perairan terjadi pada saat fotosintesis oleh fitoplankton berlangsung.


(14)

STUDI PENDAHULUAN PEMODELAN EKOLOGI DI

PERAIRAN TELUK JAKARTA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Yudha Bayu Nursalam C64104029

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(15)

© Hak cipta milik Yudha Bayu Nursalam, tahun 2009

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya


(16)

Judul Skripsi : STUDI PENDAHULUAN PEMODELAN EKOLOGI DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

Nama : Yudha Bayu Nursalam

NIM : C64104029

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc Drs. Hadikusumah NIP. 19450405 197301 1 001 NIP. 19470729 197403 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang selalu mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Studi Pendahuluan Pemodelan Ekologi di Perairan Teluk Jakarta” dapat terselesaikan. Pembuatan model ekologi ini diharapkan menjadi salah satu gambaran awal metode yang dapat digunakan dalam pemantauan kestabilan ekologi di perairan Teluk Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr.Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc dan Drs. Hadikusumah (P2O-LIPI) selaku komisi pembimbing atas ilmu, arahan, motivasi serta pelajaran hidup kepada penulis selama penyelesaian skripsi.

2. Dr.Ir. Djisman Manurung, M.Sc selaku penguji tamu serta Dr.Ir. Henry M. Manik, M.T. selaku ketua komisi pendidikan S1 ITK.

3. Dr.Ir. Sri Pujiyati, M.Si selaku pembimbing akademis yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis.

4. Seluruh pengajar dan pegawai Dept. ITK IPB atas ilmu dan kerjasamanya. 5. Kedua orang tua dan adik tercinta serta keluarga besar penulis atas doa dan

dukungannya.

6. Dr.Ir. Alan F. Koropitan (ITK-IPB) dan Ir.Aris Subarkah, MT (BPPT) atas ilmu dan motivasi kepada penulis.

7. Seluruh staff dari instansi terkait diantaranya BMKG, SEAWATCH BPPT, BPLHD DKI Jakarta, P2O-LIPI atas kerjasamanya.

8. Teman-teman dan sahabat ITK 41 atas doa dan dukungannya selama ini. Penulis menyadari masih terdapatnya beberapa kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk turut memajukan ilmu pengetahuan Indonesia.

Bogor, Agustus 2009 Penulis


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Fitoplankton ... 4

2.2 Zooplankton ... 12

2.3 Nitrogen di laut ... 14

2.3.1 Amonia ... 16

2.3.2 Nitrit ... 17

2.3.3 Nitrat ... 17

2.3.4 Nitrogen organik ... 18

2.4 Model ... 20

2.4.1 Definisi model ... 20

2.4.2 Tujuan pemodelan ... 21

2.4.3 Model ekologi ... 21

2.4.4 Formulasi model ... 23

3. METODE ... 28

3.1 Waktu dan lokasi simulasi model ... 28

3.2 Alat dan bahan ... 28

3.3 Desain model ... 29

3.3.1 Variabel tetap ... 31

3.3.2 Variabel luar ... 32

3.3.3 Persamaan model ... 33

3.3.4 Parameterisasi ... 38

3.3.5 Solusi numerik ... 39

3.3.6 Verifikasi dan validasi ... 40

3.4 Nilai awal ... 41

3.5 Asumsi model ... 41

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Kalibrasi model ... 43

4.1.1 Kalibrasi parameter nutrien... 44


(19)

4.2 Variabel luar ... 47

4.2.1 Suhu perairan ... 47

4.2.2 Cahaya ... 51

4.3 Variasi musiman variabel ekologi... 54

4.4 Validasi ... 58

4.4.1 Amonium ... 59

4.4.2 Nitrat ... 61

4.4.3 Fitoplankton ... 62

4.4.4 Pembahasan ... 63

4.5 Flux Nitrogen ... 68

4.6 Perlakuan Model ... 69

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN... 76


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Notasi dan nilai parameter/konstanta yang digunakan dalam

model ekologi ... 26

2. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam model ekologi ... 29

3. Nilai awal variabel dalam model ... 41

4. Nilai parameter hasil kalibrasi model ... 43

5. Validasi nilai rata-rata dan rentang konsentrasi variabel selama satu tahun ... 59


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Hubungan fotosintesis dan cahaya... 8

2. Tahapan perumusan/pembuatan model ... 30

3. Skema model ekologi ... 31

4. Rata-rata nilai intensitas cahaya pada tahun 1991 - 1995 di perairan Teluk Jakarta ... 32

5. Rata-rata nilai suhu perairan pada tahun 1997 – 1998 di perairan Teluk Jakarta ... 33

6. Pola sebaran suhu perairan (oC) Teluk Jakarta hasil running model dan validasinya ... 47

7. Pola sebaran intensitas cahaya perairan (ly/min) Teluk Jakarta hasil running model dan validasinya ... 51

8. Pola konsentrasi nutrien (a) dan plankton (b) hasil running model di perairan Teluk Jakarta... 54

9. Time lag antara fitoplankton dan zooplankton di perairan Teluk Jakarta hasil running model ... 57

10.Konsentrasi amonium di perairan Teluk Jakarta hasil running model dan validasinya ... 59

11.Konsentrasi nitrat di perairan Teluk Jakarta hasil running model dan validasinya ... 61

12. Konsentrasi fitoplankton di perairan Teluk Jakarta hasil running model dan validasinya ... 62

13. Hubungan amonium dan suhu perairan ... 65

14. Hubungan nitrifikasi dengan suhu (a) dan cahaya (b) ... 66

15. Hubungan fitoplankton dengan suhu (a) dan cahaya (b) ... 67


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data yang digunakan dalam model dan konversi ... 77


(23)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungannya, atau ilmu hubungan timbal balik antara organisme hidup dan lingkungannya (Odum, 1993). Dalam suatu perairan hubungan atau interaksi seperti predasi (pemangsaan), fotosintesis ataupun nitrifikasi, menimbulkan arus energi yang mengarah pada struktur makanan, keanekaragaman biotik, dan daur-daur bahan yang jelas di dalam sistem. Hal ini menunjukkan bahwa perairan merupakan suatu sistem ekologi atau disebut sebagai suatu ekosistem (Odum, 1993).

Dinamika ekologi di perairan menekankan pada suatu perubahan biomassa atau energi. Misalnya, pertumbuhan alga yang dipengaruhi oleh penyerapan nutrien dari lingkungan, proses pemangsaan alga yang menyebabkan terjadinya transfer biomassa fitoplankton menuju zooplankton, dan juga proses eksresi yang menyebabkan berpindahnya biomassa hewan menuju detritus. Proses-proses tersebut di atas tidak lepas dari beberapa faktor antara lain, faktor fisik perairan (suhu, arus, kedalaman, cahaya, angin, dan difusi-adveksi), faktor kimia

(keberadaan nitrogen, karbon, fosfor dan unsur lainnya beserta reaksi yang terjadi didalamnya) serta faktor biologi yang menunjang kehidupan organisme di

dalamnya. Ketiganya berinteraksi satu sama lain menunjang kehidupan di perairan dalam sebuah daur interaksi.


(24)

Sebuah metode pendekatan dapat digunakan dalam menjelaskan interaksi yang terjadi dalam sebuah ekosistem yaitu melalui model ekologi. Soetaert and Herman (2004) menjelaskan bahwa model merupakan bentuk sederhana dari fenomena yang lebih kompleks, dan dengan batasan-batasan tertentu akan dapat dijelaskan dan diprediksi hubungan yang terjadi serta pengaruhnya dalam sebuah ekosistem. Daur kehidupan yang terjadi di ekosistem perairan sangat kompleks sehingga dalam meramalkannya pun diperlukan suatu batasan atau simplifikasi yang disesuaikan dengan informasi yang ingin didapatkan dari interaksi ekosistem tersebut.

Model ekologi dalam laporan ini merupakan model konseptual yang mewakili struktur trofik minimum di permukaan serta menjelaskan hubungan antara variabel ekologi yang dianggap penting dalam perairan. Pembatasan model dilakukan yaitu dengan hanya memasukkan nitrogen sebagai elemen dasar

penentuan biomassa variabel. Keberadaan nitrogen di perairan menjadi salah satu faktor pembatas dalam daur bahan-bahan organik, salah satu fungsinya adalah untuk sintesis protein. Baik di alam maupun dalam model ekologi nitrogen biasanya berada dalam bentuk organik (partikel dan terlarut) dan juga inorganik (amonium, nitrit dan nitrat).

Setiap proses ekologi yang terjadi di alam direpresentasikan sebagai sebuah persamaan matematis yang akan membangun sebuah model. Persamaan matematis ini dapat ditentukan solusinya dengan bantuan teknik komputasi (metode numerik). Persamaan yang telah diformulasikan disesuaikan dengan keadaan suatu perairan dan disimulasikan dengan bantuan komputer. Dalam simulasi digunakan juga beberapa data awal (inisial) dari daerah penelitian


(25)

sebagai dasar dalam meramalkan pola konsentrasi setiap variabelnya. Simulasi yang dilakukan ini bertujuan untuk mendapatkan beberapa data, yang kemudian bila memungkinkan dapat dibandingkan dengan data lapangan yang tersedia sehingga model tersebut dapat dievaluasi kebenarannya.

