Parameter Kinetika Inaktivasi Termal Staphylococcus Aureus Pada Minuman Dari Gel Cincau Hijau (Premna Oblongifolia Merr.)

PARAMETER KINETIKA INAKTIVASI TERMAL
Staphylococcus aureus PADA MINUMAN DARI GEL CINCAU
HIJAU (Premna oblongifolia Merr.) DAN ROSELA (Hibiscus
sabdariffa L. )

ANDINI GIWANG KINASIH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Parameter Kinetika
Inaktivasi Termal Staphylococcus aureus pada Minuman dari Gel Cincau Hijau
(Premna oblongifolia Merr.) dan Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Andini Giwang Kinasih
NIM F24100047

ABSTRAK
ANDINI GIWANG KINASIH. Parameter Kinetika Inaktivasi
Termal
Staphylococcus aureus pada Minuman dari Gel Cincau Hijau
(Premna
oblongifolia Merr.) dan Rosela (Hibiscus sabdariffa L. ). Dibimbing oleh EKO
HARI PURNOMO.
Informasi mengenai ketahanan panas (nilai D dan z) bakteri target sangat
penting untuk desain proses termal terhadap produk minuman dari gel cincau
hijau (Premna oblongifolia Merr.) dan rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dalam
kemasan sehingga mutu dan keamanan produk yang didapat optimum. Penelitian
ini bertujuan untuk mengisolasi Staphylococcus aureus dari gel cincau hijau di

pasaran dan menentukan nilai D dan z Staphylococcus aureus pada heating
menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Isolat yang digunakan
adalah isolat asal cincau hijau dan isolat klinis ATCC 25923 sebagai pembanding.
Isolasi dilakukan dengan mengisolasi Staphylococcus aureus dari gel cincau hijau
di pasaran yang kemudian digunakan pada uji ketahanan panas. Penentuan nilai D
dan z Staphylococcus aureus pada produk minuman dari gel cincau hijau dan
rosela dilakukan pada suhu 57, 53, 49, dan 45 °C selama interval waktu
pencawanan 2.5, 5, 10, dan 15 menit. Isolat A menunjukkan hasil positif
Staphylococcus aureus pada uji pewarnaan Gram, katalase, penanaman pada
media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ), penanaman
pada media Mannitol Salt Agar (MSA), koagulase dan persentase kesamaan
dengan kultur referensi sebesar 41.8 % menggunakan kit API Staph. Isolat A
memiliki nilai D45, D49, D53 dan D57 pada heating menstruum minuman dari gel
cincau hijau dan rosela berturut-turut sebesar 32.3, 17.9, 4.6, dan 1.5 menit. Isolat
ATCC 25923 memiliki nilai D45, D49, D53 dan D57 berturut-turut sebesar 18.5,
6.8, 2.9, dan 1.4 menit. Isolat Staphylococcus aureus A memiliki nilai z sebesar
8.8˚C. Nilai z isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 sebesar 10.8˚C. Nilai D
yang digunakan dalam desain proses termal adalah nilai D yang dapat menjamin
keamanan produk tetapi tidak memberikan proses panas yang berlebihan (over
process). Nilai z yang lebih kecil mengakibatkan waktu proses pasteurisasi dapat

dipercepat dengan peningkatan suhu yang tidak terlalu besar dengan efek letalitas
yang sama sekaligus dapat meminimalkan kerusakan zat gizi tetapi mengharuskan
kontrol proses termal lebih baik karena penurunan sedikit suhu proses termal
pasteurisasi akan memberikan dampak yang besar terhadap keamanan produk.
Kata kunci : gel cincau hijau, nilai D, nilai z, rosela, Staphylococcus aureus

ABSTRACT
ANDINI GIWANG KINASIH. Thermal Inactivation Kinetics Parameters of
Staphylococcus aureus on The Beverage from Green Grass Jelly (Premna
oblongifolia Merr.) and Roselle (Hibiscus sabdariffa L.). Supervised by EKO
HARI PURNOMO.
The information about heat resistance (D and z values) target bacteria are
very important for the thermal process design of the Beverage made from Green
Grass Jelly (Premna oblongifolia Merr.) and Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) in
packaging to get an optimum safety and quality of the product. The purpose of
this research is to isolate Staphylococcus aureus from the green grass jelly on the
market and determine the D and z values of Staphylococcus aureus in the heating
menstruum of green grass jelly and roselle beverage. Isolates used were isolates
from green grass jelly and clinical isolates ATCC 25923 as a comparison. The
isolation is done by isolating Staphylococcus aureus from the green grass jelly

which will be used for heat resistance test. Determining D and z values of
Staphylococcus aureus in green grass jelly and roselle beverage wass performed
at temperatures 57, 53, 49, and 45 ° C during the time interval 2.5, 5, 10, and 15
minutes. An isolates showed all positive results of Staphylococcus aureus in Gram
stain test, catalase, planting on Baird Parker Agar and Egg Yolk Tellurite ( BPA
and EYT ) media, planting on Mannitol Salt Agar (MSA) media, coagulase, and
has similar percentage with the reference culture of 41.8 % using the API Staph
Kit. Isolates A has value of D45, D49, D53 and D57 in the heating menstruum green
grass jelly and roselle beverage, respectively for 32.3, 17.9, 4.6, and 1.5 minutes.
Isolates ATCC 25923 has a value of D45, D49, D53 and D57, respectively for 18.5,
6.8, 2.9, and 1.4 minutes. Isolates A has a z value of 8.8 ˚C. Isolates ATCC 25923
has a z value of 10.8 ˚C. D value which is used in process thermal design is the D
value which can ensure safety product but does not give over process. The smaller
z value can cause the time in pasteurization process can be accelerated with the
slight increase in temperature for the same lethal effect and can minimize the
damage to nutrients but require a better thermal process control because a slight
decrease in temperature during the pasteurization process will have a great impact
on product safety.
Keywords: green grass jelly, D value, z value, roselle, Staphylococcus aureus


PARAMETER KINETIKA INAKTIVASI TERMAL
Staphylococcus aureus PADA MINUMAN DARI GEL CINCAU
HIJAU (Premna oblongifolia Merr.) DAN ROSELA (Hibiscus
sabdariffa L. )

ANDINI GIWANG KINASIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dengan judul “Parameter Kinetika Inaktivasi Termal Staphylococcus aureus pada
Minuman dari Gel Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) dan Rosela
(Hibiscus sabdariffa L. )” dilaksanakan pada April 2014 hingga Januari 2015.
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Institut Pertanian Bogor dan laboratorium SEAFAST CENTER.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu tercinta
Ir Aminatun, Bapak tercinta Ir Kuswandi, Adik tercinta Aji Bintang Prasetyo, dan
keluarga besar yang selalu memberi dukungan, doa, dan kasih sayang.Terima
kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eko Hari Purnomo, STP, MSc selaku
pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan bimbingan selama
kuliah,penelitian, hingga tersusunnya skripsi ini. Bapak Dr Puspo Edi Giriwono,
STP, M.Agr dan Ibu Dias Indrasti STP, MSc selaku dosen penguji yang telah
memberikan ilmu dan saran. Terima kasih kepada Ibu Antung Sima Firlieyanti,
S.TP, M.Sc , Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum, MSc, dan Dr Dra Suliantari,
MS atas saran dan masukan selama penelitian. Terima kasih kepada Ibu Asih, Ibu
Ari dan Bapak Yerris selaku teknisi laboratorium mikrobiologi SEAFAST Center,
staf SEAFAST Center IPB, Ibu Tika, Pak Dodi dan staf Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan yang telah membantu penulis selama penelitian. Terima kasih
kepada teman seperbimbingan Isnaini Ayu L dan Barli A. Terima kasih kepada
teman seperjuangan di SEAFAST Center Bachtiar Mustakim, Tania J, dan
Kartika Sari T. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat Irma Ramadan, Liyana
Salsabila, Dodi Wijaya, Doni Saun Saputra, Putri Rodua Marbun yang telah
menghibur dan memberikan semangat kepada penulis. Kepada sahabat – sahabat di
ITP IPB Qori Emilia, Farisa Nurintan, Anandya Surya Dewi, Dyah Ratna W,
Ganistie Furry Q, Fanny Nuraini, teman-teman AIMS dan teman-teman
seperjuangan ITP angkatan 47 yang senantiasa selalu memberi semangat, do’a,
motivasi, dan inspirasi, serta Fariz U. Fahmi atas waktu, ilmu, saran, motivasi,
inspirasi, dan juga dukungan yang telah diberikan untuk penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Dan yang terakhir adalah terima
kasih kepada segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna
dan memerlukan saran serta masukan. Penulis berharap tugas akhir ini
memberikan manfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan memberikan
dampat terhadap perkembangan ilmu dan teknologi khususnya dalam bidang Ilmu
dan Teknologi Pangan.


Bogor, Februari 2015
Andini Giwang Kinasih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

METODE

3

Bahan

3


Alat

3

Tahap Penelitian

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Isolasi Staphylococcus aureus dari Cincau hijau di Pasaran

8

Nilai D isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923

11


Nilai z isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923

15

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1 Hasil uji katalase dan pewarnaan Gram isolat Staphylococcus aureus
hasil isolasi pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite
(BPA dan EYT) ............................................................................................... 9
2 Hasil uji koagulase dan penanaman pada media Mannitol Salt Agar
(MSA) isolat Staphylococcus aureus ............................................................. 10
3 Nilai D60 untuk beberapa jenis organisme pada substrat asam (pH = 4 –
4,5) dan asam tinggi (pH < 4)......................................................................... 15
4 Nilai z untuk beberapa jenis organisme pada substrat asam (pH = 4 –
4.5) dan asam tinggi (pH < 4)........................................................................ 18
5 Perbandingan nilai z untuk isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC
25923 dengan komponen kimia dan reaksi kimia .......................................... 19

DAFTAR GAMBAR
1 Tipe gumpalan pada uji koagulase
2 Hasil uji dengan kit API Staph isolat A
3 Penurunan logaritma jumlah mikroba isolat Staphylococcus aureus
ATCC 25923 (A) dan A (B) (log CFU/ml) yang dipanaskan pada suhu
konstan 45, 49, 53, dan 57 °C selama waktu tertentu pada heating
menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17)
4 Kurva ketergantungan nilai D terhadap suhu 45, 49, 53, dan 57 °C untuk
isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 pada heating
menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3,17) beserta
kurva ketergantungan nilai D terhadap suhu 49, 54.5, dan 60 °C untuk
isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate
(pH 4.5) (ICMSF 2003).

5
11

13

17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji dengan kit API Staph isolat Staphylococcus aureus A
2 Enumerasi koloni isolat Staphylococcus aureus hasil uji ketahanan panas

24
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trend pangan saat ini menunjukkan minat masyarakat terhadap pangan
fungsional semakin meningkat. Hal ini dikarenakan makin tingginya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan. Menurut Badan Pengawas Obat dan
Makanan (2011), pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu
atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi
fisiologis tertentu di luar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan dan
bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi oleh masyarakat
selayaknya makanan dan minuman.
Hal diatas tentunya mendorong banyak produk dengan jenis pangan
fungsional banyak dikembangkan. Produk pangan fungsional yang sudah banyak
diteliti dan mulai dikonsumsi oleh masyarakat antara lain adalah gel cincau hijau
dan minuman rosela. Secara tradisional daun cincau hijau digunakan sebagai
minuman penyegar yang berbentuk gel (Nurdin et al. 2008). Produk cincau hijau
yang umum dikonsumsi oleh masyarakat berupa gel cincau hijau yang berasal dari
olahan daunnya. Kandungan gizi yang terdapat pada cincau hijau antara lain
protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, dan
vitamin C (Pitojo dan Zumiyati 2005). Cincau hijau dapat menurunkan panas
badan, mual-mual, dan gangguan pencernaan (Mulyawati dan Harahap 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air cincau dapat menurunkan sel
kanker. Bahkan ekstrak dari akar cincau mempunyai aktivitas sebagai antioksidan.
Beberapa komponen yang berperan aktif dalam cincau adalah karotenoid,
flavonoid, dan klorofil (Mardiah et al. 2006). Daun tanaman cincau hijau (Premna
oblongifolia Merr.) yang selama ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat, ternyata
mengandung klorofil relatif tinggi (Kusharto et al. 2008). Selain itu, cincau
merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung serat alami yang mudah
dicerna tubuh manusia (Pitojo dan Zumiyati 2005). Saat ini upaya pengembangan
cincau sebagai sumber serat pangan sudah mulai dilakukan (Nurdin 2007).
Bagian bunga rosela yang bisa diproses menjadi makanan adalah kelopak
bunga. Kelopak bunga rosela mempunyai rasa yang amat masam. Kelopak bunga
ini bisa diproses menjadi berbagai jenis makanan seperti minuman, jelly, saos,
serbuk (teh) atau manisan rosela. Kandungan kimia yang terdapat pada rosela
antara lain antosianin, gossypeptin, glukosida, hibiscin, vitamin A, vitamin C,
asam amino, asam organik, polisakarida, dan unsur-unsur lain yang diperlukan
tubuh. Salah satunya adalah arginin yang berfungsi untuk proses peremajaan sel
tubuh. Efek farmakologis yang dimiliki oleh rosela yaitu antioksidan, antibakteri,
antiradang, peluruh cacing (anthelmintik), dan hipotensif. Kegunaan
mengkonsumsi rosela yaitu menurunkan kolesterol tinggi, hipertensi, mencegah
gangguan jantung, mencegah kanker, sariawan, dan sembelit (Wijakusuma 2008).
Aktivitas anti radang yang dimiliki dikarenakan pada kelopak bunga rosela
mengandung saponin, flavonoid, kuinon, dan steroid (Darusman et al. 2012).
Berdasarkan hal di atas dapat diketahui bahwa minuman dari gel cincau hijau dan
rosela merupakan makanan pencuci mulut yang baik untuk dikonsumsi karena