Daerah model yang diamati adalah perairan Teluk Jakarta yang memiliki beranekaragam fungsi, mulai dari fungsi ekologi bagi biota yang ada di dalamnya sampai fungsi sebagai media penghubung laut, penangkapan ikan serta kegiatan manusia lainnya. Berdasarkan besarnya pengaruh perairan Teluk Jakarta bagi ekosistem di sekililingnya, diperlukan suatu pendekatan ekologi untuk

mengetahui kestabilan perairan tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun sebuah model ekologi kaitan antara parameter atau variabel biomassa, kimia dan fisika.


(26)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fitoplankton

Istilah plankton pertama kali dikemukakan pada pertengahan abad 19 oleh seorang ahli biologi Jerman bernama Viktor Hensen yang memulai ekspedisi untuk melihat distribusi, kelimpahan dan komposisi dari organisme mikroskopik yang berada di lautan terbuka. Menurut Hensen, plankton termasuk seluruh partikel organik yang mengapung dengan bebas dan tanpa sengaja di perairan terbuka mulai dari pantai sampai ke dasar (Reynolds, 1990). Menurut Odum (1993) plankton didefinisikan sebagai organisme mengapung yang pergerakannya tergantung pada arus.

Fitoplankton merupakan salah satu jenis plankton yang bersifat autotrof atau dapat menghasilkan makanan dari bahan terlarut dalam air (Reynolds, 1990). Algae autotrof ini melimpah di daerah eutrofik (zona fotik), zona ini dimulai dari permukaan sampai suatu kedalaman, dimana intensitas sinar matahari masih memungkinkan pembentukan bahan organik oleh tumbuhan melalui fotosintesis. Bagian terdalam (dasar) dari zona fotik disebut batas kompensasi (zona disfotik) atau zona keseimbangan antara asimilasi dan respirasi fitoplankton.

Kemampuan fitoplankton untuk mengubah zat anorganik menjadi zat organik bergantung kepada cahaya matahari dan pigmen fotosintesis. Klorofil merupakan pigmen hijau yang terdapat pada fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Parsons et al. (1984) menyatakan bahwa klorofil-a merupakan pigmen paling dominan yang terdapat dalam fitoplankton, sehingga dapat digunakan sebagai indikator kelimpahan fitoplankton dalam perairan.


(27)

Fotosintesis melibatkan reaksi antara molekul karbondioksida dengan hidrogen yang kemudian menghasilkan suatu bahan dengan formula empiris n(CH2O) (Barnes dan Hughes, 1999), sesuai dengan persamaan berikut

O

nH

nX

O

CH

n

X

nH

nCO

2

+

2

2

(

2

)

+

2

+

2

Proses fiksasi karbon yang paling banyak terjadi di lautan adalah dengan menggunakan air (H2O) sebagai pendonor hidrogen, sehingga variabel X dapat

dirubah dengan oksigen (O) dan persamaannya menjadi

O

nH

nO

O

CH

n

X

nH

nCO

2

+

2

2

(

2

)

+

2

+

2

persamaan diatas secara umum telah banyak diketahui dan merupakan simplifikasi dari reaksi biokimia kompleks. Pada daerah dengan kandungan oksigen yang rendah, proses fiksasi karbon dilakukan dengan mengunakan hidrogen sulfida sebagai pendonor hidrogen sehingga fotosintesis dapat berlangsung (Barnes dan Hughes, 1999).

Reaksi kimia yang terjadi pada semua jasad fotosintetik untuk

mendapatkan makanannya dengan bantuan cahaya (fotosintesis) merupakan dasar bagi semua kehidupan di laut. Organisme yang melakukan proses itu disebut sebagai produsen primer. Di laut, khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan produsen primer yang menentukan produktivitas primer perairan dengan melakukan fotosintesis. Proses sebaliknya terjadi pada respirasi, yang mengoksidasi produk dari fotosintesis sehingga menghasilkan energi yang akan digunakan dalam proses metabolisme jaringan tubuh (Millero dan Sohn, 1992).


(28)

Parsons et al. (1984) menyebutkan faktor utama yang mempengaruhi fotosintesis dalam menentukan produktivitas primer di laut adalah cahaya, nutrien, dan suhu.

1. Cahaya

Ketersediaan cahaya di dalam perairan baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat bergantung pada waktu (harian, musiman, tahunan), tempat (letak geografis, kedalaman), kondisi prevalen di atas permukaan perairan (penutupan awan, inklinasi matahari) atau kondisi di dalam perairan (absorpsi oleh air dan material terlarut, serta penghamburan oleh partikel-partikel tersuspensi) (Parsons et al., 1984).

Secara kualitatif cahaya dicirikan oleh distribusi spektral dengan panjang gelombang yang berbeda. Sinar matahari yang mencapai permukaan perairan terdiri atas spektrum cahaya yang luas. Cahaya dengan panjang gelombang (λ) lebih dari 760 nm disebut sebagai cahaya inframerah (IR) dan cahaya dengan panjang gelombang lebih pendek dari 300 nm disebut sebagai ultraviolet (UV), cahaya antara 300 – 760 nm disebut dengan sinar tampak, merupakan cahaya yang sangat penting untuk fotosintesis dan secara visual direspon oleh organisme. Panjang gelombang antara 400 dan 720 nm dibutuhkan alga untuk fotosintesis dan total radiasi dalam gelombang ini disebut Photosynthetic Available Radiation (PAR/PhAR) (Parsons et al., 1984). Panjang gelombang yang lebih pendek dari 400 nm atau lebih panjang dari 700 nm secara efektif diabsorpsi oleh lapisan atas dekat permukaan perairan. Sedangkan PAR dapat menembus hingga lapisan yang lebih dalam.


(29)

Menurut Parsons et al. (1984), besarnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan mengalami penurunan, hal ini merupakan pengaruh baik dari kondisi atmosferik di atas laut (debu, angin, awan, dan sudut datang matahari) maupun dari kondisi di dalam air (absorpsi dan scattering), pengurangan

intensitas ini berkisar antara 5 – 30 % dari total radiasi yang masuk ke bumi, hingga kedalaman tertentu besarnya intensitas cahaya dapat diketahui dengan menggunakan persamaan:

kd o

d

I

e

I

=

− ... (1) keterangan:

Io= intensitas cahaya pada permukaan perairan Id = intensitas cahaya pada suatu kedalaman (d) k = koefisien peredaman (extinction)

d = kedalaman

Nilai koefisien peredaman, k, berpengaruh dalam sebuah pemodelan sistem ekologi, karena dalam sistem ekologi tersebut terdapat proses fotosintesis yang dipengaruhi oleh cahaya.

Heyman dan Lundgren (1988) mengatakan bahwa laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan bila perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah. Parsons et al. (1984) memperlihatkan adanya hubungan antara cahaya dan laju fotosintesis fitoplankton (Gambar 1).


(30)

Gambar 1. Hubungan fotosintesis dan cahaya (Pmax , fotosintesis maksimum; Ic ,

intensitas cahaya pada titik kompensasi; R, respirasi; Pn, fotosintesis

bersih; Pg, fotosintesis kotor; Iopt, intensitas cahaya pada Pmax; Ik,

intensitas cahaya saturasi (modifikasi dari Parsons et al., 1984) Gambar 1 memperlihatkan bahwa fotosintesis akan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas cahaya hingga mencapai nilai asimptot, Pmax,

dimana sistem menjadi jenuh cahaya. Fotosintesis akan menurun hingga cahaya melalui suatu batas dimana produksi dan respirasi memiliki nilai yang sama. Keadaan ini disebut titik kompensasi. Kedalaman kompensasi bervariasi mulai dari beberapa meter pada perairan lintang tinggi sampai 150 meter di beberapa perairan tropis. Intensitas cahaya yang lebih tinggi dari titik saturasi cahaya dapat menghambat fotosintesis dan akhirnya produksi akan semakin berkurang.

Wilayah perairan tropis seperti di Indonesia menerima cahaya dengan intensitas yang lebih besar dibandingkan dengan daerah subtropis, hal ini

dikarenakan adanya perbedaan lintang yang menyebabkan perbedaan sudut datang sinar matahari dan berdampak pada menurunnya turbiditas perairan serta


(31)

meningkatkan laju fotosintesis (Parsons et al., 1984). Hasil penelitian P2O-LIPI pada tahun 2008 menunjukkan bahwa di perairan Teluk Jakarta, transmissi cahaya dari lapisan permukaan hingga ke lapisan dekat dasar bervariasi antara 5.9 – 54.5 %, secara umum makin ke dasar nilai transmisi cahaya semakin rendah, transmissi rendah ( 15 %) terjadi di lapisan 10 m hingga ke lapisan dekat dasar, makin ke tengah teluk transmisi cahaya makin besar.

2. Suhu

Penyebaran suhu air laut di suatu perairan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti radiasi sinar matahari, letak geografis perairan, sirkulasi arus, kedalaman laut, angin, dan musim. Di perairan teluk, suhu umumnya sangat dipengaruhi oleh radiasi panas matahari dan variabilitas suhu secara temporal maupun spasial dipengaruhi oleh angin.

Suhu secara langsung berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintesis dan secara tidak langsung berperan dalam membentuk

stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton. Keragaman musiman yang diakibatkan oleh suhu, memicu

hilangnya termoklin dan mendorong permukaan massa air yang menyediakan zat hara untuk fotosintesis. Suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan bakteri nitrifikasi yang berperan dalam penyedia nutrien di perairan.

Reynolds (1990) mengatakan bahwa suhu yang baik untuk kehidupan fitoplankton adalah 20 – 30 oC dan proses fotosintesis terjadi pada selang suhu antara 25 – 40 oC. Pengukuran laju fotosintesisin situ pada suhu tertentu adalah indikator yang baik untuk mengetahui faktor-faktor apa sajayang mempengaruhi fotosintesis di perairan tersebut selain cahaya. Pada perairan lintang tinggi


(32)

dengan suhu rendah dan kandungan nutrien yang besar, laju fotosintesis akan sangat dipengaruhi oleh suhu perairan, sedangkan untuk daerah tropis dan subtropis laju fotosintesis dapat dimungkinkan lebih dipengaruhi oleh kandungan nutrien (Parsons et al., 1984).

Valiela (1984) mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan produktivitas primer di laut, suhu lebih berperan sebagai kovarian dengan faktor lain daripada sebagai faktor bebas. Sebagai contoh, plankton pada suhu rendah dapat

mempertahankan konsentrasi pigmen-pigmen fotosintesis, enzim-enzim dan karbon yang besar. Ini disebebakan karena lebih efisiennya fitoplankton

menggunakan cahaya pada suhu rendah dan laju fotosintesis akan lebih tinggi bila sel-sel fitoplankton dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Perubahan laju penggandaan sel hanya terjadi pada suhu yang tinggi. Tingginya suhu

memudahkan terjadinya penyerapan nutrien oleh fitoplankton. Dalam kondisi konsentrasi fosfat sedang di kolom perairan, laju fotosintesis maksimum akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi.

Perairan Pasifik yang suhunya bervariasi antara -0.9 – 17.9 oC nilai laju fotosintesis terbesarnya mencapai 2 mgC/mgChl a/jam didapatkan saat musim panas dengan suhu 20 oC (Aruga et al., 1968 dalamParsons et al., 1984). Perairan tropis seperti di Indonesia memiliki suhu yang lebih besar dengan

perubahan yang kecil, nilai laju fotosintesisnya pun akan lebih besar dibandingkan dengan daerah lintang tinggi yaitu mencapai 8 mgC/ mgChl a/jam (Parsons et al., 1984).

Suhu permukaan di perairan Teluk Jakarta yang tercatat pada bulan Maret & Mei adalah sekitar 28.88 – 31.27°C dengan rata-rata suhu sekitar 29.77°C.


(33)

Pola penyebaran suhu cukup beragam dan berlapis-lapis. Suhu relatif besar terjadi di lapisan permukaan, tingginya nilai suhu yang terjadi di perairan Teluk Jakarta mencerminkan efek pengaruh musim dan faktor lokal. Dalam pola suhu tahunan, menurut data SEAWATCH tahun1996 – 1997 (BPPT, tidak

dipubilkasikan), perairan Teluk Jakarta mencapai suhu minimum (28.5 °C) pada bulan Agustus dan maksimum (31.3 °C) pada bulan April.

3. Nutrien

Nutrien yang dibutuhkan oleh semua tumbuhan sangatlah komplek, untuk menentukannya dapat dilihat dari komposisi tumbuhan itu sendiri (Basmi, 1995). Parsons et al. (1984) menyebutkan unsur utama yang dibutuhkan oleh alga dalam jumlah yang relatif besar diantaranya C, H, O, N, Si, P, Mg, K dan Ca atau campuran antara elemen-elemen lain di perairan. Sumber nutrien-nutrien tersebut antara lain berasal dari daratan melalui masukkan sungai, atmosfer melalui difusi dan juga dari dalam perairan itu sendiri (dekomposisi).

Brown et al. (1989) mengatakan bahwa nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman serta akan mencapai konsentrasi maksimum pada kedalaman 500 - 1500 m. Parsons et al. (1984) mengatakan bahwa baik di perairan tropis maupun saat musim panas di subtropis, bentuk nutrien dari nitrogen dan fosfor akan menjadi faktor pembatas sepanjang tahun.

Di perairan perbandingan atau rasio dari nitrogen dengan fosfor (N:P) dijelaskan oleh Redfield dalam penelitiannya mencapai 16 : 1 rasio ini disebut juga sebagai Redfield ratio, dalam keadaan tertentu sesuai dengan ketersediaan spesies dan nutrien rasio untuk beberapa jenis Chlorophyceae adalah 7 :1.


(34)

Leterlier dan Karl (1996) dalam Sediadi (2004) menyebutkan bahwa komposisi nitrogen pada alga di laut utara Pasifik adalah sekitar 10% sedangkan fosfor sekitar 5%.

2.2 Zooplankton

Zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat hewani, sangat beranekaragam dan terdiri dari bermacam-macam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Odum (1993) mengatakan bahwa secara menyeluruh zooplankton didominasi oleh jenis-jenis Crustacea, baik dalam jumlah individu maupun jumlah spesiesnya. Zooplankton merupakan organisme yang memiliki peranan penting dalam pemanfaatan dan pemindahan energi karena merupakan herbivora primer dalam laut, sehingga berperan sebagai mata rantai yang menghubungkan antara produsen primer fitoplankton dengan hewan lain dari tingkat trofik yang lebih tinggi yang berupa karnivora besar dan kecil (Nybakken, 1992). Struktur komunitas dan pola distribusi zooplankton dapat dijadikan sebagai salah satu indikator biologi dalam menentukan perubahan suatu kondisi perairan.

Sebagai mata rantai dalam sistem permakanan di perairan, hubungan herbivora renik umumnya zooplankton dan ikan kecil dengan fitoplankton dapat sangat kompleks. Hubungan antara zooplankton dan fitoplankton ini merupakan hubungan berisolasi yakni hubungan antara biota pemangsa dan mangsa yang terjadi secara bergantian dan berulang, terjadi jika terdapat gejala yang menunjukkan jumlah hewan bertambah dan makanan menjadi berkurang (Romimohtarto, 1998). Bila jumlah predator meningkat akan membuat mangsa


(35)

menjadi berkurang karena daya saing yang besar, begitu juga sebaliknya bila persediaan makanan bagi predator berkurang maka terjadi penurunan populasi predator dan seiring dengan pertumbuhan akan membuat jumlah mangsa menjadi bertambah, kedua hal tersebut terjadi secara bergantian dan berulang.

Harvey et al. (1935) dalamJuliana (2007) menjelaskan bahwa apabila populasi zooplankton meningkat, maka proses pemangsaan fitoplankton akan sampai pada suatu kecepatan tertentu, sehingga kecepatan membelah diri fitoplankton tidak mampu mengimbangi kecepatan pertumbuhan zooplankton. Bila populasi zooplankton menurun, maka fitoplankton akan berkembang sehingga populasinya akan melimpah. Hal tersebut dapat menimbulkan time lag atau perbedaan masa puncak pada fitoplankton dan zooplankton. Teori tersebut dinamakan dengan teori pemangsaan (theory of grazing).

Seperti halnya fitoplankton, kehidupan zooplankton juga dipengaruhi oleh faktor fisik perairan seperti cahaya dan suhu, hal ini karena zooplankton juga merupakan bagian dari rantai makanan yang menentukan produktivitas primer perairan. Cahaya berpengaruh pada zooplankton dalam rangka menentukkan migrasi vertikal maupun horizontal harian. Suhu yang baik untuk pertumbuhan zooplankton adalah 20 – 30 oC (Nybakken, 1992). Suhu perairan akan

berpengaruh pada peningkatan metabolisme zooplankton, hukum Van’t Hoff menyatakan bahwa peningkatan suhu sebesar 10o C akan meningkatkan kecepatan metabolisme sebesar dua kali lipat. Di perairan, zooplankton merupakan salah satu bentuk Particulate Organic atau bahan organik (C, N, P ) dalam bentuk partikel yang kemudian akan didekomposisi menjadi nutrien yang diperlukan.


(36)

Elemen kimia utama yang terdapat dalam zooplankton dapat berbeda-beda sesuai dengan jenis dan juga lingkungan perairannya. Beers (1966) dalam

Parsons et al. (1984) memberikan contoh di Laut Sargasso bahwa kandungan nitrogen dan fosfor dalam zooplankton masing-masing berkisar antara 5 – 10 % dan 0.5 – 1 % dari total berat kering. Penelitian lain di Pasifik Utara

menunjukkan bahwa nitrogen berkisar antara 5.1 – 13.1 % sedangkan kandungan fosfor jauh lebih kecil (Omori, 1969 dalam Parsons et al., 1984). Terlihat bahwa nitrogen bersama-sama dengan karbon menjadi salah satu konstituen utama dalam biomassa zooplankton dan konsentrasinya relatif lebih besar dibandingkan dengan fosfor, sama halnya dengan yang terjadi pada komposisi nitrogen fitoplankton.

2.3 Nitrogen di laut

Komposisi gas di atmosfer didominasi oleh nitrogen yang jumlahnya dapat mencapai 80% dari keseluruhan gas yang tersebar luas. Tingginya konsentrasi nitrogen di atmosfer membuat unsur ini menjadi penting di perairan karena melalui difusi maupun pemanfaatan langsung oleh beberapa organisme, nitrogen dapat masuk ke perairan. Nitrogen berperan besar bagi organisme perairan karena turut digunakan dalam metabolisme tubuh seperti sintesis protein. Selanjutnya nitrogen akan mempengaruhi produktivitas suatu perairan yang digunakan sebagai indikator baik buruknya kualitas suatu perairan (Mulya, 2002).