2
ingredien utamanya banyak mengandung senyawa fitokimia yang bermanfaat bagi
kesehatan.
Selain aspek manfaat kesehatan yang ada pada pangan fungsional,
keamanan pangan tetap menjadi faktor utama yang tidak dapat diabaikan.
Pengolahan pangan yang tepat perlu dilakukan untuk menjamin keamanan
konsumen. Proses pembuatan cincau hijau dan minuman rosela yang umumnya
masih dilakukan secara tradisional dapat menyebabkan tingginya cemaran
mikrobiologis. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, salah satunya adalah
sanitasi yang tidak terjamin mulai dari bahan baku, peralatan yang digunakan,
maupun kebersihan dan tingkat higiene dari produsennya.
Kasus keracunan makanan masih banyak terjadi di Indonesia. Kasus-kasus
tersebut umumnya terjadi karena adanya cemaran mikroba. Staphylococcus
aureus adalah salah satu mikroba penyebab keracunan di Indonesia.
Staphylocoocus aureus merupakan salah satu jenis dari Staphylococcus sp. yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan keracunan pangan (Tille 2012).
Bakteri ini secara alami terdapat pada tubuh manusia, di udara, di lingkungan
sekitar dan dapat mengkontaminasi makanan yang diolah dengan kondisi sanitasi
tidak cukup baik. Proses pembuatan cincau hijau yang tidak higienis dapat
menyebabkan kemungkinan tingginya cemaran mikrobiologis. Hal ini dapat
menjadi potensi timbulnya bahaya kesehatan bagi konsumen dan mengakibatkan
singkatnya umur simpan produk tersebut. Hasil analisis mikrobiologi terhadap 14
sampel cincau hijau memperlihatkan bahwa sampel cincau hijau mengandung
total mikroba, E. coli, dan Staphylococcus sp. berturut-turut sebesar 1.6 x 104
sampai dengan 2.4 x 106 CFU/g, 3.0 x 102 sampai dengan 4.4 x 103 CFU/g, dan
2.5 x 101 sampai dengan 2.0 x 103 CFU/g (Pramitasari 2012).
Proses termal pasteurisasi cincau hijau dalam medium teh rosela kemasan
dapat diaplikasikan untuk meningkatkan mutu dan keamanan cincau hijau.
Kecukupan proses pemanasan didasarkan pada ketahanan panas mikroba target.
Inaktivasi mikroba dengan panas merupakan operasi dasar dalam pengawetan
makanan. Proses termal baik sterilisasi maupun pasteurisasi bertujuan untuk
mengawetkan produk pangan dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen
menggunakan panas (suhu tinggi) selama waktu tertentu. Selain itu, pertimbangan
mutu akhir dari produk dengan meminimalisir kerusakan mutu oleh pemanasan
harus dilakukan. Mikroba memiliki ketahanan panas yang berbeda-beda
(Kusnandar et al. 2006). Penelitian ketahanan panas Staphylococcus aureus yang
diisolasi langsung dari cincau hijau ini sangat bermanfaat terutama untuk
menentukan parameter inaktivasi termal (D dan z) yang selanjutnya dapat
digunakan untuk bahan acuan dalam penetapan kecukupan proses termal selama
pemanasan bahan pangan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi Staphylococcus aureus dari gel
cincau hijau dan mengetahui kinetika inaktivasi termal (D dan z) Staphylococcus
aureus selama proses pemanasan.

3

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi profil ketahanan
panas (thermal resistance) isolat lokal Staphylococcus aureus asal cincau hijau
yang dapat dijadikan bahan acuan dalam menguji kecukupan proses pengolahan
pangan yang tergolong asam tinggi (pH < 4).

METODE
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa jenis
yaitu bahan produksi teh rosela, bahan produksi gel cincau hijau, bahan untuk
isolasi dan identifikasi Staphylococcus aureus, media penyegaran mikroba, media
pertumbuhan, media pemupukan mikroba, pengencer, medium pemanas, dan
bahan pewarnaan Gram. Bahan baku pembuatan produk antara lain air, daun
cincau hijau, rosela, karagenan, dan gula. Bahan untuk isolasi dan identifikasi
antara lain larutan hidrogen peroksida (H2O2), plasma kelinci dengan EDTA,
larutan Brain Heart Infussion Broth (BHIB), Mannitol Salt Agar (MSA), air
destilata, spiritus, alkohol, reagen dan medium uji API Staph. Medium pemanas
yang digunakan adalah produk minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Media
penyegaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Trypticase Soya Broth
(TSB). Agar miring Tryptose Soya Agar (TSA (Oxoid)) digunakan sebagai media
pertumbuhan. Media pemupukan bakteri Staphylococcus aureus adalah media
Baird Parker Agar (BPA (Oxoid)) dan egg yolk tellurite. Media pengeceran yang
digunakan adalah Butterfield’s Phosphate Buffered (BPB). Pewarnaan Gram
menggunakan minyak imersi, kristal violet, lugol, alkohol 96 % dan safranin.
Isolat yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat asal cincau hijau dan
isolat ATCC 25923.

Alat
Peralatan yang digunakan meliputi peralatan produksi, peralatan isolasi, dan
peralatan untuk penentuan nilai D dan z. Alat untuk produksi minuman dari gel
cincau hijau dan rosela meliputi panci, kompor, sendok, pengaduk, pisau,
timbangan, wadah, gunting, dan alat seal. Alat – alat yang digunakan untuk
analisis isolasi dan penentuan nilai D dan z adalah preparat, kit API Staph,
waterbath shaker (penangas air), erlenmeyer (pyrex), termometer, inkubator 35°C,
refrigerator, vorteks, neraca analitik, keranjang alat, tabung reaksi bertutup,
tabung reaksi tidak bertutup, rak tabung, pipet, mikropipet, magnetic stirer, botol
semprot, bunsen, gelas piala, gelas ukur, labu takar, cawan, jarum ose, sendok,
sudip, pengaduk gelas, aluminium foil, kapas, tip pipet, tisu, autoklaf, stomacher,
coloni counter, stopwatch, dan sarung tangan.