Tiga input utama masuknya nitrogen ke perairan antara lain melalui aktivitas volkanik, atmosferik (fiksasi nitrogen), dan masukan sungai (Millero dan Sohn, 1992). Presipitasi dan dekomposisi serta ekskresi organisme juga


(37)

Di perairan, nitrogen berada dalam bentuk molekul bebas (N2), anorganik

(amonia, nitrit dan nitrat), dan juga organik yaitu PON (Particulate Organic Nitrogen) dan DON (Dissolved Organic Nitrogen). Keseimbangan ketiga bentuk nitrogen anorganik dipengaruhi oleh keberadaan oksigen melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat yang berlangsung dalam kondisi aerob, sedangkan denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi nitrit, dinitrogen oksida (N2O) dan molekul nitrogen (N2)

yang berjalan optimum pada kondisi anaerob (Effendi, 2003). Organisme lautan tidak banyak yang dapat memanfatkan langsung nitrogen bebas di atmosfer, sebagian besar memanfaatkan nitrogen dalam bentuk senyawa yang jumlahnya terbatas seperti amonium, nitrat dan urea.

Dalam daur atau siklus nitrogen, tumbuh-tumbuhan menyerap nitrogen anorganik dalam bentuk gabungan (nitrat dan amonium) atau sebagai nitrogen molekuler (N2). Tumbuh-tumbuhan ini kemudian membuat protein dan hewan

herbivor mengkonsumsi protein tersebut lalu mengubahnya menjadi protein hewani. Jaringan organik hewan yang mati akan melepaskan nitrogen dan kemudian partikel nitrogen organik tersebut akan didekomposisi oleh berbagai jenis bakteri, termasuk di dalamnya bakteri pengikat nitrogen yang mengikat nitrogen molekuler menjadi bentuk-bentuk gabungan (amonium, nitrit dan nitrat) dan bakteri denitrifikasi yang melakukan sebaliknya (Romimohtarto, 2001).


(38)

2.3.1 Amonia

Senyawa amonia (NH3) yang terdapat dalam air laut antara lain merupakan

hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan urea), reduksi senyawa nitrat (NO3) atau senyawa nitrit (NO2) oleh mikroorganisme, dan juga berasal dari hasil

ekskresi fitoplankton (Hutagalung et al., 1997). Menurut Metcalf dan Eddy dalam Afief (2006), dekomposisi dari matinya tanaman maupun binatang oleh bakteri dapat meningkatkan jumlah amonia.

Amonia yang terukur di lautan terdapat dalam bentuk ion amonium (NH4+)

maupun amonia bebas (NH3). Dalam perairan dengan pH 8.1, sekitar 95 % dari

nilai total amonia berada dalam bentuk amonium (NH4+) dan 5 % -nya adalah

amonia bebas (NH3) (Millero dan Sohn, 1992). Amonia bebas tidak dapat

terionisasi dan bersifat toksik terhadap organisme, perbandingan jumlah kedua bentuk tersebut tergantung dari pH dan suhu perairan (Effendi, 2000). Dalam sintesis asam amino, amonium langsung digunakan sedangkan nitrat dan nitrit harus direduksi menjadi enzim nitrat reduktasi dan nitrit reduktase.

Kosentrasi amonia dalam air dapat mencapai kisaran 0-2 mg/l (Reeve, 1994 dalam Dahuri, 1997). Hasil pengamatan amonia di Teluk Jakarta oleh BPLHD pada tahun 1997 menunjukkan konsentrasi amonia mencapai rata-rata 0.372 mg/l dengan kisaran 0.008 – 0.414 mg/l. Dari data tersebut terdapat wilayah tertentu dengan amonia yang lebih rendah dari nilai baku yaitu 0.3 mg/l (Kepmen LH No.51/2004) yang diperuntukkan untuk kehidupan biota laut, namun juga terdapat konsentrasi amonia yang melebihi batas nilai baku tersebut pada beberapa pengamatan. Pengamatan yang lain oleh P2O LIPI tahun 2008


(39)

0.08 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa amonia di perairan Teluk Jakarta sangat berfluktuasi dan berpotensi untuk mengalami penurunan kualitas.

2.3.2 Nitrit

Dalam air laut senyawa nitrit tidak stabil, mudah teroksidasi menjadi nitrat bila kadar oksigen dalam air tinggi atau tereduksi menjadi amonia bila kadar oksigen dalam air rendah (Hutagalung et al., 1997). Di perairan kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l (Effendi, 2003). Konsentrasi nitrit yang kecil bukan berarti tidak berbahaya terhadap lingkungan perairan karena nitrit sangat beracun terhadap ikan dan spesies air lainnya (Metcalf dan Eddy dalam Afief, 2006).

2.3.3 Nitrat

Nitrat merupakan sumber utama nitrogen di perairan walaupun secara umum amonium lebih disukai oleh fitoplankton (Zehr dan Ward, 2008). Nitrat sangat mudah larut dalam air, bersifat stabil dan merupakan unsur hara bagi perkembangan dan pertumbuhan populasi fitoplankton, sebagai makanan bagi zooplankton, ikan dan organisme dasar. Pada beberapa perairan laut, nitrat merupakan senyawa mikronutrien pengontrol produktivitas primer di lapisan permukaan daerah eufotik. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium.

Sumber utama nitrat berasal dari erosi tanah, limpasan (run off) dari daratan termasuk pupuk di tanah dan dari buangan limbah. Selama proses nitrifikasi kadar nitrat akan terus meningkat hingga melebihi batas yang


(40)

ganggang berlebih, sehingga perairan kekurangan oksigen terlarut yang menyebabkan kematian ikan.

Dahuri (1997) menyatakan bahwa kosentrasi nitrat Teluk Jakarta mencapai 0.082 mg/l ± 0.02. Menurut Ilahude (1995) dalam Dahuri (1997) konsentrasi nitrat teluk jakarta memiliki pola musiman. Sebagai contoh pada musim barat kandungan nitrat tertinggi mencapai >0.001 mg/l pada hampir seluruh perairan teluk kecuali pada daerah tengah teluk seperti Pulau Nirwana. Sesuai dengan pengamatan BPLHD DKI Jakarta pada bulan November 1990, Januari 1991, November 1991 kisaran nitrat relatif besar yaitu 0.005 – 0.8 mg/l. Data P2O LIPI tahun 2008 menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat juga cenderung meningkat yaitu mencapai sekitar 0.029 mg/l, sedangkan menurun Kepmen LH No.51/2004 baku mutu nitrat untuk kebutuhan biota laut adalah 0.008 mg/l. Hal tersebut memungkinkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton (blooming) di perairan Teluk Jakarta.

2.3.4 Nitrogen Organik

Mulya (2002) mengatakan bahwa bahan organik di perairan memiliki manfaat antara lain:

1. Sumber energi (makanan)

2. Sumber bahan keperluan bakteri, tumbuhan maupun hewan 3. Sumber vitamin

4. Sebagai zat yang dapat mempercepat dan menghambat pertumbuhan sehingga memiliki peranan penting dalam mengatur kehidupan fitoplankton di laut.


(41)

Salah satu bentuk dari bahan organik di perairan adalah nitrogen organik. Nitrogen dalam bentuk organik dibedakan atas PON (Particulate Organic Nitrogen) dan DON (Dissolved Organic Nitrogen), kedua bentuk nitrogen ini banyak berperan dalam siklus atau daur nitrogen, baik secara langsung ataupun dengan bantuan mikroorganisme seperti bakteri.

Ekskresi ataupun pembusukan dari organisme tidak hanya merupakan salah satu sumber nitrogen dalam bentuk anorganik (amonium) tetapi juga organik (DON), sumber lainnya dari DON didapatkan dari daratan melalui angin ataupun masukan sungai. Zehr dan Ward (2008) mengemukakan bahwa nitrogen terlarut (DON) termasuk di dalamnya adalah senyawa-senyawa kimia yang

beranekaragam baik dari segi ukuran maupun kerumitan bahan pembangunnya. Berbeda dengan DON, bahan organik dalam bentuk partikulat memiliki ukuran yang lebih besar. Mulya (2002) menambahkan bahwa bahan organik terlarut ukurannya < 0.5 µm sedangkan organik partikulat ukurannya > 0.5 µm. Sebagian besar PON dilaut dihasilkan oleh beberapa organisme penghasil utama seperti fitoplankton, makroalga dan bakteri kemoautotrofik. Produksi utama ini dihasilkan oleh fotoautotrofik nanoplankton (berdiameter 2.0 – 20 m).

Melalui bakteri dan fungi, bahan-bahan partikulat (PON) dapat dirubah menjadi bahan-bahan organik (DON) maupun amonium di perairan. Proses ini biasa disebut sebagai dekomposisi. Dekomposisi sangat besar peranannya dalam siklus energi dan rantai makanan pada ekosistem. Terhambatnya proses ini akan berakibat pada terakumulasinya bahan organik yang tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh produsen (Sunarto, 2003).


(42)

Pada perairan oligotrofik nitrogen lebih banyak disediakan dalam bentuk organik contohnya asam amino dan urea, karena kerumitannya kedua bentuk DON yang dapat terdeteksi ini hanya mewakili sekitar 20% dari bentuk DON secara keseluruhan. Konsentrasi nitrogen organik di perairan berkisar 0,1 sampai 5 mg/l, sedangkan di perairan tercemar berat kadar nitrogen organik mencapai 100 mg/l. Middelburg et al. (2008) melakukan penelitian bahwa pada permukaan perairan kandungan amonium, nitrat, nitrit dan urea berturut-turut (dalam µmol/L) adalah 0.67 ; 0.51 ; 0.03 ; 0.99 , hal ini menunjukkan bahwa kandungan nitrogen organik lebih besar dibandingkan nitrogen anorganik.

2.4 Model

2.4.1 Definisi model

Model merupakan suatu abstraksi atau penyederhanan dari sebuah sistem yang lebih kompleks (Soetaert dan Herman, 2001). Model-model suatu ekosistem umumnya lebih sederhana dari arti sesungguhnya. Proses kegiatan yang

menggunakan pendekatan sistem sebagai kerangka bahasan dikenal dengan istilah pemodelan (modelling).

Dalam model digunakan pendekatan matematik, seluruh proses yang terjadi dijelaskan dalam bahasa matematika (Soetaert dan Herman, 2001). Proses matematis ini akan menghasilkan sebuah prediksi yang dapat diuji melalui observasi lapangan dan hal inilah yang akan menjelaskan apakah sebuah konsep ekologi yang dimodelkan benar atau perlu dilakukan perbaikan.


(43)

2.4.2 Tujuan pemodelan

Berdasarkan pandangan Nasendi dalam Salim (1997) penggunaan permodelan memiliki tujuan antara lain :

1. Menganalisis dan mengidentifikasi pola hubungan antara input dengan parameter kualitas lingkungan yang diamati

2. Menyusun suatu strategi optimal dalam sistem pengendalian

3. Mengidentifikasi kondisi-kondisi saat suatu alternatif kebijakan dapat diterima Proses pembentukan model yang sederhana pada dasarnya merupakan pengembangan proses-proses ilmiah yang didasari oleh logika berfikir murni yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya (Jeffer, 1978). Model konseptual yang terbentuk kemudian dilanjutkan dengan penggambaran model diagramatik. Tujuan model diagram ini adalah menjelaskan keseluruhan konsep yang dikembangkan pada tahap sebelumnya karena dalam penggambaran tahapan konstruksi sistem didasari pada logika, pengalaman, dan pengetahuan, maka konstruksi sistem dipengaruhi oleh berbagai variabel sehingga pembentukan model secara matematik (analitik) dapat membantu memecahkan masalah. Akhirnya dengan bantuan model komputer yang terprogram, suatu alternatif solusi dapat dihitung lebih jauh dalam upaya mencapai tujuan yang sebenarnya (Salim, 1997).

2.4.3 Model ekologi

Model dari siklus nitrogen di lautan merupakan salah satu contoh dari model ekologi. Model ekologi menjelaskan proses-proses yang terjadi dalam suatu ekosistem seperti dalam model ekologi di perairan maka proses yang terjadi


(44)

adalah fotosintesis, dinamika plankton dan juga siklus dari bahan organik (Baird, 1999).

Sebuah model terutama model mengenai lingkungan (environment) memiliki lima hal utama yang harus diperhatikan, antara lain (Jorgensen dan Bendoricchio, 2001) :

1. Variabel tetap yaitu bagian utama dari sebuah model yang akan dicari pola perubahannya, misalnya fitoplankton, zooplankton, nutrien, dll.

2. External function yaitu fungsi atau variabel luar yang mempengaruhi perubahan Variabel Tetap, misalnya cahaya, input nutrien, suhu, dan faktor atmosferik lainnya. Faktor luar disesuaikan dengan tujuan dan daerah model. 3. Persamaan matematis yaitu persamaan yang digunakan untuk

merepresentasikan proses-proses biologi antara setiap variabel, fisika dan kimia dalam model.

4. Parameter yaitu koefisien-koefisien yang digunakan dalam persamaaan

matematis, misalnya laju fotosintesis, laju mortalitas dll. Soetaert dan Herman (2004) menambahkan bahwa ada tiga cara dalam mendapatkan paremeter ekologi (parameterisasi) yaitu dengan pengukuran langsung di lapangan, melalui literatur dan dengan kalibrasi.

5. Konstanta universal misalnya konstanta gas dan berat atom.

Sebagian besar dari model ekologi, seperti model dinamika plankton merupakan model empiris, yaitu model yang berdasarkan pada data lapangan, menjelaskan kesimpulan dari hasil analisis terhadap data-data di lapangan dan digunakan untuk membuat prediksi di daerah tersebut tetapi tidak selalu dapat menjelaskan proses secara keseluruhan dari sistem ekologi di daerah lain. Model


(45)

empiris terdiri dari fungsi-fungsi yang menangkap trend (kecenderungan) dari data, oleh karena itu data sangat penting dalam model empiris.

2.4.4 Formulasi model

Dalam model ekologi, interaksi yang terjadi antara variabel pada umumnya mengakibatkan adanya perubahan biomassa atau energi dari kedua variabel yang berinteraksi. Sebagai contoh, pertumbuhan algae atau fitoplankton dalam sebuah perairan akan merubah konsentrasi dari nutrien sebagai penyedia bahan fotosintesis dan juga merubah konsentrasi zooplankton melalui grazing yang terjadi. Setiap proses yang mempengaruhi pertumbuhan algae tersebut memiliki persamaan matematis yang dapat digunakan dalam membangun sebuah model.

Soetaert dan Herman (2004) menyebutkan bahwa sebagian besar proses atau interaksi dalam ekosistem dapat dituliskan kedalam sebuah persamaan dasar matematis sebagai berikut:

Interaction = maxRate x WORK x Rate Limiting Term x Inhibition ... (2) Faktor luar seperti faktor fisika (suhu, cahaya, arus dll) yang biasa disebut sebagai forcing functions turut dapat dimasukkan kedalam persamaan sebuah interaksi. Berikut dijelaskan masing-masing komponen dari persamaan 2. 1. maxRate x WORK

Dasar dari setiap interaksi yang terjadi adalah adanya maximal interaction strength yang mengatur kekuatan sebuah interaksi dan biasanya dipengaruhi oleh laju maksimal pemanfaatan (maxRate) dan usaha (work) yang dilakukan. Nilai maxRate setiap proses dapat berbeda-beda sedangkan usaha (work) dalam sebuah


(46)

ks R

R

+

) 4 (

3

3 exp inhibition NH ks

NO

NO

+

interaksi di perairan untuk pemanfaatan sumber/pakan biasanya dilakukan oleh konsumen/predatornya.

2. Rate Limiting Term

Rate Limiting Term adalah fungsi matematis yang menjelaskan bagaimana laju interaksi/konsumsi dipengaruhi oleh perubahan dari sumber/pakannya. Sehingga ketika sumber/pakan melimpah maka interaksi yang terjadi menjadi kuat dan nilai Rate Limiting Term-nya menjadi besar begitu pun sebaliknya. Terdapat beberapa fungsi yang menjelaskan mengenai Rate Limiting Term dan fungsi yang umum digunakan adalah fungsi Michaelis-Menten sebagai berikut :

Rate Limiting Term = ... (3)

dimana R merupakan konsentrasi dari sumber/pakan dan ks adalah koefisien half-saturation yaitu konsentrasi ketika lajunya setengah dari nilai maksimal.

3. Inhibition

Inhibition dalam model biologi dapat terjadi ketika pemanfaatan nitrat dan amonium oleh alga dilakukan secara bersama-sama. Zehr dan Ward (2008) menyatakan bahwa amonium lebih disukai oleh fitoplankton sehingga

pemanfaatan nitrat akan berakibat negatif karena keberadaan amonium dan dalam persamaan hal tersebut biasa ditampilkan sebagai berikut

Pemanfaatan nitrat = ... (4)

4. Hubungan antar proses

Beberapa proses lebih cocok di representasikan sebagai bagian dari proses yang lain dalam sebuah faktor atau rasio. Respirasi, ekskresi dan egestion


(47)

merupakan contoh proses tersebut. Ketiga proses terjadi dalam satu alur sebagai akibat dari pemanfaatan/ pemangsaan yang dilakukan organisme.

5. Reaksi Kimia

Salah satu contoh reaksi kimia yang terjadi dalam model ekologi adalah nitrifikasi. Walaupun proses ini dilakukan oleh bakteri, dalam model variabel bakteri sering diabaikan sehingga persamaan untuk nitrifikasi umumnya diberikan sebagai fungsi dari variabel kimia yang bereaksi seperti amonium dan oksigen.

Salah satu persamaan proses yang menggabungkan beberapa komponen yang telah disebutkan diatas adalah fotosintesis (GPP) yang dikemukakan oleh Kawamiya et al. (1995). Persamaannya adalah sebagai berikut:

(GPP) = f

(

Chl,NH4,NO3,T,l

)

...(5)

(

)

,

exp z

I

I = O −Λ ...(6)

,

2 1 α Chl

α + =

Λ ...(7) Keterangan :

T = suhu perairan (0C) z = kedalaman (m) I = intensitas cahaya

Λ = dissipasi/pelemahan cahaya

Faktor luar yang bekerja adalah suhu dan cahaya. Persamaan 6 mengadopsi persamaan Steele untuk menentukan intensitas cahaya perairan. Persamaan untuk setiap proses memerlukan parameter atau konstanta yang digunakan untuk melengkapi perhitungan. Berikut diberikan nilai-nilai tersebut.