4
Tahap Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap produksi minuman dari gel
cincau hijau dan rosela, tahap isolasi Staphylococcus aureus dari cincau hijau, dan
tahap penentuan nilai D dan z Staphylococcus aureus pada produk minuman dari
gel cincau hijau dan rosela.
Pembuatan Produk Minuman dari Gel Cincau Hijau dan Rosela
a. Pembuatan Gel Cincau Hijau
Daun cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.) dicuci dengan air bersih.
Daun cincau hijau yang sudah bersih diiris kecil dengan ukuran 3 x 1.5 cm2
dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan air panas (100 °C) dengan
perbandingan 1 : 10 (w/v) lalu diblender. Cincau hijau disaring dengan kain
dan ditambahkan dengan 2% karagenan. Ekstrak dituang di wadah dan
didinginkan dalam refrigerator selama 24 jam (Susantikarn 2014).
b. Pembuatan Teh Rosela
Kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dicuci dengan air bersih.
Rasio antara rosela dengan air panas yang digunakan untuk ekstraksi yaitu 35 g
kelopak dalam 2.17 L (1:62, W/V) air panas (100 ºC) selama 30 menit. Pada
akhir ekstraksi dengan panas, ekstrak disaring dengan kain setelah ekstrak
didinginkan mencapai suhu ruang (30º ± 2ºC) . Ekstrak rosela dicampur dengan
gula dengan rasio 15 % (w/v) dan disimpan pada suhu 4ºC (Susantikarn 2014).
c. Pembuatan Produk Minuman dari Gel Cincau Hijau dan Rosela
Gel cincau hijau dicampurkan dengan rosela menggunakan perbandingan
4 : 5 (w/w).
Isolasi dan Identifikasi Staphylococcus aureus
Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dilakukan dengan mengamati
karakterisitik morfologi, fisiologis, dan biokimia dari kultur isolat bakteri. Semua
uji dilakukan secara duplo kecuali untuk pengujian pada kit API Staph. Pada
setiap uji juga digunakan kontrol negatif dan positif. Kontrol positif yang
digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923.
a. Penanaman pada Media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA
dan EYT )
Metode yang digunakan adalah Direct Count Method. Sampel gel cincau
hijau yang digunakan terdapat dua sampel. Dua sampel tersebut dibeli dari
pedagang cincau berada di daerah Pasar Dramaga dan di daerah Pasar Laladon.
Persiapan sampel dilakukan dengan menimbang padatan sampel sebanyak 25
gram kemudian ditempatkan dalam plastik steril lalu ditambahkan larutan
fisiologis NaCl 0.8 % sebanyak 225 mL. Larutan ini kemudian dihomogenisasi
di dalam alat stomacher selama satu menit. Larutan yang dibuat merupakan
larutan konsentrasi 10-1. Pemupukan dilakukan sampai 10-2. Dari masingmasing tingkat pengenceran diambil 1 mL dan diinokulasikan pada tiga cawan
yang berisi media BPA dan EYT masing-masing 0.4 mL, 0.3 mL, dan 0.3 mL.
Suspensi kemudian diratakan dengan menggunakan hockey stick steril yang
terbuat dari kaca. Setelah sudah tidak terlihat suspensi mikroba di permukaan
media, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35oC selama 45-48
jam. Setelah inkubasi, dilakukan pengamatan koloni Staphylococcus aureus
yang mempunyai ciri khas berbentuk bundar, licin dan halus, cembung,

5
diameter 2-3 mm, berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dan dikelilingi zona
opaque dengan zona luar yang bening (clear zone) (Bennett dan Lancette
2001).
b. Pewarnaan Gram
Koloni Staphylococcus aureus yang diisolasi pada media Baird Parker
Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ) dilanjutkan pada pewarnaan
Gram. Koloni terpisah pada media BPA dan EYT diambil sedikit dengan ose
lalu diusapkan diatas gelas preparat. Preparat olesan bakteri difiksasi pada
pembakar spirtus. Preparat ditetesi dengan larutan Hucker's crystal violet
selama 1 menit kemudian dicuci sebentar dengan air keringkan dengan tisu.
Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan iodin selama 1 menit kemudian
dicuci sebentar dengan air mengalir keringkan dengan tisu. Kemudian
dilakukan dekolorisasi (penghilangan warna/ dengan meneteskan ethanol 95%
hingga seluruh warna biru hilang (kira-kira 30 detik). Preparat dicuci kembali
dengan air mengalir dan dikeringkan dengan tissu. Setelah itu, preparat
diteteskan dengan larutan Hucker's counterstain (safranin) selama 1 menit dan
dicuci kembali dengan air mengalir, dikeringkan dengan tisu. Preparat yang
sudah siap diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Sebelum
diletakkan di meja mikroskop preparat ditetesi dengan minyak imersi (Badan
Standarisasi Nasional 2011).
c. Uji Katalase
Koloni Staphylococcus aureus yang diisolasi pada media Baird Parker
Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ) dilanjutkan pada uji katalase.
Uji katalase dilakukan dengan mengambil 1 ose inokulum yang telah
disegarkan dan diletakkan di atas gelas preparat, tetesi dengan Hidrogen
peroksida (H2O2) untuk melihat pembentukan gelembung - gelembung gas
(Bennett dan Lancette 2001).
d. Uji Koagulase
Koloni yang positif Staphylococcus aureus pada media Baird Parker
Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ), pewarnaan Gram, dan uji
katalase dilanjutkan pada uji koagulase. Koloni terduga Staphylococcus aureus
diinokulasi ke dalam 0.2 mL - 0.3 ml Brain Heart Infussion Broth (BHIB) dan
diinokulasikan ke agar miring Tryptose Soya Agar (TSA) lalu diinkubasi
selama 18-24 jam pada suhu 35°C. Selanjutnya ditambahkan koagulase plasma
sebanyak 0.5 mL kemudian diaduk dan inkubasi pada suhu 35°C. Tabung
tersebut diamati setiap 6 jam sekali hingga 48 jam untuk melihat terbentuknya
koagulan. Reaksi positif bila tabung dibalik koagulan tidak jatuh karena
terbentuk secara padat ( +4) yang dapat dilihat pada Gambar 2. Tipe +2 dan +3
memerlukan uji konfirmasi lebih lanjut (Bennett dan Lancette 2001).

Gambar 1. Tipe gumpalan pada uji koagulase

6
e. Penanaman pada Media Mannitol Salt Agar (MSA)
Koloni yang positif Staphylococcus aureus pada media Baird Parker
Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA+ EYT ), pewarnaan Gram, dan uji katalase
dilanjutkan pada penanaman pada media MSA. Penanaman dengan MSA
dilakukan dengan cara satu ose inokulum diambil dan digoreskankan pada
media MSA, kemudian diinkubasi pada 37 °C selama 24 jam (Dewi 2013).
f. Pengujian dengan kit API Staph
Koloni yang positif Staphylococcus aureus pada uji koagulase (+2,+3,+4)
dilanjutkan pada pengujian dengan kit API Staph. Pengujian dengan kit API
Staph dilakukan dengan tahap preparasi strip, preparasi inokulum, dan
inokulasi. Tahap preparasi strip dilakukan dengan pemberian sedikit air pada
tray kit API Staph untuk memberikan kelembaban selama inkubasi. Tahap
preparasi inokulum dilakukan dengan menyegarkan isolat pada agar Tryptose
Soya Agar (TSA) yang diinkubasi selama 18 - 24 jam pada suhu 36ºC. Tahap
inokulasi dilakukan dengan inokulasi kultur yang berumur 18 - 24 jam ke API
Staph medium. Selanjutnya inokulasikan 2 sampai 3 tetes suspensi bakteri pada
masing-masing microcupule. Kit API Staph yang telah diinokulasikan bakteri
yang ingin diuji kemudian ditutup dan diinkubasi selama 18 - 24 jam pada suhu
35 – 37 ºC. Kemudian amati perubahan yang terjadi dengan memberikan tanda
positif jika terjadi perubahan dan dilanjutkan pengolahan dengan software
(Kloos and Wolfshohl 1982).
Penentuan Nilai D dan z Staphylococcus aureus
a. Persiapan Inokulum
Staphylococcus aureus diperoleh dengan cara memindahkan kultur dari
agar miring Tryptose Soya Agar (TSA) dengan ose ke dalam 9 ml Trypticase
Soya Broth (TSB) kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 °C. Pada
fase log akhir ini jumlah bakteri Staphylococcus aureus diperkirakan 1.0 x 108
– 1.0 x 109 CFU/ml (Dwintasari 2010). Jika akan digunakan kembali, kultur
awetan pada TSA dipindahkan dengan ose ke dalam 9 ml TSB lalu diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 35 °C. Suspensi kultur ini juga digoreskan pada agar
miring TSA sebagai stok. Setelah diinkubasi, suspensi yang dihasilkan
diencerkan dengan mengambil 1 ml suspensi kultur kemudian dimasukkan ke
dalam 9 ml media uji yang telah dipanaskan dalam waterbath sesuai dengan
perlakuan.
b. Persiapan Heating Menstruum
Pembuatan heating menstruum dilakukan dengan meletakkan sebanyak
9 ml media uji yang telah dihancurkan (minuman dari gel cincau hijau dan
rosela) ke dalam erlenmeyer 50 ml. Media uji yang telah dibuat kemudian
disterilisasi pada suhu 121 °C selama 15 menit.
c. Uji Ketahanan Panas
Erlenmeyer yang digunakan berjumlah 5 buah untuk uji ketahanan panas.
Satu erlenmeyer digunakan sebagai kontrol yang didalamnya ditempatkan
sebuah termometer 100 ºC. Suhu 57, 53, 49, dan 45 °C akan diujikan pada dua
isolat Staphylococcus aureus (hasil isolasi dan ATCC). Masing-masing
erlenmeyer berisi 9 ml minuman teh rosela dengan cincau hijau yang telah
steril dipanaskan dalam waterbath shaker sesuai dengan suhu perlakuan.
Setelah suhu tercapai suspensi kultur yang telah mencapai fase log akhir
kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml heating menstruum minuman dari gel

7
cincau hijau dan rosela. Pada fase log akhir ini jumlah bakteri Staphylococcus
aureus diperkirakan 1.0 x 108 - 1.0 x 109 CFU/ml. Jumlah mikroba awal dalam
heating menstruum yang digunakan untuk pemanasan diperkirakan 1.0 x 107 –
1.0 x 108 CFU/ml. Selanjutnya keempat erlenmeyer dipanaskan kembali dalam
waterbath shaker kemudian dilakukan holding pada suhu 57, 53, 49, dan 45°C
dengan interval waktu pencawanan masing-masing 2.5, 5, 10, dan 15 menit.
Setelah pemanasan mencapai waktu tersebut dilakukan pendinginan pada air
mengalir untuk mencegah terjadinya pemanasan lanjutan dan dilakukan
pengenceran dari 10-2 - 10-8 kemudian dilakukan pemupukan pada media agar
Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ) secara duplo.
Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 35 °C.
d. Pengamatan dan Hitungan Cawan
Koloni Staphylococcus aureus pada media Baird Parker Agar (BPA)
yang ditambahkan dengan egg yolk tellurite berbentuk bulat, licin dan halus,
cembung, lembab, berdiameter 2-3 mm, berwarna abu-abu hingga hitam pekat,
dikelilingi batas berwarna terang, serta dikelilingi zona keruh dengan batas luar
berupa zona jernih. Konsistensi koloni seperti mentega jika disentuh dengan
ose. Cawan yang mengandung 20-200 koloni dipilih untuk perhitungan
(Bennett dan Lancette 2001). Koloni Staphylococcus aureus yang tumbuh pada
BPA dan EYT dihitung dan dikalkulasikan dengan rumus Standard Plate
Count:
N = E C / [(1*n1) + (0,1* n2) + .....] * (d)
Dimana N
= Jumlah koloni per ml atau per gr produk
E C = Jumlah semua koloni yang dihitung
n1
= Jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2
= Jumlah cawan pada pengenceran kedua
d
= Pengenceran pertama yang dihitung

e. Penghitungan Nilai D dan z
Penghitungan jumlah bakteri dilakukan setelah inkubasi bakteri selama
48 jam pada suhu 35 °C. Jumlah bakteri dinyatakan dalam CFU/ml.
Penghitungan Nilai D dilakukan dengan memplotkan grafik pertumbuhan
bakteri dengan sumbu Y menyatakan jumlah koloni yang hidup (log CFU) dan
sumbu X menyatakan selang waktu setelah pemanasan. Dari kedua data ini
dibuat kurva kecepatan kematian Staphylococcus aureus pada empat suhu
berbeda ( 57, 53, 49, dan 45°C) lalu dilakukan perhitungan nilai D. Nilai D
didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu konstan tertentu yang
diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar
90% atau satu logaritmik. Nilai D untuk masing-masing suhu diperoleh dari
persamaan D =
-1/slope (Kusnandar et al. 2006). Berdasarkan nilai D pada
suhu percobaan dibuat kurva thermal death time (TDT) yang menunjukkan
hubungan antara nilai D (dalam menit) pada skala logaritmik dengan suhu (°C).
Penentuan nilai z diperoleh dari kurva ini, yaitu kurva semi-logaritmik ini
berbentuk linear dengan slope-nya adalah -1/z (Kusnandar et al. 2006).