(

)

exp

( )

exp1 ,

exp max 4 4 4 3 3 Chl I I I I kT x K NH NH NH K NO NO V opt opt n N         −       + + − + = ψ


(48)

Tabel 1. Notasi dan nilai parameter/konstanta yang digunakan dalam model ekologi (Kishi et al., 2006)

Notasi Keterangan Nilai Satuan

Vmax laju maksimum fotosintesis pada 0o C 0.1 – 16.9 mgC mgChla-1 hari-1

K koef. Suhu untuk laju fotosintesis 0.04 – 4.21 mgC mgChla-1

hari-1oC-1

kNN koef. paruh-jenuh untuk nitrat 0.1 – 0.62 µmol/l

kNA koef. paruh-jenuh untuk amonium 0.1 µmol/l

ψ koef. inhibisi amonium 1.5 1/µmolN

Iopt intensitas cahaya optimum 0.15 ly/min

α1 koef. disipasi cahaya untuk air laut 0.04 m-1

α2 koef. self shading 0.04 1/µmolN m

γ Rasio ekskresi ekstraseluler : fotosintesis 0.135 -

R0 Laju respirasi pada 0o C 0.05 – 0.25 Hari-1

kR koef. Suhu untuk respirasi 0.0519

o C-1

MP0 Laju kematian fitoplankton pada 0o C 0.0585 1/µmolN hari

kMP koef. Suhu untuk kematian fitoplankton 0.069 oC-1

GRmax Laju grazing maksimum pada 0o C 0.013 – 2.5 hari-1

kg koef. suhu untuk grazing 0.0693 oC-1

λ konstanta Ivlev 0.037 – 2.347 l/µmolN

Chl* Nilai treshold untuk grazing 0.043 µmolN/l

α efisiensi asimilasi untuk zooplankton 0.5 – 0.6 -

β efisiensi pertumbuhan untuk zooplankton 0.048 – 0.489 -

MZ0 Laju kematian zooplankton pada 0o C 0.0585 1/µmolN hari

kMZ koef. suhu untuk kematian zooplankton 0.0693 oC-1

VPI0 laju dekomposisi PON – NH4 pada 0o C 0.05 – 0.074 hari -1

VPIT koef. suhu untuk dekomposisi PON – NH4 0.0693 oC-1

VPD0 laju dekomposisi PON – DON pada 0o C 0.05 – 0.074 hari-1

VPDT koef. suhu untuk dekomposisi PON – DON 0.0693 oC-1

VDI0 Laju dekomposisi DON pada 0o C 0.02 hari-1

VDIT koef. suhu untuk dekomposisi DON 0.0693 oC-1

kN0 Laju nitrifikasi pada 0o C 0.030 hari-1


(49)

Tabel 1 memperlihatkan beberapa nilai parameter yang digunakan dalam sebuah model ekosistem. Nilai-nilai tersebut ditetapkan baik dalam bentuk rentang nilai maupun nilai tetap yang biasa digunakan dalam model ekologi.


(50)

3.

METODE

3.1 Waktu dan lokasi penelitian

Daerah yang digunakan dalam simulasi model adalah perairan Teluk Jakarta yang secara geografis terletak pada 050 48’ 30” LS - 060 10’ 30” LS dan 1060 33’ - 1070 03’BT. Kegiatan penelitian mencakup tahap pengumpulan data, pembuatan model serta analisis model yang dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, mulai dari bulan Juni 2008 sampai dengan Desember 2008, bertempat di Laboratorium Oseanografi Fisika, Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI – Ancol, Jakarta Utara.

3.2 Alat dan bahan 3.2.1 Alat

1. Perangkat keras yaitu :

a. Seperangkat PC (Personal computer) berbasis Intel dengan sistem operasi Windows yang digunakan untuk membangun model. b. Printer sebagai pencetak data

c. Flash disk sebagai media penyimpan data 2. Perangkat lunak berupa software yaitu

a. Compaq Visual Fortran Version 6.5 yang digunakan untuk membangun model dengan output file berekstensi *.f90 / *.for b. Microsoft Excel 2003 untuk menampilkan hasil model


(51)

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengembangan model ini adalah data lingkungan perairan Teluk Jakarta yang dibagi ke dalam dua kelompok data, pertama adalah data awal yang digunakan dalam pembangunan model dan kedua adalah data lapangan untuk validasi model. Sumber data diantaranya berasal dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), SEAWATCH BPPT, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta dan Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI. Tabel 2 menunjukkan pengelompokan sumber dan jenis data tersebut :

Tabel 2. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam model ekologi

Data awal Data Validasi Intensitas Cahaya

(cal/cm2/hari) Harian BMKG 1991 - 1995 BMKG 1997 - 1998

Suhu Perairan (oC) Harian BPPT 1997 - 1998 BPPT & BPLHD 1999 - 2008 Amonium (mg/l) Bulanan BPLHD 1990 - 1994 P2O LIPI & BPLHD 2002 - 2008 Nitrat (mg/l) Bulanan P2O LIPI 1975 - 1994 P2O LIPI & BPLHD 2002 - 2008 Klorofil-a (mgChl/m3) Bulanan P2O LIPI 1975 - 1994 P2O LIPI & BPLHD 2002 - 2008

Sumber Data Data Jenis Data

Jenis data yang disebutkan pada Tabel 2 tidak sepenuhnya lengkap selama rentang tahun yang disebutkan. Beberapa data merupakan data pada bulan-bulan tertentu. Konversi satuan intensitas cahaya (cal/cm2/hari) dilakukan untuk menyesuaikan dengan satuan cahaya yang digunakan dalam model yaitu langleys/minute (ly/min). Contoh data dan konversinya dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3 Desain model

Model ekologi ini model konseptual berdasarkan studi literatur untuk meramalkan/memprediksi nilai dan pola biomassa berbasis nitrogen pada setiap


(52)

variabel ekologi di perairan Teluk Jakarta selama satu tahun serta menganalisa hubungan plankton sebagai produsen utama dengan variabel lainnya. Model dibangun sedemikian rupa dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan di perairan seperti suhu dan cahaya Teluk Jakarta. Input model merupakan data lapangan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya di perairan tersebut.

Model ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Fortran pada perangkat lunak Compaq Visual Fortran Ver. 6.5. Proses pembuatan model dimulai dari perumusan masalah, pembuatan model konseptual hingga penulisan persamaan matematis pada program. Pada tahap akhir dilakukan validasi model dengan data lapangan sehingga dapat diketahui keakuratan model. Pada Gambar 2 diberikan gambaran dari tahap pembuatan model.

Gambar 2. Tahapan perumusan/pembuatan model Tidak Ya

Perumusan Masalah

Konsep Model

Parameterisasi Persamaan Matematis

Solusi matematika

Prediksi / Analisis Kalibrasi, Sensitifitas,

Verifikasi, Validasi

Hasil Model Cukup Baik ?


(53)

3.3.1 Variabel Tetap

Model ini terdiri dari 6 (enam) kompartemen/Variabel Tetap yang merupakan bagian dari ekosistem dan membangun suatu siklus dasar nitrogen di perairan Teluk Jakarta. Berikut adalah variabel dalam model :

1. Fitoplankton (CHL) 2. Zooplankton (ZOO) 3. Nitrat (NO3) 4. Amonium (NH4)

5. Particulate Organic Nitrogen (PON) 6. Dissolved Organic Nitrogen (DON)

Fitoplankton direpresentasikan dengan klorofil-a di perairan. Bagian dalam kurung menyatakan simbol matematika yang digunakan dalam model. Hubungan antar variabel dijelaskan sebagai sebuah proses yang berkaitan satu sama lain sehingga membuat sebuah siklus yang ditunjukkan dalam model konseptual (Gambar 3).


(54)

(

)

[

( )

]

3

2

*

19

.

0

ln

015

.

0

365

100

9

.

2

1

.

0

18

.

0

+

+

+

=

day

day

Cos

I

π

0.15 0.17 0.19 0.21 0.23 0.25 0.27 0.29

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

bulan c a h a y a ( la n g le y s /m in )

3.3.2 Variabel Luar

Variabel luar yang bekerja pada model ini adalah cahaya dan suhu karena keduanya merupakan faktor utama yang berpengaruh pada berlangsungnya berbagai proses di perairan. Persamaan suhu dan cahaya yang digunakan dalam model dibangun berdasarkan data awal yang telah disebutkan pada Tabel 2. Kedua persamaan diatas didapatkan dari hasil modifikasi persamaan Kremer dan Nixon (1978).

Untuk cahaya, persamaan yang dibangun mengacu pada data cahaya BMKG tahun 1991 – 1995, data tersebut ditampilkan dalam Gambar 4.