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Staphylococcus aureus dari Cincau hijau di Pasaran
Staphylococcus aureus diisolasi dari cincau hijau yang ada di pasaran. Isolat
yang diduga Staphylococcus aureus dari hasil penanaman pada Baird Parker Agar
dan Egg Yolk Tellurite (BPA dan EYT) diuji dengan pewarnaan Gram, katalase,
penanaman pada media Mannitol Salt Agar (MSA), koagulase, dan kit API Staph.
Pada awal tahap isolasi digunakan media BPA dan EYT. Koloni Staphylococcus
aureus pada BPA dan EYT mempunyai ciri-ciri : koloni bundar, licin/halus,
cembung, diameter 2 mm- 3 mm, sekeliling tepi koloni bening (terbentuk halo).
Koloni-koloni mempunyai konsistensi berlemak dan lengket bila diambil dengan
jarum inokulasi (Bennett dan Lancette 2001). Warna koloni Staphylococcus
aureus pada BPA dan EYT adalah abu-abu sampai hitam pekat (Baird et al.
2012). Hasil isolasi yang didapatkan menggunakan media BPA dan EYT adalah 9
jenis isolat. Kode isolat yang terduga Staphylococcus aureus adalah A, B1, B2,
B3, B4, B5, B6, B7, dan B8. Kode A menyatakan sampel berasal dari daerah
Pasar Dramaga sedangkan kode B menyatakan berasal dari daerah Pasar Laladon.
Staphylococcus aureus yang mengandung lecithinase menguraikan egg yolk dan
menyebabkan zona bening di sekeliling koloni. Zona opak merupakan presipitasi
yang terbentuk karena aktivitas lipase. Lipase merupakan salah satu enzim yang
dihasilkan oleh Staphylococcus aureus (Tille 2012). Reduksi potassium tellurite
merupakan karakteristik dari koagulase-positif staphylococci, dan menyebabkan
koloni menghitam.
Koloni Staphylococcus aureus yang diisolasi pada media BPA dan EYT
dilanjutkan pada pewarnaan Gram dan uji katalase. Isolat yang diuji adalah A,
B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, dan B8. Tabel 1. menunjukkan hasil uji katalase dan
pewarnaan Gram. Hasil uji pewarnaan Gram yang dilakukan pada isolat A dan B8
adalah berbentuk kokus, seragam, bewarna ungu violet, dan Gram positif (Tabel
1.). Hasil uji pewarnaan Gram yang dilakukan pada isolat B4, B5, B6, dan B7
adalah bentuk koloni campuran sehingga sifat Gram tidak dapat diidentifikasi
(Tabel 1.). Hasil uji pewarnaan Gram yang dilakukan pada isolat B1, B2, dan B3
adalah batang, ungu, Gram positif (Tabel 1.). Organisme Gram positif berwarna
biru gelap atau ungu (Public Health England 2014). Staphylococcus aureus
merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus, tersusun dalam kelompokkelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak
membentuk spora dan tidak bergerak (Tille 2012). Bakteri ini tumbuh pada suhu
antara 7 - 47.8 0C. Tumbuh pada pH 4.0 – 9.8 (pH optimum 6.0 -7.0) (Jay 200).
Kisaran nilai aw tumbuh untuk Staphylococcus aureus dalam makanan adalah 0.8
– 1.0 dan optimumnya pada aw 1.0 (Arisman 2009).
Tabel 1. juga menunjukkan hasil uji katalase. Hasil uji katalase pada
penelitian untuk isolat A dan B8 didapatkan bahwa isolat tersebut menunjukkan
reaksi positif ditandai dengan timbul banyak gelembung udara (Tabel 1.). Hasil
uji katalase pada penelitian untuk isolat B3 dan B7 didapatkan bahwa isolat
tersebut menunjukkan reaksi positif ditandai dengan timbul sedikit gelembung
udara (Tabel 1.). Sedangkan hasil uji katalase pada penelitian untuk isolat B1, B2,
B3, B4, B5, dan B6 didapatkan bahwa isolat tersebut menunjukkan reaksi negatif

9
karena tidak terbentuk gelembung udara (Tabel 1.). Staphylococcus aureus
bersifat katalase positif karena menghasilkan enzim katalase (Tille 2012).
Katalase merupakan enzim yang mengkatalisa penguraian hidrogen peroksida
(H2O2) menjadi H2O dan O2. Hidrogen peroksida (H2O2) bersifat toksik terhadap
sel karena bahan ini menginaktifkan enzim dalam sel. Hidrogen peroksida (H2O2)
terbentuk sewaktu metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh
dalam lingkungan aerob pasti menguraikan bahan tersebut (Public Health England
2014).
Tabel 1. Hasil uji katalase dan pewarnaan Gram isolat Staphylococcus aureus
hasil isolasi pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite
(BPA dan EYT)
Uji Pewarnaan Gram
Kode Isolat

A
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
Keterangan :

Pengamatan
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

Uji Katalase

Morfologi

Gram

+++
+++
+
+
+
+++
+++

Kokus
Kokus
Batang
Batang
Batang
Batang
Batang
Batang
Campuran
Campuran
Campuran
Campuran
Campuran
Campuran
Campuran
Campuran
Kokus
Kokus

+
+
+
+
+
+
+
+
Td
Td
Td
Td
Td
Td
Td
Td
+
+

Uji katalase : (-)Tidak timbul gelembung, (+)Timbul sedikit gelembung,
(++)Timbul gelembung, (+++)Timbul banyak gelembung. Uji Pewarnaan Gram
(Gram) : (+) Positif, (-) Negatif, (td) Tidak teridentifikasi

Koloni yang positif Staphylococcus aureus pada media BPA dan EYT,
pewarnaan Gram, dan uji katalase dilanjutkan pada uji koagulase. Isolat yang diuji
adalah kontrol negatif, kontrol positif, A, dan B8. Kontrol positif yang digunakan
adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923. Tabel 2. menunjukkan hasil uji
koagulase dan uji penanaman pada MSA. Hasil uji koagulase terhadap isolat A
adalah koagulase positif (+2) dengan ditunjukkan adanya koagulan terkumpul
dibagian atas dan sedikit (Tabel 2.). Hasil uji koagulase terhadap isolat B8 adalah
koagulase positif (+1) dengan ditunjukkan adanya koagulan tidak terkumpul dan

10
sedikit (Tabel 2.). Hasil uji koagulase terhadap kontrol positif adalah sampel
koagulase positif (+3) dengan ditunjukkan adanya koagulan terkumpul dibagian
bawah dan banyak dan (+4) dengan ditunjukkan adanya koagulan pada tabung
dibalik tidak jatuh (Tabel 2.). Hasil uji koagulase terhadap kontrol negatif adalah
sampel koagulase negatif (-) dengan ditunjukkan tidak terbentuknya koagulan.
Koagulase adalah protein enzim yang diproduksi oleh beberapa mikroorganisme
yang dapat mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Koagulase mengikat plasma
fibrinogen, menyebabkan mikroorganisme mengaglutinasi atau menggumpalkan
plasma (Public Health England 2014). Enzim koagulase diproduksi oleh
Staphylococcus aureus (Tille 2012). Produksi koagulase adalah kriteria yang
paling umum digunakan untuk identifikasi sementara Staphylococcus aureus
(Abrar 2001). Reaksi koagulase positif sangat penting untuk membedakan
Staphylococcus aureus dengan spesies staphylococcus yang lain. Oleh karena itu
peran koagulase yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dapat digunakan
sebagai sarana diagnostik (Dewi 2013).
Tabel 2. Hasil uji koagulase dan penanaman pada media Mannitol Salt Agar
(MSA) isolat Staphylococcus aureus

Kode Isolat
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
A
B8

Pengamatan

1
2
1
2
1
2

Uji Koagulase

Uji Penanaman pada
Mannitol Salt Agar (MSA)

-

-

+3
+4
+2
+2
+1
+1

+
+
+
+
+
+

Keterangan : Uji Koagulase : (-) Jika koagulan tidak terbentuk, (+1) Jika koagulan tidak
terkumpul dan sedikit, (+2) Jika koagulan terkumpul dibagian atas dan sedikit, (+3)
Jika koagulan terkumpul dibagian bawah dan banyak, (+4) Jika koagulan pada
tabung dibalik tidak jatuh. Uji Penanaman pada MSA : (+) Kuning, (-) Merah

Tabel 2. juga menunjukkan hasil uji penanaman pada media MSA. Kontrol
positif, isolat A, dan B8 dinyatakan positif bakteri Staphylococcus aureus karena
terjadi perubahan warna pada media MSA dari merah menjadi kuning (Tabel 2.).
Sedangkan hasil kontrol negatif warna media tetap merah (Tabel 2.). MSA
merupakan media selektif dan differensial yang digunakan dalam isolasi
Staphylococcus. Media ini mengandung 7.5 % NaCl sehingga digunakan untuk
mengisolasi bakteri yang dapat mentoleransi kadar garam tinggi. MSA juga
membedakan bakteri berdasarkan kemampuannya memfermentasi manitol.
Staphylococcus tahan tekanan osmotik yang dibentuk oleh 7.5 % NaCl, sehingga
konsentrasi ini akan menghambat pertumbuhan sebagian besar bakteri Gram
positif dan negatif. Selain itu, MSA mengandung manitol dan menggunakan
phenol red sebagai pH indikator (pK = 7.8). Pada pH dibawah 6.9, medium
berwarna kuning. Pada pH netral (6.9 – 8.4) berwarna merah, dan di atas pH 8.4

11
berwarna merah muda. Ketika manitol difermentasi oleh bakteri, asam diproduksi,
sehingga menurunkan pH dan menghasilkan warna kuning disekitar koloni yang
tumbuh. Bakteri nonfermentasi dapat bertahan pada konsentrasi garam tinggi yang
akan memperlihatkan warna merah muda (Shields dan Tsang 2006). Uji
fermentasi manitol dengan penanaman pada MSA merupakan prosedur utama
yang biasa digunakan setelah uji koagulase dalam identifikasi Staphylococcus
aureus, apabila bakteri staphylococci dapat menghasilkan enzim koagulase atau
bersifat koagulase positif dan dapat memfermentasi manitol pada MSA maka
bakteri staphylococci tersebut adalah Staphylococcus aureus (Khusnan et al.
2008).
Isolat Staphylococcus aureus yang dipilih untuk diidentifikasi lanjut
menggunakan kit API Staph adalah isolat Staphylococcus aureus yang
menunjukkan positif Staphylococcus aureus pada uji pewarnaan Gram, katalase,
penanaman pada media BPA dan EYT, penanaman pada media MSA, dan
koagulase. Isolat Staphylococcus aureus yang terpilih adalah A. Gambar 2.
memperlihatkan hasil dari identifikasi lanjut menggunakan kit API Staph. Hasil
dari identifikasi lanjut menggunakan kit API Staph terhadap isolat A
menunjukkan persentase kesamaan dengan kultur referensi sebesar 41.8 % untuk
identifikasi sebagai Staphylococcus aureus. Gambar 2. menunjukkan isolat A
menunjukkan hasil positif menggunakan API Staph System pada glukosa (GLU) ,
Fruktosa (FRU), Maltosa (MAL), Trehalosa (TRE), Mannitol (MAN), Kalium
nitrat (NIT), β-naphthyl fosfat (PAL), Natrium piruvat (VP), Sukrosa (SAC), Nasetil-glukosamin (NAG), L-arginin (ADH), dan Urea (URE) (Maddux and
Koehne 1982 ). Selanjutnya isolat ini digunakan untuk analisis penentuan nilai D
dan z pada minuman dari gel cincau hijau dan rosela.

Gambar 2. Hasil uji dengan kit API Staph isolat A

Nilai D Isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923
Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu tertentu yang
diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar
90% atau satu logaritmik. Setiap mikroba mempunyai sifat ketahanan panas pada
suhu tertentu yang berbeda-beda (Werdhani et al. 2010). Semakin besar nilai D

12
suatu mikroba pada suatu suhu tertentu, maka semakin tinggi ketahanan panas
mikroba tersebut pada suhu yang tertentu (Kusnandar et al. 2006). Dalam
persamaan D didefinisikan sebagai the decimal reduction time yaitu waktu yang
dibutuhkan untuk mengurangi populasi hidup dengan faktor 10, D = 2.3/k (Toledo
2007). Nilai D untuk masing-masing suhu diperoleh dari persamaan D = -1/slope
(Kusnandar et al. 2006).
Pengujian ketahanan panas dilakukan untuk isolat Staphylococcus aureus A
dan ATCC 25923. Isolat ATCC 25923 disertakan dalam pengujian sebagai
pembanding. Gambar 3. menunjukkan penurunan logaritma jumlah mikroba isolat
Staphylococcus aureus ATCC 25923 (A) dan A (B) (log CFU/ml) yang
dipanaskan pada suhu konstan 45, 49, 53, dan 57 °C selama waktu tertentu pada
heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17). Jumlah
mikroba awal bakteri pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan
rosela untuk isolat Staphylococcus aureus A berkisar antara 1.6 x 107 – 6.9 x 107
CFU/ml dan ATCC 25923 berkisar antara 1.3 x 108- 3.5 x 109 CFU/ml.
Penurunan jumlah bakteri berbanding lurus terhadap lama waktu pemanasan.
Semakin lama proses pemanasan maka semakin kecil jumlah bakteri. Laju
penurunan jumlah mikroba berbanding lurus dengan peningkatan suhu. Laju
penurunan jumlah mikroba akan semakin besar jika suhu yang digunakan semakin
ditingkatkan. Suhu yang digunakan dalam pengujian ini sebesar 45, 49, 53, dan
57 °C (Gambar 3.). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa isolat A
memiliki nilai D pada suhu 45, 49, 53, dan 57 °C berturut-turut sebesar 32.3,
17.9, 4.6, dan 1.5 menit. Isolat ATCC 25923 memiliki nilai D pada suhu 45, 49,
53, dan 57 °C berturut-turut sebesar 18.5, 6.8, 2.9, dan 1.4 menit. Persamaan linier
kurva penurunan logaritma bakteri untuk isolat Staphylococcus aureus ATCC
25923 menghasilkan nilai r2 sekitar 0.886 – 0.998. Persamaan linier kurva
penurunan logaritma bakteri untuk isolat Staphylococcus aureus A menghasilkan
nilai r2 sekitar 0.901 – 0.988. Data uji ketahanan panas untuk kedua isolat
menunjukkan semakin besar suhu yang digunakan maka semakin kecil nilai
ketahanan panasnya (nilai D). Hal ini dikarenakan nilai D dipengaruhi oleh suhu.
Semakin tinggi suhu maka nilai D semakin kecil. Artinya, semakin tinggi suhu
pemanasan, maka waktu yang diperlukan untuk menginaktivasi mikroba akan
semakin singkat (Kusnandar et al. 2006).
Isolat Staphylococcus aureus A memiliki nilai D45, D49, D53, dan D57 yang
lebih tinggi daripada isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada heating
menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Isolat Staphylococcus
aureus ATCC 25923 merupakan isolat klinis yang diisolasi dari tubuh manusia.
Pertumbuhan isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada manusia berada
pada suhu optimum sehingga tidak memberikan efek ketahanan panas yang tinggi.
Isolat Staphylococcus aureus A merupakan isolat yang diisolasi dari cincau hijau
komersial. Kondisi awal isolat Staphylococcus aureus A berada pada kondisi yang
tidak optimum untuk pertumbuhan sehingga menyebabkan ketahanan panas lebih
tinggi. Selain itu, isolat Staphylococcus aureus A pada kondisi heating
menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela lebih mendekati kondisi
alaminya sehingga telah terjadi adaptasi. Mikroorganisme yang diberi kondisi
stres dapat menjadi lebih resisten (Cebrián et al. 2010). Bakteri dengan jumlah
yang sama pada larutan fisiologis dan nutrient broth pada pH yang sama tidak
direduksi dengan jumlah panas yang sama. Hal ini karena banyak faktor yang