Gambar 4. Rata-rata nilai intensitas cahaya (ly/min) pada tahun 1991 – 1995 di perairan Teluk Jakarta

Berdasarkan data diatas maka dibangun sebuah persamaan yang dapat digunakan dalam model dan mewakili pola intensitas cahaya Teluk Jakarta, berikut persamaannya :

...(8) Keterangan :

I = Intensitas cahaya (ly/min) day = Hari saat perhitungan (1-365)


(55)

(

)

[

(

)

]

3 2 * 35 200 ln 5 . 1 365 10 3 . 3 8 . 2

35 + − + +

           − − = day day Cos T π 27.5 28 28.5 29 29.5 30 30.5 31

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

bulan s u h u a ir ( oC )

Untuk suhu, persamaan yang dibangun mengacu pada data SEAWATCH BPPT tahun 1997 – 1998, data tersebut ditampilkan dalam Gambar 5:

Gambar 5. Rata-rata nilai suhu perairan (oC) pada tahun 1997 – 1998 di perairan Teluk Jakarta

Berdasarkan data diatas maka persamaan suhu yang digunakan dalam model ditetapkan sebagai berikut

...(9) Keterangan :

T = Temperature (oC)

day = Hari saat perhitungan (1-365)

3.3.3 Persamaan model

Setiap proses yang ditunjukan dalam Gambar 3 direpresentasikan ke dalam sebuah persamaan matematis yang kemudian digunakan untuk menentukan perubahan konsentrasi setiap variabel. Dasar yang digunakan dalam penentuan persamaan tersebut telah dijelaskan sebelumnya dan berikut diberikan persamaan setiap proses dalam Gambar 3.


(56)

1. Fotosintesis dan Respirasi

Fotosintesis dalam model direpresentasikan sebagai sebuah fungsi matematis yang dipengaruhi oleh nutrien (amonium dan nitrat) serta suhu dan cahaya sebagai forcing functions. Berikut diberikan persamaanya (Kawamiya et al., 1995) :

Fotosintesis = f

(

Chl,NH4,NO3,T,l

)

... (10)

(

)

,

exp z

I

I = O −Λ ... (11)

,

2 1 α Chl

α + =

Λ ... (12) Keterangan :

T = suhu perairan (0C) z = kedalaman (m) I = intensitas cahaya

Λ = dissipasi/pelemahan cahaya

Fotosintesis terjadi di zona fotik, tetapi respirasi terjadi dimana saja di dalam perairan (diseluruh kolom air bahkan sampai ke dasar perairan) (Seller dan Markland, 1990)sehingga respirasi tidak banyak dipengaruhi faktor lingkungan. Soetaert dan Herman (2004) juga menyebutkan bahwa respirasi merupakan proses yang tidak dimodulasi atau diatur oleh kondisi eksternal dan dimodelkan secara langsung dalam orde pertama terhadap biomassa.

(Respirasi Fitoplankton) =RoChl ... (13)

(

)

exp

( )

exp1 ,

exp max 4 4 4 3 3 Chl I I I I kT x K NH NH NH K NO NO V opt opt n N         −       + + − + = ψ


(57)

2. Grazing

Pemangsaan yang dilakukan oleh zooplankton diasumsikan sebagai proses yang dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi mangsa (fitoplankton) dan zooplankton itu sendiri. Lebih lanjut Neumann dan Fennel (2004) menyatakan bahwa laju grazing biasa dimodelkan dengan faktor pembatas sesuai dengan IvlevFunction yang berasal dari eksperimen variasi makan ikan. Dasar fungsi tersebut adalah persamaan berikut :

G(P) = GRmax(1 - exp (-λ.Chl )) ...(14) Dimana G(P) adalah laju grazing dan λ adalah konstanta ivlev. Berdasarkan hal tersebut maka persamaan untuk grazing selengkapnya adalah sebagai berikut:

Grazing = f

(

T,Chl,ZOO

)

( )

{

(

(

)

)

}

{

GR k T Chl Chl ZOO

}

Max g − −

= *

max exp 1 exp

,

0

λ

...(15)

3. Eksresi plankton

Seperti halnya respirasi, eksresi pada fitoplankton dan zooplankton tidak dipengaruhi oleh faktor luar. Soetaert dan Herman (2004) menyatakan bahwa eksresi lebih tepat dijelaskan sebagai sebuah alur dari proses yang lain. Faeces yang biasa dikeluarkan dalam eksresi dimodelkan sebagai fraksi/bagian dari pemangsaan/grazing yang dilakukan organisme atau hasil dari asimilasi yang tidak digunakan dalam pertumbuhan.

Ekskresi Ekstraseluler = γ . Fotosintesis ... (16) Ekskresi zooplankton =

(

α −β

)

Grazing ... (17) 4. Mortalitas

Mortalitas merupakan salah satu faktor utama berkurangnya plankton di perairan, walaupun demikian sama halnya dengan data parameter lain data laju


(58)

kematian plankton di perairan Teluk Jakarta masih sulit ditemukan. Soetaert dan Herman (2004) menyatakan persamaan mortalitas sebagai fungsi orde dua dari biomassa.

Mortalitas Fitoplankton

(

)

2

expk T Chl

MpoMP

= ... (18)

Mortalitas Zooplankton M exp

(

k T

)

ZOO2 MZ

ZO

= ... (19) 5. Dekomposisi Bahan Organik

Dekomposisi yang terjadi di perairan dimodelkan sebagai fungsi terhadap bahan organik dan juga suhu. Godshalk dan Wetzel (1978) dalamSunarto (2003) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi adalah suhu yang secara langsung akan mempengaruhi oksigen sebagai komponen

dekomposisi. Persamaan untuk dekomposisi dan juga nitrifikasi diberikan sebagai berikut:

Dekomposisi PON menuju Amonium =VPI0exp

(

VPITT

)

PON ... (20) Dekomposisi PON menuju DON =VPD0exp

(

VPDTT

)

PON ... (21) Dekomposisi DON menuju Amonium =VDI0exp

(

VDITT

)

DON ... (22) Untuk nitrifikasi berikut persamaannya :

Nitrifikasi =kN0exp

(

kNTT

)

NH4... (23) 6. Sinking PON

Bahan-bahan organik partikel cenderung memiliki massa yang lebih besar dibandingkan dengan bahan organik terlarut di perairan. Salah satu akibatnya adalah terjadinya sinking (penenggelaman) dari bahan organik tersebut. Sinking bagi variabel yang lain tidak dimasukan dalam model.


(59)

= ∂ ∂ t NO3

=

t

NH

4

=

t

CHL

= ∂ ∂ t PON = ∂ ∂ t DON

Dalam model ini sinking dari PON dirumuskan sebagai berikut : Sinking PON

(

S PON

)

z

∂ ∂ −

= ... (24)

Parameter atau konstanta awal yang digunakan dalam persamaan proses diatas diberikan pada Tabel 1. Selanjutnya persamaan model dibangun untuk menentukan laju perubahan setiap Variabel Tetap terhadap waktu. Persamaan diferensial yang terbentuk ditampilkan berikut ini:

-{{Fotosintesis)-(Respirasi)}RNO3 + (Nitrifikasi) ... (25)

-{(Fotosintesis)-(Respirasi)}(1-RNO3) – (Nitrifikasi)

+ (Dekomposisi PON – NH4) + (Dekomposisi DON – NH4)

+(Ekskresi)... (26)

(Fotosintesis) – (Respirasi ) - (Eksresi Ekstraseluler) – (Mortalitas Fitoplankton) - (Grazing)...(27)

(Mortalitas Fitoplankton) + (Mortalitas Zooplankton)

+ (Egestion)+ (Sinking dari PON...(28)

(Ekskresi Ekstraseluler) + (Dekomposisi DON - DON)

(Dekomposisi DON – NH4)... (29)

(Grazing) - (Egestion) – (Ekskresi) – (Mortalitas Zooplankton).... (30)

= ∂ ∂

t ZOO


(60)

3.3.4 Parameterisasi

Penentuan parameter yang digunakan dalam model dapat dilakukan dalam tiga cara yaitu pengukuran in situ, melalui literatur, dan kalibrasi (Soetaert dan Herman, 2004). Karena terbatasnya data dan penelitian mengenai parameter-parameter biologi dan kimia di perairan Teluk Jakarta maka sebagian besar parameter model didapatkan melalui literatur terkait yang telah disajikan dalam Tabel 1 dan sebagian lainnya disesuaikan dengan kondisi lingkungan daerah simulasi model (in situ). Selain suhu dan cahaya, parameter yang disesuaikan adalah nilai koefisien extinction (α1).

Dengan mengadopsi persamaan Parsons et al. (1984), nilai koefisien extinction didapatkan melalui persamaan :

... (31) Keterangan :

k’ = koefisien extinction / α1 (m-1) Ds = pembacaan secchi disc (m)

Dengan kedalaman perairan yang relatif dangkal (mencapai 24 meter), pembacaan secchi disk rata-rata di Teluk Jakarta adalah sekitar 4 (empat) meter (Kurniawan, 2008), sehingga melalui persamaan 3.24 didapatkan nilai koefisien extinction sebesar 0.425 m-1.

Proses kalibrasi juga dilakukan agar hasil model mendekati nilai di lapangan. Kalibrasi dilakukan dengan merubah satu-persatu nilai-nilai parameter yang sensitivitanya tinggi terhadap output model, perubahan nilai dilakukan sesuai rentang nilai yang diberikan. Metode kalibrasi ini disebut juga dengan trial and error (Jorgensen dan Bendoricchio, 2001).

s

D

k

'

=

1

.

7


(1)

Kishi, M. J., Makoto K., dan Daniel M. Ware. 2006. Nemuro-a lower trophic level model for the North Pacific marine ecosystem. Eco. Mod. 202 : 12-25 Kremer, J. N dan Nixon, S. W. 1978. A coastal marine ecosystem : simulation and

analysis. Springer-Verlag Berlin-Heidelberg.

Kurniawan, G. 2008. Studi ekologi kista Dinoflagellata spesies penyebab HAB (Harmful Algae Bloom) di sedimen pada perairan Teluk Jakarta. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 101h.

Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater engineering: treatment, disposal and reuse. Direvisi oleh G. Tchobanoglous dan F.L. Burton. McGraw Hill. New York.

Middelburg, J. J., Johan S., dan Jan Arie Vonk1. 2008. Dissolved organic nitrogen uptake by seagrasses. Limnol. Oceanogr. 53(2) : 542 – 548

Millero, F. J. dan Mary L. S. 1992. Chemical oceanography. CRC Press. London. 496h.

Mulya, M. B. 2002. Bahan organik terlarut dan tidak terlarut dalam air laut. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. 6h.

Nasution. 1998. Pola penyebaran zooplankton serta hubungannya dengan parameter fisika-kimia perairan Teluk Jakarta. Skripsi (tidak

dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 89h.

Neumann, T dan Fenel, W. 2004. Introduction to the modelling marine ecosystems. Elsevier Oceanogrphy Series. Oxford. 308h.

Nybakken, J. N. 1992. Biologi laut: suatu pendekatan ekologi. Diterjemahkan oleh H.M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, S. Subarjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 579h.

Nursyirwani. 1999. Aktivitas bakteri nitrifikasi pada ekosistem laut di Pulau Bengkalis. http://ik-ijms.com/2008/10/07/aktivitas-bakteri-nitrifikasi-pada-ekosistem-laut-di-pulau-bengkalis. (14 Mei 2009)

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar ekologi. UGM Press. Yogyakarta.

Parsons, T. M., Takashi, dan B. Hargrave. 1984. Biological oceanographic processes (third ed.). Pergamon Press. 65-111h.


(2)

Reynolds, C. S. 1990. The ecology of freshwater phytoplankton. Cambridge University Press. London. 384h.

Riksawati, A. 2008. Kandungan nutrien dan produktivitas primer perairan Muara Angke Teluk Jakarta. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 115h.

Romimohtarto, K dan S. Juwana. 1998. Plankon larva, hewan laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI. Jakarta

Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2001. Biologi laut : ilmu pengetahuan tentang biota laut. Djambatan. Jakarta. 540h.

Salim, A. 1997. Simulasi model pergerakan tumpahan minyak di perairan Kepulauan Seribu. Tesis (tidak dipublikasikan). Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 119h.

Soetaert, K dan P. Herman. 2004. Ecological modelling lecture notes. Centre for Estuarine and Marine Ecology. Netherlands Institut of Ecology. 92h. Sunarto. 1993. Peranan dekomposisi dalam proses produksi pada ekosistem laut.

Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 17h.

Wenno, L. F. 1986. Suatu Pendekatan fisika-matematika utuk menghitung suhu air pada lapisan dekat dasar di Teluk Ambon bagian dalam. Oseanologi di Indonesia. 21:65-76.

Wiadnyana, N. N. 1998. Kesuburan dan komunitas plankton di perairan pesisir Digul, Irian Jaya. Balitbang sumberdaya Laut. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.

Wiesman, U. 1994. Biological nitrogen removal from wastewater. Advances in biochemical enginering. Vol. 51. A. Fiechter (ed.). Springer-Verlage, Berlin Heidelberg.

Wouthuyzen, S. 2007. Pendeteksian Dini Kejadian Marak Alga (Harmful Algal Blooms/HAB) Perairan Teluk Jakarta and Sekitarnya. Laporan Akhir Tahun. P20-LIPI. Jakarta

Zehr, J. P dan Bess B. Ward. Nitrogen cycling in the ocean : new perspective on processes and paradigms. http://aem.asm.org (16 Januari 2009).


(3)

(4)

Lampiran 1. Data yang digunakan dalam model dan konversinya Contoh data cahaya BMKG Agustus – September 1998

Intensitas cahaya (cal/cm2/hari) Tgl Aug-98 Sep-98 Oct-98

1 288 378 306 2 300 372 246 3 270 390 318 4 360 228 414 5 348 324 312 6 282 372 168 7 372 393 306 8 306 414 306 9 324 312 276 10 384 432 330 11 420 414 276 12 336 438 330 13 402 378 372 14 336 414 342 15 348 222 306 16 414 426 246

Intensitas cahaya (cal/cm2/hari) tgl Aug-98 Sep-98 Oct-98

17 342 324 237 18 378 246 228 19 348 312 324 20 273 468 324 21 198 354 366 22 378 276 324 23 336 270 342 24 366 174 246 25 348 348 276 26 342 312 198 27 318 312 240 28 330 312 312 29 414 276 300 30 372 426 306

31 444 306

Konversi data

1 cal/cm2/hari = 0.0006927344 ly/min

Contoh data lingkungan BPLHD di perairan Teluk Jakarta Th.2007

Juli November

No. St Suhu pH NH3 NH4 NO3 No. St Suhu pH NH3 NH4 NO3 A1 29.49 7.73 0.03 0.029 0.04 A1 30.45 7.82 0.15 0.142 0.01 A2 29.49 7.73 0.08 0.077 0.11 A2 30.59 7.61 0.15 0.145 0.09 A3 29.49 7.73 0.03 0.029 0.09 A3 30.72 7.76 0.06 0.057 -A4 29.49 7.73 0.07 0.067 0.23 A4 31.19 7.8 0.32 0.304 -A5 29.49 7.73 0.03 0.029 0.12 A5 31.14 7.72 0.26 0.249 -A6 29.49 7.73 0.05 0.048 0.04 A6 29.93 7.7 0.26 0.250 -A7 29.49 7.73 0.12 0.115 0.02 A7 30.28 7.67 0.07 0.067 -B1 29.49 7.73 0.03 0.029 0.06 B1 30.44 7.38 0.17 0.167 -B2 29.49 7.73 0.05 0.048 0.14 B2 30.59 7.52 0.49 0.477 -B3 29.49 7.73 0.05 0.048 0.02 B3 30.95 8.15 0.10 0.090 -B4 29.49 7.73 0.04 0.038 0.01 B4 30.69 7.88 0.11 0.104 -B5 29.49 7.73 0.06 0.057 0.04 B5 29.56 7.12 0.08 0.079 -B6 29.49 7.73 0.06 0.057 0.02 B6 29.88 7.05 0.13 0.129 -B7 29.49 7.73 0.79 0.757 - B7 30.45 7.22 0.09 0.089 -C2 29.49 7.73 0.44 0.422 - C2 30.1 7.43 0.48 0.470 -C3 29.49 7.73 0.22 0.211 - C3 30.57 7.41 0.39 0.382 -C4 29.49 7.73 0.06 0.057 - C4 30.65 8.1 0.11 0.100 -C5 29.49 7.73 0.09 0.086 - C5 30.39 7.22 0.07 0.069 -C6 29.49 7.73 0.04 0.038 - C6 31.01 7.28 0.10 0.098 -D3 29.49 7.73 0.06 0.057 - D3 30.1 6.97 0.16 0.159 -D4 29.49 7.73 0.45 0.431 - D4 30.85 8.07 0.10 0.091 -D5 29.49 7.73 0.02 0.019 - D5 31.01 7.71 0.28 0.269 -D6 29.49 7.73 - - - D6 31.29 7.55 0.04 0.039


(5)

-= ∂ ∂

t NO3

(

3

)

3

NO g t NO

= ∂ ∂

t

(

NO

)

t

g

NO = ∗∂

∂ 3 3

( )

t NO

( ) (

t g NO

)

t

NO3 +1 − 3 = 3 ∗∂

( )

t NO

( ) (

t g NO

)

t

NO3 +1 = 3 + 3 ∗∂

( )

t NO

( )

t

NO3 +1 = 3

Lampiran 2. Penyelesaian persamaan diferensial dengan beda hingga Misalkan persamaan yang membangun perubahan nitrat (NO3) adalah fungsi g dari NO3 atau g(NO3), maka dengan metode beda hingga forward

diferences perubahan nilai variabel NO3 di setiap langkah waktu atau iterasi yaitu:

-{(Fotosintesis)-(Respirasi)}RNO3 + (Nitrifikasi)

+ (-{(Fotosintesis)-(Respirasi)}RNO3 + (Nitrifikasi)) *

Dimana :

• Simbol ‘ t ‘ digunakan untuk menujukkan waktu iterasi yang sedang berlangsung

• NO3(t) adalah nilai awal variabel NO3 pada iterasi ke-t atau langkah waktu yang sedang dikerjakan

• NO3(t +1) adalah nilai variabel NO3 yang akan dicari pada iterasi selanjutnya. Iterasi selanjutnya ditulis sebagai (t +1) yang artinya waktu ditambahkan satu satuan (1 hari). Nilai konsentrasi NO3 pada (t +1) ini didapatkan dengan menambahkan nilai sebelumnya NO3 (t) dengan g(NO3) atau proses-prosesnya. Variabel yang lain diselesaikan dengan langkah yang serupa.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal, 26 Nopember 1986 dari pasangan Bapak Mukhidin dan Ibu Tasminah. Lulus dari SMA Negeri 39 Jakarta Timur pada tahun 2004, penulis langsung melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan HIMITEKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan) sebagai Anggota Divisi Hubungan Luar Negeri dan Komunikasi periode 2005-2006 dan Anggota Divisi Penelitian dan Kebijakan periode 2006-2007. Selain itu, penulis juga aktif menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah Persamaan Differensial Biasa 2007-2008 dan Ekologi Laut Tropis 2007-2008.

Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi dengan judul “Studi Pendahuluan Pemodelan Ekologi di Perairan Teluk Jakarta”.