13
mempengaruhi ketahanan panas mikroba. Faktor-faktor tersebut antara lain air,
lemak, garam, karbohidrat, pH, protein dan komponen lain, jumlah mikroba,umur
mikroba, faktor tumbuh, waktu dan suhu, komponen inhibitor, efek ultrasonik
(Jay 2000). Secara umum, karbohidrat, protein, lemak, dan total padatan terlarut
memberikan perlindungan bagi mikroba untuk melawan pemanasan. Ketahanan
panas yang besar sebanding dengan peningkatan konsentrasi karbohidrat, protein,
lemak, dan total padatan terlarut.

Log jumlah mikroba (cfu/ml)

A
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

Suhu 45 C
Suhu 49 C
Suhu 53 C
Suhu 57 C

0

10

20

30

40

50

Waktu pemanasan (menit)

B
Log jumlah mikroba (cfu/ml)

9
8
7
6
5

Suhu 45 C

4

Suhu 49 C

3

Suhu 53 C

2

Suhu 57 C

1
0
0

10

20

30

40

50

Waktu pemanasan (menit)

Gambar 3. Penurunan logaritma jumlah mikroba isolat Staphylococcus aureus
ATCC 25923 (A) dan A (B) (log CFU/ml) yang dipanaskan pada suhu
konstan 45, 49, 53, dan 57 °C selama waktu tertentu pada heating
menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17)

14
Isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 diuji ketahanan panasnya
pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Heating
menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela mempunyai nilai pH sekitar
3.17. Pada pH 4.5 Staphylococcus aureus memiliki nilai D49, D54,5, dan D60
berturut-turut sebesar 9.4, 4.9, dan 1 menit (ICMSF 2003). Isolat Staphylococcus
aureus pada heating menstruum buffer phosphate (4.5) memiliki nilai D49 lebih
besar dibandingkan dengan isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada
heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Hal ini disebabkan
karena nilai pH heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela
sekitar 3.17 lebih asam dari nilai pH heating menstruum buffer phosphate sekitar
4.5. Isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH
4.5) memiliki nilai D49 lebih kecil dibandingkan dengan isolat Staphylococcus
aureus A pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela.
Sedangkan nilai D60 isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer
phosphate (pH 4.5) lebih besar dibandingkan nilai D60 isolat Staphylococcus
aureus A pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela
(Tabel 3.). Nilai D60 isolat Staphylococcus aureus A berdasarkan perhitungan
sebesar 0,8 menit (Tabel 3.). Nilai D49 isolat Staphylocoocus aureus A dan ATCC
25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH
3.17) dan isolat Staphylocoocus aureus pada heating menstruum buffer phosphate
( pH 4.5) mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai D49 isolat
Staphylocoocus aureus pada heating menstruum buffer phosphate ( pH 6.5)
(ICMSF 2003). nilai D49, D54,5, dan D60 isolat Staphylocoocus aureus pada heating
menstruum buffer phosphate ( pH 6.5) ssebesar 42.1, 11.9, dan 2.5 (ICMSF 2003).
Nilai pH optimum Staphylococcus aureus sebesar 6.0 -7.0. Mikroorganisme
paling resisten terhadap panas pada pH optimum pertumbuhannya. Jika nilai pH
turun atau naik dari pH optimum, maka ketahanan panas mikroorganisme akan
menurun ( Jay 2000). Oleh karena itu makanan yang berasam tinggi, yaitu yang
mempunyai pH rendah membutuhkan panas yang lebih sedikit untuk sterilisasi
dibandingkan dengan makanan yang mempunyai pH sekitar netral (Fardiaz 1992).
Dari hasil percobaan, terlihat nilai D45, D49, D53, dan D57 isolat
Staphylococcus aureus A lebih besar dibandingkan nilai D45, D49, D53, dan D57
isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan nilai D45, D49, D53, dan D57 isolat Staphylococcus aureus A dalam
penentuan kecukupan proses pasteurisasi memberikan jaminan keamanan produk
yang lebih baik. Sedangkan jika digunakan nilai D49, D54,5, dan D60 isolat
Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 6.5)
sebagai referensi maka dapat berakibat pada proses panas yang berlebihan (over
process).
Optimasi proses termal diperlukan untuk dapat menentukan kombinasi suhu
dan waktu selama pemanasan dan pendinginan yang dapat memenuhi kriteria
keamanan pangan dan mutu. Nilai D dan nilai z merupakan 2 parameter kinetika
inaktivasi mikroba yang penting dan keduanya harus diperhatikan dalam desain
proses termal (Kusnandar et al. 2006). Produk minuman dari gel cincau hijau dan
rosela dibuat dari dua ingredien utama yaitu rosela dan cincau hijau. Nilai D
organisme yang terkandung pada kedua ingredien tersebut perlu diketahui untuk
menerapkan proses termal yang optimum. Berdasarkan penelitian Pramitasari
(2012) hasil analisis mikrobiologi terhadap 14 sampel cincau hijau

15
memperlihatkan bahwa sampel cincau hijau mengandung total mikroba, E. coli,
dan Staphylococcus sp. berturut